• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transaksi Valuta Asing Menurut Hukum Islam Qusthoniah, S.Ag, M.Ag. Transaksi Gharar dalam Muamalat Kontemporer Dr. H. Najamuddin, Lc.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Transaksi Valuta Asing Menurut Hukum Islam Qusthoniah, S.Ag, M.Ag. Transaksi Gharar dalam Muamalat Kontemporer Dr. H. Najamuddin, Lc."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN : 2338-0357 Volume III, NOMOR III, April 2014

Syari’ah

Jurnal Keislaman dan peradaban

Transaksi Valuta Asing Menurut Hukum Islam

Qusthoniah, S.Ag, M.Ag

Transaksi Gharar dalam Muamalat Kontemporer Dr. H. Najamuddin, Lc.,MA

Konsep Riba dalam Islam: Kritik Terhadap Interpretasi Riba Kaum Liberalis

Sofyan Sulaiman

Akad-akad Perbankan Syariah: Pertukaran dan Percampuran

Putri Apria Ningsih, SE.I., MA Konsep Distribusi dalam Islam Marabona Munthe, M.E. Sy

Penerbit: Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indragiri Tembilahan

Indragiri Hilir – Riau

Jln. Baharudin Jusuf No. 10 Tembilahan 29200 Telp : 0768-324918, Fax : 0768-22418. Hp. 0813 655 26 048

(2)

SYARI’AH

Jurnal Keislaman & Peradaban

Penerbit:

Program Studi Ekonomi Syari’ah Universitas Islam Indragiri Tembilahan

Pembina:

Rektor Universitas Islam Indragiri

Penaggung Jawab/Pengarah:

Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam

Tim Ahli: Dr. Najamuddin, Lc, MA Amaruddin, S. Ag, MA Nurmadiah, S. Pd. I, MA Pimpinan Redaksi: Qusthoniah, S.Ag.,MA Tim Redaksi:

Ahmad Fuad, SE.I Ahmad Sarbini, S.Ag, MA

Mitra Bestari

Dr. Sahrul Anuar bin Nordin (Universitas Tunn Husein Onn Malaysa) Dr. H. Najamuddin, Lc, MA (Universitas Islam Indragiri)

Dra. Sri Handayani (Universitas Islam Indragiri)

Distribusi & Sirkulasi:

Siti Aisyah, S. E. I Nurhayati. S. E Barry Gunawan

Editor/Lay-out

Ridhoul Wahidi, S.Th.I., MA

Alamat Redaksi:

Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI)

Universitas Islam Indragiri Tembilahan – Indragiri Hilir – Riau Jln. Baharudin Jusuf No. 10 Tembilahan 29200 Telp : 0768-324918, Fax : 0768-22418. Hp. 0813 655 26 048

Email : journal_syariahfiai@yahoo.com

Jurnal Syari’ah merupakan jurnal keislaman dan peradaban dengan kajian multidisipliner, terbit dua kali dalam satu tahun (April dan oktober), dikelola oleh program studi Mana-jemen Pendidikan Islam Fak. Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri Tembila-han. Redaksi menerima tulisan yang relevan selama mengikuti petunjuk penulisan yang ditetapkan.

SAJIAN

Volume III, No. III, April 2014 ISSN : 2338-0357 SAJIAN (iv)

EDITORIAL (v)

Transaksi Valuta Asing Menurut Hukum Islam

(Hal. 7)

Qusthoniah, S.Ag, M.Ag

Transaksi Gharar dalam Muamalat Kontemporer

(Hal. 24)

Dr. H. Najamuddin, Lc.,MA

Konsep Riba dalam Islam: Kritik Terhadap

Interpretasi Riba Kaum Liberalis (Hal. 37)

Sofyan Sulaiman

Akad-akad Perbankan Syariah: Pertukaran dan

Percampuran (Hal. 58)

Putri Apria Ningsih, SE.I., MA

Konsep Distribusi dalam Islam (Hal. 70)

(3)

EDITORIAL

Bismillahi Al-Rahman Al-Rahim

Puji dan syukur kepada Allah SWT, jurnal Keislaman dan Peradaban Syari’ah Volume III Nomor III Edisi III April 2014 hadir untuk menyapa kembali para pembaca, peminat keislaman dan per-adaban.

Jurnal dihadapan anda adalah edisi III dari Jurnal Syari’ah yang diharapkan mampu memenuhi salah satu standar dalam pene-litian akreditasi Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam In-dragiri Tembilahan. Lebih jauh jurnal ini diproyeksikan mampu menjawab segala tantangan dari permasalahan yang ada di masyara-kat dan dunia Islam, tentu dengan terbitnya Jurnal Syari’ah ini se-cara kontinyu dapat memberikan konstribusi bagi penyebaran dan pengembangan karya ilmiah intelektual di bidang keislaman dan peradaban.

Jurnal Syari’ah Volume III Nomor III April 2014 edisi III ditulis oleh dosen yang memang menguasai dalam bidangnya. Dian-taranya adalah :

1. Transaksi Valuta Asing Menurut Hukum Islam oleh Qusthoniah, S.Ag, M.Ag

2. Transaksi Gharar dalam Muamalat Kontemporer oleh Dr. H. Najamuddin, Lc.,MA

3. Konsep Riba dalam Islam: Kritik Terhadap Interpretasi Riba Kaum Liberalis oleh Sofyan Sulaiman

4. Akad-akad Perbankan Syariah: Pertukaran dan Percampuran oleh Putri Apria Ningsih, SE.I., MA

5. Konsep Distribusi dalam Islam oleh Marabona Munthe, M.E. Sy Dewan redaksi sepenuhnya menyadari, bahwa terdapat ber-bagai kelemahan dan kekurangan pada penerbitan edisi ini. Maka kasukan dan kritikan dari semua pihak akan kami terima dengan terbuka dan rasa terima kasih.

Tim Redaksi

PEDOMAN PENULISAN

1. Naskah ditulis dalam bentuk essay, berisi gagasan atau analisis kon-septual yang orisinil, hasil penelitian, atau book review, dalam bidang ilmu-ilmu keislaman, yang mencakup: Ilmu Ekonomi Syariah, serta pemikiran ke-Islaman.

2. Panjang naskah adalah antara 10-20 halaman kertas kwarto/A.4, dik-etik dengan 1,5 spasi atau yang setara, dengan margin: kiri dan atas 4 cm, margin kanan dan bawah 3 cm.

3. Naskah diketik dengan menggunakan huruf/font Times New Roman untuk Latin, ukuran 12, dan Tradisional Arabic ukuran l8 untuk tulisan berbahasa Arab, atau ukuran 16 untuk teks Arab kutipan, seperti ku-tipan pendapat, dan kuku-tipan ayat dan hadis, sedangkan dalam catatan kaki huruf Latin dengan font 10 dan Bahasa Arab dengan font 15. 4. Komponen naskah yang harus ditulis secara jelas secara berurutan

adalah a) Judul tulisan, b) Nama penulis, tanpa gelar, dan di sebelah kanan atas nama penulis diberi footnote dengan tanda (*), di dalamnya dijelaskan tentang pendidikan terakhir penulis, tempat tugas, dan bi-dang studi yang digeluti penulis, serta informasi yang relevan lainnya, c) Abstrak berbahasa asing (Arab-Inggris) atau berbahasa Indonesia (maksimal 100 kata), d) Kata kunci atau key words dari tulisan, e) pendahuluan atau prolog, f) isi (deskripsi dan analisis), dapat dibagi kepada beberapa sub bahasan, g) Kesimpulan, dan h) Daftar rujukan. Jika tulisan yang dikirim adalah hasil penelitian (riset), maka harus ditambah dengan memuat; latar belakang, tinjauan pustaka, tujuan, metode penelitian, dan hasil penelitian.

5. Kutipan harus dijelaskan sumbernya dalam bentuk foot note, yang memuat; nama pengarang (sesuai dengan nama di daftar rujukan), (misalnya; Muhammad Husain al-Zahabi. Al-Tafsir wa

Al-Mufassi-run. Jilid IV. (T. Tp: T.th), hlm. 301.)

6. Tulisan harus dilengkapi dengan Daftar Rujukan, yaitu sumber tertulis yang benar-benar digunakan dalam penulisan naskah. Cara penulisan daftar rujukan adalah; nama penulis secara lengkap, bagian akhir dari nama penulis ditulis paling awal, dan antara nama akhir dengan nama selanjutnya diberi batas dengan koma (,); lalu judul buku ditulis italic/ miring, kota tempat terbit, nama penerbit, tahun terbit, cetakan ke. Baris kedua dari buku sumber harus dimasukkan ke kanan, sejauh 7 spasi. Misalnya:

(4)

Zarkasyi, Badru al-Din Muhammad, Burhan fi’Ulum

Al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), Jilid. I

Hitti, Philip K, History of The Arab, Terj. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010.

7. Tulisan yang akan mendapat prioritas untuk dimuat adalah yang lulus seleksi oleh tim redaksi menyangkut; a) kebagusan bahasa dan keti-kan, b) kesesuaian bidang ilmu dan topik, orisinalitas, kedalaman teo-ri, ketepatan metodologi, ketajaman analisis, inovasi, dan nilai aktual dan/atau kegunaannya, dan c) selama masih tersedia ruang/halaman. Jika ada tulisan yang lulus seleksi dari sisi poin a-b, maka tulisan itu akan dimasukkan untuk edisi berikutnya.

