FENOMENA KOREIKA SHAKAI DI JEPANG
NIHON DE NO KOREIKA SHAKAI NO GENSHOU
SKRIPSI
Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
Ruth M Ambarita
110708034
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang
senantiasa menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini guna
memperoleh gelar Sarjana Sastra di Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini
adalah “FENOMENA KOREIKA SHAKAI DI JEPANG”.
Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak
menerima bantuan baik moril, materi dan ide dari berbagai pihak. Oleh sebab itu
pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih, penghargaan
dan penghormatan kepada :
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Eman Kusdyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra
Jepang Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D. selaku Pembimbing I, yang
selalu memberikan waktu dan pemikirannya dalam membimbing,
mengarahkan serta memberikan saran – saran kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini hingga selesai.
4. Bapak Drs. Amin Sihombing selaku Pembimbing II, yang selalu
memberikan waktu dan tenaga sedemikian besarnya untuk membimbing,
memeriksa serta memberikan saran – saran kepada penulis dalam rangka
ii
5. Bapak dan Ibu dosen, serta Staf Pegawai di Departemen Sastra Jepang
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang dengan penuh
kesabaran telah memberikan ilmu yang berguna bagi penulis serta
dukungan dalam menyelesaian skripsi ini.
6. Terima kasih yang tidak terhingga kepada ayahanda John Truman
Ambarita S.H dan ibunda Syafrida Maria S.Th yang selalu memberi
dukungan baik moril maupun materil dan selalu mendoakan sampai
penulis dapat menyelesaikan studinya dan dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dan juga kepada kaka-kaka ku tersayang Debora Novina Ambarita S.Pd,
Elisabeth Novani Ambarita S.H, Grace Ambarita S.Kom, dan Lidya
Ithomi Ambarita S.E yang telah mendukung dan senantiasa memberikan
semangat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya.
7. Seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan dalam
segala hal sampai berakhirnya studi ini.
8. Seluruh abang-abang 2008 - 2010, Happy Mart Ambarita SS, Mars
Alfredo Silaen SS, Johan Bams Sinaga SS, Zivo Louise SS, Jefry Mahalim
Sitepu SS, dan senior- senior lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu yang selalu senantiasa memberikan dorongan dan semangat
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh rekan-rekan seperjuangan Sastra Jepang 2011, yaitu Hafsah, Renti
Rosmalis, Rissa Juliana, Sella Wilma, Agnes Natalya Lechman, Khairun
Ar Rasyid, Aprilandri CS, Dody Nugroho, Ester Rika, Ovi, Farah, Kevin
Anugrah, Ade Rizki, Cindy Melosa, Kristina Natalia, Indah Chaniago,
iii
lainnya yang selalu mengingatkan dan memberi semangat penulis agar
segera menyelesaikan skripsi ini.
10.Serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu –
persatu, yang telah memberikan bantuan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Hanya Tuhan yang dapat membalas kebaikan anda semua.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari isi maupun uraiannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan masukan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga
skripsi ini nantinya dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis, pembaca
khususnya mahasiswa/ mahasiswi Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera
lainnya.
Medan, 02 Oktober 2015
Penulis,
iv ABSTRAK
Negara Jepang yang merupakan negara maju tidak terlepas dari berbagai
fenomena.Dari kebudayaan yang memadukan ilmu pengetahuan,sistem
kepercayaan dan seni tumbuhlah kejadian-kejadian baru dikalangan masyarakat
yang disebut dengan fenomena.Salah satu fenomena yang sedang terjadi di Jepang
dikenal dengan istilah “koreika shakai”, yaitu kondisi suatu masyarakat yang
mengalami peningkatan persentase penduduk lansia.Jepang mengalami
peningkatan usia harapan hidup sejak tahun 1970an. Pada tahun 1947 usia
harapan hidup di Jepang adalah 54 untuk perempuan dan 50,1 untuk
laki-laki.Pada tahun 1975 usia harapan hidup orang Jepang adalah 76,9 untuk
perempuan dan 71,7 untuk laki-laki.Pada tahun 1988 usia harapan hidup
perempuan adalah 81,3 dan untuk laki-laki adalah 75,5 dan terus meningkat setiap
tahunnya. Bahkan diperkirakan pada tahun 2045-2050 usia harapan hidup wanita
88,9 tahun dan pria 80,8 tahun.
Fenomena ini dimulai pada pasca perang dunia kedua, dimana jumlah
kelahiran di Jepang banyak mengalami perubahan. Jepang mengalami puncak
kelahiran yang dikenal dengan istilah baby boom yaitu pada tahun 1947-1949
jumlah kelahiran sebanyak 2,6 juta-2,7 juta bayi dan sejak tahun tersebut jumlah
kelahiran tidak pernah menunjukkan kondisi peningkatan. Sebagai hasilnya,
struktur demografi Jepang cepat berubah menjadi masyarakat menua. Ditambah
lagi perubahan struktur keluarga Jepang dari masyarakat agraris ke industri yang
membuat sistem keluarg besar berubah menjadi sistem keluarga inti, sehingga
menyebabkan para orangtua tidak ada yang mengurus dan harus hidup sendiri.
v
shakai,Tingkat mortalitas rendah, gaya hidup sehat, pola piker yang dinamis, dan
kemajuan teknologi kesehatan.
Fenomena koreika shakai ini juga menimbulkan beberapa kasus-kasus
sosial yang terjadi di masyarakat Jepang seperti kodokushi, pemeliharaan
kesehatan lansia, tempat tinggal dan lain-lain.
Salah satu kasus sosial yang sekarang menjadi sorotan utama bagi
pemerintah Jepang adalah kodokushi, dimana penduduk lanjut usia yang
memilih hidup sendiri dan sampai saat ajal menjemputnya, ia meninggal tanpa
diketahui oleh siapapun. Untuk mengatasi permasalahan dalam penanganan
koreika shakai, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan yaitu :
undang-undang kesejahteraan bagi lansia antara lain adalah pemeriksaan kesehatan,
penampungan di panti jompo dan lain-lain. Undang-undang kesehatan bagi lansia
antara lain adalah pengobatan atau pemberian biaya pengobatan yang telah
ditentukan, pekerjaan yang berhubungan dengan kesehatan lansia dan lain-lain.
Rencana emas antara lain adalah perawat yang mendatangi lansia, day care
vi 要旨
日本はいろいろな現象はな;離れないせんしんこく;先進国である。
科学、信用、げいじゅつ;芸術などをく;組みあ;合わせるぶんか;文化よりげんしょ
う;現象というしゃかい;社会にお;起きた新しいじけん;事件がで;出た。
日本に起きている現象のひと;一つは「こうれいかしゃかい;高齢化社会」
、こうれいしゃきょじゅうしゃ;高齢者居住者のわりあい;割合のぞうか;増加を経
験したしゃかい;社会のじょうたい;状態である。
日本は1970年代から平均余命のぞうか;増加をけいけん;経験した。1
947年に日本でのへいきんよめい;平均余命はじょせい;女性のためは54さい;
歳で、だんせい;男性のためは50,1歳である。
1975年に日本での平均余命は女性のためは76,9歳で、男性のた
めは71,7歳である。
1988年に女性の平均余命は81,3歳で、男性のは75,5歳で、毎
年増加していった。2045-2050年にも女性の平均余命は88,9歳で、男
性のは80,8歳と推定される。
この現象はだいにじせかいだいせんそうご;第二次世界大戦争後にはじ;始
まったもので、にほん;日本における出生数がおお;多くへんこう;変更した。
日本は1947-1949年にベビーブームという出産のさいこうりつ;最
高率を、260まん;万―270まん;万のしゅっさんすう;出産数、けいけん;経験
