commit to user
i
ANALISIS KETERPADUAN PASAR KUBIS ANTARA
PASAR NGASEM KECAMATAN BANDUNGAN DENGAN
PASAR UNGARAN KABUPATEN SEMARANG
SKRIPSI
Oleh:
LUKAS SETYO D
H0306072
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
ANALISIS KETERPADUAN PASAR KUBIS ANTARA
PASAR NGASEM KECAMATAN BANDUNGAN DENGAN
PASAR UNGARAN KABUPATEN SEMARANG
yang dipersiapkan dan disusun oleh Lukas Setyo D
H 0306072
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 28 April 2011 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua Anggota I Anggota II
Setyowati, SP, MP
NIP. 19670331 199303 2 001
Mei Tri Sundari, SP, Msi
NIP. 19780503 200501 2 002
Ir. Sugiharti Mulya H, MP
NIP. 19650626 199003 2 001
Surakarta, Mei 2011
Mengetahui
Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian
Dekan
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas berkat serta limpahan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripisi ini dengan baik. Skripsi ini sebagai syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripisi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Sebelas Maret surakarta.
2. Bapak Ir. Agustono, MSi. selaku Ketua Jurusan / Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian / Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret surakarta.
3. Ibu Setyowati,SP, MP selaku Pembimbing Utama atas bimbingan dan arahan selama menyelesaikan tugas akhir ini
4. Ibu Mei Tri Sundari,SP, MSi selaku Pembimbing Pendamping atas bimbingan dan arahannya selama ini.
5. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP selaku dosen Penguji yang telah bersedia memberikan bimbingan dan arahan.
6. Kedua orang tua tercinta, Ayah (Alm) dan Ibu yang telah memberikan cinta, kasih sayang, pengorbanan, dukungan, semangat dan inspirasi dalam hidup saya.
7. Semua kakakku tercinta, Mbak Setyo dan Mas Wawang, Mbak Putri dan Mas Heri serta Ksenya keponakanku.
8. Adikku Gabriel terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.
9. Sahabatku disaat suka dan duka Finza, atas persahabatan yang telah terlalui selama ini terangkai indah selama ini.
10.Seluruh teman-teman KMK atas segala dukungan yang telah diberikan selama ini.
commit to user
iv
12.Semua pihak yang telah memberi bantuan kepada penyusun baik moril maupun spiritual hingga tersusunnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang mendukung dari semua pihak untuk kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta, Februari 2011
commit to user
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR. ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
RINGKASAN ... xi
SUMMARY ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Penelitian Terdahulu ... 9
B. Landasan Teori ... 10
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 19
D. Hipotesa ... 24
E. Definisi Operasional Pengukuran Variabel ... 24
F. Pembatasan Masalah ... 24
G. Asumsi ... 26
III.METODE PENELITIAN ... 27
A. Metode Dasar Penelitian ... 27
B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ... 27
C. Metode pengumpulan Data ………. ... 28
1. Jenis dan Sumber Data. ... 28
2. Teknik Pengumpulan Data ... 28
D. Metode Analisis Data ... 29
1. Analisis Keterpaduan Pasar ... 29
2. Pengujian Model ... 30
3. Pengujian Asumsi Klasik ... 32
IV.KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 34
A. Keadaan Alam Kabupaten Semarang dan Kecamatan Bandungan ... 34
commit to user
vi
2. Topografi Daerah ... 34
3. Keadaan Iklim ... 35
B. Keadaan Penduduk Kabupaten Semarang dan Kecamatan Bandungan... ... 37
1. Keadaan Penduduk Menurut Umur ... 37
2. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan ... 39
3. Keadaan Penduduk Menurut Mata pencaharian ... 41
C. Keadaan Pertanian Kabupaten Semarang dan Kecamatan Bandungan... ... 44
1. Tata Guna Lahan Pertanian ... 44
2. Produk Pertanian ... 45
D. Keadaan Perekonomian ... 47
V. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50
A. Analisis Hasil ... 50
1. Perkembangan Harga Kubis ... 50
a.Perkembangan Harga Kubis di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan... ... 51
b.Perkembangan Harga Kubis di Pasar Ungaran Kabupaten Semarang... ... 54
c.Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang Bulan Januari 2008 – Oktober 2009 ……… ... 57
2. Analisis Keterpaduan Pasar Kubis ... 59
3. Pengujian Model ... 59
a.Uji F... ... 60
b.Uji Adjusted R2... ... 60
c.Uji t... ... 61
4. Pengujian Asumsi Klasik ... 62
a.Multikolinearitas... ... 62
b.Heteroskedastisitas... ... 62
c.Autukorelasi... ... 63
B. Pembahasan ... 64
VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
A. Kesimpulan ... 70
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Kandungan Gizi Dalam Tanaman Kubis ... 3 2. Luas Panen Dan Produksi Kubis Di Kabupaten Semarang
Tahun 2004-2008 ... 4 3. Keadaan Harga Tingkat Produsen Dan Konsumen Kubis
Bulan Januari-Desember 2009 Di Pasar Ngasem Kecamatan
Bandungan Dan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang ... 6 4. Kandungan Zat Gizi Dalam Kubis Per 100 Gram Bahan
Segar ... 13 5. Luas Panen Produktivitas Dan Produksi Kubis Menurut
Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2008 ... 27 6. Rata-Rata Curah Hujan Dan Jumlah Hari Hujan Menurut
Bulan Di Kabupaten Semarang Pada Tahun 2008 ... 36 7. Jumlah Penduduk Dan Persentase Penduduk Menurut
Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Semarang
Tahun 2008 ... 37 8. Jumlah Penduduk Dan Persentase Penduduk Menurut
Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di Kecamatan
Bandungan Tahun 2008 ... 38 9. Keadaan Penduduk Di Kabupaten Semarang Menurut
Pendidikan Tahun 2008 ... 39 10. Keadaan Penduduk Di Kecamatan Bandungan Menurut
Pendidikan Tahun 2008 ... 40 11. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di
Kabupaten Semarang Tahun 2008 ... 42 12. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di
Kecamatan Bandungan Tahun 2008 ... 43 13. Luas Penggunaan Lahan Di Kabupaten Semarang Pada
Tahun 2008 ... 44 14. Luas Penggunaan Lahan Di Kecamatan Bandungan Pada
Tahun 2008 ... 45 15. Luas Panen, Produksi Dan Produktivitas Tanaman Padi Dan
Tanaman Hortikultura Di Kabupaten Semarang Tahun 2008 ... 47 16. Luas Panen, Produksi Dan Produktivitas Tanaman Padi Dan
commit to user
viii
17. Lembaga Perekonomian Di Kabupaten Semarang Pada
Tahun 2008 ... 49 18. Lembaga Perekonomian Di Kecamatan Bandungan Pada
Tahun 2008 ... 50 19. Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem Kecamatan
Bandungan Pada Bulan Januari 2008 Sampai Dengan
Oktober 2009 ... 53 20. Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ungaran Kabupaten
Semarang Pada Bulan Januari 2008 Sampai Dengan Oktober
2009 ... 56 21. Hasil Analisis Regresi Keterpaduan Pasar Ngasem
Kecamatan Bandungan – Pasar Ungaran Kabupaten
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Skema Kerangka Berpikir Dalam Penelitian ... 23 2. Grafik Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem
Kecamatan Bandungan Pada Bulan Januari 2008 - Oktober
2009 ... 53 3. Grafik Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ungaran
Kabupaten Semarang Pada Bulan Januari 2008 - Oktober
2009 ... 56 4. Grafik Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem
Kecamatan Bandungan Dan Pasar Ungaran Kabupaten
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan Pada Bulan Januari 2008 Sampai Dengan
Oktober 2009 ... 71 2. Perkembangan Harga Kubis Di Pasar Ungaran Kabupaten
Semarang Pada Bulan Januari 2008 Sampai Dengan Oktober
2009 ... 72 3. Nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) Umum di Kabupaten
Semarang Januari 2008-Oktober 2009 ... 73 4. Kuisioner Penelitian Skripsiuntuk Pedagang Sayur Kubis Di
Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan ... 74 5. Kuisioner Penelitian Skripsiuntuk Pedagang Sayur Kubis Di
Pasar Ungaran Kabupaten Semarang ... 75 6. Data Analisis Regresi Keterpaduan Pasar Ngasem dengan
ANALISIS KETERPADUAN PASAR KUBIS ANTARA PASAR NGASEM KECAMATAN BANDUNGAN DENGAN PASAR UNGARAN KABUPATEN SEMARANG
Lukas Setyo Daryono1
Setyowati, SP. MP.2 dan Mei Tri Sundari, SP. MSi.3 ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Untuk mengkaji tingkat keterpaduan pasar komoditas kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang serta untuk mengkaji variabel apa sajakah yang mempengaruhi pembentukan harga kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang.
