commit to user
59
BAB IV
HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Pratindakan 1. Data dan Deskripsi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelas X 1 SMA Negeri 3 Boyolali tahun pelajaran 2014/2015. Data sekolah beserta data dan deskripsi kelas tempat penelitian diuraikan sebagai berikut :
a. Deskripsi Sekolah
SMA Negeri 3 Boyolali berada di Jl. Perintis Kemerdekaan Telp. (0276)324586 Fax. (0276)324586 Pulisen, Boyolali dengan lokasi geografis 7°32'29.59" LS dan 110°35'42.08" BT. Website: www.sman3boyolali.sch.id dan email [email protected]. Letak SMA Negeri 3 Boyolali berbatasan dengan:
Sebelah timur : Gedung Wisma Haji Kabupaten Boyolali
Sebelah barat : SMA Ganesha Boyolali
Sebelah utara : Jl. Bawang dan Permukiman Penduduk Sebelah selatan : Jl. Perintis Kemerdekaan dan Permukiman
Penduduk
Lebih jelasnya lokasi SMA Negeri 3 Boyolali dapat di lihat pada Lampiran 44. SMA Negeri 3 Boyolali resmi didirikan pada tahun 1988, yang semula merupakan Sekolah Pendidikan Guru dan Sekolah Guru Olah Raga (SPG/SGO) yang beralamat di Jl. Pandanaran No.169 Boyolali. Dalam rangka alih fungsi SPG/SGO menjadi SMTA sesuai dengan Keputusan Direktuar Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikaan dan Kebudayaan No. 178/C/Kep/1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Alih Fungsi Sekolah Pendidikan Guru dan Sekolah Guru Olah Raga menjadi Sekolah Lanjutan Tingkat Atas lainnya. Maka, pada tahun 1988 SPG/ SGO alih fungsi menjadi SMA Negeri 3 Boyolali.
Awal mulanya SMA Negeri 3 Boyolali hanya terdiri 4 kelas, hal ini dikarenakan untuk kelas II dan III masih siswa-siswi SPG yang
commit to user
kemudian pada tahun pelajaran 1989/1990 menerima 6 kelas, sehingga jumlah kelas saat itu ada 10 kelas. Setelah terjadi alih fungsi dari SPG/SGO menjadi SMA Negeri 3 Boyolali maka pada tahun 1989 lokasi sekolah yang pada waktu itu beralamat di Jl. Pandanaran No.169 Boyolali, dipindah menempati gedung baru yang beralamat di Jl. Perintis Kemerdekaan (0276)324586 Fax. (0276)324586 Pulisen, Boyolali sampai sekarang.
SMA Negeri 3 Boyolali memiliki total murid sekitar 1124 siswa dan 58 orang tenaga pendidik. SMA Negeri 3 Boyolali merupakan salah satu sekolah di Kabupaten Boyolali yang turut mengalami perubahan kurikulum dari kurikulum 2013 kembali pada kurikulum 2006 atau KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Pada kelas satu yang tadinya hanya terdiri dari 6 kelas MIA yakni X MIA 1-6 berubah susunan kembali menjadi kelas X 1 – X 6. Penilaian KTSP tidak hanya mengacu pada aspek kognitif tetapi juga psikomotorik dan afektif berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). KKM merupakan batasan nilai minimum yang harus dicapai oleh siswa baik pada penilaian Ulangan Harian, Ulangan Tengah Semester maupun Ulangan Akhir Semester/Kenaikan Kelas. Meskipun mengalami perubahan kurikulum, tidak dapat dipungkiri bahwa SMA Negeri 3 Boyolali merupakan sekolah yang mempunyai masukan siswa dengan prestasi nilai baik. Siswa yang diterima adalah siswa yang memenuhi standar nilai yang telah ditentukan oleh sekolah. b. Deskripsi Kelas
Siswa kelas X 1 SMA Negeri 3 Boyolali pada tahun pelajaran 2014/2015 berjumlah 32 siswa yaitu 16 siswa perempuan dan 16 siswa laki-laki. Tiap ruangan kelas berukurang kurang lebih 9 x 9 meter. Kelas X 1 terletak di paling ujung bangunan sekolah. Inventaris kelas X 1 meliputi satu buah meja guru dan satu buah kursi untuk guru, 16 meja siswa, 32 kursi siswa, satu buah whiteboard lengkap dengan boardmarker. Fasilitas lain yang dimiliki kelas X 1 yaitu LCD dan layar. Kelengkapan administrasi kelas terdiri dari absensi siswa, jurnal pelajaran, daftar
commit to user
inventaris kelas, daftar pengurus kelas, persediaan air minum dan perlengkapan penunjang kebersihan seperti sapu dan kemoceng.
