• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA BURAKUMIN PENYAKIT SOSIAL DARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FENOMENA BURAKUMIN PENYAKIT SOSIAL DARI"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

“FENOMENA BURAKUMIN, PENYAKIT SOSIAL DARI POLA PIKIR HOMOGEN MASYARAKAT JEPANG”

Sama hal nya dengan Indonesia yang mempunyai sejarah yang cukup panjang dalam pembentukan kebudayaan, kebiasaan, dan pola pikir masyarakat termasuk dalam hal

berinteraksi sosial, Jepang juga mempunyai perkembangan sejarah yang cukup baik dan menarik untuk dipelajari dalam sejarah perkembangan kehidupan masyarakat nya, tak terkecuali tentang fenomena sosial masyarakat Jepang pada masa jauh sebelum Jepang menjadi negara maju seperti hari ini.

Sebagaimana yang kita tau, bahwa Jepang adalah negara yang identik dengan istilah Homogen karna mayoritas penduduknya yang begitu berpegang teguh dalam hal

keseragaman. Keseragaman dari hal kebiasaan, sampai pola pikir mereka yang nyaris sama dalam hal apapun. Sikap mayoritas masyarakat Jepang yang menghargai waktu dengan sebaik-baiknya dengan memberikan konstribusi yang terbaik dari diri mereka untuk

pendidikan dan pekerjaan yang mereka jalani adalah dampak positif dari hal keseragaman ini. Hal tersebut mereka lakukan demi bisa survive dan pembuktian kepada dunia tentang

kehebatan dan kemajuan bangsanya pada jaman yang sudah modern ini.

Namun dibalik dampak positif selalu ada dampak negatif. Keseragaman yang ada pada pola pikir mayoritas masyarakat Jepang bisa menjadi boomerang untuk negara sakura itu sendiri. Karna ketika mereka mempunyai pola pikir, kepercayaan serta kebiasaan yang sama, mereka akan sulit bahkan cenderung menolak perbedaan yang hadir dalam lingkungan sosial mereka yang telah terbiasa sama. Pola pikir tersebut telah membuat mereka menjadi masyarakat yang sulit menerima perbedaan yang tak jarang bahkan berasal dari saudara sebangsanya sendiri atau masih berasal dari kelompok masyarakat pribumi.

(2)

Burakumin adalah sebutan yang diberikan oleh masyarakat lokal kepada kelompok-kelompok minoritas yang tentunya menjadi kelas sosial paling rendah, hina, dan rentan untuk mengalami diskriminasi. Entah itu diskriminasi secara langsung maupun tidak langsung, diskriminasi tetap diskriminasi. Bersifat menyakiti, bahkan cenderung merampas hak mereka sebagai penduduk asli Jepang atau rakyat Jepang itu sendiri (termasuk Etnis Zuinichi yang bukan berasal dari pribumi) dan hak mereka sebagai manusia.

Burakumin menjadi semacam lingkaran kelas sosial terendah yang diisi oleh

kelompok-kelompok minoritas yang ada di lingkungan masyarakat Jepang. Dimana lingkaran tersebut seolah menjadi pembatas yang begitu tegas untuk membedakan kehidupan sosial terendah dengan kehidupan kelas sosial yang lebih tinggi. Pembatas yang juga menjadi semacam pengukuran bagaimana orang yang berada dalam lingkaran tersebut mendapatkan perlakuan dari masyarakat banyak yang pada saat itu sangat amat mendiskriminasi

Burakumin dengan berbagai cara.

Perbedaan adalah salah satu masalah mengapa beberapa kelompok minoritas akhirnya ada di dalam lingakaran Burakumin. Seperti yang dialami oleh masyarakat asli yang ada di Kepulauan Ryukyu (Okinawa) , penduduk Ryukyu dikucilkan karna bahasa yang mereka gunakan sehari-hari berbeda dengan bahasa yang biasa dipakai oleh mayoritas masyarakat Jepang kebanyakan. Padahal penduduk Ryukyu masih termasuk dalam daftar rakyat asli negara Jepang. Namun, dikarnakan pola pikir masyarakat Jepang yang sangat sensitif mengenai perbedaan, membuat penduduk Ryukyu termasuk dalam lingkaran Burakumin.

