• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan. Program Studi Pendidikan Fisika.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan. Program Studi Pendidikan Fisika."

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

i

IDENTIFIKASI PENGETAHUAN GURU MENGENAI PERAN DAN PEMANFAATAN LABORATORIUM DALAM PEMBELAJARAN FISIKA

(SEBUAH STUDI KASUS PADA 8 GURU FISIKA SMA DI PULAU FLORES, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh Vigilia Setiawati Kantur

NIM : 131424043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

q ---{Z\

L

>

/1,,9\19""\\

'

(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

___Waktu Tuhan Bukan Waktu Kita___

_____Semua Akan Indah Pada Waktu-Nya_____

Saya persembahkan skripsi ini kepada:

1. Kedua orang tua yang saya sayangi, Bapa Thomas dan Mama Lin 2. Kakak dan adik-adik yang saya cintai Ka Eki, Mita, Epik, dan Giel,

3. Anak Kimberly yang saya sayangi 4. Semua sahabat dan teman-teman seperjuangan 5. Serta almamater tercinta Universitas Sanata Dharma

(5)
(6)
(7)

vii ABSTRAK

Kantur, Vigilia Setiawati. 2018. IDENTIFIKASI PENGETAHUAN GURU MENGENAI PERAN DAN PEMANFAATAN LABORATORIUM DALAM PEMBELAJARAN FISIKA (SEBUAH STUDI KASUS PADA 8 GURU FISIKA SMA DI PULAU FLORES, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR). Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengetahuan guru mengenai peran laboratorium dan pemanfaatannya dalam pembelajaran Fisika, (2) Bagaimana guru merancang pembelajaran yang mengintegrasikan laboratorium berdasarkan pengetahuan mengenai peran laboratorium dan pemanfaatannya dalam pembelajaran Fisika, (3) Sejauh mana rancangan pembelajaran guru yang mengintegrasikan laboratorium dapat diterapkan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2017 di delapan Sekolah Menengah Atas (SMA). SMA tersebut diinisialkan dengan sebutan SMA A, SMA B, SMA C, SMA D, SMA E, SMA F, SMA G, dan SMA H. Sampel penelitian ialah delapan guru Fisika. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data berupa pedoman wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Sebanyak 75% dari delapan guru Fisika di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur memiliki pengetahuan yang baik dan 25% lainnya memiliki pengetahuan yang cukup mengenai peran laboratorium dan pemanfaatannya dalam pembelajaran Fisika, (2) Sebanyak 75% dari delapan guru Fisika di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tengaara Timur ini dapat merancang pembelajaran yang menginterasikan laboratorium dalam pembelajaran Fisika, dimana sebanyak 25% menggunakan metode demonstrasi dan 50% lainnya menggunakan metode eksperimen. Sedangkan 25% dari delapan guru Fisika lainnya tidak dapat merancang pembelajaran yang mengintegrasikan laboratorium dalam pembelajaran Fisika, dan (3) Sebanyak 62,5% dari delapan guru Fisika di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur dapat menerapkan rancangan pembelajaran yang mengintegrasikan laboratorium dalam pembelajaran Fisika yang telah dibuat, 12,5% lainnya tidak dapat menerapkan rancangan pembelajaran yang dibuat, dan sebanyak 25% lainnya tidak mengetahui sejauh mana rancangan pembelajaran yang dibuat dapat diterapkan.

(8)

viii

ABSTRACT

Kantur, Vigilia Setiawati. 2018. IDENTIFICATION OF TEACHER KNOWLEDGE ABOUT THE ROLE AND UTILIZATION OF LABORATORY IN PHYSICS LEARNING (A CASE STUDY ON 8 TEACHERS OF PHYSICS SMA IN FLORES ISLAND, EAST NUSA TENGGARA PROVINCE). Essay. Physics Education Study Program. Department of Mathematics Education and Natural Sciences. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata Dharma University.

This study aims to determine (1) Knowledge of teachers about the role of laboratory and its utilization in Physics learning, (2) How teachers design learning that integrates laboratory based on knowledge about the role of laboratory and its utilization in Physics learning, (3) The extent to which teacher learning design integrate laboratory can be applied.

This study was conducted from May to June 2017 in eight Senior High School. The high schools were initialized as SMA A, SMA B, SMA C, SMA D, SMA E, SMA F, SMA G, and SMA H. The sample of research is eight Physics teacher. Instruments used to obtain data in the form of interview guidelines.

The results of the study show that (1) As many as 75% of the eight Physics teacher in Flores Island, East Nusa Tenggara Province have a good knowledge and 25% have adequate knowledge about the role of laboratory and its utilization in Physics learning, (2) As many as 75% of the eight Physics teacher in Flores Island, East Nusa Tenggara Province can design learning that integrates laboratory in Physics learning, where 25% use demonstration methods and 50% others using experimental methods. While 25% of others eight Physics teacher can not design learning that integrates laboratory in Physics learning, and (3) As many as 62,5% of the eight Physics teacher in Flores Island, East Nusa Tenggara Province can apply the design learning that integrates laboratory in Physical learning that has been made, 12,5% others can not apply the design of the learning made, and as many as 25% others do not know the extent to which the designed of learning that is made can be applied.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya yang berlimpah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Pengetahuan Guru Mengenai Peran dan Pemanfaatan Laboratorium dalam Pembelajaran Fisika (Sebuah Studi Kasus Pada 8 Guru Fisika SMA Di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur)” ini dengan baik. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan di Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Maka, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penyususunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ign. Edi Santosa, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika, Faluktas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Drs. Tarsisius Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Akademik (DPA) Program Studi Pendidikan Fisika angkatan 2013 yang telah

(10)

x

memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

4. Segenap dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Fisika yang telah memberikan bimbingan, pendidikan, dan memberikan pengetahuan serta pelayanan administrasi yang baik kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

5. Kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan SMA A, SMA B, SMA C, SMA D, SMA E, SMA F, SMA G, dan SMA H yang bersedia menerima peneliti untuk melakukan penelitian dan membantu peneliti selama melakukan penelitian. 6. Bapa Thomas dan Mama Lin yang telah memberikan cinta, kasih sayang,

motivasi, dan dukungan selama peneliti penempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma, khususnya selama peneliti menyelesaikan skripsi.

7. Kakak dan adik-adik tercinta, Ka Eki, Mita, Epik, dan Giel, serta kepada anak tercinta Kimberly yang telah memberikan semangat, dukungan dan motivasi. 8. Teman-teman kelompok skripsi Herlina Rosalia Dona, Safriana Rianti Bakang

Teluma dan Betrida Purnama Sari yang telah berjuang bersama-sama dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman RKB tersayang, Meldi, Dona, Ani, Indri, Titin, Safri, Sari, Erni, Ansi, Meri, Elty, Ice, Novi, Ardi, Arto, Okto, Sintus, dan Alos yang telah memberikan banyak cerita indah dan menciptakan banyak kekonyolan serta telah berjuang bersama-sama selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

(11)

rc*a,igk0b^,0lrpgt]j]

&iuoe eGUB-ei!

*hm

n@npu

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………...………...……..……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……… vi

ABSTRAK ……… vii

ABSTRACT ………... viii

KATA PENGANTAR ………..…… ix

DAFTAR ISI ………..………...……… xii

DAFTAR TABEL ……… xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………...… B. Rumusan Masalah ………..…… C. Tujuan Penelitian ………... D. Manfaat Penelitian ………. 1 3 4 4 BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengetahuan Guru Mengenai Metode Pembelajaran .………... B. Laboratorium Fisika ………... C. Metode Pembelajaran yang Memanfaatkan Laboratorium Fisika ….

6 16 22

(13)

xiii BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ………...……… B. Subjek Penelitian ……… C. Tempat dan Waktu Penelitian ……….... D. Desain Penelitian ……… E. Instrumen Pengumpulan Data ……… F. Metode Analisis ………. 34 34 35 35 36 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian ………... B. Deskripsi Guru .……….. C. Data Penelitian ………...……… D. Analisis dan Pembahasan ……….…………..

