• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Banjir Lahar Pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 pada Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kali Putih Kabupaten Magelang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dampak Banjir Lahar Pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 pada Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kali Putih Kabupaten Magelang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Dampak Banjir Lahar Pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 pada Kondisi Sosial

Ekonomi Masyarakat di Kali Putih Kabupaten Magelang

Rosalina Kumalawati1*

1Program Studi Pendidikan Geografi FKIP UNLAM Banjarmasin *Email : rosalinaunlam@gmail.com

ABSTRAK

Erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010 mengakibatkan banjir lahar di Kali Putih. Banjir lahar di Kali Putih mempunyai dampak yang cukup serius terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Analisis dampak sosial ekonomi diperlukan untuk perencanaan pembangunan masyarakat pascaerupsi Gunungapi Merapi khususnya di Kali Putih Kabupaten Magelang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dampak banjir lahar pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kali Putih Kabupaten Magelang. Metode yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif dan kualitatif. Data diambil dengan cara survei lapangan dan wawancara mendalam. Wawancara dilakukan pada masyarakat yang tinggal di sepanjang Kali Putih Kabupaten Magelang. Masyarakat yang tinggal di Kali Putih Kabupaten Magelang meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Srumbung, Salam, dan Ngluwar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banjir lahar pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat: (1) kondisi perekonomian masyarakat sempat terhenti karena mata pencaharian sehari-hari rusak akibat banjir lahar, (2) sektor pariwisata menjadi salah satu sektor pembangkit ekonomi lokal karena banyak yang berwisata ke daerah bencana, (3) sektor pertambangan dapat menjadi pembangkit perekonomian daerah bencana.

Kata Kunci : Dampak, Sosial, Ekonomi, Banjir Lahar, Gunungapi Merapi

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada sabuk Gunungapi Pasifik (the ring of fire), kondisi ini menyebabkan banyak gunung berapi di Indonesia (Kusumadinata, 1979; Katili dan Siswowidjojo, 1994; Voighta et.al, 1998; Kelfoun et.al, 2000; Younga et.al, 2000; Prihadi, 2005; Sunarto, 2007; Sudibyakto, 2011). Gunungapi adalah suatu lubang bumi, dari lubang tersebut dapat dikeluarkan suatu inti bumi berupa batuan pijar atau gas panas, dan umumnya keduanya sering disebut magma, keluar dari dalam Bumi ke permukaan. Beberapa tipe letusan gunungapi dapat diramalkan pemunculannya, karena memiliki selang waktu letusan. Salah satu gunung berapi di Indonesia yang masih aktif adalah Gunungapi Merapi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Masih aktifnya Gunungapi Merapi membawa dampak positif maupun negatif bagi penduduk yang bertempat tinggal di sekitar Gunung Merapi (Hadi, 1992). Dampak positif adalah material yang dikeluarkan oleh Gunungapi Merapi dari dalam perut bumi dapat dimanfaatkan atau diolah sesuai keperluan manusia. Dampak negatif, aktivitas gunungapi menyebabkan adanya bahaya yang dibedakan menjadi bahaya primer dan bahaya sekunder (Wahyono, 2002). Bahaya primer merupakan bahaya yang berkaitan langsung dengan letusan, muatan panas berupa padatan, cairan dan gas tinggi akan menghanguskan apa saja yang dilewatinya. Guguran lava pijar dan awan panas yang dikeluarkan oleh Gunungapi Merapi merupakan contoh bahaya primer. Bahaya sekunder merupakan bahaya yang ditimbulkan secara tidak langsung, jika hujan turun, lahar meluncur ke bawah dan menutup semua yang dilewatinya. Banjir lahar merupakan salah satu contoh bahaya sekunder.