Seperti hal nya penduduk Ryukyu, suku Ainu pun mengalami diskriminasi yang pada dasarnya disebabkan oleh bahasa, fisik, budaya, serta seperangkat tradisi mereka yang berbeda dengan orang Jepang kebanyakan. Bahkan pada era Meiji, suku Ainu direformasi oleh pemerintah Jepang untuk berasimiliasi dengan orang jepang (suku Yamato) sehingga mereka tidak diperbolehkan untuk menggelar tradisi, upacara adat, termasuk menggunakan bahasa mereka sendiri. Hal tersebut membuat masyarakat suku Ainu menjadi merahasiakan identitas mereka. Sampai akhirnya pada 6 Juni 2008 parlemen Jepang mengesahkan resolusi yang mengakui bahwa suku Ainu adalah “suku pribumi dengan bahasa, kepercayaan, dan kebudayaan yang berbeda” sekaligus membatalkan undang-undang tahun 1899 yang

(3)

Masuknya agama Budha ke Jepang pun juga memberi andil yang cukup besar tentang hadirnya fenomena Burakumin ini. Karna beberapa ajaran agama Budha yang begitu kental pada diri mayoritas masyarakat Jepang sejak jaman dulu, telah menyebarkan keyakinan yang sangat kuat tentang pengelompokkan kasta sosial yang dampaknya sangat terasa di

lingkungan masyarakat sosial Jepang. Kembali lagi seperti yang saya bahas sebelumnya tentang keseragaman yang ada pada diri masyarakat Jepang, efek tersebarnya keyakinan pengkastaan sosial yang disebarkan oleh agama Budha ini pun begitu mendominasi dalam pikiran masyarakat Jepang sehingga membuat mereka begitu sensitif dengan kasta sosial yang ada pada lingkungan mereka.

Kaum Eta adalah salah satu kelompok minoritas yang berada di lingkaran Burakumin. Di mata masyarakat Jepang pada masa itu, kaum Eta adalah orang-orang kotor atau

menjijikan, dikarnakan pekerjaan mereka (yang pada awal masa tersebarnya agama Budha) adalah pekerjaan yang menjijikan, karna pekerjaan mereka yang berhubungan dengan penyembelihan hewan dan urusan kematian. Kaum Eta berada di kasta atau kelas sosial terendah. Mereka mengalami diskriminasi sebagaimana hal yang juga biasa diterimaoleh kelompok-kelompok minoritas yang berada di lingkaran Burakumin lainnya.

Kaum Eta mempunyai kuil khusus, karna mereka tidak boleh masuk kuil umum yang biasa masyarakat umum gunakan. Hidup berdampingan dengan kasta lain yang lebih tinggi adalah hal yang tabu untuk mereka. Sekalipun mereka saling bertatap muka dengan kasta yang lebih tinggi, mereka harus merendahkan diri sebagai tanda penghormatan. Bahkan kaum Eta juga mengalami diskriminasi dalam urusan mencari pasangan untuk membangun

pernikahan.

Semakin berkembangnya jaman, generasi kaum eta saat ini semakin mempunyai kehidupan yang jauh lebih baik dari kaum Eta sebelumnya. Meskipun demikian, hal itu tetap saja tidak mampu menghapus sejarah nenek moyang mereka yang awalnya adalah kaum Eta, kaum yang menjadi salah satu kelompok minoritas di kasta sosial terendah, yang pada saat itu mengalami diksriminasi yang jauh lebih besar dari pada masa modern ini.

(4)

bagi keturunan masyarakat Jepang kebanyakan untuk melangsungkan pernikahan dengan keturunan Burakumin .

Tapi bukan berarti saat ini tidak ada pasangan keturunan Burakumin yang bersatu dengan Non-Burakumin dalam ikatan pernikahan, sebab nyata nya walaupun masih dalam jumlah yang sedikit, namun ada beberapa masyarakat Jepang yang mulai Open Minded tentang masalah sosial yang satu ini, dan mulai menjadikan pernikahan antara Burakumin dan Non-Burakumin adalah hal yang wajar. Wilayah Kansai adalah wilayah yang paling toleran mengenai pernikahan antara Burakumin dan Non-Burakumin ini.