Metode dasar penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling), yaitu Pasar Ngasem sebagai pasar produsen (lokal) dan Pasar Ungaran sebagai pasar konsumen (acuan). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis keterpaduan pasar dengan IMC, pengujian model dengan uji R2, uji F, dan uji t serta pengujian asumsi klasik dengan uji multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terjadi keterpaduan pasar antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang dalam jangka pendek. Hal ini terlihat dari nilai IMC sebesar nol(0), yang artinya bahwa informasi tentang perubahan harga yang terjadi di Pasar Ungaran Kabupaten Semarang tidak ditransmisikan ke Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan. Dari ketiga variabel yang diteliti, variabel yang berpengaruh adalah variabel harga kubis pada bulan yang lalu yang terjadi di Pasar Ungaran (HAt-1) dan Selisih harga kubis di Pasar Ungaran pada waktu sekarang dengan waktu yang lalu(HAt-HAt-1). Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak terjadinya keterpaduan pasar antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang ialah Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak terjadinya keterpaduan pasar antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang ialah kurang lengkapnya berbagai sarana dan prasarana yang menunjang pemberian informasi baik bagi pedagang, petani ataupun masyarakat sebagai konsumen, kurangnya kerjasama koordinasi kedua pasar tersebut antara kedua dinas yang terkait, adanya lembaga-lembaga pemasaran yang terkait dalam distribusi sayuran kubis, serta adanya persaingan harga kubis yang berasal dari daerah lain di kedua pasar tersebut.
Kata Kunci : Keterpaduan Pasar, Kubis
Keterangan :
1.Mahasiswa Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H 0306072
2. Dosen Pembimbing Utama
commit to user
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kontribusi hortikultura terhadap manusia dan lingkungan cukup besar. Manfaat produk hortikultura bagi manusia diantaranya adalah sebagai sumber pangan dan gizi, pendapatan keluarga, pendapatan negara, sedangkan bagi lingkungan adalah memiliki nilai estetikanya, konservasi genetik sekaligus sebagai penyangga kelestarian alam. Pertumbuhan jasmani yang normal membutuhkan pangan yang cukup bergizi. Buah-buahan dan sayuran mengandung cukup banyak pangan protein maupun vitamin serta mineral. Protein hewani harganya sangat mahal, hingga tidak terjangkau oleh kebanyakan penduduk Indonesia. Karena itu sayuran dan buah-buahan diharapkan dapat berperan lebih menonjol, mengingat disamping harganya yang relatif terjangkau juga lebih mudah diperoleh. Meningkatnya konsumsi sayuran dan buah-buahan penduduk Indonesia bukan hanya disebabkan oleh peningkatan pendapatan keluarga, namun juga oleh bertambahnya pengetahuan masyarakat tentang gizi keluarga (Ashari, 1995)
Dewasa ini lebih dari empat ratus jenis buah-buahan dan berbagai jenis varietas sayuran yang dihasilkan di Indonesia menyumbang sebagian besar keanekaragaman dan kecukupan gizi rakyat. Buah-buahan dan sayuran memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai sumber pangan. Hal ini terlihat dari perdagangan sayuran dan buah antar negara, sehingga mampu memberikan devisa bagi negara. Selain itu buah maupun sayuran masih memiliki pangsa pasar yang luas dan berpotensi baik untuk dikembangkan, hal ini dikarenakan kebutuhan akan sayuran dan buah oleh manusia yang semakin bertambah jumlahnya (Soekartawi, 1993)
Dalam dunia pertanian yang semakin berkembang pesat, termasuk pengetahuan tanaman sayuran pun juga mengalami kemajuan. Jenis tanaman sayuran yang bernilai ekonomis tinggi hingga kini masih mendapat tempat di hati para petani maju, sebab dengan melaksanakan usaha tani tersebut diharapkan petani memperoleh pendapatan yang lebih baik karena di dalam
commit to user
negeri, permintaan sayuran komersial terus meningkat, terutama yang bermutu tinggi. Ini disebabkan pengetahuan dan daya beli masyarakat meningkat. Selain itu, banyaknya warga asing yang tinggal di Indonesia turut memperluas pasar sayur komersial di dalam negeri (Palungkun, 1995)
Dengan melihat berbagai potensi yang dimiliki, budidaya tanaman hortikultura utamanya sayuran, mampu memberikan kontribusi positif bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Salah satu jenis sayuran yang dapat dibudidayakan serta mampu memberikan sumbangan pendapatan bagi petani adalah sayuran kubis. Kubis atau kola atau engkol merupakan salah satu jenis sayuran daun yang berasal dari daerah subtropis yang telah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Produksi kubis di negara Indonesia selain untuk memenuhi keperluan dalam negeri, juga merupakan komoditas ekspor. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini, kubis termasuk kelompok enam besar sayur segar yang diekspor Indonesia, yakni
commit to user
Kubis termasuk salah satu sayuran yang digemari oleh hampir setiap orang. Cita rasanya enak dan lezat, juga mengandung gizi cukup tinggi serta komposisinya lengkap, baik vitamin maupun mineral. Dalam Tabel 1, berikut akan diperlihatkan kandungan gizi yang terdapat dalam sayuran kubis : Tabel 1. Kandungan Gizi Dalam Tanaman Kubis Per 100 Gram Bahan Segar
Komposisi Gizi Kubis-merah/1) (umbi) Kubis-krops2) (umum) Kalori (kal.) Sumber: Direktorat Gizi Dep. Kes. R.I. dan Food and Nutritiom Centre, Hand Book No. 1 Manila dalam Rukmana (1995).
Kubis merah dan juga kubis krops sama-sama mempunyai berbagai kandungan gizi serta vitamin yang cukup besar, antara lain : protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, natrium, niacin, serat, abu, air serta vitamin A, B1 dan C. Kubis merah serta kubis krops mengandung kalsium sebesar 46 mg serta 64 mg per 100 gram bahan segar. Karbohidrat yang terkandung dalam kubis merah serta kubis krops adalah sebesar 5.3 gr per 100 gram buah segar. Kubis merah serta kubis krops juga mengandung zat besi, walaupun dalam jumlah yang relatif kecil yaitu sebesar 0.5 mg serta 0.7 mg per 100 gram bahan segar (Rukmana, 1995).
commit to user
pembentukan glutation, zat yang diperlukan untuk menonaktifkan zat beracun dalam tubuh manusia (Anonimb. 2010)
Kubis juga merupakan sayur-sayuran yang mengandung keratin, kerotina serta zat gizi yang bersifat melawan kanker seperti indoles dan selenium. Kubis dapat menghentikan pendarahan serta menyembuhkan sembelit. kalium,dan asam folat dalam kubis membantu mengatur keseimbangan air dalam tubuh.
Gambaran mengenai luas panen dan produksi kubis di Kabupaten Semarang dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 disajikan dalam Tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Luas Panen dan Produksi Kubis di Kabupaten Semarang Tahun 2004-2008 Sumber: BPS Kabupaten Semarang, 2009
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa luas panen kubis dari tahun 2004-2008 mengalami fluktuasi harga. Penurunan luas panen yang disertai dengan penurunan hasil produksi terjadi pada tahun 2006, hal tersebut dikarenakan terjadi penurunan hasil produksi dari sentra-sentra penghasil kubis di kabupaten Semarang sehingga produksi kubis menurun dari tahun sebelumnya, sedangkan pada satu tahun sesudahnya yaitu pada tahun 2007 terjadi peningkatan luas panen diikuti dengan peningkatan hasil produksi.
commit to user
Proses pemasaran hasil pertanian dilakukan setelah proses produksi pertanian dilalui. Hasil atau komoditas pertanian dari petani, mempunyai sifat yang mudah rusak atau tidak bisa tahan lama. Selain itu, karakteristik lainnya adalah diproduksi secara terpencar-pencar sehingga agar komoditas pertanian dapat segera dimanfaatkan oleh konsumen, maka diperlukan pemasaran pertanian yang dapat memindahkan komoditas pertanian tersebut dari sentra produksi ke sentra konsumsi (Sudiyono, 2002). Proses pemasaran akan berhasil jika ditunjang oleh adanya lembaga-lembaga pemasaran, antara lain pedagang pengumpul, pedagang besar serta pedagang pengecer. Hasil pertanian yang disalurrkan oleh lembaga-lembaga pemasaran tadi dijual di pasar. Pasar secara umum merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli (Anonim, 2010), dengan adanya pasar berbagai komoditas hasil pertanian dapat disampaikan secara langsung kepada konsumen.
commit to user
Tabel 3. Keadaan Harga Tingkat Produsen dan Konsumen Kubis Bulan Januari-Desember 2009 di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang
Bulan Harga di Pasar Ngasem (Rp/kg)
Harga di Pasar Ungaran (Rp/kg)
commit to user
harga kubis lebih besar terjadi di tingkat konsumen daripada di tingkat produsen. Selain itu, keuntungan yang diambil oleh setiap lembaga pemasaran serta biaya pemasaran merupakan komponen dari margin pemasaran yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga di tingkat produsen dan konsumen.