8. Naskah harus disampaikan kepada tim redaksi dalam bentuk print-out dan dilengkapi dengan memberikan hardcopy dalam bentuk CD, atau

softcopy melalui flashdisk atau lainnya, atau dengan mengirim ke

e-mail; journal_syariahfiai@yahoo.com

TRANSAKSI VALUTA ASING

MENURUT HUKUM ISLAM

Qusthoniah, S.Ag, M.Ag

Kaprodi ekonomi Syari’ah Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri Tembilahan

Abstrak

Tulisan ini secara khusus membahas tentang transaksi valuta asing dalam pandangan Islam. Ditemui bahwa tidak semua jenis transaksi valuta asing dapat dibenarkan secara hukum Islam. Valuta asing jen-isnya ada tiga (spot, forward dan swap). Nah, valuta asing yang hanya bisa diterima dalam praktek muamalah Islam adalah transaksi valuta asing jenis spot. Transaksi forward dan swap hanya dibenarkan dalam kondisi darurat mengingat hukum asalnya adalah haram dan in-dikasi darurat ini tidak akan terjadi. Persoalan ini disebabkan oleh pentingnya transaksi valuta asing dalam kaitannya dengan hubungan Internasional sudah bisa dipenuhi oleh transaksi spot. Justru itu, ti-dak ada alasan yang kuat untuk membenarkan transaksi forward dan

swap ini.

Key words: Transaksi, Valuta Asing

A. Pendahuluan

Pola budaya dalam suatu komunitas tertentu, ternyata, memi-liki hubungan yang signifikan dengan intensitas tuntutan terhadap pembaharuan hukum Islam. Pembaharuan yang dimaksud mengacu kepada “sinkronisasi” hukum dengan budaya yang senantiasa mun-cul ke permukaan realitas secara temporal. Dalam hal ini, tersirat tuntutan perlunya pengejawantahan elastisitas (tidak kaku menerima perkembangan dalam batas yang toleran) hukum Islam dalam rang-ka penyelesaian hukum dari peristiwa-peristiwa yang baru itu.

Kompleksitas dinamika kehidupan, baik pada tataran ekono-mis maupun politis, senantiasa bermuara kepada perubahan sosial. Perubahan sosial yang dimaksud merujuk kepada konsep yang dike-mukakan oleh Soekanto, sebagaimana dikutip oleh Nasrun Haroen, yaitu “segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, ter-masuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola prilaku diantara

(5)

8 Jurnal SyariahVol. 3, No. 3, April 2014 Transaksi Valuta Asing ...Qusthoniah, S.Ag, M.Ag 9

kelompok-kelompok di dalam masyarakat”. 1

Relevan dengan konsep perubahan sosial ini, maka keseluru-han dinamika kehidupan suatu masyarakat atau suatu negara akan berimplikasi kepada perubahan-perubahan unsur yang disebutkan itu. Maksudnya, suatu lembaga dalam suatu masyarakat atau dalam suatu negara akan mengalami perubahan jika dinamika kehidupan-nya berubah, termasuk di dalamkehidupan-nya perubahan sikap dan perilaku dari manusia yang bersangkutan.

Kata perubahan tidak selalu mengacu kepada yang bernilai negatif. Berdasarkan realitas sehari-hari dapat dipahami bahwa pe-rubahan dalam bidang apapun senantiasa menghadirkan dua dam-pak, yaitu dampak positif dan negatif. Di satu sisi, perubahan terten-tu akan bernilai positif, tetapi di sisi lain justru sebaliknya. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Muhadjir, yaitu perubah-an dapat membawa nilai-nilai positif terhadap suatu masyarakat dperubah-an dapat juga membawa kepada nilai-nilai negatif.2 Nilai-nilai positif

dan negatif tersebut hadir ke permukaan realitas secara simultan. Jika pernyataan ini dapat dibenarkan, maka standar realistis untuk menilai maslahat atau tidaknya suatu perubahan hanya sam-pai pada tataran melihat prosentase mana yang lebih dominan. Jika dalam suatu perubahan didominasi oleh nilai-nilai positif, maka perubahan itu dapat dikategorikan kepada perubahan yang men-gandung kemaslahatan, demikian juga sebaliknya. Justru itu, salah satu kriteria dasar muamalah, seperti “mengandung kemaslahatan”,3

menurut penulis, mengacu kepada makna tersebut.

Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup terisolasi dari manusia lainnya senantiasa mengalami perubahan di berbagai bidang kehidupan. Sejarah tertentu dari pola kehidupannya. Akan

1 Nasrun Haroen, Asuransi menurut Hukum Islam, (Padang: IB Press, 1999), h. 32 2 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yokyakarta: Rake Sarasin,

2000), h. 46

3 Dalam bidang muamalah, syari’at Islam hanya memberikan prinsip dan cri-teria dasar yang harus dipenuhi, seperti: mengandung kemaslahatan, menjun-jung tinggi prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, saling tolong menolong, tidak mempersulit, dan dilakukan atas dasar suka sama suka. Lihat Nasrun Haroen,

op-cit, h. 19, Nasrun Haroen, Perdagangan Saham di Bursa Efek menurut Hukum Islam, (Padang: IAIN IB Press, 1999), h. 16

tetapi, pola kehidupan tersebut selalu menuju ke arah perubahan tertentu dengan segala konsekuensinya. Hal ini bearti bahwa peruba-han sosial dalam pengertian yang diungkapkan di atas akan selalu terjadi di tengah-tengah kehidupan manusia, termasuk kehidupan umat Islam. Makna lain yang harus dipahami adalah bahwa tidak ada satu ketetapan pun (baik ketetapan hukum maupun ketetapan lainnya) yang bersifat konstan (tetap, tidak berubah selama-lamanya), tetapi akan selalu berubah seiring dengan perubahan sosial yang ber-sangkutan.

Sebagai contoh bahwa perubahan tersebut telah terjadi dan akan tetap terjadi adalah bentuk muamalah yang disebut ba’i al-wafa’.4 Bentuk muamalah ba’i al-wafa’ ini pernah dilakukan pada

pertengahan abad ke-5 H di Bukhara dan Balkh berdasarkan hasil kreasi dari ulama Hanafiyah. Akan tetapi, bentuk muamalah ini be-rangsur-angsur hilang untuk masa berikutnya.

Contoh lainnya adalah pemberlakuan standar moneter inter-nasional (suatu barang atau mata uang yang diterima oleh mayoritas negara di dunia sebagai “mata uang dunia”). Sebelum perang dunia I, mata uang dunia yang dipakai adalah emas. Akan tetapi, setelah perang dunia II sampai dengan tahun 60-an, mata uang dunia yang dipakai adalah dolar Amerika. Setelah perang Vietnam tahun 1965, dolar tidak dipercaya lagi karena Amerika mengalami defisit sebagai akibat pembiayaan yang membengkak untuk perang Vietnam terbut sehingga tingkat kepercayaan dunia terhadap dolar menurun se-cara drastis.5 Keadaan yang berbeda akan selalu muncul pada masa

berikutnya sesuai dengan perubahan yang terjadi.

Contoh-contoh yang dikemukakan di atas merupakan bukti bahwa bentuk dan jenis muamalah akan selalu mengalami peruba-han di sepanjang kehidupan manusia. Atas dasar ini jugalah, seb-agaimana diungkap Haroen, persoalan muamalah yang tidak diatur

4 Ba’i al-wafa’ merupakan salah satu bentuk jual beli bersyarat dengan tenggang waktu sehingga apabila tenggang waktu telah habis, fihak pembeli wajib men-jual barang yang dibelinya itu kepada pihak penmen-jual sesuai dengan harga ketika akad pertama. Lihat Nasrun Haroen, Asuransi Menurut Hukum Islam, op.cit, h. 36

(6)

10 Jurnal SyariahVol. 3, No. 3, April 2014 Transaksi Valuta Asing ...Qusthoniah, S.Ag, M.Ag 11

secara jelas oleh nash menjadi sangat luas cakupannya.6

Kedudukan mata uang, nampaknya, juga mengalami peruba-han. Jika dahulu kedudukan mata uang hanya sebagai alat tukar, maka sekarang kedudukannya meluas menjadi komoditas perdagan-gan. Dengan kata lain, kedudukan uang sebagai alat tukar dalam suatu transaksi jual beli berubah menjadi objek transaksi. Transaksi seperti ini, sekarang terkenal dengan transaksi valuta asing (foreign exchange transaction). Dalam transaksi ini, mata uang dari negara yang berbeda akan diperjualbelikan dengan nilai tukar yang tidak sama secara kuantitas (Rp 1 =/= U$ 1).

Fenomena baru ini sangat banyak menimbulkan persoalan hukum yang membutuhkan jawaban. Pertanyaan-pertanyaan itu, misalnya bagaimana pandangan hukum Islam terhadap perubahan kedudukan uang dari kedudukannya sebagai alat tukar dalam tran-saksi menjadi objek trantran-saksi itu sendiri? Pertanyaan lainnya adalah bolehkah suatu barang dengan jenis yang sama ditukarkan dengan harga yang berbeda? Atau, apakah perbedaan jenis mata uang terse-but dapat diklasifikasikan sebagai barang yang berbeda? Akhirnya, pertanyaan yang bisa meng-cover totalitas keraguan itu ialah bagaima-na pandangan Hukum Islam terhadap mekanisme transaksi valuta asing itu? Pertanyaan terakhir inilah yang menjadi titik fokus kajian penulis.

B. Pembahasan

a. Pengertian Transaksi Valuta Asing

Transaksi valuta asing merupakan frasa yang apabila dipecah akan memiliki makna sendiri-sendiri secara kebahasaan. Transaksi dapat diartikan persetujuan jual-beli (dalam perdagangan) antara dua pihak.7 Valuta bearti alat pembayaran yang dijamin oleh

cadan-gan emas atau perak yang ada di bank pemerintah atau nilai uang.8

Kata asing mengacu kepada makna berasal dari luar (negeri, daerah

6 Nasrun Haroen, op.cit, h. 32

7 Depdikbud, Kamus Besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 1070

8 Ibid, h. 1116

dan lingkungan).9

Makna kebahasaan masing-masing kata tersebut belum dapat menghasilkan pemahaman yang tepat untuk konteks pembahasan ini. Justru itu, kata-kata tersebut harus dipahami dalam kapasitasnya sebagai frasa. Frasa valuta asing digunakan untuk menyebut alat pem-bayaran luar negeri. Penggunaan terakhir ini sering juga disebut den-gan devisa, yaitu alat pembayaran luar negeri yang dapat ditukarkan dengan uang luar negeri.10 Dari uraian tersebut dapat

diformulasi-kan secara etimologis bahwa transaksi valuta asing bearti persetujuan jual-beli antara dua pihak terhadap dua atau lebih mata uang yang digunakan oleh dua negara atau lebih.

