15 BAB II
FENOMENA KOREIKA SHAKAI
2.1 Pengertian Koreika Shakai
Menjadi tua bagi setiap manusia adalah suatu fase kehidupan yang tidak
bisa dihindari dan tidak terjadi secara drastis. Menua merupakan gejala universal
yang terjadi pada setiap orang. Pada fase ini, kekuatan fisik dan psikis menurun,
sehingga perlindungan dan perawatan dari pihak lain dibutuhkan untuk membantu
menjalankan aktifitas sehari-hari. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran
dan kelemahan seseorang baik terhadap dirinya, maupun saat berhubungan
dengan orang lain.
Penuaan datang pada setiap orang dengan kecepatan yang berbeda.
Naganuma (2006) mengatakan bahwa seseorang dikatakan menua saat ia merasa
dirinya menjadi tua (hlm. 25). Lebih lanjut ia mengatakan bahwa istilah tua atau
lanjut usia (lansia) merupakan batasan yang ambigu. Menurutnya, untuk
mengungkapkan usia lanjut “kita mengatakan tua dengan istilah oita untuk diri
sendiri, dan mengatakan ia telah menjadi tua dengan istilah roujin atau rougo
bila ditujukan pada orang lain. Istilah rounen, chuukounen dan koureisha lebih
formal dan kuno dibanding istilah otoshiyori, shirubaa, shinia dan erudaa yang
memberikan kesan kedekatan hubungan pada penggunanya” (hlm. 25-26). Dalam
penamaan fasilitas-fasilitas umum yang diperuntukkan untuk usia lanjut,
masyarakat Jepang sering menggunakan istilah silver, misalnya sirubaa siito
(silver-seat) yang berarti kursi untuk para lansia, atau shirubaa eeji (silver age)
16
Koreika shakai ditulis dengan kanji 高齢化社会 dimana Ko Berasal dari
kanji takai高い yang artinya tinggi, Rei berasal dari kanji yowai 齢 yang artinya
umur, Ka berasal dari kanji fukeru 化 け る yang artinya tumbuh menjadi
tinggi/meninggi, dan Shakai 社 会 memiliki arti masyarakat. Sehingga dapat
disimpulkan Koreika Shakai adalah peningkatan masyarakat berumur panjang.
Awalnya koreika shakai merupakan sesuatu yang membanggakan Negara Jepang
karena menunjukkan tingkat harapan hidup masyarakat Jepang yang tinggi
sehingga membuat orang-orang diluar Jepang berfikir bahwa orang-orang Jepang
memiliki kesadaran yang tinggi untuk hidup sehat. Namun, semakin lama koreika
shakai berubah menjadi suatu masalah yang cukup berpengaruh bagi Negara
Jepang itu sendiri. Hal ini dikarenakan tingkat harapan hidup masyarakat Jepang
tinggi sedangkan angka kelahiran di Jepang sangat rendah sehingga membuat
ketidakstabilan demografi kependudukan Jepang. Maka sekarang makna koreika
shakai telah mengalami perubahan menjadi sesuatu yg sedikit negative dan
menjadikannya sebagai suatu fenomena yang berkembang pada masyarakat
Jepang. Fenomena Koreika Shakai adalah peningkatan jumlah penduduk berusia
lanjut. Lebih tepatnya adalah pertumbuhan dengan peningkatan yang sangat tajam
pertahunnya dari penduduk yang berusia 65 tahun keatas dan merupakan
penduduk yang sudah tidak wajib lagi bekerja dan membayar uang pensiun serta
merupakan orang yang secara rutin mandapat asuransi perbulannya atau dapat
dikatakan sebagai warga yang sisa hidupnya akan dihidupi oleh Negara.