し、そのとし;年からしゅっさんすう;出産数は増加のじょうきょう;状況がぜんぜ
んみ;全然見えない。
結果として、日本(にほん)のじんこうこうぞう;人口構造はきゅうそく;急
速にこうれいかしゃかい;高齢化社会になりつつである。また、のうこうしゃか
い;農耕社会からさんぎょうしゃかい;産業社会へのにほん;日本のかぞくこうぞう;
vii
るへんこう;変更で、高齢者がかいご;介護されなくてひとりぐ;一人暮らしになっ
てしまうようになった。
この現象の他の要因は少子化社会、健全なライブスタイル、どうてき;動
的なかんが;考えかた;方、けんこう;健康のぎじゅつ;技術のしんぽ;進歩などであ
る。
このこうれいかしゃかい;高齢化社会のげんしょう;現象はにほんしゃかい;日本社
会にお;起きているいくつかのしゃかいもんだい;社会問題、たと;例えばこどくし;
孤独死、こうれいしゃ;高齢者の健康管理、しゅたく;主宅などもよういん;要因と
する。
日本政府(にっぽんせいふ)の主要なしょうてん;焦点になるげんざい;現在
のしゃかいもんだい;社会問題のひと;一つはこどくし;孤独死、こうれいしゃ;高齢
者はし;死ぬまで一人暮(ひとりぐ)らしを決まって、だれ;誰でもしらなくし;死ん
でしまうことである。
高齢化社会の取りあつか;扱いをかいけつ;解決するために、せいふ;政府は
いくつかのせいさく;政策:こうれいかしゃかい;高齢化社会のふくし;福祉にかん;
関するほうりつ;法律、すなわち健康診断、ろうじんかてい;老人家庭へのしゅう
よう;収容などである。
高齢者の健康のほうりつ;法律はけってい;決定されたいりょうひ;医療費の
ちりょうまた;治療又はとうよ;投与、こうれいしゃ;高齢者のけんこう;健康にかん
;関するほけんじぎょう;保険事業などである。ゴールドプランはほうもんかんご;
viii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK………..iv
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 8
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 9
1.4.1 Tinjauan Pustaka ... 9
1.4.2 Kerangka Teori ... 11
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12
1.5.1 Tujuan... 12
1.5.2 Manfaat Penelitian... 12
1.6 Metode Penelitian ... 13
BAB II FENOMENA KOREIKA SHAKAI 2.1Pengertian Koreika Shakai ... 15
2.2Sejarah Koreika Shakai ... 17
2.3Penyebab Koreika Shakai ... 24
2.3.1 Shoshika Shakai ... 25
2.3.2 Tingkat Mortalitas Rendah ... 27
ix BAB III DAMPAK KOREIKA SHAKAI
3.1 Dampak Terhadap Keluarga... 32
3.2 Dampak Terhadap Masyarakat dan Lingkungan ... 37
3.3 Dampak Terhadap Pemerintah ... 41
3.3.1 Undang-Undang Kesejahteraan bagi Lansia ... 44
3.3.2 Undang-Undang Kesehatan bagi Lansia ... 47
3.3.3 Rencana Emas ... 48
3.3.4 Kaigi Hoken ... 49
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan... 50
4.2 Saran ... 53
iv ABSTRAK
Negara Jepang yang merupakan negara maju tidak terlepas dari berbagai
fenomena.Dari kebudayaan yang memadukan ilmu pengetahuan,sistem
kepercayaan dan seni tumbuhlah kejadian-kejadian baru dikalangan masyarakat
yang disebut dengan fenomena.Salah satu fenomena yang sedang terjadi di Jepang
dikenal dengan istilah “koreika shakai”, yaitu kondisi suatu masyarakat yang
mengalami peningkatan persentase penduduk lansia.Jepang mengalami
peningkatan usia harapan hidup sejak tahun 1970an. Pada tahun 1947 usia
harapan hidup di Jepang adalah 54 untuk perempuan dan 50,1 untuk
laki-laki.Pada tahun 1975 usia harapan hidup orang Jepang adalah 76,9 untuk
perempuan dan 71,7 untuk laki-laki.Pada tahun 1988 usia harapan hidup
perempuan adalah 81,3 dan untuk laki-laki adalah 75,5 dan terus meningkat setiap
tahunnya. Bahkan diperkirakan pada tahun 2045-2050 usia harapan hidup wanita
88,9 tahun dan pria 80,8 tahun.
Fenomena ini dimulai pada pasca perang dunia kedua, dimana jumlah
kelahiran di Jepang banyak mengalami perubahan. Jepang mengalami puncak
kelahiran yang dikenal dengan istilah baby boom yaitu pada tahun 1947-1949
jumlah kelahiran sebanyak 2,6 juta-2,7 juta bayi dan sejak tahun tersebut jumlah
kelahiran tidak pernah menunjukkan kondisi peningkatan. Sebagai hasilnya,
struktur demografi Jepang cepat berubah menjadi masyarakat menua. Ditambah
lagi perubahan struktur keluarga Jepang dari masyarakat agraris ke industri yang
membuat sistem keluarg besar berubah menjadi sistem keluarga inti, sehingga
menyebabkan para orangtua tidak ada yang mengurus dan harus hidup sendiri.
v
shakai,Tingkat mortalitas rendah, gaya hidup sehat, pola piker yang dinamis, dan
kemajuan teknologi kesehatan.
Fenomena koreika shakai ini juga menimbulkan beberapa kasus-kasus
sosial yang terjadi di masyarakat Jepang seperti kodokushi, pemeliharaan
kesehatan lansia, tempat tinggal dan lain-lain.
Salah satu kasus sosial yang sekarang menjadi sorotan utama bagi
pemerintah Jepang adalah kodokushi, dimana penduduk lanjut usia yang
memilih hidup sendiri dan sampai saat ajal menjemputnya, ia meninggal tanpa
diketahui oleh siapapun. Untuk mengatasi permasalahan dalam penanganan
koreika shakai, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan yaitu :
undang-undang kesejahteraan bagi lansia antara lain adalah pemeriksaan kesehatan,
penampungan di panti jompo dan lain-lain. Undang-undang kesehatan bagi lansia
antara lain adalah pengobatan atau pemberian biaya pengobatan yang telah
ditentukan, pekerjaan yang berhubungan dengan kesehatan lansia dan lain-lain.
Rencana emas antara lain adalah perawat yang mendatangi lansia, day care
vi 要旨
日本はいろいろな現象はな;離れないせんしんこく;先進国である。
科学、信用、げいじゅつ;芸術などをく;組みあ;合わせるぶんか;文化よりげんしょ
う;現象というしゃかい;社会にお;起きた新しいじけん;事件がで;出た。
日本に起きている現象のひと;一つは「こうれいかしゃかい;高齢化社会」
、こうれいしゃきょじゅうしゃ;高齢者居住者のわりあい;割合のぞうか;増加を経
験したしゃかい;社会のじょうたい;状態である。
日本は1970年代から平均余命のぞうか;増加をけいけん;経験した。1
947年に日本でのへいきんよめい;平均余命はじょせい;女性のためは54さい;
歳で、だんせい;男性のためは50,1歳である。
1975年に日本での平均余命は女性のためは76,9歳で、男性のた
めは71,7歳である。
1988年に女性の平均余命は81,3歳で、男性のは75,5歳で、毎
年増加していった。2045-2050年にも女性の平均余命は88,9歳で、男
性のは80,8歳と推定される。
この現象はだいにじせかいだいせんそうご;第二次世界大戦争後にはじ;始
まったもので、にほん;日本における出生数がおお;多くへんこう;変更した。
日本は1947-1949年にベビーブームという出産のさいこうりつ;最
高率を、260まん;万―270まん;万のしゅっさんすう;出産数、けいけん;経験
し、そのとし;年からしゅっさんすう;出産数は増加のじょうきょう;状況がぜんぜ
んみ;全然見えない。
結果として、日本(にほん)のじんこうこうぞう;人口構造はきゅうそく;急
速にこうれいかしゃかい;高齢化社会になりつつである。また、のうこうしゃか
い;農耕社会からさんぎょうしゃかい;産業社会へのにほん;日本のかぞくこうぞう;
vii
るへんこう;変更で、高齢者がかいご;介護されなくてひとりぐ;一人暮らしになっ
てしまうようになった。
この現象の他の要因は少子化社会、健全なライブスタイル、どうてき;動
的なかんが;考えかた;方、けんこう;健康のぎじゅつ;技術のしんぽ;進歩などであ
る。
このこうれいかしゃかい;高齢化社会のげんしょう;現象はにほんしゃかい;日本社
会にお;起きているいくつかのしゃかいもんだい;社会問題、たと;例えばこどくし;
孤独死、こうれいしゃ;高齢者の健康管理、しゅたく;主宅などもよういん;要因と
する。
日本政府(にっぽんせいふ)の主要なしょうてん;焦点になるげんざい;現在
のしゃかいもんだい;社会問題のひと;一つはこどくし;孤独死、こうれいしゃ;高齢
者はし;死ぬまで一人暮(ひとりぐ)らしを決まって、だれ;誰でもしらなくし;死ん
でしまうことである。
高齢化社会の取りあつか;扱いをかいけつ;解決するために、せいふ;政府は
いくつかのせいさく;政策:こうれいかしゃかい;高齢化社会のふくし;福祉にかん;
関するほうりつ;法律、すなわち健康診断、ろうじんかてい;老人家庭へのしゅう
よう;収容などである。
高齢者の健康のほうりつ;法律はけってい;決定されたいりょうひ;医療費の
ちりょうまた;治療又はとうよ;投与、こうれいしゃ;高齢者のけんこう;健康にかん
;関するほけんじぎょう;保険事業などである。ゴールドプランはほうもんかんご;
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Negara Jepang yang merupakan negara maju tidak terlepas dari berbagai
fenomena. Dari kebudayaan yang memadukan ilmu pengetahuan, sistem
kepercayaan dan seni tumbuhlah kejadian-kejadian baru dikalangan masyarakat
yang disebut dengan fenomena. Dalam pemahaman Edmund Husserl
(zainabzillullah.wordpress.com/2013/01/20/pemikiran-fenomenologi-menurut-edmund-husserl), fenomenologi adalah suatu analisis deskriptif serta introspektif
mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman
yang didapat secara langsung seperti religious, moral, estetis, konseptual, serta
indrawi. Ia juga menyarankan fokus utama filsafat hendaknya tertuju kepada
penyelidikan tentang Labenswelt (dunia kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan
subjektif dan batiniah). Fenomenologi sebaiknya menekankan watak intensional
kesadaran, dan tanpa mengandaikan praduga-praduga konseptual dari ilmu-ilmu
empiris.
Fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana mengkontruksi
makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas (pemahaman kita
mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain) (Kuswarno,
2
Apabila mendengar kata lansia, yang terbayang di benak kita mungkin orang tua
yang sudah tidak produktif serta tidak mampu berdaya guna bagi masyarakat.
Akan tetapi, hal ini tidak berlaku bagi para lansia di Jepang karena begitu banyak
lansia yang tetap bersemangat dan melakukan hal-hal yang bermanfaat di usia
senja mereka.
Berdasarkan klasifikasi populasi penduduk Jepang menurut golongan usia,
yang termasuk lansia atau "koureisha" adalah orang yang berusia di atas 65 tahun.
Dari tahun ke tahun populasi penduduk lansia di Jepang terus mengalami
peningkatan. Fenomena ini dikenal dengan istilah "koureika shakai", yaitu kondisi
suatu masyarakat yang mengalami peningkatan persentase penduduk lansia.
Kondisi penduduk seperti ini tentu dapat menimbulkan berbagai macam masalah.
Akan tetapi, para lansia di Jepang sepertinya tidak ingin menjadi beban bagi
siapapun. Di usia senjanya banyak di antara mereka yang tetap berupaya menjadi
orang yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat.
Koreika shakai ditulis dengan kanji 高齢化社会 dimana Ko Berasal dari
kanji takai高い yang artinya tinggi, Rei berasal dari kanji yowai 齢 yang artinya umur, Ka berasal dari kanji fukeru化ける yang artinya tumbuh menjadi tinggi
(meninggi/meningkat), dan Shakai社会memiliki arti masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan Koreika Shakai adalah peningkatan masyarakat berumur
panjang/lansia. Awalnya Koreika Shakai merupakan sesuatu yang dapat
membanggakan Jepang, namun sekarang makna Koreika Shakai mengalami
perubahan yang menjadi negative dan menjadikannya suatu fenomena yang
3
masyarakat berumur panjang. Lebih tepatnya adalah pertumbuhan dengan
peningkatan yang sangat tajam pertahunnya dari penduduk yang berusia 65 tahun
keatas dan merupakan penduduk yang sudah tidak wajib lagi bekerja dan
membayar uang pensiun serta merupakan orang yang secara rutin mandapat
asuransi perbulannya atau dapat dikatakan sebagai warga yang sisa hidupnya akan
dihidupi oleh Negara.
Shoushi koureika/koureika shakai/koureisha adalah fenomena dimana
jumlah manula di jepang lebih banyak daripada jumlah pemuda. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah Arufo yaitu around
fourty, istilah ini dipakai untuk wanita di Jepang yang berumur 39 akhir sampai
40 keatas yang lebih mementingkan karirnya dibandingkan hidup berkeluarga.
Banyak wanita di Jepang sudah berkepala empat yang belum menikah dan tidak
ingin menikah karena mereka lebih mencintai kehidupan karir pekerjaanya yang
lebih bebas dibandingkan harus berkeluarga yang lebih terikat bahkan beberapa
diantara wanita jepang yang termasuk kelompok arufo sudah menikah dan
memilih untuk bercerai dan fokus terhadap karirnya. Banyaknya jumlah
perempuan di Jepang yang tidak ingin menikah ini mencapai 1,34%.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa angka harapan hidup di Jepang adalah
yang tertinggi dunia, usia rata-rata untuk perempuan Jepang adalah 86 tahun,
sedangkan pria Jepang 79 tahun , beberapa faktor yang membuat angka harapan
hidup di Jepang tinggi yaitu pola hidup yang sehat seperti kebiasaan minum teh
4
EGCG dan antioksidan catechin dapat mempercepat metabolisme tubuh.
Kebiasaan orang Jepang makan dengan porsi kecil juga merupakan salah satu
faktor yang dapat membuat panjang umur. Makan dengan porsi kecil dapat
membuat seseorang makan sesuai takaran dengan porsi yang dibutuhkan.
Makanan Jepang yang didominasi oleh bahan-bahan dari laut seperti sushi,
sashimi, takoyaki yang kaya akan vitamin membuat pola makan menjadi lebih
sehat.
Komposi penduduk di Jepang perlahan-lahan membentuk piramida terbalik,
artinya komposisi lansia lebih besar dibandingkan usia produktif. Pemerintah
Jepang perlu mengeluarkan lebih banyak anggaran jaminan sosial kepada para
lansia, hal ini membuat pajak penghasilan usia produktif tinggi untuk mensubsidi
kehidupan para lansia. Namun, umur bukanlah menjadi alasan bagi para lansia
untuk berkerja, banyak lansia yang meski usia mereka sudah 65 tahun lebih,
rambut mereka sudah putih karena uban, dan kulit mereka sudah berkeriput, tapi
tetap bisa produktif. Para lansia ini banyak berkerja sebagai volunterr atau
relawan seperti partner beralih percakapan bahasa jepang bagi para calon tenaga
perawat dan , pemandu wisata, atau menjadi petugas kebersihan, bagi mereka
bekerja adalah spirit sampai mati. Jadi, tidak heran jika melihat orang tua di
Jepang yang masih semangat melakukan banyak kegiatan meski usia sudah tidak
lagi muda.
Pasca Perang Dunia kedua, jumlah kelahiran di Jepang telah banyak
mengalami perubahan Jepang mengalami puncak kelahiran (baby boom) yaitu
pada tahun 1947-1949 dan sejak tahun tersebut jumlah kelahiran tidak pernah
5
Di kawasan Asia Timur, Jepang adalah negara pertama yang mengalami
hal ini. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kawasan Jepang, akan tetapi juga
terjadi di Korea. Sebagai hasilnya, struktur demografi Jepang cepat berubah
menjadi masyarakat menua. Pada tahun 2005, untuk pertama kalinya populasi
Jepang mengalami penurunan (Ogawa, 2007:2).
Sejak tahun 1975, jumlah kelahiran terus mengalami penurunan, beberapa
faktor dianggap sebagai alasan dibalik terus menurunnya jumlah kelahiran di
Jepang. Dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, pernikahan sering
disebut sebagai faktor utama yang menentukan jumlah kelahiran, diantaranya
adalah meningkatnya fenomena bankonka dan jumlah populasi dari orang yang
tidak menikah (Ueno,1998; Retherford et al,1996 ; Ogawa,2003).
Pendapat lain dikemukakan oleh Yamada (2008), yang mengatakan dua
penyebab utama dari fenomena shoshika adalah ketidakstabilan pendapatan
seseorang dan meningkatnya jumlah parasite single. Kedua hal tersebut saling
berpengaruh satu dengan yang lain, jika seseorang mengalami ketidakstabilan
dalam pendapatannya, maka ia cenderung untuk tidak menikah dan mempunyai
anak, banyak dari mereka yang kemudian masih bergantung pada orangtua
mereka, dengan kata lain fenomena parasite single tidak akan terjadi jika
seseorang tidak mengalami ketidakstabilan dalam hal pemasukan keuangan.
Penyebab lainnya adalah meningkatnya jumlah wanita yang menempuh
pendidikan tinggi dan partisipasi mereka dalam pasar kerja dianggap sebagai
alasan penundaan pernikahan yang mengakibatkan terus menurunnya jumlah
6
wanita dalam dunia pendidikan dan pekerjaan menjadi faktor yang mengakibatkan
turunnya jumlah kelahiran.
Penurunan jumlah kelahiran yang terjadi di Jepang membawa beberapa
kekhawatiran yang muncul dari pemikiran akan dampak terburuk yang akan
terjadi. Jika fenomena ini terus terjadi, Jepang akan berubah menjadi masyarakat
menua yang dalam bahasa Jepang lebih dikenal dengan istilah koreika shakai (高
齢 化 社 会) , yaitu ketika jumlah manula lebih besar jika dibandingkan dengan
jumlah anak-anak.
Faktor-faktor di atas dapat menjelaskan mengapa koreika shakai muncul
dalam bentuk yang ekstrim dan hanya terjadi di Jepang dan secara keseluruhan
dapat disimpulkan bahwa koreika shakai tidak dapat ditemukan dalam skala yang
sama di negara lain dan tampaknya ini merupakan suatu hal yang unik di Jepang.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang koreika shakai ini penulis akan
mencoba membahasnya melalui skripsi yang berjudul : FENOMENA KOREIKA
7 1.2 PERUMUSAN MASALAH
Fenomena koreika shakai dalam kehidupan di Jepang, merupakan suatu
topik yang menarik ketika kita sedang membicarakan tentang Jepang. Koreika
Shakai adalah peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut pada Negara Jepang.