40 42 45 46 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… B. Saran ………...

89 90 DAFTAR PUSTAKA .……….. 91

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kegiatan belajar mengajar, guru harus mampu menciptakan suatu kondisi belajar mengajar yang dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu komponen yang dapat mempengaruhi terciptanya kondisi belajar mengajar yang baik ialah penggunaan metode pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Metode pembelajaran yang digunakan guru, hendaknya disesuaikan dengan bahan ajar, kondisi siswa dan situasi sekolah agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Menurut Trowbridge & Bybee (dalam Suparno, 2013: 10), untuk menjadi guru Fisika yang sungguh bermutu dan profesional, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dilatih oleh guru secara terus menerus, salah satunya ialah guru menguasai berbagai metode. Oleh karena situasi siswa bermacam-macam dan dirasakan dapat membantu siswa belajar juga bervariasi, maka penguasaan metode yang bermacam-macam sangat penting bagi guru Fisika sehingga dapat membantu siswa lebih baik dan tepat. Menguasai berbagai metode mengajar dan memilih cara yang diminati siswa, akan membuat siswa menyukai Fisika yang diajarkan.

Dalam praktik mengajar yang sesungguhnya, seringkali guru Fisika diminta untuk menggabungkan beberapa metode dalam menjelaskan salah

(16)

satu topik Fisika. Jadi bukan hanya menggunakan satu metode, tetapi beberapa metode disatukan (Suparno, 2013: 188). Tetapi berdasarkan pengalaman yang dialami peneliti selama duduk di bangku SMA dan berdasarkan informasi yang diperoleh, nampak bahwa guru-guru Fisika di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur cenderung lebih senang menggunakan metode ceramah selama melaksanakan pembelajaran Fisika. Padahal pada kenyataannya, ada begitu banyak metode-metode pembelajaran yang dapat digabungkan dengan metode ceramah.

Menurut Suryawan (1989: 8), mengajar hanya dengan ceramah sebenarnya bukanlah mengajar Fisika, melainkan sekedar mengenalkan Fisika. Kegiatan laboratorium hendaknya dimasukkan dalam kegiatan intrakulikuler (wajib, bukan sekedar penunjang), karena kegiatan laboratorium adalah inti pengajaran Fisika.

Dengan adanya kegiatan laboratorium, siswa dapat mempelajari Fisika melalui pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala maupun proses-proses yang berkaitan dengan Fisika. Siswa pula dapat melatih keterampilan berpikir ilmiah, dapat menanamkan dan mengembangkan sikap ilmiah, serta dapat menemukan dan memecahkan berbagai masalah yang berhubungan dengan Fisika.

Untuk lebih mendayagunakan atau mengoptimalkan penggunaan laboratorium dalam pembelajaran Fisika, maka guru dapat menggunakan metode demonstrasi dan metode eksperimen. Akan tetapi, adanya kecenderungan guru-guru Fisika di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara

(17)

Timur lebih senang menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran Fisika dan tidak menggabungkannya dengan metode demonstrasi atau eksperimen, dapat disebabkan oleh masih minimnya pengetahuan guru mengenai peran dan pemanfaatan laboratorium dalam pembelajaran Fisika, terlepas dari keterbatasan-keterbatasan sarana dan prasarana yang ada.

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Pengetahuan

Guru Mengenai Peran dan Pemanfaatan Laboratorium dalam Pembelajaran Fisika (Sebuah Studi Kasus Pada 8 Guru Fisika SMA Di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur)”.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Sejauh mana pengetahuan guru mengenai peran laboratorium dan pemanfaatannya dalam pembelajaran Fisika?

2. Bagaimana guru merancang pembelajaran yang memanfaatkan laboratorium berdasarkan pengetahuan yang dimiliki mengenai peran laboratorium dan pemanfaatannya dalam pembelajaran Fisika?

3. Sejauh mana rancangan pembelajaran yang memanfaatkan laboratorium dapat diterapkan dalam pembelajaran Fisika?

(18)

B. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan guru mengenai peran laboratorium dan pemanfaatannya dalam pembelajaran Fisika.

2. Untuk mengetahui sejauh mana guru merancang pembelajaran yang memanfaatkan laboratorium berdasarkan pengetahuan yang dimiliki mengenai peran laboratorium dan pemanfaatannya dalam pembelajaran Fisika.

3. Untuk mengetahui sejauh mana rancangan pembelajaran yang memanfaatkan laboratorium dapat diterapkan dalam pembelajaran Fisika.

C. Manfaat Penelitian

Setelah memperoleh jawaban atas masalah yang dirumuskan di atas, maka diharapkan penelitian ini bermanfaat:

1. Bagi sekolah

Sebagai bahan masukan agar sekolah senantiasa memperhatikan pengetahuan guru terkait penggunaan metode-metode pembelajaran dalam pembelajaran Fisika, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan laboratorium dengan cara mengadakan atau mengikutsertakan guru-guru Fisika ke dalam kegiatan-kegiatan pelatihan.

(19)

2. Bagi guru Fisika

a. Sebagai bahan masukan agar guru Fisika senantiasa belajar dan memperbaharui pengetahuan yang dimiliki terkait penggunaan metode-metode pembelajaran dalam pembelajaran Fisika, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan laboratorium. b. Sebagai bahan masukan agar guru senantiasa merealisasikan

segala pengetahuan yang dimiliki terkait penggunaan metode-metode pembelajaran di dalam pembelajaran Fisika.

3. Bagi peneliti

Sebagai bekal informasi yang mendukung ketika kelak peneliti menjadi seorang guru dalam dunia kerja yakni sekolah.

(20)

6 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengetahuan Guru Mengenai Metode Pembelajaran

Menurut Djamarah dan Zain (2010: 3), metode mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa, akan ditentukan oleh kerelevansian penggunaan metode yang tepat sesuai dengan tujuan. Itu berarti tujuan pembelajaran akan dapat dicapai dengan penggunaan metode yang tepat, sesuai dengan standar keberhasilan yang terpatri di dalam satu tujuan. Metode yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar bermacam-macam. Penggunaannya tergantung dari rumusan tujuan. Dalam pengajaran, metode pembelajaran dapat dikombinasikan dari dua atau beberapa macam metode. Penggunaan metode gabungan dimaksudkan untuk menggairahkan belajar siswa. Dengan menggairahkan belajar, siswa tidak sulit untuk mencapai tujuan pembelajaran. Karena bukan guru yang memaksakan siswa untuk mencapai tujuan, tetapi siswa dengan sadar untuk mencapai tujuan.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (dalam Djamarah dan Zain, 2010: 46), metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu pun metode

(21)

pembelajaran yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan.

Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan satuan unit materi pelajaran dengan memusatkan pada keseluruhan proses atau situasi belajar untuk mencapai tujuan. Metode pembelajaran harus berpedoman pada prinsip belajar aktif, sehingga dalam kegiatan belajar mengajar perhatian utama harus ditunjukkan kepada siswa yang belajar. Karena tidak ada satu metode pembelajaran yang paling baik untuk semua materi pelajaran dan untuk semua situasi belajar, maka guru harus menggunakan berbagai macam metode pembelajaran yang memadai (Amien, 1987: 98).

Untuk memilih dan menentukan metode-metode pembelajaran yang akan digunakan dalam sebuah kegiatan belajar mengajar tidaklah mudah. Menurut Winarno Surakhmas (dalam Djamarah dan Zain, 2010: 46), salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pembelajaran adalah guru. Kurangnya penguasaan guru terhadap berbagai metode pembelajaran dapat menjadi kendala dalam memilih dan menentukan motode. Guru harus memiliki pengetahuan yang cukup agar dapat memilih dan menentukan metode pembelajaran yang cocok untuk digunakan dalam sebuah kegiatan belajar mengajar agar guru dapat melaksanakan tugasnya dalam kegiatan belajar mengajar.

