• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM INTERNASIONAL 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUKUM INTERNASIONAL 2"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Sejarah Latar

(2)

Aceh, daerah yang memiliki sejarah panjang

dalam perlawanan terhadap Belanda, hingga hari

ini masih terus menerus di rundung berbagai

bentuk kekerasan. Sejak awal kemerdekaan

berbagai gerakan perlawanan baik sebagai

bentuk ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat

di Jakarta maupun sebagai wujud keinginan

sejumlah elemen masyarakat untuk menjadikan

Aceh “merdeka” terus-menerus muncul ke

permukaan. Deklarasi Gerakan Aceh Merdeka

(GAM) di tahun 1976 telah memberikan alasan

kepada pemerintah pusat untuk menjadikan

daerah ini sebagai daerah operasi militer

terutama sejak akhir 1980-an sampai dengan

(3)

Secara umum ada dua cara untuk memahami berbagai

persoalan yang muncul di Aceh. Pertama dengan cara

melihat sejarah panjang tradisi perlawanan di daerah ini.

Secara historis, Aceh pernah menjadi kerajaan

Melayu-Muslim yang sangat kuat selama ratusan tahun.[1] Ketika

Belanda datang diakhir abad ke-19 ia masih berstatus

sebagai kesultanan yang independen. Dimasa colonial,

daerah ini melakukan perlawanan paling panjang dengan

berperang selama lebih kurang 70 tahun dari 1873 hingga

1942. Aceh kemudian berada dibawah kekuasaan Jepang

hingga 1945 sebelum kemudian bergabung dengan

Republik Indonesia di masa perang kemerdekaan

(4)

Soekarno, tokoh perjuangan kemerdekaan waktu itu

berhasil meyakinkan Aceh bahwa dengan menjadi bagian

dari Republik Indonesia Aceh akan mendapatkan

perlindungan, kemakmuran, dan otonomi yang luas

sebagai sebuah provinsi. Karena kekecewaan terhadap

pemerintah pusat, di akhir 1950-an hingga awal 1960-an

Aceh melakukan gerakan perlawanan Darul Islam (DI)

dibawah pimpinan Tengku Daud Beureueh.

Pemberontakan ini dapat diakhiri setelah pemerintah

setuju memberikan status istimewa kepada Aceh dengan

kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri dalam hal

agama dan pendidikan. Sayangnya, janji ini tak pernah

(5)

Kedua, berbagai persoalan itu terkait dengan perubahan dramatis secara ekonomi,

sosial, maupun politik selama tiga dekade terakhir atau lebih. Secara legal formal

Aceh berstatus sebagai Daerah Istimewa dimasa Orde Baru. Namun secara praktikal

status ini hanyalah nama, tidak ada perbedaan signifikan dengan propinsi yang “tidak

istimewa”. Pembangunan ekonomi yang menjadi legitimasi utama Orde Baru telah

menggeser status dan kewenangan para pemimpin tradisional religius disatu sisi,

sedangkan disisi lain muncul kelas elit baru yang dikenal sebagai teknokrat. Elit baru

ini lebih memiliki loyalitas kepada pemerintah pusat daripada elit-elit local. Lebih

jauh lagi, pembangunan itu sendiri telah gagal mendatangkan keuntungan yang

memadai bagi masyarakat Aceh.[2] Exploitasi gas alam Arun, Lhokseumawe, telah

mendatangkan keuntungan luar biasa bagi pemerintah pusat. Sumbangan Aceh untuk

APBN adalah sekitar 20 persen setiap tahun. Hanya sekitar satu persen dari

sumbangan itu yang diinvestasikan kembali di Aceh, secara langsung maupun secara

tidak langsung. Aceh adalah daerah yang kaya akan sumber-sumber ekonomi, namun

secara ironis masyarakatnya tetap terbelakang dan miskin. Situasi ini antara lain yang

(6)

Kesimpulan (Substansi MoU RI-GAM)

MoU tersebut diantaranya menyatakan perjanjian internasional yang berkaitan dengan Aceh

akan berlaku dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.