Banjir lahar merupakan salah satu dampak sekunder dari aktivitas Gunungapi Merapi, mempunyai daya perusak yang tinggi karena aliran mempunyai kadar kekentalan yang tinggi. Banjir lahar terjadi terutama ketika musim penghujan tiba. Dampak lain yang perlu diwaspadai adalah ancaman longsor lava. Longsoran lava disebabkan pertambahan volume material puncak gunungapi, menambah kemiringan kubah material. Jika titik kestabilan terlampaui, maka material mengalami pelongsoran dengan kecepatan tinggi (Muhammad Wahid, 2008). Penelitian ini dilaksanakan di Kali Putih secara administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Magelang.

Berdasarkan peta lokasi desa terdampak banjir lahar Gunungapi Merapi di wilayah Propinsi Jawa Tengah yang dikeluarkan oleh BNPB, update 17 Januari 2011, Kali Putih merupakan daerah bahaya gunungapi (Gambar 1). Masuknya daerah bahaya karena perkembangan erupsi gunungapi sebagian aliran lahar mengalir ke arah Kali Putih, dilain pihak merupakan daerah padat penduduk. Banjir lahar pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 menyebabkan kerusakan baik dari segi lingkungan maupun di bidang sosial ekonomi. Lima desa terkena dampak banjir lahar, yaitu Desa Jumoyo, Gulon, Seloboro, Sirahan dan Blongkeng (Tabel 1. dan Gambar 2).

(2)

TUJUAN

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dampak banjir lahar pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Dampak yang diakibatkan oleh banjir lahar pascaerupsi Gunuangapi Merapi 2010 dapat berupa dampak positif maupun negatif bagi masyarakat. Analisis dampak sosial ekonomi dirasa perlu untuk dilakukan sebagai salah satu masukan dalam perencanaan pembangunan masyarakat pascaerupsi Gunungapi Merapi. Melalui analisis dampak sosial ekonomi, maka proses pembangunan diharapkan dapat berjalan lancar dan tepat sasaran, sesuai dengan kebutuhan masyarakat terdampak banjir lahar pascaerupsi Gunungapi Merapi.

METODE PENELITIAN

Metode analisis yang dipergunakan adalah metode analisis kuantitatif dan kualitatif. Data diambil dengan cara survey lapangan dan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan dengan panduan pertanyaan yang ditujukan kepada informasi kunci (key informan) yang akan dipergunakan untuk memperkuat hasil survey lapangan. Informan kunci yang dipilih adalah masyarakat yang tinggal disepanjang aliran Kali Putih Kabupaten Magelang, meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Srumbung, Salam dan Ngluwar. Unit kajian di dalam penelitian adalah desa-desa pada Kecamatan Srumbung, Salam dan Ngluwar.

Data sekunder yang berisi data kondisi fisik dan sosial ekonomi masyarakat ditunjukkan untuk menguatkan data survey lapangan. Data sekunder berupa data kecamatan dalam angka dari Kabupaten Magelang. Data terdiri atas data statistik yang mencakup data penduduk, data penggunaan lahan, dan data sosial ekonomi masyarakat. Data dikumpulkan dari instansi-instansi pemerintah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Banjir lahar pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 menimbulkan dampak yang sangat besar di daerah penelitian. Dampak sangat besar akibat banjir lahar hasil erupsi Gunungapi Merapi 2010 telah melumpuhkan kehidupan masyarakat. Sarana dan prasana mengalami kerusakan akibat banjir lahar begitu juga permukiman. Lahan pertanian sebagai tempat penghidupan masyarakat hilang dan rusak karena tertimbun material lahar (Gambar 3). Banjir lahar di Desa Blongkeng Kecamatan Ngluwar tidak melimpas permukiman, hanya menggerus tebing sungai menyebabkan longsor kemudian menghanyutkan rumah-rumah yang terdapat di atas tebing sungai (Gambar 4). Aktivitas kegiatan perekonomian masyarakat sempat terhenti dalam jangka waktu yang lama.

