• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMUAIAN ZAT (T4) LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIKA DASAR I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMUAIAN ZAT (T4) LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIKA DASAR I"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Percobaan pemuaian zat bertujuan menentukan

pengaruh jenis zat terhadap pemuaian zat padat dan menentukan pengaruh suhu terhadap pemuaian berbagai zat. Dengan memanipulasi jenis batang, pemuaian zat padat; memanipulasi jenis zat cair, pemuaian zat cair; memanipulasi suhu akhir T, pemuaian zat gas. Manipulasi jenis batang diperoleh pertambahan panjang batang, yaitu (9,0+0,5)×10-3m, (7,0+0,5)×103m, (4,0+0,5)×10-3m, sesuai dengan teoritisnya. Manipulasi jenis zat cair diperoleh koefisien muai volume, yaitu (3,0+1,0)×10-3 /C0 , (3,60+0,82)×10-3 /C0 , dan (2,90+0,41)×10-3 /C0 , berbeda dengan nilai teoritisnya, yaitu 210×10-6

/C0

. Manipulasi suhu akhir T diperoleh pemuaian volume, yaitu kecil, sedang, dan besar, sesuai dengan teoritis. Kendala yaitu kurangnya ketelitian praktikan dalam menggunakan alat ukur.

Kata Kunci— Jenis Batang, Koefisien Muai, Pemuaian Zat,

dan Suhu.

I. PENDAHULUAN

etiap zat (padat, cair atau gas) disusun oleh partikel-partikel kecil yang bergetar. Jika sebuah benda dipanasi, partikel-partikel didalamnya bergetar lebih kuat sehingga saling menjauh. Kita katakan bahwa benda memuai. Jika benda didinginkan, getaran-getaran partikel lebih lemah, dan partikel-partikel saling mendekat. Sehingga hasilnya, benda menyusut. Kenaikan suhu, panjang, luas, atau volume semula, dan jenis zat dapat mempengaruhi pemuaian yang terjadi pada zat tersebut. Besarnya pertambahan yang diakibatkan oleh pemuaian, dapat dihitung dengan mengetahui koefisien muai yang dialami oleh zat tersebut. Misalnya, koefisien muai panjang (α) untuk zat yang mengalami pertambahan panjang akibat pemuaian, koefisien muai luas (β) untuk zat yang mengalami pertambahan luas akibat pemuaian, koefisien muai volume (γ) untuk zat yang mengalami pertambahan volume akibat pemuaian, dan koefisien muai gas untuk perubahan yang dialami zat berwujud gas yang diakibatkan oleh pemuaian. Pemuaian zat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis zat dan suhu. Untuk memahami tentang pemuaian zat, maka dilakukanlah percobaan mengenai pemuaian zat.

S

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh jenis zat terhadap pemuaian zat padat dan bagaimana pengaruh suhu terhadap pemuaian pada zat cair dan gas ?”.

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah agar dapat menentukan pengaruh jenis zat terhadap pemuaian zat padat dan menentukan pengaruh suhu terhadap pemuaian pada zat cair dan gas.

II. KAJIAN TEORI

Salah satu sifat zat pada umumnya adalah mengalami perubahan dimensi/ukuran (panjang, luas, dan volume) jika dikenai kalor. Jika suatu zat diberi kalor maka zat tersebut akan mengalami:

• Perubahan suhu (mengalami kenaikan suhu). • Perubahan wujud/fase.

• Pemuaian/ekspansi (mengalami pertambahan ukuran), besar kecilnya pertambahan dipengaruhi jenis benda, ukuran benda mula-mula, dan jumlah kalor yang diberikan. Perubahan ukuran benda karena kenaikan suhu biasanya tidak besar kadang-kadang tidak dapat diamati terutama pada zat padat, namun akibatnya dapat dirasakan.[1]

1. Pemuaian zat padat

Pada zat padat jika dipanaskan akan mengalami pemuaian panjang, luas, dan volume. Alat yang digunakan untuk menyelidiki pemuaian zat padat disebut musschenbroek. Pemuaian zat padat terjadi karena partikel-partikel zat selalu bergerak (bergetar).

Ketika zat dipanaskan, gerakan partikel akan semakin cepat dan saling menumbuk dengan partikel didekatnya. Hal ini mengakibatkan jarak antarpartikel menjadi renggang dan zat padat tersebut akan mengalami pertambahan panjang, luas, maupun volume[2].

Adapun berbagai jenis pemuaian zat padat, yaitu sebagai berikut.

a. Muai panjang

PEMUAIAN ZAT

(T4)

Ahmad Fauzan Rizaldy, Annge Rani Liono, Resty Fathma Indah Kurnia, Zerina Rahmawati, Elfa Erliana, dan Andi Ichsan Mahardika, M.Pd

Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat

Jl. Brigjen H. Hasan Basri, Banjarmasin 70123

(2)

Pemuaian pada zat padat yang hanya berpengaruh pada pertambahan panjang zat disebut muai panjang. Perbedaan pertambahan panjang disebabkan oleh koefisien muai panjang. Koefisien muai panjang

(α )

suatu bahan adalah perbandingan antara pertambahan panjang

(∆ l)

terhadap panjang awal benda

(lo)

persatuan kenaikan suhu

(∆ T )

, secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut. (1)

Dengan,

α

=

¿

koefisien muai panjang

(

¿

℃)

∆ l

=

¿

pertambahan panjang

(m)

atau

(cm)

l

o

=

¿

panjang mula-mula

(m)

atau

(cm)

∆ T

=

¿

kenaikan suhu

(C °)

Gambar 2.1. Pemuaian panjang pada batang logam[1]

Adapun persamaan lainnya:

(2) Dengan,

l

t

=

¿

panjang akhir (setelah dipanaskan atau

didingin-kan)

(m)

atau

(cm)

l

o

=

¿

panjang mula-mula

(m)

atau

(cm)

α

=

¿

koefisien muai panjang

(

¿

℃)

∆ T

=

¿

kenaikan/perubahan suhu

(C °)

[3]

. Berikut tabel yang menunjukkan koefisien muai panjang pada beberapa zat.

Tabel 2.1. Koefisien muai panjang beberapa jenis zat padat[4]

Zat Koefisien muai panjang,

α

(/

°

C) Aluminium Kuningan Tembaga Kaca (biasa) Kaca (pyrex) Timah hitam Baja dan besi Invar Kuarsa 24 × 10-6 19 × 10-6 17 × 10-6 9 × 10-6 3,2 × 10-6 29 × 10-6 12 × 10-6 0,9 × 10-6 0,4 × 10-6 Marmer 1,4 × 10-6 – 3,5 × 10-6 b. Muai luas

Pemuaian pada zat padat yang hanya berpengaruh pada pertambahan luas disebut muai luas. Perbedaan pertambahan luas disebabkan oleh koefisien muai luas

( β )

. Koefisien muai luas didefinisikan sebagai pertambahan luas terhadap luas awal perkenaikan suhu.

Gambar 2.2. Pemuaian luas pada plat persegi

Kita ambil contoh suatu plat berbentuk persegi dengan sisi s0 pada suhu awal T0. Andaikan plat tersebut dipanaskan

sehingga suhunya menjadi T, maka tiap sisi plat akan mengalami pemuaian panjang. Perhatikan Gambar 2.2. Panjang sisi setelah pemanasan dapat dicari dengan rumus muai panjang sebagai berikut.

s

=s

o

(1+α ∆ T )

Luas plat setelah pemanasan dapat dicari dengan rumus: A = s × s

= [(1 + α ∆T)] × s0 [s0(1 + α ∆T)]

= s0 × s0 [ 1 + 2α ∆T + α² (∆T)²]

Koefisien muai luas (

β

) mempunyai nilai kecil, sehingga α² (∆T)² dapat diabaikan. Dengan s0 × s0 = A0, kita

peroleh persamaan:

(3) Dengan mendefinisikan nilai 2α sebagai koefisien muai luas (

β

), persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk:

(4) Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat kita peroleh persamaan koefisien muai luas (

β

) sebagai berikut.

atau (5)

α

=

∆ l

l

o

1

∆ T

A

= A

o

(1+2 α ∆ T )

A

= A

o

(1+2 α ∆ T )

β

=

A− A

0

A

0

(

T

−T

0

)

β

=

∆ A

A

0

∆ T

(3)

Dengan,

β

= koefisien muai luas (/

)

A = luas benda setelah dipanaskan

(

m

2

)

atau

(

cm

2

)

A0 = luas benda mula-mula

(

m

2

)

atau

(

cm

2

)

∆T = perubahan suhu / kenaikan suhu (C

°

) T = suhu setelah dipanaskan (

) atau (K) T0 = suhu mela-mula (

) atau (K)[5].

c. Muai volume

Pada zat cair dan zat gas hanya dikenal pemuaian volume. Jadi, pada umumnya volume bertambah ketika suhunya dinaikkan. Karena molekul zat cair dan zat gas lebih bebas dibandingkan molekul zat padat, maka pemuaiannya lebih besar dibandingkan zat padat. Perbedaan pertambahan volume disebabkan oleh koefisien muai volume

(γ )

. Koefisien muai volume adalah bilangan yang menunjukkan bertambahnya volume benda dari volume asalnya perkenaikan suhu. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.

(6) Berdasarkan persamaan diatas, kita dapat memperoleh persamaan koefisien muai volume (

γ

¿

sebagai berikut.

atau (7)

Dengan,

γ

= koefisien muai volume (/

) catatan :

γ

= 3α

V = volume akhir (setelah dipanaskan)

(

m

3

)

atau

(

cm

3

)

V0 = volume mula-mula

(

m

3

)

atau

(

cm

3

)

∆T = perubahan suhu / kenaikan suhu (C

°

) T = suhu setelah dipanaskan (

) atau (K) T0 = suhu mela-mula (

) atau (K)

Berikut tabel yang menunjukkan koefisien muai volume pada beberapa zat.