B. Perumusan Masalah
Adanya lembaga-lembaga pemasaran akan menyebabkan terjadinya perubahan harga di tingkat produsen maupun di tingkat konsumen, hal tersebut dikarenakan adanya biaya pemasaran yang terjadi di tiap lembaga pemasaran serta keuntungan yang diambil oleh tiap lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran. Biaya pemasaran serta keuntungan yang diambil menyebabkan terjadinya perbedaan harga di tiap-tiap pasar.
Menurut Handayani dan Ferichani (2000) dalam Hastuti (2005), perbedaan harga ini juga ditentukan oleh tingkat keterpaduan pasar. Keterpaduan pasar menunjukkan bahwa harga yang terjadi di pasar lokal (tingkat petani) mengikuti harga di pasar acuan (tingkat konsumen).
Pengetahuan akan terjadinya perubahan harga komoditas yang terjadi pada pasar yang satu dengan yang lain akan mempengaruhi besarnya nilai keterpaduan kedua pasar dan pada akhirnya akan berpengaruh pula pada pembentukan harga komoditas.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu, :
1. Bagaimana tingkat keterpaduan pasar komoditas kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran Kabupaten Semarang.
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengkaji tingkat keterpaduan pasar komoditas kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang.
2. Mengkaji variabel apakah yang berpengaruh dalam pembentukan harga kubis secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Ngasem kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran kabupaten Semarang.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi pemerintah dan pemerintah kabupaten setempat, diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan tentang pasar komoditas kubis di Kecamatan Bandungan dan Kabupaten Semarang.
2. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan acuan dalam melakukan penelitian sejenis.
3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Salah satu penelitian yang terdahuku dilakukan oleh Hastuti (2005),
mengenai Analisis Keterpaduan Pasar Komoditas Kedelai Antara Kabupaten
Wonogiri dengan Kota Surakarta, adalah untuk mengetahui keterpaduan pasar
komoditas kedelai antara pasar acuan di Kota Surakarta dan pasar lokal di
Kabupaten Wonogiri. Analisis menggunakan data harga bulanan dari bulan
Februari tahun 2003 sampai bulan September 2004, dengan menggunakan
metode analisis Index of Market Connection ( IMC) dalam jangka pendek,
komoditas kedelai antara pasar acuan dan pasar lokal,didapatkan nilai IMC
rendah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai IMC yang lebih dari 1 yaitu sebesar 3,8.
Tidak lancarnya arus informasi di lokasi prosusen dan tidak sempurnanya
struktur pasar menyebabkan rendahnya tingkat keterpaduan pasar jangka
pendek komoditas kedelai antara pasar acuan dengan pasar lokal.
Penelitian lain yang dilakukan untuk mengkaji keterpaduan pasar juga
dilakukan oleh Handayani (2007), mengenai Analisis Keterpaduan Pasar Salak
Pondoh Antara Pasar Tempel Dengan Pasar Gamping Di Kabupaten Sleman,
yang mencoba untuk mengetahui keterpaduan pasar komoditas salak pondoh
dalam jangka pendek di Kabupaten Sleman. Penelitian yang dilakukan
menggunakan data harga bulanan dari tahun 2002-2005 dengan menggunakan
metode analisis Index of Market Connection ( IMC). Dari hasil analisis data,
diperoleh nilai IMC yang sebesar 1,02. Hal ini berarti tingkat keterpaduan
pasar jangka pendek komoditas salak pondoh antara pasar Gamping dengan
Pasar Tempel rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya
keterpaduan pasar salak pondoh dalam jangka pendek antara Pasar Tempel
dengan Pasar Gamping. Salah satunya adalah struktur pasar yang tidak
sempurna, hal ini terlihat dari lemahnya informasi pasar sehingga
menyebabkan perbedaan harga yang tinggi antara petani dengan konsumen.
Faktor lain penyebab rendahnya tingkat keterpaduan pasar salak pondoh
dalam jangka pendek antara Pasar Tempel dengan Pasar Gamping adalah
commit to user
karena adanya kerjasama para pedagang di pasar Gamping untuk menawar
harga salak pondoh di Pasar Tempel pada harga yang rendah, jika tidak
bersedia ditawar pada harga tersebut maka mereka tidak membelinya.
Penyebab lain yang tidak kalah penting adalah sifat komoditas salak pondoh
yang musiman yaitu pada saat panen raya harga akan rendah karena salak
pondoh di Pasar Gamping ada yang berasal dari kecamatan lain.
Berdasarkan kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan penyebab
rendahnya tingkat keterpaduan pasar adalah tidak sempurnanya struktur pasar
sehingga menyebabkan tidak lancarnya arus informasi yang berakibat pada
adanya perbedaan harga antara petani dengan konsumen. Faktor lain yang
menyebabkan rendahnya tingkat keterpaduan pasar ialah sifat dari komoditas
itu sendiri yang umumnya akan mempengaruhi permintaan pasar. Dengan
menggunakan analisis IMC (Index of Market Connection), peneliti akan
mencoba mengkaji keterpaduan pasar kubis secara vertikal antara Pasar
Ngasem kecamatan Bandungan sebagai pasar produsen dengan Pasar Ungaran
kabupaten Semarang sebagai pasar konsumen. Nilai IMC < 1
mengindikasikan keterpaduan pasar yang tinggi, sedangkan nilai IMC ≥ 1
mengindikasikan keterpaduan pasar rendah.
B. Landasan Teori
1. Komoditas Kubis
a. Kubis
Kubis atau kol sebenarnya merupakan tanaman semusim atau
lebih yang berbentuk perdu. Tanaman kubis berbatang pendek dan
beruas-ruas. Sebagai bekas tempat duduk daun. Tanaman ini berakar
tunggang dengan akar sampingnya sedikit tetapi dangkal. Daunnya
lebar berbentuk bulat telur dan lunak. Daun yang muncul terlebuh
dahulu menutup daun yang muncul kemudian, demikian seterusnya
hingga membentuk krop daun bulat seperti telur dan padat berwarna
putih. Bunganya tersusun dalam tandan dengan mahkota bunga
berwarna kuning spesifik. Tanaman kubis sukar berbunga di Indonesia
commit to user
Buahnya bulat panjang seperti polong. Polong muda berwarna hijau,
setelah tua berwarna kecoklatan dan mudah pecah. Bijinya kecil,
berbentuk bulat, dan berwarna kecoklatan. Biji yang banyak tersebut
menempel pada dinding bilik tengah polong. (Sunarjono, 2004)
Kubis atau kol dikonsumsi sebagai sayuran daun, diantaranya
sebagai lalab(lalap) mentah dan masak, lodeh campuran bakmi, lotek,
pecal, asinan, dan aneka makanan lainnya. Di wilayah Argalingga
(Majalengka), tunas kubis yang dipelihara setelah dipanen kropnya
ternyata laku dijual ke pasaran ekspor dengan tingkat harga beberapa
kali lipat dari harga kropnya. Tunas kubis ini dipesan oleh Singapura
dan Malaysia. Pendayagunaan tunas kubis selain sebagai lalap, juga
untuk dijadikan asinan Masyarakat Argalingga menyebut tunas kubis
dengan nama ”Sirung kol” atau nama dagangnya “Keciwis”
(Rukmana, 1995)
b. Klasifikasi Kubis
Berdasarkan tata nama (Sistematika) botani, tanaman kubis
diklasifikasikan ke dalam :
Divisio : Spermatophya
Sub division : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Papavorales
Famili : Cruciferae (Brassicaceae)
Genus : Brassica
Spesies : Brassica oleraceae L.var. capitata L.
