• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produk Hukum | Jaringan Dokumentasi Informasi Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produk Hukum | Jaringan Dokumentasi Informasi Hukum"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PROSEDUR DAN TATA CARA PERMOHONAN PENYESUAIAN KUASA PERTAMBANGAN MENJADI IZIN USAHA PERTAMBANGAN

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan dasar bagi usaha pertambangan mineral dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia, untuk itu perlu dilakukan penyesuaian Kuasa Pertambangan menjadi Izin Usaha Pertambangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;

b. bahwa untuk memberikan kepastian berinvestasi dalam pengelolaan pertambangan mineral diperlukan pedoman untuk penyesuaian Kuasa Pertambangan menjadi Izin Usaha Pertambangan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Prosedur dan Tata Cara Penyesuaian Kuasa Pertambangan menjadi Izin Usaha Pertambanagn.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 29);

3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4033);

(2)

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4724);

9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4725); 10. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di bidang Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3003);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986

16. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4314);

(3)

18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);

22. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2008 Nomor 2 Seri D);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG PROSEDUR DAN TATA CARA PERMOHONAN PENYESUAIAN KUASA PERTAMBANGAN MENJADI IZIN USAHA PERTAMBANGAN

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai Badan Eksekutif.

3. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

4. Gubernur adalah Gubernur Kepulauan Bangka Belitung.

5. Dinas adalah Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

7. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

8. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.

(4)

10. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.

11. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.

12. WIUP adalah Wilayah atau bagian dari WUP yang merupakan area usaha pertambangan yang akan diterbitkan ijin usaha pertambangan (IUP) atau yang sudah mendapatkan ijin sebelum undang-undang minerba diberlakukan.

13. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.

14. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.

15. WIUP Eksplorasi adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP Eksplorasi.

16. WIUP Operasi Produksi adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP Operasi Produksi.

17. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.

BAB II

IZIN USAHA PERTAMBANGAN Pasal 2

(1) IUP terdiri atas dua tahap:

a. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan;

b. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.

(2) Pemegang IUP Eksplorasi dan pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 3

IUP diberikan oleh:

a. bupati/walikota apabila WIUP berada di dalam satu wilayah kabupaten/ kota.

b. gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4

(5)

a. bupati/walikota, apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai;

b. gubernur, apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah kabupaten/kota yang berbeda dalam 1 (satu) provinsi atau wilayah laut sampai dengan 12 (dua belas) mil dari garis pantai setelah mendapat rekomendasi dari bupati/walikota; atau

c. menteri, apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah provinsi yang berbeda atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai setelah mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan kewenangannya.

(2) Dalam hal lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian serta pelabuhan berada di dalam wilayah yang berbeda serta kepemilikannya juga berbeda maka IUP Operasi Produksi masing-masing diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal

5

Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian, kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki:

a. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan; b. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian

dan/atau

c. IUP Operasi Produksi.

Pasal 6

(1) IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

huruf a diberikan oleh:

a. menteri apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dilakukan lintas provinsi dan negara;

b. gubernur apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dilakukan lintas kabupaten/kota; atau

c. bupati/walikota apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dalam 1 (satu) kabupaten/kota.

(2) IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

huruf b diberikan oleh:

a. Menteri, apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari provinsi lain dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada lintas provinsi;

b. gubernur, apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari beberapa kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada lintas kabupaten/kota; atau

(6)

kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada 1 (satu) kabupaten/kota.

(3) Dalam hal komoditas tambang yang akan diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari impor, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian diberikan oleh Menteri.

Pasal 7

IUP diberikan kepada: a. badan usaha; b. koperasi; dan c. perseorangan.

BAB III

PROSEDUR PENYESUAIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN

Pasal 8

Prosedur dan Tata Cara permohonan penyesuaian Izin Usaha Pertambangan adalah sebagai berikut :

1. Pemohon mengajukan

permohonan penyesuaian Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada Gubernur sesuai dengan kewenangannya.

2. Pemohon yang

mengajukan permohonan penyesuaian Kuasa Pertambangan menjadi Izin Usaha Pertambangan wajib menggunakan sistem koordinat geografis.

3. Permohonan yang telah

memenuhi syarat dan melengkapi lampiran permohonan, permohonan dapat diproses lebih lanjut.

4. Surat Keputusan asli

diserahkan kepada pemohon dan hanya dapat diserahkan kepada penandatangan surat permohonan. Apabila yang menerima Surat Keputusan tersebut bukan yang menandatangani surat permohonan, maka harus menunjukkan surat kuasa dari penandatangan permohonan.

5. Tembusan Surat

Keputusan persetujuan Izin Usaha Pertambangan disampaikan kepada Instansi terkait.

Pasal 9

(1) Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) tahun.

(2) Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun dan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun.

(3) Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.

(7)

(5) Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.

(6) Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.

(6) Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.

(7) Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 (Iima) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.

(8) Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi untuk Pertambangan batubara dapat diberikan dalam jangka waktu paling larna 20 (dua puluh) tahun, dan dapat diperpanjang 2 (dua kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.

Pasal 10

(1) Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP Eksplorasi yang mendapatkan mineral yang tergali wajib melaporkan kepada pemberi IUP.

(2) Pemegang IUP Eksplorasi yang ingin menjual mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan.