Tabel 2.2. Koefisien muai volume beberapa jenis zat

Zat Koefisien muai volume,

γ

(/C0) Padat Alumunium Kuningan Kaca (biasa) Kaca (pyrex) Timah hitam Baja dan besi Kuarsa Marmer 75 × 10-6 56 × 10-6 27 × 10-6 9 × 10-6 87 × 10-6 35 × 10-6 1 × 10-6 4 × 10-6 – 10 × 10-6 Cair Bensin Air raksa Etil alkohol Gliserin Air 950 × 10-6 180 × 10-6 1100 × 10-6 500 × 10-6 210 × 10-6 Gas Udara (sebagian besar gas pada tekanan atmosfer) 3400 × 10-6

Adapun persamaan lain yang dikhususkan untuk muai volume gas sebagai berikut

(8)

Dengan,

V

t

=

¿

volume akhir (setelah dipanaskan atau

didinginkan)

(

m

3

)

atau

(

cm

3

)

V

0

=

¿

volume mula-mula

(

m

3

)

atau

(

cm

3

)

∆ T

=

¿

perubahan suhu (C

°

)[3]

2. Pemuaian zat cair

Pemuaian pada zat cair berbeda dengan pemuaian pada zat padat. Sifat utama zat cair adalah menyesuaikan dengan bentuk wadahnya. Oleh karena itu zat cair hanya memiliki muai volume saja. maka pada pemuaian zat cair hanya diperoleh persamaan:

∆V =

γ

V

0

∆T

(9) Dengan, ∆V = perubahan volume (m3

) atau (cm3

) Vt = volume akhir zat cair (m3) atau (cm3)

V0 = volume mula-mula zat cair (m3) atau (cm3)

γ

= koefisien muai volume (/

)

∆ T

=

¿

perubahan suhu (C

°

)

V

=V

o

(1+γ ∆ T )

γ

=

V

−V

0

V

0

(

T

−T

0

)

V

t

=V

o

(

1

+

∆ T

273

)

V

=V

o

(1+γ ∆ T )

(4)

Sama halnya dengan zat padat, pemuaian pada zat cair juga diakibatkan oleh gerakan partikel yang semakin cepat dan saling bertumbukan. Alat yang digunakan untuk menyelidiki pemuaian zat cair disebut labu didih. Contoh dalam kehidupan sehari-hari pemuaian zat cair adalah ketika kita memanaskan panci yang berisi air[6].

3. Pemuaian zat gas

Pemuaian pada zat gas juga berbeda dengan pemuaian pada zat padat dan zat cair. Salah satu perbedaan antara zat gas dengan zat padat dan zat cair adalah volume zat gas dapat diubah-ubah dengan mudah. Alat yang digunakan untuk menyelidiki pemuaian zat gas disebut dilatometer. Sama seperti sebelumnya, pemuaian pada zat gas juga diakibatkan oleh gerakan partikel yang semakin cepat dan saling bertumbukan.[2]

Adapun hukum-hukum tentang pemuaian zat gas sebagai berikut.

a. Hukum Boyle

Untuk jumlah gas tertentu, ditemukan secara eksperimen bahwa sampai pendekatan yang cukup baik, volume gas berbanding terbalik dengan tekanan yang diberikan padanya ketika suhu dijaga konstan, yaitu:

V ∝

1

P

(T konstan)

dengan P adalah tekanan absolut (bukan “tekanan ukur”). Jika tekanan gas digandakan menjadi dua kali semula, volume diperkecil sampai setengah nilai awalnya. Hubungan ini dikenal sebagai Hukum Boyle, dari Robert Boyle (1627 -1691), yang pertama kali menyatakan atas dasar percobaannya sendiri. Hukum Boyle juga dapat dituliskan :

atau (10)

Dengan,

P

= tekanan gas pada suhu tetap (Pa)

V

= volume gas pada suhu tetap (m3

) atau (cm3

)

P

1 = tekanan gas pada keadaan I (Pa)

P

2 = tekanan gas pada keadaan II (Pa)

V

1 = volume gas pada keadaan I (m 3

) atau (cm3)

V

2 = volume gas pada keadaan II (m 3

) atau (cm3)

b. Hukum Charles

Sampai pendekatan yang baik, volume gas dengan jumlah tertentu berbanding lurus dengan suhu mutlak ketika tekanan

dijaga konstan. Pernyataan tersebut dikenal sebagai Hukum

Charles, dan dituliskan :

V ∝ T

atau

V

T

=konstan

, atau

(11)

Dengan,

V

= volume gas pada tekanan tetap (m3

) atau (cm3

)

T

= suhu mutlak gas pada tekanan tetap (

) atau (K)

V

1 = volume gas pada keadaan I (m3) atau (cm3)

V

2 = volume gas pada keadaan II (m 3

) atau (cm3

)

T

1 = suhu mutlak gas pada keadaan I (

)

atau (K)

T

2 = suhu mutlak gas pada keadaan II (

)

atau (K) c. Hukum Gay Lussac

Hukum Gay Lussac berasal dari Joseph Gay Lussac (1778 - 1850), menyatakan bahwa pada volume konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak, dituliskan:

P∝ T

atau

P

T

=konstan

, atau

(12) Dengan,

P

1 = tekanan gas pada keadaan I (m

3

) atau (cm3

)

P

2 = tekanan gas pada keadaan II (m 3

) atau (cm3

)

T

1 = suhu mutlak gas pada keadaan I (

)

atau (K)

T

2 = suhu mutlak gas pada keadaan II (

)

atau (K)

d. Hukum Boyle-Gay Lussac

Pada hokum persamaan gas ideal (Boyle-Gay Lussac) gas dalam keadaan standar yaitu pada suhu 00

C dan tekanan 1 atm. Persamaan hukum Boyle-Gay Lussac dituliskan sebagai berikut :

(13)

dengan, n menyatakan jumlah mol dan R adalah konstanta pembanding. R disebut konstanta gas umum (universal) karena nilainya secara eksperimen ternyata sama untuk semua gas. Nilai R, pada beberapa satuan adalah sebagai berikut:

R

= 8,315 J/molK, ini merupakan satuan dalam SI R = 0,0821 Latm/molK R = 1,99 kal/molK[4].