2. Deskripsi Permasalahan Penelitian
Penelitian ini diawali dengan kegiatan pencarian data-data yang berkaitan dengan kelas X 1 SMA Negeri 3 Boyolali dengan tujuan untuk mengetahui gambaran awal keadaan kelas X 1. Pengamatan dilakukan pada saat peneliti melaksanakan PPL dan setelah melaksanakan PPL di SMA Negeri 3 Boyolali. Pengamatan setelah melaksanakan PPL dilakukan pada tanggal 6 januari 2015, pengamatan dilakukan pada saat guru mengajar materi optik dengan bantuan lembar observasi. Selain kegiatan pengamatan, juga dilaksanakan kegiatan lain meliputi wawancara guru dan siswa serta kajian dokumen untuk mengetahui kondisi awal siswa.
Dari hasil wawancara dan kajian dokumen dengan guru Fisika SMA Negeri 3 Boyolali pada tanggal 16 Desember 2014 dan kajian dokumen menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas X 1 masih rendah dan cenderung paling rendah dibanding kelas yang lain. Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar siswa kelas X 1 pada ulangan harian bab Pengukuran dari 32 siswa kelas X 1 yang mengikuti tes hanya 1 siswa (3,125 %) yang dinyatakan tuntas dengan batas ketuntasan (SKM) 75. Adapun nilai ulangan Pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 3. Menurut guru Fisika, siswa kelas X 1 tergolong siswa yang ramai dan gaduh, siswa yang aktif dan sering bertanya hanya 1 orang, ketika guru menerapkan metode diskusi, hanya ada 1 atau 2 siswa yang aktif dalam kelompok.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 9 siswa dengan perolehan nilai ulangan yang berbeda di kelas X 1 SMA Negeri 3 Boyolali menunjukkan bahwa siswa menginginkan pembelajaran yang lebih menarik agar siswa tidak cepat bosan dan selalu antusias dalam pembelajaran, seperti praktikum atau diskusi kelompok, karena selama ini guru lebih sering menggunakan metode ceramah dalam setiap pembelajarannya sehingga siswa cepat bosan. Tetapi ada 1 siswa yang lebih senang dengan pembelajaran yang sudah diterapkan oleh guru yaitu metode pembelajaran ceramah, ditunjukkan rumus
commit to user
disertai dengan contoh soal. Adapun hasil wawancara dengan guru dan siswa pada observasi pra siklus dapat dilihat pada Lampiran 4.
Berdasarkan hasil observasi langsung tanggal 6 Januari 2015 selama 2 x 45 menit, dalam proses pembelajaran masih banyak siswa yang kurang memperhatikan guru saat pelajaran berlangsung dan juga masih banyak siswa yang tidak menghargai dan menghormati guru saat pembelajaran. Pada saat pembelajaran siswa masih banyak yang berbincang-bincang dengan teman satu meja, bermain handphone, menyandarkan kepala di meja, makan saat pembelajaran, membaca komik dan bercanda dengan teman satu meja. Berdasarkan observasi awal, dari 31 siswa (1 orang siswa ijin tidak dapat mengikuti pembelajaran), semua siswa mencatat pelajaran yang disampaikan guru namun ada 1 siswa yang mencatat dengan mencontek catatan temannya, 1 siswa membaca komik, 8 siswa berbincang-bincang dengan teman satu meja, 3 siswa bermain handphone, 5 siswa menyandarkan kepala di meja, 1 siswa makan saat pembelajaran, 2 siswa bercanda dengan teman satu meja, dan ada 2 siswa yang bertanya pada guru saat pelajaran berlangsung namun ketika salah satu teman bertanya, teman-teman yang lain mengejek dan menganggap teman yang bertanya tersebut tidak memperhatikan penjelasan guru sehingga ketika guru menawarkan apakah ada pertanyaan lagi siswa ini takut untuk bertanya kepada guru dan memilih untuk bertanya pada teman. Ketika guru memberikan pertanyaan mengenai permasalahan fisika, siswa menjawab dengan ragu-ragu dan tidak disertai dengan alasan. Adapun hasil observasi awal pembelajaran dapat dilihat pada Lampiran 5.
