commit to user
i
PENGARUH STRES PADA MOTIVASI KERJA DIMODERASI
OLEH FLEX-TIME
(STUDI PADA KARYAWAN PT. WORLEYPARSONS INDONESIA)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh :
FAUZAN DARMAWAN NIM. F0207003
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul :
PENGARUH STRES PADA MOTIVASI KERJA DIMODERASI OLEH
FLEX-TIME
(STUDI PADA KARYAWAN PT. WORLEYPARSONS INDONESIA)
Surakarta, September 2012 Disetujui dan diterima oleh pembimbing skripsi
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim penguji skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen.
Surakarta, Oktober 2012
Tim Penguji Skripsi
1. Dr. Asri Laksmi, M.Si sebagai Ketua (……….)
NIP. 19590130 198601 2 001
2. Dra. Salamah Wahyuni, SU sebagai Pembimbing (……….)
NIP. 19500118 197803 2 001
3. Dr. Hunik Sri Runing Sawitri, M.Si sebagai Anggota (……….)
commit to user
commit to user
v
MOTTO
”Ridho ALLAH adalah ridho Orang Tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)
“The best view is always from the mountain you've climbed. “ (Anonymous)
“Tuhan bersama mahasiswa tingkat akhir”
(Anonymous)
“When things in life don't work out.. Move on! It only means there's something better waiting for you.“
(Anonymous)
“Aku bisa memaafkan diriku apabila kalah dalam bertanding, tapi aku tidak
bisa memaafkan diriku sendiri apabila sudah kalah sebelum bertanding”
(Michael Jordan)
“No Woman No Cry”
commit to user
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan untuk :
Mama. Tercinta yang menjadi sumber motivasiku,
Almarhum Papa yang akan selalu menjadi panutan untuk anaknya,
Kakak dan adik-adiku,
Semua pembimbingku baik formal maupun informal,
Para sahabat seperantauan (Haikal , Tegar, Bojong, Rizal, Siddik, Surya, Panji,
Racol,) yang selalu memotivasi dan menjadi sumber inspirasi dalam setiap
langkahku
Para teman-teman blue eagles yang yang selalu menghiburku
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Stres Pada Motivasi Kerja Dimoderasi Oleh Flex-time (Studi Pada Karyawan PT. WorleyParsons Indonesia). Skripsi ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas dan persyaratan meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa ada doa, bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
mendalam kepada:
1. Bapak Wisnu Untoro, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Dra. Salamah Wahyuni, SU., selaku Pembimbing Skripsi yang telah
sabar memberikan bimbingan dan saran-saran yang sangat berarti dalam
penulisan skripsi ini.
3. Dr. Hunik Sri Runing Sawitri, M.Si., selaku Ketua Jurusan Manajemen
FE UNS dan sebagai penguji skripsi
4. Dr. Asri Laksmi, M.Si., selaku ketua penguji skripsi
5. Staff dan jajaran karyawan jurusan manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret.
6. Seluruh dosen dan staff administrasi Fakultas Ekonomi Universitas
commit to user
viii
7. Seluruh karyawan PT. WorleyParsons, yang telah berkenan mengisi
kuesioner dengan baik dan memberi segala informasi yang penulis
perlukan.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan penulisan selanjutnya. Kiranya apa
yang telah penulis lakukan ini memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Surakarta, Oktober 2012
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat penelitian... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 9
A. Motivasi ... 9
B. Stres Kerja ... 18
C. Time Flexible... 23
D. Penelitian Terdahulu ... 29
E. Kerangka Penelitian ... 31
commit to user
x
BAB III. METODE PENELITIAN ... 35
A. Desain Penelitian... 35
B. Populasi,Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 35
C. Teknik Pengumpulan Data ... 38
D. Sumber Data ... 38
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 39
F. Teknik Analisis Data ... 42
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 48
A. Gambaran Umum Perusahaan ... 48
B. Analisi Deskriptif ... 49
C. Uji Validitas ... 57
D. Uji Reliabilitas ... 60
E. Uji Asumsi Klasik ... 61
F. Uji Hipotesis ... 66
G. Pembahasan ... 73
BAB V. PENUTUP... 76
A. Kesimpulan ... 76
B. Keterbatasan ... 77
C. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Deskripsi Jenis Kelamin Responden ... 50
Tabel IV.2 Deskripsi Usia Responden ... 50
Tabel IV.3 Deskripsi Tingkat Pendidikan Responden ... 51
Tabel IV.4 Deskripsi Masa Kerja Responden ... 52
Tabel IV.5 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Stres Kerja . 53 Tabel IV.6 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Motivasi Ekstrinsik.. ... 54
Tabel IV.7 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap Motivasi Intrinsik ... 55
Tabel IV.8 Deskripsi Tanggapan Responden Terhadap flex-time ... 56
Tabel.IV.9 KMO and Bartlett’s test ... 57
Tabel.IV.10 Rotated component matrix ... 58
Tabel.IV.11 Hasil Uji Reliabilitas ... 59
Tabel.IV.12 Hasil Uji Normalitas ... 60
Tabel.IV.13 Hasil Uji Autokorelasi ... 61
Tabel.IV.14 Hasil Uji Asumsi Multikolinearitas ... 62
Tabel IV.15 Hasil Uji Heteroskedastisitas 1 ... 64
Tabel IV.16 Hasil Uji Heteroskedastisitas 2 ... 65
Tabel.IV.17 Hasil Uji Koefisien Determinasi (motivasi ekstrinsik ... 66
Tabel IV.18 Hasil Uji F (motivasi ekstrinsik... 67
Tabel.IV.19 Hasil Uji Koefisien Determinasi (motivasi intrinsik) ... 68
commit to user
xii
Tabel.IV.21 Hasil Uji t (motivasi ekstrinsik ... 71
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
commit to user
i ABSTRAK
PENGARUH STRES PADA MOTIVASI KERJA
DIMODERASI OLEH
FLEX-TIME
(STUDI PADA
KARYAWAN PT. WORLEYPARSONS INDONESIA)
FAUZAN DARMAWAN NIM: F0207003
Stres kerja pada karyawan erat kaitannya dengan tingkat motivasi pada karyawan tersebut dimana stres kerja yang tinggi dapat menurunkan tingkat motivasi karyawan. Untuk mencapai manajemen yang efektif dan efisien, perusahaan perlu memberikan kebijakan bagi karyawan yang mampu memotivasi karyawan dan mengurangi stres mereka terhadap pekerjaan. Perusahaan perlu mencari sumber permasalahan agar persoalan dapat diselesaikan dengan baik. Sudah banyak peneliti yang mencoba menyelesaikan permasalahan ini, salah satunya dengan pemberian kebijakan kerja flex-time. Hal ini merupakan cara yang dapat membantu karyawan untuk mengatur tugas pada organisasi dan tugas dalam keluarga tanpa harus memilih salah satu diantara keduanya. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi stres kerja dan dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh stres pada motivasi kerja yang meliputi motivasi ekstrinsik dan intrinsik dan dimoderasi oleh flex-time. Sampel pada penelitian ini adalah 109 karyawan dari keseluruhan populasi 150 karyawan perusahaan konsultan PT. WorleyParsons di Kota Jakarta. Teknik pengambilan sampel dengan cara convenience sampling dikarenakan perusahaan tidak bersedia memberikan keterangan identitas karyawan yang akan diambil sebagai responden. Alat analisis yang digunakan untuk menguji kesesuaian model dan hipotesis yang diajukan adalah dengan menggunakan metode Moderated Regression Analysis dengan bantuan program SPSS 16.0.