(Rukmana, 1995).
Tanaman kubis mempunyai jenis cukup banyak. Lima jenis
diantaranya sudah umum dibudidayakan di dunia, yaitu:
• Kubis-krop atau kol, engkol, kubis telur (B.o.L.var.capitata
L.). Jenis kubis ini memiliki cirri-ciri daun-daunnya dapat
commit to user
• Kubis daun atau kubis-stek (B.o.L.var.achepala L.). Jenis
kubis ini ditandai dengan daun-daunnya tidak dapat
membentuk krop, sehingga dikenal dengan nama kubis
“Kale”.
• Kubis-umbi (B.o.L.var.gongylodes L.) atau populer disebut
“Kohlrabi”. Jenis kubis ini memiliki ciri pada pangkal
batangnya dapat membentuk umbi yang bentuknya bulat
sampai bundar. Umbi dan daun-daunnya enak dijadikan lalap
atau disayur.
• Kubis-tunas atau kubis-babat (B.o.L.var. gemmifera L.) atau
popular disebut “Brussels Sprout”. Ciri-ciri kubis ini adalah
tunas samping kiri dan kanan sampai ke bagian atas (pucuk)
dapat membentuk krop kecil berdiameter antara 2,5-5,0 cm;
sehingga dalam 1 batang (pohon) terdiri atau puluhan krop
kecil.
• Kubis-bunga (B.o.L.var. botrytis L.) dan Brocolli (B.o.L. var.
botrytis sub var. cymosa L.). Kubis-bunga mempunyai
ciri-ciri dapat membentuk massa bunga (curd) yang berwarna
putih atau putih-kekuningan; sedangkan massa bunga
broccoli berwarna hijau atau hijau-kebiruan. (Rukmana,1995)
Kubis sebagai tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, yang dalam
penelitian kali ini jenis kubis yang diteliti merupakan jenis kubis krop,
dibutuhkan masyarakat dalam jumlah yang cukup besar, bahkan skala
pemenuhannyapun sampai dengan pasar ekspor. Dengan melihat
morfologi dan klasifikasi serta berbagai jenis kubis sudah barang tentu
terdapat banyak kandungan zat gizi serta kegunaan tanaman kubis.
c. Kandungan dan Kegunaan Kubis
Kubis melindungi terhadap borok perut, kanker usus besar dan
kanker payudara karena kubis mengandung glutamine dan
smethylmethionine. Dapat digunakan sebagai pencegah dan obat
commit to user
lemahnya otot-otot, luka-luka pada tepi mulut, dermatitis bibir menjadi
merah dan radang lidah, kandungan niacin dapat mencegah penyakit
palagra dan pembentuk tulang dan gigi.Indole-3-carbinol (I3C) itulah
nama senyawa alami yang ditemukan dalam kubis/kol yang dapat
mempengaruhi faktor-faktor yang dapat membantu reproduksi sel.
Para peneliti menemukan bahwa I3C dapat menghalangi virus herpes
yang juga membutuhkan faktor-faktor tersebut untuk reproduksi.
Menurut Agfi, (2010) kandungan zat gizi dalam kubis per 100 gram
bahan segar adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Kandungan Zat Gizi dalam Kubis Per 100 Gram Bahan Segar
No Jenis Gizi Kandungan
Bagian yang dapat dimakan
1.4 gram
Sumber : Agfi Johan, 2010
Dari Tabel 4 diatas dapat diketahui kandungan Karbohidrat
merupakan yang terbesar dalam sayuran kubis per 100 gram bahan
segar, setelah itu disusul protein dan lemak. Hal ini menunjukkan
bahwa sayuran kubis dapat menjadi salah satu pelengkap kandungan
gizi Karbohidrat selain beras. Selain itu kandungan vitamin A,B dan C
yang terkandung dalam kubis menjadikan kubis sebagai salah satu
sayuran pelengkap gizi. Bagian dari sayuran kubis yang dapat dimakan
mencapai 75%, sehingga tidak banyak bagian yang terbuang.
Semua kubis-kubisan tergolong dalam kelompok crucifera,
kelompok ini dikenal karena kandungan sulforaphane dan indoles-nya
yang berkhasiat sebagai antikanker. Riset tentang indoles
commit to user
menyebabkan tumor, terutama pada sel-sel payudara. Pada saat yang
sama indoles meningkatkan senyawa tertentu yang bersifat protektif
terhadap kanker. Selain menekan pertumbuhan sel tumor, indoles juga
dapat mengurangi protes metastasis. Metastasis adalah pergerakan
sel-sel kanker ke bagian tubuh yang lain sehingga terjadi penyebaran sel-sel
tumor. Sementara itu sulforaphane berperan meningkatkan peran
enzim yang bertanggungjawab dalam detoksifikasi. Dengan semakin
optimalnya detoksifikasi, substansi karsinogenik penyebab kanker
lebih bisa cepat disingkirkan. Selain itu studi tentang sulforaphane dan
efeknya terhadap tumor pada tikus menunjukkan bahwa sulforaphane
menyebabkan tumor berkembang lebih lambat dan beratnya lebih
kecil. Sulforaphane dapat menyebabkan apoptosis (bunuh diri sel
kanker) pada sel-sel leukimia dan melanoma. (Khomsan, 2010)
Dengan melihat berbagai kandungan gizi, kegunaan bahkan nilai
ekonomi dari tanaman kubis tadi maka dibutuhkan lembaga pemasaran
yang tepat untuk memasarkan hasil produksi dari para petani kubis
tersebut, selain itu lembaga pemasaran dibutuhkan untuk
mendistribusikan hasil produksi dari produsen ke konsumen
2. Pemasaran dan lembaga pemasaran
a. Pemasaran
Pemasaran adalah fungsi bisnis yang mengidentifikasikan
keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi sekarang dan mengatur
seberapa besarnya, menentukan pasar-pasar target mana yang paling
baik dilayani oleh organisasi, dan menentukan berbagai produk, jasa
dan program yang tepat untuk melayani pasart tersebut. Jadi
pemasaran berperan sebagai penghubung antara kebutuuhan-kebutuhan
masyarakat denngan pola jawaban industri (dalam hal ini termasuk
industri di bidang pertanian) yang bersangkutan (Kotler, 2001)
Menurut Swastha (2003), pemasaran adalah kegiatan manusia
yang diarahkan pada usaha untuk memuaskan keinginan dan
commit to user
berbagai kelompok sosial seperti individu-individu, kelompok kecil,
organisasi dan kelompok masyarakat lainnya dapat terpenuhi
kebutuhannya.
Kegiatan pemasaran diperlukan suatu perantara pemasaran yang
memerankan bermacam-macam fungsi dan memakai berbagai macam
nama. Menurut Mc Vey cit, Kotler (2001), pedagang perantara
merupakan lembaga pemasaran dan bukanlah penghubung yang diupah
dalam sebuah mata rantai yang diciptakan oleh produsen, melainkan
lebih merupakan suatu pasar mandiri, pusat perhatian sekelompok
besar konsumen yang membeli padanya.
b. Lembaga pemasaran
Menurut Sudiyono (2002), berdasarkan penguasaannya terhadap
komoditi yang diperjual belikan, lembaga pemasaran dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu :
a. Lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai benda, seperti : agen
perantara, makelar.
b. Lembaga yang memilki dan menguasai komoditi – komditi
pertanian yang diperjual belikan, seperti : tengkulak, pedagang
pengumpul, eksportir dan importir.
c. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditi
pertanian yang diperjual belikan, seperti perusahaan – perusahaan
penyediaan fasilitas transportasi, asuransi pemasaran dan
perusahaan penentu kualitas produk pertanian.
Menurut Soekartawi (1993), dalam unit ekonomi yang terkecil
atau yang sering dikenal dengan istilah “Wilayah Unit Desa (WILUD)
“, dilengkapi dengan kelembagaan yang dapat melayani petani yaitu :
a. Adanya lembaga Bank.
Kelembagaan keuangan seperti Bank akan sangat besar manfaatnya
bagi petani untuk memperoleh kredit, disamping juga sebagai
tempat menabung.
commit to user
Kelembagaan penyuluhan ini dilengkapi dengan petugas yang lebih
dikenal dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).
c. Adanya lembaga penyaluran sarana produksi.
