• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI WALIMATUL URSY DI DESA GAYAU SAKTI KECAMATAN SEPUTIH AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI WALIMATUL URSY DI DESA GAYAU SAKTI KECAMATAN SEPUTIH AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH."

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI WALIMATUL URSY DI DESA GAYAU SAKTI KECAMATAN SEPUTIH AGUNG

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh:

DWI INDAH TAUFIQ NPM 14116953

Fakultas: Syari’ah

Jurusan: Ahwal Al-Syakhshiyyah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

METRO LAMPUNG

(2)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI WALIMATUL URSY DI DESA GAYAU SAKTI KECAMATAN SEPUTIH AGUNG

KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh: Dwi Indah Taufiq

NPM:14116953

Pembimbing I : Dr. Tobibatussaadah, M.Ag Pembimbig II : Sainul, S.H., M.A

Jurusan : Ahwal al-Syakhshiyah Fakultas : Syariah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO 1440 H/2018 M

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Proposal : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI WALIMATUL URSY DI DESA GAYAU SAKTI KECAMATAN SEPUTIH AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Nama : Dwi Indah taufiq

Npm : 14116953

Fakultas : Syariah

Jurusan : Ahwal Syakhshiyah (AS)

Menyetujui,

Untuk dimunaqosyahkan dalam sidang munaqosyah Fakultas Syariah Jurusan Ahwal Syakhshiyah (AS) Institut Agama Islam Negeri(IAIN) Metro.

Metro, November 2018 Pembimbing I Dr. Tobibatussaadah, M.Ag NIP. 19701020199803 2 002 Pembimbing II Sainul, S.H., M.A NIP. 19680706 200003 1 004

(4)

NOTA DINAS

Nomor : -

Lampiran : 1 (satu) Berkas

Perihal : Pengajuan Skripsi Untuk Dimunaqosyahkan

Kepada Yth,

Dekan Fakultas Syariah

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro Di –

Tempat Assalamualaikum Wr.Wb

Setelah kami mengadakan pemeriksaan, bimbingan dan perbaikan seperlunya , maka Skripsi saudara:

Nama : Dwi Indah Taufiq

NPM : 14116953

Jurusan : Ahwal Syakhshiyah (AS) Fakultas : Syariah

Judul : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Walimatul

Ursy Di Desa Gayau Sakti Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah

Sudah dapat kami setujui dan dapat diajukan ke Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro untuk dimunaqosyahkan.

Demikianlah harapan kami dan atas perhatianya, kami ucapkan terimakasih. Wassalamualaikum Wr.Wb Metro, November 2018 Pembimbing I Dr. Tobibatussaadah, M.Ag NIP. 19701020199803 2 002 Pembimbing II Sainul, S.H., M.A NIP. 19680706 200003 1 004

(5)

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO

FAKULTAS SYARIAH

Jl. Ki. Hajar Dewantara Kampus 15 A Iringmulyo Kota Metro Lampung 34111 Telp. (0725) 41507 Fax. (0725) 47296 e-mail: syariah.iain@metrouniv.ac.id ; website:

www.syariah.metrouniv.ac.id

PENGESAHAN SKRIPSI

No. ...

Skripsi dengan judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI

WALIMATUL URSY DI DESA GAYAU SAKTI KECAMATAN SEPUTIH AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH, disusun Oleh: DWI INDAH

TAUFIQ, NPM: 14116953 Jurusan Ahwal al-Syakhshiyah, telah diujikan dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Syariah pada Hari/Tanggal: Jumad/07 Desember 2018, di Ruang Munaqosyah Fakultas Syariah Lt 1.

TIM MUNAQOSYAH:

Ketua/Moderator : Dr. Hj. Tobibatussaadah, M. Ag (...)

Penguji I : Dra. Siti Nurjanah, M. Ag (...)

Penguji II : Sainul, S.H, M.A (...)

Sekertaris :Hotman,M.E.Sy (...) Mengetahui

Dekan Fakultas Syariah

H. Husnul Fatarib, Ph.D NIP: 19740104 199903 1 004

(6)

ABSTRAK

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI WALIMATUL URSY DI DESA GAYAU SAKTI KECAMATAN SEPUTIH AGUNG

KEBUPATEN LAMPUNG TENGAH

OLEH

DWI INDAH TAUFIQ

Pernikahan merupakan peristiwa bahagia bagi dua insan yang telah memiliki rasa saling mencintai dan tidak akan pernah lupa untuk dikenang selama hidupnya. Pada rangkaian akad nikah tentunya ada hal yang tidak pernah ketinggalan, yakni pesta pernikahan atau disebut juga dengan walimah al-‘ursy. Walimah al-ursy diartikan dengan perhelatan dalam rangka menyukuri nikmat Allah dengan menghidangkan makanan. walimah yang mewah dan berlebihan akan mengakibatkan hal-hal yang buruk dan perselisian, dan tidak bisa lepas dari hal-hal yang mungkar. Selain hal tersebut banyak kebiasaan-kebiasaan yang harus dijauhi dalam melaksanakan walimatul ursy. disini peneliti akan membahas tentang tinjauan hukum islam terhadap tradisi walimatul ursy di Desa Gayau Sakti kecamatan Seputih Agung dan faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat desa Gayau Sakti melakukan larangan-larangan walimatul ursy.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tinjauan hukum islam terhadap tradisi walimatul ursy di desa Gayau Sakti dan faktor-faktor masyarakat desa gayau sakti melakukan larangan-larangan dalam walimatul ursy. Adapun manfaat diadakan penelitian ini adalah sebagai upaya menambah, memperdalam dan memperluas keilmuan mengenai tradisi dalam Perkawinan, Khususnya tradisi Walimatul Ursy serta menentukan status hukum tradisi tersebut. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian lapangan yang menghimpun data kualitatif. Data primer diperoleh dari sahibul hajat, tokoh agama dan tokoh masyarakat dan data sekunder di peroleh dari kepala Desa Gayau Sakti. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan wawancara. Semua data-data tersebut kemudian dianalisis secara induktif.

Berdasarkan hasil penelitian, walimatul ursy yang dilakukan masyarakat Desa Gayau Sakti tidak semua sesuai ajaran islam. Karena masih banyak masyarakat melangar larangan walimatul ursy yaitu tradisi mencukur alis, selain hal tersebut terdapat tradisi yang bertentangan dengan ajaran islam. Selanjutnya terdapat tradisi yang masih dijalankan oleh masyarakat meliputi tradisi Sumbangan, sesajen, weton.. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat masih melakukan tradisi walimatul ursy yaitu faktor internal Kurangnya Pengetahuan Agama, faktor eksternal yaiyu Budaya atau Tradisi.

(7)

ORISINALITAS PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Dwi Indah Taufiq

Npn : 14116953

Jurusan : Ahwal Syakhshiyah (AS) Fakultas : Syari’ah

Menyatakan bahwa Skripsi ini secara leseluruhan adalah asli hasil penelitian saya kacuali bagian-bagian tertentu yang dirujuk dari sumbernya dan di sebutkan dalam daftar pustaka.

Metro, November 2018 Yang menyatakan

Dwi Indah Taufiq 14116953

(8)

MOTTO

ِهِئاَسِن ْنِم ٍئَش ىَلَع َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ُِّبَِّنلا ََلَْوَأ ام :َلاَق ٍسَنَأ ُثْيِدَح

.ٍةاَشِب ََلَْوَأ َبَنْ بَز ىَلَع ََلَْوَأ اَم

“Dari Anas, ia berkata “Nabi tidak pernah membuat walimah atas salah satu istrinya sebab bagaimana yang dibuatnya untuk zainab, beliau mangadakan

walimah dengan menyembelih seekor kambing.”

(Dikeluarkan oleh Bukhari pada kitab ke-67, kitab Nikah bab ke-68, bab walimah walaupun hanya dengan seekor domba)1

1 Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Hadis Shaih Bukhari Muslim , diterjemahkan oleh tim

penerjemah Aqwam, dari judul asli Al-lu’lu’u wa al-marjanu fima ittafaqa’alayhi asy-syaykhani al-bukhariyyu wa muslimun,(Jakarta: Ummul Qura, 2012), h.378.

(9)

PERSEMBAHAN

Dengan rendah hati dan rasa syukur atas kehadirat Allah SAW yang telah melimpahkan karunia dan rahmatnya, akan saya persembahkan keberhasilan studi ini kepada :

1. Orang tua saya yang tercinta Bapak Sabar dan Ibu Saropah yang senantiasa mencurahkan kasih sayangnya, perhatian, kesabaran serta tak pernah lelah mendoakan untuk keberhasilan anaknya dari balita hingga sekarang, sehingga dapat menyelesaikann skripsi ini.