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, hasil perhitungan menunjukkan nilai t stres kerja pada motivasi ekstrinsik sebesar -3,362 signifikan pada tingkat signifikansi 0,001 yang artinya stres kerja berpengaruh negatif pada motivasi ekstrinsik karyawan. Kedua, hasil perhitungan dalam penelitian ini flex-time dapat memoderasi pengaruh negatif stres kerja pada motivasi ekstrinsik sehingga menjadi lebih lemah, dengan nilai t sebesar 2,485 signifikan pada tingkat signifikansi 0,015. Ketiga, hasil perhitungan menunjukkan nilai t stres kerja pada motivasi intrinsik sebesar -3,275 signifikan pada tingkat signifikansi 0,001 yang artinya stres kerja berpengaruh negatif pada motivasi intrinsik karyawan. Keempat, hasil perhitungan dalam penelitian ini flex-time dapat memoderasi pengaruh negatif stres kerja pada motivasi intrinsik sehingga menjadi lebih lemah, dengan nilai t sebesar 2,485 signifikan pada tingkat signifikansi 0,015.
commit to user
ii ABSTRACT
Stress at work is closely related to employee motivation level at which the employee is working a high stress can lower levels of employee motivation. To achieve an effective and efficient management, companies need to provide a policy for employees who are able to motivate their employees and reduce stress on the job. Companies need to find the source of the problem so that the issue can be resolved. There have been many researchers who are trying to resolve these issues, one of them by giving work flex-time policy. This is a great way to help employees to manage tasks on the organization and duties of the family without having to choose one among them. This policy is expected to reduce job stress and can increase employee motivation.
The purpose of this study was to examine and analyze the effect of stress on work motivation include intrinsic and extrinsic motivation and moderated by flex-time. The sample in this study was 109 employees of the total population of 150 employees consulting company PT. WorleyParsons in Jakarta. Sampling technique by convenience sampling because the company is not willing to give testimony employee identity to be taken as respondents. Analysis tools are used to test the suitability of the proposed model and hypotheses are using Moderated Regression Analysis with SPSS 16.0.
The results of this study are as follows. First, the calculation results show the value t work stress on the extrinsic motivation of -3.362 significant at a
significance level of 0.001, which means job stress negatively affects the extrinsic motivation of the employees. Second, the calculation in this study flex-time can moderate the negative effects of job stress on extrinsic motivation to become weaker, with significant t value of 2.485 at a significance level of 0.015. Third, the calculation results show the value t work stress on intrinsic motivation of -3.275 significant at a significance level of 0.001, which means a negative effect of job stress on employees' intrinsic motivation. Fourth, the results of the
calculations in this study flex-time to moderate the negative effects of job stress on intrinsic motivation to become weaker, with a t value of 2.485 significant at the .015 level of significance.
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ditengah kemajuan teknologi dunia, sumberdaya manusia tetap
menjadi suatu fungsi vital dalam sebuah organisasi. Perkembangan teknologi
dalam organisasi juga selalu disertai dengan perkembangan sumberdaya
manusia dalam organisasi tersebut dan menjadi pendukung dalam pencapaian
tujuan organisasi. Robbins (2006) mengemukakan bahwa organisasi yang
sukses memerlukan karyawan yang akan melakukan tugas lebih dari tugas
biasa mereka dan memberikan melebihi yang diharapkan. Tujuan dari
organisasi tersebut adalah dapat tercapainya kinerja organisasi yang optimal,
hal tersebut dikarenakan adanya keterlibatan manusia yang sangat penting
dalam organisasi, sehingga motivasi manusia yang bekerja pada organisasi
harus dipahami, karena motivasi dapat menentukan perilaku orang dalam
bekerja atau dengan kata lain, perilaku merupakan cerminan yang paling
sederhana dari motivasi. Keefektifan motivasi yang dilakukan akan sangat
menentukan keseluruhan kinerja atau sering disebut sebagai prestasi kerja
(Amirullah dan Budiono, 2004).
Menurut Robbins (2006) kinerja (performance) ditentukan dari
hasil interaksi antara motivasi kerja, kemampuan (ability) dan peluang
(opportunity). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa kinerja dapat
commit to user
dimiliki juga tinggi, akan memberikan keberhasilan bagi seseorang dalam
pekerjaannya. Keberhasilan tersebut pun didukung oleh faktor-faktor lain
seperti yang dikemukakan oleh Robbins (2006) bahwa ada tiga faktor utama
yang dapat mempengaruhi keberhasilan karyawan. Pertama, memiliki
kemampuan dalam mengerjakan pekerjaan, suatu kemampuan yang
merupakan kombinasi dari kemampuan alami yang dibangun melalui
pendidikan dan latihan. Kedua, memiliki alat yang tepat untuk pekerjaan
tersebut. Ketiga, ada dorongan atau motivasi dalam melakukan pekerjaan.
Robbins (2006) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang ikut
menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu atau karyawan dalam
usaha mencapai sasaran. Menurut Herzberg (dalam Robin, 2006), ada dua
jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan
dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor
motivator (faktor intrinsik) dan faktor higiene (faktor ekstrinsik). Faktor
motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang
termasuk didalamnya adalah prestasi, pengakuan, kemajuan tingkat
kehidupan, dan sebagainya (faktor intrinsik), sedangkan faktor higiene
memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk di dalamnya
adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya
(faktor ekstrinsik). Pernyataan yang di kemukakan Herzberg tersebut dapat
dilihat bahwa kemampuan karyawan dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh
keberadaan motivasi yang dimilikinya, baik motivasi intrinsik maupun
commit to user
karyawan itu sendiri seperti rasa puas, bangga jika ia menyelesaikan
pekerjaan dengan baik dan mengukir prestasi kerja. Sedangkan motivasi
ekstrinsik disini berupa dorongan-dorongan dari luar seorang karyawan yang
termotivasi untuk mengukir prestasi karena yakin bahwa hasilnya ia akan
mendapat pujian-pujian, penghargaan, dan hadiah dari perusahaan.
Berbeda dengan mereka yang kurang atau tidak memiliki motivasi
dalam bekerja. Semangat yang seharusnya ada pada diri mereka, tidak bisa
dirasakan apalagi untuk meraih keberhasilan, seolah hal itu hanya sesuatu
yang mustahil bagi dirinya, sehingga dapat menimbulkan stres. Selain rasa
senang dengan atasan karena selalu memberikan motivasi, menurut
Munandar (2001) kelekatan dengan kelompok dan kepercayaan antar pribadi
pun berhubungan dengan penurunan dari stres pekerjaan, apabila stres pada
pekerjaan sedikit dirasakan, maka suasana kerja yang dihadapi akan lebih
menyenangkan.
Robbins (2006) menjelaskan bahwa stres adalah suatu kondisi yang
menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan yang
terdapat batasan atau penghalang. Hal ini terlihat sangat rumit karena
biasanya stres selalu terlihat dalam konteks yang negatif. Tetapi walaupun
lazimnya stres memiliki konteks yang negatif, stres juga mempunyai nilai
positif. Karena terdapat individu yang menggunakan stres sebagai tantangan
dalam memotivasi agar meningkatkan mutu kerja dan kepuasan kerja yang
commit to user
Luthans (2002) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan
dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan
proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik
seseorang. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi grogi,
merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi,
peningkatan ketegangan pada proses berfikir dan kondisi fisik individu
menurun. Kejadian ini biasanya dialami oleh karyawan yang sudah bekerja
dengan baik (ada motivasi dalam dirinya), namun tidak pernah mendapatkan
ganjaran yang setimpal, baik itu berupa imbalan, atau berupa pujian dari
atasan sebagai respon dari kerja kerasnya selama ini. Berdasarkan uraian
tersebut, jelas sekali stres dapat mempengaruhi motivasi yang ada dan
masalah stres pada karyawan merupakan masalah organisasi yang akan
mempengaruhi produktivitas dan kemampuan organisasi untuk terus
berkembang karena tergantung pada para pekerjanya.