Seperti diketahui bahwa penyaluran faktor produksi seperti bibit,
pupuk dan obat – obatan yang dilaksanakan oleh penyalur hanya
sampai di KUD.
d. Adanya lembaga yang mampu membeli hasil pertanian yang
diproduksi petani.
Dengan pemasaran produk pertanian yang dilakukan oleh
lembaga pemasaran, komoditas pertanian yang dihasilkan oleh petani
sebagai produsen akan disalurkan kepada konsumen. Pasar menjadi
tempat akhir bagi penyaluran produk pertanian dari produsen ke
konsumen, tanpa adanya pasar pemenuhan kebutuhan konsumen akan
terganggu, lebih dari itu produsen pun tidak akan dapat memasarkan
hasil produksinya.
3. Pasar
a. Pengertian Pasar
Pasar merupakan tempat dimana penjual dan pembeli bertemu
untuk mempertukarkan barang-barang mereka. Sekumpulan penjual
dan pembeli melakukan transaksi atas suatu produk atau kelas produk
tertentu. Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang mempunyai
kebutuhan atau keinginan tertentu yang mungkin bersedia dan mampu
melibatkan diri dalam suatu pertukaran guna memuaskan kebutuhan
atau keinginan tersebut (Kotler, 1998).
Pasar dalam arti sempit adalah tempat dimana permintaan dan
penawaran bertemu, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar
tradisional. Sedangkan dalam arti luas adalah proses transaksi antara
permintaan dan penawaran, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar
modern. Permintaan dan penawaran dapat berupa barang atau jasa
commit to user
b. Jenis-jenis pasar
Pasar dapat dibagi atau dikelompokkan sebagai berikut:
(1) Pasar konsumen (Consumer Markets), adalah pasar untuk
barang-barang dan jasa-jasa yang dibeli oleh individu-individu dan rumah
tangga-rumah tangga untuk dipakai sendiri (tidak diperdagangkan).
(2) Pasar produsen (Producer Markets/Industrial Markets), adalah
pasar yang terdiri atas individu-individu dan organisasi-organisasi
yang memerlukan barang-barang dan jasa-jasa untuk diproses atau
diproduksi lebih lanjut dan kemudian dijual kepada yang lain.
(3) Pasar pedagang perantara (Reseller Markets), adalah pasar yang
terdiri atas individu-individu dan organisasi-organisasi yang
biasanya disebut perantara dalam penjualan (middlemen), dealer,
distributor yang memerlukan barang-barang untuk dijual lagi
dengan tujuan memperoleh laba.
(4) Pasar pemerintah (Government Markets), adalah pasar yang terdiri
atas unit-unit pemerintah (misalnya pemerintah pusat, pemerintah
daerah, DPR, departemen, dan sebagainya) yang membeli
barang-barang untuk melaksanakan fungsi-fungsi dalam pemerintahan.
(Sumawihardja et al., 1991).
Pasar yang ada akan menjadi tempat bertemunya penjual dan
pembeli. Pasar terbagi menjadi beberapa macam kelompok antara lain
pasar produsen, pasa konsumen, pasar pedagang perantara dan pasar
pemerintah yang kesemuanya itu menjadi tempat dimana transaksi
penawaran ataupun permintaan yang berupa barang ataupun jasa
akhirnya akan menimbulkan terciptanya suatu harga.
4. Harga
a. Pengertian Harga
Harga adalah jumlah uang yang ditukarkan konsumen dengan
manfaat dari memiliki atau menggunakan produk dan jasa. Harga
commit to user
satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan
pendapatan, elemen-elemen lain menimbulkan biaya (Kotler, 1998)
Harga adalah jumlah uang yang ditukarkan konsumen dengan
manfaat dari memiliki atau menggunakan produk dan jasa. Harga
berperan sebagai penentu utama pilihan pembeli. Harga merupakan
satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan
sedangkan elemen-elemen lainnya menimbulkan biaya (Kotler, 1998).
Terbentuknya suatu harga ditentukan oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi tinggi rendahnya harga
suatu produk atau perubahan harga suatu produk yang cukup besar dari
waktu ke waktu.
b. Faktor tinggi rendahnya harga
Terdapat tiga subyek yang menentukan pembentukan harga suatu
produk di pasaran dalam kegiatan pemasaran produk pertanian, yaitu:
(1) Produsen dengan dasar biaya-biaya produksi yang telah
dikeluarkannya sehingga produk ini berwujud dan siap untuk
dipasarkan.
(2) Konsumen dengan daya beli dan dasar-dasar kebutuhan serta
kesukaannya.
(3) Pemerintah dengan peraturan atas ketentuan harga sebagai
pengendali tata harga pasaran (price mechanism).
(Kartasapoetra, 1992).
Perbedaan harga cukup besar yang terjadi antara petani dengan
konsumen terjadi karena kurang lancarnya arus informasi antar pasar,
serta sifat dari produk itu sendiri. Pada akhirnya hal tersebut juga akan
mempengaruhi tingkat keterpaduan pasar.
5. Keterpaduan Pasar
Faktor-faktor yang mempengaruhi keterpaduan pasar sangat
bervariasi antara tiap-tiap komoditi. Secara umum, faktor-faktor yang
menentukan keterpaduan muncul sebagai karakteristik produk-produk
commit to user
produksi (dataran rendah dan tinggi) serta fasilitas transportasi (Munir
et al., 1997 dalam Nawangsih, 2008).
Hubungan saling mempengaruhi dalam hal perubahan harga
antara dua pasar atau lebih disebut keterpaduan pasar. Dua pasar
dikatakan terpadu atau terintegrasi apabila perubahan harga dari salah
satu pasar disalurkan ke pasar lainnya. Struktur dan integrasi pasar
berkaitan dengan pembentukan harga dan efisien pemasaran. Analisa
struktur dan integrasi pasar dapat menggambarkan efektifitas dan
tingkah laku pasar di tingkat produsen dan konsumen, yang pada
masing-masing tingkat mempunyai kekuatan permintaan dan
penawaran
(Simatupang dan Jefferson, 1988 dalam Handayani, 2007).
Menurut Tukan et al. (2004), pengertian dari model keterpaduan
pasar adalah sampai seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditi
pada suatu tingkat lembaga pemasaran dipengaruhi oleh harga di
tingkat lembaga pemasaran lainnya. Pengaruh ini dapat diduga melalui
analisis elastisitas transmisi harga (Et) dan analisis korelasi harga.
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Menurut Simatupang dan Jefferson, 1988 cit Wahyuningsih, 2005,
hubungan dua pasar atau lebih yang saling mempengaruhi dalam menentukan
terbentuknya harga atau perubahan harga suatu dengan dipengaruhi struktur
dan integritas dua pasar atau lebih tersebut merupakan hal yang membentuk
keterpaduan pasar.
Adanya keterpaduan pasar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat
bervariasi antara satu komoditi dengan komoditi yang lain. Dua pasar dapat
dikatakan terpadu atau terintegrasi apabila ada perubahan harga dari salah satu
pasar disalurkan ke pasar lainnya. Terdapat dua keterpaduan pasar, yaitu
keterpaduan pasar secara horisontal dan keterpaduan pasar secara vertikal.
Struktur dan integrasi pasar berkaitan dengan pembentukan harga dan efisiensi
pemasaran. Analisis struktur dan integrasi pasar dapat menggambarkan
commit to user
pembeli, yang pada dasarnya masing-masing tingkat mempunyai kekuatan
permintaan dan penawaran (Simatupang dan Situmorang, 1988).
Menurut Handayani dan Ferichani (2000) dalam Handayani (2007),
model analisis yang digunakan untuk mengkaji keterpaduan pasar ada empat
yaitu, Koefisien Korelasi, Kointegrasi, Model Ravallion dan Index of Market
Connection (IMC) dari Timmer. Masing-masing metode tersebut mempunyai
kelebihan dan kekurangan yaitu sebagai berikut:
1. Koefisien Korelasi dan Kointegrasi, metode ini memiliki kelebihan mudah
dalam hal analisanya dan biasnya rendah. Akan tetapi metode ini hanya
bisa digunakan untuk menganalisis keterpaduan jangka panjang,
sedangkan keterpaduan pasar jangka pendek tidak bisa dihitung dengan
menggunakan dua metode tersebut.