(3) Izin sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan oleh gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(4) Mineral yang tergali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai iuran produksi.

BAB IV

PERSYARATAN UMUM Pasal 11

Persyaratan permohonan penyesuaian Izin Usaha Pertambangan adalah sebagai berikut :

1. Surat permohonan yang ditujukan kepada Gubernur dengan bermaterai cukup disertai rekomendasi dari Bupati/Walikota, apabila lokasi pertambangannya terletak di wilayah Kabupaten/Kota.

2. Wilayah Pertambangan wajib dibatasi oleh garis yang sejajar dengan garis-garis lintang dan garis-garis bujur dengan kelipatan sepersepuluh detik (0,1”) serta menggunakan sistem koordinat geografis.

3. Peta wilayah (asli) rangkap dua dengan skala minimal 1 : 50.000. 4. Akte pendirian perusahaan yang salah satu maksud dan tujuannya menyebutkan berusaha dibidang pertambangan dan khusus untuk Koperasi/KUD, telah disahkan oleh instansi yang berwenang.

(8)

(1) Dalam hal menentukan format permohonan penyesuaian Izin Usaha Pertambangan dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi.

(2) Format permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam lampiran Peraturan ini.

Pasal 13

(1) Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan terhadap kewajiban iuran dalam rangka melaksanakan Peraturan ini.

(2) Bagi pemegang Keputusan Persetujuan penyesuaian Izin Usaha Pertambangan yang diperiksa, diwajibkan :

a. memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan aspek iuran yang terutang.

b. memberikan kesempatan kepada instansi yang berwenang untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan. c. memberikan keterangan yang diperlukan.

d. Setiap periode tertentu akan dilakukan Pembinaan dan Pengawasan Pertambangan, meliputi : aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta lingkungan Hidup (K3LH).

BAB V

JAMINAN KESUNGGUHAN Pasal 14

1. Kewajiban penempatan

jaminan kesungguhan dalam kegiatan penyelidikan umum dibayarkan sebesar 60 % dari uang jaminan kesungguhan pada IUP Eksplorasi.

2. Kewajiban penempatan

jaminan kesungguhan dalam kegiatan eksplorasi, dibayarkan sebesar 40% dari uang jaminan kesungguhan pada IUP Eksplorasi.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15

1. Kuasa pertambangan, surat izin pertambangan daerah, dan surat izin pertambangan rakyat, yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah, tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhir serta wajib:

a. disesuaikan menjadi IUP atau IPR sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah dan khusus BUMN dan BUMD, untuk IUP Operasi Produksi merupakan IUP Operasi Produksi pertama;

b. menyampaikan rencana kegiatan pada seluruh wilayah kuasa pertambangan sampai dengan jangka waktu berakhirnya kuasa pertambangan kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;

(9)

2. Permohonan Kuasa Pertambangan yang telah diterima menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan telah mendapatkan Pencadangan Wilayah dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat diproses perizinannya dalam bentuk IUP tanpa melalui lelang paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

3. Kuasa pertambangan, kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang memiliki unit pengolahan tetap dapat menerima komoditas tambang dari Kuasa pertambangan, kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara, pemegang IUP dan IPR. 4. Pemegang kuasa pertambangan yang memiliki lebih dari 1 (satu)

kuasa pertambangan dan/atau lebih dari 1 (satu) komoditas tambang sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tetap berlaku sampai jangka waktu berakhir dan dapat diperpanjang menjadi IUP sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

5. Pemegang kuasa pertambangan, kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara pada tahap operasi produksi yang memiliki perjanjian jangka panjang untuk ekspor yang masih berlaku dapat menambah jumlah produksinya guna memenuhi ketentuan pasokan dalam negeri setelah mendapat persetujuan menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sepanjang memenuhi ketentuan aspek lingkungan dan konservasi sumber daya batubara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII PENUTUP

Pasal 16

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Ditetapkan di Pangkalpinang pada tanggal 4 Maret 2010

GUBERNUR

KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

EKO MAULANA ALI

Diundangkan di Pangkalpinang

(10)

SEKRETARIS DAERAH

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

IMAM MARDI NUGROHO

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari semua hasil analisis data pada setiap uji coba yang dilakukan oleh pengembang dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil analisis data yang diperoleh dari para

Pada variabel customer engagement , rekomendasi yang dapat diberikan adalah Instagram the Body Shop Indonesia lebih sering menambah kiriman ( post ) agar jumlah likes

Warna kuda yang di golongkan ke dalam warna yang hitam adalah hitam merah, hitam cerah dan hitam gelap sebesar 36,54%, sedangkan warna chesnut adalah merah, kuning, pudar

Kurang libatsama awam telah menyebabkan prosedur EIA Terperinci yang dijalankan oleh Jabatan Alam Sekitar menjadi kurang berkesan dalam perlaksanaannya,

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Berdasarkan penjelasan pada pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penerapan teknik token economy terhadap

Rumusan etika politik pancasila dengan demikian dapat di susun sebagai berikut : etika politik pancasila merupakan cabang dari filsafat politik pancasila sedangkan

Gambar 6 menunjukkan boxplot dari distribusi temperatur dari pengukuran otomatis dan manual, dan terlihat bahwa hasil pengukuran manual sedikit lebih tinggi dari