Lebih tepatnya adalah pertumbuhan dengan peningkatan yang sangat tajam
pertahunnya dari penduduk yang berusia 65 tahun keatas yang mana sebagaian
dari mereka masih aktif bekerja dan menjadi tanggungan dari negara. Fenomena
masyarakat lansia, terutama yang berkenaan dengan peningkatan jumlah
penduduk lansia, bahkan sampai sekarang pun terus berkembang dalam kehidupan
masyarakat jepang.
Berdasarkan hal tersebut di atas, permasalahan penelitian ini mencoba
menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Faktor apa saja yang menimbulkan tingginya koreika shakai pada masyarakat
Jepang
2. Apa saja dampak yang ditimbulkan oleh fenomena koreika shakai terhadap
8 1.3 RUANG LINGKUP PEMBAHASAN
Dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas sebelumnya, maka
penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan.
Hal ini dilakukan agar masalah tidak menjadi terlalu luas sehingga penulis dapat
lebih terfokus dan terarah dalam pembahasan terhadap masalah.
Orang jepang terkenal dengan usianya yang panjang. Rata-rata pria di
jepang dapat mencapai umur 78.9 tahun, sedangkan wanitanya mencapai 85.7 (
sumber : daftar menurut CIA World Factbook ). Itu hanya angka rata-rata.
Kenyataannya, orang-orang tua di jepang yang usainya mencapai 90 tahun masih
bisa beraktivitas dengan baik dan melakukan kegiatan tanpa bantuan orang lain.
Bagi orang jepang, usia 60 tahun sampai 70 tahun masih dikategorikan “muda”,
hal ini lah yang menjadi fenomena di jepang atau yang di sebut sebagai koreika
shakai, dimana para lansia masih memiliki tingkat produktivitas yang tinggi
sehingga dapat menyulitkan kaum muda untuk berkembang. Penulis akan
mencoba membahas masalah koreika shakai di jepang dan dampak yang
ditimbulkannya terhadap kehidupan sosial masyarakat Jepang. Untuk mendukung
pembahasan ini, penulis juga akan membahas tentang kehidupan kaum lansia,
latar belakang terjadinya koreika shakai serta gejala-gejala dan penyebab
9
1.4.1 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
1.4.1 Tinjauan Pustaka
Menjadi tua bagi setiap manusia adalah suatu fase kehidupan yang tidak
bisa dihindari dan tidak terjadi secara drastis. Menua merupakan gejala universal
yang terjadi pada setiap orang. Pada fase ini, kekuatan fisik dan psikis menurun,
sehingga perlindungan dan perawatan dari pihak lain dibutuhkan untuk membantu
menjalankan aktifitas sehari-hari. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran
dan kelemahan seseorang baik terhadap dirinya, maupun saat berhubungan
dengan orang lain.
Penuaan datang pada setiap orang dengan kecepatan yang berbeda.
Naganuma (2006) mengatakan bahwa seseorang dikatakan menua saat ia merasa
dirinya menjadi tua (hlm. 25). Lebih lanjut ia mengatakan bahwa istilah tua atau
lanjut usia (lansia) merupakan batasan yang ambigu. Menurutnya, untuk
mengungkapkan usia lanjut “kita mengatakan tua dengan istilah oita untuk diri
sendiri, dan mengatakan ia telah menjadi tua dengan istilah roujin atau rougo bila
ditujukan pada orang lain. Istilah rounen, chuukounen dan koureisha lebih formal
dan kuno dibanding istilah otoshiyori, shirubaa shinia dan erudaa yang
memberikan kesan kedekatan hubungan pada penggunanya”.
Istilah koureisha yang bermakna usia lanjut secara resmi digunakan oleh
pemerintah pada tahun 1996 dalam keputusan “Kourei Shakai Seisaku Taikou”
(Pokok Kebijakan Masyarakat Lansia) sebagai pengganti istilah chouju ‘berumur
panjang’ dalam Chouju Shakai Seisaku Taiko (Pokok Kebijakan Masyarakat
10
selanjutnya, istilah koreika shakai ‘masyarakat lansia’ lebih sering digunakan
untuk orang-orang yang berumur panjang dengan nuansa yang lebih kompleks.
Kekompleksan makna tersebut meliputi perawatan dan perlindungan untuk
mereka serta kekhawatiran akan beratnya beban yang harus ditanggung dalam
menjalankan penjagaan dan perlindungan terhadap penduduk lansia di atas 65
tahun yang harus dipikul oleh masyarakat di sekitarnya.
Beberapa ahli demografi membagi usia lanjut ke dalam dua golongan, yaitu
golongan usia lanjut pertama yang terdiri atas usia 65-74 tahun, dan usia lanjut
kedua terdiri atas usia 75 tahun ke atas. Dalam beberapa buku laporan tahunan
tentang lansia ( Kourei Shakai Hakusho 2004-2006) yang diterbitkan pemerintah
Jepang, usia penduduk lansia dibedakan ke dalam 3 kelompok. Kelompok
tersebut adalah lansia berusia 65-74 tahun, usia 75-84 tahun dan usia 85 tahun ke
atas. Dari kedua pengelompokkan tersebut dapat dikatakan bahwa penduduk
lanjut usia merujuk pada orang-orang yang berusia di atas 65 tahun. Berbagai
perbaikan kehidupan di segala bidang, perubahan pola kehidupan, dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya ilmu kedokteran, memberi
sumbangan yang besar dalam memperpanjang usia rata-rata hidup manusia dan
meningkatkan kualitas hidupnya baik secara fisik maupun psikis. Orang yang
hidup pada abad 21 hidup lebih lama dibanding dengan orang yang hidup pada
abad-abad sebelumnya. Oleh karena itu, penduduk yang berusia di atas 65 tahun
berkembang dengan pesat dalam setiap tahunnya.Hal ini ini lah yang menjadi
fenomena di jepang yang mana dapat membuat tingkat produktifitas kaum muda
11 1.4.2 Kerangka Teori
Kerangka teori menurut Koenjtaraningrat (1976:1) berfungsi sebagai
pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam
bentuk yang nyata. Dalam penelitian suatu kebudayaan masyarakat diperlukan
satu atau lebih teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari
penelitian ini. Dalam hal ini, penulis menggunakan teori pendekatan
fenomenologi dan juga teori pendekatan sosiologi untuk meneliti tentang koreika
shakai
Fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia
menkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas
(pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain)
(kuswarno, 2009 : 2). Penulis menggunakan teori ini untuk melihat bagaimana
sejarah berkembangnya koreika shakai di jepang.
Penulis juga menggunakan pendekatan penelitian sosiologis, karena dalam
pendekatan ini mencakup golongan sosial yang berperan, jenis hubungan sosial,
konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan status sosial dan
sebagainya (dudung Abdurrahman, 1999:11). Menurut Weber dalam Dudung
Abdurrahman (1999:11) tujuan penelitian ini adalah memahami arti subjektif dan
perilaku sosial, bukan semata-mata menyelidiki arti objektifnya. Penulis
menggunakan pendekatan ini adalah untuk mengetahui latar belakang, kehidupan
12
1.5 TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Sesuai dengan pokok permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka tujuan penelitian ini, sebagai berikut :
1.5.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembahasan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk:
1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya koreika shakai.
2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh fenomena koreika
shakai. terhadap kehidupan sosial masyarakat Jepang.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, hasilnya diharapkan memberi manfaat bagi
pihak-pihak tertentu, antara lain :
1. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan tentang Koreika shakai.
2. Bagi para pembaca, khususnya para pembelajar bahasa Jepang
diharapkan dapat menambah informasi tentang fenomena kaum lansia
di jepang di Jepang yaitu Koreika shakai.
3. Bagi para pembaca, penelitian ini juga dapat dijadikan sumber ide dan
tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti
13 1.6 METODE PENELITIAN
Metode adalah alat untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan. Dalam
melakukan penelitian, sangant diperlukan metode-metode untuk menunjang
keberhasilan tulisan yang akan disampaikan penulis kepada para pembaca. Untuk
itu, dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif.
Menurut Koentjaraningrat (1976:30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu
memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu,
keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data-data yang diperoleh
dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan, sekaligus dikaji dan kemudian
diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada.
Selain itu untuk pengumpulan data penulisan menggunakan metode
penelitian kepustakaan (Library research). Menurut Nasution (1996 : 14), metode
kepustakaan atau Library Research adalah mengumpulkan data dan membaca
referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang dipilih penulis.
