• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETERPADUAN PASAR KUBIS ANTARA PASAR NGASEM KECAMATAN BANDUNGAN DENGAN PASAR UNGARAN KABUPATEN SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KETERPADUAN PASAR KUBIS ANTARA PASAR NGASEM KECAMATAN BANDUNGAN DENGAN PASAR UNGARAN KABUPATEN SEMARANG"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

ANALISIS KETERPADUAN PASAR KUBIS ANTARA

PASAR NGASEM KECAMATAN BANDUNGAN DENGAN

PASAR UNGARAN KABUPATEN SEMARANG

SKRIPSI

Oleh:

LUKAS SETYO D

H0306072

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

ANALISIS KETERPADUAN PASAR KUBIS ANTARA

PASAR NGASEM KECAMATAN BANDUNGAN DENGAN

PASAR UNGARAN KABUPATEN SEMARANG

yang dipersiapkan dan disusun oleh Lukas Setyo D

H 0306072

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 28 April 2011 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua Anggota I Anggota II

Setyowati, SP, MP

NIP. 19670331 199303 2 001

Mei Tri Sundari, SP, Msi

NIP. 19780503 200501 2 002

Ir. Sugiharti Mulya H, MP

NIP. 19650626 199003 2 001

Surakarta, Mei 2011

Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

(3)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas berkat serta limpahan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripisi ini dengan baik. Skripsi ini sebagai syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripisi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Sebelas Maret surakarta.

2. Bapak Ir. Agustono, MSi. selaku Ketua Jurusan / Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian / Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret surakarta.

3. Ibu Setyowati,SP, MP selaku Pembimbing Utama atas bimbingan dan arahan selama menyelesaikan tugas akhir ini

4. Ibu Mei Tri Sundari,SP, MSi selaku Pembimbing Pendamping atas bimbingan dan arahannya selama ini.

5. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP selaku dosen Penguji yang telah bersedia memberikan bimbingan dan arahan.

6. Kedua orang tua tercinta, Ayah (Alm) dan Ibu yang telah memberikan cinta, kasih sayang, pengorbanan, dukungan, semangat dan inspirasi dalam hidup saya.

7. Semua kakakku tercinta, Mbak Setyo dan Mas Wawang, Mbak Putri dan Mas Heri serta Ksenya keponakanku.

8. Adikku Gabriel terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.

9. Sahabatku disaat suka dan duka Finza, atas persahabatan yang telah terlalui selama ini terangkai indah selama ini.

10.Seluruh teman-teman KMK atas segala dukungan yang telah diberikan selama ini.

(4)

commit to user

iv

12.Semua pihak yang telah memberi bantuan kepada penyusun baik moril maupun spiritual hingga tersusunnya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang mendukung dari semua pihak untuk kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Februari 2011

(5)

commit to user

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR. ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

RINGKASAN ... xi

SUMMARY ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Penelitian Terdahulu ... 9

B. Landasan Teori ... 10

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 19

D. Hipotesa ... 24

E. Definisi Operasional Pengukuran Variabel ... 24

F. Pembatasan Masalah ... 24

G. Asumsi ... 26

III.METODE PENELITIAN ... 27

A. Metode Dasar Penelitian ... 27

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ... 27

C. Metode pengumpulan Data ………. ... 28

1. Jenis dan Sumber Data. ... 28

2. Teknik Pengumpulan Data ... 28

D. Metode Analisis Data ... 29

1. Analisis Keterpaduan Pasar ... 29

2. Pengujian Model ... 30

3. Pengujian Asumsi Klasik ... 32

IV.KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 34

A. Keadaan Alam Kabupaten Semarang dan Kecamatan Bandungan ... 34

(6)

commit to user

vi

2. Topografi Daerah ... 34

3. Keadaan Iklim ... 35

B. Keadaan Penduduk Kabupaten Semarang dan Kecamatan Bandungan... ... 37

1. Keadaan Penduduk Menurut Umur ... 37

2. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan ... 39

3. Keadaan Penduduk Menurut Mata pencaharian ... 41

C. Keadaan Pertanian Kabupaten Semarang dan Kecamatan Bandungan... ... 44

1. Tata Guna Lahan Pertanian ... 44

2. Produk Pertanian ... 45

D. Keadaan Perekonomian ... 47

V. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Analisis Hasil ... 50

1. Perkembangan Harga Kubis ... 50

a.Perkembangan Harga Kubis di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan... ... 51

b.Perkembangan Harga Kubis di Pasar Ungaran Kabupaten Semarang... ... 54

c.Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang Bulan Januari 2008 – Oktober 2009 ……… ... 57

2. Analisis Keterpaduan Pasar Kubis ... 59

3. Pengujian Model ... 59

a.Uji F... ... 60

b.Uji Adjusted R2... ... 60

c.Uji t... ... 61

4. Pengujian Asumsi Klasik ... 62

a.Multikolinearitas... ... 62

b.Heteroskedastisitas... ... 62

c.Autukorelasi... ... 63

B. Pembahasan ... 64

VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA

(7)

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Kandungan Gizi Dalam Tanaman Kubis ... 3 2. Luas Panen Dan Produksi Kubis Di Kabupaten Semarang

Tahun 2004-2008 ... 4 3. Keadaan Harga Tingkat Produsen Dan Konsumen Kubis

Bulan Januari-Desember 2009 Di Pasar Ngasem Kecamatan

Bandungan Dan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang ... 6 4. Kandungan Zat Gizi Dalam Kubis Per 100 Gram Bahan

Segar ... 13 5. Luas Panen Produktivitas Dan Produksi Kubis Menurut

Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2008 ... 27 6. Rata-Rata Curah Hujan Dan Jumlah Hari Hujan Menurut

Bulan Di Kabupaten Semarang Pada Tahun 2008 ... 36 7. Jumlah Penduduk Dan Persentase Penduduk Menurut

Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Semarang

Tahun 2008 ... 37 8. Jumlah Penduduk Dan Persentase Penduduk Menurut

Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di Kecamatan

Bandungan Tahun 2008 ... 38 9. Keadaan Penduduk Di Kabupaten Semarang Menurut

Pendidikan Tahun 2008 ... 39 10. Keadaan Penduduk Di Kecamatan Bandungan Menurut

Pendidikan Tahun 2008 ... 40 11. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di

Kabupaten Semarang Tahun 2008 ... 42 12. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di

Kecamatan Bandungan Tahun 2008 ... 43 13. Luas Penggunaan Lahan Di Kabupaten Semarang Pada

Tahun 2008 ... 44 14. Luas Penggunaan Lahan Di Kecamatan Bandungan Pada

Tahun 2008 ... 45 15. Luas Panen, Produksi Dan Produktivitas Tanaman Padi Dan

Tanaman Hortikultura Di Kabupaten Semarang Tahun 2008 ... 47 16. Luas Panen, Produksi Dan Produktivitas Tanaman Padi Dan

(8)

commit to user

viii

17. Lembaga Perekonomian Di Kabupaten Semarang Pada

Tahun 2008 ... 49 18. Lembaga Perekonomian Di Kecamatan Bandungan Pada

Tahun 2008 ... 50 19. Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem Kecamatan

Bandungan Pada Bulan Januari 2008 Sampai Dengan

Oktober 2009 ... 53 20. Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ungaran Kabupaten

Semarang Pada Bulan Januari 2008 Sampai Dengan Oktober

2009 ... 56 21. Hasil Analisis Regresi Keterpaduan Pasar Ngasem

Kecamatan Bandungan – Pasar Ungaran Kabupaten

(9)

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Skema Kerangka Berpikir Dalam Penelitian ... 23 2. Grafik Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem

Kecamatan Bandungan Pada Bulan Januari 2008 - Oktober

2009 ... 53 3. Grafik Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ungaran

Kabupaten Semarang Pada Bulan Januari 2008 - Oktober

2009 ... 56 4. Grafik Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem

Kecamatan Bandungan Dan Pasar Ungaran Kabupaten

(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan Pada Bulan Januari 2008 Sampai Dengan

Oktober 2009 ... 71 2. Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ungaran Kabupaten

Semarang Pada Bulan Januari 2008 Sampai Dengan Oktober

2009 ... 72 3. Nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) Umum di Kabupaten

Semarang Januari 2008-Oktober 2009 ... 73 4. Kuisioner Penelitian Skripsiuntuk Pedagang Sayur Kubis Di

Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan ... 74 5. Kuisioner Penelitian Skripsiuntuk Pedagang Sayur Kubis Di

Pasar Ungaran Kabupaten Semarang ... 75 6. Data Analisis Regresi Keterpaduan Pasar Ngasem dengan

(11)

ANALISIS KETERPADUAN PASAR KUBIS ANTARA PASAR NGASEM KECAMATAN BANDUNGAN DENGAN PASAR UNGARAN KABUPATEN SEMARANG

Lukas Setyo Daryono1

Setyowati, SP. MP.2 dan Mei Tri Sundari, SP. MSi.3 ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Untuk mengkaji tingkat keterpaduan pasar komoditas kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang serta untuk mengkaji variabel apa sajakah yang mempengaruhi pembentukan harga kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang.