P

1

V

1

=P

2

V

2

PV

=konstan

V

1

=

V

2

P

1

=

P

2

PV

R T

(5)

Konsep pemuaian zat ternyata dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini adalah uraiannya:

1. Termometer

Pemuaian zat cair berupa raksa dan alkohol dapat dimanfaatkan sebagai bahan penunjuk suhu pada termometer.

2. Keping Bimetal

Keping bimetal adalah penggabungan dua jenis batang logam yang memiliki koefisien muai panjang yang berbeda. Karena koefisien muai dua logam yang digabungkan berbeda, maka ketika dipanaskan keping ini akan melengkung ke arah logam yang koefisien muai panjangnya lebih kecil. Sebaliknya, ketika didinginkan, lengkungannya akan mengarah pada logam yang koefisien muai panjangnya lebih besar. Keping bimetal digunakan pada lampu tanda arah pada mobil atau sepeda motor, termometer bimetal, termostat bimetal (alat pengatur suhu yang berfungsi sebagai sakelar otomatis pada alat-alat rumah tangga, seperti setrika listrik, oven listrik, lemari es, pemanas), dan saklar termal untuk alarm kebakaran.

3. Pengelingan Pelat Logam

Pengelingan adalah proses penyambungan dua batang logam dengan paku keling. Mula-mula kedua logam yang akan dikeling sudah dilubangi. Bagian lubangnya dipanaskan hingga agak besar dengan tujuan agar paku keling mudah masuk. Setelah paku masuk, pemanasan dihentikan dan paku ditempa agar setelah suhu dingin lubang logam akan menyusut dan mengikat erat paku keling.

4. Pemasangan Bingkai Besi pada Roda

Dalam hal ini, prinsip pemuaian digunakan untuk mempermudah pemasangan bingkai besi pada roda. Ban baja yang berdiameter lebih kecil dari roda besi dipanaskan hingga memuai dan diameternya membesar. Kemudian, ban baja dipasang pada roda dengan tujuan agar setelah suhu dingin kembali, ban baja akan menyusut dan menempel kuat pada roda[7]

.

III. METODE PERCOBAAN

Sebelum melakukan percobaan ini kita harus menyiapkan alat dan bahan sebagai berikut: Alat dan bahan pada pemuaian zat padat: alat musschenbroek 1 buah, mistar 2 buah, spiritus 3 tutup botol, pemantik 1 buah, stopwatch analog 1 buah, batang aluminium 1 buah, batang besi 1 buah, dan batang tembaga 1 buah. Alat dan bahan pada pemuaian zat cair: Tabung erlenmeyer 1 buah, kaki tiga 1 buah, Bunsen spiritus 1 buah, kawat kasa 1 buah, air murni (aquades) 100 ml, termometer 1 buah, pipa kapiler 1 buah, mistar 1 buah, jangka sorong 1

buah, pemantik 1 buah, dan penyumbat 1 buah. Dan alat dan bahan pada pemuaian zat gas: Balon 1 buah, tabung erlenmeyer 1 buah, kawat kasa 1 buah, kaki tiga 1 buah, bunsen spiritus 1 buah, pemantik 1 buah, termometer 1 buah, penyumbat 1 buah, dan pipa kapiler 1 buah.

Gambar 3.1. Musschenbroek

Gambar 3.2. Mistar

Gambar 3.3. Stopwatch analog

(6)

Gambar 3.5. Tabung Erlenmeyer

Gambar 3.6. Kaki tiga

Gambar 3.7. Bunsen spiritus

Gambar 3.8. Kawat kasa

Gambar 3.9. Termometer, pipa kapiler, dan penyumbat

Gambar 3.10. Jangka sorong

Gambar 3.11. Pemantik

Gambar 3.12. Balon

Adapun rumusan hipotesis percobaan ini sebagai berikut: Pada percobaan pemuaian zat padat: Semakin besar koefisien muai panjangnya (

α

), maka semakin besar pula pertambahan panjangnya (

∆ l

). Begitu pula sebaliknya, semakin kecil koefisien muai panjangnya (

α

), maka semakin kecil pula pertambahan panjangnya (

∆ l

). Pada percobaan pemuaian zat cair: Semakin tinggi suhu akhir zat cair (Ta), maka ketinggian akhirnya (ha) akan semakin besar

(7)

besar. Dan pada percobaaan pemuaian zat gas: Semakin besar suhu (

T

) yang diberikan, maka semakin besar pula volume akhir (

V

a ) udara dalam balon.

