• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Koreika Shakai Di Jepang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fenomena Koreika Shakai Di Jepang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Negara Jepang yang merupakan negara maju tidak terlepas dari berbagai

fenomena. Dari kebudayaan yang memadukan ilmu pengetahuan, sistem

kepercayaan dan seni tumbuhlah kejadian-kejadian baru dikalangan masyarakat

yang disebut dengan fenomena. Dalam pemahaman Edmund Husserl

(zainabzillullah.wordpress.com/2013/01/20/pemikiran-fenomenologi-menurut-edmund-husserl), fenomenologi adalah suatu analisis deskriptif serta introspektif

mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman

yang didapat secara langsung seperti religious, moral, estetis, konseptual, serta

indrawi. Ia juga menyarankan fokus utama filsafat hendaknya tertuju kepada

penyelidikan tentang Labenswelt (dunia kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan

subjektif dan batiniah). Fenomenologi sebaiknya menekankan watak intensional

kesadaran, dan tanpa mengandaikan praduga-praduga konseptual dari ilmu-ilmu

empiris.

Fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana mengkontruksi

makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas (pemahaman kita

mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain) (Kuswarno,

(2)

2

Apabila mendengar kata lansia, yang terbayang di benak kita mungkin orang tua

yang sudah tidak produktif serta tidak mampu berdaya guna bagi masyarakat.

Akan tetapi, hal ini tidak berlaku bagi para lansia di Jepang karena begitu banyak

lansia yang tetap bersemangat dan melakukan hal-hal yang bermanfaat di usia

senja mereka.

Berdasarkan klasifikasi populasi penduduk Jepang menurut golongan usia,

yang termasuk lansia atau "koureisha" adalah orang yang berusia di atas 65 tahun.

Dari tahun ke tahun populasi penduduk lansia di Jepang terus mengalami

peningkatan. Fenomena ini dikenal dengan istilah "koureika shakai", yaitu kondisi

suatu masyarakat yang mengalami peningkatan persentase penduduk lansia.

Kondisi penduduk seperti ini tentu dapat menimbulkan berbagai macam masalah.

Akan tetapi, para lansia di Jepang sepertinya tidak ingin menjadi beban bagi

siapapun. Di usia senjanya banyak di antara mereka yang tetap berupaya menjadi

orang yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat.

Koreika shakai ditulis dengan kanji 高齢化社会 dimana Ko Berasal dari

kanji takai高い yang artinya tinggi, Rei berasal dari kanji yowai 齢 yang artinya

umur, Ka berasal dari kanji fukeru化ける yang artinya tumbuh menjadi tinggi

(meninggi/meningkat), dan Shakai社会memiliki arti masyarakat. Sehingga dapat

disimpulkan Koreika Shakai adalah peningkatan masyarakat berumur

panjang/lansia. Awalnya Koreika Shakai merupakan sesuatu yang dapat

membanggakan Jepang, namun sekarang makna Koreika Shakai mengalami

perubahan yang menjadi negative dan menjadikannya suatu fenomena yang

(3)

3

masyarakat berumur panjang. Lebih tepatnya adalah pertumbuhan dengan

peningkatan yang sangat tajam pertahunnya dari penduduk yang berusia 65 tahun

keatas dan merupakan penduduk yang sudah tidak wajib lagi bekerja dan

membayar uang pensiun serta merupakan orang yang secara rutin mandapat

asuransi perbulannya atau dapat dikatakan sebagai warga yang sisa hidupnya akan

dihidupi oleh Negara.

Shoushi koureika/koureika shakai/koureisha adalah fenomena dimana

jumlah manula di jepang lebih banyak daripada jumlah pemuda. Hal ini

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah Arufo yaitu around

fourty, istilah ini dipakai untuk wanita di Jepang yang berumur 39 akhir sampai

40 keatas yang lebih mementingkan karirnya dibandingkan hidup berkeluarga.