2. Kakak saya yang tercinta Eka Rahmatullah yang selalu memberikan dukungan, motifasi dan mendoakan keberhasilan saya.

3. Semua dosen Fakultas Syariah yang telah membimbing dan membagi ilmunya untuk saya. Khususnya Ibu Dr.H.Tobibatussaadah, M.Ag sebagai Pembimbing I dan Bapak Sainul SH.MH sebagai pembimbing II yang selalu sabar dan ikhlas dalam memberikan bimbingan dan arahan serta memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini di tengah-tengah kesibukanya hingga skripsi ini selesai.

4. Sahabat seperjuangan IAIN Metro khususnya angkatan 2014 Ahwal al-Syakhshiyah terimakasih untuk semua kebersamaan kita selama ini, saling memotifasi, menyemangati, membantu dan mendoakan.

5. Keluarga Besar UKM Ikatan Mahasiswa Pencinta Seni (IMPAS) IAIN Metro, abang-abang, uni-uni dan saudara-saudara seperjuangan angkatan 2014 serta adik-adik yang selalu memberikan semangat dan motifasi kepada penilis.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya Peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan sebaik baiknya.

Dengan upaya menyelesaikan Skripsi ini, peneliti telah menerima banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Rektor IAIN Metro Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar. M.Ag. 2. Dekan Fakultas Syariah Bapak Husnul Fatarib Ph.D.

3. Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah Ibu Nur Hidayati SH.MH.

4. Ibu Dr. Hj.Tobibatussadah M.Ag dan Bapak Sainul SH MH sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah IAIN Metro yang telah memberikan Ilmu baik didalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan. 6. Rekan-rekan jurusan Ahwal al-Syakhshiyah angkatan 2014 yang telah

memberikan motifasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

Atas segala bantuan dan bimbingan dari semua pihak, peneliti ucapkan terimakasih semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan dan jasa-jasa mereka. Amin.

Metro, November 2018 Peneliti

Dwi Indah Taufiq 14116953

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN NOTA DINAS ... iv

ABSTRAK ... v

HALAMAN ORIENTASI PENELITIAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

HALAMAN KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Penelitian Relevan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Tradisi ... 10

1. Tradisi/Urf ... 10

B. Pengertian dan Dasar Hukum Walimatul Ursy ... 14

1. Pengertian Walimatul Ursy ... 14

2. Dasar Hukum Walimatul Ursy ... 15

C. Tujuan dan Hikmah Walimah ... 18

(12)

E. Larangan Dalam Walimah ... 21

1. Larangan Mencabut Alis, Mentato, Mengikir gigi ... 21

2. Melaksanakan pesta di Hotel-hotel dan Klub ... 24

3. Memakai Emas Bagi Laki-laki... 25

4. Larangan Saweran ... 26

5. Tidak Boleh Mengatakan “Bir Rafaa’ Wal Banin”... 27

F. Faktor-faktor Walimatul Ursy ... 28

1. Faktor Internal ... 29

2. Faktor Exsternal ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 31

B. Sumber Data ... 32

C. Teknik Pengumpulan Data ... 34

D. Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Gambaran Umum Desa Gayau Sakti ... 37

B. Pelaksanaa Tradisi Walimatul Ursy Di Desa Gayau Sakti Kecamatan Seputih Agung ... 41

C. Analisis Penelitian ... 50

1. Tinjauan hukum islam terhadap pelaksanaan walimatul ursy di Desa Gayau Sakti ... 50

2. Faktor-faktor yang menyebabkan Desa Gayau Sakti Melakukan larangan-larangan dalam walimatul ursy ... 60

(13)

BAB V PENUTUP ... 62

A. Kesimpulan ... 62 B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Nama kepala Desa dari pertama hingga sekarang... 38

2. Data Jumlah Penduduk ... 39

3. Jumlah Pemeluk Agama ... 40

4. jumlah keberagaman suku budaya berdasarkan kk ... 41

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kartu konsultasi bimbingan 2. SK Pembimbing Skripsi 3. Outline

4. Alat pengumpul Data 5. Surat Izin prasurvey 6. Surat izin Riset 7. Surat Tugas

8. Surat Rekomendasi Izin Penelitian 9. Surat Keterangan Bebas Pustaka 10. Foto wawancara

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang memiliki suku dan budaya yang beragam. Keberagaman itu dikuasai oleh nilai kebudayaan dan agama yang dibawa masuk ke Indonesia, sehingga mengakar didalam masyarakat Indonesia. Kebudayaan ini tidak lepas dari bercampurnya nilai-nilai agama dan budaya-budaya dari Timur dan Barat. Kebudayaan tersebut terdiri dari banyak hal salah satunya meliputi budaya-budaya adat pernikahan.

Pernikahan adalah salah satu sunnatullah, hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan, merupakan naluri segala makhluk, khususnya manusia. Firman Allah dalam Surat Az-Zariyat ayat 49 :

ُكَّلَعَل ِْيَْجْوَز اَنْقَلَخ ٍءْيَش ِ لُك ْنِمَو

َنوُرَّكَذَت ْم

“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu

mengingat kebesaran Allah”.2

Perkawinan bagi manusia, merupakan miśāqan galīẓan yang bertujuan untuk membina hubungan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dalam keluarga yang bahagia.3 Berdasarkan firman Allah dalam surah Al Nisa’ ayat 21:

2 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya, (Bandung: Syamil Quran, 2009),

h.522.

3 Hamzah Latief, “Kandungan Hadis Aulim Walau bi Syātin dan Relevansinya dengan

Walimah Perkawinan”,(Jakarta: AL-RISALA, 2016), Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II, No. 1 Januari –Juni, h.01

(17)

هَنْوُذُخَْتَ َفْيَكَو

ضْفَا ْدَقَو

لِا ْمُكُضْعَ ب ى

ْعَ ب

اًظْيِلَغاًقاَثْ يِ م ْمُكْنِم َنْذَخَاَّو ٍض

﴿

۲۱

“dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain sebagai suami istri. Dan mereka istri-istrimu telah

mengambil perjanjian yang kuat (ikatan Pernikahan) dari kamu.4

Dengan perkawinan, manusia dapat berketurunan dan dapat melestarikan kehidupannya setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dan mewujudkan tujuan perkawinan. Demi menjaga martabat kemuliaan manusia, maka khusus umat muslim yang telah mampu untuk kawin sangat dianjurkan untuk melakukannya, karena di samping perkawinan tersebut adalah sunnatullah, juga merupakan sunnah Rasul.5

Pernikahan merupakan sunnah Nabi yang sangat dianjurkan bagi seluruh umat Islam. Pernikahan adalah peristiwa yang sakral dan suci serta sarana paling mulia dalam memelihara keturunan. Bahkan Nabi pernah melarang sahabat (Uṡmān bin Maẓʻun) yang berniat untuk meninggalkan ibadah tersebut agar dapat mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah.6

Nikah adalah asas hidup yang paling utama dalam pergaulan atau embrio bangunan masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja

4 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya, (Bandung: Syamil Quran, 2009),

h.81.