Metode dasar penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling), yaitu Pasar Ngasem sebagai pasar produsen (lokal) dan Pasar Ungaran sebagai pasar konsumen (acuan). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis keterpaduan pasar dengan IMC, pengujian model dengan uji R2, uji F, dan uji t serta pengujian asumsi klasik dengan uji multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terjadi keterpaduan pasar antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang dalam jangka pendek. Hal ini terlihat dari nilai IMC sebesar nol(0), yang artinya bahwa informasi tentang perubahan harga yang terjadi di Pasar Ungaran Kabupaten Semarang tidak ditransmisikan ke Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan. Dari ketiga variabel yang diteliti, variabel yang berpengaruh adalah variabel harga kubis pada bulan yang lalu yang terjadi di Pasar Ungaran (HAt-1) dan Selisih harga kubis di Pasar Ungaran pada waktu sekarang dengan waktu yang lalu(HAt-HAt-1). Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak terjadinya keterpaduan pasar antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang ialah Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak terjadinya keterpaduan pasar antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang ialah kurang lengkapnya berbagai sarana dan prasarana yang menunjang pemberian informasi baik bagi pedagang, petani ataupun masyarakat sebagai konsumen, kurangnya kerjasama koordinasi kedua pasar tersebut antara kedua dinas yang terkait, adanya lembaga-lembaga pemasaran yang terkait dalam distribusi sayuran kubis, serta adanya persaingan harga kubis yang berasal dari daerah lain di kedua pasar tersebut.

Kata Kunci : Keterpaduan Pasar, Kubis

Keterangan :

1.Mahasiswa Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H 0306072

2. Dosen Pembimbing Utama

(12)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kontribusi hortikultura terhadap manusia dan lingkungan cukup besar. Manfaat produk hortikultura bagi manusia diantaranya adalah sebagai sumber pangan dan gizi, pendapatan keluarga, pendapatan negara, sedangkan bagi lingkungan adalah memiliki nilai estetikanya, konservasi genetik sekaligus sebagai penyangga kelestarian alam. Pertumbuhan jasmani yang normal membutuhkan pangan yang cukup bergizi. Buah-buahan dan sayuran mengandung cukup banyak pangan protein maupun vitamin serta mineral. Protein hewani harganya sangat mahal, hingga tidak terjangkau oleh kebanyakan penduduk Indonesia. Karena itu sayuran dan buah-buahan diharapkan dapat berperan lebih menonjol, mengingat disamping harganya yang relatif terjangkau juga lebih mudah diperoleh. Meningkatnya konsumsi sayuran dan buah-buahan penduduk Indonesia bukan hanya disebabkan oleh peningkatan pendapatan keluarga, namun juga oleh bertambahnya pengetahuan masyarakat tentang gizi keluarga (Ashari, 1995)

Dewasa ini lebih dari empat ratus jenis buah-buahan dan berbagai jenis varietas sayuran yang dihasilkan di Indonesia menyumbang sebagian besar keanekaragaman dan kecukupan gizi rakyat. Buah-buahan dan sayuran memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai sumber pangan. Hal ini terlihat dari perdagangan sayuran dan buah antar negara, sehingga mampu memberikan devisa bagi negara. Selain itu buah maupun sayuran masih memiliki pangsa pasar yang luas dan berpotensi baik untuk dikembangkan, hal ini dikarenakan kebutuhan akan sayuran dan buah oleh manusia yang semakin bertambah jumlahnya (Soekartawi, 1993)

Dalam dunia pertanian yang semakin berkembang pesat, termasuk pengetahuan tanaman sayuran pun juga mengalami kemajuan. Jenis tanaman sayuran yang bernilai ekonomis tinggi hingga kini masih mendapat tempat di hati para petani maju, sebab dengan melaksanakan usaha tani tersebut diharapkan petani memperoleh pendapatan yang lebih baik karena di dalam

(13)

commit to user

negeri, permintaan sayuran komersial terus meningkat, terutama yang bermutu tinggi. Ini disebabkan pengetahuan dan daya beli masyarakat meningkat. Selain itu, banyaknya warga asing yang tinggal di Indonesia turut memperluas pasar sayur komersial di dalam negeri (Palungkun, 1995)

Dengan melihat berbagai potensi yang dimiliki, budidaya tanaman hortikultura utamanya sayuran, mampu memberikan kontribusi positif bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Salah satu jenis sayuran yang dapat dibudidayakan serta mampu memberikan sumbangan pendapatan bagi petani adalah sayuran kubis. Kubis atau kola atau engkol merupakan salah satu jenis sayuran daun yang berasal dari daerah subtropis yang telah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Produksi kubis di negara Indonesia selain untuk memenuhi keperluan dalam negeri, juga merupakan komoditas ekspor. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini, kubis termasuk kelompok enam besar sayur segar yang diekspor Indonesia, yakni

(14)

commit to user

Kubis termasuk salah satu sayuran yang digemari oleh hampir setiap orang. Cita rasanya enak dan lezat, juga mengandung gizi cukup tinggi serta komposisinya lengkap, baik vitamin maupun mineral. Dalam Tabel 1, berikut akan diperlihatkan kandungan gizi yang terdapat dalam sayuran kubis : Tabel 1. Kandungan Gizi Dalam Tanaman Kubis Per 100 Gram Bahan Segar

Komposisi Gizi Kubis-merah/1) (umbi) Kubis-krops2) (umum) Kalori (kal.) Sumber: Direktorat Gizi Dep. Kes. R.I. dan Food and Nutritiom Centre, Hand Book No. 1 Manila dalam Rukmana (1995).

Kubis merah dan juga kubis krops sama-sama mempunyai berbagai kandungan gizi serta vitamin yang cukup besar, antara lain : protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, natrium, niacin, serat, abu, air serta vitamin A, B1 dan C. Kubis merah serta kubis krops mengandung kalsium sebesar 46 mg serta 64 mg per 100 gram bahan segar. Karbohidrat yang terkandung dalam kubis merah serta kubis krops adalah sebesar 5.3 gr per 100 gram buah segar. Kubis merah serta kubis krops juga mengandung zat besi, walaupun dalam jumlah yang relatif kecil yaitu sebesar 0.5 mg serta 0.7 mg per 100 gram bahan segar (Rukmana, 1995).

(15)

commit to user

pembentukan glutation, zat yang diperlukan untuk menonaktifkan zat beracun dalam tubuh manusia (Anonimb. 2010)

Kubis juga merupakan sayur-sayuran yang mengandung keratin, kerotina serta zat gizi yang bersifat melawan kanker seperti indoles dan selenium. Kubis dapat menghentikan pendarahan serta menyembuhkan sembelit. kalium,dan asam folat dalam kubis membantu mengatur keseimbangan air dalam tubuh.

Gambaran mengenai luas panen dan produksi kubis di Kabupaten Semarang dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 disajikan dalam Tabel 2 sebagai berikut :

Tabel 2. Luas Panen dan Produksi Kubis di Kabupaten Semarang Tahun 2004-2008 Sumber: BPS Kabupaten Semarang, 2009

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa luas panen kubis dari tahun 2004-2008 mengalami fluktuasi harga. Penurunan luas panen yang disertai dengan penurunan hasil produksi terjadi pada tahun 2006, hal tersebut dikarenakan terjadi penurunan hasil produksi dari sentra-sentra penghasil kubis di kabupaten Semarang sehingga produksi kubis menurun dari tahun sebelumnya, sedangkan pada satu tahun sesudahnya yaitu pada tahun 2007 terjadi peningkatan luas panen diikuti dengan peningkatan hasil produksi.

(16)

commit to user

Proses pemasaran hasil pertanian dilakukan setelah proses produksi pertanian dilalui. Hasil atau komoditas pertanian dari petani, mempunyai sifat yang mudah rusak atau tidak bisa tahan lama. Selain itu, karakteristik lainnya adalah diproduksi secara terpencar-pencar sehingga agar komoditas pertanian dapat segera dimanfaatkan oleh konsumen, maka diperlukan pemasaran pertanian yang dapat memindahkan komoditas pertanian tersebut dari sentra produksi ke sentra konsumsi (Sudiyono, 2002). Proses pemasaran akan berhasil jika ditunjang oleh adanya lembaga-lembaga pemasaran, antara lain pedagang pengumpul, pedagang besar serta pedagang pengecer. Hasil pertanian yang disalurrkan oleh lembaga-lembaga pemasaran tadi dijual di pasar. Pasar secara umum merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli (Anonim, 2010), dengan adanya pasar berbagai komoditas hasil pertanian dapat disampaikan secara langsung kepada konsumen.