Banyak wanita di Jepang sudah berkepala empat yang belum menikah dan tidak

ingin menikah karena mereka lebih mencintai kehidupan karir pekerjaanya yang

lebih bebas dibandingkan harus berkeluarga yang lebih terikat bahkan beberapa

diantara wanita jepang yang termasuk kelompok arufo sudah menikah dan

memilih untuk bercerai dan fokus terhadap karirnya. Banyaknya jumlah

perempuan di Jepang yang tidak ingin menikah ini mencapai 1,34%.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa angka harapan hidup di Jepang adalah

yang tertinggi dunia, usia rata-rata untuk perempuan Jepang adalah 86 tahun,

sedangkan pria Jepang 79 tahun , beberapa faktor yang membuat angka harapan

hidup di Jepang tinggi yaitu pola hidup yang sehat seperti kebiasaan minum teh

(4)

4

EGCG dan antioksidan catechin dapat mempercepat metabolisme tubuh.

Kebiasaan orang Jepang makan dengan porsi kecil juga merupakan salah satu

faktor yang dapat membuat panjang umur. Makan dengan porsi kecil dapat

membuat seseorang makan sesuai takaran dengan porsi yang dibutuhkan.

Makanan Jepang yang didominasi oleh bahan-bahan dari laut seperti sushi,

sashimi, takoyaki yang kaya akan vitamin membuat pola makan menjadi lebih

sehat.

Komposi penduduk di Jepang perlahan-lahan membentuk piramida terbalik,

artinya komposisi lansia lebih besar dibandingkan usia produktif. Pemerintah

Jepang perlu mengeluarkan lebih banyak anggaran jaminan sosial kepada para

lansia, hal ini membuat pajak penghasilan usia produktif tinggi untuk mensubsidi

kehidupan para lansia. Namun, umur bukanlah menjadi alasan bagi para lansia

untuk berkerja, banyak lansia yang meski usia mereka sudah 65 tahun lebih,

rambut mereka sudah putih karena uban, dan kulit mereka sudah berkeriput, tapi

tetap bisa produktif. Para lansia ini banyak berkerja sebagai volunterr atau

relawan seperti partner beralih percakapan bahasa jepang bagi para calon tenaga

perawat dan , pemandu wisata, atau menjadi petugas kebersihan, bagi mereka

bekerja adalah spirit sampai mati. Jadi, tidak heran jika melihat orang tua di

Jepang yang masih semangat melakukan banyak kegiatan meski usia sudah tidak

lagi muda.

Pasca Perang Dunia kedua, jumlah kelahiran di Jepang telah banyak

mengalami perubahan Jepang mengalami puncak kelahiran (baby boom) yaitu

pada tahun 1947-1949 dan sejak tahun tersebut jumlah kelahiran tidak pernah

(5)

5

Di kawasan Asia Timur, Jepang adalah negara pertama yang mengalami

hal ini. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kawasan Jepang, akan tetapi juga

terjadi di Korea. Sebagai hasilnya, struktur demografi Jepang cepat berubah

menjadi masyarakat menua. Pada tahun 2005, untuk pertama kalinya populasi

Jepang mengalami penurunan (Ogawa, 2007:2).

Sejak tahun 1975, jumlah kelahiran terus mengalami penurunan, beberapa

faktor dianggap sebagai alasan dibalik terus menurunnya jumlah kelahiran di

Jepang. Dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, pernikahan sering

disebut sebagai faktor utama yang menentukan jumlah kelahiran, diantaranya

adalah meningkatnya fenomena bankonka dan jumlah populasi dari orang yang

tidak menikah (Ueno,1998; Retherford et al,1996 ; Ogawa,2003).

Pendapat lain dikemukakan oleh Yamada (2008), yang mengatakan dua

penyebab utama dari fenomena shoshika adalah ketidakstabilan pendapatan

seseorang dan meningkatnya jumlah parasite single. Kedua hal tersebut saling

berpengaruh satu dengan yang lain, jika seseorang mengalami ketidakstabilan

dalam pendapatannya, maka ia cenderung untuk tidak menikah dan mempunyai

anak, banyak dari mereka yang kemudian masih bergantung pada orangtua

mereka, dengan kata lain fenomena parasite single tidak akan terjadi jika

seseorang tidak mengalami ketidakstabilan dalam hal pemasukan keuangan.