Tabel 1. Daftar Rumah dan Jumlah Pengungsi yang Terkena Banjir Lahar Desa Rumah Roboh/Hanyut Rumah Rusak Berat Rumah Rusak Ringan Rumah Rusak Sedang Pengungsi Jumoyo 54 36 - 5 1005 Gulon - 4 - - 1005 Seloboro - 2 2 7 68 Sirahan 11 58 - - - Blongkeng - 6 - - - Jumlah 65 106 2 12 2978 Sumber : BNPB, 17 Januari 2011

(3)

Gambar 1. Peta Lokasi Desa Terdampak Banjir Lahar Gunung Merapi di Wilayah Propinsi Jawa Tengah Tahun, 2011

Gambar 2. Kali Putih dialiri lahar di Desa Sirahan (Foto : Kumalawati, 2011)

Gambar 3. Lahar Kali Putih mengenai permukiman dan lahan pertanian di Desa Sirahan (Foto : Kumalawati, 2011)

(4)

Gambar 4. Banjir lahar mengakibatkan tebing longsor di Desa Blongkeng Kecamatan Ngluwar (418488 mT, 9156100 mU) (Foto : Kumalawati, 2012)

Kondisi banjir lahar pascaerupsi Gunungapi Merapi sangat mempengaruhi masyarakat yang tinggal di daerah penelitian. Masyarakat di daerah penelitian yang sebagian besar adalah petani harus kehilangan sumber mata pencahariannya. Dampak banjir lahar dirasakan oleh masyarakat dari segi positif maupun negatif. Hasil temuan dilapangan menyatakan bahwa masyarakat menanggapi dampak banjir lahar secara berbeda. Masyarakat yang sebelumnya sudah menyiapkan diri untuk menghadapi banjir lahar lebih baik apabila dibandingkan dengan masyarakat yang belum menyiapkan apapun. Dampak banjir lahar yang dihadapi di daerah penelitian adalah :

1. Dampak Banjir Lahar Gunungapi Merapi terhadap Kondisi Sosial Masyarakat a. Kehidupan Sosial Masyarakat di Daerah Penelitian

Masyarakat yang tinggal di daerah penelitian sebagian besar adalah masyarakat Jawa yang mayoritas adalah menganut Agama Islam yang masih menggunakan falsafah Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu falsafah yang digunakan adalah “sangkan paraning dumadi” yang mempunyai arti bahwa manusia hidup di dunia hanya untuk menumpang makan dan minum, aspek moralitas lebih ditonjolkan dalam kehidupan sehari-hari. Berbuat baik kepada sesama, kerjasama dan tolong menolong itu yang utama. Contohnya adalah adanya kegiatan larung sesaji, dimana dalam pelaksanaan kegiatan tersebut diperlukan adanya kerjasama yang kuat di antara masyarakat.

Banjir lahar menimbukan kerusakan dan korban, namun penduduk tetap memilih tinggal di sekitar gunungapi, gunungapi memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Beberapa studi antropologi menunjukkan bagaimana masyarakat tradisional merasa sangat terikat kepada gunung berapi sebagai tempat hidup mereka (Belshaw, 1951; Keesing,1952; Ingleby, 1966; Schwimmer, 1996; To Wainara, 2000; Shimizu, 2001; Seitz, 2004; Tima, 2005; Gaillard, 2006). Salah satu buku terbitan PHIVOLCS (Philippines Institute of Volcanology and Seismology) tahun 1999 dalam Sudibyakto, 2011 yang berjudul ”Living Safely With Natural Hazards” bagaimana masyarakat hidup merasa aman berdampingan dengan bahaya alam. Masyarakat hidup aman berdampingan bahaya alam karena untuk jangka panjang bencana yang terjadi memberikan banyak manfaat seperti menyuburkan lahan pertanian.

b. Dampak Banjir Lahar terhadap Kondisi Sosial Masyarakat

Material lahar hasil erupsi menyebabkan terganggunya kondisi masyarakat. Masyarakat di daerah penelitian harus mengungsi untuk mengantisipasi datangnya banjir lahar yang membawa material yang dapat membahayakan jiwa dan merusak harta benda serta permukiman. Kegiatan masyarakat sempat terhenti total karena harus segera mengungsi.