Jika disimpulkan berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan kajian dokumen, dapat disimpulkan bahwa sikap sosial dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X1 ini masih rendah. Rendahnya sikap sosial siswa ditunjukkan dengan perilaku siswa yang tidak dapat menghargai dan menghormati guru, serta perilaku siswa yang tidak dapat menghargai pendapat teman satu kelasnya. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa ditunjukkan dengan adanya kesulitan dalam memahami permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran fisika, siswa menjawab permasalahan tersebut
commit to user
dengan ragu-ragu dan tidak disertai dengan alasan. Menurut Johnson (2007: 185), kemampuan kognitif untuk mengatakan sesuatu dengan penuh keyakinan karena bersandar pada alasan yang logis dan bukti empiris yang kuat merupakan kemampuan berpikir kritis. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa ini berimbas pada rendahnya kognitif siswa. Semua permasalahan tersebut disebabkan karena rendahnya kesadaran belajar siswa. Selain itu, juga disebabkan karena pembelajaran guru yang kurang menarik dan inovatif.
Pada pelaksanaan observasi tanggal 6 Januari 2015 tersebut, guru tidak melaksanakan pembelajaran kelompok sehingga aktivitas berpikir kritis dan interaksi kelompok untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial siswa dalam kelompok yang diamati kurang terlihat. Pada pra siklus ini, siswa tidak ada yang tuntas dari 31 siswa kelas X 1 yang mengikuti pembelajaran dalam kemampuan berpikir kritis dengan prosentase ketuntasannya adalah 0 % dan prosentase siswa yang belum tuntas sebanyak 100 % dengan nilai batas minimum ketuntasan. Sedangkan untuk sikap sosial, siswa yang tuntas hanya 1 siswa dari 31 siswa kelas X 1 yang mengikuti pembelajaran dengan prosentase ketuntasannya adalah 3 % dan prosentase siswa yang belum tuntas sebanyak 97 % dengan nilai batas minimum ketuntasan. Rata-rata kelas X 1 dalam kemampuan berpikir kritis pra siklus dengan prosentase sebesar 45,6 %. Sedangkan rata-rata kelas X 1 dalam sikap sosial dengan skor sebesar 1,97. Adapun rekap hasil observasi berpikir kritis dan sikap sosial siswa pada observasi pra siklus dapat dilihat pada Lampiran 6.
Berdasarkan data hasil observasi kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 dalam bentuk diagram batang. Adapun tabel ketercapaian indikator kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial klasikal siswa pada observasi pra siklus dapat dilihat pada Lampiran 7.