Selain itu, menurut Amien (1987: 98), dalam menciptakan kegiatan belajar mengajar yang mampu mengembangkan hasil belajar semaksimal

(22)

mungkin merupakan tugas dan kewajiban guru. Untuk mendesain kegiatan belajar mengajar yang dapat merangsang hasil belajar yang lebih efektif dan efisien untuk setiap materi pelajaran, memerlukan strategi guru dalam cara atau metode penyampaian. Oleh karena itu, guru harus mampu memilih dan menentukan berbagai metode pembelajaran yang paling efektif dan efisien sesuai dengan kondisi dan situasinya, dan kemudian menentukan alat-alat atau sumber-sumber yang diperlukan untuk memberikan kegiatan atau pengalaman belajar siswa yang akan menggunakan materi pelajaran sesuai dengan tujuan pembelajarannya.

Metode memiliki kedudukan sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Menurut Djamarah dan Zain (2010: 72-75), terdapat tiga pemahaman mengenai kedudukan metode dalam kegiatan belajar mengajar sebagai berikut: 1. Metode Sebagai Alat Motivasi Ekstrinsik

Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satu pun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pembelajaran. Ini berarti guru memahami benar kedudukan metode sebagai alat motivasi

ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar. Metode sebagai alat

motivasi ekstrinsik maksudnya metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang.

(23)

Dalam penggunaan metode terkadang guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas. Jumlah siswa mempengaruhi penggunaan metode. Tujuan pembelajaran adalah pedoman mutlak dalam pemilihan metode. Dalam perumusan tujuan, guru perlu merumuskannya dengan jelas dan dapat diukur. Dengan begitu mudahlah bagi guru menentukan metode yang bagaimana yang dipilih guna menunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut.

Dalam mengajar, guru jarang sekali menggunakan satu metode, karena mereka menyadari bahwa semua metode ada kebaikan dan kelemahannya. Penggunaan satu metode lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang membosankan bagi siswa. Jalan pengajaran pun tampak kaku. Siswa terlihat kurang bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti kegiatan belajar siswa. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi guru dan siswa. Guru mendapatkan kegagalan dalam penyampaian pesan-pesan keilmuan dan siswa dirugikan. Ini berarti metode tidak dapat difungsikan oleh guru sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar.

Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa penggunaan metode pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.

(24)

2. Metode Sebagai Strategi Pembelajaran

Daya serap siswa terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap siswa terhadap bahan pelajaran yan diberikan oleh guru. Cepat lambatnya penerimaan siswa terhadap bahan pelajaran yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang bervariasi, sehingga penguasaan penuh dapat dicapai.

Terhadap perbedaan daya serap siswa sebagaimana tersebut di atas, memerlukan strategi pengajaran yang tepat. Metodelah salah satu jawabannya. Untuk sekelompok siswa boleh jadi mereka mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode tanya jawab, tetapi untuk sekelompok siswa yang lain mereka lebih mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode demontrasi atau metode eksperimen.

Oleh karena itu, menurut Roestiyah (dalam Djamarah dan Zain, 2010: 74), guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki startegi itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasa disebut metode pembelajaran. Dengan demikian, metode pembelajaran adalah startegi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

(25)

3. Metode Sebagai Alat Untuk Mencapai Tujuan

Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan adalah pedoman yang memberi arah kemana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Guru tidak bisa membawa kegiatan belajar mengajar menurut sekehendak hatinya dan mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan. Itu sama artinya perbuatan yang sia-sia. Kegiatan belajar mengajar yang tidak mempunyai tujuan sama halnya ke pasar tanpa tujuan, sehingga sulit untuk menyeleksi mana kegiatan yang harus dilakukan dan mana yang harus diabaikan dalam upaya untuk mencapai keinginan yang dicita-citakan.

Tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah tercapai selama komponen-komponen lainnya tidak diperlukan. Salah satunya adalah komponen metode. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan pengajaran. Metode adalah pelicin jalan pengajaran menuju tujuan. Ketika tujuan dirumuskan agar anak didik memiliki keterampilan tertentu, maka metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan. Antara metode dan tujuan jangan bertolak belakang. Artinya, metode harus menunjang pencapaian tujuan pengajaran. Bila tidak, maka akan sia-sialah perumusan tujuan tersebut. Apalah artinya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan tanpa mengindahkan tujuan. Jadi, guru sebaiknya menggunakan metode yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga

(26)

dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pengajaran.

Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam setiap kegiatan belajar mengajar tidak asal pakai. Ada beberapa faktor yang dapat membantu guru dalam memilih dan menentukan metode-metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Winarno Surakhmad (dalam Djamarah dan Zain, 2010: 78-82), faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Siswa

Siswa adalah manusia berpotensi yang menghajatkan pendidikan. Di sekolah, gurulah yang berkewajiban untuk mendidiknya. Di ruang kelas guru akan berhadapan dengan sejumlah siswa dengan latar belakang kehidupan yang berlainan, status sosial yang bermacam-macam. Selain itu, guru juga akan berhadapan dengan siswa yang memiliki jenis kelamin dan postur tubuh yang berbeda-beda.

Jika pada aspek biologis terdapat persamaan dan perbedaan, maka pada aspek intelektual juga terdapat persamaan dan perbedaan. Hal ini terlihat dari cepatnya tanggapan siswa terhadap rangsangan yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar, dan lambatnya tanggapan siswa terhadap rangsangan yang diberikan guru. Tinggi rendahnya kreativitas siswa dalam mengelolah kesan dari bahan

(27)

pelajaran yang diterima bisa dijadikan tolak ukur dari kecerdasan seorang siswa.

Selain dari aspek biologi dan aspek intelektual, siswa juga memiliki persamaan dan perbedaan dalam aspek psikologis. Di sekolah, perilaku siswa selalu menunjukkan perbedaan, ada yang pendiam, ada yang aktif, ada yang suka bicara, ada yang tertutup (introver), ada yang terbuka (ekstrover), ada yang pemurung, ada yang periang, dan sebagainya.

Perbedaan individual siswa pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis sebagaimana disebutkan di atas, mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode yang mana sebaiknya guru ambil untuk menciptakan lingkungan belajar yang kreatif dalam waktu yang relative lama demi tercapainya tujuan pengajaran yang telah dirumuskan secara operasional.

2. Tujuan

Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar mengajar. Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran berbagai-bagai jenis dan fungsinya. Metode yang dipilih guru harus sejalan dengan dengan taraf kemampuan siswa dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Secara hierarki tujuan itu bergerak dari yang rendah hingga yang tinggi, yaitu tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran, tujuan kurikuler atau tujuan kurikulum, tujuan institusional, dan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan

(28)

intermedier (antara), yang paling langsung dalam kegiatan belajar

mengajar di kelas. Tujuan pembelajaran dikenal ada dua, yaitu Tujuan Instruksional Umum dan Tujuan Instruksional Khusus.

Perumusan tujuan instruksional khusus, misalnya akan mempengaruhi kemampuan yang bagaimana yang terjadi pada diri siswa. Proses pengajaran pun dipengaruhinya. Demikian juga penyeleksian metode yang harus guru gunakan di kelas. Metode yang guru pilih harus sejalan dengan taraf kemampuan yang hendak diisi ke dalam diri setiap siswa. Artinya, metodelah yang harus tunduk kepada kehendak tujuan dan bukan sebaliknya. Karena itu, kemampuan yang bagaimana yang dikehendaki oleh tujuan, maka metode harus mendukung sepenuhnya.

3. Situasi

Situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak selamanya sama dari hari ke hari. Pada suatu waktu boleh jadi guru ingin menciptakan situasi belajar mengajar di alam terbuka, yaitu di luar ruang sekolah. Maka guru dalam hal ini tentu memilih metode mengajar yang sesuai dengan situasi yang diciptakan itu. Di lain waktu, sesuai dengan sifat bahan dan kemampuan yang ingin dicapai oleh tujuan, maka guru dapat menciptakan lingkungan belajar siswa secara berkelompok. Dengan demikian, situasi yang diciptakan guru mempengaruhi guru dalam memilih dan menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan.