Secara terminologis, tidak ditemukan pengertian transaksi valuta asing. Akan tetapi, pengertian tersebut dapat dipahami me-lalui pengertian istilah pasar valuta asing atau foreign exchange market atau bursa valas. Memang istilah-istilah tersebut lebih mengacu ke-pada tempat,namun tidak mengkebiri pengertian transaksi yang ada didalamnya. Maksudnya, pengertian pasar sebagai tempat tidak ter-pisah dari pengertian transaksi jual beli.

Menurut Dahlan Siamat, pasar valuta asing atau foreign exchange market adalah suatu mekanisme dimana orang dapat mentransfer daya beli antar negara, memperoleh atau menyediakan kredit untuk transaksi perdagangan internasional, serta meminimalisir kemung-kinan resiko kerugian akibat fluktuasi kurs suatu mata uang.11

Sal-vatore mendefenisikan bahwa pasar valuta asing adalah suatu pasar atau tempat pertemuan individu, perusahaan, dan kalangan per-bankan yang mengadakan jual-beli mata uang dari berbagai negara.12

Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa pasar valuta asing atau bursa valas atau foreign exchange mar-ket merupakan tempat berlansungnya suatu kegiatan yang khusus melakukan transaksi mata uang berbagai negara untuk kepentingan hubungan antar negara atau internasional. Dikatakan untuk

ke-9 Ibid, h. 61 10 Ibid, h. 229

11 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: FEUI, 1999), h. 178 12 Dominock Salvatore, International Economics, (New Jersey: Prentice-Hall, 1996),

(7)

12 Jurnal SyariahVol. 3, No. 3, April 2014 Transaksi Valuta Asing ...Qusthoniah, S.Ag, M.Ag 13

pentingan hubungan antarnegara atau internasional adalah karena transaksi valuta asing akan menjadi suatu kemestian jika antarnegara melakukan interaksi, baik dalam bentuk perdagangan, pariwisata, dan lain-lain.

b. Urgensi Transaksi Valuta Asing

Jika ditinjau dari sisi ekonomi, suatu negara yang tidak mau membuka diri untuk bekerjasama dengan negara lain, tidak akan bisa lebih maju atau mengalami perkembangan. Bahkan, negara maju pun tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri tanpa melibatkan diri dengan negara lain. Amerika Serikat, misalnya tidak akan mampu menjalankan roda perekonomian tanpa ditunjang oleh BBM yang notabene diimpor dari negara lain.

Sesuai dengan ungkapan diatas, maka hubungan suatu negara dengan negara lain merupakan suatu kemestian. Bentuk hubungan tersebut beraneka ragam, misalnya perdagangan internasional dan pengiriman tenaga kerja luar negeri.

Arus perdagangan internasional tidak hanya dibutuhkan oleh negara kurang berkembang atau negara berkembang. Atau seba-liknya, perdagangan internasional tersebut tidak hanya dibutuhkan oleh negara-negara maju yang memerlukan bahan mentah dari neg-ara kurang berkembang dan negneg-ara berkembang. Akan tetapi, setiap negara membutuhkan perdagangan internasional itu tanpa melihat status negaranya. Pernyataan ini sesuai dengan penjelasan Heilbro-ner yang diterjemahkan oleh Anas Sidik bahwa arus perdagangan itu terjadi juga antara dua atau lebih negara kaya, seperti Amerika, Eropa, Australia dan Jepang, disamping antara negara maju dengan negara kurang berkembang dan negara berkembang.13

Bentuk perdagangan internasional yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara. Kadang-kadang suatu negara memiliki sumber daya alam yang kaya, tetapi sumber daya itu justru dibutuhkan oleh negara lain. Perdagangan internasional ter-jadi untuk memenuhi kekurangan negara masing-masing atau lebih meningkatkan produksi ke arah yang lebih maju. Justru itu, bentuk

13 Anas Sidik, Terbentuknya Masyarakat Ekonomi, (Terjemahan dari The Making Economic Society, karangan Robert L. Heilbroner), (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 18.

perdagangan internasional, khususnya antara dua negara, lebih di-motivasi oleh perbedaan endowment dan taste, atau meningkatkan keuntungan dalam hal endowment dan taste yang sama.14

Indonesia, sebagai salah satu negara di dunia, juga tidak ket-inggalan dalam kegiatan perdagangan internasional. Bahkan, Kodya Pekanbaru saja tidak alfa dari kegiatan perdagangan internasional tersebut, demikian juga halnya dengan kabupaten dan kota madya lainnya yang ada di Indonesia.

Pada tahun 1996, misalnya, Kodya Pekanbaru melakukan ekspor dengan tujuan utama Amerika Serikat. Nilai total dari perda-gangan tersebut mencapai US $ 360,5 juta dan 54 % dari komodi-tas yang diekspor adalah bahan mentah.15 Pada tahun 1999, Kodya

Pekanbaru mengekspor komoditas perdagangan sebanyak 3.429.585 ton dengan total nilai ekspor US $ 225 juta.16

Jika dilihat dalam tataran nasional, nilai ekspor komoditas nonmigas, seperti komoditas pertanian, industri, tambang dan lain-nya pernah mendekati angka US $ 4.500.000.000 (empat setengah miliar dolar Amerika) pada bulan September 2000. Sebaliknya, pen-anaman modal asing yang disetujui pemerintah pernah mencapai US $ 5.749.500.000 pada priode Januari-Agustus 2001 yang tersebar pada sembilan propinsi.17

Di samping perdagangan, hubungan internasional juga terjadi lewat pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Pengiriman tenaga ker-ja ke luar negeri tidak mesti dari negara maju ke negara berkembang sebagaimana halnya yang dikirim itu tidak harus tenaga profesional, seperti pengiriman tenaga kerja untuk pembantu rumah tangga atau jenis pekerjaan lainnya. Menurut Waluya, uriskilled labour (tenaga

14 Endowment diartikan pola produksi dan taste diartikan pola konsumsi. Untuk lebih mendalaminya, baca Harry Waluya, Ekonomi Internasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 62-74

15 Badan Pusat Statistik Kodya Pekanbaru, Pekanbaru Dalam Angka, (Pekanbaru: BPS Kodya Pekanbaru, 1996), h. 215

16 Badan Pusat Statistik Kodya Pekanbaru, Pekanbaru Dalam Angka, (Pekanbaru: BPS Kodya Pekanbaru, 1999), h. 276

17 Sub Direktorat Laporan Statistik (ed), Buletin Statistik Bulanan: Indikator

(8)

14 Jurnal SyariahVol. 3, No. 3, April 2014 Transaksi Valuta Asing ...Qusthoniah, S.Ag, M.Ag 15

nonprofesional) dapat juga memperoleh pekerjaan di luar negeri.18

Hubungan internasional semakin tidak bisa dibendung seiring dengan kemajuan yang dicapai dalam bidang informasi dan trans-formasi. Lewat informasi, kenyataan-kenyataan luar negeri yang ditampilkan lewat “dunia maya” (televisi dan internet) semakin memupuk keinginan masyarakat dari negara yang berbeda untuk menyaksikannya secara lansung. Keinginan tersebut dapat diwujud-kan dengan mudah lewat pemamfaatan transportasi udara. Melalui transportasi udara, masyarakat bisa dengan mudah pergi ke luar negeri hanya dalam waktu yang relatif singkat; bahkan lebih cepat daripada perjalanan dalam negeri. Senada dengan ini, Naisbiit se-bagaimana diterjemahkan oleh Budijanto mengungkapkan bahwa dari New York, seseorang dapat terbang ke Perancis semudah ter-bang ke Kalifornia.19

Fakta-fakta yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa hubungan antar negara atau hubungan internasional, baik perda-gangan maupun pengiriman tenaga kerja luar, sudah dan sedang terjadi, dan diasumsikan akan terus terjadi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa hampir tidak ada suatu negara yang tidak membu-tukan negara lain.

Hubungan internasional tersebut membutuhkan alat tukar yang dewasa ini alat tukar tersebut berwujud uang. Uang, pada hakikatnya, hanya berlaku pada batas yuridis teritorial suatu negara. Uang rupiah hanya berlaku di daerah yuridis Indonesia; uang ringgit Malaysia hanya berlaku di daerah yuridis Malaysia; dolar Amerika hanya berlaku di daerah yuridis Amerika, demikian seterusnya den-gan mata uang negara lainnya. Denden-gan demikian, jika orang Indo-nesia ingin melakukan transaksi di Amerika, otomatis, dia membu-tuhkan dolar Amerika (karena rupiah pada hakikatnya tidak berlaku di sana). Begitu juga sebaliknya, jika orang Amerika, Malaysia, Sin-gapore, dan bangsa lainnya pergi ke Indonesia, maka mereka juga membutuhkan mata uang rupiah.

Bagaimana mekanisme pemenuhan kebutuhan terhadap suatu

18 Ibid, h. 3

19 Budijanto, Sepuluh Langkah Baru untuk Tahun 1990-an Megatrends 2000, (Ter-jemahan dari Ten New Directions for the 1990’s Megatrends 2000, karangan Jhon Naisbitt dan Patricia Aburdene), (Jakarta: Binarupa Aksara, 1990), h. 109

mata uang negara lain tersebut? Realitas yang terlihat selama ini adalah dengan cara melakukan penukaran mata uang dengan kurs yang telah ditetapkan atau yang disepakati. Penukaran mata uang antar negara ini disebut dengan transaksi valuta asing. Dalam kon-teks inilah terlihatnya urgensi valuta asing, yaitu dalam rangka meng-hilangkan kendala hubungan internasional mengenai alat tukar. c. Bentuk-Bentuk Transaksi Valuta Asing

Dilihat dari jenis transaksinya, maka transaksi valuta asing dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu transaksi spot (spot transaction), transaksi berjangka (forward transaction), dan trans-aksi barter (swap transaction). Berikut ini akan diuraikan satu persatu secara sederhana.

