• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Sampah Organik menjadi Kompo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemanfaatan Sampah Organik menjadi Kompo"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam

dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan

yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses

pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan.

Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi.

Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses

penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian

dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih

cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya

terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi

masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian

dan perkebunan.

Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik

maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator

pengomposan yang sudah banyak beredar dan setiap aktivator memiliki

keunggulan sendiri-sendiri.

Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan

untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk

memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman

menjadi lebih tinggi. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi penulisan

(2)

B. Rumusan Masalah

Masalah yang ditimbulkan berupa pencemaran lingkungan (tanah, air dan

udara). Sementara itu pengetahuan peternak sangat kurang dalam mengolah limbah

kotoran ternaknya, sehingga kotoran tersebut dibuang dan mencemari lingkungan

disekitarnya. Dalam upaya menanggulangi limbah di atas dilakukanlah pengolahan

kotoran sapi menjadi pupuk organik (kompos).

C. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan

pengolahan limbah ternak sapi sebagai bahan baku kompos. Adapun manfaat

kompos ibarat multi-vitamin untuk kesuburan tanah. Kompos akan meningkatkan

kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki

struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Limbah Peternakan

Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan permintaan pangan akan

daging selalu bertambah sehingga permintaan hasil ternak mendorong

meningkatnya populasi ternak dan produktivitasnya. Namun ternyata peningkatan

usaha peternakan selain memberikan dampak positif yaitu menghasilkan produk

utama seperti daging, susu, dan telur juga memberikan dampak negatif karena

usaha peternakan pasti menghasilkan limbah. Limbah ternak merupakan sisa

buangan dari suatu kegiatan usaha meliputi : limbah padat dan cair seperti feses,

urine dan sisa pakan. Semakin besar skala usaha maka limbah yang dihasilkan

semakin banyak.

Adanya limbah dari usaha peternakan ini dirasakan mengganggu

kenyamanan lingkungan hidup dan lebih jauh merupakan beban yang

menghabiskan dana relatif besar untuk menanganinya sehingga masyarakat

cendrung lebih ke arah membuannya. Persepsi masyarakat terhadap limbah adalah

mengganggu sehingga harus disingkirkan. Persepsi seperti ini harus diganti bahwa

limbah ini mempunyai nilai ekonomi dan bisa dimanfaatkan dalam memperbaiki

lingkungan (Prihandarini, 2004).

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, limbah

ternak dapat lebih bermanfaat setelah melalui proses pengolahan menjadi kompos,

menjadi sesuatu yang bermanfaat dan menguntungkan secara ekonomis. Teknologi

yang dapat digunakan dalam penanganan masalah limbah ternak ini adalah

(4)

dekomposisi menjadi pupuk kompos. Pupuk kompos merupakan hasil akhir dan

atau hasil antara dari perubahan atau peruraian limbah ternak dan lain sebagainya

(Murbandono, 2002).

Keengganan peternak untuk memproses kotoran ternak menjadi kompos

disebabkan oleh lama waktu yang dibutuhkan selama proses pengomposan lebih

kurang 2 bulan. Namun dengan adanya berbagai teknologi, kotoran ternak dapat

didekomposisi menjadi kompos dalam waktu yang lebih singkat. Dengan

menggunakan cara ini didapat kandungan hara kompos yaitu N total (0,68%); P

total (0,225%); C-organik (11,2 %); Kalium (0,55%) dan rasio C/N (16,47).

Pengelolaan limbah yang kurang baik akan membawa dampak yang serius

pada lingkungan, sebaliknya jika limbah dikelola dengan baik maka akan

memberikan nilai tambah. Salah satu bentuk pengelolaan limbah yang mudah

dilakukan yaitu dengan diolah menjadi pupuk kompos. Ginting (2007)

mengemukakan bahwa kompos adalah hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa

kotoran ternak atau feses, sisa pertanian, sisa makanan ternak dan sebagainya.

Dengan diolahnya limbah peternakan menjadi kompos akan membawa keuntungan

pada peternak dan petani yaitu untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan

dapat digunakan sebagai pupuk tanaman pertanian.

B. Pupuk Kompos

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran

bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai

macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau

anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah

(5)

oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.

Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar

kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan

yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan

aktivator pengomposan.

Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik.

Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan

merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk

dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang

ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya

gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di

mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton

dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah

organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat,

terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi

kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).

Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam

dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan

yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses

pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan.

Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi.

Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses

penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian

(6)

cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya

terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi

masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian

dan perkebunan.

Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik

maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator

pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain: PROMI (Promoting

Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic

Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan

cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki

keunggulan sendiri-sendiri.

Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan

murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit.

Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri

dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan

mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan

organik.

Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan

untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk

memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman

menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat

digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah

(7)

sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman,

serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.

Bahan baku pengomposan adalah semua material yang mengandung karbon

dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan

limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan

bahan baku pengomposan.

Jenis-Jenis Kompos

 Kompos cacing (vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan

organik yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing

tersebut.

 Kompos bagase, yaitu pupuk yang terbuat dari ampas tebu sisa

penggilingan tebu di pabrik gula.