Penyebab lainnya adalah meningkatnya jumlah wanita yang menempuh

pendidikan tinggi dan partisipasi mereka dalam pasar kerja dianggap sebagai

alasan penundaan pernikahan yang mengakibatkan terus menurunnya jumlah

(6)

6

wanita dalam dunia pendidikan dan pekerjaan menjadi faktor yang mengakibatkan

turunnya jumlah kelahiran.

Penurunan jumlah kelahiran yang terjadi di Jepang membawa beberapa

kekhawatiran yang muncul dari pemikiran akan dampak terburuk yang akan

terjadi. Jika fenomena ini terus terjadi, Jepang akan berubah menjadi masyarakat

menua yang dalam bahasa Jepang lebih dikenal dengan istilah koreika shakai (

齢 化 社 会) , yaitu ketika jumlah manula lebih besar jika dibandingkan dengan

jumlah anak-anak.

Faktor-faktor di atas dapat menjelaskan mengapa koreika shakai muncul

dalam bentuk yang ekstrim dan hanya terjadi di Jepang dan secara keseluruhan

dapat disimpulkan bahwa koreika shakai tidak dapat ditemukan dalam skala yang

sama di negara lain dan tampaknya ini merupakan suatu hal yang unik di Jepang.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang koreika shakai ini penulis akan

mencoba membahasnya melalui skripsi yang berjudul : FENOMENA KOREIKA

(7)

7 1.2 PERUMUSAN MASALAH

Fenomena koreika shakai dalam kehidupan di Jepang, merupakan suatu

topik yang menarik ketika kita sedang membicarakan tentang Jepang. Koreika

Shakai adalah peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut pada Negara Jepang.

Lebih tepatnya adalah pertumbuhan dengan peningkatan yang sangat tajam

pertahunnya dari penduduk yang berusia 65 tahun keatas yang mana sebagaian

dari mereka masih aktif bekerja dan menjadi tanggungan dari negara. Fenomena

masyarakat lansia, terutama yang berkenaan dengan peningkatan jumlah

penduduk lansia, bahkan sampai sekarang pun terus berkembang dalam kehidupan

masyarakat jepang.

Berdasarkan hal tersebut di atas, permasalahan penelitian ini mencoba

menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Faktor apa saja yang menimbulkan tingginya koreika shakai pada masyarakat

Jepang

2. Apa saja dampak yang ditimbulkan oleh fenomena koreika shakai terhadap

(8)

8 1.3 RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

Dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas sebelumnya, maka

penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan.

Hal ini dilakukan agar masalah tidak menjadi terlalu luas sehingga penulis dapat

lebih terfokus dan terarah dalam pembahasan terhadap masalah.

Orang jepang terkenal dengan usianya yang panjang. Rata-rata pria di

jepang dapat mencapai umur 78.9 tahun, sedangkan wanitanya mencapai 85.7 (

sumber : daftar menurut CIA World Factbook ). Itu hanya angka rata-rata. Kenyataannya, orang-orang tua di jepang yang usainya mencapai 90 tahun masih

bisa beraktivitas dengan baik dan melakukan kegiatan tanpa bantuan orang lain.

Bagi orang jepang, usia 60 tahun sampai 70 tahun masih dikategorikan “muda”,

hal ini lah yang menjadi fenomena di jepang atau yang di sebut sebagai koreika

shakai, dimana para lansia masih memiliki tingkat produktivitas yang tinggi sehingga dapat menyulitkan kaum muda untuk berkembang. Penulis akan

mencoba membahas masalah koreika shakai di jepang dan dampak yang

ditimbulkannya terhadap kehidupan sosial masyarakat Jepang. Untuk mendukung

pembahasan ini, penulis juga akan membahas tentang kehidupan kaum lansia,

latar belakang terjadinya koreika shakai serta gejala-gejala dan penyebab

(9)

9

1.4.1 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Menjadi tua bagi setiap manusia adalah suatu fase kehidupan yang tidak

bisa dihindari dan tidak terjadi secara drastis. Menua merupakan gejala universal

yang terjadi pada setiap orang. Pada fase ini, kekuatan fisik dan psikis menurun,

sehingga perlindungan dan perawatan dari pihak lain dibutuhkan untuk membantu

menjalankan aktifitas sehari-hari. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran

dan kelemahan seseorang baik terhadap dirinya, maupun saat berhubungan

dengan orang lain.