(17)

commit to user

Tabel 3. Keadaan Harga Tingkat Produsen dan Konsumen Kubis Bulan Januari-Desember 2009 di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang

Bulan Harga di Pasar Ngasem (Rp/kg)

Harga di Pasar Ungaran (Rp/kg)

(18)

commit to user

harga kubis lebih besar terjadi di tingkat konsumen daripada di tingkat produsen. Selain itu, keuntungan yang diambil oleh setiap lembaga pemasaran serta biaya pemasaran merupakan komponen dari margin pemasaran yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga di tingkat produsen dan konsumen.

B. Perumusan Masalah

Adanya lembaga-lembaga pemasaran akan menyebabkan terjadinya perubahan harga di tingkat produsen maupun di tingkat konsumen, hal tersebut dikarenakan adanya biaya pemasaran yang terjadi di tiap lembaga pemasaran serta keuntungan yang diambil oleh tiap lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran. Biaya pemasaran serta keuntungan yang diambil menyebabkan terjadinya perbedaan harga di tiap-tiap pasar.

Menurut Handayani dan Ferichani (2000) dalam Hastuti (2005), perbedaan harga ini juga ditentukan oleh tingkat keterpaduan pasar. Keterpaduan pasar menunjukkan bahwa harga yang terjadi di pasar lokal (tingkat petani) mengikuti harga di pasar acuan (tingkat konsumen).

Pengetahuan akan terjadinya perubahan harga komoditas yang terjadi pada pasar yang satu dengan yang lain akan mempengaruhi besarnya nilai keterpaduan kedua pasar dan pada akhirnya akan berpengaruh pula pada pembentukan harga komoditas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu, :

1. Bagaimana tingkat keterpaduan pasar komoditas kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang.

(19)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengkaji tingkat keterpaduan pasar komoditas kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang.

2. Mengkaji variabel apakah yang berpengaruh dalam pembentukan harga kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi pemerintah dan pemerintah kabupaten setempat, diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan tentang pasar komoditas kubis di Kecamatan Bandungan dan Kabupaten Semarang.

2. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan acuan dalam melakukan penelitian sejenis.

3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(20)

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Salah satu penelitian yang terdahuku dilakukan oleh Hastuti (2005),

mengenai Analisis Keterpaduan Pasar Komoditas Kedelai Antara Kabupaten

Wonogiri dengan Kota Surakarta, adalah untuk mengetahui keterpaduan pasar

komoditas kedelai antara pasar acuan di Kota Surakarta dan pasar lokal di

Kabupaten Wonogiri. Analisis menggunakan data harga bulanan dari bulan

Februari tahun 2003 sampai bulan September 2004, dengan menggunakan

metode analisis Index of Market Connection ( IMC) dalam jangka pendek,

komoditas kedelai antara pasar acuan dan pasar lokal,didapatkan nilai IMC

rendah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai IMC yang lebih dari 1 yaitu sebesar 3,8.

Tidak lancarnya arus informasi di lokasi prosusen dan tidak sempurnanya

struktur pasar menyebabkan rendahnya tingkat keterpaduan pasar jangka

pendek komoditas kedelai antara pasar acuan dengan pasar lokal.

Penelitian lain yang dilakukan untuk mengkaji keterpaduan pasar juga

dilakukan oleh Handayani (2007), mengenai Analisis Keterpaduan Pasar Salak

Pondoh Antara Pasar Tempel Dengan Pasar Gamping Di Kabupaten Sleman,

yang mencoba untuk mengetahui keterpaduan pasar komoditas salak pondoh

dalam jangka pendek di Kabupaten Sleman. Penelitian yang dilakukan

menggunakan data harga bulanan dari tahun 2002-2005 dengan menggunakan

metode analisis Index of Market Connection ( IMC). Dari hasil analisis data,

diperoleh nilai IMC yang sebesar 1,02. Hal ini berarti tingkat keterpaduan

pasar jangka pendek komoditas salak pondoh antara pasar Gamping dengan

Pasar Tempel rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya

keterpaduan pasar salak pondoh dalam jangka pendek antara Pasar Tempel

dengan Pasar Gamping. Salah satunya adalah struktur pasar yang tidak

sempurna, hal ini terlihat dari lemahnya informasi pasar sehingga

menyebabkan perbedaan harga yang tinggi antara petani dengan konsumen.

Faktor lain penyebab rendahnya tingkat keterpaduan pasar salak pondoh

dalam jangka pendek antara Pasar Tempel dengan Pasar Gamping adalah

(21)

commit to user

karena adanya kerjasama para pedagang di pasar Gamping untuk menawar

harga salak pondoh di Pasar Tempel pada harga yang rendah, jika tidak

bersedia ditawar pada harga tersebut maka mereka tidak membelinya.

Penyebab lain yang tidak kalah penting adalah sifat komoditas salak pondoh

yang musiman yaitu pada saat panen raya harga akan rendah karena salak

pondoh di Pasar Gamping ada yang berasal dari kecamatan lain.

Berdasarkan kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan penyebab

rendahnya tingkat keterpaduan pasar adalah tidak sempurnanya struktur pasar

sehingga menyebabkan tidak lancarnya arus informasi yang berakibat pada

adanya perbedaan harga antara petani dengan konsumen. Faktor lain yang

menyebabkan rendahnya tingkat keterpaduan pasar ialah sifat dari komoditas

itu sendiri yang umumnya akan mempengaruhi permintaan pasar. Dengan

menggunakan analisis IMC (Index of Market Connection), peneliti akan

mencoba mengkaji keterpaduan pasar kubis secara vertikal antara Pasar

Ngasem kecamatan Bandungan sebagai pasar produsen dengan Pasar Ungaran

kabupaten Semarang sebagai pasar konsumen. Nilai IMC < 1

mengindikasikan keterpaduan pasar yang tinggi, sedangkan nilai IMC ≥ 1

mengindikasikan keterpaduan pasar rendah.

B. Landasan Teori

1. Komoditas Kubis

a. Kubis

Kubis atau kol sebenarnya merupakan tanaman semusim atau

lebih yang berbentuk perdu. Tanaman kubis berbatang pendek dan

beruas-ruas. Sebagai bekas tempat duduk daun. Tanaman ini berakar

tunggang dengan akar sampingnya sedikit tetapi dangkal. Daunnya

lebar berbentuk bulat telur dan lunak. Daun yang muncul terlebuh

dahulu menutup daun yang muncul kemudian, demikian seterusnya

hingga membentuk krop daun bulat seperti telur dan padat berwarna

putih. Bunganya tersusun dalam tandan dengan mahkota bunga

berwarna kuning spesifik. Tanaman kubis sukar berbunga di Indonesia

(22)

commit to user

Buahnya bulat panjang seperti polong. Polong muda berwarna hijau,

setelah tua berwarna kecoklatan dan mudah pecah. Bijinya kecil,

berbentuk bulat, dan berwarna kecoklatan. Biji yang banyak tersebut

menempel pada dinding bilik tengah polong. (Sunarjono, 2004)

Kubis atau kol dikonsumsi sebagai sayuran daun, diantaranya

sebagai lalab(lalap) mentah dan masak, lodeh campuran bakmi, lotek,

pecal, asinan, dan aneka makanan lainnya. Di wilayah Argalingga

(Majalengka), tunas kubis yang dipelihara setelah dipanen kropnya

ternyata laku dijual ke pasaran ekspor dengan tingkat harga beberapa

kali lipat dari harga kropnya. Tunas kubis ini dipesan oleh Singapura

dan Malaysia. Pendayagunaan tunas kubis selain sebagai lalap, juga

untuk dijadikan asinan Masyarakat Argalingga menyebut tunas kubis

dengan nama ”Sirung kol” atau nama dagangnya “Keciwis”

(Rukmana, 1995)

b. Klasifikasi Kubis

Berdasarkan tata nama (Sistematika) botani, tanaman kubis

diklasifikasikan ke dalam :

Divisio : Spermatophya

Sub division : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Papavorales

Famili : Cruciferae (Brassicaceae)

Genus : Brassica

Spesies : Brassica oleraceae L.var. capitata L.

(Rukmana, 1995).

Tanaman kubis mempunyai jenis cukup banyak. Lima jenis

diantaranya sudah umum dibudidayakan di dunia, yaitu:

• Kubis-krop atau kol, engkol, kubis telur (B.o.L.var.capitata

L.). Jenis kubis ini memiliki cirri-ciri daun-daunnya dapat

(23)

commit to user

• Kubis daun atau kubis-stek (B.o.L.var.achepala L.). Jenis

kubis ini ditandai dengan daun-daunnya tidak dapat

membentuk krop, sehingga dikenal dengan nama kubis

“Kale”.