Jepang dikenal dengan Negara yang masyarakatnya memiliki umur yang
panjang. Bahkan apabila dibandingkan dengan Negara-negara lain, jepang
17
memiliki banyak tradisi-tradisi yang sudah melekat sejak lama yang berhubungan
dengan aktifitas sehari-hari masyarakat jepang dan membuat mereka memiliki
umur yang panjang, seperti contoh tradisi minum teh hijau, lebih memilih untuk
berjalan kaki dari pada menggunakan alat transportasi, dan lain-lain.
Maka dari itu tidak heran apabila jepang memiliki jumlah lansia yang
banyak dan sebagian besar masih bekerja dan mempunyai tingkat produktifitas
yang tidak kalah dari para kaum yang masih muda.
2.2 Sejarah Koreika Shakai
Istilah koureisha 高 齢 社 会 yang bermakna usia lanjut secara resmi
digunakan oleh pemerintah pada tahun 1996 dalam keputusan “Kourei Shakai
Seisaku Taikou” (Pokok Kebijakan Masyarakat Lansia) sebagai pengganti istilah
“chouju” (berumur panjang) dalam Chouju Shakai Seisaku Taiko (Pokok
Kebijakan Masyarakat Berumur Panjang) yang ditetapkan pada tahun 1986.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah koureika shakai ‘masyarakat lansia’
lebih sering digunakan untuk orang-orang yang berumur panjang dengan nuansa
yang lebih kompleks. Kekompleksan makna tersebut meliputi perawatan dan
perlindungan untuk mereka serta kekhawatiran akan beratnya beban yang harus
ditanggung dalam menjalankan penjagaan dan perlindungan terhadap penduduk
lansia di atas 65 tahun yang harus dipikul oleh masyarakat di sekitarnya.
Menurut Makizono Kiyoko ( 1993 : 448 ), sebuah negara dapat disebut
sebagai koureika shakai apabila persentase penduduk lansianya ( persentase
penduduk usia 65 tahun keatas dari seluruh jumlah penduduk ) mencapai 7 persen
18
penduduk usia produktif di atas 15 tahun di bawah 64 tahun) melewati sekitar
12,0. Jepang pada tahun 1970 persentase lansianya adalah 7 persen dan indeks
lansianya 12,0 pada tahun 1975. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jepang
menjadi koreika shakai sejak tahun 1970.
Peningkatan jumlah kaum lansia dapat ditinju dari sudut demografi.
Demografi menurut Ida Bagus Mantra (2002 : 2-3 ), yang mengutip pendapat
Philip M. Hauser dan Dudley Duncan, adalah ilmu yang mempelajari jumlah,
persebaran teritorial dan komposisi penduduk, serta perubahan-perubahan dan
sebab – sebab dari perubahan tersebut, yang biasanya timbul karena natalitas
(kelahiran), mortalitas ( kematian ), migrasi, dan mobilitas sosial (perubahan
Status). Komposisi penduduk suatu negara sangat dipengaruhi faktor-faktor di
atas. Begitu juga dengan jepang, komposisi penduduk Jepang ditinjau dari sudut
demografi berubah dengan cepat.
Penyebab terbesar dari bertambah besarnya jumlah penduduk yang menua
ditinjau dari sudut demografi disebabkan oleh menurunnya angka kelahiran dan
kematian. Menurunnya angka kematian menyebabkan meningkatnya persentase
orang yang mencapai usia tua, memperbesar piramida penduduk bagian atas.
Dengan sendirinya sedikit tingkat kelahiran dan kematian ini menyebabkan
meningkatnya penduduk yang menua.
Beberapa ahli demografi membagi usia lanjut ke dalam dua golongan, yaitu
golongan usia lanjut pertama yang terdiri atas usia 65-74 tahun, dan usia lanjut
kedua terdiri atas usia 75 tahun ke atas. Dalam beberapa buku laporan tahunan
tentang lansia ( Kourei Shakai Hakusho 2004-2006) yang diterbitkan pemerintah
19
(http://www8.cao.go.jp/kourei/whitepaper/html). Kelompok tersebut adalah lansia
berusia 65-74 tahun, usia 75-84 tahun dan usia 85 tahun ke atas. Dari kedua
pengelompokkan tersebut dapat dikatakan bahwa penduduk lanjut usia merujuk
pada orang-orang yang berusia di atas 65 tahun.
Pasca perang dunia II, penduduk warga Negara Jepang mulai memfokuskan
diri pada pembangunan Negara. Dalam masa pembangunan dan pemulihan
Negara, kesejahteraan masyarakat dengan sendirinya didapat sejalan dengan
majunya Negara Jepang menjadi salah satu Negara dengan perekonomian terkuat
nomor dua di Dunia. Kesejahteraan masyarakat salah satunya tercermin dengan
meningkatnya usia penduduk yang semakin bertambah seiring naiknya batas usia
produktif di jepang yang tadinya 60 tahun dinaikkan menjadi 65 tahun.
Seperti telah disebutkan di atas, sejak jepang dikatakan sebagai penduduk
koreika shakai muncullah masalah perawatan orang tua. Sejak tahun 1975, usia
harapan hidup orang jepang bertambah panjang, tingkat kesehatan yang
meningkat, dan jumlah orang tua lanjut usia yang memerlukan perawatan juga
meningkat. Masalah perawatan orang tua lanjut usia mulai menjadi wacana dalam
masyarakat dan memberikan dampak terhadap keluarga, lingkungan, serta
pemerintah.
20
Tabel 2.1 Perubahan Komposisi Penduduk Lansia (Katsumi, 1995 : 4 ; Statistik
21
Tabel 2.2 Perubahan Struktur Penduduk (Statistik dari Kementrian Kesejahteraan
Sosial)
Pada tabel diatas kelompok usia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu
penduduk usia muda (usia 0-19 tahun), penduduk usia produktif (usia 20-64
tahun), dan penduduk lansia usia di atas 65 tahun. Dalam tabel terlihat penduduk
usia muda mengalami penurunan, sebaliknya penduduk lansia bertambah, dan
diperkirakan setelah tahun 2010 penduduk lansia akan melampaui penduduk usia
22
Penduduk usia produktif bertambah sampai tahun 2000 yang berasal dari
generasi baby boom yang kedua, yaitu generasi yang lahir dari baby boom setelah
perang. Tambah lagi, diantara penduduk usia produktif jumlah yang menua pun
mengalami peningkatan ( penduduk usia 55 Tahun ke atas bertambah). Puncaknya
terjadi di tahun 2010, dimana diperkirakan 1 dari 4 penduduk usia produktif akan
berusia 55 tahun keatas. Selanjutnya, dengan meningkatnya kaum lansia ini, pada
tahun 1990 sebanyak 5,1 penduduk usia produktif menanggung beban satu orang
lansia, tahun 2000 dari 3,7 orang usia produktif menanggung beban satu orang,
dan tahun 2010 diperkirakan dari 2,7 orang usia produktif akan menanggung
beban satu orang, dan tahun 2020 dari 2,1 orang akan menanggung beban satu
orang. Dengan kata lain, mulai sekarang perkembangan usia produktif diiringi
dengan bertambahnya penduduk yang menua sehingga beban penduduk usia
produktif untuk menyokong penduduk lansia menjadi tinggi.
Gambar berikut menunjukan bentuk piramid penduduk jepang pada tahun
1998 dan perkiraan bentuk piramid penduduk pada tahun 2025. Pada gambar
piramid tersebut terlihat perubahan dimana terjadi perampingan bentuk piramid
usia 20-30-an pada tahun 2025, yaitu penduduk usia 20-30-an pada tahun 1998
telah berumur 50-60-an dan pertambahan penduduk usia 50 dan 70 tahun keatas
23
Gambar 2.2 Piramida Penduduk Jepang
Jumlah penduduk yang berusia di atas 75 tahun meningkat dengan cepat.