Kondisi sosial masyarakat di daerah penelitian setelah terjadi banjir lahar adalah langsung kembali kerumah masing-masing untuk melihat kondisi rumahnya. Selanjutnya masyarakat langsung melakukan gotong-royong dengan menggunakan alat seadanya secara berkelompok masyarakat membuka jalan agar dapat dilewati kendaraan. Kondisi permukiman pada waktu itu adalah ada yang rumahnya roboh/hanyut, rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan (Gambar 5). Kegiatan gotong-royong menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai kesadaran tinggi untuk ikut tanggap darurat.

Jumlah rumah yang terkena banjir lahar adalah 1.290 rumah. Kelas kerusakan permukiman didominasi Roboh/Hanyut sebanyak 814 rumah, Rusak Sedang sebanyak 200 rumah, Rusak Ringan 140 rumah, Rusak Berat 71 rumah dan Tidak Rusak sejumlah 65 rumah. Permukiman paling banyak terkena dampak banjir lahar adalah Desa Sirahan Kecamatan Salam sejumlah 860 rumah. Kerusakan permukiman paling parah di Desa

(5)

Sirahan sebanyak 553 rumah roboh/hanyut. Kerusakan rumah paling sedikit di Desa Gulon dengan jumlah 28 rumah (25 Rusak Sedang dan 3 rumah Rusak Ringan) (Rosalina, 2014) (Tabel 2 dan Gambar 5).

Tabel 2. Kelas Kerusakan Permukiman di Daerah Penelitian

No Kecamatan Desa

Kelas Kerusakan Permukiman Jumlah Rumah Per Desa Roboh / Hanyut Rusak Berat Rusak Sedang Rusak Ringan Tidak Rusak 1 Salam Jumoyo 108 8 19 61 24 220 2 Gulon 0 0 25 3 0 28 3 Seloboro 97 15 5 1 1 119 4 Sirahan 553 43 149 75 40 860 5 Ngluwar Blongkeng 56 5 2 0 0 63 Jumlah 814 71 200 140 65 1290

Sumber : Hasil Pengolahan, 2013

Gambar 5. Peta Kelas Kerusakan Permukiman Akibat Banjir Lahar di Kali Putih Kabupaten Magelang Tahun 2013

Kondisi pasca banjir lahar, masyarakat di daerah penelitian masih mengalami trauma. Sebagian besar masyarakat enggan untuk kembali kerumah dan tetap bertahan di pengungsian tetapi ada juga yang tidak kembali kerumah karena rumahnya roboh/hanyut dan rusak berat. Beberapa permasalahan yang timbul pada saat pasca krisis antara lain:

1) adanya bantuan yang tidak tepat sasaran sehingga menimbulkan masalah sosial (kecemburuan), 2) bantuan terkonsentrasi beberapa wilayah sehingga menjadi sorotan media,

3) banyaknya tenaga TNI dan sukarelawan yang diterjunkan di daerah bencana untuk membantu masyarakat menyebabkan masyarakat menjadi tergantung dengan adanya bantuan. Perbaikan rumah yang seharusnya di kerjakan gotong-royong antara TNI dan masyarakat, namun pada kenyataannya rumah hanya diperbaiki oleh anggota TNI dan sukarelawan sedangkan pemilik rumah hanya menjadi penonton.

(6)

Permasalahan lain sesudah bencana erupsi Gunungapi Merapi khususnya bencana banjir lahar, sangat jelas sekali telah tejadi beberapa kasus penyimpangan pemanfaatan ruang “secara darurat”. Pada saat itu muncul adanya pola-pola pemanfaatan ruang yang mengindikasikan pemanfaatan prinsip masyarakat yang menghendaki dan memprioritaskan adanya pembangunan perumahan sebagai skala prioritas. Pernyataan tersebut diperkuat dengan terbangunannya permukiman yang dibangun oleh masyarakat maupun NGO dan pada sisi lainnya pemerintah terkendala oleh penyediaan lahan maupun pendanaan. Seperti yang terlihat pada Gambar 6 bangunan huntara yang dibangun oleh sumbangan dari masyarakat.