Untuk mencapai manajemen yang efektif dan efisien, perusahaan
perlu memberikan kebijakan bagi karyawan yang mampu memotivasi
karyawan dan mengurangi stres mereka terhadap pekerjaan. Perusahaan perlu
mencari sumber permasalahan agar persoalan dapat diselesaikan dengan baik.
Sudah banyak peneliti yang mencoba menyelesaikan permasalahan ini, salah
satunya dengan pemberian kebijakan kerja flex-time. Menurut Davis dan
Newstrom (1996) flex-time adalah suatu jadwal kerja yang memberikan
commit to user
mengakhiri pekerjaannya selama karyawan dapat memenuhi jumlah jam kerja
yang ditetapkan oleh perusahaan. Menurut Barney dan Elias (2010) kebijakan
flex-time dapat memoderasi dampak negatif dari stres kerja pada motivasi
ekstrinsik, dan Halpern (2005) mengatakan bahwa kebijakan kerja flex-time
merupakan cara yang dapat membantu karyawan untuk mengatur tugas pada
organisasi dan tugas dalam keluarga tanpa harus memilih salah satu diantara
keduanya. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi stres kerja dan dapat
meningkatkan motivasi kerja karyawan. Itu sebabnya mengapa kebijakan
flex-time perlu dipertimbangkan oleh perusahaan sebagai jalan keluar agar
kepentingan perusahaan dan pekerjanya dapat terpenuhi tanpa harus
mengorbankan salah satu pihak.
Seperti yang kita ketahui kemacetan di ibu kota dapat
menyebabkan keterlambatan karyawan dan menjadi suatu penghambat bagi
kinerja karyawan untuk perusahaan. Karyawan yang terlambat biasanya dapat
mengalami stres yang cukup berat dikarenakan mendapatkan hukuman dari
atasan. Karena terjadinya stres kerja yang berlebihan tersebut menyebabkan
kinerja karyawan menjadi turun. Hal tersebut sangat menghambat perusahaan
untuk mencapai tujuan mereka. Agar karyawan tidak mengalami masalah
keterlambatan yang disebabkan oleh kemacetan tersebut, sudah mulai
bermunculan perusahaan-perusahaan yang menggunakan strategi flex-time.
Oleh karena itu penelitian ini menjadi menarik karena diharapkan dengan
adanya strategi flex-time tersebut dapat mengurangi stres kerja karyawan.
commit to user
flex-time, salah satunya adalah PT. WorleyParsons. Penelitian ini akan
dilakukan di PT. WorleyParsons karena perusahaan ini memperhatikan
karyawannya, selain itu perusahaan tersebut berlokasi di ibu kota yang kita
ketahui bermasalah dalam hal kemacetan lalu lintas.
Berkaitan dengan uraian tersebut maka penulis akan melakukan
penelitian atau studi replikasi dari model yang dikembangkan oleh Chet E.
Barney dan Steven M. Elias (2010) dengan judul “PENGARUH STRES
PADA MOTIVASI KERJA DIMODERASI OLEH FLEX-TIME” (Studi
pada karyawan PT. WorleyParsons Jakarta).
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah stres kerja berpengaruh negatif pada motivasi intrinsik?
2. Apakah pengaruh negatif dari stres kerja pada motivasi intrinsik akan
menjadi lebih lemah apabila dimoderasi oleh flex-time dimana
karyawan diberikan kontrol yang lebih besar atas jadwal kerja mereka?
3. Apakah stres kerja berpengaruh negatif pada motivasi ekstrinsik?
4. Apakah pengaruh negatif dari stres kerja pada motivasi ekstrinsik akan
menjadi lebih lemah apabila dimoderasi oleh flex-time dimana
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh negatif dari stres kerja pada motivasi
intrinsik.
2. Untuk menganalisis pengaruh negatif dari stres kerja pada motivasi
intrinsik apabila dimoderasi oleh flex-time dimana karyawan diberikan
kontrol yang lebih besar atas jadwal kerja mereka.
3. Untuk menganalisis pengaruh negatif dari stres kerja pada motivasi
ekstrinsik.
4. Untuk menganalisis pengaruh negatif dari stres kerja pada motivasi
ekstrinsik apabila dimoderasi oleh flex-time dimana karyawan diberikan
kontrol yang lebih besar atas jadwal kerja mereka.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:
1. Bagi organisasi, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan
pertimbangan untuk menentukan kebijakan organisasi khususnya yang
menyangkut flex-time.
2. Bagi penulis, penelitian ini merupakan proses belajar dalam
mengaplikasikan pengetahuan dan teori-teori yang dipelajari dan diperoleh
selama ini sehubungan dengan permasalahan sebenarnya dalam bidang
commit to user
dari stres kerja, fungsi dari flex-time, dan faktor yang mempengaruhi
motivasi
3. Bagi khalayak umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pada penelitian terdahulu dan dapat menjadi referensi penelitian
commit to user
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Motivasi
1. Definisi Motivasi
Robbins (2006) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang
ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha
mencapai sasaran.
Menurut Wahjosumidjo (2001) tingkah laku bawahan dalam
kehidupan organisasi pada dasarnya berorientasi pada tugas, artinya
bahwa tingkah laku bawahan biasanya didorong oleh keinginan untuk
mencapai tujuan harus selalu diamati, diawasi, dan diarahkan dalam
kerangka pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan. Perilaku bawahan dalam kehidupan berorganisasi,
tidak boleh bertentangan dengan norma atau system nilai dan segala
ketentuan yang ada dalam kehidupan organisasi. Dan serangkaian
tingkah laku seseorang pada hakikatnya disebut aktivitas. Segala
aktivitas yang dilakukan, tentunya dapat disebabkan karena adanya
dorongan atau motivasi.
Menurut Gunarsa (2003) terdapat dua motivasi dasar yang
menggerakkan perilaku seseorang, yaitu motivasi biologis yang
berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan
commit to user
Maslow A.H. menggolongkan tingkat motif menjadi enam, yaitu:
kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang,
kebutuhan seks, kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan aktualisasi
diri.
Terlepas dari beberapa definisi tentang motivasi diatas, tentu
kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa motivasi adalah suatu
dorongan dari dalam diri individu yang mengarahkan pada suatu
aktivitas tertentu dengan tujuan tertentu pula.
Menurut Gibson (1996) motivasi atau dorongan kepada
karyawan untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan
bersama atau tujuan perusahaan ini terdapat dua macam yaitu:
a. Motivasi finansial yaitu dorongan yang dilakukan dengan imbalan
finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut Insentif
b. Motivasi non finansial yaitu dorongan yang mewujudkan tidak
dalam bentuk finansial, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian,
penghargaan, pendekatan manusiawi dan lain sebagainya.