5 Hamzah Latief, Kandungan Hadis Aulim Walau bi Syātin dan Relevansinya dengan

Walimah Perkawinan., h.01

6 Lia Laquna Jamali, Lukman Zain, dan Ahmad Faqih Hasyim, “Hikmah Walimah

Al-‘Ursy (Pesta Pernikahan) Dengan Kehormatan Perempuan Perspektif Hadit”,(Jakarta : Diya al-Afkar), Vol 4. No. 02/ Desember 2016, h.165-166

(18)

merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan tersebut akan menjadi jalan interrelasi antara satu kaum dengan yang lain.7

Pernikahan merupakan peristiwa bahagia bagi dua insan yang telah memiliki rasa saling mencintai dan tidak akan pernah lupa untuk dikenang selama hidupnya. Pada rangkaian akad nikah tentunya ada hal yang tidak pernah ketinggalan, yakni pesta pernikahan atau disebut juga dengan walimah

al-‘ursy.8

Walimah al-‘ursy (pesta penikahan) dimaksudkan memberi doa restu agar kedua mempelai mau berkumpul dengan rukun. Adapun tujuan lainnya adalah sebagai informasi dan pengumuman bahwa telah terjadi pernikahan, sehingga tidak menimbulkan fitnah di kemudian hari serta sebagai pencetusan tanda gembira atau lainnya.9

Walimah al-ursy diartikan dengan perhelatan dalam rangka menyukuri nikmat Allah atas telah terlaksananya akad pernikahan dengan menghidangkan makanan. Walimah al-ursy mempunyai nilai tersendiri melebihi perhelatan yang lainnya sebagaimana perkawinan itu mempunyai nilai tersendiri dalam kehidupan melebihi peristiwa lainnya. Oleh karena itu,

walimah al-ursy dibicarakan dalam setiap kitab fiqih.10

7 Ibid., 8 Ibid., 9 Ibid.,

10 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Indonesia antara fiqih Munakahat dan

(19)

Pesta pernikahan dalam Islam sudah ada sejak zaman Rasulullah yang di kenal dengan sebutan walimatul ursy, walimah telah di anjurkan oleh Rasulullah seperti beliau mengadakan walimah untuk istrinya yaitu Zainab hal ini berdasarkan hadis Rosulullah SAW :

َأ ام : َلاَق ٍسَنَأ ُثْيِدَح

ِهِئاَسِن ْنِم ٍئَش ىَلَع َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ُِّبَِّنلا ََلَْو

.ٍةاَشِب ََلَْوَأ َبَنْ بَز ىَلَع ََلَْوَأ اَم

“Dari Anas, ia berkata “Nabi tidak pernah membuat walimah atas salah satu istrinya sebab bagaimana yang dibuatnya untuk zainab, beliau mangadakan walimah dengan menyembelih seekor kambing.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada kitab ke-67, kitab Nikah bab ke-68, bab walimah walaupun hanya dengan seekor domba)11

Perlu menjadi perhatian, bawasanya Islam tidak membolehkan berlebih-lebihan dalam melaksanakan walimah nikah, sebagaimana yang sering terjadi saat ini, dengan menyembelih beberapa ekor kambing, unta dan sapi, dengan berbagai macam makanan yang sangat banyak dan beragam padahal makanan tersebut tidak semua habis dimakan.12

Selain itu, sebuah walimah yang mewah dan berlebihan akan mengakibatkan hal-hal yang buruk dan perselisian, yang sebagian besar tidak bisa lepas dari hal-hal yang mungkar. Walimah yang seperti ini biasanya dilaksanakan di hotel-hotel, yang biasanya tidak ada pembatas antara wanita

11 Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Hadis Shaih Bukhari Muslim , diterjemahkan oleh tim

penerjemah Aqwam, dari judul asli Al-lu’lu’u wa al-marjanu fima ittafaqa’alayhi asy-syaykhani al-bukhariyyu wa muslimun,(Jakarta: Ummul Qura, 2012), h.378.

12 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Indonesia antara fiqih Munakahat dan

(20)

dan laki-laki tanpa ada rasa malu dan sungkan untuk saling bercampur aduk menjadi satu yang dapat menimbulkan dampak negatif yang sangat besar.13

Selain hal tersebut banyak kebiasaan-kebiasaan yang harus dijauhi dalam melaksanakan walimah atau pesta pernikahan yaitu:

1. Mencabut alis, mentato, merenggangkan (mengikiri gigi) dan menyambung rambut.

2. Melaksanakan pesta di hotel-hotel dan klub-klub. 3. Memakai emas bagi laki-laki.

4. Larangan saweran

5. Tidak boleh mengatakan “Bir Rafaa’ Wal Baniin (Semoga rukun

dan banyak anak).14

Beberapa kebiasaan di atas, masyarakat Desa Gayau Sakti sudah banyak mengalami perubahan sehingga banyak yang menyimpang dari ajaran Agama Islam. Dalam melaksanakan walimah masyarakat sering melakukan kebiasan tersebut yaitu mengkikir gigi yang dilakukan calon pengantin wanita sebelum terjadinya akad pernikahan, kebiasaan ini sering terjadi di tahun 1990, namun kebiasaan tersebut lama-kelamaan hilang dan di gantikan dengan mencukur alis yang dilakukan pengantin wanita sebelum terjadinya akad pernikahan, bahkan tidak bisa dipungkiri bahwa kebiasaan tersebut menjadi tradisi dalam masyarakat saat melangsungkan walimah.15

13 Ibid., h.680.

14 Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir Razzaq, “Panduan Lengkap Nikah dari A

Sampai Z”, diterjemahkan oleh Ahmad Saikhu, dari judul asli Isyratun Nisaa’ minal alif ilal yaa’, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2015), cet.14, h.203-232.

15 Wawancara dengan Bapak Kasbi, Sebagai Tokoh Agama Desa Gayau Sakti, 15 April

(21)

Akan tetapi kurangnya pemahaman masyarakat tentang larangan tersebut. sehingga masyarakat menjadikan larangan tersebut sebagai tradisi. Berdasarkan kasus di atas timbul permasalahan mengenai perayaan walimah yang menyimpang dari syariat Islam atas dasar tersebut peneliti tertarik untuk meneliti dan mengetahui lebih jauh mengenai hal tersebut, oleh sebab itu peneliti hendak melakukan penelitian tentang Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Perayaan Walimah di Desa Gayau Sakti Kecamatan Seputih Agung.

B. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan untuk penelitian ini yaitu :

1. Bagaimanakah Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Walimatul ursy di Desa Gayau Sakti Kecamatan Seputih Agung?

2. Apa faktor-faktor yang menyebabkan Masyarakat Desa Gayau Sakti melakukan larangan-larangan dalam Walimatul Ursy?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui Bagaimanakah Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Walimatul ursy di Desa Gayau Sakti Kecamatan Seputih Agung dan apa faktor-faktor yang menyebabkan Masyarakat Desa Gayau Sakti Melakukan larangan-larangan dalam pelaksanaan Walimatul Ursy.

(22)

2. Manfaat Penelitian

a. Teoretis

Dapat menambah, memperdalam dan memperluas khazanah keilmuan mengenai tadisi dalam Perkawinan, Khususnya tradisi Walimatul Ursy.

b. Praktis

1. Dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat muslim khususnya Desa Gayau Sakti Kecamatan Seputih Agung mengenai Walimatul ursy yang dianjurkan oleh Agama.

2. Hasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dari peneliti dan bermanfaat menjadi referensi sebagai bahan acuan peneliti lain dalam penelitian pada masa yang akan datang.

D. Penelitian Relevan

Bagian ini memuat daftar hasil penelitian yang telah diteliti oleh beberapa mahasiswa yang telah melakukan penelitian sebelumnya kemudian membandingkan apakah penelitian yang akan penulis lakukan tersebut telah diteliti atau belum.

Untuk mengetahui posisi peneliti dalam melakukan penelitian tentang tinjauan hukum Islam terhadap tradisi walimah, maka dilakukan riview terhadap beberapa literatur atau penelitian yang terkait dengan objek penelitian diantaranya, seperti yang terlihat pada skripsi yang disusun oleh Miftahul Janah (1171563) dalam penelitian skripsinya yang berjudul

(23)

“Pergeseran Esensi Walimatul Ursy ditinjau dari Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Desa Kotagajah Kecamatan Kotagajah Kabupaten lampung Tengah” jenis penelitian ini adalah Field research bersifat dekriptif, Mahasiswi STAIN Jurai Siwo Metro Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam. Lulus tahun 2016. Peneliti ini lebih menfokuskan pada Pergeseran Esensi Masyarakat Kotagajah yakni pelaksanaan walimah yang mewah dan besar, meski dana yang di peroleh dari hutang ke Bank dengan menggadaikan tanah serta hanya mengikuti gengsi sosial dan faktor adat.16

Netti Novi Yanti (0216363) dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan hukum islam tentang walimah yang dilakukan pada Masyarakat Suku Lampung (stadi kasus di Desa Bumi Tinggi Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur)” penelitian Mahasiswi STAIN Jurai Siwo Metro lulus tahun 2006. peneliti ini lebih mengfokuskan pada Walimah yang laksanakan oleh Masyarakat khususnya suku Lampung yang berada di Desa bumi tinggi kecamatan Sukadana yang dimana walimah tersebut di sertai dengan upacara perkawinan adat yang di selenggarakan secara besar-besaran selama 7 hari dan meliputi berbagai kegiatan adat yang diatur dan dilaksanakan oleh suatu panitia khusus yang terdiri dari tua-tua Adat, kaum ibu dan bujang gadis.17

Berdasarkan dari penelitian di atas, dapat diketahui bahwa penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti memiliki kajian yang berbeda, walaupun

16 Miftahul Janah, “Pergeseran Esensi Walimatul Urs”, Skripsi S1, (Metro : STAIN Jurai

Siwo Metro, 2016)

17 Netty Novia Yanti, “Tinjauan hukum Islam Tentang Walimah yanng dilakukan Pada

(24)

memiliki fokus kajian yang sama pada tema-tema tertentu, jika peneliti terdahulu terfokus pada walimatul Ursy yang dilaksanakan oleh Adat Lampung dan pergeseran esensi walimah, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti lebih ditekankan pada Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Walimatul Ursy di Desa Gayau Sakti Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah.