Penandatanganan MoU ini (mungkin) bisa dikatakan sebagai

Penandatanganan MoU ini (mungkin) bisa dikatakan sebagai

sebuah keberhasilan yang patut dibanggakan oleh Pemerintahan

sebuah keberhasilan yang patut dibanggakan oleh Pemerintahan

SBY-JK. Namun,

SBY-JK. Namun,

bukan berarti kita jadi terbuai dalam momen 'indah' ini, karena

bukan berarti kita jadi terbuai dalam momen 'indah' ini, karena

dibalik semua itu ternyata substansi MoU tersebut mengandung

dibalik semua itu ternyata substansi MoU tersebut mengandung

beberapa kejanggalan.

beberapa kejanggalan.

Salah satunya berdasarkan analisa Hukumonline adalah

Salah satunya berdasarkan analisa Hukumonline adalah

ketidakkonsistenan antara satu klausul dengan klausul yang lain

ketidakkonsistenan antara satu klausul dengan klausul yang lain

sebagaimana tertera di bawah ini:

(7)

butir 1.1.2.a.Aceh akan melaksanakan kewenangan

butir 1.1.2.a.Aceh akan melaksanakan kewenangan

dalam semua sektor publik yang akan

dalam semua sektor publik yang akan

diselenggarakan bersama dengan administrasi sipil

diselenggarakan bersama dengan administrasi sipil

dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar

dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar

negeri, pertahanan luar, keamanan nasional,

negeri, pertahanan luar, keamanan nasional,

moneter dan fiskal

moneter dan fiskal

, kekuasaan kehakiman dan

, kekuasaan kehakiman dan

kebebasan beragama, dimana kebijakan tersebut

kebebasan beragama, dimana kebijakan tersebut

merupakan kewenangan Pemerintah Republik

merupakan kewenangan Pemerintah Republik

Indonesia sesuai konstitusi.

Indonesia sesuai konstitusi.

butir 1.3.1. ...Aceh berhak untuk menetapkan tingkat

butir 1.3.1. ...Aceh berhak untuk menetapkan tingkat

suku bunga berbeda dengan yang ditetapkan oleh

(8)

Disamping itu, MoU tersebut juga mengandung

Disamping itu, MoU tersebut juga mengandung

klausul yang secara jelas bertentangan dengan

klausul yang secara jelas bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan atau bahkan

peraturan perundang-undangan atau bahkan

Konstitusi. Sebagai contoh adalah klausul yang

Konstitusi. Sebagai contoh adalah klausul yang

berbunyi “

berbunyi “

perjanjian internasional yang berkaitan

perjanjian internasional yang berkaitan

dengan Aceh akan berlaku dengan konsultasi dan

dengan Aceh akan berlaku dengan konsultasi dan

persetujuan legislatif Aceh”.

persetujuan legislatif Aceh”.

Klausul ini secara

Klausul ini secara

nyata telah bertentangan dengan pasal 11 ayat

nyata telah bertentangan dengan pasal 11 ayat

(2) Konstitusi yang menyatakan bahwa Presiden

(2) Konstitusi yang menyatakan bahwa Presiden

dalam membuat perjanjian internasional lainnya

dalam membuat perjanjian internasional lainnya

yang menimbulkan akibat yang luas dan

yang menimbulkan akibat yang luas dan

mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait

mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait

dengan beban keuangan negara, dan/atau

dengan beban keuangan negara, dan/atau

mengharuskan perubahan atau pembentukan

mengharuskan perubahan atau pembentukan

undang-undang harus dengan persetujuan Dewan

undang-undang harus dengan persetujuan Dewan

(9)

Sementara itu, ahli hukum dari Universitas Padjadjaran

Sementara itu, ahli hukum dari Universitas Padjadjaran

Bandung Prof. Romli Atmasasmita mengungkapkan bahwa

Bandung Prof. Romli Atmasasmita mengungkapkan bahwa

Pemerintah Indonesia harus konsisten kalau mau

Pemerintah Indonesia harus konsisten kalau mau

mempertahankan masalah ini dalam koridor nasional, maka

mempertahankan masalah ini dalam koridor nasional, maka

seharusnya MoU ini pun tunduk pada hukum nasional.

seharusnya MoU ini pun tunduk pada hukum nasional.

Kalau MoU RI-GAM dipandang bertentangan dengan

Kalau MoU RI-GAM dipandang bertentangan dengan

hukum nasional, seharusnya batal demi hukum,” tegasnya.

hukum nasional, seharusnya batal demi hukum,” tegasnya.