 Kompos bokashi.

Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan

bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk

mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat

bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini

membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah

juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.

Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik

kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti

menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih

(8)

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:

Aspek Ekonomi :

1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah

2. Mengurangi volume/ukuran limbah

3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya

Aspek Lingkungan :

1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas

metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di

tempat pembuangan sampah

2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Aspek bagi tanah/tanaman:

1. Meningkatkan kesuburan tanah

2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah

3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah

4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah

5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)

(9)

7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman

8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang

granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air.

Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas

mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu

seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah

meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh

tanaman (Gaur, 1980).

Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan

pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos

memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada kalium

yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan

yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang

ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan

dengan NPK.

Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk

cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada

pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil.

Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga

menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun

pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam

(10)

kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas

tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam

keadaan masam.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan

Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase

(kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu

(Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan

setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun

tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur.

Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak

meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun

diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.

C. Metode Pengomposan 1. Alat dan bahan

Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari

peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan dan

kesehatan bagi pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan.

1. Terowongan udara (Saluran Udara)

 Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara

 Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu

 Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m

 Sudut : 45o

(11)

2. Sekop

Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya

3. Garpu/cangkrang

Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan bahan dan

pemilahan sampah

4. Saringan/ayakan

 Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar diperoleh

ukuran yang sesuai

 Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran kompos yang

diinginkan

 Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau saringan putar

5. Termometer

 Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan

 Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer ke bagian

dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat

 Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak

mencemari kompos jika termometer pecah

6. Timbangan

 Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai berat yang

diinginkan

 Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan dan

pengemasan

(12)

Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja agar terhindar

dari bahan-bahan berbahaya

8. Sarung tangan

Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama melakukan pemilahan

bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan perlindungan tangan

9. Masker

Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernafasan dari debu dan gas bahan

terbang lainnya

Tahapan Pengomposan 1. Pemilahan Sampah

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik

(barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti

karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan

2. Pengecil Ukuran

Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga

sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos.

3. Penyusunan Tumpukan

 Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran

kemudian disusun menjadi tumpukan.

 Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang

dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

 Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang

(13)

4. Pembalikan

Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan,

memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan

di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu

penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.

5. Penyiraman

 Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu

kering (kelembaban kurang dari 50%).

 Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras

segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

 Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka

tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas

sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu

dilakukan pembalikan.

6. Pematangan

 Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin

menurun hingga mendekati suhu ruangan.

 Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman.

Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

7. Penyaringan

 Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai

dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat

(14)

 Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang

baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

8. Pengemasan dan Penyimpanan

 Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan

kebutuhan pemasaran.

 Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan

terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit

jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin

terbawa oleh angin.

Kontrol Proses Produksi Kompos :

1. Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar memperoleh hasil yang

baik.

2. Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan lingkungan atau habitat

dimana jasad renik (mikroorganisme) dapat hidup dan berkembang biak dengan

optimal.

3. Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa bahan organik

dari sampah untuk menghasilkan energi dan tumbuh.

Proses Pengontrolan

Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:

1. Monitoring Temperatur Tumpukan

2. Monitoring Kelembaban

3. Monitoring Oksigen

4. Monitoring Kecukupan C/N Ratio

(15)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat diambil beberapa simpulan

sebagai berikut : terjadi peningkatan kesadaran masyarakat tentang pencemaran

lingkungan oleh limbah peternakan, meningkatnya keterampilan masyarakat

petani/peternak dalam mengolah limbah kotoran ternak menjadi pupuk organik

(kompos) yang berkualitas dan telah dihasilkan pupuk kompos berkualitas dari

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Nofri. 2012. Pemanfaatan Limbah Ternak sebagai Sumber Pupuk Organik.

http://widyatan.com/index.php/arsip/artikel/sosek-pertanian-4/293-pemanfaatan-limbah-ternak-sebagai-sumber-pupuk-organik

Anonim. 2010. Pengolahan Limbah Peternakan.

http://peterunkhair.blogspot.com/2010/12/pengolahan-limbah-peternakan.html

Setyawan, Hery. 2008. Teknologi Pembuatan Kompos Kotoran Sapi.

http://m4zakhid.wordpress.com/2008/09/16/teknologi-pembuatan-kompos-kotoran-sapi/

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain: riwayat hidung ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal, merah, dan berair (konjungtivitis

PepsiCo  dan  perusahaan‐perusahaan  lain  menyampaikan  tentang  sebuah  kebijakan 

Staf Medis Tamu, yaitu Dokter dari luar RSUD yang karena reputasi dan/atau keahliannya diundang secara khusus oleh Direktur untuk membantu menangani kasus-kasus

` Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi petugas kes- ehatan terutama bidan dalam menurunkan risiko terjadinya malnutrisi pada balita dengan diharapkan

menuliskan kesan terhadap pengalaman terseut puas atau tidak puas, senang atau tidak senang, gelisah atau

The results of this study indicate that storage temperature and storage time have an effect on protein content in breast milk. Although some essential nutrients and

Pengembangan Ekoliterasi Siswa dalam Mengantisipasi Polusi Udara Melalui Modelling Keterampilan Sosial dalam Pembelajaran IPS.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu