• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Make A Match terhadap Prestasi Belajar IPA pada Siswa Kelas III SD Negeri Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Make A Match terhadap Prestasi Belajar IPA pada Siswa Kelas III SD Negeri Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tah"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 2.1.1 Pengertian IPA

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah. IPA merupakan mata pelajaran yang berhubungan dengan fenomena yang terjadi di alam. Dengan mempelajari seluk beluk alam dan fenomenanya siswa diharapkan mampu memahami manfaat alam dalam kehidupan sehari-hari dan dapat bermanfaat bagi siswa dalam menjalani kehidupannya. Menurut Depdiknas (2006: 443), “IPA berkaitan dengan bagaimana siswa mencari tahu fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekumpulan pengetahuan yang harus dihafal siswa, melainkan siswa juga harus memiliki kemampuan proses penemuan (discovery).” IPA pada hakikatnya bermula dari rasa keingintahuan manusia secara kodrati terhadap apa yang ada disekelilingnya (alam). Secara khsusus siswa disekolah juga memiliki rasa ingin tahu tentang fenomena alam yang seharusnya diarahkan dengan benar supaya berlangsung secara sistematis dan tidak terjadi miskonsepsi. Penggalian keingintahuan siswa dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya metode eksperimen, demonstrasi, membaca artikel, mendeskripsikan fenomena alam yang ada di sekitarnya dan lain-lain dengan tujuan siswa dapat menemukan konsep dan pola sendiri secara konstruktif.

(2)

dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengembangkan berbagai nilai yang terkandung dalam dimensi Pendidikan IPA.

Uraian diatas sudah sangat jelas memberikan pemahaman bahwa IPA sesungguhnya merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari segala macam fenomena yang terjadi di alam. Pengetahuan IPA muncul karena manusia secara kodrati ingin mencari tahu alasan atas fenomena-fenomena yang terjadi di alam yang merupakan tempat tinggal manusia. Dengan demikian jelaslah bahwa IPA tidak hanya sebagai sekumpulan pengetahuan yang harus dihafalkan tetapi manusia dalam mempelajari IPA juga harus mempunyai keahlian untuk menemukan sendiri sehingga dengan kemampuan menemukan itulah manusia akan lebih bisa untuk memaknai suatu fenomena yang sedang terjadi. IPA merupakan pengetahuan mempunyai kebenaran melalui metode ilmiah baik secara induktif ataupun deduktif, dengan ciri: objektif, metodik, sistimatis, dan universal.

2.1.2 Pembelajaran IPA

(3)

Ilmu pengetahuan sebagai sikap merupakan ilmu yang digunakan dalam mata pelajaran IPA untuk mengembangkan sikap ilmiah.

Berdasarkan urian diatas dapat dipahami bahwa pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang berdasar pada prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap siswa terhadap konsep-konsep IPA. Pembelajaran IPA di sekolah dasar akan lebih baik apabila dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan hafalan terhadap konsep IPA. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut, pembelajaran IPA akan lebih bermakna bagi siswa karena siswa akan memperoleh pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikian akan menumbuhkan sikap ilmiah siswa yang dimulai dari merumuskan masalah, menarik kesimpulan, sehingga siswa mampu untuk berfikir kritis melalui pembelajaran IPA.

2.1.3 Tujuan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar

Pembelajaran sains di sekolah dasar dikenal dengan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Konsep IPA di sekolah dasar merupakan konsep yang masih terpadu, karena belum dipisahkan secara tersendiri, seperti mata pelajaran kimia, biologi, dan fisika.

(4)

Pada hakikatnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari segala macam fenomena yang terjadi di alam. Pembelajaran IPA di sekolah dasar bertujuan agar siswa dapat mengetahui dan mempelajari berbagai fenomena yang terjadi di alam serta bertujuan agar siswa dapat mencarai dan mengetahui alasan mengapa suatu fenomena itu bisa terjadi. Maka pembelajaran IPA akan dirasa lebih dipahami oleh siswa apablia pembelajaran dilakukan dengan keikutsertaan siswa secara langsung dalam melakukan penyelidikan sederhana terhadap suatu hal dan bukan hafalan terhadap konsep IPA. Dengan keikutsertaan siswa secara langsung dalam melakukan penyelidikan sederhana tersebut maka siswa dapat melatih dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan terhadap suatu konsep maupun fenomena alam yang terjadi di sekitar. Dengan diasah dan dilatihnya keterampilan siswa itulah diharapkan siswa dapat memanfaatkan pengetahuan yang didapatnya dan kemudian dapat diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.

2.2 Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 251) mengatakan “prestasi belajar sebagai pengenalan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru”. Tulus, Tu’u (2004: 75) mengatakan “prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru”. Menurut Sukmadinata (2003: 58) prestasi belajar merupakan pemberian balikan atas kecakapan-kecakapan potensi yang dimiliki oleh siswa berdasarkan tingkat penguasaan materi pelajaran yang dilambangkan dengan angka maupun huruf. Menurut Syakira (2009: 43) prestasi belajar itu dipengaruhi oleh beberapa

(5)

Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa prestasi belajar adalah suatu output yang merupakan suatu bukti keberhasilan proses yang diperoleh dari diri seseorang individu setelah melalui berbagai pembelajaran dalam suatu interaksi. Prestasi belajar adalah sebagai proses perubahan tingkah perilaku yang ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan dan sikap sebagai hasil dari seseorang dalam melakukan kegiatan pada proses pembelajaran dan terjadi karena latihan dan pengalaman. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi siswa.

Sekolah merupakan lembaga formal di dalam pendidikan, di dalam pendidikan formal belajar menunjukkan adanya perubahan yang bersifat positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan, dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai berapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian. Penilaian terhadap hasil belajar seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana telah mencapai sasaran belajar yang ditentukan inilah yang disebut sebagai prestasi belajar. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar sehingga peranan prestasi belajar sangatlah penting untuk memotivasi siswa dalam belajar.

2.3 Model Cooperative Learning

2.3.1 Pengertian Model Cooperative Learning

(6)

Solihatin dan Raharjo (2005: 4), mengatakan bahwa “cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri”. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok. Sedangkan menurut Sanjaya (2006: 239), “cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dlam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan”.

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasan materi pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari coopertive learning.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat kita ketahui bahwa model pembelajaran cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang menekankan kepada pembelajaran secara berkelompok. Pembelajaran secara berkelompok sendiri dianggap sebagai pembelajaran yang bisa membuat anggota di dalam kelompok tersebut menjadi aktif. Karena, model pembelajaran ini menuntut setiap anggota kelompok untuk terlibat langsung dalam interaksi yang terjadi antar anggota kelompok. Interaksi yang terjadi di dalam kelompok tersebut dapat melatih tingkat intelegensi antar anggota kelompok. Tingkat intelegensi antar anggota kelompok berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai orang. Interaksi kelompok dalam interaksi pembelajaran koopertaif, bertujuan mengembangkan keterampilan sosial, keterampilan sosial yang dimaksud adalah kecakapan berkomunikasi, kecakapan bekerja kooperatif dan kolaboratif, serta solidaritas.

(7)

lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa dapat menjadi lebih peduli kepada teman-temannya dan diantara mereka akan terjadi ketergantungan positif di dalam proses belajar mereka. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda karena siswa sudah terbiasa untuk belajar bersama-sama dengan siswa lain di dalam kelompok yang berasal dari latar belakang yang berbeda dengan dirinya. Dengan sikap seperti itu, maka di masa yang akan datang siswa akan siap untuk dihadapkan dalam era dimana siswa akan dituntut untuk dapat bekerja sama didalam kelompok yang memiliki perbedaan latar belakang setiap individunya. 2.3.2 Langkah-langkah Cooperative Learning

(8)

kelompok tentang materi yang telah dipelajari atau kelompok menyajikan hasil-hasil pekerjaan mereka.

6. Memberikan penghargaan.

Guru memberikan contoh cara menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.

Langkah-langkah dalam pembelajaran cooperative learning dapat membantu guru dan memberikan tuntunan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan cooperatif learning. Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif dibagi menjadi 6 fase. Fase pertama, guru mengklarisifikasi maksud pembelajaran kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena peserta didik harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran. Fase kedua, guru menyampaikan informasi kepada peserta didik, di dalam fase kedua ini guru menyampaikan informasi berupa materi yang akan diberiakn kepada peserta didik baik dengan peragaan maupun teks. Fase ketiga, di dalam fase ketiga guru membagi siswa kedalam kelompok-kelompok dan menjelaskan bahwa peserta didik harus saling bekerjasama di dalam kelompok, guru harus mengontrol setiap kelompok tidak menggantungkan tugas kelompok kepada individu lainnya. Fase keempat, guru mendampingi kelompok-kelompok kecil untuk memberikan arahan dan petunjuk tentang tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Fase kelima, guru mrlakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi yang konsisten dengan tujuan pembelajaran. Fase keenam, guru memberikan penghargaan kepada siswa yang dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan oleh guru dengan tepat dan dalam waktu yang telah ditentukan.

2.3.3 Kelebihan dan kekurangan Model Cooperative Learning

(9)

kelemahan-kelemahan model cooperative learning yaitu guru harus lebih mempersiapkan pembelajaran secara matang baik itu tenaga, pemikiran, maupun waktu, selain itu juga dibutuhkan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadahi agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.

Dari beberapa paparan diatas yang menjelaskan tentang kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran cooperative learning dapat dilihat bahwa ada banyak kelebihan yang diberikan oleh model pembelajaran ini yang tentunya sangat bermanfaat pada saat pembelajan berlangsung dan juga manfaat bagi diri siswa sendiri apabila guru menggunakan model ini pada saat pembelajaran berlangsung. Namun disamping ada kelebihan, di model pembelajaran ini terdapat juga kelemahannya, sebenarnya tidak menutup kemungkinan untuk meminimaliskan beberapa kelemahan di dalam model pembelajaran ini tergantung dari pembawaan guru di dalam kelas dan juga kekreatifan guru dalam menuangkan ide-idenya untuk dikolaborasikan dengan model pembelajaran cooperative learning tersebut.

2.3.4 Pembelajaran Make a Match

(10)

Pembelajaran kooperatif tipe make a match merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif tipe make a match bertujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kerjasama berpasangan, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama. Jadi, dalam pembelajaran kooperatif tipe make a match siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif akan mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa make a match adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan teknik mencari pasangan. Make a match sendiri dilaksanakan dengan membagi siswa-siswa ke dalam 2 kelompok besar masing-masing kelompok diberikan kartu soal dan jawaban. Kelompok pertama adalah kelompok yang diberi kartu soal, dan kelompok kedua adalah kelompok yang diberi kartu jawaban. Masing-masing anggota dari kelompok tersebut harus mencari pasangan mereka, kelompok soal harus mencari jawaban dari soal itu, dan kelompok jawaban juga harus mencari soal dari jawaban yang mereka punya. Masing-masing anggota harus mencari pasangan mereka dalam waktu yang ditentukan oleh guru. Mereka yang sudah berhasil menemukan pasangan diminta guru untuk menunjukkan pasangan dari soal dan jawaban yang mereka punya kedepan kelas agar teman yang belum berhasil dalam mencari pasangan juga dapat mengetahui pasangan dari soal dan jawaban.

2.3.5 Langkah-langkah Make a Match

Make a match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode

dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curent. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.

(11)

yang harus dilaksanakan, yang pertama guru menyiapkan kartu-kartu yang berisi kartu soal dan kartu jawaban, kemudian siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya, setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapatkan kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya, kemudian diakhir pembelajaran guru menarik kesimpulan.

Sedangkan menurut Agus Suprijono (2010: 95) , dalam make a match terdapat lima tahao yaitu organizing, make a match, questioning, answering, dan evaluating. Dalam organizing, guru membuka pelajaran, memberikan motivasi, apersepsi dan menjelaskan tujuan pembelajaran. Dalam tahap questioning guru memberikan pertanyaan untuk dijawab oleh kelompok. Dalam tahap answering siswa mendiskusikan jawaban dan memberikan jawaban kepada penilai. Dalam tahap evaluating guru memberikan kesimpulan pada materi, meluruskan pemahaman, pemberian penghargaan kepada kelompok, menutup pelajaran, serta memberikan tugas maupun tes kepada siswa.

Make a match adalah pembelajaran yang mengharuskan guru mempersiapkan kartu-kartu yang berupa kartu jawaban dan kartu soal. Setelah kartu-kartu tersebut siap guru membagi murid menjadi dua kelompok, kelompok pertama adalah kelompok jawaban dan diberi kartu jawaban, kelompok kedua adalah kelompok soal dan diberi kartu soal. Setelah guru membagi kelompok, guru memulai pembelajaran make a match dengan membunyikan peluit sebagai tanda agar kelompok pertama maupun kelompok kedua saling bergerak untuk bertemu mencari pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok sebelum waktu yang ditentukan habis. Anggota kelompok yang sudah bisa menemukan pasangannya diminta untuk mempresentasikan jawaban dan soal dari pasangan yang mereka cari. Kelompok yang sudah bisa mencari pasangan sebelum waktu yang ditentukan akan diberikan penghargaan oleh guru. Di akhir pembelajaran guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonfirmasi hal-hal yang masih belum diketahui oleh siswa, dan guru bersama dengan siswa menyimpulkan pembelajaran pada hari itu.

2.3.6 Kelebihan dan Kekurangan Make a Match

(12)

model pembelajaran. Begitu juga dengan strategi pembelajaran make a match yang juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Miftahul, Huda (2014: 253) mengemukakan beberapa kelebihan dari strategi pembelajaran make a match, diantaranya adalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa karena metode yang digunakan menyenangkan, selain itu juga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu materi ajar, dan efektif untuk melatih keberanian siswa saat presentasi dan membuat siswa untuk lebih dapat menghargai waktu.

Sedangakan kelemahan dari strategi pembelajaran make a match adalah guru harus senantiasa mempersiapkan strategi ini dengan baik agar tidak banyak waktu yang terbuang saat pembelajaran berlangsung, guru juga harus mengarahkan perhatian siswa dengan baik saat presentasi pasangan, dan guru juga harus berhati-hati dan bijaksana saat memberikan hukuman pada siswa yang tidak mrndapatkan pasangan, karena siswa bisa malu jika guru salah dalam memberikan hukuman.

Berdasarkan kelebihan tersebut model pembelajaran kooperatif tipe make a match efektif untuk digunakan dalam pembelajaran khususnya dalam mata pelajaran IPA, karena dalam mata pelajaran IPA tidak hanya sebagai sekumpulan pengetahuan yang harus dihafalkan, tetapi juga harus mempunyai keahlian untuk menemukan sendiri dan harus bisa untuk memaknai suatu fenomena yang sedang terjadi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa model pembelajaran kooperatif tipe make a match sangat cocok untuk digunakan dalam pelajaran IPA karena sesuai dengan kelebihan dari model tersebut terhadap mata pelajaran yaitu pembelajaran IPA mengharapkan manusia tidak hanya untuk menghafalkan suatu pengetahuan tetapi juga harus bisa menemukan sendiri suatu fenomena yang terjadi, melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan pemahaman siswa dalam materi yang diajarkan karena metodenya menyenangkan sehingga efektif untuk melatih kedisiplinan siswa dalam menghargai waktu dan untuk melatih keberanian siswa untuk berbicara didepan umum.

2.4 Penelitian yang Relevan

(13)

siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar. Di dalam penelitian tersenut, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh terhadap hasil belajar siswa dengan penggunaan model pembelajaran make a match. Hasil belajar yang diperoleh lebih baik dibanding pembelajaran tanpa model make a match yaitu rata-rata nilai post test kelas eksperimen adalah 85,17 sedangkan rata-rtaa nilai post tes kelas kontrol adalah 77,93.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Esti Parwanti (2012) bertujuan untuk mengetahui pengaruh positif dan signifikan dengan menggunakan model pembelajaran make a match dengan media gambar dalam pembelajaran IPA. Di dalam penelitian tersebut, hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen sebesar 65,28 lebih besar daripada rata-rata skor hasil belajar siswa pada kelompok kontrol sebesar 55,28.