1) Transaksi Spot (Spot Transaction)

Transaksi spot, jika dipahami secara leksikal, memiliki ban-yak makna. Akan tetapi, makna yang relevan dengan konteks ini ada dua, yaitu tunai dan dengan segera. Jika merefren kepada makna leksikal itu, maka transaksi spot dapat diartikan sebagai transaksi yang penyerahannya dilakukan pada hari yang bersang-kutan atau pada beberapa hari berikutnya.

Pengertian transaction spot di atas sesuai dengan fenome-na transaksi dewasa ini. Sehubungan dengan itu, transaksi spot dapat dilakukan dengan tiga cara yang dikenal dengan istilah value today, value tomorrow, dan value spot.20

Value today adalah transaksi sejumlah mata uang negara yang berbeda yang penyerahan uangnya dilakukan pada tanggal atau hari yang sama dengan tanggal atau hari transaksi berlan-sung. Misalnya, transaksi dilakukan pada hari Senin, tanggal 15 April 2002, penyerahan uangnya juga dilakukan pada hari dan tanggal tersebut. Cara seperti ini sering juga disebut some day settlement dan cash settlement.

Value Tomorrow merupakan transaksi sejumlah mata uang negara yang berbeda yang penyerahan uangnya dilakukan pada hari kerja berikutnya, tepatnya satu hari setelah transaksi dilaku-kan. Misalnya, transaksi dilakukan pada hari Senin, tanggal 15 April 2002, penyerahan uangnya dilakukan pada hari Selasa,

(9)

16 Jurnal SyariahVol. 3, No. 3, April 2014 Transaksi Valuta Asing ...Qusthoniah, S.Ag, M.Ag 17

tanggal 16 April 2002.

Berbeda dengan pengertian value today dan value tomorrow di atas, value spot adalah transaksi sejumlah mata uang negara yang berbeda yang penyerahan uangnya dilakukan pada dua hari kerja berikutnya. Misalnya, transaksi dilakukan pada hari Senin, tanggal 15 April 2014, penyerahan uangnya dilakukan pada hari Rabu, tanggal 17 April 2014.

2) Transaksi Berjangka (Forward Transaction)

Transaksi berjangka adalah transaksi mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain yang penyerahannya di-lakukan pada waktu yang akan datang.21 Makna waktu yang akan

datang tersebut tidak sama dengan waktu yang dimaksud pada value spot dan value tomorrow di atas. Pada transaksi berjangka, waktunya, lebih lama dari itu. Biasanya, serah terima dalam tran-saksi berjangka dilakukan antara satu sampai dengan enam bu-lan berikutnya.22

Untuk lebih memahaminya, berikut ini akan dikemukakan contoh yang sederhana. Misalnya, ada dua pihak yang melaku-kan transaksi sejumlah mata uang. Keduanya telah menetapmelaku-kan nilai kurs pada saat dilakukan kontrak (kurs forward tidak sama dengan kurs spot saat kontrak). Akan tetapi, penyerahannya dilakukan enam bulan berikutnya tanpa memperhatikan ke-mungkinan fluktuasi salah satu mata uang yang ditransaksikan tersebut. Dengan cara ini, resiko kerugian karena fluktuasi mata uang dapat diperkecil. Manfaat seperti ini sangat dirasakan oleh suatu perusahaan yang sedang melakukan ekspor atau impor dengan pembayaran di masa yang akan datang.

Akan tetapi, dalam transaksi ini, kemungkinan untuk melakukan spekulasi besar juga, apalagi salah satu pihak yang bersangkutan punya kemampuan untuk mempengaruhi nilai suatu mata uang. Misalnya, transaksi mata uang rupiah dengan dolar Amerika. Pada waktu kontrak disepakati bahwa kursnya US $ 1 banding Rp 12.000 (berbeda dengan kurs spot saat

kon-21 Ahmad Jamali, Dasar-Dasar Keuangan Internasional, (Yokyakarta: BPEF, 1998), h. 46

22 Suad Husnan, Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka

Pendek), Edisi ke-3, (Yokyakarta: BPFE, 1996), h. 190

trak). Ternyata, enam bulan berikutnya terjadi fluktuasi kurs ru-piah terhadap dolar Amerika hingga mencapai US $ 1 banding Rp 12.500. Dalam peristiwa seperti ini, pihak pemegang rupiah akan mendapat keuntungan sebanyak selisih antara kurs sewak-tu dilakukan kontrak dengan kurs spot enam bulan mendatang (sewaktu penyerahan). Atau, bisa saja terjadi sebaliknya, yaitu nilai mata uang rupiah yang menguat. Tentu saja, pihak yang memegang dolar akan mendapat keuntungan sebanyak selisih kurs yang bersangkutan.

3) Transaksi Barter (Swap Transaction)

Transaksi barter (Swap Transaction) adalah transaksi sejum-lah mata uang negara yang berbeda dengan cara kedua pihak melakukan kombinasi terhadap dua mata uang yang bersangku-tan secara tunai yang diikuti dengan membeli dan menjual kem-bali mata uang yang sama secara tunai dan tunggak-tunai dan tunggak tersebut dilakukan secara simultan- dengan batas waktu yang berbeda-beda.23 Transaksi seperti ini banyak dilakukan

oleh bank jika bank tersebut mengalami kelebihan jenis suatu mata uang. Misalnya, bank X mengalami kelebihan jenis mata uang yang disimpan oleh nasabah dalam bentuk deposito valuta asing US $, sedangkan kredit yang diberikan mayoritas mata uang rupiah. Untuk melakukan keseimbangan, bisa dilakukan transaksi barter.24 Atau, transaksi seperti ini bisa dilakukan oleh

perorangan kepada bank.

Transaksi seperti ini, di satu sisi sama dengan system ga-dai, tetapi disisi lain berbeda. Perbedaan yang dimaksud terletak pada keharusan salah satu pihak untuk membayar premi pada waktu transaksi mendatang.

C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Mekanisme Transaksi Valuta Asing

Sepintas, transaksi valuta asing sama dengan transaksi jual-beli seperti biasanya dalam Islam. Maksudnya, jika jual-jual-beli harus memenuhi unsur-unsur penting (rukun), seperti: orang yang

ber-23 Ibid., h. 47

24 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 215-216

(10)

18 Jurnal SyariahVol. 3, No. 3, April 2014 Transaksi Valuta Asing ...Qusthoniah, S.Ag, M.Ag 19

akad, sighat (ijab dan kabul), barang yang diperjualbelikan, dan alat tukar (yang digunakan dewasa ini adalah uang),25 maka transaksi

valuta asing juga memenuhi unsur tersebut. Akan tetapi, jika dicer-mati lebih jauh, maka akan terlihat perbedaan pada barang yang di-perjualbelikan. Dalam transaksi valuta asing, yang diperjualbelikan adalah uang itu sendiri sehingga uang menempati dua posisi, yaitu sebagai alat tukar, sekaligus sebagai komoditas yang diperjualbelikan. Dalam bahasa lain, transaksi valuta asing identik dengan jual-beli mata uang.

Dalam literatur fikih, ternyata jenis jual-beli seperti ini dikenal dengan sharf. Sharf dimaksudkan sebagai jual-beli mata uang, baik sejenis maupun tidak. Lebih lanjut disebutkan bahwa sharf adalah jual-beli emas dengan emas, perak dengan perak, atau emas dengan perak dalam kapasitasnya sebagai mata uang.26

Agar jual-beli menjadi sah, sharf ini harus memenuhi empat syarat, yaitu: (1) saling serah-terima sebelum keduanya berpisah; (2) memiliki kualitas yang sama; (3) tidak boleh ada khiyar syarat; (4) tidak boleh ada batasan waktu tertentu (al-ajl).

Empat syarat di atas bisa diringkas menjadi dua saja, yaitu: (1) serah-terima sebelum keduanya berpisah dan (2) memiliki kualitas yang sama. Sementara, ketidakbolehan khiyar syarat dan ketidak-bolehan al-ajl merupakan konsekuensi dari syarat pertama. Syarat-syarat tersebut didasarkan kepada hadis Rasulullah Saw berikut ini: Ubadah bin al-Shamat berkata bahwa Rasulullah SAW bersab-da: (jual-beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan ga-ram haruslah sama dan tunai. Apabila yang diperjualbelikan itu berbeda, maka juallah sesuai dengan keinginanmu dengan syarat tunai.

Kata-kata yang digarisbawahi di atas merupakan dalil yang di-maksudkan. Di samping hadis di atas, hadis yang senada juga

diri-25 Abdul Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h. 828

26 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Damsik, Dar al-Fikr, 1989), h. 636; Imam Kamaluddin Muhammad bin Abdul Wahid Al-Siwasi Ibn al-Hu-mam, Syarh Fath al-Qadir ‘ala al-Hidayah, Jilid ke-5, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), h. 364

wayatkan oleh Imam Malik dalam muwaththa’nya. Terjemahan hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Dari Yahya yang diterimanya dari Malik, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ Ibn Yasar, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda “Tamar dengan tamar itu harus sama”. Lalu sese-orang sahabat menceritakan kepada Nabi: “Sesungguhnya, ada seorang sahabat menukarkan satu sha’ kurma dengan dua sha’ kurma kepada orang Khaibar”, maka Rasulullah SAW bers-abda: “Panggil dia ke sini”! maka sahabat tersebut memang-gilnya, Nabi mengajukan pertanyaan: “Betulkah engkau menu-karkan satu sha’ kurma dengan dua sha’ kurma”, yang ditanya menja wab: “Wahai Rasulullah, mereka tidak mau menjual janib kepadaku dengan bayaran jam’u satu sha’ sama satu sha’. Rasulullah SAW bersabda: Juallah jam’u itu dengan dirham, kemudian belilah janib itu dengan dirham. (H.R. Malik) Berdasarkan keterangan di atas dapat dipahami bahwa transak-si valuta atransak-sing dapat dibenarkan secara hukum jika syarat-syarat yang dikemukakan tersebut terpenuhi. Maksudnya, kedudukan hukum transaksi valuta asing dalam pandangan hukum Islam diperboleh-kan sepanjang tidak keluar dari syarat-syarat yang telah ditetapdiperboleh-kan.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, transaksi valuta as-ing itu memiliki tiga jenis -spot, forward dan swap- dan ketiga jenis tersebut memiliki spesifikasi yang signifikan jika ditinjau dari sisi hu-kum. Oleh karena itu, berikut ini akan dikemukakan secara singkat aplikatif ketiga jenis tersebut guna menemukan spesifikasi masing-masingnya sehingga dapat dideteksi kedudukan hukumnya secara lebih tegas.