Pada percobaan ini yang menjadi variabel dan definisi operasional variabel yaitu sebagai berikut. Pada percobaan pemuaian zat padat yang menjadi variabel manipulasinya adalah jenis batang logam yang digunakan, yaitu mengubah tiga jenis batang logam yang memiliki koefisien muai panjang (

α

) yang berbeda pada tiap percobaan, yaitu alumunium, tembaga, dan besi. Variabel responnya adalah pertambahan panjang (

∆ l

) ketiga batang logam, yaitu mengukur pertambahan panjang batang logam yang ditunjukkan oleh skala pada alat musschenbroek, yaitu pada batang logam alumunium, tembaga, dan besi secara berturut-turut sebesar (9,0 + 0,5)×10-3

m, (7,0 + 0,5) ×10-3

m, dan (4,0 + 0,5)×10-3

m. Dan variabel kontrolnya adalah panjang mula-mula logam (

l

0 ) dan waktu (

t

), yaitu selama percobaan

menggunakan panjang mula-mula ketiga batang logam (

l

0

) sama dan dijaga tetap yang diukur dengan menggunakan mistar, yaitu sebesar (20,00 + 0,05)×10-2 m dan menggunakan

waktu (

t

) yang sama untuk lamanya pemanasan ketiga batang logam yang diukur dengan menggunakan stopwatch analog, yaitu sebesar (60,0 + 0,1) s. Pada percobaan pemuaian zat cair yang menjadi variabel manipulasinya adalah suhu akhir zat cair (Ta), yaitu mengubah-ubah suhu akhir zat cair

(Ta) sebanyak tiga kali yang berbeda-beda pada tiap

percobaan, yaitu berturut-turut sebesar (35,0 + 0,5)0

C, (40,0 + 0,5)0C, dan (45,0 + 0,5)0C. Variabel responnya adalah

ketinggian akhir zat cair (

h

a ), yaitu mengukur

pertambahan ketinggian air (

h

a ) dipipa kapiler pada suhu

akhir (

T

a ) dengan menggunakan mistar, yaitu

berturut-turut sebesar (3,80 + 0,05)×10-2 m, (5,00 + 0,05)×10-2 m, dan

(5,40 + 0,05)×10-2 m. Dan variabel kontrolnya adalah volume

awal (

V

0 ), ketinggian awal (

h

0 ), suhu awal (

T

0 ),

jenis zat cair, dan diameter pipa kapiler (

D

), yaitu selama percobaan menggunakan volume awal (

V

0 ) yang sama

dan dijaga tetap pada zat cair yang diukur dengan tabung erlenmayer, yaitu sebesar (100 + 10)×10-6

m3

, menggunakan ketinggian awal (

h

0 ) yang sama dan dijaga tetap yang

diukur dengan menggunakan mistar, yaitu sebesar (2,60 + 0,05)×10-2

m, menggunakan suhu awal (

T

0 ) yang sama

dan dijaga tetap yang diukur dengan menggunakan termometer, yaitu sebesar (28,0 + 0,5)0C, menggunakan jenis

zat cair yang sama dan dijaga tetap yaitu air murni (aquades), dan menggunakan diameter pipa kapiler (

D

) yang sama dan dijaga tetap selama percobaan yang diukur dengan menggunakan jangka sorong, yaitu sebesar (0,48 + 0,01)×10-2

m. Pada percobaan pemuaian zat gas yang menjadi variabel

manipulasinya adalah suhu (

T

), yaitu mengubah-ubah suhu (

T

) sebanyak tiga kali selama percobaan yang suhunya diukur dengan menggunakan termometer, yaitu berturut-turut sebesar (35,0 + 0,5)0C, (50,0 + 0,5)0C, dan (65,0

+ 0,5)0

C. Variabel responnya adalah volume akhir (

V

a ),

yaitu mengukur volume akhir udara dalam balon secara kualitatif, yaitu sedikit, sedang, dan banyak. Dan variabel kontrolnya adalah jenis balon, volume awal (pada saat balon kempis) (

V

0 ), dan suhu ruangan (suhu awal) (T0), yaitu

selama percobaan menggunakan jenis balon yang sama dan tetap pada tiap percobaan, menggunakan volume awal (

V

0 ) yang sama dan dijaga tetap, yaitu pada keadaan balon

kempis dan menggunakan suhu ruangan (suhu awal) (T0) yang

tetap, yaitu sebesar (28,0 + 0,5)0

C. Adapun rancangan percobaan kali ini sebagai berikut.

Gambar 3.13. Percobaan pemuaian zat padat dengan menggunakan musschenbroek

Gambar 3.14. Percobaan pemuaian zat cair dengan memanaskan zat cair dalam tabung erlenmeyer

(8)