(29)

4. Fasilitas

Fasilitas merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pembelajaran. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang kegiatan belajar mengajar siswa di sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi pemilihan metode belajar. Ketiadaan laboratorium untuk praktik IPA, misalnya, kurang mendukung penggunaan metode eksperimen atau metode demonstrasi. Jadi dapat dikatakan bahwa keampuhan suatu metode pembelajaran akan terlihat jika faktor lain mendukung.

5. Guru

Setiap guru memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Seorang guru misalnya kurang suka berbicara, tetapi seorang guru yang lain suka berbicara. Seorang guru yang bertitel sarjana pendidikan dan keguruan, berbeda dengan guru yang sarjana bukan pendidikan dan keguruan di bidang penguasaan ilmu kependidikan dan keguruan.

Latar belakang pendidikan guru diakui mempengaruhi kompetensi. Kurangnya penguasaan terhadap berbagai jenis metode menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. Selain itu, pengalaman mengajar guru juga berpengaruh terhadap pemilihan dan penentuan metode pembelajaran. Guru yang memiliki pengalaman mengajar yang minim, cenderung sukar dalam memilih metode pembelajaran yang tepat. Tetapi, ada juga yang tepat dalam memilih, namun dalam pelaksanaannya menemui

(30)

kendala, disebabkan labilnya kepribadian dan dangkalnya penguasaan atas metode-metode pembelajaran yang digunakan.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kepribadian guru, latar belakang pendidikan, dan pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pembelajaran.

B. Laboratorium Fisika

Menurut Padmawinata, dkk (1981: 3), laboratorium memiliki fungsi yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar IPA, baik dalam bidang Biologi, Kimia ataupun Fisika. Laboratorium dalam pendidikan IPA berarti suatu tempat dimana guru dan siswa melakukan percobaan dan penelitian. Dalam pengertian ini laboratorium dapat berbentuk suatu ruangan yang tertutup ataupun terbuka. Laboratorium sebagai ruang yang tertutup contohnya kelas, laboratorium di sekolah-sekolah dan rumah kaca. Sedangkan laboratorium sebagai ruang terbuka contohnya kebun, sekolah, atau lingkungan lain yang dapat digunakan sebagai sumber belajar.

Menurut Suryawan (1989: 6-7), laboratorium Fisika adalah suatu tempat untuk melakukan percobaan dan penelitian. Laboratorium Fisika pada umumnya berupa ruang tertutup, tetapi dapat juga berupa ruang terbuka.

(31)

Ditinjau dari tujuan dan fungsi pengajaran Fisika di SMA serta ditinjau dari hakekat dan sejarah atau perkembangan Fisika, laboratorium sebagai tempat mengadakan percobaan dan penelitian sangat dibutuhkan dan memegang peranan penting (essensial). Di lain pihak hasil penelitian psikologi kependidikan menunjukkan bahwa banyak siswa SMA bahkan mahasiswa yang belum berkembang berpikir formalnya. Ternyata pola berpikir konkrit masih banyak digunakan secara luas. Sehingga dalam kaitan inilah laboratorium Fisika di SMA semakin terasa dibutuhkan, karena melalui laboratorium beserta alatnya dapat diperoleh pengalaman langsung dan dapat menampilkan objek/benda konkret dalam pengajaran Fisika.

Ditinjau dari pendekatan dan metode pembelajaran Fisika, peranan laboratorim sangat penting dan sangat menunjang. Sebagaimana diketahui dalam perkembangan Fisika peranan laboatorium dari para ilmuan dalam menghasilkan produk atau ilmu sangat dominan. Dengan demikian diharapkan dan selalu ditekankan agar melalui kegiatan laboratorium, peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar mempunyai porsi yang tinggi sehingga dapat diharapkan kemampuan siswa, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik dapat berkembang secara lebih baik.

Selain itu, menurut Amien (1987: 95) percobaan yang merupakan salah satu kegiatan laboratorium sangat berperan dalam menunjang keberhasilan kegiatan belajar mengajar IPA. Dengan kegiatan percobaan, maka siswa akan dapat mempelajari IPA melalui pengamatan langsung

(32)

terhadap gelaja-gelaja maupun proses-proses IPA, dapat melatih keterampilan berpikir ilmiah, dapat menanamkan dan mengembangkan sikap ilmiah, dapat menemukan dan memecahkan berbagai masalah baru melalui metode ilmiah dan sebagainya. Melalui percobaan-percobaan di bawah kondisi-kondisi yang diatur dalam kegiatan laboratorium ini, siswa dapat mengadakan kontak dengan objek dan permasalahannya. Siswa akan menghayati sendiri berhadapan dengan objek dan gejala yang timbul, dan memecahkan masalah-masalah yang mereka temukan sampai memperoleh kesimpulan yang signifikan. Dengan demikian siswa akan melaksanakan proses belajar yang aktif dan akan memperoleh pengalaman langsung, yang disebut pengalaman pertama. Siswa akan mengalami suatu proses belajar yang efisien dalam arti siswa tidak akan memperoleh ilmu pengetahuan yang statis dan otoriter, melainkan siswa diharapkan akan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan berbagai keterampialn baik keterampilan psikomotorik maupun intelektual, menghayati prosedur ilmiah dan sikap ilmiah, sehingga siswa menyadari bahwa ilmu itu sebenarnya bersifat dinamik. Selain itu, dapat dikatakan pula bahwa kegiatan laboratorium merupakan kegiatan aplikasi dari teori-teori yang telah dipelajari untuk memecahkan berbagai masalah IPA melalui percobaan-percobaan di laboratorium.

Menurut Suryawan (1989: 7-8), sebagai salah satu sarana dalam pengajaran Fisika, laboratorium Fisika dapat digunakan untuk menunjang atau mengefektifkan kegiatan belajar mengajar Fisika di dalam kelas.

(33)

Tetapi sebaliknya, kegiatan kelas dapat pula diusahakan agar menunjang kegiatan laboratorium. Agar laboratorium dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya, tentulah harus dilakukan pengelolaan yang baik. Kondisi laboratorium itu sendiri juga turut menentukan. Penjagaan keamanan, pemeliharaan, pengaturan jadwal pemakaian, penetapan peraturan dan tata tertib harus dilakukan agar laboratorium Fisika selalu berada dalam keadaan siap pakai. Laboratorium Fisika harus didesain sedemikian rupa agar memungkinkan terlaksananya kegiatan-kegiatan laboratorium dengan baik.

Di samping yang sudah disebutkan di atas dalam rangka mengoptimalkan penggunaan laboratorium perlu diambil langkah-langkah berikut:

1. Guru

Guru harus dibekali keterampilan dan ditingkatkan kemampuannya dalam penggunaan alat-alat laboratorium Fisika. Disamping itu faktor kemauan dari guru itu sendiri untuk belajar terus harus ada, sehingga guru dapat cakap dan terampil dalam mengelola dan mempersiapkan kegiatan-kegiatan laboratorium.

2. Siswa

Kemauan dan kesadaran diri siswa harus ada dan terus ditingkatkan, di samping pemberian keterampilan atau kecakapan dalam menggunakan alat-alat laboratorium Fisika. Peningkatan motivasi siswa untuk belajar

(34)

memahami Fisika dengan proses berfikir ilmiah melalui bantuan laboratorium harus terus ditingkatkan.

3. Petugas laboratorium

Petugas laboratorium hendaklah mempunyai dan terus mengembangkan pengetahuan atau pemahaman tentang alat-alat laboratorium.

4. Fasilitas

Walaupun disadari bahwa fasilitas atau alat-alat laboratorium tidak mutlak harus canggih (hasil teknologi), namun akan lebih baik lagi seandainya fasilitas laboratorium terus ditingkatkan atau disempurnakan. Di samping itu pemilihan alat-alat yang relevan tentu akan sangat menunjang pendayagunaan laboratorium Fisika.