• Kubis-umbi (B.o.L.var.gongylodes L.) atau populer disebut

“Kohlrabi”. Jenis kubis ini memiliki ciri pada pangkal

batangnya dapat membentuk umbi yang bentuknya bulat

sampai bundar. Umbi dan daun-daunnya enak dijadikan lalap

atau disayur.

• Kubis-tunas atau kubis-babat (B.o.L.var. gemmifera L.) atau

popular disebut “Brussels Sprout”. Ciri-ciri kubis ini adalah

tunas samping kiri dan kanan sampai ke bagian atas (pucuk)

dapat membentuk krop kecil berdiameter antara 2,5-5,0 cm;

sehingga dalam 1 batang (pohon) terdiri atau puluhan krop

kecil.

• Kubis-bunga (B.o.L.var. botrytis L.) dan Brocolli (B.o.L. var.

botrytis sub var. cymosa L.). Kubis-bunga mempunyai

ciri-ciri dapat membentuk massa bunga (curd) yang berwarna

putih atau putih-kekuningan; sedangkan massa bunga

broccoli berwarna hijau atau hijau-kebiruan. (Rukmana,1995)

Kubis sebagai tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, yang dalam

penelitian kali ini jenis kubis yang diteliti merupakan jenis kubis krop,

dibutuhkan masyarakat dalam jumlah yang cukup besar, bahkan skala

pemenuhannyapun sampai dengan pasar ekspor. Dengan melihat

morfologi dan klasifikasi serta berbagai jenis kubis sudah barang tentu

terdapat banyak kandungan zat gizi serta kegunaan tanaman kubis.

c. Kandungan dan Kegunaan Kubis

Kubis melindungi terhadap borok perut, kanker usus besar dan

kanker payudara karena kubis mengandung glutamine dan

smethylmethionine. Dapat digunakan sebagai pencegah dan obat

(24)

commit to user

lemahnya otot-otot, luka-luka pada tepi mulut, dermatitis bibir menjadi

merah dan radang lidah, kandungan niacin dapat mencegah penyakit

palagra dan pembentuk tulang dan gigi.Indole-3-carbinol (I3C) itulah

nama senyawa alami yang ditemukan dalam kubis/kol yang dapat

mempengaruhi faktor-faktor yang dapat membantu reproduksi sel.

Para peneliti menemukan bahwa I3C dapat menghalangi virus herpes

yang juga membutuhkan faktor-faktor tersebut untuk reproduksi.

Menurut Agfi, (2010) kandungan zat gizi dalam kubis per 100 gram

bahan segar adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Kandungan Zat Gizi dalam Kubis Per 100 Gram Bahan Segar

No Jenis Gizi Kandungan

Bagian yang dapat dimakan

1.4 gram

Sumber : Agfi Johan, 2010

Dari Tabel 4 diatas dapat diketahui kandungan Karbohidrat

merupakan yang terbesar dalam sayuran kubis per 100 gram bahan

segar, setelah itu disusul protein dan lemak. Hal ini menunjukkan

bahwa sayuran kubis dapat menjadi salah satu pelengkap kandungan

gizi Karbohidrat selain beras. Selain itu kandungan vitamin A,B dan C

yang terkandung dalam kubis menjadikan kubis sebagai salah satu

sayuran pelengkap gizi. Bagian dari sayuran kubis yang dapat dimakan

mencapai 75%, sehingga tidak banyak bagian yang terbuang.

Semua kubis-kubisan tergolong dalam kelompok crucifera,

kelompok ini dikenal karena kandungan sulforaphane dan indoles-nya

yang berkhasiat sebagai antikanker. Riset tentang indoles

(25)

commit to user

menyebabkan tumor, terutama pada sel-sel payudara. Pada saat yang

sama indoles meningkatkan senyawa tertentu yang bersifat protektif

terhadap kanker. Selain menekan pertumbuhan sel tumor, indoles juga

dapat mengurangi protes metastasis. Metastasis adalah pergerakan

sel-sel kanker ke bagian tubuh yang lain sehingga terjadi penyebaran sel-sel

tumor. Sementara itu sulforaphane berperan meningkatkan peran

enzim yang bertanggungjawab dalam detoksifikasi. Dengan semakin

optimalnya detoksifikasi, substansi karsinogenik penyebab kanker

lebih bisa cepat disingkirkan. Selain itu studi tentang sulforaphane dan

efeknya terhadap tumor pada tikus menunjukkan bahwa sulforaphane

menyebabkan tumor berkembang lebih lambat dan beratnya lebih

kecil. Sulforaphane dapat menyebabkan apoptosis (bunuh diri sel

kanker) pada sel-sel leukimia dan melanoma. (Khomsan, 2010)

Dengan melihat berbagai kandungan gizi, kegunaan bahkan nilai

ekonomi dari tanaman kubis tadi maka dibutuhkan lembaga pemasaran

yang tepat untuk memasarkan hasil produksi dari para petani kubis

tersebut, selain itu lembaga pemasaran dibutuhkan untuk

mendistribusikan hasil produksi dari produsen ke konsumen

2. Pemasaran dan lembaga pemasaran

a. Pemasaran

Pemasaran adalah fungsi bisnis yang mengidentifikasikan

keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi sekarang dan mengatur

seberapa besarnya, menentukan pasar-pasar target mana yang paling

baik dilayani oleh organisasi, dan menentukan berbagai produk, jasa

dan program yang tepat untuk melayani pasart tersebut. Jadi

pemasaran berperan sebagai penghubung antara kebutuuhan-kebutuhan

masyarakat denngan pola jawaban industri (dalam hal ini termasuk

industri di bidang pertanian) yang bersangkutan (Kotler, 2001)

Menurut Swastha (2003), pemasaran adalah kegiatan manusia

yang diarahkan pada usaha untuk memuaskan keinginan dan

(26)

commit to user

berbagai kelompok sosial seperti individu-individu, kelompok kecil,

organisasi dan kelompok masyarakat lainnya dapat terpenuhi

kebutuhannya.

Kegiatan pemasaran diperlukan suatu perantara pemasaran yang

memerankan bermacam-macam fungsi dan memakai berbagai macam

nama. Menurut Mc Vey cit, Kotler (2001), pedagang perantara

merupakan lembaga pemasaran dan bukanlah penghubung yang diupah

dalam sebuah mata rantai yang diciptakan oleh produsen, melainkan

lebih merupakan suatu pasar mandiri, pusat perhatian sekelompok

besar konsumen yang membeli padanya.

b. Lembaga pemasaran

Menurut Sudiyono (2002), berdasarkan penguasaannya terhadap

komoditi yang diperjual belikan, lembaga pemasaran dapat dibedakan

menjadi tiga yaitu :

a. Lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai benda, seperti : agen

perantara, makelar.

b. Lembaga yang memilki dan menguasai komoditi – komditi

pertanian yang diperjual belikan, seperti : tengkulak, pedagang

pengumpul, eksportir dan importir.

c. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditi

pertanian yang diperjual belikan, seperti perusahaan – perusahaan

penyediaan fasilitas transportasi, asuransi pemasaran dan

perusahaan penentu kualitas produk pertanian.

Menurut Soekartawi (1993), dalam unit ekonomi yang terkecil

atau yang sering dikenal dengan istilah “Wilayah Unit Desa (WILUD)

“, dilengkapi dengan kelembagaan yang dapat melayani petani yaitu :

a. Adanya lembaga Bank.

Kelembagaan keuangan seperti Bank akan sangat besar manfaatnya

bagi petani untuk memperoleh kredit, disamping juga sebagai

tempat menabung.

(27)

commit to user

Kelembagaan penyuluhan ini dilengkapi dengan petugas yang lebih

dikenal dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).

c. Adanya lembaga penyaluran sarana produksi.

Seperti diketahui bahwa penyaluran faktor produksi seperti bibit,

pupuk dan obat – obatan yang dilaksanakan oleh penyalur hanya

sampai di KUD.

d. Adanya lembaga yang mampu membeli hasil pertanian yang

diproduksi petani.

Dengan pemasaran produk pertanian yang dilakukan oleh

lembaga pemasaran, komoditas pertanian yang dihasilkan oleh petani

sebagai produsen akan disalurkan kepada konsumen. Pasar menjadi

tempat akhir bagi penyaluran produk pertanian dari produsen ke

konsumen, tanpa adanya pasar pemenuhan kebutuhan konsumen akan

terganggu, lebih dari itu produsen pun tidak akan dapat memasarkan

hasil produksinya.