2. Model Ravallion sesuai untuk menganalisis keterpaduan jangka pendek
dan juga sesuai untuk data mingguan ataupun bulanan, tetapi tidak cocok
untuk menganalisis keterpaduan jangka panjang. Kekurangan dari model
ini adalah adanya asumsi bahwa ada satu pasar pusat yang dikelilingi
beberapa pasar lokal sehingga perlu pengetahuan tentang struktur pasar
dan memerlukan dua kali perhitungan. Derajat keterpaduan pasar juga
tidak dapat diukur dengan model ini.
3. IMC dari Timmer lebih sensitif daripada model Ravallion karena IMC
dapat menunjukkan derajat integrasi pasar. Selain itu hanya memerlukan
satu kali perhitungan dan tidak perlu persyaratan lain.
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh tiap model
analisis pengujian menurut Handayani dan Ferichani (2000) dalam Handayani
(2007), model analisis yang tepat dalam menguji tingkat keterpaduan pasar
secara vertikal dalam jangka pendek ialah model analisis Index of Market
Connection (IMC), dimana dapat menunjukkan derajat integrasi pasar serta
lebih sensitif daripada model Ravallion, yang diperkenalkan oleh Timmer.
Berikut persamaan yang digunakan dalam IMC adalah sebagai berikut :
∆Hit=(αi-1)(Hit-1-HAt-1)+βi0(HAt-HAt-i)+(αi1+βio+βi1-1)HAt-1+γiXt+µit...(1)
commit to user
Maka persamaan (2) menjadi:
(Hit-Hit-1) = b1(Hit-1-HAt-1) + b2(HAt-HAt-1) + b3HAt-1 + b4Xt + µit...(3)
Persamaan (3) disederhanakan menjadi:
Hit = b0 + (1+b1)Hit-1 + b2(HAt-HAt-1) + (b3-b1)HAt-1 + b4Xt + µit…...(4)
Bila diasumsikan faktor musim dan peubah lain di pasar lokal tidak
berpangaruh, maka b4 = 0. Maka persamaan (4) menjadi :
Hit =b0 + (1 +b1) Hit-1 + b2 (HAt-HAt-1) + (b3-b1)HAt-1……..………...(5)
Menurut Timmer (1987) dalam Setyowati et al., (2005) rasio dari
koefisien-koefisien tersebut yaitu koefisien harga di pasar lokal pada waktu
yang lalu dan koefisien harga di pasar acuan pada waktu yang lalu yang dapat
digunakan untuk mengetahui Indeks Keterpaduan Pasar (Index of Market
Connection) atau IMC. Berdasarkan persamaan (5) dapat ditulis rumus IMC
secara matematis:
commit to user
(b3-b1) diasumsikan sebagai b3
Sehingga diperoleh rumus IMC :
IMC=
3 1
b b
Keterangan :
IMC = rasio dari koefisien harga di pasar lokal pada waktu t-1 dan koefisien
harga di pasar acuan pada waktu t-1
b1 = koefisien harga di pasar lokal pada waktu t-1
b3 = koefisien harga di pasar acuan pada waktu t-1
Setelah dilakukan analisa, apabila didapatkan nilai IMC < 1, hal tersebut
menunjukkan tingkat keterpaduan pasar tinggi. Dalam hal ini informasi
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya harga di pasar acuan
ditransformasikan secara sempurna atau lancar ke pasar lokal. Harga yang
terbentuk di pasar lokal dipengaruhi oleh harga di pasar acuan.
Namun apabila setelah dilakukan analisa didapatkan nilai IMC ≥ 1, hal
tersebut menunjukkan tingkat keterpaduan pasar rendah. Dalam hal ini
informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya harga di
pasar acuan hanya berpengaruh di pasar itu sendiri. Sedangkan terbentuknya
harga di pasar lokal dipengaruhi oleh kondisi pasar lokal sendiri, baik struktur
ataupun integritasnya.
Melalui metode OLS dilakukan análisis regresi yang menggunakan alat
penguji berupa R2 (koefisien determinasi), uji F, serta uji t.
• Uji R2 digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel
bebas terhadap perubahan variasi dalam variabel tak bebasnya,
semakin tinggi nilai R2 (semakin mendekati 1) maka makin banyak
proporsi variasi variabel tak bebas yang bisa dijelaskan oleh
variabel bebasnya.
• Uji F digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh semua variabel
bebas secara bersama-sama terhadap variabel tak bebasnya.
• Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
commit to user
Pengujian asumsi klasik dengan menggunakan uji matrik Pearson
Correlation (PC), diagram pencar (scatterplot), dan uji (DW). Uji matrik
Pearson Correlation dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
multikolinearitas. Uji diagram pencar (scatterplot) digunakan untuk
mendeteksi terjadi tidaknya heteroskedastisitas. Sedangkan uji Durbin Watson
(DW), dilakukan untuk melihat apakah pada persamaan terdapat autokorelasi
(salah satu penyimpangan asumsi klasik).
D. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
Produsen Sayur Kubis
Autoregressive Distributed Lag Model Hit = b1 (Hit-1)+ b2(HAt-HAt-1) + b3(HAt-1) Keterpaduan Pasar Horisontal
IMC ≥ 1 Keterpaduan Pasar Jangka Pendek Rendah
Pasar Ngasem Pasar Ungaran
Keterpaduan Pasar
Model Ravallion Model Kointegrasi
Keterpaduan Pasar Vertikal
Model Korelasi Model IMC Timmer
IMC < 1 Keterpaduan Pasar Jangka Pendek Tinggi
commit to user
E. Hipotesis
1. Diduga tingkat keterpaduan pasar komoditas kubis dalam jangka pendek
antara Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dengan Pasar Ungaran
Kabupaten Semarang rendah.
2. Diduga variabel yang berpengaruh dalam pembentukan harga kubis di
pasar lokal pada waktu sekarang (Hit) adalah harga kubis di pasar lokal
pada waktu lalu (Hit-1), selisih harga kubis di pasar acuan pada waktu
sekarang (HAt) dengan harga kubis di pasar acuan pada waktu lalu
(HAt-1) dan harga kubis di pasar acuan pada waktu lalu (HAt-1).
F. Pembatasan Masalah
1. Penelitian yang dilakukan dipusatkan pada Pasar Ngasem Kecamatan
Bandungan sebagai pasar produsen dengan Pasar Ungaran Kabupaten
Semarang sebagai pasar konsumen.
2. Data yang digunakan dalam penelitian menggunakan data harga bulanan
kubis yang berlaku di Pasar Ngasem sebagai pasar produsen dengan harga
bulanan kubis yang berlaku di Pasar Ungaran sebagai pasar konsumen.
3. Data yang digunakan merupakan data selama 22 bulan, dari bulan Januari
2008 sampai dengan Oktober 2009. Menurut Gujarati (1995), banyaknya
observasi minimum yang diperlukan sehubungan dengan tabel Durbin
Watson adalah 15 karena apabila suatu sampel yang lebih kecil dari 15,
maka observasi menjadi sulit untuk bisa menarik kesimpulan yang pasti
mengenai autokorelasi dengan memeriksa residual yang ditaksir.
G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Keterpaduan pasar adalah hubungan antara 2 pasar atau lebih sebagai pasar
produsen (lokal) dengan pasar konsumen (acuan) yang mempengaruhi
terbentuknya harga. Perubahan harga tersebut ditransmisikan dari satu
pasar ke pasar yang lainnya
2. Keterpaduan pasar vertikal merupakan tingkatan dalam suatu tingkat pasar
vertikal dimana perubahan harga suatu produk di suatu pasar akan
commit to user
3. Pasar lokal (pasar tingkat petani atau produsen) adalah pasar sentra dimana
dari keseluruhan petani menjual hasil produksinya yaitu kubis, dalam hal
ini adalah Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan.
4. Pasar acuan/pusat (pasar tingkat konsumen) adalah pasar yang menjadi
tujuan perdagangan dari pasar lokal, dimana pasar ini menerima kubis dari
pasar lokal, dalam hal ini adalah Pasar Ungaran Kabupaten Semarang.
5. Harga absolut adalah nilai yang diwujudkan dalam rupiah sebelum
dilakukan pendeflasian dengan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK).
Harga yang digunakan berupa harga bulanan yang dinyatakan dalam
satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
6. Harga riil kubis di pasar lokal adalah harga bulanan kubis yang berlaku di
pasar Ngasem kecamatan Bandungan yang dinyatakan dalam satuan
rupiah per kilogram (Rp/kg) setelah dilakukan pendeflasian dengan nilai
Indeks Harga Konsumen (IHK).
