• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. (KPBS) Pangalengan. Jumlah anggota koperasi per januari 2015 sebanyak 3.420

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. (KPBS) Pangalengan. Jumlah anggota koperasi per januari 2015 sebanyak 3.420"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia saat ini didominasi oleh peternak rakyat yang tergabung dalam koperasi peternak sapi perah. Salah satu koperasi peternak sapi perah di Jawa Barat adalah Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan. Jumlah anggota koperasi per januari 2015 sebanyak 3.420 orang dengan total populasi sapi perah 12.355 ekor. Selama kurun waktu dua bulan yaitu dari bulan November 2014–Januari 2015 terjadi penurunan populasi sapi perah sebanyak 582 ekor. Hal yang sama hampir terjadi diseluruh wilayah Jawa Barat dimana peningkatan populasi sapi perah berjalan lamban bahkan terjadi penurunan. Pada periode tahun 2009-2013 penurunan populasi sapi perah di Jawa Barat sebesar 2,02% (Dinas Peternakan Jawa Barat, 2013).

Beternak sapi perah merupakan mata pencaharian utama bagi sebagian besar peternak, namun pada kenyataannya pendapatan dari usaha ini masih relatif rendah. Pendapatan yang rendah mengakibatkan peternak tidak mampu mengembangkan usahanya, hasil yang diperoleh hanya mencukupi kehidupan pokok keluarga. Hal ini dibuktikan dengan perkembangan populasi sapi perah yang mengalami stagnasi dan penurunan dari tahun ke tahun. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa keuntungan atau pendapatan yang diperoleh peternak sapi perah masih belum optimal dan memungkinkan untuk ditingkatkan.

(2)

Optimalisasi pendapatan peternak dapat dipelajari melalui sudut pandang perbaikan manajemen usaha peternakan. Manajemen usaha peternakan sapi perah yang dilakukan peternak selama ini masih bertumpu pada sistem tradisional yang bersifat turun temurun. Hal yang demikian sudah harus ditinggalkan dan diganti dengan acuan optimalisasi dan peningkatan pendapatan peternak melalui penerapan Good Dairy Farming Practices (GDFP). Good Dairy Farming Practices adalah suatu standarisasi usaha peternakan sapi perah. Tujuan utama GDFP adalah menghasilkan susu yang berkulitas dari sapi perah yang sehat dan manajemen yang dilaksanakan berdasarkan perspektif animal welfare, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Aspek utama dalam GDFP yaitu reproduksi ternak, kesehatan ternak, higien pemerahan, nutrisi (pakan dan air), kesejahteraan ternak, lingkungan, dan manajemen sosial ekonomi.

Reproduksi adalah suatu fase yang harus dilewati sapi perah sebelum memproduksi susu. Peternak harus mengetahui perihal prinsip dan efisiensi performa reproduksi. Kegagalan reproduksi juga harus diperhatikan karena akan mempengaruhi stabilitas usaha. Usaha peternakan sapi perah tidak terlepas dari suatu resiko, salah satunya adalah penyakit. Penyakit banyak menimbulkan kerugian baik secara teknis ataupun ekonomis oleh karena itu, suatu usaha peternakan sapi perah harus memiliki manajeman program kesehatan ternak yang berfokus pada pencegahan.

Konsumen menuntut standar yang tinggi terhadap kualitas susu. Higien pemerahan bertujuan untuk mencegah masuknya kontaminan ke dalam susu.

(3)

Input produksi terbesar usaha peternakan sapi perah adalah pakan yang terdiri dari hijauan dan konsentrat. Penyediaan pakan harus memenuhi kualitas, kuantitas, dan kontinyuitas.

Sebagian besar peternakan sapi perah di Indonesia fokus utamanya adalah meningkatkan produksi dengan mengesampingkan aspek animal welfare, lingkungan, dan sosial ekonomi. Animal welfare atau kesejahteraan ternak penting bagi ternak karena sangat berhubungan dengan produktivitasnya. Dampak negatif dari peternakan sapi perah sudah ramai dibicarakan, apabila tidak diperhatikan akan menjadi bom waktu baik terhadap peternakan itu sendiri ataupun lingkungan sekitar. Aspek sosial ekonomi adalah bagian integral dari usaha peternakan sapi perah, dimana suatu usaha harus bertanggaung jawab secara sosial (socially responsible) dan ekonomi berkelanjutan (economically sustainable). Sebagai sebuah standarisasi, penerapan GDFP mampu menjawab dan mengatasi berbagai permasalahan peternakan sapi perah di Indonesia khususnya di KPBS Pangalengan.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu :

1. Seberapa besar penerapan GDFP pada peternakan sapi perah di KPBS Pangalengan.

2. Bagaimana skala prioritas penerapan GDFP pada peternakan sapi perah di KPBS Pangalengan.

(4)

3. Seberapa besar pendapatan peternak berdasarkan Income Over Feed Cost (IOFC) pada peternakan sapi perah di KPBS Pangalengan.