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tradisi

1. Tradisi/Urf

Tradisi adalah sebagian unsur dari sistem budaya masyarakat. Tradisi adalah suatu warisan berwujud budaya dari nenek moyang, yang telah menjalani waktu ratusan tahun dan tetap dituruti oleh mereka-mereka yang lahir belakangan. Tradisi itu diwariskan oleh nenek moyang untuk diikuti karena dianggap akan memberikan semacam pedoman hidup bagi mereka yang masih hidup. Tradisi itu dinilai sangat baik oleh mereka yang memilikinnya, bahkan dianggap tidak dapat diubah atau ditinggalkan oleh mereka. Tradisi itu sebagian mengandung nilai-nilai religi terutama di Negara-negara Timur jauh, seperti Tiongkok, Thailand, Jepang, Filipina, teristimewa Indonesia.18

Faktor lain yang harus diperhitungkan dalam kerangka menyikapi budaya yang masuk menjadi bagian agama adalah, adanya kaidah bahwa suatu budaya dan tradisi yang sudah mengakar dan diterima secara mayoritas dalam suatu kelompok muslim, maka hal tersebut dapat menjadi justifikasi perumusan hukum fiqih. Karena hukum fiqih merupakan produk yang selalu berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan masyarakat.19

18 Bungaran Antonius Simanjuntak, Tradisi, Agama, dan Modernisasi pada Masyarakat

Pedesaan Jawa, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016), h.145.

(26)

Oleh sebagian kaum Muslim, Adat sering diidentikkan dengan ‘urf. ‘Urf sendiri maknanya adalah tradisi atau kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang. Hanya saja ‘urf mengarah kepada “kesepakatan tradisi” sekelompok orang atau mayoritas.20

Dari segi kebahasaan (etimologi) al-urf berasal dari kata yang terdiri dari huruf ‘ain, ra’ dan fa’ yang berarti kenal. Dari kata ini muncul kata ma’rifah (yang dikenal), ta’rif (definisi), kata ma’ruf (yang dikenal sebagai kebaikan), dan kata ‘Urf (kebiasaan yang baik).21

Urf ialah sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan dikalangan mereka baik berupa perkataan maupun perbuatan. Oleh sebagian ulama ushul figh, urf disebut adat (adat kebiasaan). Sekalipun dalam pengertian istilah tidak ada perbedaan anatara urf dengan adat (adat kebiasaan) sekalipun dalam pengertian istilah hampir tidak ada perbedaan pengertian anatara urf dengan adat namun dalam pemahaman biasa diartikan bahwa pengertian urf lebih umum dbanding dengan pengertian adat, karena adat disampinng telah dikenal oleh masyarakat, juga telah biasa dikerjakan dikalangan mereka, seakan-akan telah mrupakan hukum tertulis, sehingga ada sanksi-sanksi terhadap orang yang melanggarnya.22

‘Urf dapat dibagi atas beberapa bagian ditinjau dari segi sifatnya, urf terbagi menjadi:

20 Ibid., h.25

21 Abd rahman dalan, Ushul Fiqh, (Amzah : Jakarta, 2011), h.209.

(27)

a. ‘Urf qouli

Ialah ‘Urf berupa perkataan, seperti perkataan walad, menurut bahasa berati anak, termasuk didalamnya anak laki-laki dan anak perempuan. Tetapi dalam perkataan sehari-hari bisa diartikan degan anak laki-laki saja.

b. ‘Urf amali

Ialah Urf yang berupa perbuatan. Seperti jual beli dalam masyarakat tanpa mengucap sighat akad jual beli. Padahal menurut syara, sighat jual beli itu merupak salah satu rukun jual beli tetapi karena telah menjadi kebiasaan dalam mayarakat melakukan jual beli tanpa sighat jual beli dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka syara membolehkannya. 23

Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya urf terbagi atas : a. ‘Urf sahih

Ialah suatu kebiasaan yang telah dikenal secara baik dalam masyarakat dan kebiasaan itu sejalan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran islam serta kebiasanan itu tidak menghalalkan yang haram atau sebaliknya. Umpamanya kebiasaan masyarakat dalam melakukan transaksi istisna’,24 mengadakan pertunangan sebelum melangsungkan

akad nikah, dipandang baik, telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat dan tidak bertentangan dengan syara’.25

23 Ibid., h. 147-148.

24 Musnad Rozi, Ushul Fiqih 1, (Metro Lampung : STAIN Jurai Siwo Metro, 2014),

h.144

(28)

b. Urf fasid

Adalah suatu kebiasaan yang telah berjalan dalam masyarakat tetapi kebiasaan itu bertentangan dengan ajaran Islam atau menghalalkan yang haram dan sebaliknya, seperti perbuatan-perbuatan mungkar yang telah menjadi tradisi pada sebagian masyarakat.26 Seperti kebiasaan mengadakan sesajian untuk sebuah patung atau suatu tempat yang dipandang keramat. Hal ini tidak dapat diterima karena berlawanan dengan ajaran tauhid yang diajarkan agama Islam.27

Ditinjau dari ruang lingkup berlakunya, urf terbagi menjadi: a. ‘Urf aam

Ialah ‘Urf yang berlaku pada suatu tempat, masa, dan keadaan, seperti memberi hadiah (tip) kepada orang yang telah memberikan jasanya kepada kita, mengucapkan terimakasih kepada orang yang telah membantu kita dan sebagainya.

b. ‘Urf khash

Ialah ‘Urf yang berlakunya pada tempat, masa atau keadaan tertentu saja. Seperti mengadakan halal bihalal yang biasa dilakukan oleh bangsa indonesia yang beragama islam pada setiap selesai menunaikan ibadah puasa bulan ramadhan, sedangpada negara-negara Islam lain tidak dibiasakan.28

26 Musnad Rozi, Ushul Fiqih 1., h.144. 27 Kamal Muchtar, Ushul Fiqh Jilid 1.,h.148 28 Ibid.,h.148-149.

(29)

B. Pengertian dan Dasar Hukum Walimatul Ursy 1. Pengertian Walimatul Ursy

Walimah ( ْهَمْيِلَوْلَأ) artinys Al-jam’u = kumpul, sebab antara suami dan istri berkumpul, bahkan sanak saudara, kerabat, dan para tetangga. Walimah ( ْهَمْيِلَوْلَأ) berasal dari kata Arab : َِلََوْلَأ artinya makanan pengantin, maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainya.29

Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literatul Arab yang secara kata berarti jamuan untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk perhelatan diluar perkawinan. Sebagian ulama menggunakan kata walimah itu untuk setiap jamuan makanan, untuk setiap kesempatan mendapat kesenangan, hanya penggunaannya untuk kesempatan perkawinan lebih banyak.

Definisi yang terkenal di kalangan ulama walimatul al-ursy diartikan dengan perhelatan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah atas telah terlaksanakanya akad perkawinan dengan menghidangkan makanan. Walimah al-ursy mempunyai nilai tersendiri melebihi perhelatan yang lainya sebagaimana perkawinan itu mempunyai nilai tersendiri dalam

29 Tiham dan sohari sahrani, Fiqih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta :

(30)

kehidupan melebihi peristiwa lainya. Oleh karna itu, Walimatu al-ursy

dibicarakan dalam setiap kitab fiqih.30

Berdasarkan pengertian di atas dapat peneliti pahami bahwa walimatul ursy adalah jamuan untuk perkawinan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah atas terlaksananya suatu Akad pernikahan.