Penuaan datang pada setiap orang dengan kecepatan yang berbeda.

Naganuma (2006) mengatakan bahwa seseorang dikatakan menua saat ia merasa

dirinya menjadi tua (hlm. 25). Lebih lanjut ia mengatakan bahwa istilah tua atau

lanjut usia (lansia) merupakan batasan yang ambigu. Menurutnya, untuk

mengungkapkan usia lanjut “kita mengatakan tua dengan istilah oita untuk diri

sendiri, dan mengatakan ia telah menjadi tua dengan istilah roujin atau rougo bila

ditujukan pada orang lain. Istilah rounen, chuukounen dan koureisha lebih formal

dan kuno dibanding istilah otoshiyori, shirubaa shinia dan erudaa yang

memberikan kesan kedekatan hubungan pada penggunanya”.

Istilah koureisha yang bermakna usia lanjut secara resmi digunakan oleh

pemerintah pada tahun 1996 dalam keputusan “Kourei Shakai Seisaku Taikou”

(Pokok Kebijakan Masyarakat Lansia) sebagai pengganti istilah chouju ‘berumur

panjang’ dalam Chouju Shakai Seisaku Taiko (Pokok Kebijakan Masyarakat

(10)

10

selanjutnya, istilah koreika shakai ‘masyarakat lansia’ lebih sering digunakan

untuk orang-orang yang berumur panjang dengan nuansa yang lebih kompleks.

Kekompleksan makna tersebut meliputi perawatan dan perlindungan untuk

mereka serta kekhawatiran akan beratnya beban yang harus ditanggung dalam

menjalankan penjagaan dan perlindungan terhadap penduduk lansia di atas 65

tahun yang harus dipikul oleh masyarakat di sekitarnya.

Beberapa ahli demografi membagi usia lanjut ke dalam dua golongan, yaitu

golongan usia lanjut pertama yang terdiri atas usia 65-74 tahun, dan usia lanjut

kedua terdiri atas usia 75 tahun ke atas. Dalam beberapa buku laporan tahunan

tentang lansia ( Kourei Shakai Hakusho 2004-2006) yang diterbitkan pemerintah

Jepang, usia penduduk lansia dibedakan ke dalam 3 kelompok. Kelompok

tersebut adalah lansia berusia 65-74 tahun, usia 75-84 tahun dan usia 85 tahun ke

atas. Dari kedua pengelompokkan tersebut dapat dikatakan bahwa penduduk

lanjut usia merujuk pada orang-orang yang berusia di atas 65 tahun. Berbagai

perbaikan kehidupan di segala bidang, perubahan pola kehidupan, dan kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya ilmu kedokteran, memberi

sumbangan yang besar dalam memperpanjang usia rata-rata hidup manusia dan

meningkatkan kualitas hidupnya baik secara fisik maupun psikis. Orang yang

hidup pada abad 21 hidup lebih lama dibanding dengan orang yang hidup pada

abad-abad sebelumnya. Oleh karena itu, penduduk yang berusia di atas 65 tahun

berkembang dengan pesat dalam setiap tahunnya.Hal ini ini lah yang menjadi

fenomena di jepang yang mana dapat membuat tingkat produktifitas kaum muda

(11)

11 1.4.2 Kerangka Teori

Kerangka teori menurut Koenjtaraningrat (1976:1) berfungsi sebagai

pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam

bentuk yang nyata. Dalam penelitian suatu kebudayaan masyarakat diperlukan

satu atau lebih teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari

penelitian ini. Dalam hal ini, penulis menggunakan teori pendekatan

fenomenologi dan juga teori pendekatan sosiologi untuk meneliti tentang koreika

shakai

Fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia

menkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas

(pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain)

(kuswarno, 2009 : 2). Penulis menggunakan teori ini untuk melihat bagaimana

sejarah berkembangnya koreika shakai di jepang.