commit to user
Gambar 4.1. Prosentase Ketercapaian Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Klasikal Siswa pada Observasi Pra Siklus
Gambar 4.2. Skor Ketercapaian Indikator Sikap Sosial Klasikal Siswa pada Observasi Pra Siklus
Berdasarkan hasil observasi pra siklus yang dilakukan pada tanggal 6 Januari 2015 diketahui bahwa proses pembelajaran yang terjadi di kelas X 1 secara umum sudah berjalan dengan baik terlihat bahwa guru sudah menyiapkan perencanaan pembelajaran pada hari itu dan siswa tidak gaduh, akan tetapi siswa terlihat bosan, selain itu juga terlihat bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dan sikap sosial siswa dalam proses pembelajaran masih rendah. 0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% 100,0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 K e te rc ap ai an
Indikator Berpikir Kritis
0 0,2 0,4 0,6 0,81 1,2 1,4 1,6 1,82 2,2 2,4 2,6 2,83 3,2 3,4 3,6 3,84 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 K et er cap ai an
commit to user
Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial siswa pada proses pembelajaran ini muncul karena proses pembelajaran yang monoton dan kurang menarik serta metode yang digunakan masih menggunakan metode ceramah dengan bantuan media powerpoint. Metode ceramah berdampak pada pembelajaran yang yang berpusat pada guru atau biasa disebut Teacher Centered Learning (TCL) sehingga kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial siswa tidak terlihat. Model pembelajaran guru yang terlalu sering menerapkan pembelajaran dengan menunjukkan rumus dan contoh soal berupa aplikasi dari penggunaan rumus tersebut mengakibatkan ketika siswa diberi pertanyaan berupa permasalahan yang berhubungan dengan pembelajaran fisika diluar rumus, siswa menjawab dengan ragu-ragu dan tidak disertai dengan alasan. Padahal menurut Fakhruddin, Eprina & Syahril (2010: 18), pembelajaran fisika mempelajari mengenai gejala dan peristiwa atau fenomena alam serta berusaha untuk mengungkap segala rahasia dan hukum semesta secara ilmiah bukan menghafal rumus. Menurut Johnson (2007: 185), kemampuan kognitif untuk mengatakan sesuatu dengan penuh keyakinan karena bersandar pada alasan yang logis dan bukti empiris yang kuat merupakan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis merupakan aplikasi dari tahapan metode ilmiah jadi perlu adanya metode pembelajaran yang dapat menuntun siswa untuk melakukan kerja ilmiah seperti melaksanakan praktikum, diskusi kelompok seperti diskusi memecahkan suatu kasus. Berdasarkan hal itu perlu dilakukan perubahan untuk meningkatkan antusias siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga kemampuan berpikir kritis dalam proses belajar siswa meningkat.
Kemampuan berpikir kritis pra siklus ini, terlihat dua indikator yang memiliki prosentase ketercapaian yang tinggi, yaitu pada indikator siswa tidak protes dengan pembagian tugas yang diberikan guru yang terdapat dalam aspek mengingat kepentingan yang asli dan mendasar, dan pada indikator siswa melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan panduan guru dan LKS yang terdapat dalam aspek bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah. Sedangkan untuk aspek
commit to user
dan indikator lain kurang terlihat sehingga memperoleh prosentase ketercapaian yang masih rendah. Ketika dilakukan analisis sebelum tindakan, tepatnya pada materi Optik, didapatkan bahwa semua siswa belum tuntas dalam kemampuan berpikir kritis.
Sedangkan untuk sikap sosial siswa pra siklus ini juga masih tergolong rendah, hanya ada satu indikator yang memiliki ketercapain yang tinggi, yaitu pada indikator mengikuti pembelajaran selama jam pembelajaran berlangsung yang terdapat dalam aspek disiplin. Untuk aspek dan indikator lain kurang terlihat sehingga memperoleh ketercapaian yang masih rendah. Ketika dilakukan analisis sebelum tindakan, tepatnya pada materi Optik, didapatkan bahwa semua siswa belum tuntas dalam sikap sosial.
Berdasarkan data-data pra siklus di atas, peneliti dan guru menyusun suatu tindakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial siswa. Adapun tindakan yang telah disepakati oleh peneliti, dosen dan guru adalah penggunaan model Group Investigation (GI) dalam pembelajaran fisika yang dimodifikasi dengan Learning Community. Pemilihan model pembelajaran ini didasarkan pada tingkat perkembangan siswa di mana siswa SMA senang bereksperimen secara langsung. Selain itu, model ini juga sangat sesuai untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dimana model pembelajaran Group Investigation (GI) merupakan salah satu contoh model pembelajaran dengan metode ilmiah. Pembelajaran Group Investigation (GI) merupakan salah satu contoh pembelajaran kooperatif dimana menekankan pada kerjasama antar siswa. Modifikasi dengan Learning Community bertujuan untuk meningkatkan kerjasama antara anggota kelompok, menuntun siswa untuk saling sharing pengetahuan dengan teman, dan dengan yang tahu ke yang belum tahu. Learning Community ini dibentuk dengan distribusi individu yang merata antara siswa laki-laki dan siswa perempuan , antara prestasi siswa atau antara keaktifan siswa yang berbeda dalam satu kelompok kecil. Dengan adanya Learning Community ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran belajar siswa agar dapat meningkatkan sikap sosial siswa dalam kelompok. Meningkatnya sikap sosial siswa antara kelompok
commit to user
akan mampu meningkatkan kerjasama antara kelompok sehingga mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Jadi terdapat keterkaitan antara metode pembelajaran dan yang akan ditingkatkan.