Pertama, secara aplikatif, transaksi spot dapat digambarkan sep-erti berikut. Seseorang yang membutuhkan sejumlah dolar untuk membayar barang impor dari Amerika. Untuk memenuhi kebutu-han tersebut, maka seseorang tersebut harus membeli dolar di pasar valuta asing sejumlah yang diperlukan itu dengan kurs spot saat itu (si pembeli di satu pihak, pasar valuta asing di pihak lain). Dalam transaksi spot ini, serah terima mata uang yang diperjualbelikan terse-but berlansung pada saat transaksi, atau setidaknya satu atau dua hari berikutnya. Perbedaan hari yang relatif sedikit ini tidak ada kon-sekuensinya terhadap kurs.

(11)

den-20 Jurnal SyariahVol. 3, No. 3, April 2014 Transaksi Valuta Asing ...Qusthoniah, S.Ag, M.Ag 21

gan syarat-syarat sharf. Hal ini bearti, sekaligus merupakan pendapat penulis, bahwa transaksi valuta asing jenis spot transaction dibolehkan oleh hukum Islam. Di samping tidak bertentangan dengan syarat-syarat sharf itu, realitas menunjukkan bahwa transaksi valuta asing tersebut sangat urgen.

Kedua, forward transaction (transaksi berjangka) biasanya dilaku-kan untuk menghindari resiko fluktuasi kurs, khususnya pada waktu yang akan datang. Misalkan pengusaha Indonesia membutuhkan se-jumlah dolar untuk membayar barang impor tiga bulan mendatang (sesuai dengan waktu kontrak dengan pihak pengimpor), sementara dia tidak bisa memperkirakan berapa besar kurs spot untuk tiga bu-lan mendatang itu. Agar terhindar dari fluktuasi kurs tersebut, dia melakukan transaksi forward untuk tiga bulan mendatang.

Caranya, transaksi dilakukan hari ini, tetapi penyerahannya di-lakukan pada tiga bulan mendatang. Kurs dalam transaksi ini tidak sama dengan kurs spot saat itu, tetapi lebih tinggi. Jika kurs spot ru-piah terhadap dolar Rp 12.000/US $ 1, mungkin dalam kurs forward Rp 12.500/US $ 1. Di samping itu, pengusaha tersebut membayar uang muka maksimal sepuluh persen (10 %) dari jumlah yang ditran-saksikan.

Jika ditinjau dari dimensi hukum, maka pelaksanaan transaksi forward memiliki dua kelemahan. Pertama, adanya perbedaan harga antara spot dengan forward. Kedua, uang muka yang diberikan bisa hilang jika transaksi dibatalkan. Bentuk yang pertama termasuk dalam kategori riba dan jual beli bersyarat, sedangkan bentuk kedua dapat dikategorikan ke dalam bentuk jual beli urban.

Baik bentuk pertama maupun bentuk kedua, semuanya sama-sama dilarang dalam Islam. Hal ini terlihat dalam beberapa nas beri-kut ini.

Di antara nas mengenai larangan riba:

…Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba… (QS. Al-Baqarah: 275)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Ali Imran: 130)

Nash mengenai larangan jual beli bersyarat:

Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW telah melarang dua jual beli dalam satu sanad.

Maksud hadis ini dapat dipahami dari contoh berikut: penjual berkata “Saya jual benda ini dengan harga seribu jika tunai dan dua ribu jika tidak tunai”.

Nas mengenai larangan jual-beli urban:

Umar bin Syu’ib berkata: “Rasulullah SAW telah melarang jual-beli urban.

Ketiga, jenis transaksi terakhir, adalah transaksi barter (swap transaction). Berikut, akan digambarkan secara sederhana. Seorang pengusaha memiliki dolar dalam jumlah tertentu, sementara dia san-gat membutuhkan rupiah. Satu tahun ke depan, dia membutuhkan dolar itu kembali. Oleh karena itu, dia menukarkan dolar dengan rupiah kepada salah satu bank sesuai dengan kurs spot waktu itu, dengan syarat bahwa satu tahun ke depan (pada tanggal yang ditetap-kan) dolar tersebut harus dikembalikan oleh bank dengan kurs yang sama dengan kurs spot saat transaksi.

Pihak bank menyetujui syarat tersebut dengan ketentuan bah-wa pengusaha itu harus membayar premi dalam prosentase tertentu dari rupiah yang diterimanya, misalnya 8 % dari jumlah rupiah yang diterimanya. Justru itu, untuk mendapatkan dolar dalam jumlah yang sama pada satu tahun mendatang, pengusaha tersebut harus menyediakan uang rupiah sebanyak yang diterima sebelumnya, dit-ambah dengan persentase yang ditentukan itu.

Jika dicermati dari dimensi hukum, transaksi ini termasuk ke-pada jual-beli al-ajl di samping mengandung riba. Dengan mengacu kepada syarat-syarat sharf di atas, maka transaksi swap ini tidak bisa dibenarkan. Dengan demikian, transaksi ini mengandung kelemah-an secara hukum, yaitu mengkelemah-andung unsur riba dkelemah-an melkelemah-anggar salah satu syarat sharf, yaitu al-ajl.

D. Penutup

Uraian di atas menunjukkan bahwa tidak semua jenis transaksi valuta asing yang bisa dibenarkan secara hukum Islam. Satu-satunya

(12)

22 Jurnal SyariahVol. 3, No. 3, April 2014 Transaksi Valuta Asing ...Qusthoniah, S.Ag, M.Ag 23

yang bisa diterima dalam praktek muamalah Islam adalah transaksi valuta asing jenis spot. Sementara, dua jenis lainnya –forward dan swap- mengandung kelemahan.

Transaksi forward dan swap hanya dibenarkan dalam kondisi darurat karena hukum asalnya haram. Akan tetapi, besar kemung-kinan kondisi darurat ini tidak akan pernah terjadi. Hal ini dise-babkan oleh urgensi transaksi valuta asing dalam kaitannya dengan hubungan internasional sudah bisa dipenuhi oleh transaksi spot. Jus-tru itu, tidak ada alasan yang kuat untuk membenarkan transaksi forward dan swap ini.

Daftar Kepustakaan

Anas Sidik, Terbentuknya Masyarakat Ekonomi, (Terjemahan dari The Making Economic Society, karangan Robert L. Heilbroner), Ja-karta: Bumi Aksara, 1994.

Al-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, (Damsik, Dar al-Fikr, 1989)

Badan Pusat Statistik Kodya Pekanbaru, Pekanbaru dalam Angka, Pe-kanbaru: BPS Kodya Pekanbaru, 1996.

Badan Pusat Statistik Kodya Pekanbaru, Pekanbaru dalam Angka, Pe-kanbaru: BPS Kodya Pekanbaru, 1999.

Bin Anas, Malik, Al-Muwaththa’, Beirut: Dar al-Fikr, 1989 Boediono, Teori Moneter, Yokyakarta: BPFE, 1980

Budijanto, Sepuluh Langkah Baru untuk Tahun 1990-an Megatrends 2000, (Terjemahan dari Ten New Directions for the 1990’s Mega-trends 2000, karangan Jhon Naisbitt dan Patricia Aburdene), (Ja-karta: Binarupa Aksara, 1990)

Dahlan, Abdul Aziz, (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996)

Depdikbud, Kamus Besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994)

Haroen, Nasrun, Asuransi menurut Hukum Islam, (Padang: IB Press, 1999)

--- Perdagangan Saham di Bursa Efek menurut Hukum Islam, (Padang:

IAIN IB Press, 1999)

Ibn al-Humam, Imam Kamaluddin Muhammad bin Abdul Wahid Al-Siwasi, Syarh Fath Al-Qadir ‘ala Al-Hidayah, Jilid ke-5, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th)

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafin-do Persada, 1998)

Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yokyakarta: Rake Sarasin, 2000)

Sub Direktorat Laporan Statistik (ed), Buletin Statistik Bulanan: Indi-kator Ekonomi, (Jakarta: BPS Pusat, 2001)

Waluya, Harry, Ekonomi Internasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995)

(13)

25

Transaksi Gharar ...

Dr. H. Najamuddin, Lc.,MA

Transaksi Gharar dalam Muamalat Kontemporer

Dr. H. Najamuddin, Lc.,MA

Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri Abtract:

Gharar adalah semua akad yang mengandung ketidakjelasan atau

keraguan tentang adanya komoditi yang menjadi objek akad, ketida-kjelasan akibat, dan bahaya yang mengancam antara untung dan rugi; pertaruhan, atau perjudian dan transaksi gharar ini merupakan salah satu praktek yang dilarang dalam Islam sesuai dengan kaidah-kaidah dasar muamalah yaitu bebas dari riba, gharar, kezhaliman dan maysir/ judi. Jenis akad gharar menurut fuqaha yang sering dilakukan secara umum dalam transaksi/muamalat adalah: Gharar fil wujud, Gharar fil

hushul, Gharar fil miqdar, Gharar fil jinsi, Gharar fish shifah, Gharar fiz zaman, Gharar fil makan dan Gharar fit ta’yin. Tetapi lazim dilakukan

dalam muamalah kontemporer ribawi adalah praktek gharar, seperti akad Multi level Marketing (MLM), Asuransi, Undian Berhadiah dll.