2. Dasar Hukum Walimatul Ursy

Jumhur ulama sepakat bahwa mengadakan walimah itu hukumnya sunah mu’akad. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah Saw:

ِهِئاَسِن ْنِم ٍئَش ىَلَع َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ُِّبَِّنلا ََلَْوَأ ام :َلاَق ٍسَنَأ ُثْيِدَح

.ٍةاَشِب ََلَْوَأ َبَنْ بَز ىَلَع ََلَْوَأ اَم

“Dari Anas, ia berkata “Nabi tidak pernah membuat walimah atas salah satu istrinya sebab bagaimana yang dibuatnya untuk zainab, beliau mangadakan walimah dengan menyembelih seekor kambing.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada kitab ke-67, kitab Nikah bab ke-68, bab walimah walaupun hanya dengan seekor domba)31

ْحَّرلا ِدْبَع ىَلَع ىَأَر :ص َِّبَِّنلا َّنَا ٍكِلاَم ِنْب ِسَنَا ْنَع

َرَ ثَا ٍفْوَع ِنْب ِن

ه اَم( َلاَقَ ف ٍةَرْفُص

ِنْزَو ىَلَع ًةَأَرْما ُتْجَّوَزَ ت ْ ٍ نِّا ،ِالله َلْوُسَرَيَ :َلاَق )؟اَذ

َو ِْلَْوَا ،َكَل ُالله َكَراَبَ ف( َلاَق . ٍبَهَذ ْنِمٍةاَوَ ن

ُظْفَّللاَو ،ِهْيَلَع ٌقَفَّ تُم )ٍةاَشِب ْوَل

.ٍمِلْسُمِل

30 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Indonesia antara fiqih Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011), h.155-156.

31 Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Hadis Shaih Bukhari Muslim , diterjemahkan oleh tim

penerjemah Aqwam, dari judul asli Al-lu’lu’u wa al-marjanu fima ittafaqa’alayhi asy-syaykhani al-bukhariyyu wa muslimun,(Jakarta: Ummul Qura, 2012), h.378.

(31)

“dari Anas bin Malik, bawasanya Nabi SAW. Lihat pada Abbdurrahman bin ‘Auf bekas kuning, lalu bersabda : “Apa ini? “ia jawab : “Ya Rasullah, saya berkawin seseorang perempuan dengan (mas-kawin) setimbang satu biji dari mas. Sabdanya : “mudah-mudahan Allah berkati

bagimu. Bikinlah walimah walaupun dengan seekor kambing”.32

ِهِئاَسِن ِضْعَ ب ىَلَع معلص ُِّبَِّنلا ََلَْوَأ ْتَلاَق َةَبْ يَش ِتْنِب َةَّيِفَص ْنَع

.ٍيرِعَش ْنِم ِنْيَّدُِبِ

“Dari Shafiah binti Syaibah r.a, Rasulullah Saw. Mengadakan pesta

perkawinan dengan beberapa orang istrinya dengan memasak dua cupak

gandum.” (HR Bukhari No-1602).33

Beberapa hadis tersebut di atas menunjukkan bahwa walimah itu boleh diadakan sesuai kemampuan. Hal itu ditunjukkan oleh Nabi Saw. bahwa perbedaan-perbedaan walimah beliau bukan membedakan atau melebihkan salah satu dari yang lain, tetapi semata-mata disesuaikan dengan keadaan ketika sulit atau lapang.34

Berbeda pendapat dengan jumhur ulama adalah ulama Zhahiriyah yang mengatakan diwajibkan atas setiap orang yang melangsungkan perkawinan untuk mengadakan walimah al-ursy, baik secara kecil-kecilan maupun secara besar-besaran sesuai dengan keadaan yang mengadakan perkawinan. Golongan ini mendasarkan pendapatnya kepada hadis yang

32 Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Terjemah Bulughul Maram,diterjemahkan oleh A.Hasan,

(Bandung : Diponegoro, 2006) h.466.

33 Zainuddin hamidy,Fachurddin,Nasharuddin Thaha,Johar Arifin dan Rahman

Zainuddin, Terjemahan Hadis Shahih Bukhari I-IV, (Jakarta : Widjaya jilid 1,1937 ), h.14.

(32)

disebutkan di atas dengan memahami amar atau perintah dalam hadis itu sebagai perintah wajib.35

Setiap kali Rasul melakukan pernikahan dengan istri-istrinya dan menikahkan anak-anaknya Rasul selalu mengadakan walimah. Walimah yang diadakan Rasul berfariasi, ada walimah yang sangat besar, ketika menikah dengan Zainab binti Jahsy, dengan mengundang semua orang yang ditemui petugas pengundang, dikenal atau tidak. Ada juga walimah yang tanpa khubz dan daging, bahkan ada juga walimah yang diadakan oleh Rasul sekedar dengan kurma. Praktek Rasul menunjukan bahwa walimah harus dilakukan meski dengan jamuan yang sangat sederhana.36

Amir Syarifudin dalam bukunya garis-garis besar fiqih yang dikutip oleh Siti Zulaikha menerangkan Perintah dan praktek Rasul memunculkan perbedaan pendapat para ulama dalam menetapkan hukum walimah, seperti yang terlihat berikut ini :

1. Wajib, seperti yang dikemukakan oleh al-Zhahiriah dan al-Syafi’i dalam al umm

2. Sunnah, seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad.

3. Mandub, seperti yang dilakukan oleh jumhur ulama, dengan alasan tidak ada perintah kepada semua sahabat yang melakukan pernikahan , meskipun Rasul tidak pernah meninggalkan walimah.37

35 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Indonesia antara fiqih Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan., h. 156-157.

36 Siti Zulaikha, Fiqih Munakahat 1, (Yogyakarta: Idea Pres Yogyakarta, 2005 ), h.98-99. 37Ibid., h.99.

(33)

Berdasarkan hal tersebut menurut pendapat peneliti bahwa walimah di laksanakan oleh orang yang melangsungkan pernikahan. Sajian makanan menyesuaikan kemampuan dan tidak membebankan yang melangsungkan pernikahan.

C. Tujuan dan Hikmah Walimatul Ursy

Tujuan dilaksanakanya walimatul ursy ini adalah dalam rangka mengumumkan kepada khalayak bahwa akad nikah sudah tejadi sehingga semua pihak mengetahuinya dan tidak ada tuduhan di kemudian hari. Ulama Malikiyah dalam tujuan untuk memberitahukan terjadinya perkawinan itu lebih mengutamakan walimah dari menghadirkan dua orang saksi dalam akad perkawinan.38

Diadakanya walimah dalam pesta pernikahan mempunyai beberapa keuntungan (hikmah), antara lain sebagai berikut:

1. Merupakan rasa Syukur kepada Allah SWT.

2. Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya. 3. Sebagai tanda resminya adanya akad nikah.

4. Sebagai tanda memulainya hidup baru bagi suami istri. 5. Sebagai realisasi arti sosiologis dari akad nikah.39

Walimah al-‘ursy (pesta penikahan) dimaksudkan memberi doa restu agar kedua mempelai mau berkumpul dengan rukun. Adapun tujuan lainnya adalah sebagai informasi dan pengumuman bahwa telah terjadi pernikahan,

38 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Indonesia antara fiqih Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan., h.157.

39 Amir Syarifuddin, H.Aminuddin, Garis-Garis Besar Fiqih,(Bandung : CV Pustaka

(34)

sehingga tidak menimbulkan fitnah di kemudian hari serta sebagai pencetusan tanda gembira atau lainnya.

Walimah al-‘ursy merupakan bentuk ungkapan rasa syukur kedua mempelai. Adanya walimah al-‘ursy dalam rangkaian acara pernikahan memberikan kesan yang sangat luar biasa pada kedua mempelai, terlebih terhadap mempelai perempuan. Dalam momen tersebut selain untuk menginformasikan kepada khalayak ramai, adanya jalinan silaturahmi yang terjadi antara kedua belah pihak keluarga mempelai.40

Dan disunnahkan mengumumkan nikah kepada khalayak umum. Sabda Rasulullah bersabda, :

﴿

َحاَكِ نلا اْوُ نِلْعَأ

“Umumkanlah Pernikahan Kalian.”

﴿

َحاَكِ نلا اْوُرِهْظَأ

“Tampakkanlah pernikahan kalian.”

﴿

ِحاَكِ نلا ِفِ ُّفُّدلاَو ُتْوَّصلا ِماَرَْلْاَو ِل َلََْلْا َْيَْ ب اَم ُلْصَف

هاور(

.)هنسحو يذمترلاو ىئاسنلا

“Yang membedakan antara halal dan haram adalah menabuh rebana dalam nikah.” (HR an-Nasa’i dan Tirmidzi, kemudian ia mengatakan hadis ini hasan).41

Demikian dapat peneliti pahami bahwa tujuan walimah tersebut adalah sebagai ungkapan rasa syukur dan pemberi kabar kepada masyarakat

40 Lia Laquna Jamali, Lukman Zain, dan Ahmad Faqih Hasyim, Hikmah Walimah

Al-‘Ursy (Pesta Pernikahan) Dengan Kehormatan Perempuan Perspektif Hadit, (Jakarta : Diya al-Afkar), Vol 4. No. 02/ Desember 2016, h.166.