Kemudian merangkainya menjadi suatu informasi yang mendukung penulisan
skripsi ini. Studi kepustakaan merupakan aktivitas yang sangat penting dalam
kegiatan penelitian yang dilakukan. Beberapa aspek yang perlu dicari dan diteliti
meliputi : masalah, teori, konsep, kesimpulan serta saran. Data dihimpun dari
berbagai literatur buku yang berhubungan dengan masalah penelitian. Survey book
dilakukan diberbagai perpustakaan. Data juga didapat melalui Internet yang
berhubungan mengenai pola hidup yang diterapkan orang Jepang, kebudayaan
yang berpengaruh pada kehidupan sehari-hari, serta semua yang berkaitan dengan
14
Selanjutnya, penulis juga memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di
Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Program Studi
Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Selain itu
penulis juga memanfaatkan berbagai informasi dari situs-situs internet yang
membahas tentang masalah Koreika shakai untuk melengkapi data-data dalam
15 BAB II
FENOMENA KOREIKA SHAKAI
2.1 Pengertian Koreika Shakai
Menjadi tua bagi setiap manusia adalah suatu fase kehidupan yang tidak
bisa dihindari dan tidak terjadi secara drastis. Menua merupakan gejala universal
yang terjadi pada setiap orang. Pada fase ini, kekuatan fisik dan psikis menurun,
sehingga perlindungan dan perawatan dari pihak lain dibutuhkan untuk membantu
menjalankan aktifitas sehari-hari. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran
dan kelemahan seseorang baik terhadap dirinya, maupun saat berhubungan
dengan orang lain.
Penuaan datang pada setiap orang dengan kecepatan yang berbeda.
Naganuma (2006) mengatakan bahwa seseorang dikatakan menua saat ia merasa
dirinya menjadi tua (hlm. 25). Lebih lanjut ia mengatakan bahwa istilah tua atau
lanjut usia (lansia) merupakan batasan yang ambigu. Menurutnya, untuk
mengungkapkan usia lanjut “kita mengatakan tua dengan istilah oita untuk diri
sendiri, dan mengatakan ia telah menjadi tua dengan istilah roujin atau rougo
bila ditujukan pada orang lain. Istilah rounen, chuukounen dan koureisha lebih
formal dan kuno dibanding istilah otoshiyori, shirubaa, shinia dan erudaa yang
memberikan kesan kedekatan hubungan pada penggunanya” (hlm. 25-26). Dalam
penamaan fasilitas-fasilitas umum yang diperuntukkan untuk usia lanjut,
masyarakat Jepang sering menggunakan istilah silver, misalnya sirubaa siito
(silver-seat) yang berarti kursi untuk para lansia, atau shirubaa eeji (silver age)
16
Koreika shakai ditulis dengan kanji 高齢化社会 dimana Ko Berasal dari
kanji takai高い yang artinya tinggi, Rei berasal dari kanji yowai 齢 yang artinya
umur, Ka berasal dari kanji fukeru 化 け る yang artinya tumbuh menjadi tinggi/meninggi, dan Shakai 社 会 memiliki arti masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan Koreika Shakai adalah peningkatan masyarakat berumur panjang.
Awalnya koreika shakai merupakan sesuatu yang membanggakan Negara Jepang
karena menunjukkan tingkat harapan hidup masyarakat Jepang yang tinggi
sehingga membuat orang-orang diluar Jepang berfikir bahwa orang-orang Jepang
memiliki kesadaran yang tinggi untuk hidup sehat. Namun, semakin lama koreika
shakai berubah menjadi suatu masalah yang cukup berpengaruh bagi Negara
Jepang itu sendiri. Hal ini dikarenakan tingkat harapan hidup masyarakat Jepang
tinggi sedangkan angka kelahiran di Jepang sangat rendah sehingga membuat
ketidakstabilan demografi kependudukan Jepang. Maka sekarang makna koreika
shakai telah mengalami perubahan menjadi sesuatu yg sedikit negative dan
menjadikannya sebagai suatu fenomena yang berkembang pada masyarakat
Jepang. Fenomena Koreika Shakai adalah peningkatan jumlah penduduk berusia
lanjut. Lebih tepatnya adalah pertumbuhan dengan peningkatan yang sangat tajam
pertahunnya dari penduduk yang berusia 65 tahun keatas dan merupakan
penduduk yang sudah tidak wajib lagi bekerja dan membayar uang pensiun serta
merupakan orang yang secara rutin mandapat asuransi perbulannya atau dapat
dikatakan sebagai warga yang sisa hidupnya akan dihidupi oleh Negara.
Jepang dikenal dengan Negara yang masyarakatnya memiliki umur yang
panjang. Bahkan apabila dibandingkan dengan Negara-negara lain, jepang
17
memiliki banyak tradisi-tradisi yang sudah melekat sejak lama yang berhubungan
dengan aktifitas sehari-hari masyarakat jepang dan membuat mereka memiliki
umur yang panjang, seperti contoh tradisi minum teh hijau, lebih memilih untuk
berjalan kaki dari pada menggunakan alat transportasi, dan lain-lain.
Maka dari itu tidak heran apabila jepang memiliki jumlah lansia yang
banyak dan sebagian besar masih bekerja dan mempunyai tingkat produktifitas
yang tidak kalah dari para kaum yang masih muda.
2.2 Sejarah Koreika Shakai
Istilah koureisha 高 齢 社 会 yang bermakna usia lanjut secara resmi
digunakan oleh pemerintah pada tahun 1996 dalam keputusan “Kourei Shakai
Seisaku Taikou” (Pokok Kebijakan Masyarakat Lansia) sebagai pengganti istilah
“chouju” (berumur panjang) dalam Chouju Shakai Seisaku Taiko (Pokok
Kebijakan Masyarakat Berumur Panjang) yang ditetapkan pada tahun 1986.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah koureika shakai ‘masyarakat lansia’
lebih sering digunakan untuk orang-orang yang berumur panjang dengan nuansa
yang lebih kompleks. Kekompleksan makna tersebut meliputi perawatan dan
perlindungan untuk mereka serta kekhawatiran akan beratnya beban yang harus
ditanggung dalam menjalankan penjagaan dan perlindungan terhadap penduduk
lansia di atas 65 tahun yang harus dipikul oleh masyarakat di sekitarnya.
Menurut Makizono Kiyoko ( 1993 : 448 ), sebuah negara dapat disebut
sebagai koureika shakai apabila persentase penduduk lansianya ( persentase
penduduk usia 65 tahun keatas dari seluruh jumlah penduduk ) mencapai 7 persen
18
penduduk usia produktif di atas 15 tahun di bawah 64 tahun) melewati sekitar
12,0. Jepang pada tahun 1970 persentase lansianya adalah 7 persen dan indeks
lansianya 12,0 pada tahun 1975. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jepang
menjadi koreika shakai sejak tahun 1970.
Peningkatan jumlah kaum lansia dapat ditinju dari sudut demografi.
Demografi menurut Ida Bagus Mantra (2002 : 2-3 ), yang mengutip pendapat
Philip M. Hauser dan Dudley Duncan, adalah ilmu yang mempelajari jumlah,
persebaran teritorial dan komposisi penduduk, serta perubahan-perubahan dan
sebab – sebab dari perubahan tersebut, yang biasanya timbul karena natalitas
(kelahiran), mortalitas ( kematian ), migrasi, dan mobilitas sosial (perubahan
Status). Komposisi penduduk suatu negara sangat dipengaruhi faktor-faktor di
atas. Begitu juga dengan jepang, komposisi penduduk Jepang ditinjau dari sudut
demografi berubah dengan cepat.
Penyebab terbesar dari bertambah besarnya jumlah penduduk yang menua
ditinjau dari sudut demografi disebabkan oleh menurunnya angka kelahiran dan
kematian. Menurunnya angka kematian menyebabkan meningkatnya persentase
orang yang mencapai usia tua, memperbesar piramida penduduk bagian atas.
Dengan sendirinya sedikit tingkat kelahiran dan kematian ini menyebabkan
meningkatnya penduduk yang menua.
Beberapa ahli demografi membagi usia lanjut ke dalam dua golongan, yaitu
golongan usia lanjut pertama yang terdiri atas usia 65-74 tahun, dan usia lanjut
kedua terdiri atas usia 75 tahun ke atas. Dalam beberapa buku laporan tahunan
tentang lansia ( Kourei Shakai Hakusho 2004-2006) yang diterbitkan pemerintah
19
(http://www8.cao.go.jp/kourei/whitepaper/html). Kelompok tersebut adalah lansia
berusia 65-74 tahun, usia 75-84 tahun dan usia 85 tahun ke atas. Dari kedua
pengelompokkan tersebut dapat dikatakan bahwa penduduk lanjut usia merujuk
pada orang-orang yang berusia di atas 65 tahun.