Menurut Gibson (1996) motivasi dilihat atas dasar
pembentukannya terbagi atas dua jenis, yaitu:
a. Motivasi bawaan
motivasi yang dibawa sejak lahir, motivasi ini juga disebut sebagai
motivasi primer yang terjadi dengan sendirinya tanpa harus
commit to user
b. Motivasi yang dipelajari
Motivasi yang terjadi karena adanya komunikasi dan isyarat social
serta secara sengaja dipelajari oleh manusia
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
Menurut Stooner dan Freeman (1991) ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi motivasi kerja seseorang yaitu :
a. Faktor individual, yaitu pribadi individu seperti minat, sikap,
kebutuhan-kebutuhan khusus sesuai dengan keinginannya.
b. Faktor pekerjaan, yaitu tingkat pengawasan terhadap jenis jenis
pekerjaan tertentu dan tingkat tanggung jawab terhadap pekerjaan.
c. Faktor lingkungan kerja, yaitu situasi atau lingkungan disekitar
individu bekerja seperti hubungan antar kelompok dan antar
individu, iklim organasi, sistem pelatihan kerja dan sistem
pengupahan.
Menurut Herzberg (dalam Robbins, 2006) faktor yang
berkaitan dengan isi pekerjaan, yang merupakan faktor instrinsik dari
karyawan, yaitu :
a. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab
yang dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan.
b. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan karyawan
commit to user
c. Pekerjaan itu sendiri (the work itself), besar kecilnya tantangan
yang dirasakan oleh karyawan dari pekerjaannya.
d. Prestasi (achievement), besar kecilnya kemungkinan karyawan
mencapai prestasi kerja, mencapai kinerja yang tinggi
e. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan
kepada karyawan atas kinerja yang dicapai.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja intrinsik karyawan adalah
minat, kebutuhan, tanggung jawab dan pencapaian.
Selain itu, menurut Herzberg (dalam Robbins 2006) faktor
yang berkaitan dengan ekstrinsik dari karyawan, yaitu :
a. Keamanan
b. Status
c. Hubungan dengan bawahan
d. Kehidupan pribadi
e. Hubungan dengan rekan sekerja
f. Gaji
g. Kondisi kerja
h. Kebijakan dan administrasi perusahaan
3. Motivasi Internal dan Eksternal (Intrinsik dan Ekstrinsik)
Menurut Handoko (2001), jika dilihat atas dasar fungsinya
motivasi terbagi menjadi dua, yaitu: motivasi intrinsik, dan motivasi
commit to user
adanya rangsangan dari luar, dalam diri individu sudah ada suatu
dorongan untuk melakukan tindakan. Motivasi ekstinsik yaitu motivasi
yang berfungsi dengan adanya faktor dorongan dari luar individu.
a. Motivasi Internal (Intrinsik)
Hick & Gullet, (2002) menjelaskan Berbagai kebutuhan
keinginan dan harapan yang terdapat di dalam pribadi seseorang
menyusun motivasi internal orang tersebut. Kekuatan ini
mempengaruhi pribadinya dengan menentukan berbagai
pandangan, yang menurut giliran untuk memimpin tingkah laku
dalam situasi yang khusus. Sebagai contoh, seorang mahasiswa
yang menginginkan nilai A suatu kursus akan memperhatikan
bagaimana ia akan memenuhi persyaratan pada tingkatan tersebut.
Setelah yang bersangkutan mengetahuinya, tingkah laku yang
bersangkutan mungkin akan memantulkan (menggambarkan) apa
yang ia rasakan dan melalui perasaan demikian tingkah laku dapat
diperbaiki untuk memperoleh nilai A. Beberapa faktor yang
berkaitan dengan motivasi internal yaitu:
1) Kepentingan yang khusus bagi seseorang, menghendaki, dan
menginginkan adalah merupakan hal yang unik baginya.
2) Kepentingan keinginan dan hasrat seseorang adalah juga unik
karena kesemuanya ditentukan oleh faktor yang membentuk
kepribadiannya, penampilan biologis, psiologis, dan
commit to user
Kualitas masing-masing individu dan perbedaan
kepentingan serta keinginannya, beberapa kepentingan dan
keinginan tertentu berada dalam keadaan yang sama untuk
memungkinkan seseorang menggunakan dan membentuk
organisasi yang umum untuk mencapai kepuasan hatinya. Terdapat
beberapa teori yang menjelaskan kepentingan yang menjadi umum
bagi semua individu. Dengan disadarinya kepentingan umum ini,
para manajer dapat berusaha mendorong para karyawannya agar
bekerja untuk menguntungkan perusahaan meskipun terdapat
keunikan pribadi para karyawan dengan berbagai kepentingannya.
Suatu pengertian dengan adanya kepentingan akan memungkinkan
para karyawan untuk memenuhi berbagai kepentingannya itu
dalam struktur organisasi. Kedua-duanya, baik organisasi maupun
para anggotanya memperoleh keuntungan daru keberhasilan
memenuhi kepentingan tersebut (Hicks & Gullet, 2002).
b. Motivasi Eksternal (Ekstrinsik)
Hick & Gullet (2002) menjelaskan teori motivasi eksternal
meliputi kekuatan yang ada di luar diri individu seperti halnya
faktor pengendali oleh manajer juga meliputi hal-hal yang
berkaitan dengan pekerjaan seperti gaji/upah, keadaan kerja,
kebijaksanaan dan pekerjaan yang mengandung penghargaan,
pengembangan, dan tanggung jawab Sejak para karyawan bereaksi
commit to user
para manajernya, karenanya dipandang perlu oleh para manajer
untuk memanfaatkan motivasi eksternal yang dapat menurunkan
respon dari karyawan. Seorang manajer dapat menggunakan baik
motivasi eksternal yang positif maupun motivasi eksternal yang
negatif. Motivasi eksternal positif dilakukan dengan menghargai
prestasi kerja yang sesuai dengan imbalan dan sebagainya.
Sedangkan motivasi eksternal yang negative dilaksanakan dengan
memberikan sanksi jika prestasi kerja tidak diperoleh.
4. Teori Motivasi
Teori Dua Faktor Herzberg
Teorti motivasi Dua-Faktor dari Herzberg berdasarkan atas
pembagian hirarki Maslow menjadi kebutuhan atas dan bawah.
Menurut Herzberg hanya kondisi yang memungkinkan pemenuhan
kebutuhan atas, yaitu penghargaan dan aktualisasi diri sendiri akan
meningkatkan motivasi kerja (Munandar, 2001). Sebuah organisasi
harus memungkinkan karyawan memenuhi kebutuhan tingkat
bawah melalui kerja, tetapi ini adalah cara utama untuk
mempertahankan karyawan di organisasi tersebut, bukan untuk
mempengaruhi motivasi kerjanya. Yang dimaksud dengan dua
faktor motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg adalah faktor
yang membuat orang merasa puas (satisfiers) dan faktor yang
membuat orang merasa tidak puas (dissatisfiers). Dalam
commit to user
Herzberg adalah adanya dua rangkaian kondisi. Kondisi pertama
dimana orang merasa sehat dan faktor yang memotivasi (hygiene
motivator) dan faktor ekstrinsik dan intrinsik.
Ia menemukan bahwa, faktor-faktor yang menimbulkan
kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan
ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan
kerja dinamakan faktor motivator, mencakup faktor-faktor yang
berkaitan dengan isi dari pekerjaan yang merupakan faktor
intrinsik dari pekerjaan, yaitu:
1) Tanggung jawab (responsibility), besar kecil tanggung jawab
yang dirasakan, dapat diberikan kepada seorang tenaga kerja.
2) Kemajuan (advancement), besar kecil kemungkinan tenaga
kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
3) Pekerjaan itu sendiri, besar kecil tantangan yang dirasakan
tenaga kerja dari pekerjaannya.
4) Pencapaian (achievement), besar kecil kemungkinan tenaga
kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
5) Pengakuan (recognition), besar kecil pengakuan yang diberikan
kepada tenaga kerja atas unjuk kerjanya.