4. Bagaimana hubungan antara penerapan GDFP dengan tingkat pendapatan peternak pada peternakan sapi perah di KPBS Pangalengan.

1.3. Maksud dan Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui penerapan GDFP pada peternakan sapi perah di KPBS Pangalengan.

2. Mengetahui skala prioritas penerapan GDFP pada peternakan sapi perah di KPBS Pangalengan.

3. Mengetahui pendapatan peternak berdasarkan IOFC pada peternakan sapi perah di KPBS Pangalengan.

4. Mengetahui hubungan antara penerapan GDFP dengan tingkat pendapatan peternak pada peternakan sapi perah di KPBS Pangalengan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai informasi ilmiah mengenai standarisasi tatalaksana usaha peternakan sapi perah untuk peternak, pihak KPBS Pangalengan, dan Dinas Peternakan.

(5)

1.5. Kerangka Pemikiran

Tuntutan dan kepedulian konsumen terhadap mutu dan keamanan susu mendorong adanya sebuah standarisasi tatalaksana peternakan sapi perah guna menghasilkan susu yang layak dan aman dikonsumsi. Tahun 1983, Direktorat Jenderal Peternakan menerbitkan metode identifikasi faktor-faktor penentu teknis sapi perah (impact point). Organisasi pangan dunia (FAO dan IDF) juga menerbitkan standarisasi tatalaksana usaha peternakan sapi perah dalam Guide to Good Dairy Farming Practice, edisi pertama terbit tahun 2004 dan edisi kedua yang merupakan edisi revisi terbit tahun 2011. Perbandingan antara standarisasi yang ditetapkan oleh Ditjennak dan FAO/IDF dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Standarisasi Tatalaksana Usaha Peternakan Sapi Perah Antara Ditjennak dan FAO/IDF

Aspek Tatalaksana Ditjennak 1983 FAO/IDF 2004 FAO/IDF 2011

Pakan    Reproduksi  - - Higien pemerahan    Kesehatan Ternak    Kesejahteraan Ternak -   Lingkungan -   Manajeman Sosial-ekonomi - - 

Guide to Good Dairy Farming Practice tahun 2011 membahas aspek lebih banyak bila dibandingkan dengan standirisasi FAO/IDF 2004 dan impact point Ditjennak. Aspek yang dibahas antara lain kesehatan ternak, higien pemerahan, nutrisi (pakan dan air), kesejahteraan ternak, lingkungan dan sosial ekonomi. Aspek reproduksi tidak dibahas dalam GGDFP, sedangkan performa reproduksi

(6)

merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang produksi ternak. Pembahasan mengenai aspek reproduksi, berdasarkan pada impact point dari Ditjennak.

Evaluasi penampilan reproduksi sangat penting dilakukan pada sapi perah guna meningkatkan efisiensi reproduksi dan produksi susu. Inefisiensi reproduksi akan menyebabkan kerugian secara ekonomi akibat penurunan produksi susu dan peningkatan biaya produksi. Parameter yang sering digunakan untuk mengetahui efisiensi reproduksi adalah umur kawin pertama, umur beranak pertama, kawin pertama setelah beranak, service per conception (S/C), masa kosong (days open), masa bunting, dan selang beranak (calving interval). Penambahan satu hari masa kosong pada laktasi ke-1 sampai lakstasi ke-3 mengakibatkan menurunnya produksi susu sebesar 26,15 kg per hari untuk total produksi standar laktasi 305 hari (Atabany dkk., 2011).

Susu dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi harus berasal dari ternak yang sehat. Penyakit pada ternak dapat menyebabkan kematian, penurunan produktivitas, dan menimbulkan kerugian ekonomi. Fokus utama GDFP aspek kesehatan ternak adalah tindakan pencegahan. Bentuk pencegahan tersebut berupa implementasi sanitasi dan higien, serta penerapan elemen-elemen biosecurity, yaitu isolasi, kebersihan, desinfeksi, dan pengaturan lalu lintas. Biaya yang dikeluarkan untuk penerapan biosecurity lebih rendah bila dibandingkan dengan kerugian yang akan ditimbulkan apabila ternak terserang suatu penyakit.

(7)

Konsumen menuntut standar kualitas yang tinggi terhadap bahan pangan asal ternak termasuk susu. Higien pemerahan berperan vital dalam upaya meningkatkan kualitas susu dengan cara meminimalisir kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologi. Penerapan higien dalam proses pemerahan akan menghasilkan susu yang berkulitas tinggi dengan ciri kandungan Total Palte Count (TPC) yang rendah, berat jenis dan kadar lemak sesuai standar yang telah ditentukan. Kualitas susu yang tinggi akan meningkatkan harga jual susu dan pendapatan peternak.