(35)

bahwa telah terlangsungkanya akad pernikahan antara kedua mempelai, adapun hikmah dari walimah tersebut ialah bahwasanya telah terjalinya silaturahmi antara kedua belah pihak keluarga mempelai pria dan wanita.

D. Waktu Pelaksanaan Walimatul Ursy

Mengenai waktu pelaksanaan walimatul ursy sangatlah longgar, dimulai dari saat nikah sampai habis masa pernikahan. Mengenai batasan untuk walimah nikah, sebagian ulama mengatakan bahwa batasanya tidak kurang dari seekor kambing. Akan tetapi lebih afdhal dan utama jika lebih dari seekor kambing, sebagaimana yang tertera dari kisah Abdurrahman bin Auf. Ketika itu nabi berkata, “Adakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.” Perintah ini hanya di tunjukan bagi yang mampu. Sedangkan bagi yang tidak mampu, maka kewajibanya tersebut disesuaikan dengan kemampuannya.42

Sebagian ulama berpendapat bahwa waktu pelaksanaan jamuan walimah bersifat leluasa, yakni dapat dilaksanakan sejak akad nikah hingga selesai malam pertama.43 Sebagimana sabda Rasulullah Saw:

َوْلا ُماَعَط( ص ِالله ُلْوُسَر َلاَق :َلاَق ٍدوُعْسَم ِنْبا ْنَع

،ٌّقَح ٍمْوَ ي َلَّوَا ِةَمْيِل

)ِهِب ُالله عََّسُ َعََّسُ ْنَمَو ،ٌةَعُْسُ ِثِلاَّثلا ِمْوَ ي ُماَعَطَو ،ُةَّنُس ْ ِنّاَّثلا ِمْوَ ي ُماَعَطَو

.ِحْيِحَّصلا ُلاَجِر ُهُلاَجِرَو ،ُهَبَرْغَ تْساَو ُّيِذِمِْ ترلا ُهاَوَر

42 Ibid., h.679.

43 Abdul Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqih Sunah Untuk Wanita, (Jakarta :

(36)

Artinya :

Dari ibnu Mas’ud r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda :”Makanan walimah pada hari pertama adalah layak, pada hari kedua adalah sunah, dan pada hari ketiga adalah sum’ah (ingin mendapat pujian dan nama baik). Barang siapa ingin mencari pujian dan nama baik, Allah akan menjelekkan namanya.” (HR. Tirmidzi. Para perawinya adalah perawi-perawi kitab shahih Bukhari)44

Berdasarkan hadis di atas peneliti berpendapat bahwa pelaksanaan walimah sebaikanya diadakan hari pertama setelah akad nikah, karena selepas dari tiga hari akan menimbulakan riya’ hanya untuk memamerkan kekayaan serta mencari pujian dan nama baik.

E. Larangan Dalam Walimatul Ursy

Sebagai mana kebiasaan-kebiasaan yang harus dijauhi dalam melangsungkan pernikahan atau pesta walimah secara mutlak, karna syari’at melarangnya yang meliputi :

1. Mencabut Alis, Mentato, merenggangkan (mengkikir) Gigi dan Menyambung Rambut.

Diharamkan bagi wanita muslimah untuk menghilangkan seluruh bulu alis atau sebagian darinya dengan berbagai cara, baik dengan dicukur, dipotong, atau dengan zat perontok, karena perbuatan ini termasuk an-Namsh (mencabut bulu alis) yang Rosulullah SAW telah melaknat pelakunya. Rosulullah SAW telah melaknat namishah dan

44 Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Terjemah Bulughul Maram,diterjemahkan oleh A.Hasan,

(37)

mutanammishah. Namishah yaitu wanita yang menghilangkan bulu alis atau sebagian darinya untuk tujuan berhias, sedang mutanammishah adalah wanita yang minta untuk dihilangkan bulu alisnya. Karena perbuatan ini termasuk dalam kategori mengubah ciptaan Allah SWT.45

Syaikh al-Albani mengatakan: “Apa yang dilakukan sebagian wanita berupa mencabut alisnya, sehingga menjadi busur atau bulan sabit yang mereka lakukan untuk mempercantik diri menurut dugaan mereka, hal ini termasuk perbuatan yang diharamkan oleh Rosulullah SAW dan pelakuannya dilaknat; berdasarkan sabda beliau:46

ِدْبَع ُثْيِدَح

ِتاَمِشَتوُمْلاَو ِتاَِشِ اَوْلا ُالله َنَعَل :َلاَق ٍدوُعْسَم ِنْب ِالله

.ِالله َقْلَخ ِتاَِ يرَغُمْلا ،ِنْسُحْلِل ِتاَجِ لَفَ تُمْلاَو ِتاَصِ مَنَ تُمْلاَو

“Abdullah bin Mas’ud berkata: “Allah telah mengutuk wanita yang membuat tahi lalat palsu dan yang minta dibuatkan, mencukur rambut wajahnya, yang mengikir giginya (pangur) untuk kecantikan yang

mengubah buatan Allah.”47

Hal ini diharamkan, walaupun dilakukan untuk suami, karena terdapat larangan yang tegas. Disebutkan dalam kitab Ash-Shahiibain

45 Abdullah bin Humaid, Abdullah bin jibril,dkk, “Fatwa-fatwa Tentang Wanita”,

diterjemahkan oleh Amir Hamzah Fachturuddin, Zaenal Abidin Syamsuddin, Ahmad Amir Sjihab, dari judul asli Al-Fatawa al-Jami’ah lil Mar’ah al-Muslimah, (Jakarta: Darul Haq, 2016), h.832-833.

46 Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir Razzaq, “Panduan Lengkap Nikah dari A

Sampai Z”, diterjemahkan oleh Ahmad Saikhu, dari judul asli Isyratun Nisaa’ minal alif ilal yaa’, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2015), cet.14, h.204.

47 Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Shahih Bukhari Muslim , diterjemahkan oleh Abu Firly

bassam Taqiy, dari judul asli Al-lu’lu’u wa marjanu fima ittafaqa’alayhi asy-syaykhani al-Bukhariyyu wa Muslimun,(Yogyakarta: Hikam Pustaka, 2013), h.599.

(38)

bahwa seorang gadis dari Ansar telah menikah. Kemudian ia sakit sehingga rambutnya rontok, lalu ia ingin menyambung rambutnya, lantas mereka bertanya kepada Nabi SAW maka beliau bersabda:

.َةَلِصْوَ تْسُمْلاَو َةَلِصاَوْلا ُالله َنَعَل

“Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita

yang meminta disambungkan rambutnya.”48

Al-wasyr ialah merenggangkan gigi dan mengkirnya dengan alat pengikir dan selainya, sehingga menjadi indah. Inilah makna Al-mutafallijaat lil busni, yakni wanita yang melakukannya untuk kecantikan. Mengikir gigi merupakan perbuatan yang mengubah ciptaan Allah SWT dan menyibukkan diri dengan perbuatan sia-sia yang tidak ada manfaatnya dan hanya buang-buang waktu yang seharusnya dipergunakan untuh hal-hal lain yang lebih bermanfaat bagi orang lain. Perbuatan tersebut juga merupakan penipuan dan penggelapan serta menunjukkan kerdilnya manusia.49

Adapun Al-wasyr ialah merusak anggota tubuh dengan jarum atau selainya sampai darahnya mengalir, kemudian diberi celak atau selainya sehingga menjadi biru. Kadang kala berbentuk hiasan atau selainya. Pelaku atas semua perbuatan itu akan dilaknat. Sedangkan arti laknat ialah dijauhkan dari rahmat Allah.

48 Ibid., h.599

49 Abdullah bin Humaid, Abdullah bin jibril, dkk, “Fatwa-fatwa Tentang Wanita”,

diterjemahkan oleh amir hamzah fachturuddin,zaenal Abidin Syamsuddin, Ahmad Amir Sjihab, dari judul asli Al-Fatawa al-Jami’ah lil Mar’ah al-Muslimah, (Jakarta: Darul Haq, 2016), h.825.

(39)

Keberadaan tato itu najis, sebagaimana disebutkan oleh sebaian ulama karena darah tercampur didalamnya. Oleh karena itu, harus dihilangkan walaupun dengan melukainya, jika hal itu memungkinkan.

Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin berkata: “merias itu ada dua macam:

a. Bersifat tetap dan berkelanjutan, seperti tato, memperindah gigi dan menjabut alis mata, maka semua ini diharamkan; bahkan termasuk dosa besar, karna Nabi melaknat pelakunya.

b. Merias yang bersifat sementara, maka hal ini tidak mengapa, seperti merias dengan celak, make up dan selainya (yang dilakukan di rumah untuk suaminya).50

2. Melaksanakan Pesta di Hotel-hotel dan Klub-klub.

Syaikh Ibnu Baaz berkata : “pesta-pesta yang diselenggarakan di hotel hotel berisikan keslahan-kesalahan diantaranya:

a. Pesta-pesta yang diadakan di hotel pada umumnya berlebih-lebihan dan melampaui kebutuhan.

b. Hal itu membawa kepada sikap memaksakan diri untuk mengadakan perayaan di hotel dan berlebih-lebihan serta hadirnya kalangan yang tidak memiliki keperluan kepadanya.

c. Kadangkala menyebapkan pembauran antara kaum pria dan kaum wanita dari hotel dan selain mereka. Dan ini adalah pembauran yang buruk lagi mungkar.51

50 Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir Razzaq, “Panduan Lengkap Nikah dari A

(40)

3. Memakai Emas bagi Laki-laki

Dizaman modern ini banyak sekali kalangan pengantin pria memakai cincin sebagai tanda bahwa ia sudah menikah. Rosulullah SAW melarang memakai cincin tunagan yang terbuat dari emas. Dari Ibnu Abbas bahwasanya Rosulullah SAW melihat cincin yang terbuat dari emas di tangan seorang pria, maka beliau menariknya lalu melemparkanya seraya bersabda:

ُدِمْعَ ي

ﺃَ

َ ف ٍرَنَ ْنِم ٍةَرَْجَ َلِإ ْمُكُدَح

.ِهِدَي ِْفِ اَهُلَعْجَي

“Seseorang dari kalian sengaja mengambil bara api neraka untuk diletakkan di tanganya.”

Lalu dikatakan kepada seseorang tersebut setelah Rosulullah SAW pergi : “Ambilah cincinmu dan manfaatkanlah.” Ia menjawab: “tidak, demi Allah, aku tidak akan mengambilnya selamanya, dan sungguh Rosulullah SAW telah membuangnya.”

Memakai emas, baik cicin atau jenis lainnya, tidak di perbolehkan bagi lelaki dalam keadaan bagaimanapun juga, karena Nabi SAW telah melarang penggunaan emas bagi kaum lelaki dari umat ini. Sedangkan cicin yang terbuat selain dari emas, seperti dari perak dan logam lainya, maka diperbolehkan memakainya, meski terbuat dari logam yang sangat mahal.52

51 Ibid., h.209.

52 Amin Bin Yahya Al-wazan, “Fatwa-fatwa tentang wanita 3”, diterjemahkan oleh

Ahmad Amin sjihab, dari judul asli Al-Fatawa al-Jami’ah lil Mar’ah al-Muslimah, (Jakarta: Darul Haq, 2010), h.116-117.

(41)

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari ra bahwa Nabi bersabda :

ﺃُ

َنَِلإِل ُرْ يِرَْلْاَو ُبَهَّذلا َّلِح

ْنِم ِث

َهِرْوُكُذ ىَلَع َمِ رُحَو ِْتَِّمُُ

“Emas dan sutra dihalalkan untuk wanita dari Umatku dan diharamkan atas laki-lakinya.”

Dari hadis di atas peneliti dapat memahami bahwa cicin Emas tunagan dihalalkan untuk seorang wanita dan diharamkan untuk seorang pria karena memakai cicin emas bagaikan mengambil bara api yang diletakkan ditanganya.

4. Larangan Saweran

Al-bukhari meriwayatkan dai ‘Abdullah binyazid al- Ansari kakeknya adalah Abu Ummah, ia mengatkan “Nabi SAW melarang Nabbah53 dan Mutslah.”54

Ibnu Qudamah berkata : “karena dalam kebiasaan ini (yakni saweran) berisi perebutan, berdesak-desakan, dan Perkelahian. Barang kali mungkin diambil oleh orang yang tidak disukai oleh pemilik barang yang ditaburkan tersebut, karena kerusakan dan ketamakanya serta kekerdilan jiwanya. Sementara orang yang disukai pemilik harta yang ditaburkan tersebut terhalang, karena beradap baik serta menjaga diri dan kehormatannya. Demikianlah pada umunya. Sebab, orang-orang yang

53 Nabbah ialah apa yang diterbarkan pada saat pesta berupa harta, permen (coklat),

makanan atau selainya.

(42)

beradap baik akan memelihara dirinya dari berdesak-desakan dengan manusia rendahan untuk suatu makanan atau selainnya. karena ini adalah kehinaan sedang Allah menyukai perkara-perkara yang luhur dari pada berdesak-desakan untuk perkara yang murahan. 55

5. Tidak Boleh Mengatakan “Bir Rafaa’ Wal Banin (Semoga Rukun dan Banyak anak).”

Menjadi masalah di sini adalah kalimat “wal banin” (semoga di karuniai anak-anak lelaki). Pada zaman Jahiliyah dahulu, banyak orang benci kelahiran anak perempuan. Itu sebabnya mereka selalu memberi selamat kepada saudaranya dengan kata-kata tersebut, yakni “Bir rafa’ wal-banin”(semoga rukun dan dikaruniai anak lelaki).56

Al-Hafizh Ibnu Hajar r.a berkara: “ kalimat ini biasa diucapkan oleh kaum jahiliyah sehingga ucapan ini dilarang, sebagaimana diriwayatkan oleh Baqi bin Makhlad dari jalan Ghalib dari al-Hasan dari seseorang dari Bani Tamim. Ia menuturkan: “Semasa Jahiliyah kami biasa mengucapkan: ‘Bir rafaa’ wal baniin.’ Ketika Islam datang, Nabi kami mengajarkan kepada kami. Beliau bersabda,57 Ucapkanlah

ْمِهْيَلَع ْكِرَبََو ْمَُلَ ْكِرَبَ َّمُهَّللَا

.

55 Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir Razzaq, “Panduan Lengkap Nikah dari A

Sampai Z”, h.231-232.

56 Mahmud al-Mashri, Bekal Pernikahan”, (Jakarta : Qisthi Press, 2016), h.454.

57 Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir Razzaq, “Panduan Lengkap Nikah dari A

(43)

“Semoga Allah memberkahimu, semoga engkau mendapat keberkahan,

dan semoga Allah mengumpulkan kalian berdua di dalam kebaikan.”58.

Kata yang terakhir (wal-banin)mengindikasikan ketidaksukaan terhadap anak perempuan. Seakan-akan seseorang berkata, “aku mohon kepada Allah agar dia melangengkan cinta kasih diantara kalian, dan tidak mengaruniakan anak kepada kalian kecuali anak lelaki.59

Seperti diketahui, anak adalah karunia Allah, dan seseorang hamba seharusnya ridha terhadap segala ketentuan Allah dalam masalah anak ini terhadapnya. Sebagaimana diketahui pula, memberi nafkah anak perempuan mengandung pahala yang besar dan balasan yang sangat agung.60

Sebagaimana diketahui pula memberi nafkah kepada anak perempuan mengandung pahala yang besar dan perlakuan baik kepada anak perempuan dapat menjadi penghalang kedua orangtuanya dari api neraka dengan izin Allah dan penyebab merereka mendapat kemenangan dengan bisa menemani Nabi Muhammad SAW di ahir kelak.61

F. Faktor-faktor Walimatul Ursy

Masyarakat pada dasarnya memiliki sifat yang dinamis. Adanya perubahan dalam penyelenggaraan resepsi pernikahan pada masyarakat merupakan bukti bahwa masyarakat itu dinamis. Perubahan akan selalu terjadi selama terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dikarenakan

58 Muhammad Nasruddin Al Albani, Shahih Sunan Tirmidzi, diterjemahkan oleh Ahmad

Yuswaji dari judul asli, Shahih Sunan At-Tirmidzi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), h.835.