5. Metode

Untuk lebih mendayagunakan atau mengoptimalkan penggunaan laboratorium, maka metode yang dapat digunakan adalah:

a. Metode eksperimen b. Metode demonstrasi c. Widya wisata d. Pameran

e. Pemanfaatan laboratorium untuk kegiatan KIR, khususnya yang berkaitan dengan Fisika.

(35)

6. Perencanaan dan waktu pelaksanaan

Perencaan kegiatan laboratorium hendaknya dilakukan secermat mungkin dan setepat mungkin sehingga dengan waktu yang tersedia dapat dilaksanakan kegiatan-kegiatan laboratorium dengan baik. Dapat juga diadakan jam ekstra di luar jam pelajaran yang digunakan khusus untuk kegiatan laboratorium.

7. Kegiatan dengan alat evaluasi

Penggunaan soal-soal essay yang dapat mengevaluasi keterampilan proses siswa serta proses mental siswa ditingkatkan penggunaannya. Perlu juga diadakan tes atu ujian khusus untuk mengevaluasi kegiatan laboratorium Fisika.

Dari semua langkah yang dapat diambil dalam rangka pendayagunaan laboratorium Fisika, tampak bahwa gurulah yang menjadi faktor kunci atau penentu keberhasilan yang paling dominan.

Laboratorium memiliki fungsi dalam pembelajaran IPA. Menurut Decaprio (2013: 116), laboratorium memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Memperkuat pemahaman tentang konsep IPA, baik bagi siswa (peserta

penelitian di laboratorium IPA) ataupun guru IPA.

2. Menumbuhkan minat, inspirasi, motivasi dan percaya diri dalam mempelajari IPA.

3. Memperkuat daya imajinasi siswa dan seluruh individu yang terlibat dalam kegiatan di laboratorium IPA, memicu inspirasi, serta dapat

(36)

mengembangkan kreativitas para peserta dalam melakukan eksperimen mengenai materi-materi pelajaran IPA.

4. Melatih keterampilan eksperimen.

5. Mengembangkan kemampuan para peneliti untuk membuat keputusan (judgment) dalam pengujian teori maupun eksperimentasi.

6. Wadah memperbaiki pendapat atau pemaham yang salah atau miskonsepsi tentang pelajaran atau teori-teori yang ada dalam IPA. 7. Wahana bagi peserta atau siswa untuk menciptakan sikap ilmiah

seperti para ahli sains, khususnya dalam hal materi IPA.

8. Para siswa atau peserta akan memperoleh kejelasan konsep, visualisasi konsep.

9. Sebagai media untuk menumbuhkan nalar kritis terhadap para siswa di sekolah agar mereka mampu bernalar dan berpikir secara ilmiah, sehingga mereka akan menjadi calon-calon ilmuan dunia.

C. Metode Pembelajaran yang Memanfaatkan Laboratorium Fisika Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk lebih mendayagunakan atau mengoptimalkan penggunaan laboratorium. Dalam penelitian ini, metode pembelajaran yang akan dibahas lebih mendalam ialah metode demonstrasi dan metode eksperimen. Kedua metode ini dipilih peneliti mengingat bahwa kedua metode ini merupakan metode pembelajaran yang paling sering digunakan dalam pembelajaran Fisika yang memanfaatkan penggunaan laboratorium.

(37)

1. Metode Demonstrasi

Menurut Suparno (2013: 151-152), demostrasi berasal dari kata

demonstration yang berarti pertunjukan. Maka model pembelajaran

dengan demonstrasi diartikan sebagai model mengajar dengan

pendekatan visual agar siswa dapat mengamati proses informasi,

peristiwa, alat dalam pelajaran Fisika. Tujuannya sangat jelas agar siswa lebih memahami bahan yang diajarkan lewat suatu kenyataan yang dapat diamati sehingga mudah mengerti. Siswa lewat demonstrasi dapat mengamati sesuatu yang nyata dan bagaimana cara bekerjanya proses tersebut.

Banyak guru suka menggunakan demonstrasi dalam mengajarkan Fisika. Berikut adalah beberapa alasan-alasan mengapa guru suka menggunakan demonstrasi untuk mengajar.

a. Murah karena peralatan yang disediakan sedikit, sedangkan dalam praktikum biayanya lebih mahal karena peralatannya banyak.

b. Peralatannya yang dipunyai sekolah sedikit sehingga tidak dapat untuk praktikum. Kadang juga ada peralatan yang sulit dicari maka paling mudah diajarkan dengan demonstrasi.

c. Dalam pelaksanaan demonstrasi tidak makan waktu lama seperti dalam praktikum karena semua dilakukan oleh guru sendiri. Maka tidak menghabiskan waktu pelajaran.

(38)

d. Tidak berbahaya bila menggunakan alat-alat yang mudah pecah atau berbahaya karena yang melakukan guru sendiri. Ketakutan bahwa alat akan pecah dan rusak tidak perlu terjadi karena yang melakukan adalah guru bukan siswa.

e. Guru tetap dapat memberikan pertanyaan rangsangan pada siswa untuk berpikir kritis.

f. Bila hanya ingin menunjukkan kegunaan suatu alat lebih baik dengan demonstrasi saja, cepat, dan kadang lebih jelas.

Agar demonstrasi sungguh berjalan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan dan sungguh dapat membantu siswa mengerti, perlulah guru mempersiapkan apa yang mau didemonstrasikan, peralatannya dan juga kesiapan menyajikannya. Berikut adalah beberapa cacatan yang sangat berguna bagi guru dalam merencanakan demonstrasi yang baik.

a. Guru mengidentifikasi konsep atau prinsip Fisika yang mau diajarkan. Lalu membuat design demonstrasi macam apa yang akan digunakan untuk menjelaskan prinsip di atas.

b. Bila prinsip yang mau dijelaskan panjang, sebaiknya dipotong-potong menjadi lebih pendek dan kecil sehingga mudah dijelaskan. Kadang demonstrasinya perlu per bagian.

c. Rencanakan agar siswa sungguh terlibat dalam proses demonstrasi, bukan hanya sebagai pengamat saja. Misalnya siswa diminta maju ke depan dan mengukur sendiri.

(39)

d. Rencanakan peralatan yang digunakan secara teliti. Bila kelas luas, maka peralatan demonstrasi sebaiknya dipilih yang besar sehingga dapat nampak dari belakang.

e. Cobalah peralatan demonstrasi itu sendiri sebelum pelajaran dimulai, sehingga guru siap dan tidak grogi dalam pelajaran sesungguhnya karena alat tidak jalan.

f. Pertanyaan-pertanyaan untuk siswa perlu dipersiapkan agar terarah.

g. Ada baiknya dalam demonstrasi sendiri tidak terlalu lamban sehingga siswa menjadi bosan; juga tidak terlalu cepat sehingga siswa tidak mengerti apa-apa. Di sini guru diharapkan mengerti situasi.

Menurut Trowbridge & Bybee (dalam Suparno, 2013: 153) secara rinci menekankan apa yang perlu diperhatikan selama guru melakukan demonstrasi, yaitu:

a. Demonstrasi supaya sungguh jelas dapat dilihat siswa. Bila siswa, terlebih yang duduk di belakang tidak melihat, mereka diminta maju ke depan.

b. Bicaralah yang keras sehingga siswa dapat mendengar apa yang anda katakan.

c. Libatkan siswa dalam proses, misalnya ikut mengamati, mengukur, mencatat hasil dll.

(40)

d. Mulailah dengan pertanyaan awal, suruh siswa membuat hipotesis, baru mulai ditunjukkan jalannya demonstrasi.

e. Jelaskan apa yang anda lakukan, tujuannya, dan prosesnya. f. Bila anda bertanya kepada siswa, beri waktu mereka untuk

berpikir dulu.

g. Gunakan papan tulis untuk menulis tujuan dari demo itu sehingga siswa menjadi jelas dan dapat berpikir secara terfokus.

h. Dalam mengambil kesimpulan, biarkan siswa menyimpulkan lebih dulu.

i. Kadang demonstrasi perlu diulang beberapa kali agar jelas bagi siswa.

j. Dalam pelaksanaan perlu step by step, jangan loncat-loncat sehingga siswa dapat menangkap.