Key Words: Gharar dan Muamalah Kontemporer

A. Pendahuluan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diberbagai bidang, mengikuti laju perkembangan persoalan fiqh mualamah kontemporer dalam berbagai aspek kehidupan ummat Islam yang membutuhkan solusi alternatif sehinggah semua transaksi bebas dari unsur riba kezhaliman, gharar dan perjudian. Syariat Islam hadir ditengah-tengah ummat dengan sebuah falsafah; “shalih fikulli zaman wa-makan” yang telah meletakkan garis-garis pondasi penerangan yang sangat jelas untuk menerangi seluruh aspek kehidupan manu-sia terutama dalam aspek muamalat dengan tujuan memperlihatkan nilai-nilai moral dalam bermuamalah yang sesuai dengan Islam dan solidaritas dalam bermasyarakat.

Salah satu persoalan sangat mendasar yang dihadapi oleh fiqih muamalah diera kontemporer ini adalah bagaimana hukum-hukum Islam menjawab berbagai macam persoalan dan bentuk tran-saksi muamalat kontemporer serta perkembangannya yang belum dijelaskan secara mendetail dalam kitab-kitab fiqh klasik.

Kaidah Gharar ini adalah kaidah yang telah disepakati oleh

para iman mazhab, maka dari itu, adanya larangan tidak boleh ada unsur gharar (kesamaran) dalam berbagai muamalah atau transaksi, hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah RA, bahwanya Rasulullah Saw melarang jual beli yang mengandung unsur gharar.1

Imam An-Nawawi menjelaskan: “Larangan jual beli gharar merupakan salah satu prinsip yang agung dari sekian banyak prinsip dalam kitab jual beli. Oleh karena itu, Imam Muslim menempatkan hadits gharar ini dibagian awal kitab Al-Buyu’ (jual beli). Permasala-han yang termasuk dalam jual beli ini sangat banyak seperti jual beli budak yang kabur, jual beli barang yang tidak ada, jual beli barang yang tidak diketahui, jual beli yang tidak dapat diserahterimakan, jual beli ikan dalam kolam yang luas, dan sebagainya.

Dalil lain juga menyebutkan adanya larangan menjual anak dari anak unta. Demikian juga ada larangan menjual janin yang masih dalam perut induknya. Demikian juga ada larangan menjual bibit janin masih berada di dalam tulang sulbi hewan pejantan. Ini semua menunjukkan kebenaran kaidah ini, yaitu tidak diperbole-hkan adanya unsur kesamaran (gharar) dalam muamalah. Dan ada beberapa peraktek jual beli gharar di zaman jahiliyah seperti bai’ul hashah (lemparan dengan batu kecil), bai’ul mulamasah dan munaba-zah, bai’ul habalul habalah, bai’ul madhamin dan malaqih, dan menjual buah yang belum masak.

B. Pembahasan a. Pengertian Gharar ( )ررغ ( ررغ ررغي ًارورغ وأ اًرغ ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن عاونأ ررغلا ىهنملا هنع غلا ةرصاعملا تلاماعملا يف رر ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن نيمأتلا ( نيمأتلا ) بيصنايلاب ةزئاج ( ةدئافلا ) ( ضرقملا ) ( لاملا سأر ) لاو ظافللأل لا يناعملاو دصاقملل دوقعلا نم ةربعلا نأ ينابم Gambar : 1 ‘ayn bi ‘ayn Jenis Beda Jenis Sama Kasat mata kualitas sama Kasat mata kualitas berbeda ) Kata Gharar ( ررغ ) ررغ ررغي ًارورغ وأ اًرغ ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن عاونأ ررغلا ىهنملا هنع غلا ةرصاعملا تلاماعملا يف رر ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن نيمأتلا ( نيمأتلا ) بيصنايلاب ةزئاج ( ةدئافلا ) ( ضرقملا ) ( لاملا سأر ) لاو ظافللأل لا يناعملاو دصاقملل دوقعلا نم ةربعلا نأ ينابم Gambar : 1 ‘ayn bi ‘ayn Jenis Beda Jenis Sama Kasat mata kualitas sama Kasat mata kualitas berbeda

secara bahasa men-gandung dua makna, yaitu tindakan yang menmen-gandung unsur pen-gurangan hak, bahaya, dan menjerumuskan kepada kebinasaan dan ketidakjelasan.

Berbagai pengertian al gharar banyak dikemukakan oleh para ulama seperti:

1. Al-Jurjani dan Az-Zaila’iy mengartikan al gharar sebagai sesuatu yang tidak diketahui akibatnya, apakah akan terwujud atau

ti-1 ( ررغ ) ررغ ررغي ًارورغ وأ ا ًرغ ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَص َحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن عاونأ ررغلا ىهنملا هنع غلا ةرصاعملا تلاماعملا يف رر ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَص َحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن نيمأتلا ( نيمأتلا ) بيصنايلاب ةزئاج ( ةدئافلا ) ( ضرقملا ) ( لاملا سأر ) لاو ظافللأل لا يناعملاو دصاقملل دوقعلا نم ةربعلا نأ ينابم Gambar : 1 ‘ayn bi ‘ayn Jenis Beda Jenis Sama Kasat mata kualitas sama Kasat mata kualitas berbeda

“Rasulullah s.a.w. melarang jual beli dengan cara al-hashah (yaitu: jual beli dengan

melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur gharar (spekulatif).” (HR.

(14)

26 Jurnal SyariahVol. 3, No. 3, April 2014 Dr. H. Najamuddin, Lc.,MATransaksi Gharar ... 27

dak. Sebagian ulama Hanafiyyah mengartikannya sebagai resiko yang tidak diketahui apakah akan terjadi atau tidak.

2. Al-Kasany mengartikannya sebagai peristiwa yang diragukan apakah akan terjadi atau tidak.

3. Ibnu Arfah, ulama Malikiyyah, mengartikannya sebagai apa yang diragukan keberhasilan salah satu pertukarannya atau objek dari pertukaran dimaksud.

4. Ar-Rofi’iy, ulama Syafi’iyyah, mengartikannya sebagai resiko. 5. Abu Ya’la al-Hanbaly mengartikan sebagai keraguan di antara

dua persoalan, yang keduanya sama-sama mengandung ketida-kjelasan.

6. Ibnul Atsir mengatakan bahwa gharar adalah sesuatu yang se-cara lahiriahnya menyenangkan tetapi pada hakekatnya tidak menyenangkan, secara lahiriah menarik bagi pembeli tetapi se-benarnya mengandung sesuatu yang tidak jelas.

7. Al-Azhari mengatakan bahwa jual beli gharar adalah jual beli yang tidak ada unsur kepercayaan di dalamnya.

8. Syaihul Islam, Ibnu Taimiah mengatakan bahwa al gharar adalah sesuau yang akibatnya tidak bisa diketahui. Al gharar mempunyai banyak pengertian, antara lain: pertama, sesuatu yang tersem-bunyi baik akibatnya, rahasianya, atau segala sesuatunya. kedua, sesuatu yang tidak jelas antara mulus atau cacatnya sehingga dengan demikian maksud dari diadakannya akad bisa tercapai atau tidak.2

Kesimpulan dari sejumlah definisi tersebut bahwa al gharar itu mencakup dua bentuk. Pertama, keragu-raguan dan kebimban-gan, yakni keragu-raguan dan kebimbangan antara keberadaan dan keberhasilan objek jual beli dengan ketiadaannya. Kedua, ketidak-tahuan, yakni sesuatu yang tidak diketahui sifat, ukuran, dan lain- lainnya. Sebagaian ulama mutaakhhirin telah mentarjihkan definisi gharar dengan memilih pendapat Ibnu Taimiah dan As-Syarkhosyi yang mengatakan bahwa al gharar adalah sesuatu yang akibatnya tersembunyi. Artinya menjual barang yang tidak diketahui rupa, si-fat dan ukurannya. Dan fuqaha memerinci gharar menjadi beberapa jenis, yaitu:

2 Muhammad Ami, Shadiq, al Gharar wa Atsaruhu fil Uqud fi Fiqh Islami, (Bairut: Dar Jiil 1990). h. 28-34.

1. Gharar fil wujud, yakni spekulasi keberadaan, seperti menjual ses-uatu anak kambing, padahal induk kambing belum lagi bunting. 2. Gharar fil hushul, yakni spekulasi hasil, seperti menjual sesuatu

yang sedang dalam perjalanan, belum sampai ke tangan penjual. 3. Gharar fil miqdar, yakni spekulasi kadar, seperti menjual ikan

yang terjaring dengan sekali jaring sebelum dilakukannya penja-ringan.