Dari kedua penelitian tersebut dapat dilihat bahwa model pembelajaran cooperative learning terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekolah

dasar. Dengan alasan tersebut, dapat dijadikan landasan atau dasar yang cukup untuk juga menggunakan model pembelajaran cooperative learning dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dalam penelitian yang akan dilaksanakan diwaktu yang akan datang, karena dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan model pembelajaran cooperative learning dengan tipe make a match yang tentunya dalam penelitian ini pembelajaran yang disajikan akan berbeda dengan model pembelajaran yang dilakukan oleh guru, pembelajaran yang akan disajikan adalah pembelajaran yang menarik bagi siswa, yang tentunya akan melibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran, karena dalam pembelajaran yang akan dilakukan akan menggunakan alat peraga visual yang berfungsi untuk mengkonkretkan materi yang diajarkan, selain itu dalam pembelajaran juga akan dilakukukan praktikum IPA yang dilakukan secara berkelompok yang mana dengan melakukan praktikum tersebut diharapkan siswa akan menjadi lebih faham akan suatu materi yang diajarkan.

2.5 Kerangka Pikir

(14)

dalam menyampaikan materi pembelajaran yang menyebabkan siswa menjadi pasif karena di dalam pembelajaran siswa tidak berperan aktif dan hanya diminta untuk menghafalkan suatu materi saja. Selain itu siswa juga tidak dapat menangkap penjelasan dari guru secara maksimal karena siswa merasa bosan saat pembelajaran sedang berlangsung sehingga menyebabkan kurangnya daya konsentrasi.

Berdasarkan alasan yang menyebabkan ketidakberhasilan dalam pencapaian prestasi belajar IPA sesuai KKM yang ditentukan, sudah seharusnya seorang guru melakukan tindakan untuk dapat meningkatkan prestasi siswa terhadap pelajaran IPA. Sudah saatnya bagi guru untuk melakukan perubahan dalam pembelajaran, orientasi pembelajaran dengan mengedepankan teacher oriented perlu diubah dengan mengarah pada student oriented, model pembelajaran konvensional yang dipakai oleh guru sudah saatnya diubah dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif. Model pembelajaran kooperatif make a match proses pembelajarannya tidak harus belajar dari guru kepada siswa, melainkan siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya, selain itu dengan menerapkan model pembelajaran ini pembelajarannya akan menyenangkan bila diterapkan dalam pembelajaran dan bisa membuat siswa menjadi semangat dan antusias dalam mengikuti pelajaran. Pembelajaran secara menyenangkan bagi siswa dapat memberikan pengaruh pada prestasi belajar siswa, siswa dapat menjadi aktif dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu materi yang diajarkan kepada siswa, dan juga akan meningkatkan motivasi belajar siswa.

(15)

dari pembelajaran ini sangat menyenangkan sehingga dengan keadaan seperti itu diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar IPA dengan memenuhi KKM yang sudah ditentukan.

Dari paparan diatas, diharapkan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match dapat memberikan pengaruh dalam meniningkatkan prestasi belajar IPA. Keuntungan dari beberapa model pembelajaran ini adalah bahwa siswa memiliki kesempatan secara bebas untuk bereksplorasi pada materi pelajaran, disamping itu siswa juga diberikan kesempatan untuk membagi pengetahuannya dengan rekan siswa yang lain melalui kerjasama diantara mereka dalam kelompok kerja.

2.6 Hipotesis Penelitian

Sehubungan dengan masalah dan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Ho: Tidak ada pengaruh penggunaan Model Pembelajaran Cooperative

Learning tipe Make a Match terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas

III SDN Karangtengah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015.

H1: Ada pengaruh penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Learning

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka memberikan arah dan tujuan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah sesuai dengan visi misi Gubernur berdasarkan Undang-Undang Nomor

[r]

B   Informasi merupakan kebutuhan sehari- hari, sehingga harus tersedia secara. cepat, mudah,

a) Akar Imajiner, dapat terjadi jika " nilai diskriminannya kurang dari 0 (D < 0), maka persamaan kuadrat, tidak mempunyai dua akar imajiner ". b) Determinan, yang

 Ikatan Logam adalah disebut golongan I karena bervalensi I, Pada Kristal logam atom-atom nya membentuk suatu ikatan yang dikenal dengan nama ikatan logam, misaln nya padan Na,

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda, serta Penyediaan Prasarana dan Sarana Kepemudaan (Lembaran Negara Republik

[r]

Apabila perhitungan tidak memenuhi syarat, maka dapat diperbaiki dengan cara menggeser letak muatan yang telah direncanakan sebelumnya pada gambar rencana umum