Berdasarkan siapa yang melakukan secara aktif berdemonstrasi, apakah guru atau siswa, dapatlah dikelompokkan beberapa model demonstrasi, yaitu:

a. Guru yang demonstrasi sendiri dan siswa hanya mengamati atau melihat dari jauh. Di sini siswa kurang berpartisipasi.

b. Demonstrasi dilakukan oleh guru dan siswa bersama. Siswa ikut aktif melakukan demo bersama guru. Misalnya ikut mengukur, mengamati, mengumpulkan data, menjawab, menunjukkan alatnya dll.

(41)

c. Dilakukan oleh sekelompok siswa. Demonstrasi ini dilakukan oleh sekelompok siswa yang telah ditunjuk sebelumnya sehingga dapat mempersiapkan dengan baik.

d. Dilakukan oleh tamu yang diundang. Kadang ada tamu atau seorang ahli yang datang ke sekolah dan mereka diminta demonstrasi tentang suatu alat atau topik tertentu.

Metode demonstrasi mengandung kelebihan dalam pembelajaran. Menurut Djamarah dan Zain (2010: 91), kelebihan metode demonstrasi adalah:

a. Dapat membuat pembelajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret sehingga menghindari verbalisme (pemahaman secara kata-kata atau kalimat).

b. Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari. c. Proses pengajaran lebih menarik.

d. Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri. Selain mengandung kelebihan, metode demonstrasi juga mengandung kekurangan. Kekurangan metode demonstrasi adalah:

a. Metode ini memerlukan keterampilan guru secara khusus, karena tanpa ditunjang hal itu, pelaksanaan demonstrasi akan tidak efektif.

b. Fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik.

(42)

c. Demonstrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping memerlukan waktu yang cukup panjang, yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain. 2. Metode Eksperimen

Menurut Djamarah dan Zain (2010: 84), metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya itu.

Menurut Suparno (2013: 83-84), secara umum metode eksperimen adalah metode pembelajaran yang mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar. Jadi metode ini lebih untuk mengecek supaya siswa makin yakin dan jelas akan teorinya. Biasanya metode eksperimen bukan untuk menemukan teori, tetapi lebih untuk menguji teori atau hukum yang sudah ditemukan oleh para ahli. Namun dalam praktek guru dapat pula melakukan eksperimen untuk

(43)

menemukan teorinya atau hukumnya. Dalam hal ini, seakan-akan teori atau hukum belum ditemukan, dan siswa diminta untuk menemukan. Tentu guru sudah tahu teori atau hukum sebelumnya dan bagi guru arah eksperimen jelas. Dengan metode ini, siswa dapat merasa bangga dan yakin karena seakan-akan menemukan sendiri.

Penggunaan metode ini mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Melalui pembelajaran eksperimen, juga siswa dapat terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah. Dengan eksperimen, siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajari (Hamdayama, 2014: 125).

Menurut Suparno (2013: 84) metode eksperimen dibedakan menjadi dua, yaitu eksperimen yang terencanakan atau terbimbing dan

eksperimen bebas. Dalam banyak pembelajaran Fisika di SMA dan

SMP, kebanyakan eksperimen dipilih yang terbimbing atau terencana, hasilnya akan lebih cepat selesai dan lebih teratur dan terarah, sehingga siswa tidak mudah bingung.

a. Eksperimen Terbimbing

Dengan eksperimen terbimbing seluruh jalannya percobaan sudah dirancang oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa. Langkah-langkah yang harus dibuat siswa, peralatan yang harus digunakan, apa yang harus diamati dan diukur semuanya

(44)

sudah ditentukan sejak awal. Maka siswa tidak akan bingung tentang langkah-langkah yang dibuat. Data yang harus dikumpulkan dan kesimpulan mana yang harus dituju mereka cukup jelas. Tentu hasil kesimpulan tergantung data yang mereka kumpulkan. Biasanya ada petunjuk langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh siswa terdapat pada Lembar Kerja Siswa (LKS).

Dalam melakukan pembelajaran dengan eksperimen terbimbing ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan guru diantaranya:

a. Memilih eksperimen apa yang akan ditugaskan kepada siswa. b. Merencanakan langkah-langkah percobaan seperti: apa

tujuannya, peralatan yang digunakan, bagaimana merangkai percobaan, data yang harus dikumpulkan siswa, bagaimana menganalisis data, dan apa kesimpulannya.

c. Mempersiapkan semua peralatan yang akan digunakan sehingga pada saat siswa mencoba semua siap dan lancar. d. Pada saat percobaan sendiri guru dapat berkeliling melihat

bagaimana siswa melakukan percobaannya dan memberikan masukan kepada siswa.

e. Bila ada peralatan yang macet guru membantu siswa agar alat dapat jalan dengan baik.

f. Membantu siswa dalam menarik kesimpulan dengan percobaan yang dilakukan.

(45)

g. Bila siswa membuat laporan, maka guru harus memeriksanya.

h. Guru sebaiknya mempersiapkan petunjuk dan langkah percobaan dalam satu lembar kerja sehingga memudahkan siswa bekerja.

Selain guru, dalam eksperimen terbimbing siswa juga dapat melakukan beberapa tindakan diantaranya:

a. Membaca petunjuk percobaan dengan teliti b. Mencari alat yang diperlukan

c. Merangkaikan alat-alat sesuai dengan skema percobaan d. Mencatat data yang diperlukan

e. Mendiskusikan data kelompok untuk ambil kesimpulan dari data yang ada

f. Membuat laporan percobaan dan mengumpulkan

g. Dapat juga mempresentasikan percobaannya di depan kelas.

Dalam eksperimen, siswa dapat melakukan percobaan secara individu atau pun dalam kelompok kecil. Tetapi sebaiknya ekperimen dilakukan dalam kelompok kecil agar siswa dapat dengan sungguh melakukan percobaan dan bukan hanya melihat percobaan teman.

(46)

b. Eksperimen Bebas

Dalam eksperimen bebas, guru tidak memberikan petunjuk pelaksanaan percobaan secara rinci dan hanya memberikan tugas kepada siswa. Dengan kata lain, siswa harus lebih banyak berpikir sendiri, bagaimana akan merangkai rangkaian, apa yang harus diamati, diukur, dan dianalisis serta disimpulkan sehingga akan tampak bagaimana kreativitas, kepandaian, dan kemampuan siswa dalam dalam memecahkan tugas yang diberikan guru.

Menurut Djamarah dan Zain (2010: 84-85), metode eksperimen mengandung kelebihan. Kelebihan metode eksperimen adalah:

a. Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya.

b. Dapat membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat kehidupan manusia.

c. Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia.

Selain itu, metode ekperimen juga mengandung beberapa kekurangan, diantaranya:

a. Metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi.

b. Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh.

(47)

c. Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan.

d. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkuan kemampuan atau pengendalian.

(48)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan keadaan. Termasuk data adalah transkip wawancara, fieldnotes, foto, videotapes, dokumen pribadi dan ofisial, memo dan record lain. Peneliti menganalisis data dengan segala kekayaannya sedekat mungkin dengan bentuk-bentuk data yang terekam (Suparno, 2014: 133).