Pasca perang dunia II, penduduk warga Negara Jepang mulai memfokuskan
diri pada pembangunan Negara. Dalam masa pembangunan dan pemulihan
Negara, kesejahteraan masyarakat dengan sendirinya didapat sejalan dengan
majunya Negara Jepang menjadi salah satu Negara dengan perekonomian terkuat
nomor dua di Dunia. Kesejahteraan masyarakat salah satunya tercermin dengan
meningkatnya usia penduduk yang semakin bertambah seiring naiknya batas usia
produktif di jepang yang tadinya 60 tahun dinaikkan menjadi 65 tahun.
Seperti telah disebutkan di atas, sejak jepang dikatakan sebagai penduduk
koreika shakai muncullah masalah perawatan orang tua. Sejak tahun 1975, usia
harapan hidup orang jepang bertambah panjang, tingkat kesehatan yang
meningkat, dan jumlah orang tua lanjut usia yang memerlukan perawatan juga
meningkat. Masalah perawatan orang tua lanjut usia mulai menjadi wacana dalam
masyarakat dan memberikan dampak terhadap keluarga, lingkungan, serta
[image:33.595.128.556.636.827.2]pemerintah.
20
Tabel 2.1 Perubahan Komposisi Penduduk Lansia (Katsumi, 1995 : 4 ; Statistik
21
Tabel 2.2 Perubahan Struktur Penduduk (Statistik dari Kementrian Kesejahteraan
Sosial)
Pada tabel diatas kelompok usia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu
penduduk usia muda (usia 0-19 tahun), penduduk usia produktif (usia 20-64
tahun), dan penduduk lansia usia di atas 65 tahun. Dalam tabel terlihat penduduk
usia muda mengalami penurunan, sebaliknya penduduk lansia bertambah, dan
diperkirakan setelah tahun 2010 penduduk lansia akan melampaui penduduk usia
22
Penduduk usia produktif bertambah sampai tahun 2000 yang berasal dari
generasi baby boom yang kedua, yaitu generasi yang lahir dari baby boom setelah
perang. Tambah lagi, diantara penduduk usia produktif jumlah yang menua pun
mengalami peningkatan ( penduduk usia 55 Tahun ke atas bertambah). Puncaknya
terjadi di tahun 2010, dimana diperkirakan 1 dari 4 penduduk usia produktif akan
berusia 55 tahun keatas. Selanjutnya, dengan meningkatnya kaum lansia ini, pada
tahun 1990 sebanyak 5,1 penduduk usia produktif menanggung beban satu orang
lansia, tahun 2000 dari 3,7 orang usia produktif menanggung beban satu orang,
dan tahun 2010 diperkirakan dari 2,7 orang usia produktif akan menanggung
beban satu orang, dan tahun 2020 dari 2,1 orang akan menanggung beban satu
orang. Dengan kata lain, mulai sekarang perkembangan usia produktif diiringi
dengan bertambahnya penduduk yang menua sehingga beban penduduk usia
produktif untuk menyokong penduduk lansia menjadi tinggi.
Gambar berikut menunjukan bentuk piramid penduduk jepang pada tahun
1998 dan perkiraan bentuk piramid penduduk pada tahun 2025. Pada gambar
piramid tersebut terlihat perubahan dimana terjadi perampingan bentuk piramid
usia 20-30-an pada tahun 2025, yaitu penduduk usia 20-30-an pada tahun 1998
telah berumur 50-60-an dan pertambahan penduduk usia 50 dan 70 tahun keatas
23
Gambar 2.2 Piramida Penduduk Jepang
Jumlah penduduk yang berusia di atas 75 tahun meningkat dengan cepat.
Pada tahun 2025, ketika generasi baby boom mencapai usia 75 tahun ke atas, rasio
penduduk yang berusia 75 tahun ke atas diperkirakan akan melampaui penduduk
yang berusia antara 65 dan 75 tahun. Tingkat penuaan lebih cepat terjadi pada
wanita dari pada pria. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel populasi penduduk
24
Tabel 2.3 Populasi Jepang Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
2.3 Penyebab Koreika Shakai
Koreika Shakai adalah peningkatan masyarakat berumur panjang/lansia.
Lebih tepatnya adalah pertumbuhan dengan peningkatan yang sangat tajam
pertahunnya dari penduduk yang berusia 65 tahun keatas dan merupakan
penduduk yang sudah tidak wajib lagi bekerja dan membayar uang pensiun serta
merupakan orang yang secara rutin mandapat asuransi perbulannya atau dapat
dikatakan sebagai warga yang sisa hidupnya akan dihidupi oleh Negara. Adapun
25 2.3.1 Shoshika shakai
Shoshika Shakai adalah Kekurangan generasi muda atau lebih tepatnya
menurunnya tingkat kelahiran bayi pertahun yang merupakan generasi muda
mendatang yang akan membangun Negara. Adapun penyebab dari Shosika Shakai
adalah :
Bankonka
Merupakan penundaan usia menikah oleh para wanita yang lebih memilih
untuk berkarir terlebih dahulu dari pada menikah. Bankonka sendiri merupakan
salah satu dampak negative yang diperoleh Jepang, dimana mengikuti kebudayaan
workaholic yang gila akan bekerja ini tentu perihal bankonka ini bukanlah hal
yang tak lazim. Tapi karena kebudayaan gila kerja yang merambah sangat meluas
di kalangan wanita inilah yang menjadi masalah, yang kemudian lambat laun
kebanyakan wanita mulai lebih mengutamakan karir mereka dan
mengesampingkan pikiran untuk membentuk keluarga baru. Walaupun begitu
keinginan mereka untuk memiliki pasangan memang ada tetapi tidak harus
menikah terlebih dahulu.
Tingkat perceraian yang tinggi
Hal ini jelas mempengaruhi pasangan-pasangan muda yang sudah siap
fisik dan material tetapi ternyata tidak siap mental karena isu-isu akan perceraian
26
hubungan saling melengkapi bak perkawinan tetapi sebenarnya mereka tidak
memiliki ikatan pernikahan.
Maraknya hubungan tanpa ikatan pernikahan
Hal ini menjadi salah satu sebab takutnya pasangan muda memiliki anak.
Karena takut akan malu yang dihadapi karena memiliki anak di luar pernikahan.
Dan hal ini jugalah yang menjadi sebab maraknya bankonka di kalangan generasi
muda sekarang. Mereka memiliki pasangan dan dapat hidup bersama tanpa harus
memiliki ikatan hubungan dalam pernikahan.
Mahalnya biaya memiliki anak
Karena biaya kelahiran tidak termasuk dalam asuransi kesehatan yang
dimiliki setiap warga Negara Jepang, maka mahalnya biaya kelahiran dan
perawatan anak menjadi alasan yang hampir selalu ditemui di masyarakat. Tetapi
ada pengecualian untuk kelahiran Caesar yang mendapatkan asuransi kesehatan
karena dianggap sebagai sebuah penyakit.
Tingkat natalitas yang sangat rendah.
Kebanyakan orang Jepang tidak ingin menikah dan tidak ingin mempunyai
anak. Kalaupun mereka menikah dan ingin mempunyai anak, mereka hanya
memutuskan untuk memiliki seorang anak saja. Karena jika memiliki lebih dari
satu anak akan memberatkan mereka. Ini dikarenakan biaya perawatan, biaya
27
Tidak ingin meninggalkan karier dan gaya hidup.
Para pemuda di Jepang cenderung mengulur waktu untuk menikah dan
mempunyai anak sebab mereka lebih mementingkan karir dan gaya hidup mereka.
Saat menikah dan mempunyai anak mereka tentu akan sedikit kesulitan dalam
mempertahankan karir mereka yang sudah dicapai dengan susah payah. Selain itu
gaya hidup pada masa muda juga pasti akan berubah seiring dengan adanya anak
sehingga mereka merasa harus menjadi orang tua sepenuhnya.
2.3.2 Tingkat mortalitas rendah
Adanya tingkat mortalitas atau tingkat kematian yang rendah menandakan
bahwa generasi lanjut usia tetap hidup panjang umur. Mereka yang lanjut usia
kebanyakan masih sehat dan bisa hidup sehingga kaum lanjut usia terus
menumpuk. Adapun beberapa penyebab tingkat mortalitas rendah adalah :
Gaya hidup sehat
Di Jepang makanan menjadi faktor penting untuk meningkatkan harapan
hidup. Makanan gaya Jepang baik untuk kesehatan dan mengandung banyak
nutrisi untuk i, memperlambat penuaan sel, rendah kalori, dan mengandung
zat-zat gizi penting. Karena apa yang mereka makan setiap hari sangat baik untuk
kesehatan, dan mereka masih membiasakan untuk berolah raga, itulah yang
menyebabkan mereka terlihat awet muda dan berumur panjang. Sering dijumpai
makanan Jepang yang disajikan mentah. Ini bukan dengan tidak beralasan. Selain
lebih segar, nutrisi makanan mentah dipastikan lebih tinggi daripada makanan
28
memerlukan bumbu yang banyak atau dimasak dalam waktu yang lama, dan
hampir semua vitamin dan nutrisi yang menjadikan tubuh tetap sehat tetap
terkandung di dalam makanan tersebut.