Pada tahun 2025, ketika generasi baby boom mencapai usia 75 tahun ke atas, rasio
penduduk yang berusia 75 tahun ke atas diperkirakan akan melampaui penduduk
yang berusia antara 65 dan 75 tahun. Tingkat penuaan lebih cepat terjadi pada
wanita dari pada pria. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel populasi penduduk
24
Tabel 2.3 Populasi Jepang Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
2.3 Penyebab Koreika Shakai
Koreika Shakai adalah peningkatan masyarakat berumur panjang/lansia.
Lebih tepatnya adalah pertumbuhan dengan peningkatan yang sangat tajam
pertahunnya dari penduduk yang berusia 65 tahun keatas dan merupakan
penduduk yang sudah tidak wajib lagi bekerja dan membayar uang pensiun serta
merupakan orang yang secara rutin mandapat asuransi perbulannya atau dapat
dikatakan sebagai warga yang sisa hidupnya akan dihidupi oleh Negara. Adapun
25
2.3.1 Shoshika shakai
Shoshika Shakai adalah Kekurangan generasi muda atau lebih tepatnya
menurunnya tingkat kelahiran bayi pertahun yang merupakan generasi muda
mendatang yang akan membangun Negara. Adapun penyebab dari Shosika Shakai
adalah :
Bankonka
Merupakan penundaan usia menikah oleh para wanita yang lebih memilih
untuk berkarir terlebih dahulu dari pada menikah. Bankonka sendiri merupakan
salah satu dampak negative yang diperoleh Jepang, dimana mengikuti kebudayaan
workaholic yang gila akan bekerja ini tentu perihal bankonka ini bukanlah hal
yang tak lazim. Tapi karena kebudayaan gila kerja yang merambah sangat meluas
di kalangan wanita inilah yang menjadi masalah, yang kemudian lambat laun
kebanyakan wanita mulai lebih mengutamakan karir mereka dan
mengesampingkan pikiran untuk membentuk keluarga baru. Walaupun begitu
keinginan mereka untuk memiliki pasangan memang ada tetapi tidak harus
menikah terlebih dahulu.
Tingkat perceraian yang tinggi
Hal ini jelas mempengaruhi pasangan-pasangan muda yang sudah siap
fisik dan material tetapi ternyata tidak siap mental karena isu-isu akan perceraian
26
hubungan saling melengkapi bak perkawinan tetapi sebenarnya mereka tidak
memiliki ikatan pernikahan.
Maraknya hubungan tanpa ikatan pernikahan
Hal ini menjadi salah satu sebab takutnya pasangan muda memiliki anak.
Karena takut akan malu yang dihadapi karena memiliki anak di luar pernikahan.
Dan hal ini jugalah yang menjadi sebab maraknya bankonka di kalangan generasi
muda sekarang. Mereka memiliki pasangan dan dapat hidup bersama tanpa harus
memiliki ikatan hubungan dalam pernikahan.
Mahalnya biaya memiliki anak
Karena biaya kelahiran tidak termasuk dalam asuransi kesehatan yang
dimiliki setiap warga Negara Jepang, maka mahalnya biaya kelahiran dan
perawatan anak menjadi alasan yang hampir selalu ditemui di masyarakat. Tetapi
ada pengecualian untuk kelahiran Caesar yang mendapatkan asuransi kesehatan
karena dianggap sebagai sebuah penyakit.
Tingkat natalitas yang sangat rendah.
Kebanyakan orang Jepang tidak ingin menikah dan tidak ingin mempunyai
anak. Kalaupun mereka menikah dan ingin mempunyai anak, mereka hanya
memutuskan untuk memiliki seorang anak saja. Karena jika memiliki lebih dari
satu anak akan memberatkan mereka. Ini dikarenakan biaya perawatan, biaya
27
Tidak ingin meninggalkan karier dan gaya hidup.