 

 

Lebih lanjut, Romli mengatakan bahwa kalau DPR

Lebih lanjut, Romli mengatakan bahwa kalau DPR

merasakan sesuatu yang tidak tepat dalam MoU tersebut,

merasakan sesuatu yang tidak tepat dalam MoU tersebut,

maka DPR bisa saja memanggil pemerintah untuk

maka DPR bisa saja memanggil pemerintah untuk

dimintakan penjelasan. Dia juga menepis anggapan bahwa

dimintakan penjelasan. Dia juga menepis anggapan bahwa

kalau ada sejumlah kalangan mempertanyakan MoU antara

kalau ada sejumlah kalangan mempertanyakan MoU antara

RI-GAM berarti tidak mendukung terciptanya perdamaian.

RI-GAM berarti tidak mendukung terciptanya perdamaian.

 

 

Semua orang pada dasarnya setuju perdamaian, tapi kalau

Semua orang pada dasarnya setuju perdamaian, tapi kalau

sudah menabrak undang-undang itu jelas salah dan patut

sudah menabrak undang-undang itu jelas salah dan patut

dipertanyakan keabsahannya,” ujar Romli yang juga

dipertanyakan keabsahannya,” ujar Romli yang juga

menyayangkan kenapa pemerintah bersikap tertutup dan

menyayangkan kenapa pemerintah bersikap tertutup dan

tidak mau mensosialisasikan draf MoU tersebut sebelum

tidak mau mensosialisasikan draf MoU tersebut sebelum

penandatanganan.

(10)

Kesimpulan

Kesimpulan

Bukan perjanjian internasional 

Bukan perjanjian internasional 

Selain mengomentari mengenai substansi MoU antara

Selain mengomentari mengenai substansi MoU antara

RI-GAM, Hikmahanto juga kembali menegaskan bahwa MoU ini

GAM, Hikmahanto juga kembali menegaskan bahwa MoU ini

bukanlah suatu

bukanlah suatu

perjanjian internasional

perjanjian internasional

. Menurutnya,

. Menurutnya,

MoU yang baru saja ditandatangani ini hanyalah suatu

MoU yang baru saja ditandatangani ini hanyalah suatu

perjanjian antara pemerintah yang sah dengan kelompok

perjanjian antara pemerintah yang sah dengan kelompok

pemberontakan.

pemberontakan.

Wacana mengenai status perundingan RI-GAM di Helsinki,

Wacana mengenai status perundingan RI-GAM di Helsinki,

Finlandia sempat ramai dibicarakan seiring dengan adanya

Finlandia sempat ramai dibicarakan seiring dengan adanya

tuntutan dari pihak DPR yang mensyaratkan bahwa

tuntutan dari pihak DPR yang mensyaratkan bahwa

pelaksanaan perundingan tersebut harus mendapatkan

pelaksanaan perundingan tersebut harus mendapatkan

persetujuan dari DPR. Dasar tuntutan mereka adalah pasal

persetujuan dari DPR. Dasar tuntutan mereka adalah pasal

11 ayat (2) Konstitusi yang menyatakan bahwa Presiden

11 ayat (2) Konstitusi yang menyatakan bahwa Presiden

dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang

dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang

menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi

menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi

kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan

kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan

negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau

negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau

pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan

pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan

DPR.

DPR.

 

(11)

 

 

Atas tuntutan tersebut, pemerintah sejauh ini

Atas tuntutan tersebut, pemerintah sejauh ini

mencoba menunjukkan konsistensinya dan tetap

mencoba menunjukkan konsistensinya dan tetap

berpandangan bahwa perundingan Helsinki bukanlah

berpandangan bahwa perundingan Helsinki bukanlah

perundingan internasional. Salah satu bentuk

perundingan internasional. Salah satu bentuk

konsistensi yang ditunjukkan oleh pemerintah adalah

konsistensi yang ditunjukkan oleh pemerintah adalah

dengan 'hanya' mengirim pejabat setingkat menteri

dengan 'hanya' mengirim pejabat setingkat menteri

yang tidak memiliki 'kapasitas' untuk mewakili negara

yang tidak memiliki 'kapasitas' untuk mewakili negara

menandatangani suatu perjanjian internasional.

menandatangani suatu perjanjian internasional.

Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional,

Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional,

pasal 7 yang kemudian diadopsi pasal 7 UU No.

pasal 7 yang kemudian diadopsi pasal 7 UU No.