Pola pikir yang dinamis
Merupakan kesalahan besar jika berfikir kalau masa tua adalah masa untuk
bersantai, berbaring di tempat tidur dan menghabiskan waktu hanya dengan
menonton tv di rumah. Dengan kata lain, jika beranjak tua maka saat itulah
melakukan penarikan diri dari dunia yang aktif. Justru, di masa tua itulah
setidaknya orang tetap aktif dalam berinteraksi dengan orang-orang, menjalani
kehidupan yang membangkitkan semangat dan itu adalah salah satu cara untuk
bertahan hidup. Faktor penting bagi masyarakat yang berusia lanjut adalah sikap
optimis. Untuk tetap selalu sehat mereka berusaha untuk selalu bahagia. Misalnya
dengan rajin merawat kulit, berolahraga, membersihklan pikiran dengan tidak
menumpuk rasa stress. Dengan mempunyai pola pikir yang terbuka, sanggup
menerima perubahan dari luar, tidak memupuk rasa stres, dapat menghindarkan
mereka dari penyakit penyakit yang dapat merenggut nyawa mereka.
Kemajuan teknologi kesehatan
Kemajuan teknologi kesehatan di Jepang yang semakin canggih menjadi
salah satu faktor bertambah panjangnya usia harapan hidup di Jepang.
Dengan semakin canggihnya teknologi kesehatan sehingga semakin baik
29 2.4 Kasus – Kasus Koreika Shakai
Meningkatnya populasi lansia di Jepang menyebabkan munculnya
beberapa kasus sosial terkait dengan para lansia yang terjadi di masyarakat Jepang
seperti kodokushi, pemeliharaan lansia, dll. Salah satu kasus sosial yang sekarang
menjadi sorotan utama bagi pemerintah jepang adalah Kodokushi. Kodokushi
yang dalam bahasa Jepang tertulis 孤独死, dalam bahasa Inggris bisa diartikan
lonely-death, dan dalam bahasa Indonesia adalah mati kesepian. Kodokushi
merupakan fenomena masyarakat di Jepang yang dialami oleh penduduk lanjut
usia yang memilih hidup sendiri dan sampai saat ajal menjemputnya, ia meninggal
tanpa diketahui oleh siapapun. Tak jarang jasad orang yang mengalami kodokushi
baru ditemukan dalam jangka waktu berharihari bahkan sampai
berminggu-minggu dari waktu meninggalnya.
Peningkatan usia hidup di satu sisi menunjukan hal yang sangat positif,
akan tetapi hal ini ternyata menimbulkan problem sosial baru yaitu masalah
perawatan lansia. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Jepang mulai
beralih dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Hal ini berdampak
pada pola keluarga di Jepang yang semula menganut sistem keluarga luas
(dozoku) menjadi keluarga inti (kaku kazoku). Saat ini mayoritas keluarga di
Jepang hanya memiliki rata-rata satu sampai dua orang anak. Bahkan muncul
kecenderungan para wanita Jepang saat ini untuk tidak menikah demi karier atau
menikah namun tidak mau memiliki anak. Kondisi ini memicu masalah baru
berkaitan dengan perawatan lansia. Banyak lansia yang akhirnya terpaksa
ditempatkan di rumah jompo akibat tidak adanya sanak keluarga yang bisa
30
hidup sebatangkara karena ditinggal meninggal sanak keluarganya. Mereka
kemudian banyak yang mengalami depresi karena kesepian dan akhirnya
meninggal dunia.
Penyebab meningkatnya jumlah lansia yang hidup sendiri di Jepang dapat
dianalisis dari dua segi, yang pertama dari segi status perkawinan, misalnya tidak
menikah, ditinggal mati oleh pasangan hidup, dan perceraian. Segi yang kedua
adalah dari hubungan atau relasi yang terpisah, yakni banyak yang tidak hidup
bersama dengan anaknya (Fujimori 2010 : 41). Kondisi ini menyebabkan
mayoritas dari mereka mengalami depresi akibat kesepian. Banyak diantaranya
yang akhirnya mengalami ketergantungan alkohol. Sebagian lagi ditemukan
meninggal karena kelaparan, kekurangan gizi atau sakit lever. Mayoritas adalah
pria berusia 55 tahun-an. Jumlahnya hampir dua kali lipat wanita yang rata-rata
berusia 70 tahunan.
Banyak cara yang dilakukan para lansia di jepang untuk mengakhiri
hidupnya yang diakibatkan karena rasa kesepian. Beberapa diantaranya adalah
bunuh diri (jisatsu). Kasus-kasus bunuh diri (jisatsu) di Jepang juga merupakan
hal yang tidak bisa dilepaskan dengan masalah kodokushi. Di dalam kasus-kasus
kodokushi yang ditemukan, banyak yang merupakan kasus bunuh diri. Kasus
bunuh diri di Jepang sendiri mengalami peningkatan sejak 1998. Kenaikannya
melonjak tajam dari hanya 23.000 kasus di tahun 1997 melonjak menjadi 30.000
kasus di tahun berikutnya.
Beberapa faktor dianggap sebagai pemicunya di antaranya adalah
industrialisasi. Industrialisasi mendorong kaum muda di Jepang melakukan
31
meyebabkan desa kekurangan tenaga muda. Yang tertinggal hanyalah para lansia
yang hidup sendiri tanpa sanak keluarga. Strukutur keluarga pun mengalami
perubahan yakni dari keluarga luas (dozoku) menjadi keluarga inti (kaku
kazoku). Hal ini menyebabkan banyak lansia yang harus tinggal terpisah dengan
anak-anak mereka. Mereka menjalani hari tua sendiri dan kesepian. Kasus
kodokushi terbanyak terjadi pada laki-laki berusia 50 sampai 60 tahun yang hidup
sendiri tanpa keluarga, pekerjaan dan tujuan hidup. Pada wanita biasanya terjadi
32 BAB III
DAMPAK KOREIKA SHAKAI
3.1 Dampak Terhadap Keluarga
Dalam bahasa Jepang, ada beberapa istilah yang dapat digunakan untuk
mengacu kepada perawatan orang tua lansia ini. Pertama, istilah fuyou 扶養
Dalam Shin Kanwa Jiten (Kamus Baru Kanji Bahasa Jepang) (1994:414 dan
1006) karakter kanji (fu)扶 bisa berarti membantu atau menolong dan (you)養
bisa berarti menjaga atau mengurus. Jadi, secara harafiah fuyou bisa berarti
menjaga atau mengurus. Jadi, secara hrafiah fuyou bisa berarti membantu menjaga
atau mengurus.
Menurut Sodei Takako dalam Shin Shakai Gaku Jiten (Kamus Baru
Sosiologi) (1993:1270), yang dimaksud dengan fuyou adalah bantuan yang
diberikan kepada orang yang tidak mampu atau tidak dapat sumber penghasilan
dan ketidakmampuan kerja sendiri. Penyebab ketidakmampuan itu ada bersifat
alami, seperti usia tua, anak-anak, fisik yang lemah, dan cacat, dan
ketidakmampuan yang bersifat sosial, seperti pengangguran dan bangkrut.
Masalah perawatan lansia mulai mendapat perhatian sekitar tahun 1975,
masalah perawatan lansia menjadi masalah utama, baik di lingkungan keluarga
maupun di lingkungan masyarakat Jepang. Hal ini disebabkan dengan semakin
bertambah panjangnya usia harapan hidup orang Jepang. Sebelum Perang Dunia
II, usia harapan hidup orang Jepang kurang dari 55 tahun, dan masing-masing
33
menganut sistem keluarga besar yang disebut ie. Dalam sistem ie ini anak
laki-laki tertua yang disebut chonan akan mewarisi harta warisan orang tua dan
berkewajiban merawat orang tuanya di hari tuanya. Dibandingkan dengan kondisi
perawatan lansia sebelum perang, saat ini banyak masalah yang terjadi dalam
keluarga sehubungan dengan perawatan orang tua lansia di rumah. Pada masa
sebelum perang, masa perawatan orang tua lebih singkat karena usia harapan
hidup juga masih pendek. Selain itu, didukung oleh banyaknya jumlah anggota
keluarga yang hidup bersama dalam sistem ie untuk mendukung tenaga kerja
pertanian, sehingga banyak menemani lansia adalah tugas menantu merawat
lansia di rumah, masalah perawatan lansia bukanlah masalah utama.
Namun seiring dihapuskannya sistem ie setelah perang, yang mana dalam
keluaraga hanya terdiri dari orang tua dan anak, dan banyaknya kaum muda yang
mencari kerja ke kota membuat jumlah keluarga semakin sedikit sehingga sulit
untuk mengatur siapa yang akan mengurus lansia di keluarga mereka.