Para pemuda di Jepang cenderung mengulur waktu untuk menikah dan
mempunyai anak sebab mereka lebih mementingkan karir dan gaya hidup mereka.
Saat menikah dan mempunyai anak mereka tentu akan sedikit kesulitan dalam
mempertahankan karir mereka yang sudah dicapai dengan susah payah. Selain itu
gaya hidup pada masa muda juga pasti akan berubah seiring dengan adanya anak
sehingga mereka merasa harus menjadi orang tua sepenuhnya.
2.3.2 Tingkat mortalitas rendah
Adanya tingkat mortalitas atau tingkat kematian yang rendah menandakan
bahwa generasi lanjut usia tetap hidup panjang umur. Mereka yang lanjut usia
kebanyakan masih sehat dan bisa hidup sehingga kaum lanjut usia terus
menumpuk. Adapun beberapa penyebab tingkat mortalitas rendah adalah :
Gaya hidup sehat
Di Jepang makanan menjadi faktor penting untuk meningkatkan harapan
hidup. Makanan gaya Jepang baik untuk kesehatan dan mengandung banyak
nutrisi untuk i, memperlambat penuaan sel, rendah kalori, dan mengandung
zat-zat gizi penting. Karena apa yang mereka makan setiap hari sangat baik untuk
kesehatan, dan mereka masih membiasakan untuk berolah raga, itulah yang
menyebabkan mereka terlihat awet muda dan berumur panjang. Sering dijumpai
makanan Jepang yang disajikan mentah. Ini bukan dengan tidak beralasan. Selain
lebih segar, nutrisi makanan mentah dipastikan lebih tinggi daripada makanan
28
memerlukan bumbu yang banyak atau dimasak dalam waktu yang lama, dan
hampir semua vitamin dan nutrisi yang menjadikan tubuh tetap sehat tetap
terkandung di dalam makanan tersebut.
Pola pikir yang dinamis
Merupakan kesalahan besar jika berfikir kalau masa tua adalah masa untuk
bersantai, berbaring di tempat tidur dan menghabiskan waktu hanya dengan
menonton tv di rumah. Dengan kata lain, jika beranjak tua maka saat itulah
melakukan penarikan diri dari dunia yang aktif. Justru, di masa tua itulah
setidaknya orang tetap aktif dalam berinteraksi dengan orang-orang, menjalani
kehidupan yang membangkitkan semangat dan itu adalah salah satu cara untuk
bertahan hidup. Faktor penting bagi masyarakat yang berusia lanjut adalah sikap
optimis. Untuk tetap selalu sehat mereka berusaha untuk selalu bahagia. Misalnya
dengan rajin merawat kulit, berolahraga, membersihklan pikiran dengan tidak
menumpuk rasa stress. Dengan mempunyai pola pikir yang terbuka, sanggup
menerima perubahan dari luar, tidak memupuk rasa stres, dapat menghindarkan
mereka dari penyakit penyakit yang dapat merenggut nyawa mereka.
Kemajuan teknologi kesehatan
Kemajuan teknologi kesehatan di Jepang yang semakin canggih menjadi
salah satu faktor bertambah panjangnya usia harapan hidup di Jepang.
Dengan semakin canggihnya teknologi kesehatan sehingga semakin baik
29 2.4 Kasus – Kasus Koreika Shakai
Meningkatnya populasi lansia di Jepang menyebabkan munculnya
beberapa kasus sosial terkait dengan para lansia yang terjadi di masyarakat Jepang
seperti kodokushi, pemeliharaan lansia, dll. Salah satu kasus sosial yang sekarang
menjadi sorotan utama bagi pemerintah jepang adalah Kodokushi. Kodokushi
yang dalam bahasa Jepang tertulis 孤独死, dalam bahasa Inggris bisa diartikan
lonely-death, dan dalam bahasa Indonesia adalah mati kesepian. Kodokushi
merupakan fenomena masyarakat di Jepang yang dialami oleh penduduk lanjut
usia yang memilih hidup sendiri dan sampai saat ajal menjemputnya, ia meninggal
tanpa diketahui oleh siapapun. Tak jarang jasad orang yang mengalami kodokushi
baru ditemukan dalam jangka waktu berharihari bahkan sampai
berminggu-minggu dari waktu meninggalnya.