Gambar 6. Lokasi Huntara (Hunian Sementara) di Daerah Penelitian (Kumalawati, 2011)

Kejadian bencana banjir lahar juga memunculkan antusiasme warga untuk mengunjungi daerah bencana (wisata bencana). Pasca banjir lahar masyarakat dari daerah lain secara berbondong-bondong pergi ke daerah bencana untuk menyaksikan seberapa parah kejadian banjir lahar di daerah penelitian. Masyarakat datang dengan atau tanpa membawa bantuan untuk dapat masuk ke daerah bencana. Kehadiran “wisatawan bencana” dirasa sangat mengganggu oleh warga korban bencana.

Fenomena lain yang muncul adalah adanya animo masyarakat untuk mendekati daerah bahaya yang berisiko tinggi. Pasca banjir lahar banyak obyek-obyek wisata baru bermunculan seperti kejadian aliran lahar hujan di Kali Putih dan tumpukana material yang ada di Kali Putih menjadi tujuan wisata yang banyak diminati oleh masyarakat. Sungai Kali Putih merupakan salah satu sungai yang berpotensi mengalami lahar hujan. Masyarakat tidak menyadari akan bahaya yang terjadi, namun semakin hari jumlah pengunjung semakin bertambah bahkan di setiap obyek wisata di sediakan fasilitas parkir kendaraan.

Fenomena baru yang tercipta dikalangan masyarakat menggambarkan bahwa pengetahuan bencana masih belum dapat tersampaikan dengan baik. Animo masyarakat untuk melihat bencana sangat besar. Masyarakat pada umumnya tidak memikirkan ancaman bahaya yang terjadi apabila dilokasi rawan bencana. Peran pemerintah diperlukan untuk membendung animo masyarakat tersebut. Wilayah-wilayah yang masih bahaya dan berpotensi dijadikan tempat wisata seharusnya dikelola oleh pemerintah sehingga keselamatan masyarakat tetap dapat terjaga. Pananaman pengetahuan tentang bencana kepada masyarakat juga harus lebih ditingkatkan. Perlu adanya penyuluhan dan pelatihan terkait dengan mitigasi dan adaptasi bencana.

2. Dampak Banjir Lahar Gunungapi Merapi terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat a. Perekonomian Masyarakat di Daerah Penelitian Pra-Banjir Lahar

Masyarakat di daerah penelitian, sebagian besar menggantungkan hidup dari kekayaan sumberdaya yang ada, dalam bentuk lahan (pertanian), dan mineral (tambang batu dan pasir). Masyarakat memanfaatkan sumberdaya dengan mengambil ataupun mengolah sumberdaya yang tersedia. Sumberdaya mineral seperti batu dan pasir di tambang disungai yang berhulu di Gunungapi Merapi. Batu dan pasir hasil erupsi sebelumnya ditambang menggunakan truk-truk pengangkut pasir.

Pasir yang berasal dari material Gunungapi Merapi memiliki nilai ekonomi yang tinggi saat dijual. Semua warga di daerah bencana diharapkan dapat memanfaatkan material pasir yang ada, kenyataannya hanya sebagian kecil warga yang memanfaatkan pasir tersebut untuk dijual. Warga setempat hanya bekerja sebagai buruh dengan upah di bawah Upah Minimum Regional (UMR).

Banjir lahar yang turun membawa material lahar. Material lahar yang turun melebihi kemampuan daya tampung Sabo DAM. Daya tampung Sabo DAM 1.172.160 m3, volume luapan pasir tahun 2010 sebesar 7.707.245,561 m3. Prediksi volume luapan pasir tahun 2010 adalah sebesar Rp 462.434.733.686,00 (Rosalina, 2014) (Tabel 3. Berdasarkan hal tersebut maka sudah terbukti kalau material pasir mempunyai nilai ekonomi tinggi, yang diharapkan dari penjualan material pasir tersebut dapat membangun perekonomian daerah

(7)

penelitian. Penelitian hanya merupiahkan material lahar yang berupa pasir, padahal masih ada material lahar lain yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi, seperti kerikil dan batu. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya daerah penelitian dapat bangkit meski daerahnya sudah terkena banjir lahar, tentu saja peran pemerintah disini tetap diperlukan.