Jika faktor-faktor tersebut tidak dirasakan ada, maka
menurut Herzberg tenaga kerja merasa tidak lagi puas (not
satisfied), berbeda dengan tidak puas (dissatisfied) Kelompok
commit to user
konteks dari pekerjaan, dengan faktor-faktor ekstrinsik dari
pekerjaan, meliputi:
1) Adminitrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang
dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan
yang berlaku dalam perusahaan.
2) Penyelia, derajat kewajaran penyelia yang dirasakan diterima
oleh tenaga kerja
3) Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan
unjuk kerjanya
4) Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan
dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
5) Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses
pelaksanaan tugas pekerjaannya.
Kelompok faktor ini dinamakan kelompok hygiene. Jika
faktor-faktor dirasakan kurang atau tidak diberikan, maka tenaga
kerja akan merasa tidak puas (dissatisfied). Tenaga kerja akan
banyak mengeluh. Namun apabila faktor hygiene dirasakan, maka
yang timbul bukanlah kepuasan kerja, tetapi not dissatisfied atau
tidak lagi tidak puas (Munandar, 2001).
Jika dibandingkan dengan teori tata tingkat kebutuhan dari
Maslow, maka kita dapat mengetahui bahwa kebutuhan-kebutuhan
yang berkaitan dengan faktor-faktor motivasi merupakan
commit to user
aktualisasi diri. Sedangkan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan
dengan faktor hygiene merupakan kebutuhan dari tingkat yang
rendah yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, dan sosial
(Munandar, 2001).
Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok faktor
motivator cenderung merupakan faktor-faktor yang menimbulkan
motivasi kerja bercorak proaktif, sedangkan faktor-faktor yang
termasuk dalam kelompok hygiene cenderung menghasilkan
motivasi kerja bercorak reaktif (Munandar, 2001).
B. Stres Kerja (job-stres)
1. Definisi Stres Kerja
Menurut Houtman (2005) stres merupakan suatu pola reaksi
yang terjadi ketika para pekerja tidak mampu menghadapi tantangan
yang dihadapkan pada pekerjaan yang tidak sebanding dengan
pengetahuan, kemampuan atau keterampilan mereka.
Cox et.al (2000) mendefinisikan stres dengan tiga pendekatan:
a. Pendekatan konseptual
Stres merupakan suatu pertentangan atau karakteristik yang buruk
dari suatu lingkungan pekerjaan sebagai variabel yang
commit to user
b. Pendekatan rancang bangun
Stres merupakan tekanan yang berkaitan dengan efek fisiologis
secara umum atas cakupan yang luas dari rangsangan berbahaya.
c. Pendekatan Psykologis
Stres merupakan interaksi yang dinamis antara seseorang dan
lingkungan pekerjaan mereka.
Menurut. Maltis dan Jackson (2002) stres merupakan tekanan
dari kehidupan modern, ditambah juga dengan tuntutan pekerjaan yang
akhirnya dapat menyebabkan ketidak seimbangan emosi. Stres di
disebabkan dalam gambaran sebagai berikut:
a. Berusaha melakukan pekerjaan yang banyak sekaligus
b. Memaksakan diri untuk menjadi orang lain
c. Merasa bahwa orang lain mengharapkan terlalu banyak
d. Merasa bahwa pekerjaan kita tidak dihargai oleh keluarga
e. Merasa bahwa orang lain terlalu kritis terhadap kita
Menurut Robbins (2006) stres adalah suatu kondisi yang
menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan
dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau
penghalang. Tetapi definisi stres paling singkat diungkapkan oleh
Cooper (dalam Towner, 2002) yaitu tekanan yang terlalu besar bagi
commit to user
Dari seluruh uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa stres kerja adalah suatu kondisi yang terjadi dalam hubungan
individu dengan pekerjaannya, yang terdapat tuntutan dari pekerjaan
itu sendiri maupun dari organisasi yang dirasa mengancam, sehingga
menimbulkan perubahan dalam diri individu berupa mobilisasi energi
yang bersifat umum, terpola dan tidak disadari yang menyebabkan
individu tidak dapat berfungsi secara efektif.
2. Sumber potensial stress
Ada tiga kategori sumber potensial stres menurut Robbins (2006),
antara lain yaitu disebabkan oleh:
a. Faktor lingkungan.
Ketidak pastian lingkungan mempengaruhi desain dari struktur
organisasi, ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres di
kalangan para karyawan dalam organisasi tersebut. Ketidakpastian
ekonomi dan teknologi membuat orang mencemaskan keadaan
mereka.
b. Faktor organisasi.
Banyak sekali faktor dalam organisasi yang dapat menimbulkan
stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan
tugas dalam kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang
berlebihan, seorang bos yang menuntut dan tidak peka, rekan kerja
commit to user
c. Faktor individual.
Lazimnya individu hanya bekerja 40 sampai 50 jam per minggu.
Namun pengalaman dan masalah yang dijumpai orang diluar jam
kerja yang lebih dari 120 jam sepekan dapat melebihi ke pekerjaan.
Maka kategori akhir mencakup dalam kehidupan pribadi karyawan.
Faktor-faktor utamanya adalah persoalan keluarga, masalah
ekonomi pribadi, dan karakteristik kepribadian bawaan.
3. Konsekuensi stress
Menurut Standfeld (1999) tekanan yang dialami seseorang
dapat mengubah cara seseorang dalam merasa, berpikir dan bertindak
dan dapat juga menghasilkan perubahan fungsi fisiologis mereka, stres
dapat berakibat negatif pada kesehatan, stres dapat mempengaruhi
adanya serangan penyakit secara fisik. Menurut Ettner dan Grzywacz
(2001) kebanyakan pekerja mempercayai bahwa tekanan ditempat
kerja dapat merugikan kesehatan mereka. Hasil riset yang dilakukan
menunjukkan bahwa sekitar setengah juta orang-orang di Inggris yang
mengalami tekanan kerja pada suatu tingkatan tertentu percaya bahwa
hal itu yang menyebabkan mereka sakit. Hal itu juga menunjukkan
bahwa biaya yang dikeluarkan karena tekanan kerja di masyarakat
sekitar 3,7 milyar dolar tiap tahun.
commit to user
a. Pengaruh fisik
Gejala fisik meliputi sakit kepala, sakit leher, sesak disekitar dada,
jantung berdebar, jantung terbakar, kelelahan, hilangnya selera
makan, pusing, sakit dipunggung, sesak napas, berkeringat, tidak
dapat mencerna, kecapaian, tidak dapat tidur, diare, migrain,
gatal-gatal, gagap, gemetar, perut sakit.
b. Pengaruh mental
Pengaruh mental dapat memberikan dampak yang lebih besar
ditempat kerja, pengaruhnya pada manusia antara lain yaitu iritasi,
kesulitan mengambil keputusan, kehilangan selera humor,
kesulitan berkonsentrasi, depresi, perilaku tidak bersahabat, takut
sendirian, kurang memperhatikan kehadiran atau absen, merasa
tidak mampu mengatasi sesuatu, pasif, agresif, merasa gagal,
menarik diri, cemas, ketakutan, kurang minat terhadap kehidupan,
paranoid, cengeng.
Semua akibat tersebut dapat dibagi dalam tiga kategori umum:
a. Gejala Fisiologis
Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme,
meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan
tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan menyebabkan
commit to user
b. Gejala Psikologis
Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan
pekerjaan. Stres muncul dalam keadaan psykologis lainnya seperti
ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, dan suka
menunda-nunda pekerjaan.
c. Gejala Perilaku
Gejala stres yang dikaitkan dengan perilaku mencakup perubahan
dalam produktifitas, absensi, dan tingkat turnover karyawan, juga
perubahan kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi
alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.