B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Tiap satu pertemuan dilaksanakan selama 2 x 45 menit atau 2 jam pelajaran yang masing-masing pertemuan terdiri atas empat tahapan, yaitu : (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi. Adapun penjelasan secara rinci adalah sebagai berikut :
1. Deskripsi Siklus I
Siklus I dilaksanakan selama dua kali pertemuan yaitu tanggal 9 Februari 2015 dan 12 Februari 2015. Masalah dan sub materi yang dibahas pada siklus I ini adalah sebagai berikut:
a. Pertemuan pertama membahas masalah fenomena fisis mengenai Suhu untuk mempelajari tentang:
1) Pengertian suhu 2) Pengertian kalor
3) Menggunakan dan membaca termometer
4) Konsep dasar perpindahan kalor bahwa kalor dapat mengalir 5) Konversi skala suhu pada termometer
b. Pertemuan kedua membahas masalah fenomena fisis mengenai Perpindahan Kalor untuk mempelajari tentang:
1) Konsep perpindahan kalor 2) Tiga cara perpindahan kalor
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi tiga cara perpindahan kalor 4) Penerapan cara perpindahan kalor dalam kehidupan sehari-hari Kegiatan pada siklus I meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Berikut adalah pelaksanaan kegiatan siklus I secara terperinci:
commit to user a. Perencanaan Tindakan Siklus I
Pada siklus I peneliti meminta silabus pelajaran Fisika materi pokok Suhu dan Kalor kepada guru Fisika yang bersangkutan. Silabus tersebut disusun oleh sekolah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah. Adapun silabus dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan silabus tersebut, peneliti membuat rencana pembelajaran yang divalidasi oleh dosen pembimbing dan disetujui oleh guru yang terdiri dari dua kali pertemuan pada proses pembelajaran siklus I dengan model Group Investigation (GI) berbasis Learning Community. Kedua pertemuan tersebut yaitu:
1) Pertemuan pertama menjelaskan tentang Suhu
2) Pertemuan kedua menjelaskan tentang Perpindahan Kalor
Rencana pelaksanaan pembelajaran didesain dengan menggunakan model Group Investigation (GI) berbasis Learning Community dengan metode eksperimen dan diskusi informasi. Oleh karena telah disiapkan media yang mendukung pembelajaran seperti Powerpoint, LKS dan LKD. LKS disini berfungsi sebagai lembar kerja siswa saat eksperimen sedangkan LKD berfungsi sebagai lembar diskusi siswa saat diskusi informasi. Adapun rencana pelaksanaan pembelajaran siklus I dapat dilihat pada Lampiran 8.
Selain itu juga dirancang pembentukan kelompok secara heterogen sesuai dengan Learning Community dimana dibentuk 6 kelompok yang terdiri dari 5-6 anggota kelompok dengan distribusi anggota kelompok yang bervariasi dan merata antara laki-laki dan perempuan, serta merata antara yang mempunyai nilai yang bagus dengan nilai yang kurang bagus. Pengelompokkan berdasarkan nilai ini menggunakan nilai ulangan materi Pengukuran. Pembentukan kelompok sejumlah 6 kelompok ini berdasarkan jumlah praktikum yang ditentukan dimana pada pembelajaran GI ini, dalam menganalisis masalah siswa dibagi menjadi 3 praktikum yang berbeda tetapi dengan tema yang sama, 1 jenis praktikum akan dilakukan oleh 2 kelompok. Denah letak
commit to user
kelompok juga dirancang sedemikian rupa agar tiap kelompok tidak saling mencontek jawaban dari kelompok lain. Pembentukkan kelompok ini atas persetujuan dan kesepakatan dengan dosen pembimbing dan guru. Adapun denah kelompok siklus I dapat dilihat pada Lampiran 9.