3. Pasar

a. Pengertian Pasar

Pasar merupakan tempat dimana penjual dan pembeli bertemu

untuk mempertukarkan barang-barang mereka. Sekumpulan penjual

dan pembeli melakukan transaksi atas suatu produk atau kelas produk

tertentu. Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang mempunyai

kebutuhan atau keinginan tertentu yang mungkin bersedia dan mampu

melibatkan diri dalam suatu pertukaran guna memuaskan kebutuhan

atau keinginan tersebut (Kotler, 1998).

Pasar dalam arti sempit adalah tempat dimana permintaan dan

penawaran bertemu, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar

tradisional. Sedangkan dalam arti luas adalah proses transaksi antara

permintaan dan penawaran, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar

modern. Permintaan dan penawaran dapat berupa barang atau jasa

(28)

commit to user

b. Jenis-jenis pasar

Pasar dapat dibagi atau dikelompokkan sebagai berikut:

(1) Pasar konsumen (Consumer Markets), adalah pasar untuk

barang-barang dan jasa-jasa yang dibeli oleh individu-individu dan rumah

tangga-rumah tangga untuk dipakai sendiri (tidak diperdagangkan).

(2) Pasar produsen (Producer Markets/Industrial Markets), adalah

pasar yang terdiri atas individu-individu dan organisasi-organisasi

yang memerlukan barang-barang dan jasa-jasa untuk diproses atau

diproduksi lebih lanjut dan kemudian dijual kepada yang lain.

(3) Pasar pedagang perantara (Reseller Markets), adalah pasar yang

terdiri atas individu-individu dan organisasi-organisasi yang

biasanya disebut perantara dalam penjualan (middlemen), dealer,

distributor yang memerlukan barang-barang untuk dijual lagi

dengan tujuan memperoleh laba.

(4) Pasar pemerintah (Government Markets), adalah pasar yang terdiri

atas unit-unit pemerintah (misalnya pemerintah pusat, pemerintah

daerah, DPR, departemen, dan sebagainya) yang membeli

barang-barang untuk melaksanakan fungsi-fungsi dalam pemerintahan.

(Sumawihardja et al., 1991).

Pasar yang ada akan menjadi tempat bertemunya penjual dan

pembeli. Pasar terbagi menjadi beberapa macam kelompok antara lain

pasar produsen, pasa konsumen, pasar pedagang perantara dan pasar

pemerintah yang kesemuanya itu menjadi tempat dimana transaksi

penawaran ataupun permintaan yang berupa barang ataupun jasa

akhirnya akan menimbulkan terciptanya suatu harga.

4. Harga

a. Pengertian Harga

Harga adalah jumlah uang yang ditukarkan konsumen dengan

manfaat dari memiliki atau menggunakan produk dan jasa. Harga

(29)

commit to user

satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan

pendapatan, elemen-elemen lain menimbulkan biaya (Kotler, 1998)

Harga adalah jumlah uang yang ditukarkan konsumen dengan

manfaat dari memiliki atau menggunakan produk dan jasa. Harga

berperan sebagai penentu utama pilihan pembeli. Harga merupakan

satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan

sedangkan elemen-elemen lainnya menimbulkan biaya (Kotler, 1998).

Terbentuknya suatu harga ditentukan oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi tinggi rendahnya harga

suatu produk atau perubahan harga suatu produk yang cukup besar dari

waktu ke waktu.

b. Faktor tinggi rendahnya harga

Terdapat tiga subyek yang menentukan pembentukan harga suatu

produk di pasaran dalam kegiatan pemasaran produk pertanian, yaitu:

(1) Produsen dengan dasar biaya-biaya produksi yang telah

dikeluarkannya sehingga produk ini berwujud dan siap untuk

dipasarkan.

(2) Konsumen dengan daya beli dan dasar-dasar kebutuhan serta

kesukaannya.

(3) Pemerintah dengan peraturan atas ketentuan harga sebagai

pengendali tata harga pasaran (price mechanism).

(Kartasapoetra, 1992).

Perbedaan harga cukup besar yang terjadi antara petani dengan

konsumen terjadi karena kurang lancarnya arus informasi antar pasar,

serta sifat dari produk itu sendiri. Pada akhirnya hal tersebut juga akan

mempengaruhi tingkat keterpaduan pasar.

5. Keterpaduan Pasar

Faktor-faktor yang mempengaruhi keterpaduan pasar sangat

bervariasi antara tiap-tiap komoditi. Secara umum, faktor-faktor yang

menentukan keterpaduan muncul sebagai karakteristik produk-produk

(30)

commit to user

produksi (dataran rendah dan tinggi) serta fasilitas transportasi (Munir

et al., 1997 dalam Nawangsih, 2008).

Hubungan saling mempengaruhi dalam hal perubahan harga

antara dua pasar atau lebih disebut keterpaduan pasar. Dua pasar

dikatakan terpadu atau terintegrasi apabila perubahan harga dari salah

satu pasar disalurkan ke pasar lainnya. Struktur dan integrasi pasar

berkaitan dengan pembentukan harga dan efisien pemasaran. Analisa

struktur dan integrasi pasar dapat menggambarkan efektifitas dan

tingkah laku pasar di tingkat produsen dan konsumen, yang pada

masing-masing tingkat mempunyai kekuatan permintaan dan

penawaran

(Simatupang dan Jefferson, 1988 dalam Handayani, 2007).

Menurut Tukan et al. (2004), pengertian dari model keterpaduan

pasar adalah sampai seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditi

pada suatu tingkat lembaga pemasaran dipengaruhi oleh harga di

tingkat lembaga pemasaran lainnya. Pengaruh ini dapat diduga melalui

analisis elastisitas transmisi harga (Et) dan analisis korelasi harga.

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Menurut Simatupang dan Jefferson, 1988 cit Wahyuningsih, 2005,

hubungan dua pasar atau lebih yang saling mempengaruhi dalam menentukan

terbentuknya harga atau perubahan harga suatu dengan dipengaruhi struktur

dan integritas dua pasar atau lebih tersebut merupakan hal yang membentuk

keterpaduan pasar.

Adanya keterpaduan pasar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat

bervariasi antara satu komoditi dengan komoditi yang lain. Dua pasar dapat

dikatakan terpadu atau terintegrasi apabila ada perubahan harga dari salah satu

pasar disalurkan ke pasar lainnya. Terdapat dua keterpaduan pasar, yaitu

keterpaduan pasar secara horisontal dan keterpaduan pasar secara vertikal.

Struktur dan integrasi pasar berkaitan dengan pembentukan harga dan efisiensi

pemasaran. Analisis struktur dan integrasi pasar dapat menggambarkan

(31)

commit to user

pembeli, yang pada dasarnya masing-masing tingkat mempunyai kekuatan

permintaan dan penawaran (Simatupang dan Situmorang, 1988).

Menurut Handayani dan Ferichani (2000) dalam Handayani (2007),

model analisis yang digunakan untuk mengkaji keterpaduan pasar ada empat

yaitu, Koefisien Korelasi, Kointegrasi, Model Ravallion dan Index of Market

Connection (IMC) dari Timmer. Masing-masing metode tersebut mempunyai

kelebihan dan kekurangan yaitu sebagai berikut:

1. Koefisien Korelasi dan Kointegrasi, metode ini memiliki kelebihan mudah

dalam hal analisanya dan biasnya rendah. Akan tetapi metode ini hanya

bisa digunakan untuk menganalisis keterpaduan jangka panjang,

sedangkan keterpaduan pasar jangka pendek tidak bisa dihitung dengan

menggunakan dua metode tersebut.

2. Model Ravallion sesuai untuk menganalisis keterpaduan jangka pendek

dan juga sesuai untuk data mingguan ataupun bulanan, tetapi tidak cocok

untuk menganalisis keterpaduan jangka panjang. Kekurangan dari model

ini adalah adanya asumsi bahwa ada satu pasar pusat yang dikelilingi

beberapa pasar lokal sehingga perlu pengetahuan tentang struktur pasar

dan memerlukan dua kali perhitungan. Derajat keterpaduan pasar juga

tidak dapat diukur dengan model ini.

3. IMC dari Timmer lebih sensitif daripada model Ravallion karena IMC

dapat menunjukkan derajat integrasi pasar. Selain itu hanya memerlukan

satu kali perhitungan dan tidak perlu persyaratan lain.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh tiap model

analisis pengujian menurut Handayani dan Ferichani (2000) dalam Handayani

(2007), model analisis yang tepat dalam menguji tingkat keterpaduan pasar

secara vertikal dalam jangka pendek ialah model analisis Index of Market

Connection (IMC), dimana dapat menunjukkan derajat integrasi pasar serta

lebih sensitif daripada model Ravallion, yang diperkenalkan oleh Timmer.