C. Flex-time
1. Definisi flex-time
Halpern (2005) mengatakan bahwa kebijakan kerja flex-time
merupakan cara untuk membantu karyawan dalam mengatur tugas
pada organisasi dan tugas dalam keluarga tanpa harus memilih salah
satu di antara keduanya. Dari definisi tersebut maka flex-time
merupakan salah satu cara untuk mengatasi permasalahan waktu yang
dihadapi karyawan. Karyawan seringkali bingung ketika menghadapi
permasalan diluar pekerjaan yang menuntut mereka untuk meluangkan
banyak waktu. Kehidupan seseorang tidak hanya ditempat kerja, tetapi
commit to user
prioritasnya sama dengan pekerjaan yang mereka miliki. Seorang
karyawan tidak mungkin bisa memilih salah satu diantara keduanya
karena hidup mereka bergantung pada keduanya.
Sementara menurut Hustinx dan Lammertyn (2004) flex-time
berarti pekerjaan yang tidak dibatasi oleh pola kerja tradisional yaitu
bekerja 35-40 jam per minggu dengan suatu pekerjaan full time. Hal
ini berarti seorang karyawan dapat dengan leluasa mengatur jadwal
kerjanya sehingga waktu kerja tetap maksimal dan kebutuhan waktu
untuk keperluan lain juga akan terpenuhi. Waktu kerja tidak dibatasi
seperti jam kerja pada umumnya, tetapi bisa disesuaikan dengan
kebutuhan lain asalkan tugas utama dalam pekerjaan dapat
terselesaikan.
Arti fleksibilitas waktu kerja akan berbeda bagi tiap orang.
Menurut Bourke (2006) flex-time bagi seorang mahasiswa adalah
waktu kerja (shift kerja) yang dapat disesuaikan dengan jadwal belajar
atau kuliah dan transportasi umum. Flex-time bagi orang tua mungkin
mengenai kerja part time atau berbagi pekerjaan atau merubah waktu
mulai dan mengakhiri waktu kerja demi keluarga.
Sedangkan menurut Phil dan Young (1999) flex-time adalah
perubahan pola kerja organisasi dari sistem tradisional yaitu kerja
penuh waktu secara permanen ke arah apa yang mungkin terlihat
commit to user
Definisi-definisi diatas tampak bahwa flex-time adalah
perubahan waktu kerja pada organisasi yang memberi kemudahan pada
karyawan untuk menyesuaikan jam kerja dengan keperluan lain di luar
pekerjaan yang dianggap sama pentingnya dengan pekerjaan.
2. Latar belakang kebutuhan flex-time
Alasan utama bagi seseorang sangat membutuhkan adanya
kebijakan flex-time adalah kebutuhan keluarga yang secara ekonomi
harus dipenuhi dengan bekerja tetapi disisi lain kondisi keluarga yang
sangat membutuhkan keberadaan seseorang tersebut dirumah.
Penghasilan orang tua yang rendah, terutama “single parent” sering
menghadapi aneka pilihan untuk meningkatkan kondisi ekonomi
mereka dengan bekerja dan keinginan mereka meluangkan waktu
bersama dengan anak-anak (Utting, 2003). Para pekerja butuh waktu
untuk mengurus keluarganya seperti bertemu dengan guru
anak-anaknya, membawa anaknya ke dokter, menjaga orang yang lanjut usia
tanpa harus meningggalkan pekerjaan mereka (Halpern, 2005).
Mengkombinasikan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga
merupakan alasan utama bagi kebanyakan orang khususnya para
wanita akhir-akhir ini untuk bekerja secara fleksibel, sering kerja
paruh waktu, dan memvariasikan berbagai waktu kerja yang sering
tercermin dari usia anak-anak mereka dan kebutuhan menjaga orang
commit to user
Setiap orang selalu berkeinginan untuk menjadi orang tua yang baik di
keluarga dan karyawan yang baik bagi perusahaan (James, 2003).
3. Indikator-indikator flex-time
Kebijakan flex-time yang diterapkan oleh perusahan dapat
tergambar dalam beberapa indikator yang meliputi:
a. Menurut Phil dan Ruth Young (1999)
1) Kerja paruh waktu\
2) Temporer dan kontrak kerja waktu tertentu
3) Pengaturan cuti kerja
4) Penyesuaian waktu kerja dan sekolah
b. Menurut Valenduc (2000)
1) Kerja paruh waktu
2) Kerja di akhir pekan
3) Kerja pada petang hari
4) Kerja lembur
5) Kerja pada jam-jam tertentu saja
6) Penggerseran shift kerja
c. Menurut Dex dan Smith (2001)
1) Cuti berkenaan dengan orang tua
2) Bisa berbagi pekerjaan dengan rekan sekerja
3) Kerja pada jam-jam tertentu saja
4) Dapat bekerja dari rumah atau tempat lain selama waktu kerja
commit to user
5) Dapat mengubah dari kerja penuh waktu ke kerja paruh waktu
6) Fleksibel dalam memulai dan mengakhiri waktu kerja
Ada tempat penitipan anak atau memberi bantuan ongkos
penitipan anak
Menurut Hustinx dan Lammertyn (2004) ada beberapa pilihan
dalam mengatur waktu kerja secara fleksibel (flex-time) antara lain
yaitu:
a. Pekerjaan Full flex-time yaitu karyawan bekerja di hari sibuk
secara berkelanjutan untuk sedikitnya 20 jam per minggu, dengan
waktu memulai dan mengakhiri kerja secara fleksibel.
b. Pekerjaan Part Time yaitu karyawan bekerja terpisah tetapi dengan
waktu yang kurang dari jam kerja normal atau reguler, termasuk
cuti dan dibayar sesuai dengan gaji dasar.
c. Pekerjaan setelah Part Time yaitu karyawan yang telah kembali
dari cuti yang berkenaan dengan orang tua dan kemudian mengarah
pada pengunduran diri diperbolehkan menurunkan jam kerjanya
dari pekerjaan full time menjadi part time.
d. Berbagi pekerjaan yaitu dua karyawan part time berbagi suatu
pekerjaan full time. Jumlah jam kerja dan tugas yang seharusnya
dibagi dan ditetapkan untuk masing-masing karyawan sesuai
dengan persetujuan perusahaan.
e. Casual yaitu karyawan menjamin atau mengganti waktu atas cuti
commit to user
hanya pada jam-jam ia bekerja sebagai pengganti cuti. Jam kerja
tidak beraturan dan sesuai yang diperlukan saja.
f. Kerja shift yaitu karyawan bekerja part time atau full time untuk
menutup suatu rentang operasi pekerjaan yang panjang. Periode
puncak dapat ditutup dengan daftar nama part time tambahan atau
overlaping pergeseran.
g. Home Based Work / Teleworking yaitu karyawan bekerja dari
rumah secara full time, part time atau basis jangka pendek
(hubungan tenaga kerja melalui website atau internet).
4. Fungsi flex-time
Menurut Phil dan Young (1999) fungsi fleksibilitas yaitu
mengadopsi diskripsi tugas agar lebih dapat menyesuaikan diri dan
mengurangi pembatasan kategori tugas (dengan kata lain berubah
dalam skill-mix profesional dalam kelompok yang sama). Hal ini
menekankan pembedaan penting antara dua fleksibilitas yaitu:
a. Fleksibiltas kwantitatif yaitu bermacam-macam jumlah personil
dan waktu kerja mereka.
b. Fleksibilitas kwalitatif yaitu tingkatan siapa orang-orang yang
bekerja pada organisasi sehingga benar-benar dapat melakukan
tugas yang berbeda.