Gambar 3.15. Percobaan pemuaian zat gas dengan memanaskan zat gas dalam tabung erlenmeyer Langkah kerja pada percobaan ini sebagai berikut. Pada percobaan pemuaian zat padat yang pertama kali dilakukan adalah mencatat jenis logam yang kita gunakan, yaitu besi, tembaga, dan aluminium, kemudian mengatur posisi logam pada alat musschenbroek seperti Gambar 3.13, hanya menggunakan satu batang logam pada alat musschenbroek tiap pengukuran, untuk memperoleh pengukuran yang lebih akurat. Setelah itu, meletakkan spiritus dibawah dan ditengah-tengah logam, kemudian menyalakan apinya, lalu memcatat perubahan skala setiap logam dalam waktu (60,0 + 0,1) s. Pada percobaan pemuaian zat cair yang pertama kali dilakukan adalah mengukur diameter lubang pipa kapiler; kemudian merangkai alat seperti Gambar 3.14, kemudian menentukan volume zat cair dan mengupayakan saat memasukkan ke tabung erlenmeyer, termometer dan pipa kapiler ujungnya tercelup dalam zat cair. Setelah itu, menyalakan pembakar bunsen, lalu mencatat perubahan ketinggian air dipipa kapiler pada suhu yang telah ditentukan (suhu akhir). Kemudian mengulangi langkah diatas dengan suhu akhir yang berbeda yaitu sebesar (35,0+0,5)0

C, (40,0 + 0,5)0

C, dan (45,0 + 0,5)0

C. Pada percobaan pemuaian zat gas yang pertama kali dilakukan adalah merangkai alat seperti Gambar 3.15 dan memastikan balon terikat rapat dengan pipa kapiler, kemudian menyalakan pembakar Bunsen, lalu mencatat perubahan volume udara dalam balon setiap kenaikan suhu, yaitu (35,0 + 0,5)0

C, (50,0 + 0,5)0

C, dan (65,0 + 0,5)0

C, dan mencatat hasil percobaan secara kualitatif (volume kecil, sedang, besar).

Adapun teknik analisis yang digunakan pada percobaan pemuaian zat padat adalah dengan memanipulasi jenis batang logam yang digunakan yaitu alumunium, tembaga, dan besi yang memiliki koefisien muai panjang (α) yang berbeda-beda. Ketiga batang logam tersebut memiliki panjang awal (l0) yang

sama dan dipanaskan selama waktu yang telah ditentukan. Kemudian, mengukur pertambahan panjang (∆l) batang logam yang ditunjukkan skala alat musschenbroek. Sehingga dapat

diketahui pertambahan panjang batang logam yang memiliki paling besar antara logam alumunium, tembaga, dan besi. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat kita ketahui hubungan antara koefisien muai panjang (α) dengan pertambahan panjang (∆l) yaitu semakin besar koefisien muai panjangnya (

α

), maka semakin besar pula pertambahan panjangnya (

∆ l

). Untuk menentukan besar koefisien muai panjang (α) dapat digunakan persamaan:

α

=

∆ l

l

o

1

∆ T

Dari persamaaan diatas dapat kita tentukan pertambahan panjang (∆l) batang logam dengan persamaan:

∆ l=α l

0

∆T

∆ l ≈ α

Teknik analisis untuk percobaan pemuaian zat cair yaitu sebagai berikut.

• Pertambahan tinggi air (h)

h

=h

a

−h

0

∆ h=∆ h

a

+∆ h

0

KR=

∆ h

h

×100

DK

=100 −KR

PF=

(h± ∆ h)m

• Perubahan suhu (T)

T

=T

a

−T

0

∆ T

=∆T

a

+∆ T

0

KR=

∆ T

T

×100

DK

=100 −KR

PF=(T ± ∆ T ) C °

• Luas penampang pipa kapiler (A)

l

pipa

=

1

4

π D

2

∆ l

pipa

=

1

2

πD ∆ D

KR=

∆ l

pipa

l

pipa

× 100

DK

=100 −KR

PF=(l

pipa

± ∆ l

pipa

)m

2

• Pertambahan volume zat cair (V)

V

=l

pipa

× h

(9)

KR=

∆ V

V

× 100

DK

=100 −KR

PF=(V ± ∆ V )m

3

• Koefisien muai volume zat cair (

γ

)

γ

=

V

V

0

.T

∆ γ=

[

|

∆ V

V

|

+

|

∆ V

0

V

0

|

+

|

∆ T

T

|

]

× γ

KR=

∆ γ

γ

×100

DK

=100 −KR

PF

=(γ ± ∆ γ )/C

0

Hubungan antara koefisien muai volume (

γ

), ketinggian akhir zat cair, dan pertambahan volume zat cair (∆V) yaitu semakin tinggi suhu akhir zat cair (Ta), maka ketinggian

akhirnya (ha) akan semakin besar sehingga pertambahan

volumenya (∆V) juga akan semakin besar. Untuk menentukan besar koefisien muai volume zat cair dapat digunakan persamaan:

γ

=

V

V

0

.T

Dan teknik analisis untuk percobaan pemuaian zat gas yaitu semakin besar suhu (

T

) yang diberikan, maka semakin besar pula volume akhir (

V

a ) udara dalam balon. Hal ini

sesuai dengan bunyi Hukum Charles yaitu: “Sampai pendekatan yang baik, volume gas dengan jumlah tertentu berbanding lurus dengan suhu mutlak ketika tekanan dijaga konstan”. Secara matematis dapat dituliskan:

V

1

T

1

=

V

2

T

2

Untuk menentukan besar koefisien muai volume zat gas dapat digunakan persamaan:

γ

=

V

V

0

.T

IV. HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN Pada percobaan ini seperti yang telah diketahui dilakukan melalui tiga percobaan. Adapun tujuan dari percobaan ini adalah agar dapat menentukan pengaruh jenis zat terhadap pemuaian zat padat dan menentukan pengaruh suhu terhadap pemuaian pada zat cair dan gas.

Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh data-data sebagai berikut:

Suhu ruangan = (28,0 ± 0,5) o

C

Tabel 4.1. Hasil percobaan pemuaian zat padat

Jenis Batang (t + 0,1) s (l0 + 0,05)×10-2 m (l + 0,5)×10-3 m Alumuniu m 60,0 20,00 9,0 Tembaga 60,0 20,00 7,0 Besi 60,0 20,00 4,0

Berdasarkan Tabel 4.1. Dapat kita ketahui pada percobaan pemuaian zat padat yang dimanipulasi adalah tiga jenis batang logam yang memiliki koefisien muai panjang (

α

) yang berbeda, yaitu alumunium, tembaga, dan besi. Percobaan ini diawali dengan mengatur posisi logam pada alat musschenbroek yang ketiganya memiliki panjang awal sama yaitu (20,00 + 0,05)×10-2

m, lalu memanaskannya selama (60,0 + 0,1) s. Kemudian, mengukur pertambahan panjang batang yang ditunjukkan skala alat musschenbroek, yaitu berturut-turut sebesar (9,0 + 0,5)×10-3

m, (7,0 + 0,5)×103

m, (4,0 + 0,5)×10-3

m.

Dari data tiga kali percobaan tersebut terlihat bahwa pertambahan panjang yang paling besar adalah batang aluminium, kemudian tembaga, dan yang paling kecil adalah besi, dengan perbandingan sebagai berikut.

Aluminium : Tembaga : Besi = (9,0 + 0,5)×10-3

m : (7,0 + 0,5) ×10-3

m : (4,0 + 0,5)×10-3

m = 9 : 7 : 4.

Hal yang mempengaruhi perbedaan panjang ketiga logam adalah adanya perbedaan koefisien muai panjang ketiga logam. Aluminium adalah zat yang mempunyai koefisien muai paling besar diantara ketiga benda tersebut, yaitu sebesar 24×10-6

/o

C, sehingga pertambahan panjang aluminium adalah yang paling besar ketika dipanaskan. Kemudian koefisien muai panjang terbesar kedua diantara ketiga logam tersebut adalah koefisien muai panjang tembaga, yaitu 17×10-6

/o

C. Lalu, besi adalah logam yang koefisien muai panjangnya paling kecil diantara ketiga logam tersebut, yaitu 12×10-6

/o

C. Hasil percobaan ini sesuai dengan teoritis, yaitu pertambahan panjang benda (

∆ l

) berbanding lurus dengan koefisien muai panjang (

α

), panjang awal (

l

0 ), dan perubahan

suhu (

∆ T

), sehingga dengan panjang awal (

l

0 ) dan

perubahan suhu (

∆ T

) dikontrol, semakin besar koefisien muai panjang benda (

α

) maka akan semakin besar pula pertambahan panjang benda (

∆ l

). Berdasarkan pernyataan tersebut pertambahan panjang batang logam dapat dihitung dengan persamaan:

(10)

∆ l ≈ α

Tabel 4.2. Hasil percobaan pemuaian zat cair

Jenis Zat Cair (V0 ± 10)×10-6 m3 (D ± 0,01)×10-2 m (T0 ± 0,5) oC Aquades 100 0,48 28,0 100 0,48 28,0 100 0,48 28,0 (Ta ± 0,5) oC (h0 ± 0,05)×10-2 m (ha ± 0,05)×10-2 m 35,0 2,60 3,80 40,0 2,60 5,00 45,0 2,60 5,40

Berdasarkan Tabel 4.2. Dapat kita ketahui pada percobaan pemuaian zat cair yang dimanipulasi adalah suhu akhir zat cair (Ta) sebanyak tiga kali yang berbeda-beda pada tiap

percobaan, yaitu berturut-turut sebesar (35,0 + 0,5)0

C, (40,0 + 0,5)0

C, dan (45,0 + 0,5)0

C. Percobaan ini diawali dengan mengukur diameter lubang pipa kapiler (D), yaitu sebesar (0,48 + 0,01)×10-2 m. Kemudian, memanaskan zat cair dalam

tabung erlenmeyer dengan volume awal (

V

0 ), yaitu

sebesar (100+10)×10-6 m3, suhu awal (

T

0 ) = (28,0 +

0,5)0

C, dan tinggi awal (

h

0 ) = (2,60 + 0,05)×10-2 m, sama

untuk ketiga percobaan. Kemudian, setelah mencapai suhu akhir (

T

a ) yaitu berturut-turut sebesar (35,0 + 0,5)0C,

(40,0 + 0,5)0

C, dan (45,0 + 0,5)0

C, mengukur ketinggian akhir zat cair (

h

a ) pada pipa kapiler, yaitu berturut-turut (3,80 + 0,05)×10-2

m, (5,00 + 0,05)×10-2

m, dan (5,40 + 0,05)×10-2

m. Untuk menentukan koefisien muai volume zat cair (

γ

) dapat ditentukan secara teoritis dan secara percobaan. Menentukan koefisien muai volume zat cair (

γ

) teoritis dapat dicari dengan menggunakan tabel tetapan koefisien muai volume (

γ

) pada bagian kajian teori, diperoleh koefisien muai volume air (

γ

) secara teroritis sebesar 210×10-6 /Co.