Pola keluarga tradisional yang mempunyai ciri suami bekerja di luar
rumah sebagai pencari nafkah, dan kaum ibu tinggal di rumah mengurus dan
memberikan pelayanan menyeluruh terhadap keluarganya, telah berubah drastis
dengan keluar nya wanita dari keluarga (rumah) ke dunia kerja. Hal ini
menyebabkan wanita tidak dapat diandalkan sepenuhnya sebagai perawat orang
tua lansia yang lemah dan jompo dalam keluarga. Lama kelamaan akan ditemukan
kenyataan bahwa keluarga tidak lagi secara penuh dapat menjadi basis kekuatan
yang menopang kesejahteraan orang tua lansia. Di lain pihak, nilai-nilai
kemandirian, tidak ingin bergantung pada anak yang merupakan nilai-nilai pada
34
lansia sendiri. Banyak orang tua lansia yang memilih hidup terpisah dari
anak-anaknya, tidak ingin merepotkan anak, tetapi merasa bahagia. (Agoes Achir
2001:187-188).
Sebelum Perang Dunia II karakteristik penduduk Jepang ditandai oleh
tingginya angka kelahiran dan kematian. Rata-rata angka kelahiran antara tahun
1933 dan 1937 adalah 30.8 per 1000 penduduk, dan rata-rata angka kematian
adalah 17,4 per 1000 penduduk. Hanya ketika perang peningkatan terjadi pada
angka kelahiran dan angka kematian yang turun mendadak (akibat perang)
digantikan oleh baby boom. Rata-rata angka kelahiran tahun 1947 dan 1949
aadalah 33,6 per 1000 penduduk, dan angka kematian turun menjadi 12.7 per
1000 penduduk. Kemudian, baik angka kelahiran maupun angka kematian
menurun. Pada tahun 1991 angka kelahiran adalah 9,9 per 1000 penduduk, dan
angka kematian adalah 6,7 per 1000 penduduk. Turunnya angka kelahiran akan
mengubah rasio kesanggupan orang yang merawat lansia terhadap jumlah yang
membutuhkan perawatan.
Dalam masyarakat agraris sebelum perang rata-rata jumlah anak pada
keluarga adalah lima orang. Banyaknya anak ini disebabkan anak berfungsi
sebagai tenaga kerja pertanian. Pada masa ini banyak dari mereka yang tidak perlu
merawat orang tua mereka karena tugas merawat dan mengurus orang tua
dilakukan oleh istri anak laki-laki pertama, dan orang tua sendiri tidak hidup lama
atau berumur panjang pada masa itu.
Berdasarkan survei merawat lansia (Somucho, 1987), di antara orang
yang berusia 60 tahun atau lebih, sebanyak 44 persen reponden pria dan 66,5
35
sudah lemah. Kaum pria biasanya merawat orang tua mereka, sedangkan kaum
wanita merawat orang tua suami sebaik mereka merawat orang tua sendiri (Sodei,
1995 : 218). Beban wanita lebih berat dari pada beban pria dalam hal merawat
orang tua mereka yang lansia. Dengan kata lain, jika sesuatu terjadi terhadap
orang tua mereka yang lansia, tanggung jawab untuk merawatnya dibebankan
kepada wanita. Merawat lansia yang lemah dulu hanya menjadi masalah untuk
sebagian orang, tetapi sekarang menjadi masalah bagi semua orang.
Panjangnya usia lansia yang berada dalam kondisi fisik yang lemah
menyusahkan keluarga untuk merawat mereka di rumah karena orang yang
membantu merawat sendiri pun menjadi tua dan lemah. Survei mengenai orang
tua yang tinggal sendiri, atau tidak dapat beranjak dari tempat tidur, yang
dilakukan Perkumpulan Nasional Demokrasi Dokter tahun 1982-1983
menyatakan bahwa di antara perawat lansia yang tidak dapat beranjak dari tempat
tidur, sebanyak 2,3 persen menderita sakit serius, 28,2 persen sakit dan lemah dan
9,2 persen kurang sehat, tetapi sulit menemukan waktu untuk pergi ke dokter.
Lansia yang terdapat dikeluarga mereka akan dianggap menjadi beban
terberat yang harus ditanggung keluarga, baik fisik maupun mental dan juga dari
segi perekonomian dan tidak ada waktu untuk diri sendiri. Kondisi lelah dalam
merawat lansia sering menimbulkan konflik yang dapat menggangu hubungan
antar anggota keluarga.
Menurut survei, untuk kondisi keluarga yang merawat lansia yang
membutuhkan perawatan, sekitar 1 dari 3 orang menjawab” perasaan benci
terhadap lansia yang membutuhkan perawatan” dan jawaban “pernah terdapat
36
perawatan” adalah 16 persen (Kousei Hakusho, 1997:112). Penganiayaan ini
mungkin disebabkan rasa benci yang timbul terhadap lansia disebabkan beban
berat merawat lansia.
Merawat orang tua yang lemah atau sudah jompo memerlukan perhatian
penuh, bukan hanya karena mereka sudah pikun dan harus terus diawasi dengan
alasan keselamatannya, tetapi juga karena kondisi fisik mereka yang juga
memerlukan perhatian khusus. Maka dari banyak keluarga yang lebih memilih
menitipkan orang tua atau lansia dari keluarga mereka ke panti jompo atau dengan
menggunakan jasa perawat yang di panggil ke rumah agar mereka tidak
direpotkan untuk mengurus lansia yang ada di keluarga mereka. Dalam perawatan
lansia timbul berbagai macam masalah diantaranya adalah sulitnya para lansia
diurus karena faktor umur, dan dari diri perawat sendiri yang merasa lelah dalam
merawat para lansia tersebut. Kadang-kadang terjadi perawat lansia itu sendiri
yang meninggal lebih dulu daripada lansia itu sendiri (Sodei, 1995:219).
Untuk mengatasi masalah perawatan orang tua yang sudah lanjut usia di
rumah, alternatif tempat tinggal yang sekarang justru cenderung meningkat atau
yang menjadi pilihan adalah yang disebut dengan nisetai jutaku atau tempat
tinggal dua rumah tangga. Maksudnya adalah dua generasi, yaitu orang tua dan
anak yang telah menikah, tinggal pada rumah masing-masing di perumahan yang
sama, dimana tempat tinggal anak dan tempat tinggal orang tua berada dalam satu
lahan yang sama atau letaknya bersebelahan dari rumah induk. Orang tua yang
mempunyai cukup banyak uang akan memperbesar rumahnya atau membangun
37
tinggal di lantai dua dengan pintu masuk yang berbeda. Masing-masing punya
kehidupan yang terpisah dengan dapur dan ruang sendiri-sendiri.
Alternatif lain adalah tinggal dengan jarak yang dekat atau tidak terlalu
jauh dari rumah orang tua. Meskipun mereka tidak tinggal di dalam rumah yang
sama, mereka bisa saling memperhatikan dan menjaga satu sama lain. Atau
dengan memanggil perawat yang bersedia merawat orang tua mereka, serta tidak
sedikit juga mereka yang menitipkan orang tua mereka di panti jompo.
3.2 Dampak Terhadap Masyarakat dan Lingkungan
Lansia merupakan bagian dari anggota masyarakat yang semakin
bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Semua
masyarakat mengakui adanya sejumlah tingkatan hidup, dimana setiap manusia
akan menjadi tua. Tetapi bagaimana pembatasannya akan berbeda-beda menurut
kebudayaan. Masyarakat dan kebudayaannya akan menentukan pola kegiatan,
sikap, larangan, dan kewajiban mereka. Kedudukan dan peranan orang lansia
dalam masyarakat sangat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat. Kemunduran fisik yang menyebabkan orang menjadi tua,
sesungguhnya merupakan suatu fenomena biologis, tetapi pengaturan tentang
sistem, kedudukan (status), peranan dan fungsi sosial kelompok orang lansia
dalam keluarga dan komunitas adalah konstruksi budaya.
Memasuki masa lansia berarti memasuki kehidupan fisik dengan daya
tahan dan fungsi yang telah menurun. Bertambah tua berarti pula bertambah besar
kemungkinan menderita berbagai penyakit tua. Apabila seseorang memasuki usia
38
mulai berubah. Untuk itu, ia diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan
kondisinya ini.
Peran dan kedudukan lansia dalam keluarga dan masyarakat sangat
dipengaruhi oleh pandangan kebudayaan mengenai orang lanjut usia. Perbedaan
pandangan terhadap usia lanjut akan membuat sikap dan penghargaan terhadap
orang lansia akan berbeda dalam keluarga dan masyarakat. Dalam masyarakat
Jepang, konfrontasi langsung kepada yang lebih tua atau memperlihatkan emosi
langsung harus dihindarkan karena hal itu merupakan suatu socially disruptive
(menggangu atau merusak tatanan masyarakat). Orang yang marah kepada lansia
yang sakit dengan menunjukkan amarah akan menciptakan suatu ketegangan
besar dala