Menurut Valenduc (2000) ada dua format fungsional flex-time
commit to user
a. Fleksibilitas Horisotal yaitu mengacu pada perobohan segmentasi
dan spesialisasi antara pekerja pada tingkat yang sama secara luas.
Dengan perobohan itu maka dapat memperluas kemampuan antar
departemen dan saling memahami sehingga mampu mengerjakan
tugas yang meskipun bukan bidangnya.
b. Fleksibilitas Vertikal yaitu melibatkan kedua belah pihak yaitu
para junior menerima aspek pekerjaan yang sebelumnya belum
pernah dikerjakan oleh staf tingkat lebih tinggi, walau sering tanpa
imbalan jasa atau uang, staf yang lebih tinggi menemani bekerja
yang sebelumnya telah di organisir oleh junior ke dalam pekerjaan
rutin mereka. Dengan kata lain atasan dan bawahan dapat saling
membantu dalam mengerjakan tugas dan saling mengetahui
diskripsi tugas masing-masing.
D. Penelitian Terdahulu
Barney dan Elias (2010) melakukan penelitian di tiga Negara,
yaitu: Russia, Canada, dan Arab. Penilitian ini bertujuan untuk menguji
apakah kontrol dalam bentuk flex-time dapat memoderasi dampak negatif
dari stres kerja pada motivasi intrinsik dan ekstrinsik karyawan. Hasilnya
menunjukkan bahwa flex-time dapat memoderasi pengaruh stres pada
motivasi ekstrinsik, untuk motivasi intrinsik hasilnya tidak signifikan.
Dari studi Halpern (2005) terhadap 1901 pekerja pria dan 1651
commit to user
pekerjaan ditemukan bahwa kebijakan kerja flex-time memberi berbagai
keuntungan baik bagi perusahaan maupun pekerjanya karena dengan
adanya kebijakan tersebut para pekerja mempunyai kesehatan yang lebih
baik karena tingkat stres yang rendah.
Pada tahun 1990, Jamal menemukan dalam sebuah penelitian dari
215 perawat penuh waktu yang mengalami stres kerja merupakan faktor
utama dalam penurunan motivasi kerja dan meningkatkan motivasi untuk
meninggalkan pekerjaan (dalam Barney dan Elias, 2010). Selain itu,
Gallstedt (2003) mencatat hubungan timbal balik antara stres dan motivasi,
bahwa kurangnya motivasi dapat menyebabkan stres, begitupun
sebaliknya stres yang tinggi dapat mengakibatkan kurangnya motivasi.
LePine dkk (2004) menunjukkan bahwa stres telah berhubungan negatif
dengan kinerja belajar, yang juga memiliki potensi untuk menurunkan
motivasi kerja.
Dengan mempertimbangkan penelitian sebelumnya yang
menjelaskan flex-time, stres, dan motivasi kerja. Penelitian menduga
bahwa karyawan dengan kontrol yang lebih besar di tempat kerja,
khususnya dalam bentuk flex-time, akan memoderasi dampak negatif dari
stres pada motivasi kerja intrinsik dan ekstrinsik.
commit to user
Alur pemikiran yang dapat disajikan dalam penelitian ini bertujuan
untuk mempermudah kerangka penelitian dari hubungan variabel-variabel
yang terlibat.
Gambar II.1
Berdasarkan kerangka penelitian, dapat dijelaskan bahwa stress
kerja berpengaruh pada motivasi, dan flex-time merupakan variabel yang
memoderasi pengaruh stres kerja pada motivasi. Penelitian ini akan
menguji pengaruh stres kerja pada motivasi ekstrinsik dan intrinsik yang
dimoderasi oleh flex-time (Barney dan Elias, 2010).
F. Hipotesis
Barney dan Elias (2010) melakukan penelitian apakah stres
berpengaruh negatif pada motivasi ekstrinsik dan hasil yang didapat tidak
signifikan, tetapi Gallstedt (2003) mencatat adanya hubungan melingkar
antara stres dan motivasi, Gallstedt menjelaskan bahwa kurangnya
Stres kerja
Flex-Time
Intrinsik Ekstrinsik
commit to user
motivasi dapat menyebabkan peningkatan terhadap stres, dan stres tersebut
dapat mengakibatkan kurangnya motivasi seseorang. Menurut Deci dan
Ryan (1985) ketika seorang individu termotivasi ekstrinsik, dia melakukan
beberapa tindakan karena memiliki beberapa nilai instrumental. Sebagai
contoh, seorang karyawan yang termotivasi secara ekstrinsik akan
melakukan pekerjaan nya, setidaknya sebagian, karena pekerjaannya
adalah sarana untuk memperoleh penghasilan.
Dari keterangan di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1a : Stres kerja berpengaruh negatif pada motivasi ekstrinsik
Barney dan Elias (2010) melakukan penelitian di tiga Negara,
yaitu: Russia, Canada, dan Arab. Penilitian ini bertujuan untuk menguji
apakah kontrol dalam bentuk flex-time dapat memoderasi dampak negatif
dari stres kerja pada motivasi intrinsik dan ekstrinsik karyawan. Dan
hasilnya menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang signifikan antara
stres kerja dengan motivasi ekstrinsik apabila dimoderasi oleh flex-time,
sedangkan telah diamati untuk motivasi intrinsik dan hasilnya tidak ada
interkaksi yang signifikan.
Dari keterangan di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1b : Pengaruh negatif dari stres kerja pada motivasi ekstrinsik akan
commit to user
karyawan diberikan kebebasan yang lebih besar atas jadwal
kerja mereka
Barney dan Elias (2010) melakukan penelitian apakah stres
berpengaruh negatif pada motivasi intrinsik dan hasil yang didapat tidak
signifikan, tetapi LePine dkk (2004) menunjukkan bahwa stres telah
berhubungan negatif dengan kinerja belajar, yang juga memiliki potensi
untuk menurunkan motivasi kerja. Menurut Deci dan Ryan (1985), ketika
seorang individu termotivasi secara intrinsik, maka dia akan melakukan
tindakan terhadap perkerjaannya dan pada normalnya dia akan merasa
terpuaskan. Sebagai contoh, seorang karyawan secara intrinsik termotivasi
akan melakukan perkerjaannya, karena pekerjaan yang dialami dianggap
menarik dan menyenangkan.
Dari keterangan di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2a : Stres kerja berpengaruh negatif pada motivasi intrinsik
Barney dan Elias (2010) melakukan penelitian yang bertujuan
untuk menguji apakah kontrol dalam bentuk flex-time dapat memoderasi
dampak negatif dari stres kerja pada motivasi intrinsik karyawan, dan
hasilnya tidak signifikan. Dari studi Halpern (2005) terhadap 1901 pekerja
pria dan 1651 pekerja wanita di Amerika yang meliputi berbagai tingkatan
dan jenis pekerjaan ditemukan bahwa kebijakan kerja flex-time memberi
commit to user
dengan adanya kebijakan tersebut para pekerja mempunyai kesehatan yang
lebih baik karena tingkat stres yang rendah.
Dari keterangan di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2b : Pengaruh negatif dari stres kerja pada motivasi intrinsik akan
menjadi lebih lemah apabila dimoderasi oleh flex-time dimana
karyawan diberikan kebebasan yang lebih besar atas jadwal
commit to user
35 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain survei yaitu penelitian yang
dilakukan dengan mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpul data (Singarimbun, 1995). Menurut
Indriantoro dan Supomo (2002), secara umum yang perlu ditentukan pada
desain penelitian adalah karakteristik-karakteristik dari penelitiannya meliputi:
tujuan studi, tipe hubungan antar variabel, lingkungan (setting) studi, unit
analisis, horison waktu dan pengukuran construct.