Berikut persamaan yang digunakan dalam IMC adalah sebagai berikut :

∆Hit=(αi-1)(Hit-1-HAt-1)+βi0(HAt-HAt-i)+(αi1+βio+βi1-1)HAt-1+γiXt+µit...(1)

(32)

commit to user

Maka persamaan (2) menjadi:

(Hit-Hit-1) = b1(Hit-1-HAt-1) + b2(HAt-HAt-1) + b3HAt-1 + b4Xt + µit...(3)

Persamaan (3) disederhanakan menjadi:

Hit = b0 + (1+b1)Hit-1 + b2(HAt-HAt-1) + (b3-b1)HAt-1 + b4Xt + µit…...(4)

Bila diasumsikan faktor musim dan peubah lain di pasar lokal tidak

berpangaruh, maka b4 = 0. Maka persamaan (4) menjadi :

Hit =b0 + (1 +b1) Hit-1 + b2 (HAt-HAt-1) + (b3-b1)HAt-1……..………...(5)

Menurut Timmer (1987) dalam Setyowati et al., (2005) rasio dari

koefisien-koefisien tersebut yaitu koefisien harga di pasar lokal pada waktu

yang lalu dan koefisien harga di pasar acuan pada waktu yang lalu yang dapat

digunakan untuk mengetahui Indeks Keterpaduan Pasar (Index of Market

Connection) atau IMC. Berdasarkan persamaan (5) dapat ditulis rumus IMC

secara matematis:

(33)

commit to user

(b3-b1) diasumsikan sebagai b3

Sehingga diperoleh rumus IMC :

IMC=

3 1

b b

Keterangan :

IMC = rasio dari koefisien harga di pasar lokal pada waktu t-1 dan koefisien

harga di pasar acuan pada waktu t-1

b1 = koefisien harga di pasar lokal pada waktu t-1

b3 = koefisien harga di pasar acuan pada waktu t-1

Setelah dilakukan analisa, apabila didapatkan nilai IMC < 1, hal tersebut

menunjukkan tingkat keterpaduan pasar tinggi. Dalam hal ini informasi

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya harga di pasar acuan

ditransformasikan secara sempurna atau lancar ke pasar lokal. Harga yang

terbentuk di pasar lokal dipengaruhi oleh harga di pasar acuan.

Namun apabila setelah dilakukan analisa didapatkan nilai IMC ≥ 1, hal

tersebut menunjukkan tingkat keterpaduan pasar rendah. Dalam hal ini

informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya harga di

pasar acuan hanya berpengaruh di pasar itu sendiri. Sedangkan terbentuknya

harga di pasar lokal dipengaruhi oleh kondisi pasar lokal sendiri, baik struktur

ataupun integritasnya.

Melalui metode OLS dilakukan análisis regresi yang menggunakan alat

penguji berupa R2 (koefisien determinasi), uji F, serta uji t.

• Uji R2 digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel

bebas terhadap perubahan variasi dalam variabel tak bebasnya,

semakin tinggi nilai R2 (semakin mendekati 1) maka makin banyak

proporsi variasi variabel tak bebas yang bisa dijelaskan oleh

variabel bebasnya.

• Uji F digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh semua variabel

bebas secara bersama-sama terhadap variabel tak bebasnya.

• Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara

(34)

commit to user

Pengujian asumsi klasik dengan menggunakan uji matrik Pearson

Correlation (PC), diagram pencar (scatterplot), dan uji (DW). Uji matrik

Pearson Correlation dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya

multikolinearitas. Uji diagram pencar (scatterplot) digunakan untuk

mendeteksi terjadi tidaknya heteroskedastisitas. Sedangkan uji Durbin Watson

(DW), dilakukan untuk melihat apakah pada persamaan terdapat autokorelasi

(salah satu penyimpangan asumsi klasik).

D. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

Produsen Sayur Kubis

Autoregressive Distributed Lag Model Hit = b1 (Hit-1)+ b2(HAt-HAt-1) + b3(HAt-1) Keterpaduan Pasar Horisontal

IMC ≥ 1 Keterpaduan Pasar Jangka Pendek Rendah

Pasar Ngasem Pasar Ungaran

Keterpaduan Pasar

Model Ravallion Model Kointegrasi

Keterpaduan Pasar Vertikal

Model Korelasi Model IMC Timmer

IMC < 1 Keterpaduan Pasar Jangka Pendek Tinggi

(35)

commit to user

E. Hipotesis

1. Diduga tingkat keterpaduan pasar komoditas kubis dalam jangka pendek

antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran

Kabupaten Semarang rendah.

2. Diduga variabel yang berpengaruh dalam pembentukan harga kubis di

pasar lokal pada waktu sekarang (Hit) adalah harga kubis di pasar lokal

pada waktu lalu (Hit-1), selisih harga kubis di pasar acuan pada waktu

sekarang (HAt) dengan harga kubis di pasar acuan pada waktu lalu

(HAt-1) dan harga kubis di pasar acuan pada waktu lalu (HAt-1).

F. Pembatasan Masalah

1. Penelitian yang dilakukan dipusatkan pada Pasar Ngasem Kecamatan

Bandungan sebagai pasar produsen dengan Pasar Ungaran Kabupaten

Semarang sebagai pasar konsumen.

2. Data yang digunakan dalam penelitian menggunakan data harga bulanan

kubis yang berlaku di Pasar Ngasem sebagai pasar produsen dengan harga

bulanan kubis yang berlaku di Pasar Ungaran sebagai pasar konsumen.

3. Data yang digunakan merupakan data selama 22 bulan, dari bulan Januari

2008 sampai dengan Oktober 2009. Menurut Gujarati (1995), banyaknya

observasi minimum yang diperlukan sehubungan dengan tabel Durbin

Watson adalah 15 karena apabila suatu sampel yang lebih kecil dari 15,

maka observasi menjadi sulit untuk bisa menarik kesimpulan yang pasti

mengenai autokorelasi dengan memeriksa residual yang ditaksir.

G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Keterpaduan pasar adalah hubungan antara 2 pasar atau lebih sebagai pasar

produsen (lokal) dengan pasar konsumen (acuan) yang mempengaruhi

terbentuknya harga. Perubahan harga tersebut ditransmisikan dari satu

pasar ke pasar yang lainnya

2. Keterpaduan pasar vertikal merupakan tingkatan dalam suatu tingkat pasar

vertikal dimana perubahan harga suatu produk di suatu pasar akan

(36)

commit to user

3. Pasar lokal (pasar tingkat petani atau produsen) adalah pasar sentra dimana

dari keseluruhan petani menjual hasil produksinya yaitu kubis, dalam hal

ini adalah Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan.

4. Pasar acuan/pusat (pasar tingkat konsumen) adalah pasar yang menjadi

tujuan perdagangan dari pasar lokal, dimana pasar ini menerima kubis dari

pasar lokal, dalam hal ini adalah Pasar Ungaran Kabupaten Semarang.

5. Harga absolut adalah nilai yang diwujudkan dalam rupiah sebelum

dilakukan pendeflasian dengan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK).

Harga yang digunakan berupa harga bulanan yang dinyatakan dalam

satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

6. Harga riil kubis di pasar lokal adalah harga bulanan kubis yang berlaku di

pasar Ngasem kecamatan Bandungan yang dinyatakan dalam satuan

rupiah per kilogram (Rp/kg) setelah dilakukan pendeflasian dengan nilai

Indeks Harga Konsumen (IHK).

7. Harga riil kubis di pasar acuan adalah harga bulanan kubis yang berlaku di

pasar Ungaran kabupaten Semarang yang dinyatakan dalam satuan rupiah

per kilogram (Rp/kg) setelah dilakukan pendeflasian dengan nilai Indeks

Harga Konsumen (IHK).

8. Harga riil adalah nilai yang diwujudkan dalam rupiah setelah dilakukan

pendeflasian dengan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk

menghilangkan pengaruh inflasi. Untuk menghitung harga riil tersebut

digunakan rumus sebagai berikut :

Hbr = xHba

IHKt IHKd

Keterangan:

Hbr : Harga riil suatu barang pada bulan t

IHKd : Indeks Harga Konsumen pada bulan dasar, yaitu Indeks Harga

Konsumen yang paling stabil.

IHKt : Indeks Harga Konsumen pada bulan t

Hba : Harga absolut suatu barang pada bulan t

(37)

commit to user

9. Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah Indeks Harga Konsumen (IHK)

secara umum.

H. Asumsi

1. Jenis yang diteliti adalah jenis kubis krop (Brassica oleraceae L.var.

capitata L) dan kualitas kubis dianggap sama.

2. Komoditas kubis yang dihasilkan oleh petani masuk ke pasar Ngasem

Kecamatan Bandungan lalu dijual ke pasar Ungaran Kabupaten Semarang.