Sama hal nya dengan kaum Eta yang masuk ke lingkaran Burakumin karna pekerjaan yang dianggap adalah pekerjaan yang menjijikan, Kawaramono adalah orang-orang yang hidup di pinggiran sungai. Karna mereka merasa kebutuhan hidup mereka sudah terpenuhi hanya dari memancing dan mereka telah merasa nyaman dengan kehidupan mereka yang berada di pinggiran sungai, mereka jadi enggan untuk keluar dari zona nyaman tersebut untuk mencari pekerjaan yang jauh lebih baik lagi. Hal tersebut membuat Kawaramono dianggap salah satu kelompok minoritas berkasta rendah, dan masuk ke dalam lingkaran Burakumin yang biasa mendapat diskriminasi dan dikucilkan dari masyarakat umum.

Kembali ke masalah perbedaan dan mindset mayoritas masyarakat Jepang yang seolah mengagungkan keseragaman dalam bangsanya sejak dari masa lampau. Etnis Zainichi adalah salah satu bukti dari sejarah bahwa rakyat Jepang sangat sulit menerima kenyataan tentang adanya perbedaan yang ada di lingkungan mereka, apalagi ketika mereka sadar bahwa ini bukan lagi tentang sekedar perbedaan bahasa atau kebiasaan, tapi juga perbedaan asal negara.

(5)

Dan dari sekian banyak kelompok minoritas yang berada di dalam lingkaran

Burakumin, Hinin adalah kelompok minoritas yang terbentuk bukan berdasarkan perbedaan. Hinin adalah orang-orang berstatus rendah, karna melakukan hal-hal yang buruk. Seperti gelandangan, dan mantan narapidana yang akhirnya dikucilkan oleh masyarakat. Namun tak sedikit dari mereka yang berani kembali bekerja untuk mendapatkan hidup yang lebih baik.

Jadi bisa kita pahami bahwa lingkaran Burakumin didominasi oleh kelompok minoritas yang notabene dianggap rendah atau dikucilkan karna kelompok-kelompok tersebut mempunyai perbedaan dari asal, bahasa, dan kebiasaan atau keyakinan masyarakat Jepang kebanyakan yang sangat terbiasa dengan keseragaman.

Mindset mayoritas masyarakat Jepang yang menganggap bangsa nya yang terbaik juga kini menjadi penyakit sosial baru yang sulit untuk disembuhkan dari lingkungan sosial masyarakat Jepang, yang kini cukup menyita perhatian warga dunia. Karna pola pikir tersebut juga berdampak negatif bagi para perantau dari negara lain yang datang ke Jepang dengan niat bukan untuk sekedar liburan, melainkan untuk menetap dalam jangka waktu yang cukup lama dan mencari pekerjaan.

Kini walaupun Burakumin telah jauh lebih bebas untuk mencari pekerjaan dibanding Burakumin dimasa lalu, tetap saja mereka tidak bisa menduduki jabatan tinggi. Ini adalah bukti bahwa meski sistem kasta telah dihapuskan oleh pemerintah Jepang secara de jure, namun secara de facto mereka masih mendapatkan “diskriminasi halus” dari lingkungan sosial masyarakat Jepang.

Referensi

Dokumen terkait

Proses Berpikir Siswa Berkemampuan Matematika Tinggi ... Proses Berpikir Siswa Berkemampuan Matematika Sedang

Berdasarkan survei awal di Rumah Sakit Umum Madani Medan, formulir persetujuan tindakan medis yang digunakan belum A4 80 gram, penerbitan formulir tidak dicantumkan,

Contoh : Berapa banyak cara untuk menampung tujuh petinju dalam tiga kamar hotel, bila satu kamar bertempat tidur tiga sedangkan dua lainnya. mempunyai dua tempat

Dari hasil validasi dosen ahli, guru pengajar bahasa Indonesia dan siswa kelas X SMA modul teks anekdot berbasis kearifan lokal ini sangat layak digunakan sebagai

Hasil penelitian ini juga menunjukkan sebanyak 15 orang (15,8%) memiliki beban rendah hal ini dapat dipengaruhi oleh kemampuan keluarga mendapatkan

Dari hasil pembahasan mengenai perancangan dan pembuatan Sistem ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa Penerapan Metode Weighted Product Untuk Menentukan Lokasi

Laporan skripsi dengan judul ” Aplikasi Berbasis Web Untuk Menganalisa.. Kerusakan Kendaraan Bermotor 4-Tak Menggunakan Metode

BSRE1 - BSR