Tabel 3. Prediksi Harga Volume Material Pasir

Volume Luapan Pasir (m3)

Harga Material Pasir

(Rp/m3) Jumlah Harga Material Pasir (Rp)

7.707.245,561 60.000,00 462.434.733.686

Sumber: Hasil Pengolahan dan Analisis Data Primer, 2011-2013

b. Kondisi Pasca Banjir Lahar di Daerah Penelitian

Banjir lahar mempengaruhi kondisi masayarakat di daerah penelitian. Masyarakat di daerah penelitian sebagian besar bergantung pada sumberdaya di Gunungapi kehilangan sumber penghidupannya. Lahan pertanian tertutup material lahar. Kondisi lahan pertanian yang tertutup material lahar memerlukan pengelolaan intensif agar lahan pertanian dapat ditanami kembali. Kegiatan masyarakat yang masih berjalan pasca banjir lahar adalah pertambangan batu dan pasir. Pascaerupsi truk-truk sudah banyak mengantri disungai-sungai yang berhulu di Gunungapi Merapi. Namun yang menambang bukan berasal dari masyarakat setempat melainkan masyarakat dari luar daerah. Sebagian besar warga dari luar Kabupaten Magelang dan perusahaan tambang yang menikmati hasil penjualan material lahar (lihat Tabel 4 dan Gambar 7).

Pasca banjir lahar aktivitas masyarakat terhenti total karena banyak fasilitas umum dan bangunan yang roboh. Jalan dan jembatan tidak dapat dilewati karena tertimbun material lahar,bahkan ada jembatan yang ikut hanyut terkena material lahar. Pusat perekonomian masyarakat seperti pasar juga terhenti karena bangunan pasar yang roboh. Banyaknya bangunan yang roboh/hanyut menjadikan daerah penelitian sempat menjadi kota mati karena tidak ada aktivitas apa pun dari masyarakatnya.

Tabel 4. Keuntungan Lahar dinikmati Masyarakat di Daerah Bencana, Luar Bencana dan Perusahaan Tambang

No Keuntungan Lahar Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase

1 Masyarakat di Daerah Bencana 96 9.40

2 Masyarakat di Luar Daerah Bencana 420 41.14

3 Perusahaan Tambang 505 49.46

Jumlah 1.021 100.00

Sumber: Hasil Pengolahan dan Analisis Data Primer, 2011-2013

Gambar 7. Masyarakat Menambang Pasir di Kali Putih (Foto :Kumalawati, 2012) 3. Perekonomian Masyarakat Pasca Banjir Lahar di Daerah Penelitian

(8)

Banjir lahar di daerah penelitian telah melumpuhkan untuk sementara sumber penghidupan ekonomi masyarakat khususnya di bidang pertanian. Masyarakat sangat tergantung pada sektor pertanian, namun sumber penghidupan masyarakat mengalami kerusakan akibat banjir lahar. Untuk dapat bertahan hidup pasca banjir lahar, masyarakat harus mempunyai alternatif sementara sumber penghidupan di luar pertanian. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang dapat ditingkatkan untuk pembangkit ekonomi masyarakat. Besarnya animo wisatawan untuk berkunjung di kawasan terdampak bencana menjadi salah satu faktor pendukung majunya sektor pariwisata. Pemerintah dan masyarakat seharusnya dapat bekerja sama untuk mengelola wisata berbasis bencana agar dapat dikemas dengan baik sehingga dapat mendatangkan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat terdampak, akan tetapi tidak mengesampingkan faktor keselamatan bagi wisatawan.