Peningkatan usia hidup di satu sisi menunjukan hal yang sangat positif,
akan tetapi hal ini ternyata menimbulkan problem sosial baru yaitu masalah
perawatan lansia. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Jepang mulai
beralih dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Hal ini berdampak
pada pola keluarga di Jepang yang semula menganut sistem keluarga luas
(dozoku) menjadi keluarga inti (kaku kazoku). Saat ini mayoritas keluarga di
Jepang hanya memiliki rata-rata satu sampai dua orang anak. Bahkan muncul
kecenderungan para wanita Jepang saat ini untuk tidak menikah demi karier atau
menikah namun tidak mau memiliki anak. Kondisi ini memicu masalah baru
berkaitan dengan perawatan lansia. Banyak lansia yang akhirnya terpaksa
ditempatkan di rumah jompo akibat tidak adanya sanak keluarga yang bisa
30
hidup sebatangkara karena ditinggal meninggal sanak keluarganya. Mereka
kemudian banyak yang mengalami depresi karena kesepian dan akhirnya
meninggal dunia.
Penyebab meningkatnya jumlah lansia yang hidup sendiri di Jepang dapat
dianalisis dari dua segi, yang pertama dari segi status perkawinan, misalnya tidak
menikah, ditinggal mati oleh pasangan hidup, dan perceraian. Segi yang kedua
adalah dari hubungan atau relasi yang terpisah, yakni banyak yang tidak hidup
bersama dengan anaknya (Fujimori 2010 : 41). Kondisi ini menyebabkan
mayoritas dari mereka mengalami depresi akibat kesepian. Banyak diantaranya
yang akhirnya mengalami ketergantungan alkohol. Sebagian lagi ditemukan
meninggal karena kelaparan, kekurangan gizi atau sakit lever. Mayoritas adalah
pria berusia 55 tahun-an. Jumlahnya hampir dua kali lipat wanita yang rata-rata
berusia 70 tahunan.
Banyak cara yang dilakukan para lansia di jepang untuk mengakhiri
hidupnya yang diakibatkan karena rasa kesepian. Beberapa diantaranya adalah
bunuh diri (jisatsu). Kasus-kasus bunuh diri (jisatsu) di Jepang juga merupakan
hal yang tidak bisa dilepaskan dengan masalah kodokushi. Di dalam kasus-kasus
kodokushi yang ditemukan, banyak yang merupakan kasus bunuh diri. Kasus
bunuh diri di Jepang sendiri mengalami peningkatan sejak 1998. Kenaikannya
melonjak tajam dari hanya 23.000 kasus di tahun 1997 melonjak menjadi 30.000
kasus di tahun berikutnya.
Beberapa faktor dianggap sebagai pemicunya di antaranya adalah
industrialisasi. Industrialisasi mendorong kaum muda di Jepang melakukan
31
meyebabkan desa kekurangan tenaga muda. Yang tertinggal hanyalah para lansia
yang hidup sendiri tanpa sanak keluarga. Strukutur keluarga pun mengalami
perubahan yakni dari keluarga luas (dozoku) menjadi keluarga inti (kaku
kazoku). Hal ini menyebabkan banyak lansia yang harus tinggal terpisah dengan
anak-anak mereka. Mereka menjalani hari tua sendiri dan kesepian. Kasus
kodokushi terbanyak terjadi pada laki-laki berusia 50 sampai 60 tahun yang hidup
sendiri tanpa keluarga, pekerjaan dan tujuan hidup. Pada wanita biasanya terjadi