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah delapan guru Fisika dari delapan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berbeda-beda di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk mempermudah dalam menganalisis dan membahas, peneliti mengganti nama guru dan nama sekolah dengan inisial-inisial tertentu. Penginisialan ini dilakukan peneliti karena tujuan penelitian ini bukan untuk membandingkan sekolah ataupun guru yang satu dengan yang lainnya, melainkan untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis data dan membahas, serta untuk menambah pengetahuan peneliti terkait pengetahuan guru mengenai peran laboratorium dan penerapannya dalam pembelajaran Fisika sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi bekal bagi bagi peneliti saat mengajar nantinya. Kedelapan guru Fisika ini diinisialkan sebagai Guru 1, Guru 2,

(49)

Guru 3, Guru 4, Guru 5, Guru 6, Guru 7, dan Guru 8 dan kedelapan sekolah diinisialkan sebagai SMA A, SMA B, SMA C, SMA D, SMA E, SMA F, SMA G, SMA H. Guru Fisika dijadikan subjek penelitian karena penelitian ini berkaitan dengan pengetahuan guru Fisika.

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di delapan SMA di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu SMA A, SMA B, SMA C SMA D, SMA E, SMA F, SMA G, dan SMA H.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2017 tahun ajaran 2016/2017.

D. Desain Penelitian

1. Kegiatan Awal Penelitian

Penelitian ini diawali dengan menghubungi sekolah-sekolah yang telah ditargetkan peneliti sebagai tempat untuk melakukan penelitian. Dari kegiatan awal ini, maka diperoleh enam sekolah negeri dan dua sekolah swasta yang bersedia menerima peneliti untuk melakukan penelitian. Setelah memperoleh izin dari pihak sekolah, maka langkah selanjutnya ialah berkoordinasi dengan guru mata pelajaran Fisika untuk memberikan gambaran terkait teknik

(50)

pengambilan data dan jadwal pengambilan data. Jadwal pengambilan data merupakan jadwal yang telah disepakati guru dan peneliti. Jadwal pengambilan data tersebut merupakan jadwal yang disepakati dengan tidak mengganggu jadwal mengajar guru yang bersangkutan dan juga disesuaikan dengan jadwal pengambilan data di sekolah lainnya sehingga menghindari adanya jadwal yang bertabrakan.

2. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara yang dilakukan bersifat bebas terpimpim, dimana peneliti melakukan wawancara dengan menyiapkan beberapa daftar pertanyaan dan dari hasil jawaban guru, peneliti dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk memperoleh data yang lebih lengkap. Pada saat melakukan wawancara, peneliti menggunakan bantuan alat rekam yang bertujuan untuk membantu peneliti dalam menyimpan data wawancara. Data hasil wawancara berupa transkrip hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran.

E. Instrumen Pengumpulan Data

Menurut Suparno (2014: 53), instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian. Bentuknya dapat berupa: tes tertulis, angket, wawancara, dokumentasi, observasi.

(51)

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan berupa pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang digunakan merupakan panduan wawancara yang berisi daftar pertanyaan terkait topik penelitian yang dirancang sendiri oleh peneliti. Adapun pedoman wawancara yang digunakan peneliti untuk pengambilan data adalah sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran seperti apa yang sering diterapkan guru dalam melaksanakan pembelajaran Fisika.

2. Bagaimana respon siswa terhadap proses pembelajaran yang diterapkan guru tersebut.

3. Apakah guru pernah menerapkan metode-metode pembelajaran lainnya dalam melaksanakan pembelajaran Fisika.

4. Faktor-faktor apa saja yang dipertimbangkan guru untuk memilih dan menetukan suatu metode pembelajaran dalam melaksanakan pembelajaran Fisika.

5. Menurut guru, apa peran laboratorium dalam pembelajaran Fisika. 6. Apakah guru pernah melakukan pembelajaran dengan memanfaatkan

laboratorium dalam pembelajaran Fisika.

7. Apakah guru pernah melakukan proses belajar mengajar dengan menggunakan metode demonstrasi dan/ eksperimen.

8. Menurut guru apa kelebihan dan kekurangan dari metode demonstrasi dan eksperimen.

(52)

9. Apabila guru “dituntut” untuk merancang sebuah pembelajaran dengan memanfaatkan laboratorium dalam pembelajaran Fisika, Rancangan pembelajaran seperti apa yang dibuat guru.

10. Menurut guru sejauh mana rancangan tersebut dapat diterapkan dalam pembelajaran Fisika.

F. Metode Analisis

Menurut Suparno (2014: 105-106), analisis sesudah pengumpulan data ialah membuat transkrip data, kategorisasi coding, memperoleh data.

Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan setelah mengumpulkan data diawali dengan membuat transkip hasil wawancara dari kedelapan guru Fisika. Dalam proses mentranskip data hasil wawancara ini, data yang masih dalam wujud rekaman akan dirubah ke dalam bentuk tulisan. Data-data yang telah ditranskrip kemudian dibaca kembali dengan teliti dan diberi tanda atau coding. Dalam penelitian ini, peneliti mengcoding data-data yang ada ke dalam tiga kategori, yaitu (1) Pengetahuan guru mengenai peran laboratorium dan pemanfaatannya dalam pembelajaran Fisika, (2) Rancangan pembelajaran yang mengitegrasikan laboratoium dalam pembelajaran Fisika, (3) Implementasi rancangan pembelajaran yang mengintegrasikan laboratorium dalam pembelajaran Fisika. Setelah mengkategorikan data-data yang diperoleh, peneliti kemudian membaca kembali data-data tersebut untuk melihat konsep-konsep tertentu yang sering muncul dalam setiap kategorinya.

(53)

Kemudian langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti ialah menganalisis konsep-konsep tersebut berdasarkan teori-teori yang ada. Langkah terakhir yang dilakukan penelitu ialah menulis laporan secara lengkap berdasarkan konsep-konsep yang ditemukan.

(54)

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2017 tahun ajaran 2016/2017 dengan melibatkan delapan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan delapan orang guru Fisika di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini dilakukan dengan sistem payung yang terdiri dari empat orang peneliti. Dalam proses pengambilan data, setiap peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan dua guru Fisika di dua sekolah yang berbeda. Sedangkan untuk enam guru Fisika di enam sekolah lainnya tidak diwawancarai peneliti secara langsung, melainkan dengan menitipkan proses pengambilan data kepada ketiga peneliti lainnya sehingga selain mengambil data untuk diri peneliti sendiri, peneliti juga melakukan proses pengambilan data untuk ketiga peneliti lainnya. Untuk mempermudah pengambilan data, setiap peneliti memegang pedoman wawancara dari setiap peneliti lainnya. Proses pengambilan data seperti ini menyebabkan adanya kesamaan tanggal dan waktu pengambilan data di delapan sekolah tersebut.

Dalam penelitian ini, nama sekolah dan nama guru diganti dengan inisial-inisial tertentu. Untuk SMA pertama yang diteliti diberi nama SMA A dan melibatkan seorang guru perempuan yang diberi nama Guru 1, untuk SMA kedua yang diteliti diberi nama SMA B dan melibatkan seorang guru perempuan yang diberi nama Guru 2, untuk SMA ketiga

(55)

yang diteliti diberi nama SMA C dan melibatkan seorang guru laki-laki yang diberi nama Guru 3, untuk SMA keempat yang diteliti diberi nama SMA D dan melibatkan seorang guru laki-laki yang diberi nama Guru 4, untuk SMA kelima yang diteliti diberi nama SMA E dan melibatkan seorang guru laki-laki yang diberi nama Guru 5, untuk SMA keenam yang diteliti diberi nama SMA F dan melibatkan seorang guru laki-laki yang diberi nama Guru 6, untuk SMA ketujuh yang diteliti diberi nama SMA G dan melibatkan seorang guru perempuan yang diberi nama Guru 7, dan untuk SMA kedelapan yang diteliti diberi nama SMA H dan melibatkan seorang guru laki-laki yang diberi nama Guru 8. Dalam penelitian ini, SMA A, SMA B, SMA C, SMA D, SMA E, dan SMA F merupakan sekolah negeri, sedangkan SMA G dan SMA H merupakan sekolah swasta. Penelitian pada kedelapan SMA ini melibatkan delapan orang guru Fisika dengan pertimbangan bahwa peneliti dapat memperolah data yang bervariasi, karena apabila hanya meneliti satu guru saja, data yang diperoleh masih belum cukup dan kurang bervariasi.