Untuk menentukan koefisien muai volume zat cair (

γ

) secara percobaan dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

γ

=

V

V

0

.T

Untuk mencari koefisien muai volume zat cair (

γ

), sebelumnya harus diketahui pertambahan volume (

V

), volume awal (

V

0 ), dan perubahan suhu (

T

). Untuk

mencari perubahan volume (

V

¿

, yang harus diketahui adalah pertambahan tinggi air (

h

) dan luas penampang pipa kapiler. Untuk mencari pertambahan tinggi air (

h

) dapat dicari dengan persamaan berikut.

h=h

a

−h

0

dan diperoleh pertambahan tinggi air (

h

) pada percobaan pertama, kedua, dan ketiga, yaitu berturut-turut (1,20 ± 0,10)×10-2

m, (2,40 ± 0,10)×10-2

m, dan (2,80 ± 0,10)×10-2

m Untuk mencari luas penampang pipa kapiler dapat dicari dengan persamaan berikut.

l

pipa

=

1

4

π D

2

dan diperoleh luas penampang pipa kapiler, karena diameter pipa kapiler (D) tiap percobaan sama, maka luas penampang pipa kapiler tiap percobaan juga bernilai sama yaitu sebesar (18,08 ± 0,075)×10-4 m2.

Dari data tersebut dapat dicari perubahan volume (

V

¿

zat cair dengan persamaan berikut.

V

=l

pipa

× h

dan diperoleh perubahan volume (

V

¿

pada percobaan pertama, kedua, dan ketiga, yaitu berturut-turut (21,60 ± 1,89)×10-6 m3 , (43,40 ± 1,98)×10-6 m3 , dan (50,60 ± 2,02)×10-6 m3 .

Untuk mencari volume awal (

V

0 ) ketiga jenis zat cair

dapat dilihat pada Tabel 4.2. Percobaan Pemuaian Zat Cair, volume awalnya (

V

0 ) sama yaitu sebesar (100+10)×10

-6

m3.

Untuk mencari perubahan suhu (

T

) dapat dicari dengan persamaan berikut.

T

=T

a

−T

0

dan diperoleh perubahan suhu (

T

) pada percobaan pertama, kedua, dan ketiga, yaitu berturut-turut (7,0 ± 1,0) oC,

(12,0 ± 1,0) o

C, dan (17,0 ± 1,0) o

C.

Berdasarkan data-data diatas dapat dicari koefisien volume zat cair (

γ

). Pengukuran koefisien volume zat cair (

γ

) pada percobaan pertama, memberikan hasil pengukuran koefisien volume zat cair (

γ

) sebesar (3,0 + 1,0)×10-3

/C0

, dengan kesalahan relatif sebesar 33,11% dan derajat kepercayaan sebesar 66,89%.

Pengukuran koefisien volume zat cair (

γ

) pada percobaan kedua, memberikan hasil pengukuran koefisien volume zat cair (

γ

) sebesar (3,60 + 0,82)×10-3/C0, dengan

kesalahan relatif sebesar 22,77% dan derajat kepercayaan sebesar 77,23%.

Pengukuran koefisien volume zat cair (

γ

) pada percobaan ketiga, memberikan hasil pengukuran koefisien volume zat cair (

γ

) sebesar (2,90 + 0,41)×10-3/C0, dengan

kesalahan relatif sebesar 14,14% dan derajat kepercayaan sebesar 85,86%.

Dalam tiga kali pengukuran koefisien volume zat cair (

Gambar

Gambar 2.2. Pemuaian luas pada plat persegi
Tabel 2.2. Koefisien muai volume beberapa jenis zat  Zat Koefisien muai volume,   γ
Gambar 3.1. Musschenbroek
Gambar 3.15. Percobaan pemuaian zat gas dengan memanaskan zat gas dalam tabung erlenmeyer Langkah   kerja   pada   percobaan   ini   sebagai   berikut
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dalam percobaan penentuan ordo yang dilakukan ada data yang tidak sesuai dengan literatur, hal ini dapat terjadi karena kemungkinan NaNO3 yang ditambahkan tidak

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIKA DASAR I.

Pengendapan merupakan metode yang amat berharga dalam memisahkan suatu sampel menjadi komponen-komponennya. Proses yang dilibatkan adalah proses dimana suatu zat

Penelitian tentang cepat rambat bunyi pada zat padat sangat jarang dilakukan, salah satu penelitian cepat rambat bunyi pada zat padat yang pernah dilakuakan oleh

minyak atau fluida lebih besar dari massa maupun diameter bola dalam hal ini dapat. disimpulkan bahwa fluida atau koefisien viskositas dari minyak akan mampu

Dalam percobaan ini akan ditentukan pusat massa, momen inersia serta jari- jari girasi dari benda tegar persegi panjang, segitiga serta piringan baik secara matematis