Usaha peternakan sapi perah akan berjalan optimal bila didukung pemenuhan pakan yang kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas. Pemberian hijauan sekitar 10% dari bobot badan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok serta produksi susu sebanyak 3-4 liter/hari (Soetarno dan Adiarto 2002), sehingga harus diberi pakan tambahan berupa konsentrat. Konsentrat dengan kadar PK 17,64% dan TDN 78,88% meningkatkan produksi susu sebasar 43,05% dengan pendapatan meningkat Rp. 2.283/hari (39,71%) (Soeharsono dan Gunawan, 2013). Dari segi kontinyuitas penerapan GDFP tidak hanya fokus terhadap pemenuhan kebutuhan ternak, tetapi juga aplikasi penggunaan pupuk yang tepat untuk pertumbuhan hijauan pakan.

Di Inggris telah lama dikenal dengan lima kebebasan atau five freedoms untuk merefleksikan kesejahteraan hewan, dimana pertama kali dinyatakan oleh Farm Animal Welfare Council pada tahun 1992 (FAWC, 1992). Five freedoms adalah kebutuhan dasar seekor ternak yang harus dipenuhi karena hal ini terkait dengan pertumbuhan, reproduksi, produktivitas, dan kesehatan ternak.

(8)

Lima unsur kebebasan tersebut yaitu bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit, bebas dari rasa stres dan tertekan serta bebas mengekspresikan perilaku normal.

Tantangan dalam usaha peternakan sapi perah selain untuk menghasilkan susu secara kontinyu dengan kualitas tinggi juga dihadapkan pada dampak lingkungan. Masalah lingkungan yang dihadapi peternakan sapi perah meliputi perubahan iklim (climate change), polusi udara dan air, kelangkaan air, serta hilangnya keanekaragaman hayati. Penerapan GDFP aspek lingkungan dapat menjamin bahwa peternakan sapi perah tidak akan menimbulkan dampak yang nyata bagi lingkungan sekitar karena mengimplementasikan sistem peternakan berkelanjutan.

Usaha peternakan sapi perah harus memiliki tanggung jawab sosial baik internal ataupun eksternal. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu aset produktif dalam peternakan sapi perah. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan melalui metode pelatihan manajemen pelaksanaan peternakan sapi perah yang baik. Peternak harus mampu menerapkan manajemen keuangan dan keuntungan dari segi ekonomi harus meningkat secara berkesinambungan.

Produksi susu sangat responsif terhadap variabel harga susu dan harga konsentrat. Parameter biaya pakan dan harga susu merupakan faktor utama dalam usaha pemeliharaan sapi perah. Penggunaan biaya pakan sapi perah yang besar dapat berdampak pada berkurangnya pendapatan, namun dapat diterima penggunaannya bila pakan yang digunakan dapat meningkatan produksi dan

(9)

kualitas susu yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Perhitungan pendapatan atas biaya pakan disebut dengan analisis Income Over Feed Cost (IOFC).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubunganyang nyata antara penerapan GDFP dengan tingkat pendapatan peternak pada usaha peternakan sapi perah rakyat.

Ilustrasi 1. Hubungan Antara Variabel Penelitian

1.6. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari-Maret 2015 di wilayah kerja KPBS Pangalengan, Desa Margamukti TPK Los Cimaung I dan Los Cimaung.

Pendapatan Peternak, Income Over Feed Cost, IOFC. (Variabel y) Good Dairy Farming Practice :

(Variabel x) 1. Reproduksi

2. Kesehatan ternak (animal health) 3. Pemerahan yang higienis

(milking hygiene)

4. Nutrisi (Nutrition, feed and water)

5. Kesejahteraan ternak (animal walfare)

6. Lingkungan (environment) 7. Manajemen sosialekonomi

Gambar

Tabel  1.  Perbandingan  Standarisasi  Tatalaksana  Usaha  Peternakan  Sapi   Perah Antara Ditjennak dan FAO/IDF

Referensi

Dokumen terkait

Notaris Notaris merupakan pejabat umum yang harus di lindungi dan dijaga harkat serta martabatnya. Hal imi didasarkan pada kewenangan notaris Yang diatur pada

Hal tersebut dapat berdampak buruk yang dimana tidak memberikan kepastian hukum dari arbitrase tersebut, karena bisa saja setiap putusan asing di Indonesia

With the algorithm, the microcontroller can calculate the speed of the motorcycle and give a warning if the speed used exceeding the maximum speed limit..

Dalam suatu penelitian selalu terjadi prosedur pegumpulan data. Dan data tersebut terdapat bermacam-macam jenis metode.. yang digunakan dalam pegumpulan data,

[r]

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ngaruiya et al (2014) dengan judul Pengaruh Transaksi Uang Beredar terhadap Kinerja Keuangan Usaha Kecil dan Menengah di Kawasan Pusat

Kelemahan ini nampaknya juga menyentuh dunia pendidikan yang dipandang sebagai sektor strategis untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia.

Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa variabel Fulfilment tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap loyalty pada konsumen online shop.. Berdasarkan hasil