Kegiatan pengambilan data berupa data wawancara dengan kedelapan guru Fisika ini dilaksanakan pada waktu luang dari masing-masing guru sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel di samping:

(56)

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian No Hari, Tanggal dan

Waktu Pengambilan Data

Perlakuan 1. Jumat, 2 Juni 2015

Pukul 09.10 - 09.51 WITA

Wawancara dengan Guru 1 di SMA A 2. Rabu, 31 Mei 2017

Pukul 09.40 - 10.35 WITA

Wawancara dengan Guru 2 di SMA B 3. Sabtu, 3 Juni 2017

Pukul 09.00 - 13.00 WITA

Wawancara dengan Guru 3 di SMA C 4. Kamis, 8 Juni 2017

Pukul 10.00 - 12.00 WITA

Wawancara dengan Guru 4 di SMA D 5. Rabu, 7 Juni 2017

Pukul 09.00 - 10.05 WITA

Wawancara dengan Guru 5 di SMA E 6. Senin. 5 Juni 2017

Pukul 12.05 - 13.30 WITA

Wawancara dengan Guru 6 di SMA F 7. Sabtu, 3 Juni 2017

Pukul 12.30 - 14.00 WITA Senin, 5 Juni 2017

Pukul 08.00 - 09.30 WITA

Wawancara dengan Guru 7 di SMA G

8. Selasa, 6 Juni 2017

Pukul 14.38 - 15.22 WITA

Wawancara dengan Guru 8 di SMA H

B. Deskripsi Guru

Pada penelitian ini subyek yang diteliti ialah delapan guru Fisika SMA dari delapan sekolah yang berbeda di Pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kedelapan guru Fisika ini memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar yang berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya, kedelapan guru tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1. Guru 1

Guru 1 adalah seorang guru perempuan lulusan salah satu Universitas negeri di Propinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2009. Pengalaman mengajar sebagai guru Fisika sampai saat ini sudah 9 tahun. Guru 1

(57)

mengampuh mata pelajaran Fisika di kelas X dan XII. Metode pembelajaran yang sering digunakan Guru 1 ialah metode ceramah dan diskusi kelompok. Pelatihan yang pernah diikuti ialah peningkatan profesional seorang guru, pelatihan TEQIP, dan pelatihan alat laboratorium menggunakan power point.

2. Guru 2

Guru 2 adalah seorang guru perempuan lulusan salah satu Universitas negeri di Propinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2000. Pengalaman mengajar sebagai guru Fisika sampai saat ini sudah 18 tahun. Guru 2 mengampuh mata pelajaran Fisika di kelas X, XI, dan XII. Metode yang sering digunakan Guru 2 ialah ceramah, diskusi, dan demonstrasi. Pelatihan yang pernah diikuti ialah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Fisika.

3. Guru 3

Guru 3 adalah seorang guru laki-laki lulusan salah satu Universitas negeri di Propinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2002. Pengalaman mengajar sebagai guru Fisika sampai saat ini sudah 15 tahun. Guru 3 mengampuh mata pelajaran Fisika di kelas XII. Metode pembelajaran yang sering digunakan Guru 3 ialah metode ceramah, diskusi, proyek, jelajah alam sekitar, dan demonstrasi. Guru 3 pernah mengikuti pelatihan guru di Jakarta, Instruktur Guru Fisika di Ruteng dan Ende, serta sosialisasi K13.

(58)

4. Guru 4

Guru 4 adalah seorang guru laki-laki lulusan salah satu Universitas negeri di Propinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2004. Pengamalan mengajar sebagai guru Fisika sampai saat ini sudah 12 tahun. Guru 4 mengampuh mata pelajara Fisika di kelas X, XI, dan XII. Metode yang sering digunakan Guru 4 ialah metode ceramah. Guru 4 belum pernah mengikuti pelatihan.

5. Guru 5

Guru 5 adalah seorang guru laki-laki lulusan salah satu Universitas negeri di Propinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2011. Pengalaman mengajar sebagai guru Fisika sampai saat ini sudah 7 tahun. Guru 5 mengampuh mata pelajaran Fisika di kelas X, XI, dan XII. Metode yang sering digunakan Guru 5 ialah metode ceramah aktif dan diskusi. Guru 5 belum pernah mengikuti pelatihan.

6. Guru 6

Guru 6 adalah seorang guru laki-laki lulusan salah satu Universitas swasta di Yogyakarta pada tahun 2001. Pengalaman mengajar sebagai guru Fisika hingga saat ini sudah 17 tahun. Guru 6 mengampuh mata pelajaran Fisika di kelas XII. Metode yang sering digunakan Guru 6 ialah direct teaching (pembelajaran langsung). Guru 6 pernah mengikuti pelatihan Center MIPA di NTT, pelatihan fasilitator penyusun soal USBN tingkat nasional, dan pelatihan PROKTOR (Pelaksanaan Operator Ruangan) untuk UNBK.

(59)

7. Guru 7

Guru 7 adalah seorang guru perempuan lulusan salah satu Universitas swasta di Propinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2015. Pengalaman mengajar sebagai guru Fisika sampai saat ini sudah 3 tahun. Guru 6 mengampuh mata pelajaran Fisika di kelas X, XI, dan XII. Metode yang sering digunakan Guru 7 ialah metode ceramah siswa aktif dan jigsaw. Guru 7 pernah mengikuti MGMP Fisika dalam rangka sosialisasi silabus dan RPP K13 di Ruteng.

8. Guru 8

Guru 8 adalah seorang guru laki-laki lulusan salah satu Universitas negeri pada tahun 1986. Pengalaman mengajar sebagai guru Fisika sampai saat ini sudah 32 tahun. Guru 8 mengampuh mata pelajaran Fisika di kelas X, XI, dan XII. Metode yang sering digunakan Guru 8 ialah metode diskusi dan mencari sendiri dari literasi di perpustakaan. Guru 8 pernah mengikuti pelatihan tutor PGSD dari UT pada tahun 1993 dan pelatihan Center MIPA bersama guru-guru di Flores Timur dan bersama guru-guru Provinsi NTT di Kupang.

C. Data Penelitian

Dalam penelitian ini telah dilakukan proses pengumpulan data dengan merekam kegiatan wawancara dari kedelapan guru di masing-masing sekolah. Rekaman hasil wawancara kemudian ditranskip. Adapun hasil transkip wawancara dapat dilihat pada lampiran.

Gambar

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ……………………………………  42
Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian  No  Hari, Tanggal dan

Referensi

Dokumen terkait

Bagi persepsi pelajar-pelajar Jabatan Pendidikan Teknik dan Kejuruteraan terhadap penglibatan pensyarah dalam e-pembelajaran, dapatan kajian menunjukkan bahawa pelajar- pelajar

Yang dimaksud dengan “pengangkatan anak melalui lembaga pengasuhan anak” adalah pengangkatan anak yang dilakukan oleh calon orang tua angkat terhadap calon anak angkat yang

mereka tidak henti$henhtinya melakukan sosialisasi untuk menaaga mutu sesuai Standar &suhan Keperawatan (S&K+" amun, semua usaha dari Sub Mutu Komite Keperawatan

Solusi dari pemecahan masalah yang diambil bisa dipertanggungjawabkan dengan pembuktian-pembuktian, (5) rasional dan realistis adalah analisis terhadap sesuatu

Sedangkan dalam Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pengertian perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan

BAB III. TATA LAKSANA SURVEY.. 1) Survey untuk memperoleh masukan dari tokoh masyarakat dan lintas sektor terhadap kegiatan,progam dan layanan di puskesmas yang di lakukan satu tahun

analisis data meliputi 3 langkah, yaitu : Persiapan, tabulasi, penerapan data sesuai demgan pendekatan penelitian. Penafsiran data sangat penting kedudukannya dalam

Dalam hubungannya transparansi dengan meningkatkan kinerja dari perusahaan, prinsip ini mengatur berbagai hal diantaranya mengatur pengembangan teknologi informasi manajemen