B. Populasi, Sampel, Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya
berupa objek, transaksi, atau kejadian di mana kita tertarik untuk
mempelajarinya atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2001). Populasi
dalam penelitian ini adalah karyawan PT. WorleyParsons, Jakarta yang
berjumlah 150 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak
commit to user
jumlahnya lebih sedikit dari jumlah populasi (Djarwanto, 2000). Pedoman
jumlah sampel tidak mengikat, karena dalam praktek pengumpulan sampel
kadang terkendala tenaga, dana, waktu dan ciri-ciri populasi yang tidak
memungkinkan (Santoso, 2007). Jogiyanto (2004), memberikan
penjelasan mengenai sampel yang baik yaitu sampel harus akurat (tidak
bias) dan nilai presisinya tinggi.
Agar sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat mewakili
populasi maka dapat ditentukan jumlah sampel yang dihitung dengan
menggunakan rumus Slovin (1960) yang dikutip oleh Consuelo et al dalam
Prasetyo et al (2010) sebagai berikut:
n =
Keterangan:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi yang berjumlah 150 karyawan
e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen
kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan
sampel populasi), peneliti mengambil nilai e sebesar 5%
sehingga untuk tingkat kepercayaannya sebesar 95%.
commit to user
n =
n = 109
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling adalah proses pemilihan sejumlah elemen dari
populasi yang akan dijadikan sebagai sampel (Sekaran, 2006). Teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience
sampling. Convenience sampling adalah pengumpulan data atau informasi
dari anggota populasi yang tersedia dan bersedia memberikannya
(Sekaran, 2006). Teknik sampling dengan convenience sampling dipilih
karena perusahaan tidak bersedia untuk memberikan data berupa
keterangan identitas karyawan yang akan diambil sebagai responden.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka teknik sampling yang
memungkinkan untuk digunakan dalam penelitian ini adalah convenience
sampling. Tekhnik sampling tersebut dilakukan peneliti dengan jalan
menitipkan kuesioner kepada salah satu karyawan PT. WorleyParsons,
karena peneliti tidak diperkenankan menyebar kuesioner sendiri langsung
ke karyawan. Kuesioner tersebut kemudian oleh karyawan PT.
WorleyParsons dibagikan kepada responden.
commit to user
Menurut Indriantoro dan Supomo (2002), metode survey merupakan
metode pengumpulan data primer yang menggunakan pertanyaan lisan atau
tertulis. ada dua teknik pengumpulan data dengan metode survey yaitu,
wawancara, dan kuesioner. Djarwanto (2000) mengemukakan teknik
pengumpulan data dengan metode kuesioner, dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui
kuesioner. Teknik pengumpulan data melalui kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis reponden untuk dijawab dan kemudian
responden memilih alternatif jawaban yang sudah disediakan sehingga
responden tidak diberi kesempatan menjawab diluar jawaban yang telah
disediakan.
D. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber-sumber data:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian
dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung
pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 1999). Data
primer diperoleh dari jawaban kuesioner yang diberikan oleh responden.
Data ini diperoleh melalui kuisioner yang disebarkan dan diisi oleh
commit to user
nantinya akan dianalisis lebih lanjut dan menggunakan metode analisis
yang ditentukan.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung
diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya (Azwar, 1999). Data
sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang
telah tersedia. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
perusahaan sebagai objek penelitian, yang terkait dengan masalah yang
diteliti. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
jumlah populasi dan profil perusahaan dari PT. WorleyParsons, Jakarta.
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Variabel Independen
Stres Kerja (job stress)
Stres kerja adalah respon dinamis yang meliputi respon fisik dan
mental yang terjadi di tempat kerja yang timbul karena adanya
kesempatan, tuntutan, dan kendala yang pada hasilnya terdapat unsur
ketidakpastian. Stres kerja diukur dengan 4 indikator pernyataan agar
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Barney dan Elias (2010).
Item kuesioner diambil dari penelitian yang dikembangkan oleh Lait &
Wallace (2002) yaitu mengenai:
commit to user
b. Merasa tertekan
c. Merasa tidak berguna bagi perusahaan
d. Masalah kesehatan
Pengukuran dari variabel ini dinilai berdasarkan Skala Likert
dengan menggunakan skala lima tingkat yang terdiri dari: 1 = Tidak
pernah, 2 = Jarang, 3 = Kadang-kadang, 4 = Sering, 5 = Selalu.
2. Variabel Moderasi
Flex-time
Menurut Hustinx dan Lammertyn (2004) flex-time berarti
pekerjaan yang tidak dibatasi oleh pola kerja tradisional yaitu bekerja
35-40 jam per minggu dengan suatu pekerjaan full time. Flex-time diukur
dengan menggunakan kuesioner Barney dan Elias. Item kuesioner tersebut
berjumlah 1 pertanyaan dan memilih satu dari tiga jawaban yang telah
disediakan.
3. Variabel Dependen
Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang berfungsi tanpa adanya
rangsangan dari luar, dalam diri individu sudah ada suatu dorongan untuk
melakukan tindakan (Handoko, 2001). Motivasi intrinsik dapat diukur
dengan mengacu pada teori motivasi dua faktor kepuasan dari Freederick
Herzberg (Gibson et al, 1996) adapun indikator dari motivasi dari motivasi
commit to user
a. Prestasi
b. Pengakuan
c. Tanggung jawab
d. Pekerjaan itu sendiri
Pernyataan pada item motivasi intrinsik berjumlah 4 pernyataan
agar sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Barney dan Elias
(2010). Pengukuran dari variabel ini dinilai berdasarkan Skala Likert
dengan menggunakan skala lima tingkat yang terdiri dari: 1 = sangat tidak
setuju, 2 = tidak setuju, 3 = kurang setuju, 4 = setuju, dan 5 = sangat
setuju.
Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstinsik yaitu motivasi yang berfungsi dengan adanya
faktor dorongan dari luar individu (Handoko, 2001). Motivasi Ekstrinsik
dapat diukur dengan mengacu pada teori motivasi dua faktor kepuasan dari
Frederick Herzberg (Gibson et al, 1996) adapun indikator dari motivasi
ekstrinsik adalah sebagai berikut:
a. Upah
b. Keamanan kerja
c. Kondisi kerja
Pernyataan pada item motivasi ekstrinsik berjumlah 3 pernyataan
agar sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Barney dan Elias
commit to user
dengan menggunakan skala lima tingkat yang terdiri dari: 1 = sangat tidak
setuju, 2 = tidak setuju, 3 = kurang setuju, 4 = setuju, dan 5 = sangat
setuju.
F. Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Analisis ini berisi tentang bahasan secara deskriptif mengenai
tanggapan yang diberikan responden pada kuesioner. Statistik deskriptif
adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2004).
2. Uji Validitas
Uji Validitas menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian
mengukur apa yang seharusnya diukur (Jogiyanto, 2004). Penelitan ini
menggunakan content validity dengan memastikan apakah butir-butir
pertanyaan dalam kuesioner penelitian sudah cukup dan sesuai untuk
mengukur suatu konsep. Dikarenakan konstruk yang hendak diuji
merupakan pengujian kembali dari penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, dimana pada penelitian sebelumnya telah berhasil
mengidentifikasi faktor-faktor yang membentuk konstruk maka dalam
penelitian ini teknik analisis yang dipakai dengan menggunakan
Confirmatory Factor Analysis (CFA), dengan bantuan paket perangkat