7. Harga riil kubis di pasar acuan adalah harga bulanan kubis yang berlaku di
pasar Ungaran kabupaten Semarang yang dinyatakan dalam satuan rupiah
per kilogram (Rp/kg) setelah dilakukan pendeflasian dengan nilai Indeks
Harga Konsumen (IHK).
8. Harga riil adalah nilai yang diwujudkan dalam rupiah setelah dilakukan
pendeflasian dengan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk
menghilangkan pengaruh inflasi. Untuk menghitung harga riil tersebut
digunakan rumus sebagai berikut :
Hbr = xHba
IHKt IHKd
Keterangan:
Hbr : Harga riil suatu barang pada bulan t
IHKd : Indeks Harga Konsumen pada bulan dasar, yaitu Indeks Harga
Konsumen yang paling stabil.
IHKt : Indeks Harga Konsumen pada bulan t
Hba : Harga absolut suatu barang pada bulan t
commit to user
9. Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah Indeks Harga Konsumen (IHK)
secara umum.
H. Asumsi
1. Jenis yang diteliti adalah jenis kubis krop (Brassica oleraceae L.var.
capitata L) dan kualitas kubis dianggap sama.
2. Komoditas kubis yang dihasilkan oleh petani masuk ke pasar Ngasem
Kecamatan Bandungan lalu dijual ke pasar Ungaran Kabupaten Semarang.
commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis. Metode deskriptif analitis mempunyai ciri-ciri yaitu memusatkan diri
pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada
masalah-masalah yang aktual, dan data yang dikumpulkan mula-mula disusun,
lalu dianalisa, dan disimpulkan serta didukung dengan teori-teori yang ada
dari hasil penelitian terdahulu (Surakhmad, 1998).
B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian
Pengambilan lokasi penelitian dilakukan dengan cara sengaja
(Purposive), dengan pertimbangan tertentu. Pemilihan daerah penelitian di
Kabupaten Semarang dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan
daerah penghasil kubis terbesar di kabupaten di Jawa Tengah setelah
Kabupaten Banjarnegara, karena daerahnya yang berupa daerah dataran tingi
yang sesuai dengan tanaman kubis, hal ini terlihat pada Tabel 5 tentang luas
panen, produksi dan produktivitas sayuran kubis di Jawa Tengah.
Tabel 5. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kubis Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008
No Kabupaten Luas Panen
Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, 2009
Pasar Ngasem yang terletak di Kecamatan Bandungan dipilih sebagai
daerah penelitian dengan pertimbangan bahwa Pasar Ngasem merupakan
pasar yang menjadi tempat berkumpulnya sebagian besar hasil pertanian
commit to user
tanaman kubis untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh Kabupaten
Semarang dan sekitarnya, sedangkan pemilihan pasar Ungaran dengan
pertimbangan bahwa pasar Ungaran menjadi pasar tujuan pemasaran kubis
dari pasar Ngasem Kecamatan Bandungan. Pasar Ungaran merupakan pasar
yang menjadi tujuan konsumen di Kecamatan Ungaran untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari khususnya sayuran.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh dan telah diolah oleh instansi
atau lembaga yang ada kaitannya dengan penelitian. Data sekunder yang
digunakan diperoleh dari BPS kabupaten Semarang, Dinas Pertanian
Kabupaten Semarang, Dinas Pengelolaan Pasar Kecamatan Ungaran.
Data sekunder yang digunakan berupa data harga bulanan kubis yang
berlaku di Pasar Ngasem Kecamatan Bandungan dan Pasar Ungaran
Kabupaten Semarang serta data Indeks Harga Konsumen (IHK) umum.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a. Observasi
Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung
ke objek penelitian untuk mendapatkan gambaran yang jelas.
b. Wawancara
Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan
wawancara dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian ini.
c. Pencatatan
Pengumpulan data berasal dari data sekunder dengan melakukan
pencatatan data yang ada pada instansi yang terkait dengan penelitian
commit to user
D. Metode Analisis Data
1. Analisis Keterpaduan Pasar
Tingkat keterpaduan pasar kubis dalam jangka pendek antara pasar di
tingkat produsen dan pasar di tingkat konsumen dapat dianalisis secara
statistik dengan menggunakan data sekunder, dengan menggunakan model
IMC (Indeks of Market Conection) lalu dilakukan pendekatan
Autoregressive Distributed Lag Model. Perumusan dalam model tersebut
adalah:
Hit = b0 + (1 +b1) Hit-1 + b2(HAt-HAt-1) + (b3-b1)HAt-1
Keterangan:
Hit = harga di Pasar Ngasem pada waktu t
HAt = harga di Pasar Ungaran atau pasar acuan pada waktu t
Hit-1 = harga di Pasar Ngasem pada waktu t-1
HAt-1 = harga di Pasar Ungaran atau pasar acuan pada waktu t-1
Dimana:
(1+b1) diasumsikan sebagai b1
(b3-b1) diasumsikan sebagai b3
Pengukuran nilai indeks keterpaduan pasar (IMC) diperoleh dari
membandingkan nilai koefisien regresi b1 dan koefisien regresi b3.
pengukurannya menggunakan rumus Indeks of Market Connection (IMC)
atau indeks keterpaduan pasar dengan rumus sebagai berikut:
commit to user
• Nilai IMC kurang dari satu atau mendekati nol, menunjukkan tingkat
keterpaduan pasar semakin tinggi,
• Nilai IMC yang sama dengan atau lebih dari satu menunjukkan tingkat
keterpaduan pasar semakin rendah atau bisa dikatakan tidak terpadu.
2. Pengujian Model
Pengujian model dilakukan dengan menggunakan uji R2, uji F, dan
uji t.
a. Uji R2
Uji R2 (koefisien determinasi) digunakan untuk menyatakan
berapa besar (%) atau persentase variasi variabel tak bebas dapat
dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang dimasukkan dalam model
regresi. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi (mendekati satu),
maka semakin erat hubungan antara variabel bebas dengan variabel
tidak bebasnya. Nilai koefisien determinasi dapat diketahui dengan
rumus sebagai berikut:
Keterangan:
ESS : jumlah kuadrat regresi
TSS : jumlah kuadrat total
b. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas. Uji hipotesis
dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
H0 : bi = 0
H1 : bi≠ 0
Untuk mengetahui besarnya nilai F hitung digunakan perumusan
sebagai berikut:
commit to user
k n RSS
k ESS F
− −
= ( 1)
Keterangan:
ESS : jumlah kuadrat regresi
RSS : jumlah kuadrat residual
n : jumlah sampel
k : jumlah variabel
Kriteria pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Jika nilai signifikansi < α berarti H0 ditolak dan H1 diterima, maka
variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap
variabel tak bebas.
2) Jika nilai signifikansi > α berarti H0 diterima dan H1 ditolak, maka
variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata
terhadap variabel tak bebas.
c. Uji t
Uji t dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
terhadap variabel tidak bebas secara individual, dengan menggunakan
perumusan sebagai berikut:
t hit =
) (bi Se
bi
Keterangan:
Bi : koefisien regresi
Se (bi) : standar error penduga koefisien regresi
Dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : bi = 0
commit to user
Dengan kriteria pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Jika nilai signifikansi < α berarti H0 ditolak dan H1 diterima, maka
variabel bebas secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel
tak bebas.
2) Jika nilai signifikansi > α berarti H0 diterima dan H1 ditolak, maka
variabel bebas secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap
variabel tak bebas.
3. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Uji Matrik Pearson Correlation dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya multikolinieritas. Matriks korelasi adalah hubungan antara
berbagai variabel bebas. Matriks korelasi menunjukkan seberapa besar
hubungan antara setiap variabel bebas yang digunakan dalam model.
Bila nilai pada Matrik Pearson Correlation > 0,8 dan nilai Eigenvalue
(Colinearity Diagnostik) mendekati nol maka model yang diestimasi
terjadi multikolinearitas (Gujarati, 2006).
b. Uji Heteroskedastisitas
Deteksi dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya pola tertentu
pada grafik dengan melihat diagram pencar (scatterplot), dimana
sumbu y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu x adalah residual
(Y prediksi – Y sesungguhnya). Jika ada pola tertentu, setiap titik-titik
(point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka telah terjadi
heteroskedastisitas (Gujarati, 2006)
c. Uji Autokorelasi
Menurut Sulaiman (2002), Uji d-Durbin Watson dilakukan untuk
commit to user
Dengan kriteria sebagai berikut :
• 1,65 < DW < 2,35 yang artinya tidak terjadi autokorelasi.