(38)

commit to user

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

analitis. Metode deskriptif analitis mempunyai ciri-ciri yaitu memusatkan diri

pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada

masalah-masalah yang aktual, dan data yang dikumpulkan mula-mula disusun,

lalu dianalisa, dan disimpulkan serta didukung dengan teori-teori yang ada

dari hasil penelitian terdahulu (Surakhmad, 1998).

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian

Pengambilan lokasi penelitian dilakukan dengan cara sengaja

(Purposive), dengan pertimbangan tertentu. Pemilihan daerah penelitian di

Kabupaten Semarang dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan

daerah penghasil kubis terbesar di kabupaten di Jawa Tengah setelah

Kabupaten Banjarnegara, karena daerahnya yang berupa daerah dataran tingi

yang sesuai dengan tanaman kubis, hal ini terlihat pada Tabel 5 tentang luas

panen, produksi dan produktivitas sayuran kubis di Jawa Tengah.

Tabel 5. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kubis Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008

No Kabupaten Luas Panen

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2009

Pasar Ngasem yang terletak di Kecamatan Bandungan dipilih sebagai

daerah penelitian dengan pertimbangan bahwa Pasar Ngasem merupakan

pasar yang menjadi tempat berkumpulnya sebagian besar hasil pertanian

(39)

commit to user

tanaman kubis untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh Kabupaten

Semarang dan sekitarnya, sedangkan pemilihan pasar Ungaran dengan

pertimbangan bahwa pasar Ungaran menjadi pasar tujuan pemasaran kubis

dari pasar Ngasem Kecamatan Bandungan. Pasar Ungaran merupakan pasar

yang menjadi tujuan konsumen di Kecamatan Ungaran untuk mencukupi

kebutuhan sehari-hari khususnya sayuran.

C. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder merupakan data yang diperoleh dan telah diolah oleh instansi

atau lembaga yang ada kaitannya dengan penelitian. Data sekunder yang

digunakan diperoleh dari BPS kabupaten Semarang, Dinas Pertanian

Kabupaten Semarang, Dinas Pengelolaan Pasar Kecamatan Ungaran.

Data sekunder yang digunakan berupa data harga bulanan kubis yang

berlaku di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dan Pasar Ungaran

Kabupaten Semarang serta data Indeks Harga Konsumen (IHK) umum.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

a. Observasi

Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung

ke objek penelitian untuk mendapatkan gambaran yang jelas.

b. Wawancara

Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan

wawancara dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Pencatatan

Pengumpulan data berasal dari data sekunder dengan melakukan

pencatatan data yang ada pada instansi yang terkait dengan penelitian

(40)

commit to user

D. Metode Analisis Data

1. Analisis Keterpaduan Pasar

Tingkat keterpaduan pasar kubis dalam jangka pendek antara pasar di

tingkat produsen dan pasar di tingkat konsumen dapat dianalisis secara

statistik dengan menggunakan data sekunder, dengan menggunakan model

IMC (Indeks of Market Conection) lalu dilakukan pendekatan

Autoregressive Distributed Lag Model. Perumusan dalam model tersebut

adalah:

Hit = b0 + (1 +b1) Hit-1 + b2(HAt-HAt-1) + (b3-b1)HAt-1

Keterangan:

Hit = harga di Pasar Ngasem pada waktu t

HAt = harga di Pasar Ungaran atau pasar acuan pada waktu t

Hit-1 = harga di Pasar Ngasem pada waktu t-1

HAt-1 = harga di Pasar Ungaran atau pasar acuan pada waktu t-1

Dimana:

(1+b1) diasumsikan sebagai b1

(b3-b1) diasumsikan sebagai b3

Pengukuran nilai indeks keterpaduan pasar (IMC) diperoleh dari

membandingkan nilai koefisien regresi b1 dan koefisien regresi b3.

pengukurannya menggunakan rumus Indeks of Market Connection (IMC)

atau indeks keterpaduan pasar dengan rumus sebagai berikut:

(41)

commit to user

• Nilai IMC kurang dari satu atau mendekati nol, menunjukkan tingkat

keterpaduan pasar semakin tinggi,

• Nilai IMC yang sama dengan atau lebih dari satu menunjukkan tingkat

keterpaduan pasar semakin rendah atau bisa dikatakan tidak terpadu.

2. Pengujian Model

Pengujian model dilakukan dengan menggunakan uji R2, uji F, dan

uji t.

a. Uji R2

Uji R2 (koefisien determinasi) digunakan untuk menyatakan

berapa besar (%) atau persentase variasi variabel tak bebas dapat

dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang dimasukkan dalam model

regresi. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi (mendekati satu),

maka semakin erat hubungan antara variabel bebas dengan variabel

tidak bebasnya. Nilai koefisien determinasi dapat diketahui dengan

rumus sebagai berikut:

Keterangan:

ESS : jumlah kuadrat regresi

TSS : jumlah kuadrat total

b. Uji F

Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel

secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas. Uji hipotesis

dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

H0 : bi = 0

H1 : bi≠ 0

Untuk mengetahui besarnya nilai F hitung digunakan perumusan

sebagai berikut:

(42)

commit to user

k n RSS

k ESS F

− −

= ( 1)

Keterangan:

ESS : jumlah kuadrat regresi

RSS : jumlah kuadrat residual

n : jumlah sampel

k : jumlah variabel

Kriteria pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Jika nilai signifikansi < α berarti H0 ditolak dan H1 diterima, maka

variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap

variabel tak bebas.

2) Jika nilai signifikansi > α berarti H0 diterima dan H1 ditolak, maka

variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata

terhadap variabel tak bebas.

c. Uji t

Uji t dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas

terhadap variabel tidak bebas secara individual, dengan menggunakan

perumusan sebagai berikut:

t hit =

) (bi Se

bi

Keterangan:

Bi : koefisien regresi

Se (bi) : standar error penduga koefisien regresi

Dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : bi = 0

(43)

commit to user

Dengan kriteria pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Jika nilai signifikansi < α berarti H0 ditolak dan H1 diterima, maka

variabel bebas secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel

tak bebas.

2) Jika nilai signifikansi > α berarti H0 diterima dan H1 ditolak, maka

variabel bebas secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap

variabel tak bebas.

3. Pengujian Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinearitas

Uji Matrik Pearson Correlation dilakukan untuk mengetahui ada

tidaknya multikolinieritas. Matriks korelasi adalah hubungan antara

berbagai variabel bebas. Matriks korelasi menunjukkan seberapa besar

hubungan antara setiap variabel bebas yang digunakan dalam model.

Bila nilai pada Matrik Pearson Correlation > 0,8 dan nilai Eigenvalue

(Colinearity Diagnostik) mendekati nol maka model yang diestimasi

terjadi multikolinearitas (Gujarati, 2006).

b. Uji Heteroskedastisitas

Deteksi dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya pola tertentu

pada grafik dengan melihat diagram pencar (scatterplot), dimana

sumbu y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu x adalah residual

(Y prediksi – Y sesungguhnya). Jika ada pola tertentu, setiap titik-titik

(point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur

(bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka telah terjadi

heteroskedastisitas (Gujarati, 2006)

c. Uji Autokorelasi

Menurut Sulaiman (2002), Uji d-Durbin Watson dilakukan untuk

(44)

commit to user

Dengan kriteria sebagai berikut :

• 1,65 < DW < 2,35 yang artinya tidak terjadi autokorelasi.

• 1,21 < DW < 1, 65 atau 2,35 < DW < 2,79 yang artinya tidak dapat

disimpulkan.

(45)

commit to user

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Alam Kabupaten Semarang dan Kecamatan Bandungan

1. Lokasi Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua tempat, yaitu di Kecamatan Bandungan dan di Kabupaten Semarang. Letak Kabupaten Semarang secara geografis terletak pada 110°14’54,75’ sampai dengan 110°39’3” Bujur Timur dan 7°3’57” sampai dengan 7°30’ Lintang Selatan. Keempat koordinat bujur dan lintang tersebut membatasi wilayah seluas 95.020,647 Ha.

Secara administratif, Kabupaten Semarang dibatasi oleh 6 wilayah Tingkat II pada sisi-sisinya.

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Semarang. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Boyolali.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Demak. - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan Temanggung.