24/2000 tentang Perjanjian Internasional mengatur

24/2000 tentang Perjanjian Internasional mengatur

bahwa untuk mewakili Indonesia dalam suatu

bahwa untuk mewakili Indonesia dalam suatu

perjanjian internasional diperlukan surat kuasa.

perjanjian internasional diperlukan surat kuasa.

Pengecualian dari ketentuan ini adalah Presiden dan

Pengecualian dari ketentuan ini adalah Presiden dan

Menteri Luar Negeri yang tidak memerlukan surat

Menteri Luar Negeri yang tidak memerlukan surat

kuasa. Selain itu, pemerintah juga konsisten untuk

kuasa. Selain itu, pemerintah juga konsisten untuk

tidak menganggap GAM sebagai

tidak menganggap GAM sebagai

belligerent

belligerent

(pihak

(pihak

yang bersengketa, red.) sehingga dengan begitu tidak

yang bersengketa, red.) sehingga dengan begitu tidak

bisa dianggap sebagai subyek hukum internasional

bisa dianggap sebagai subyek hukum internasional

yang juga berarti tidak dapat menjadi pihak dalam

yang juga berarti tidak dapat menjadi pihak dalam

perjanjian internasional.

(12)

Lampiran :

Lampiran :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2000

NOMOR 24 TAHUN 2000

TENTANG

TENTANG

PERJANJIAN INTERNASIONAL

PERJANJIAN INTERNASIONAL

Pasal 7

(1) Seseorang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia, dengan tujuan menerima atau

menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada perjanjian internasional,

memerlukan Surat Kuasa.

(2) Pejabat yang tidak memerlukan Surat Kuasa sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 Angka 3 adalah :

a. Presiden, dan

b. Menteri.

(3) Satu atau beberapa orang yang menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima

hasil akhir suatu pertemuan internasional, memerlukan Surat Kepercayaan.

(4) Surat Kuasa dapat diberikan secara terpisah atau disatukan dengan Surat Kepercayaan,

sepanjang dimungkinkan,

menurut ketentuan dalam suatu perjanjian internasional atau pertemuan internasional.

(5) Penandatangan suatu perjanjian internasional yang menyangkut

kerja sama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah

berlaku dan materinya berada dalam lingkup kewenangan suatu

(13)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 18 TAHUN 2001

NOMOR 18 TAHUN 2001

TENTANG

TENTANG

OTONOMI KHUSUS

OTONOMI KHUSUS

BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

BAGI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

SEBAGAI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BAB IV BAB IV

KEUANGAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM KEUANGAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Pasal 4

Pasal 4

(1) Sumber penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam meliputi: (1) Sumber penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam meliputi:

 pendapatan asli Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; pendapatan asli Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;  dana perimbangan; dana perimbangan;

 penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka otonomi khusus; penerimaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka otonomi khusus;  pinjaman Daerah; dan pinjaman Daerah; dan

 lain-lain penerimaan yang sah. lain-lain penerimaan yang sah.

(2) Sumber pendapatan asli Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, (2) Sumber pendapatan asli Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

 pajak Daerah; pajak Daerah;  retribusi Daerah; retribusi Daerah;  zakat; zakat;

 hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang

dipisahkan; dan dipisahkan; dan

(14)

(3) Dana perimbangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, (3) Dana perimbangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah dana perimbangan bagian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, adalah dana perimbangan bagian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten dan Kota atau nama lain, yang terdiri atas:

Kabupaten dan Kota atau nama lain, yang terdiri atas:

bagi hasil pajak dan sumber daya alam yang ditetapkan sesuai dengan bagi hasil pajak dan sumber daya alam yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu bagian dari penerimaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu bagian dari penerimaan pajak bumi dan bangunan sebesar 90% (sembilan puluh persen), bea pajak bumi dan bangunan sebesar 90% (sembilan puluh persen), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar 80% (delapan puluh perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar 80% (delapan puluh

persen), pajak penghasilan orang pribadi sebesar 20% (dua puluh persen), persen), pajak penghasilan orang pribadi sebesar 20% (dua puluh persen), penerimaan sumber daya alam dari sektor kehutanan sebesar 80%

penerimaan sumber daya alam dari sektor kehutanan sebesar 80%

(delapan puluh persen), pertambangan umum sebesar 80% (delapan puluh (delapan puluh persen), pertambangan umum sebesar 80% (delapan puluh persen), perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen), pertambangan persen), perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen), pertambangan minyak bumi sebesar 15% (lima belas persen), dan pertambangan gas minyak bumi sebesar 15% (lima belas persen), dan pertambangan gas alam sebesar 30% (tiga puluh persen);

alam sebesar 30% (tiga puluh persen);

Dana Alokasi Umum yang ditetapkan sesuai dengan peraturan Dana Alokasi Umum yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

undangan; dan

Dana Alokasi Khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan Dana Alokasi Khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan memberikan prioritas bagi Provinsi Nanggroe Aceh

undangan dengan memberikan prioritas bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Darussalam.