Pembangkit perekonomian lainnya adalah tambang galian C yang merupakan material hasil erupsi yang terbawa bersama aliran lahar. Namun yang menambang bukan berasal dari masyarakat setempat melainkan masyarakat dari luar daerah. Sebagian besar warga dari luar Kabupaten Magelang dan perusahaan tambang yang menikmati hasil penjualan material lahar. Sehingga masyarakat terdampak yang tinggal di sekitar sungai tidak mendapatkan hasilnya (Tabel 4). Pemerintah setempat perlu mengelola kegiatan pertambangan yang ada di sungai-sungai sehingga masyarakat terdampak dapat mengambil hasil dari material lahar tersebut.

KESIMPULAN

1. Banjir lahar pascaerupsi Gunungapi Merapi mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah penelitian,

2. Adanya modal sosial (gotong-royong dan tolong menolong) yang tinggi dapat membantu masyarakat dalam kegiatan tanggap darurat dan rekonstruksi pascabencana,

3. Dampak banjir lahar terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat sangat besar karena sebagian besar masyarakatnya menggantungkan sumber penghidupan dari sumberdaya yang ada di sekitar Gunuangapi Merapi,

4. Masyarakat memerlukan pembangkit ekonomi sementara karena masyarakat harus tetap memenuhi kebutuhan hidupnya, antara lain di bidang pariwisata dan pertambangan,

5. Sektor pariwisata merupakan sektor pembangkit ekonomi yang signifikan karena animo masyarakat sangat besar untuk datang melihat daerah bencana, akan tetapi seharusnya tetap dikelola secara bersama antara pemerintah dengan masyarakat terdampak dengan memperhatikan unsur keselamatan wisatawan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini adalah bagian dari Penelitian yang sedang dikerjakan Rosalina Kumalawati. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada suamiku Karnanto Hendra Murliawan, S.T dan anak-anakku Akhmad Fauzi Nur Murliawan dan Shifa Naura Putri Nur Murliawan yang selalu menjadi inspirasiku untuk selalu berkarya. Terima kasih atas pengertian dan dukungannya. Seftiawan S. Rijal S.Si dan para enumerator atas dukungan data, informasi, SIG, dan kesediaannya berdiskusi.

DAFTAR PUSTAKA

Belshaw, C., 1951. Social Consequences of The Mount Lamingto Eruption. Oceania 21 (4), 241-253.

BNPB., 2011. Peta Lokasi Desa Terdampak Banjir Lahar Dingin Gunung Merapi Di Wilayah Propinsi Jawa Tengah. http://bnpb.go.id/irw/ diakses 17 Januari 2011.

BNPB., 2011. Panduan Perencanaan Kontinjensi Menghadapi Bencana, Edisi-2.

Gaillard, J. C., 2006. Traditional Societies in The Face of Natural Hazards: The 1991 Mt.Pinatubo Eruption and Tha aetas of the Philippines. International Journal of ass Emergencies and Disaster 24 (1), 5-43. Hadi, M.P., 1992. Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Mitigasi Banjir Lahar dan Longsoran Lava Pada

Lereng Selatan Gunungapi Merapi. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Ingleby, I., 1966. Mt. Lamington Fifteen Years After. Australasian Territories 6, 28-34.

Katili, J.A., dan Siswowidjojo, 1994, Pemantauan Gunungapi di Filipina dan Indonesia. Bandung: Ikatan Ahli Geologi Indonesia.

(9)

Keesing, F.M., 1952. The Papuan Orikaiva vs Mt. Lamington: Cultural Shock and its Aftermath. Human Organization 11 (1), 26-32.

Kelfoun., Legros., and Gourgaud., 2000. A Statistical Study of Trees Damaged by the 22 November 1994 Eruption of Merapi Volcano (Java, Indonesia): Relationships between Ash-Cloud Surges and Block-And-Ash Flows. Journal of Volcanology and Geothermal Research 100: 379-393.

Kusumadinata, J., (Ed)., 1979. Data Dasar Gunungapi Indonesia. Bandung: Vocanological Survey of Indonesia.

Prihadi, S.A., 2005. Vulkanologi dan Geotermal, Catatan Kuliah. Bandung: Penerbit ITB.