59 Mahmud al-Mashri, Bekal Pernikahan”. h.455. 60 Ibid., h.455.

(44)

masyarakat memiliki sifat dinamis, maka adanya perubahan tidak dapat dihindarikan.62 Seiring perkembangan zaman, adanya kemajuan di bidang pengetahuan dan teknologi menyebabkan masyarakat berubah. Hal ini menjadikan pola pikir masyarakat pun menjadi berubah dan terus berkembang menyesuaikan kebutuhan. Perubahan yang telah terjadi ini tidak terlepas dari faktor-faktor yang berpengaruh. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor yang berasal dari dalam maupun luar. Beberapa faktor-faktor tersebut meliputi :

1. Faktor Internal

a. Pengetahuan Agama

Agama merupakan jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia untuk mewujudkan kehidupan yang aman, tentram dan sejahtera. Bahwa jalan hidup harus berupa aturan, nilai atau norma yang mengatur kehidupan manusia yang dianggap sebagai kekuatan mutlak, ghaib dan suci yang harus diikuti dan ditaati.63

Keagamaan yang dimaksudkan di sini adalah kurang pengetahuan dan keyakinan agama. Sekalipun agama merupakan kekuatan dominan di dalam ritus-ritus, kepercayaan-kepercayaan dalam pelaksanaan walimatur ursy atau resepsi pernikahan dan secara tidak langsung turut serta membentuk karakter interaksi sosial dan ke hidupan sehari-hari bagi kebanyakan masyarakat.64

62Afika Fitria Permatasari, Mahendra Wijaya, “Perubahan Perilaku Masyarakat Jawa

dalam Penyelenggaraan Resepsi Pernikahan di Kota Surakarta”, Jurnal Analisa Sosiologi , April 2017, 6(1), h.71.

63 Samsul Arifin, Pendididkan Agama Islam, (Yogyakarta : Deepublis, 2014), h.4-5. 64Zaenal Arifin, “Keagamaan Masyarakat Pedesaan”,

(45)

Kurangnya pemahaman tentang agama di masyarakat mengakibatkan krisis iman dan menjauhkan diri kita dari Allah SWT bila kita tidak bisa memupuk iman, akan mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif di lingkungan sekitar.

2. Faktor Eksternal

b. Tradisi Yang Ada Sejak Lama

Tradisi yang sudah terjadi sejak lama dan masih dilestarikan oleh masyarakat setempat dalam walimatur ursy, tradisi walimatur ursy merupakan warisan budaya, pemikiran, agama, sastra, dan kesenian.65

Tradisi berarti segala sesuatu seperti adat, kebiasaan, ajaran dan sebagainya yang turun menurun dari nenek moyang terdahulu.66

Menurut Hasan Hanafi tradisi adalah segala warisan masa lampau yang sampai kepada kita dan masuk ke dalam kebudayaan yang sekarang berlaku. Bagi Hanafi tradisi tidak hanya merupakan persoalan meninggalkan sejarah tetapi sekaligus merupakan persoalan kontribusi zaman kini dalam berbagai tingkatanya.67

Berdasarkan dari penjelasan di atas bahwa tradisi, intinya adalah warisan masa lalu yang dilestarikan terus hingga sekarang. Warisan masa lalu itu dapat berupa nilai, norma sosial, pola kelakuan dan adat kebiasaan lain yang merupakan wujud dari berbagai aspek kehidupan

65 Muhammad Abed Al Jabir, Post Tradisionalisme Islam, (Yogyakarta: LkiS. 2000), hal.

5

66 Ira. M. Lapidus, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal. 1688

67 Moh Nurhakim, Islam, Tradisi & Reformasi “Pragmatisme” Agama dalam Pernikahan

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sifat Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan yaitu suatu penelitian yang dilakukan dilapangan atau lokasi penelitian, suatu tempat yang dipilih sebagai lokasi untuk menyelidiki gejala objektif sebagaimana yang terjadi di lokasi tersebut, yang dilakukan untuk penyusunan laporan ilmiah.68

Penelitan lapangan dilakukan dalam kehidupan yang sebenarnya, misalnya penelitian tentang kehidupan para pengemudi becak, harga barang di pasaran, masalah kenakalan remaja dan sebagainya. Penelitian lapangan ini pada hakekatnya merupakan metode untuk menemukan secara spesifik dan realis tentang apa yang sedang terjadi pada suatu saat ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Pada prinsipnya penelitian lapangan ini bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam masyarakat.69 Penelitian lapangan ini akan dilakukan di Desa Gayau Sakti Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah.

68 Abdurrahmat Fathoni, Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2011), h. 96.

69 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara,

(47)

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal lain-lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya di paparkan dalam bentuk laporan penelitian.70

Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal lain-lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan.71

Demikian dalam hal ini peneliti ingin menulis sesuatu yang benar-benar terjadi mengenai tinjaun Hukum Islam terhadap tradisi walimatul ursy di Desa Gayau Sakti.

B. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan.72 Menurut teori penelitian kualitatif, agar

penelitiannya dapat betul-betul berkualitas, data yang dikumpulkan harus

70Abdurrahmat Fathani, Metodologi Penelitian Dan Teknik Penyusunan Skripsi, Jakarta

Rineka Cipta, 1986, h.3.

71 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed. rev., cet

Ke-14 (Jakarta: Rineka Cipta,2010), h. 3.

(48)

lengkap, yaitu data primer dan data sekunder 73, sedangkan data tersier sebagai pelengkap data primer dan data sekunder.

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang secara langsung memberikan data kepada pengumpul data.74 Sumber data primer dalam penelitian ini adalah dari Bapak Kasbi Sebagai tokoh Agama, Bapak Purwanto sebagai tokoh masyarakat, dan shahibul hajat walimatul ursy yang ditetapkan secara purposive sampling. Purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan tujuan tertentu atau teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel.75 Unit sampel yang dihubungi sesuai dengan kriteria-krieria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.76

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data kedua dari sumber data primer. Data yang dihasilkan dari sumber data ini adalah data sekunder. Oleh karena itu, sumber data sekunder diharapkan dapat berperan membantu mengungkap data yang diharapkan. Begitupula pada keadaan semestinya yaitu sumber data primer dapat berfungsi

73 Ibid., h. 21-22.

74 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

2016), h. 225.

75 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, Dan Karya Ilmiah,

(Jakarta: Kencana, 2011), h. 155.

76 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

(49)

sebagaimana yang diharapkan, sumber data sekunder dapat membentu memberi keterangan, atau data pelengkap sebegai bahan pembanding.77

C. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara

Interview yang sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan, adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer).78

Metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan reponden atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.79

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.80

77 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian sosial dan ekonomi, (Jakarta : Kencana Prenada

Media Group, 2013), h.129.

78 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik., h. 198. 79 M. Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Sosial Dan Ekonomi, h.133.

80 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

(50)

2. Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.81

Dokumen diperlukan untuk mendukung kelengkapan data adalah dokumen-dokumen atau catatan yang berkaitan dengan Tradisi Walimatul ursy di Desa Gayau Sakti Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah.

D. Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.82

Teknik Analisis Data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif/ bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan

81 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik., h. 201. 82 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h.244.

(51)

hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data yang terkumpul.83

Dengan cara berfikir induktif, peneliti dapat melihat Tinjauan hukum Islam terhadap tradisi walimatul ursy di Desa Gayau Sakti. Hal ini dapat diketahui setelah peneliti mendapatkan informasi dan data yang diperlukan dari buku-buku dan catatan-catatan.

Gambar

Tabel 0.1 Nama kepala Desa dari pertama hingga sekarang
Tabel 0.2 Data Jumlah Penduduk
Tabel 0.3 Jumlah Pemeluk Agama
Tabel 0.5 Pendidikan Masyarakat Desa Gayau Sakti

Referensi

Dokumen terkait

[r]

lingkungannya berdasarkan ide nasionalnya yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945, yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bermartabat serta menjiwai

Adapun hasil penelitian yang didapatkan bahwa tari Bines sangat populer dalam masyarakat Gayo Lues baik itu masa dulu dan masa kini, hanya saja seiring

2. Kedua potensi tersebut dapat dikembangkan menjadi usaha ekonomi masyarakat alternatif dimana faktor-faktor pendukung lebih banyak dibanding faktor

Rumah Sakit Advent Manado harus selalu berusaha meningkatkan fasilitas dan kualitas pelayanan yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan agar dapat bersaing secara sehat

Hasil pelaksanaan tindakan siklus I masih terdapat kekurangan seperti yang terlihat pada Tabel 7 oleh karena itu peneliti mencoba untuk membuat alternatif

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang ekowisata di Desa Bedono, untuk mengetahui persepsi masyarakat dalam pengembangan ekowisata,

Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 60 hari sejak tanggal kelahiran dilakukan setelah mendapatkan Keputusan Kepala Dinas dan dikenakan sanksi