(4) Penerimaan dalam rangka otonomi khusus, sebagaimana dimaksud (4) Penerimaan dalam rangka otonomi khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir c, berupa tambahan penerimaan bagi Provinsi

pada ayat (1) butir c, berupa tambahan penerimaan bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dari hasil sumber daya alam di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dari hasil sumber daya alam di wilayah

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah dikurangi pajak, yaitu sebesar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah dikurangi pajak, yaitu sebesar 55% (lima puluh lima persen) untuk pertambangan minyak bumi dan

55% (lima puluh lima persen) untuk pertambangan minyak bumi dan

sebesar 40% (empat puluh persen) untuk pertambangan gas alam selama sebesar 40% (empat puluh persen) untuk pertambangan gas alam selama delapan tahun sejak berlakunya undang-undang ini.

(15)

(5) Mulai tahun kesembilan setelah berlakunya

(5) Mulai tahun kesembilan setelah berlakunya

undang-undang ini pemberian tambahan

undang-undang ini pemberian tambahan

penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat

penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(4) menjadi sebesar 35% (tiga puluh lima persen)

(4) menjadi sebesar 35% (tiga puluh lima persen)

untuk pertambangan minyak bumi dan sebesar

untuk pertambangan minyak bumi dan sebesar

20% (dua puluh persen) untuk pertambangan gas

20% (dua puluh persen) untuk pertambangan gas

alam.

alam.

(6) Pembagian lebih lanjut penerimaan

(6) Pembagian lebih lanjut penerimaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat

(5) antara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,

(5) antara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,

Kabupaten, Kota atau nama lain diatur secara adil

Kabupaten, Kota atau nama lain diatur secara adil

dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh

dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh

(16)

Pasal 5

Pasal 5

(1) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat menerima

(1) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat menerima

bantuandari luar negeri setelah memberitahukannya

bantuandari luar negeri setelah memberitahukannya

kepada Pemerintah.

kepada Pemerintah.

(2) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat melakukan

(2) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat melakukan

pinjaman dari sumber dalam negeri dan/atau luar negeri

pinjaman dari sumber dalam negeri dan/atau luar negeri

untuk membiayai sebagian anggarannya.

untuk membiayai sebagian anggarannya.

(3) Pinjaman dari sumber dalam negeri untuk Provinsi

(3) Pinjaman dari sumber dalam negeri untuk Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam harus mendapat persetujuan

Nanggroe Aceh Darussalam harus mendapat persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

Darussalam.

(4) Pinjaman dari sumber luar negeri untuk Provinsi

(4) Pinjaman dari sumber luar negeri untuk Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam harus mendapat persetujuan

Nanggroe Aceh Darussalam harus mendapat persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam dan Pemerintah dengan berpedoman pada

Darussalam dan Pemerintah dengan berpedoman pada

peraturan yang berlaku.

peraturan yang berlaku.

(5) Ketentuan mengenai pelaksanaan bantuan

(5) Ketentuan mengenai pelaksanaan bantuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal ini selanjutnya diatur

sebagaimana dimaksud dalam pasal ini selanjutnya diatur

dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(17)

Pasal 6 Pasal 6

(1) Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat melakukan (1) Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat melakukan penyertaan modal pada badan usaha milik negara (BUMN) yang hanya penyertaan modal pada badan usaha milik negara (BUMN) yang hanya berdomisili dan beroperasi di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdomisili dan beroperasi di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang besarnya ditetapkan bersama dengan Pemerintah.

yang besarnya ditetapkan bersama dengan Pemerintah.