Letak Kecamatan Bandungan secara geografis terletak pada 110°14’54,75’’ sampai dengan 110°39’3’’ Bujur Timur dan 7°3’57” sampai dengan 7°30’ Lintang Selatan. Keempat koordinat bujur dan lintang tersebut membatasi wilayah seluas 95.020,674 Ha, dan secara administratif mempunyai batasan-batasan wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Kecamatan Kendal - Sebelah Selatan : Kecamatan Ambarawa - Sebelah Barat : Kecamatan Sumowono

- Sebelah Timur : Kecamatan Bergas dan kecamatan Bawen

2. Topografi Daerah

Kabupaten Semarang merupakan wilayah yang dapat dikatakan relatif sejuk, dengan ketinggian wilayah berkisar 318 meter dpl hingga 1450 meter dpl, suhu udara relative sejuk. Topografi daerah Kabupaten Semarang yang relatif sejuk dikarenakan ketinggian tempatnya

(46)

commit to user

menjadikan masyarakat daerah Kabupaten Semarang yang bermata pencaharian sebagai petani, banyak membudidayakan tanaman sayuran, salah satunya adalah sayuran kubis. Kondisi topografi yang ada di Kabupaten Semarang juga tergambarkan dengan terdapatnya tiga sungai utama yang melintasi daerah kabupaten Semarang, antara lain : sungai Garang, Kali Tuntang dan Kali Senjoyo. Tercatat tiga gunung utama yang bertengger di wilayah kabupaten Semarang. Ketiga gunung tersebut antara lain : Gunung Ungaran, Gunung Telomoyo, Gunung Merbabu.

3. Keadaan Iklim

(47)

commit to user

Tabel 6. Rata-Rata Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan Menurut Bulan Di Kabupaten Semarang Pada Tahun 2008

Sumber: BPS Kabupaten Semarang Tahun 2009

Berdasarkan data Tabel 6 diketahui jumlah hari hujan dan curah hujan di Kabupaten Semarang pada bulan Januari 2008 sampai dengan Desember 2008. Jumlah hari hujan di Kabupaten Semarang paling banyak terjadi pada Bulan Oktober sampai dengan Bulan Februari. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu sebanyak 407 mm. Terdapat 8 bulan basah (BB) yang ada di Kabupaten Semarang, 3 bulan kering (BK) serta 1 bulan lembab (BL). Hal tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten Semarang mempunyai iklim lembab karena cenderung terdapat lebih banyak bulan basah (BB).

No Bulan Kabupaten Semarang

(48)

commit to user

B. Keadaan Penduduk Kabupaten Semarang dan Kecamatan Bandungan

1. Keadaan Penduduk Menurut Umur

Keadaan penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kabupaten Semarang dan Kecamatan Bandungan dapat diketahui pada tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Jumlah Penduduk dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Semarang Tahun 2008

No Kelompok Umur

Jenis Kelamin Jumlah Penduduk

Sumber: BPS Kabupaten Semarang Tahun 2009

Berdasarkan data Tabel 7 dapat diketahui bahwa jumlah paling besar penduduk di Kabupaten Semarang adalah kelompok usia produktif, antara 15-64 tahun. Untuk menghitung besarnya Angka Beban Tanggungan dapat digunakan perumusan sebagai berikut:

ABT = 100%

= 65,9% (ABT di Kabupaten Semarang)

(49)

commit to user

Dari hasil perhitungan nilai sex ratio diketahui bahwa besarnya nilai

sex ratio di Kabupaten Semarang adalah 73,67%, artinya dalam 100

orang penduduk perempuan terdapat 74 orang penduduk laki-laki.

Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih

banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki.

Keadaan penduduk menurut umur yang ada di Kecamatan

Bandungan juga digambarkan menurut sex ratio dan angka beban

tanggungan suatu daerah. Berikut ini adalah jumlah penduduk dan

persentase penduduk menurut kelompok umur, dan jenis kelamin di

kecamatan Bandungan.

Tabel 8. Jumlah Penduduk dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Di Kecamatan Bandungan Tahun 2008

No Kelompok

Umur

Jenis Kelamin Jumlah

Penduduk

Sumber: BPS Kabupaten Semarang Tahun 2009

Untuk menghitung besarnya Angka Beban Tanggungan dapat

digunakan perumusan sebagai berikut:

ABT = 100%

(50)

commit to user

Dari perhitungan nilai ABT di Kecamatan Bandungan diketahui

bahwa nilai ABT sebesar 50,08%, artinya setiap 100 orang usia produktif

menanggung 51 orang usia non produktif, hal ini juga berpengaruh

terhadap besarnya jumlah permintaan akan sayuran dan buah-buahan di

Kecamatan Bandungan walaupun jumlahnya relatif kecil dikarenakan

jumlah penduduk usia non produktif lebih kecil dibandingkan dengan

penduduk usia produktif. Sedangkan untuk mengetahui besarnya sex ratio

atau perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah

penduduk perempuan digunakan perumusan sebagai berikut:

SexRatio= 100%

Dari hasil perhitungan nilai sex ratio diketahui bahwa besarnya nilai

sex ratio di Kecamatan Bandungan adalah 99,92%, artinya dalam 100

orang penduduk perempuan terdapat 100 orang penduduk laki-laki.

Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk laki-laki sama

banyaknya dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan.

2. Kedaan Penduduk Menurut Pendidikan

Berikut ini adalah keadaan penduduk menurut pendidikan di

Kabupaten Semarang yang disajikan pada Tabel 9 di bawah ini.

Tabel 9. Keadaan Penduduk di Kabupaten Semarang Menurut Pendidikan tahun 2008

No Pendidikan Jumlah (orang) Persentase(%)

1 2 3 4 5

Tamat Akademi/ PT Tamat SLTA

Sumber: BPS Kabupaten Semarang Tahun 2009

(51)

commit to user

Pendidikan berpengaruh terhadap keadaan suatu wilayah. Semakin

banyak penduduk yang berpendidikan tinggi, akan sangat mempengaruhi

pertumbuhan daerah baik di bidang ekonomi maupun sosial. Semakin

besar jumlah penduduk yang berpendidikan akan semakin mempengaruhi

besarnya kebutuhan akan permintaan sayuran dan buah-buahan sebagai

pelengkap gizi dan vitamin, karena semakin tinggi tingkat pendidikan

yang diperoleh, semakin masyarakat mengerti akan kebutuhan gizi yang

seimbang dan sesuai bagi dirinya. Dalam tabel berikut disajikan gambaran

angka mengenai keadaan penduduk di Kecamatan Bandungan menurut

tingkat pendidikan.

Tabel 10. Keadaan Penduduk di Kecamatan Bandungan Menurut Pendidikan tahun 2008

No Pendidikan Jumlah (orang) Persentase(%)

1 2 3 4 5

Tamat Akademi/ PT Tamat SLTA

Sumber: BPS Kabupaten Semarang Tahun 2009

Berdasarkan data Tabel 10 diketahui jumlah penduduk di

Kecamatan Bandungan yang tamat SLTP adalah yang paling dominan

dengan jumlah 3.233 orang atau sekitar 53,0%. Jumlah penduduk yang

tamat SLTA adalah sebesar 1.502 orang atatu 17,02 % dari total jumlah

penduduk. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit adalah penduduk

yang merupakan tamatan akademi/PT yaitu sebanyak 459 orang atau

sekitar 7,5%. Kabupaten Semarang mempunyai penduduk dengan kriteria

pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk di

Kecamatan Bandungan. Hal ini terlihat dari jumlah lulusan pendidikan ,

baik lulusan Perguruan Tinggi, SLTP ataupun SLTA. Walaupun begitu

tingkat permintaan akan sayuran dan buah-buahan untuk pemenuhan

Gambar

Grafik Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem
Tabel 1. Kandungan Gizi Dalam Tanaman Kubis Per 100 Gram Bahan Segar
Gambaran mengenai luas panen dan produksi kubis di Kabupaten
Tabel 3. Keadaan Harga Tingkat Produsen dan Konsumen Kubis Bulan Januari-Desember 2009 di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pencapaian tingkat penjualan perusahaan adalah salah satu indikator dari tingkat kemajuan perusahaan, untuk mampu mencapai tingkat penjualan yang telah ditargetkan

In this paper, we are still interested in sums involving inverses of binomial coefficients, and we investigate these kinds of sums by using some integrals.. For convenience, we

Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalahuji Chi-Square (jenis kelamin, latar belakang pekerjaan orang tua, pekerjaan sampingan dan UKM atau organisasi) dan

Kiki Riski Aprilia, 2014, Peranan Polantas Dalam Penertiban Pelanggaran Lalu Lintas Yang Berpotensi Menyebabkan Kecelakaan Lalu Lintas Di Polresta Padang, Fakultas

Writer of more than 500 articles in KONTAN, GATRA, Sinar Harapan, SWA, Bisnis Indonesia, KOMPAS, PILAR, Warta Ekonomi, Manajemen &amp; Usahawan Indonesia, InfoBank, Jurnal Pasar

Penulisan ini ditujukan untuk menambah wawasan pengetahuan teknologi dalam pembuatan sebuah Virtual Obyek untuk suatu bentuk model objek tiga dimensi dengan menggunakan

(2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter

Bidang sumber daya dan informasi (SDI) pada LPMAI yang bertugas mengelola dokumen-dokumen AIPT terdapat beberapa masalah. Diantaranya jumlah dokumen yang banyak sehingga