Penulis juga menggunakan pendekatan penelitian sosiologis, karena dalam

pendekatan ini mencakup golongan sosial yang berperan, jenis hubungan sosial,

konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan status sosial dan

sebagainya (dudung Abdurrahman, 1999:11). Menurut Weber dalam Dudung

Abdurrahman (1999:11) tujuan penelitian ini adalah memahami arti subjektif dan

perilaku sosial, bukan semata-mata menyelidiki arti objektifnya. Penulis

menggunakan pendekatan ini adalah untuk mengetahui latar belakang, kehidupan

(12)

12

1.5 TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Sesuai dengan pokok permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka tujuan penelitian ini, sebagai berikut :

1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembahasan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

untuk:

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya koreika shakai.

2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh fenomena koreika

shakai. terhadap kehidupan sosial masyarakat Jepang. 1.5.2 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, hasilnya diharapkan memberi manfaat bagi

pihak-pihak tertentu, antara lain :

1. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan tentang Koreika shakai.

2. Bagi para pembaca, khususnya para pembelajar bahasa Jepang

diharapkan dapat menambah informasi tentang fenomena kaum lansia

di jepang di Jepang yaitu Koreika shakai.

3. Bagi para pembaca, penelitian ini juga dapat dijadikan sumber ide dan

tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti

(13)

13 1.6 METODE PENELITIAN

Metode adalah alat untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan. Dalam

melakukan penelitian, sangant diperlukan metode-metode untuk menunjang

keberhasilan tulisan yang akan disampaikan penulis kepada para pembaca. Untuk

itu, dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif.

Menurut Koentjaraningrat (1976:30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu

memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu,

keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data-data yang diperoleh

dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan, sekaligus dikaji dan kemudian

diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada.

Selain itu untuk pengumpulan data penulisan menggunakan metode

penelitian kepustakaan (Library research). Menurut Nasution (1996 : 14), metode

kepustakaan atau Library Research adalah mengumpulkan data dan membaca

referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang dipilih penulis.

Kemudian merangkainya menjadi suatu informasi yang mendukung penulisan

skripsi ini. Studi kepustakaan merupakan aktivitas yang sangat penting dalam

kegiatan penelitian yang dilakukan. Beberapa aspek yang perlu dicari dan diteliti

meliputi : masalah, teori, konsep, kesimpulan serta saran. Data dihimpun dari

berbagai literatur buku yang berhubungan dengan masalah penelitian. Survey book

dilakukan diberbagai perpustakaan. Data juga didapat melalui Internet yang

berhubungan mengenai pola hidup yang diterapkan orang Jepang, kebudayaan

yang berpengaruh pada kehidupan sehari-hari, serta semua yang berkaitan dengan

(14)

14

Selanjutnya, penulis juga memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di

Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Program Studi

Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Selain itu

penulis juga memanfaatkan berbagai informasi dari situs-situs internet yang

membahas tentang masalah Koreika shakai untuk melengkapi data-data dalam

Referensi

Dokumen terkait

Penghargaan dari Pihak lain dengan cara: mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif di mana setiap mahasiswa dapat saling menghormati dan mempercayai,

Adapun ciri-ciri klausa adalah sebagai berikut: (1) dalam klausa terdapat satu predikat, tidak lebih dan tidak kurang; (2) klausa dapat menjadi kalimat

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel curahan jam kerja (per bulan) wanita di Kota Semarang, variabel upah, variabel pendidikan, variabel

Tekhnik pemasaran diberikan dengan maksud agar supaya para peserta latihan dapat memilih dan menetapkan metode pemasaran yang bagaimana yang dapat digunakan sesuai dengan

Pada prakteknya, unutk mentransferkan data diantara sub-unit (bagian-bagian) peralatan dilakukan dengan menggunakan kabel yang terpisah untuk membawa setiap bit

Ungkapan sumimasen yang memiliki makna terima kasih dapat digunakan kepada lawan tutur yang status atau kedudukannya sama, lawan tutur yang status atau

Transfer pengetahuan, berdasakan kemampuan perusahaan menyimpan dan memanggil pengetahuan , diperlukan seiring dengan ancaman sumberdaya internal perusahaan

ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam yang telah dikembangkan di SMK Negeri 1 Boyolangu dan SMA Negeri 1 Gondang hendaklah dipertahankan, bahkan kalau perlu