(2) Tata cara penyertaan modal Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh (2) Tata cara penyertaan modal Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut Darussalam, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(3) Sebagian pendapatan Pemerintah yang berasal dari pembagian (3) Sebagian pendapatan Pemerintah yang berasal dari pembagian

keuntungan badan usaha milik negara (BUMN) yang hanya beroperasi di keuntungan badan usaha milik negara (BUMN) yang hanya beroperasi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang besarnya ditetapkan bersama Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang besarnya ditetapkan bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam digunakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di Daerah yang digunakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di Daerah yang bersangkutan.

bersangkutan. Pasal 7

Pasal 7

(4) Perubahan dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (4) Perubahan dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (APBDPNAD) ditetapkan dengan

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (APBDPNAD) ditetapkan dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(5) Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) pendapatan sebagaimana (5) Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, ayat (4), dan ayat (5)

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, ayat (4), dan ayat (5) dialokasikan untuk biaya pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh dialokasikan untuk biaya pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Darussalam.

(6) Tata cara penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan (6) Tata cara penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (APBDPNAD),

Belanja Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (APBDPNAD), perubahan dan perhitungannya serta pertanggungjawaban dan perubahan dan perhitungannya serta pertanggungjawaban dan

(18)

Vienna Convention on the Law of Treaties

Vienna Convention on the Law of Treaties

1969

1969

Article 7 Article 7 Full powers Full powers

1.A person is considered as representing a State for the purpose of adopting or

1.A person is considered as representing a State for the purpose of adopting or

authenticating the

authenticating the

text of a treaty or for the purpose of expressing the consent of the State to be bound by a

text of a treaty or for the purpose of expressing the consent of the State to be bound by a

treaty if:

treaty if:

(

(aa) he produces appropriate full powers; or) he produces appropriate full powers; or (

(bb) it appears from the practice of the States concerned or from other circumstances that ) it appears from the practice of the States concerned or from other circumstances that

their

their

intention was to consider that person as representing the State for such purposes and to

intention was to consider that person as representing the State for such purposes and to

dispense with dispense with full powers. full powers. 5 5

2. In virtue of their functions and without having to produce full powers, the following are

2. In virtue of their functions and without having to produce full powers, the following are

considered as representing their State:

considered as representing their State:

(

(aa) Heads of State, Heads of Government and Ministers for Foreign Affairs, for the purpose of) Heads of State, Heads of Government and Ministers for Foreign Affairs, for the purpose of performing all acts relating to the conclusion of a treaty;

performing all acts relating to the conclusion of a treaty;

(

(bb) heads of diplomatic missions, for the purpose of adopting the text of a treaty between the) heads of diplomatic missions, for the purpose of adopting the text of a treaty between the accrediting State and the State to which they are accredited;

accrediting State and the State to which they are accredited;

(

(cc) representatives accredited by States to an international conference or to an international) representatives accredited by States to an international conference or to an international organization or one of its organs, for the purpose of adopting the text of a treaty in that

organization or one of its organs, for the purpose of adopting the text of a treaty in that

conference,

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Laporan tulisan 10% 11 secara sederhana mampu menjelaskan dan mengaplikasikan dasar-dasar ulumul hadis dalam studi sanad Prosedur/metode studi sanad hadis Info search,

“Untuk mendukung pengembangan program smart village ini, telah disediakannya 4 unit laptop di kantor desa yang dapat dipergunakan oleh para aparatur desa untuk

Berdasarkan Penetapan Pemenang Nomor : Pem.TD-PD PLTMHAN/10/APBD-OTSUS/2016 tanggal 15 Mei 2014, Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (POKJA ULP) Otsus Kabupaten Gayo Lues SKPD

Adapun dalam hal pergaulan siswi jauh lebih aktif dan menjadikan akhlak siswi menjadi tidak terkontrol dan menjadikan sebagian siswi jauh meninggalkan syariat

Secara akademis, seorang guru profesional ia memiliki keahlian atau kecakapan akademis atau dalam bidang ilmu tertentu; cakap mempersiapkan penyajian materi (pembuatan

1) Persiapan yang dilakukan guru bimbingan dan konseling layanan informasi tentang minat belajar dengan mempersiapkan sesuatunya berkaitan dengan kegiatan yang

Sistem Informasi ini memiliki kemampuan untuk menyimpan file konfigurasi perangkat di setiap wilayah beserta link untuk menuju ke lokasi perangkatnya, menampilkan

Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2012, dengan kami ini minta kepada Saudara Direktur untuk hadir dalam melakukan Pembuktian Kualifikasi dengan membawa berkas asli data perusahaan pada