• 1,21 < DW < 1, 65 atau 2,35 < DW < 2,79 yang artinya tidak dapat
disimpulkan.
commit to user
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam Kabupaten Semarang dan Kecamatan Bandungan
1. Lokasi Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua tempat, yaitu di Kecamatan Bandungan dan di Kabupaten Semarang. Letak Kabupaten Semarang secara geografis terletak pada 110°14’54,75’ sampai dengan 110°39’3” Bujur Timur dan 7°3’57” sampai dengan 7°30’ Lintang Selatan. Keempat koordinat bujur dan lintang tersebut membatasi wilayah seluas 95.020,647 Ha.
Secara administratif, Kabupaten Semarang dibatasi oleh 6 wilayah Tingkat II pada sisi-sisinya.
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Semarang. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Boyolali.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Demak. - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan Temanggung.
Letak Kecamatan Bandungan secara geografis terletak pada 110°14’54,75’’ sampai dengan 110°39’3’’ Bujur Timur dan 7°3’57” sampai dengan 7°30’ Lintang Selatan. Keempat koordinat bujur dan lintang tersebut membatasi wilayah seluas 95.020,674 Ha, dan secara administratif mempunyai batasan-batasan wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara : Kecamatan Kendal - Sebelah Selatan : Kecamatan Ambarawa - Sebelah Barat : Kecamatan Sumowono
- Sebelah Timur : Kecamatan Bergas dan kecamatan Bawen
2. Topografi Daerah
Kabupaten Semarang merupakan wilayah yang dapat dikatakan relatif sejuk, dengan ketinggian wilayah berkisar 318 meter dpl hingga 1450 meter dpl, suhu udara relative sejuk. Topografi daerah Kabupaten Semarang yang relatif sejuk dikarenakan ketinggian tempatnya
commit to user
menjadikan masyarakat daerah Kabupaten Semarang yang bermata pencaharian sebagai petani, banyak membudidayakan tanaman sayuran, salah satunya adalah sayuran kubis. Kondisi topografi yang ada di Kabupaten Semarang juga tergambarkan dengan terdapatnya tiga sungai utama yang melintasi daerah kabupaten Semarang, antara lain : sungai Garang, Kali Tuntang dan Kali Senjoyo. Tercatat tiga gunung utama yang bertengger di wilayah kabupaten Semarang. Ketiga gunung tersebut antara lain : Gunung Ungaran, Gunung Telomoyo, Gunung Merbabu.
3. Keadaan Iklim
commit to user
Tabel 6. Rata-Rata Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan Menurut Bulan Di Kabupaten Semarang Pada Tahun 2008
Sumber: BPS Kabupaten Semarang Tahun 2009
Berdasarkan data Tabel 6 diketahui jumlah hari hujan dan curah hujan di Kabupaten Semarang pada bulan Januari 2008 sampai dengan Desember 2008. Jumlah hari hujan di Kabupaten Semarang paling banyak terjadi pada Bulan Oktober sampai dengan Bulan Februari. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu sebanyak 407 mm. Terdapat 8 bulan basah (BB) yang ada di Kabupaten Semarang, 3 bulan kering (BK) serta 1 bulan lembab (BL). Hal tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten Semarang mempunyai iklim lembab karena cenderung terdapat lebih banyak bulan basah (BB).
No Bulan Kabupaten Semarang
commit to user
B. Keadaan Penduduk Kabupaten Semarang dan Kecamatan Bandungan
1. Keadaan Penduduk Menurut Umur
Keadaan penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kabupaten Semarang dan Kecamatan Bandungan dapat diketahui pada tabel 7 berikut ini:
Tabel 7. Jumlah Penduduk dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Semarang Tahun 2008
No Kelompok Umur
Jenis Kelamin Jumlah Penduduk
Sumber: BPS Kabupaten Semarang Tahun 2009
Berdasarkan data Tabel 7 dapat diketahui bahwa jumlah paling besar penduduk di Kabupaten Semarang adalah kelompok usia produktif, antara 15-64 tahun. Untuk menghitung besarnya Angka Beban Tanggungan dapat digunakan perumusan sebagai berikut:
ABT = 100%
= 65,9% (ABT di Kabupaten Semarang)
commit to user
Dari hasil perhitungan nilai sex ratio diketahui bahwa besarnya nilai
sex ratio di Kabupaten Semarang adalah 73,67%, artinya dalam 100
orang penduduk perempuan terdapat 74 orang penduduk laki-laki.
Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki.
Keadaan penduduk menurut umur yang ada di Kecamatan
Bandungan juga digambarkan menurut sex ratio dan angka beban
tanggungan suatu daerah. Berikut ini adalah jumlah penduduk dan
persentase penduduk menurut kelompok umur, dan jenis kelamin di
kecamatan Bandungan.
Tabel 8. Jumlah Penduduk dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Di Kecamatan Bandungan Tahun 2008
No Kelompok
Umur
Jenis Kelamin Jumlah
Penduduk
Sumber: BPS Kabupaten Semarang Tahun 2009
Untuk menghitung besarnya Angka Beban Tanggungan dapat
digunakan perumusan sebagai berikut:
ABT = 100%
commit to user
Dari perhitungan nilai ABT di Kecamatan Bandungan diketahui
bahwa nilai ABT sebesar 50,08%, artinya setiap 100 orang usia produktif
menanggung 51 orang usia non produktif, hal ini juga berpengaruh
terhadap besarnya jumlah permintaan akan sayuran dan buah-buahan di
Kecamatan Bandungan walaupun jumlahnya relatif kecil dikarenakan
jumlah penduduk usia non produktif lebih kecil dibandingkan dengan
penduduk usia produktif. Sedangkan untuk mengetahui besarnya sex ratio
atau perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah
penduduk perempuan digunakan perumusan sebagai berikut:
SexRatio= 100%
Dari hasil perhitungan nilai sex ratio diketahui bahwa besarnya nilai
sex ratio di Kecamatan Bandungan adalah 99,92%, artinya dalam 100
orang penduduk perempuan terdapat 100 orang penduduk laki-laki.
Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk laki-laki sama
banyaknya dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan.
2. Kedaan Penduduk Menurut Pendidikan
Berikut ini adalah keadaan penduduk menurut pendidikan di
Kabupaten Semarang yang disajikan pada Tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9. Keadaan Penduduk di Kabupaten Semarang Menurut Pendidikan tahun 2008
No Pendidikan Jumlah (orang) Persentase(%)
1 2 3 4 5
Tamat Akademi/ PT Tamat SLTA
Sumber: BPS Kabupaten Semarang Tahun 2009
commit to user
Pendidikan berpengaruh terhadap keadaan suatu wilayah. Semakin
banyak penduduk yang berpendidikan tinggi, akan sangat mempengaruhi
pertumbuhan daerah baik di bidang ekonomi maupun sosial. Semakin
besar jumlah penduduk yang berpendidikan akan semakin mempengaruhi
besarnya kebutuhan akan permintaan sayuran dan buah-buahan sebagai
pelengkap gizi dan vitamin, karena semakin tinggi tingkat pendidikan
yang diperoleh, semakin masyarakat mengerti akan kebutuhan gizi yang
seimbang dan sesuai bagi dirinya. Dalam tabel berikut disajikan gambaran
angka mengenai keadaan penduduk di Kecamatan Bandungan menurut
tingkat pendidikan.
Tabel 10. Keadaan Penduduk di Kecamatan Bandungan Menurut Pendidikan tahun 2008
No Pendidikan Jumlah (orang) Persentase(%)
1 2 3 4 5
Tamat Akademi/ PT Tamat SLTA
Sumber: BPS Kabupaten Semarang Tahun 2009
Berdasarkan data Tabel 10 diketahui jumlah penduduk di
Kecamatan Bandungan yang tamat SLTP adalah yang paling dominan
dengan jumlah 3.233 orang atau sekitar 53,0%. Jumlah penduduk yang
tamat SLTA adalah sebesar 1.502 orang atatu 17,02 % dari total jumlah
penduduk. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit adalah penduduk
yang merupakan tamatan akademi/PT yaitu sebanyak 459 orang atau
sekitar 7,5%. Kabupaten Semarang mempunyai penduduk dengan kriteria
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk di
Kecamatan Bandungan. Hal ini terlihat dari jumlah lulusan pendidikan ,
baik lulusan Perguruan Tinggi, SLTP ataupun SLTA. Walaupun begitu
tingkat permintaan akan sayuran dan buah-buahan untuk pemenuhan