4. Gharar fil jinsi, yakni spekulasi jenis, seperti menjual barang yang tidak jelas jenisnya.

5. Gharar fish shifah, spekulasi sifat, seperti menjual barang yang spesifikasinya tidak jelas.

6. Gharar fiz zaman, spekulasi waktu, seperti menjual barang yang masa penyerahannya tidak jelas.

7. Gharar fil makan, spekulasi tempat, seperti menjual barang yang tempat penyerahannya tidak jelas.

8. Gharar fit ta’yin, spekulasi penentuan barang, seperti menjual salah satu baju dari dua baju, tanpa dijelaskan mana yang hen-dak dijual.

b. Bentuk Gharar yang dilarang (

( ررغ ) ررغ ررغي ًارورغ وأ اًرغ ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن عاونأ ررغلا ىهنملا هنع غلا ةرصاعملا تلاماعملا يف رر ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن نيمأتلا ( نيمأتلا ) بيصنايلاب ةزئاج ( ةدئافلا ) ( ضرقملا ) ( لاملا سأر ) لاو ظافللأل لا يناعملاو دصاقملل دوقعلا نم ةربعلا نأ ينابم Gambar : 1 ‘ayn bi ‘ayn Jenis Beda Jenis Sama Kasat mata kualitas sama Kasat mata kualitas berbeda )

Melihat bentuk gharar yang terlarang, ulama fiqih mempu-nyai banyak pandangan diantaranya sebagai

berikut:-1) Tidak adanya kemampuan penjual untuk menyerahkan objek akad pada waktu terjadi akad, baik objek akad itu sudah ada maupun belum ada (bai’ al-ma’dum). Misalnya, menjual janin yang masih di dalam perut binatang ternak tanpa menjual in-duknya, atau menjual janin dari janin binatang yang belum lahir seperti yang biasa dilakukan orang Arab pada zaman Jahiliyah. Hal ini didasarkan pada hadis yang melarang seseorang untuk menjual janin binatang yang masih dikandung induknya (habal al-habalah), kecuali dengan cara ditimbang sekaligus atau setelah anak binatang itu lahir (HR. Abu Dawud). Contoh lain adalah menjual ikan yang masih di dalam laut atau burung yang masih di udara. Hal ini berdasarkan larangan Rasulullah SAW : “Jan-ganlah kamu menjual ikan yang masih berada di dalam air, karena itu dalah garar.” (HR. Ahmad bin Hanbal). Demikian juga den-gan menjual budak yang melarikan diri, harta rampasan perang

(15)

28 Jurnal SyariahVol. 3, No. 3, April 2014 Dr. H. Najamuddin, Lc.,MATransaksi Gharar ... 29

yang belum dibagi, harta sedekah yang belum diterima, dan ha-sil menyelam yang masih di dalam air (HR. Ahmad bin hanbal dan Ibnu Majah). Menjual sesuatu yang belum berada dibawah penguasaan penjual. Bila suatu barang yang sudah dibeli dari orang lain belum diserahterimakan kepada pembali, maka pem-beli ini tidak boleh menjualnya kepada pempem-beli lain. Ketentuan ini didasarkan pada hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW melarang menjual barang yang sudah dibeli sebelum ba-rang tersebut berada dibawah penguasaan pembeli pertama (HR. Abu Dawud). Akad ini merupakan garar, karena terdapat kemungkinan rusak atau hilangnya objek akad, sehingga akad jual beli yang pertama dan kedua menjadi batal.

2) Tidak adanya kepastian tentang jenis pembayaran atau jenis benda yang dijual. Wahbah az-Zuhaili (ahli Fiqih dari Univer-sitas Damascus, Suriah) berpendapat bahwa ketidakpastian (al-jahl) tersebut merupakan salah satu bentuk gharar yang terbesar (gharar kabir) larangannya.

3) Tidak adanya kepastian tentang sifat tertentu dari benda yang di-jual. Misalnya, penjual berkata: “Saya jual kepada anda baju yang ada di rumah saya”, tanpa menentukan ciri-ciri baju tersebut se-cara tegas. Termasuk dalam bentuk ini ialah menjual buah-bua-han yang masih di pohon dan belum layak untuk dikonsumsi. Rasulullah SAW bersabda : “ Jangalah kamu melakukan jual-beli terhadap buah-buahan, sampai buah-buahan itu terlihat baik (layak konsumsi).” (HR. Ahmad bin Hanbal, Muslim, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah). Demikian juga dengan larangan menjual benang wol yang masih berupa bulu yang melekat pada tubuh binatang dan keju yang masih berupa susu (HR. ad-Daruqutni).

4) Tidak adanya kepastian tentang jumlah harga yang harus dibayar. Misalnya, penjual berkata: “Saya jual beras kepada anda sesuai dengan harga yang berlaku pada hari ini.” Ketidakpastian yang terdapat dalam jual beli ini merupakan ‘ilat dari larangan melakukan jual beli terhadap buah-buahan yang belum layak dikonsumsi. Dasar hukumnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal, Muslim, an-Nasa’i, dan ibnu Majah diatas.

5) Tidak adanya kepastian tentang waktu penyerahan objek akad,

misalnya setelah wafatnya seseorang. Jual beli seperti ini terma-suk gharar karena objek akad dipandang belum ada, yang meru-pakan alasan dari pelarangan melakukan jual beli habal al-ha-balah (HR. Abu Dawud). Akan tetapi jika dibatasi oleh waktu yang tegas, misalnya penyerahan barang tersebut akan dilakukan pada bulan atau tahun depan, maka akad jual beli itu sah. 6) Tidak adanya ketegasan bentuk transaksi, yaitu adanya dua

ma-cam atau lebih transaksi yang berbeda dalam satu objek akad tanpa menegaskan bentuk transaksi mana yang dipilih sewaktu terjadinya akad. Misalnya, sebuah arloji dijual dengan harga 100 ribu rupiah jika dibayar tunai dan 125 ribu rupiah jika kredit, namun ketika akad berlangsung tidak ditegaskan bentuk tran-saksi yang dipilih. Jual beli ini merupakan salah satu dari dua bentuk penafsiran atas larangan Rasulullah SAW untuk melaku-kan dua jual beli dalam satu akad (bai’atain fil bai’ah) (HR. Ah-mad bin Hanbal, an-Nasa’i dan at- Tirmidzi).

7) Tidak adanya kepastian objek akad, yaitu adanya dua objek akad yang berbeda dalam satu transaksi. Misalnya, salah satu dari dua potong pakaian yang berbeda mutunya dijual dengan harga yang sama. Salah satu pakaian tersebut harus dibeli tanpa ditentukan lebih dahulu pakaian mana yang menjadi objek akad. Jual beli ini merupakan bentuk kedua dari penafsiran atas larangan Ra-sulullah SAW untuk melakukan bai’atain fil bai’ah diatas. Terma-suk dalam bentuk jual beli yang mengandung gharar ini adalah jual beli dengan cara undian dalam berbagai bentuknya (HR. Bukhari).

8) Kondisi objek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi. Misalnya, menjual seekor kuda pacuan yang sedang sakit. Jual beli ini termasuk gharar karena di-dalamnya terkandung unsur spekulasi bagi penjual dan pembeli, sehingga disamakan dengan jual beli dengan cara undian. 9) Adanya keterpaksaaan, antara lain berbentuk: (a) Jual beli

lem-par batu (bai’ al-hasa), yaitu seseorang melemlem-parkan batu pada sejumlah barang dan barang yang dikenai batu tersebut wajib dibelinya. Jual beli ini dilarang berdasarkan hadits riwayat Abu Hurairah : “Rasulullah SAW melarang jual beli lempar batu dan jual beli yang mengandung tipuan.” (HR. al-jamaah kecuali al- Bukhari).

(16)

30 Jurnal SyariahVol. 3, No. 3, April 2014 Dr. H. Najamuddin, Lc.,MATransaksi Gharar ... 31

(b) Jual beli saling melempar (bai’ al- munabazah), yaitu seseorang melemparkan bajunya kepada orang lain dan jika orang yang dilempar itu juga melemparkan baju kepadanya maka antara keduanya wajib terjadi jual beli, meskipun pembeli tidak tidak tahu kualitas barang yang akan dibelinya itu. (c) Jual beli dengan cara menyentuh suatu barang maka barang itu wajib dibelinya, meskipun ia belum mengetahui dengan jelas barang apa yang akan dibelinya itu. Ketiga cara ini biasa dilakukan orang Arab pada zaman jahiliyah.

c. Gharar dalam mualamat Kontemporer (

( ررغ ) ررغ ررغي ًارورغ وأ اًرغ ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن عاونأ ررغلا ىهنملا هنع غلا ةرصاعملا تلاماعملا يف رر ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن نيمأتلا ( نيمأتلا ) بيصنايلاب ةزئاج ( ةدئافلا ) ( ضرقملا ) ( لاملا سأر ) لاو ظافللأل لا يناعملاو دصاقملل دوقعلا نم ةربعلا نأ ينابم Gambar : 1 ‘ayn bi ‘ayn Jenis Beda Jenis Sama Kasat mata kualitas sama Kasat mata kualitas berbeda ) Gharar dewasa ini sering terjadi dikalangan ummat Islam teru-tama dalam muamalat kontemporer sesuai dengan lajunya perkem-bangan zaman, maka begitupula laju perkemperkem-bangan mualamat kon-temporer yang belum begitu disentuh oleh fuqaha klasik, maka perlu diadakan penkajian ulang agar terhindar dari transaksi gharar. Penu-lis di sini hanya memperkenal tiga akad sebagai sampel penuPenu-lisan di jurnal Syariah yaitu: Multi level Marketing (MLM), Asuransi dan Undian Berhadiah.

1. Multi Level Marketing (MLM)

Multi Level Marketing (MLM) adalah sistem penjualan yang memanfaatkan sebagai tenaga penyalur secara langsung. Sistem penjualan ini menggunakan beberapa level (tingkatan) di dalam pemasaran barang dagangannya.

Unsur gharar di dalam beberapa MLM, karena anggota yang sudah membeli produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih banyak dari bonus. Tetapi dia sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau malah merugi. Di antara bonus yang dijanjikan kepada anggota adalah bonus atas penjualan (atau lebih tepatnya belanja) downline. Dengan syarat menutup point (dengan berbelanja senilai bilangan ter-tentu; 100.000 rupiah, misalnya), anggota akan mendapatkan bonus sekian persen dari belanja seluruh downline-nya. Belanja seluruh downline sejumlah bilangan tertentu adalah asumsi alias belum tentu mereka berbelanja, sehingga bonus yang dijanjikan sekian persen adalah sesuatu yang belum pasti.

Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam sendiri me-larang setiap transaksi yang mengandung gharar, sebagaimana

diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ia berkata: ( ررغ ) ررغ ررغي ًارورغ وأ اًرغ ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن عاونأ ررغلا ىهنملا هنع غلا ةرصاعملا تلاماعملا يف رر ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن نيمأتلا ( نيمأتلا ) بيصنايلاب ةزئاج ( ةدئافلا ) ( ضرقملا ) ( لاملا سأر ) لاو ظافللأل لا يناعملاو دصاقملل دوقعلا نم ةربعلا نأ ينابم Gambar : 1 ‘ayn bi ‘ayn Jenis Beda Jenis Sama Kasat mata kualitas sama Kasat mata kualitas berbeda

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara al-hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang men-gandung unsur gharar (spekulatif)” (HR. Muslim, no: 2783).

Melihat analisis di atas maka sekalipun produk yang diper-jual-belikan adalah halal, akan tetapi akad yang terjadi dalam bisnis MLM adalah akad yang melanggar ketentuan syara’ baik dari sisi shafqatain fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi/ akad ganda) atau samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran atas pe-makelaran); pada kondisi lain tidak memenuhi ketentuan akad, karena yang ada adalah akad terhadap jaminan mendapat dis-kon dan bonus (point) dari pembelian langsung; maka MLM yang demikian hukumnya adalah haram. Namun, jika ada MLM yang produknya halal, dan dijalankan sesuai dengan syariat Is-lam; tidak melanggar shafqatayn fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi) atau samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran atas pemak-elaran) dan tidak ada unsur gharar. Serta ketentuan hukum syara’ yang lain, maka tentu diperbolehkan.

2. Asuransi ( ( ررغ ) ررغ ررغي ًارورغ وأ اًرغ ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن عاونأ ررغلا ىهنملا هنع غلا ةرصاعملا تلاماعملا يف رر ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن نيمأتلا ( نيمأتلا ) بيصنايلاب ةزئاج ( ةدئافلا ) ( ضرقملا ) ( لاملا سأر ) لاو ظافللأل لا يناعملاو دصاقملل دوقعلا نم ةربعلا نأ ينابم Gambar : 1 ‘ayn bi ‘ayn Jenis Beda Jenis Sama Kasat mata kualitas sama Kasat mata kualitas berbeda )

Asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Echols dan Shadilly memaknai kata insurance dengan (a) asuransi, dan (b) jaminan. Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan).

Asuransi dalam bahasa Arab istilah dengan kata at-ta’min ( ( ررغ ) ررغ ررغي ًارورغ وأ اًرغ ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن عاونأ ررغلا ىهنملا هنع غلا ةرصاعملا تلاماعملا يف رر ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَن نيمأتلا ( نيمأتلا ) بيصنايلاب ةزئاج ( ةدئافلا ) ( ضرقملا ) ( لاملا سأر ) لاو ظافللأل لا يناعملاو دصاقملل دوقعلا نم ةربعلا نأ ينابم Gambar : 1 ‘ayn bi ‘ayn Jenis Beda Jenis Sama Kasat mata kualitas sama Kasat mata kualitas berbeda

) yang secara bahasa berarti tuma’ninatun nafsi wa zawalul khauf, tenangnya jiwa dan hilangnya rasanya takut. Maksudnya, orang yang ikut dalam kegiatan asuransi, jiwanya akan tenang dan tidak ada rasa takut ataupun was-was dalam menjalani kehidupan, karena ada pihak yang memberikan jami-nan atau pertanggungan.

(17)

ketida-32 Jurnal SyariahVol. 3, No. 3, April 2014 Dr. H. Najamuddin, Lc.,MATransaksi Gharar ... 33

kpastian (Jahalat wa al gharar), kerena tertanggung diwajibkan membayar sejumlah premi yang telah ditentukan, sedangkan berapa jumlah yang akan dibayarkan tidak jelas. Lebih dari itu belum ada kepastian apakah jumlah tertentu itu akan diberikan kepada tertanggung atau tidak. Hal ini sangat tergantung pada peristiwa yang telah disepakati dan ditentukan. Mungkin ia akan memperoleh seluruhnya, tetapi mungkin juga tidak akan memperoleh sama sekali. Secara syariah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah seluruh premi) kare-na hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Di sinilah gharar terjadi pada asuransi konvensional.

Konsekuensi dari adanya gharar dalam suatu akad adalah tidak sahnya akad tersebut secara hukum syariah, di samping itu, akad yang mengandung gharar merupakan akad yang diharamkan untuk dilakukan. Dalam praktek asuransi, gharar terjadi setidaknya dalam empat hal, dalam wujud, husul, miqdar dan ajal-nya.

1) Gharar dalam wujud.

Yaitu ketidakjelasan ada atau tidaknya “klaim/ pertang-gungan” atau manfaat yang akan diperoleh nasabah dari pe-rusahaan asuransi. Karena keberadaan klaim/ pertanggun-gan tersebut terkait denpertanggun-gan ada tidaknya resiko. Jika resiko terjadi, klaim didapatkan, dan jika resiko tidak terjadi maka klaim tidak akan didapatkan. Hal ini seperti pada jual beli hewan dalam kandungan sebelum induknya mengandung. Meskipun induk memiliki kemungkinan mengandung. 2) Gharar dalam husul (merealisasikan/ memperolehnya)

Yaitu ketidakjelasan dalam memperoleh klaim/ per-tanggungan, kendatipun wujudnya atau keberadaan klaim tersebut bisa diperkirakan, namun dalam mendapatkannnya terdapat ketidakjelasan. Seperti seorang peserta, ia tidak men-getahui apakah bisa mendapatkan klaim atau tidak, karena bisa tidaknya mendapatkan klaim tergantung dari resiko yang menimpanya. Hal ini seperti yang terdapat dalam jual beli

ikan di laut. Wujudnya ada, namun memperolehnya belum tentu bisa.

3) Gharar dalam miqdar (Jumlah Pembayaran)

Yaitu ketidak jelasan dari jumlah, baik jumlah premi yang dibayar oleh nasabah, maupun jumlah klaim yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi. Misalnya dalam asur-ansi jiwa, bisa jadi seseorang membayar 12 kali, namun tidak klaim sama sekali. Dan bisa juga seseorang baru bayar premi satu kali namun mendapatkan klaim 50 juta. Demikian juga perusahaan bagi asuransi, dimana ia tidak tahu seberapa be-sar seroang nasabah membayar premi dan seberapa lama ia akan menerima klaim.

4) Gharar dalam ajal (waktu)

Yaitu ketidakjelasan seberapa lama nasabah membayar premi. Karena bisa jadi seorang nasabah baru membayar satu kali kemudian mendapatkan klaim, bisa juga terjadi seorang nasabah belasan kali membayar premi namun tidak mem-peroleh apapun dari pembayarannya tersebut. Bahkan dalam asuransi jiwa (kematian), klaim sangat tergantung dengan ajal. Dan ajal hanya Allah SWT saja yang Mengetahuinya. Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan Asuransi Syariah?

Memberikan status hukum terhadap asuransi konvensional ini, para ulama fiqh kontemporer berbeda-beda. Mereka terbagi menjadi empat kelompok. Kelompok pertama mengharamkan asuransi, kedua menghalalkan asuransi tanpa ada terkecauli, ke-tiga mengharamkan asuransi yang bersifat komersial atau bisnis semata-mata dan membolehkan asuransi yang bersifat sosial. Adapun keempat mengganggap asuransi hukumnya subhat, se-bab tidak ada dalil yang tegas melarang atau membolehkannya.3

Pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI, yang lebih dikenal dengan ta’min, takaful, atau tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejum-lah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan

3 Untuk lebih jelas mengenai pendapat tersebut, lihat: Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana 2010), h. 238-240.

Gambar

Gambar : 1  (ررغ )  ررغ–  ررغي  ًارورغ وأ اًرغ–  ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَع ُ هﷲ ىهلَص ِ هﷲ ُلوُسَر ىَهَنعاونأررغلاىهنملاهنع  غلاةرصاعملا تلاماعملا يف رر  ِرَرَغْلا ِعْيَب ْنَعَو ِةاَصَحْلا ِعْيَب ْنَع َمهلَسَو ِهْيَلَ
Gambar : 3Gambar : 2         Gambar : 3     ‘ayn bi dayn  Al –ijarah (jasa) Al-ba’I (barang)  Naqdan Salam Muajjal  Salam  Tagsith Istisna’ Ijarah Ju’alah  Muajjal  Teori  pertukaran/per campuran  Objek  pertukaran/  percampuran  Dayn  (financial  asset)

Referensi

Dokumen terkait

a) Kendala ketersediaan komputer untuk SD tidak terpenuhi. Sementara komputer untuk SMP sudah sekitar 90% terpenuhi. Meskipun kendala terbesar adalah penyediaan internet.

berpikir memunculkan pertanyaan-pertanyaan pada LKS berdasarkan hasil pengamatan pada objek secara langsung dan bahan bacaan dari materi. Tahap bertanya atau

Wawancara pada penelitian ini, peneliti gunakan sebagai data pendukung dalam pengumpulan data. Tujuan dari wawancara ini ialah untuk melihat pembelajaran yang dilakukan

Penerapan smart mobility dalam pengoptimalisasian layanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya menambah kapasitas layanan, memberikan kemudahan pelayanan dengan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup sinifikan antara kinerja pegawai terhadap kualitas pelayanan tiket kereta api di Stasiun Bandung.. Saran

Orang yang membuat ajaran agama menjadi sistem rasional akan terjebak pada ajaran panteisme yang, melihat Tuhan identik dengan alam, bahwa semua serba Tuhan,

korban inisial AS seorang wanita yang memiliki keterbelakangan mental, RS dalam memberikan laporan kepihak kepolisian Resor Kota Pekanbaru pada tanggal 10 Oktober 2014

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian mengenai Persepsi Pedagang Kaki Lima Terhadap Penertiban Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Kota Pekanbaru