Schwimmer, E.G., 1996. Cultural Consequences of a Volcanic Eruption Experienced by the Mount Lamington Orokaiva. Eugene: Department of Anthropology report Number 9, University of Oregon.

Seitz, S., 2004. The Aeta at the Mt. Pinatubo, Phillippines: a Minority Group Coping With Disaster. Quezon City: New Delhi Publishers.

Shimizu, H., 2001. The Orphans of Pinatubo: The Ayta Stuggle for Existence. Quezon City: Solidaridad Publishing House.

Sudibyakto., 2011. Manajemen Bencana di Indonesia Kemana?. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sunarto., 2007. Sifat Letusan Gunungapi Kelud, Krakatau dan Soputan serta Pemanfaatan Sumberdaya Pasca

Letusan, Jurnal Kebencanaan Indonesia Vol.1 No.3, November 2007. Yogyakarta: PSBA UGM. Rosalina, K., 2014. Pengelolaan Daerah Rawan Bencana Lahar Pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 di Kali Putih

Kabupaten Magelang. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Tima, R.G., 2005. Leaves in the Water: The Struggle for survival of Pinatubo Aetas. Subic: Foundaion of Cultural Survival.

To Wainara, C.G., 2000. The 1994 Rabaul Volcanic Eruption: Human Sectors Impacts on the Tolai Displaced Communities. Goroka: Melanesian Research Institute.

Voight., C., Siswowidjoyo., and Torley., 1998. Historical Eruptions of Merapi Volcano, Central Java, Indonesia, 1768–1998. Journal of Volcanology and Geothermal Research 100: 69-138.

Wahyono, S.A., 2002. Kajian Tingkat Risiko Bahaya Vulkanik Melalui Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Lokasi Kasus Lereng Selatan Gunungapi Merapi Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Younga., Voighta., Subandriyo., Sajiman., Miswanto., and Casadevall., 2000. Ground Deformation at Merapi Volcano, Java, Indonesia: Distance Changes, June 1988–October 1995. Journal of Volcanology and Geothermal Research 100: 233-259.

Gambar

Gambar 2. Kali Putih dialiri lahar di Desa Sirahan (Foto : Kumalawati, 2011)
Tabel 2. Kelas Kerusakan Permukiman di Daerah Penelitian
Gambar 6. Lokasi Huntara (Hunian Sementara) di Daerah Penelitian (Kumalawati, 2011)  Kejadian  bencana  banjir  lahar  juga  memunculkan  antusiasme  warga  untuk  mengunjungi  daerah  bencana (wisata bencana)
Tabel 3. Prediksi Harga Volume Material Pasir

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana Dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/Mi), Sekolah

Dari hasil ini menunjukkan adanya kesamaan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siti Rohmah (2015) yang menyatakan citra merek berpengaruh signifikan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala, atas segala hidayah dan rahmat-Nya serta sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad Sallallahu alaihi wasallam

Sebagai akibat lebih lanjut dari keadaan tersebut diatas maka batas harga ditingkat produsen dan di pasar lebih besar diperoleh para pedagang perantara bahkan

Dengan tujuan yang ingin dicapai adalah menghasilkan rancangan antarmuka pengguna untuk media pembelajaran mengenai pengenalan kosakata yang tepat sesuai dengan

Datanglah ke baitNya Datanglah ke baitNya Dengan hati bersyukur Ke dalam pelataranNya Rasakan dan lihatlah Betapa baikNya Tuhan Bagi yang berlindung padaNya. Akan bersorak

Dan pegawaipun kurang teliti tentang persyaratan pengurus DGPLQLVWUDVL´ (Hasil wawancara dengan Pegawai Pengurusan Akta Kelahiran, 03 juni 2016) Dari hasil wawancara

Rencana Umum Energi Daerah Kabupaten Indragiri Hilir disusun dengan arah kebijakan dan strategi energi daerah, baik dalam jangka panjang maupun jangka menengah, dalam