Instrumen yang digunakan sebagai alat evaluasi kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial siswa adalah lembar observasi berpikir kritis dan sikap sosial yang telah divalidasi isi oleh pembimbing. Penilaian difokuskan pada proses pembelajaran tepatnya pada saat siswa berdikusi, dikarenakan untuk kemampuan berpikir kritis ditekankan pada aktivitas berpikir kritis dan sikap sosial siswa ditekankan pada interaksi siswa dengan siswa lain maupun dengan guru.
Instrumen lain yang digunakan adalah lembar wawancara untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang sudah dilakukan pada siklus I. Selain semua yang telah tersebut di atas, ditetapkan pula target yang hendak dicapai oleh peneliti dan guru pengampu dari proses pembelajaran ini. Target ini dibuat secara kolaboratif antara guru pengampu dan peneliti. Adapun target yang disepakati adalah untuk kemampuan berpikir kritis siswa prosentasenya meningkat menjadi 70 % dan untuk sikap sosial siswa skornya meningkat menjadi 2,8.
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan oleh peneliti, kemudian diterapkan di kelas X 1 SMA Negeri 3 Boyolali Tahun Pelajaran 2014/2015. Pelaksanaan tindakan pada siklus I mulai dilaksanakan pada tanggal 9 Februari 2015 dilanjutkan pada pertemuan kedua tanggal 12 Februari 2015. Pembelajaran ini menggunakan model Group Investigation (GI) pada sub materi Suhu dan Perpindahan Kalor.
Dalam pelaksanaan model Group Investigation (GI) disiklus I ini, kondisi awal siswa belum berkelompok, kegiatan pembelajaran diawali dengan penyampaian motivasi berupa fenomena fisis dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena fisis ini dijadikan sebagai
commit to user
permasalahan yang akan diinvestigasi oleh siswa. Dari masalah atau fenomena yang telah disampaikan, siswa dituntun untuk membuat pertanyaan sendiri mengenai permasalahan tersebut, kemudian guru memilihkan pertanyaan yang paling baik sesuai dengan pertanyaan yang diharapkan guru. Setelah itu siswa diminta untuk menentukan hipotesis sendiri kemudian dengan mengacungkan tangan, siswa menyampaikan hipotesisnya dan guru menuliskan hipotesis dipapan tulis. Kemudian siswa diminta berkelompok dengan pembagian hipotesis yang berbeda sesuai dengan jumlah hipotesis yang disampaikan siswa, kemudian siswa diminta untuk menjawab pertanyaan, menyelidiki apakah hipotesisnya benar, menggunakan praktikum yang sudah dibagi guru dimana 1 jenis praktikum dilakukan oleh 2 kelompok. Setelah siswa berkelompok guru membagikan LKS kepada masing-masing anggota kelompok sebagai panduan melakukan eksperimen. Ketika siswa melakukan eksperimen dan berdiskusi guru berkeliling untuk mengecek kegiatan masing-masing kelompok. Setelah kegiatan diskusi selesai, masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan didepan kelas. Kemudian guru memberikan penjelasan yang benar mengenai permasalahan diawal pembelajaran. Setelah itu guru menerangkan materi yang berhubungan dengan permasalahan (kondisi siswa masih berkelompok). Selanjutnya guru membagikan LKD kepada masing-masing anggota kelompok, dimana LKD ini berisi permasalahan untuk didiskusikan dengan teman sekelompoknya lagi, permasalahan kedua ini tidak disertai praktikum hanya berupa diskusi informasi saja. Setelah melakukan diskusi, masing-masing kelompok diminta untuk mengirim perwakilan 2 anggota kelompok untuk berkunjung ke kelompok lain yang bertugas untuk mempresentasikan hasil kelompoknya, sedangkan anggota kelompok yang tidak berkunjung bertugas untuk memberi masukan kepada kelompok yang berkunjung. Setelah dilakukan kegiatan diskusi, siswa diminta untuk mengumpulkan LKS dan LKD, serta siswa diminta untuk duduk ditempat semula (tidak berkelompok). Kemudian guru
commit to user
menyampaikan kesimpulan, menunjuk satu siswa untuk menyampaikan apa yang sudah dipelajari pada pembelajaran, siswa diminta untuk mengerjakan latihan soal dan setalah itu pembelajaran ditutup.
Pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun peneliti dan disetujui oleh guru mata pelajaran Fisika. Berdasarkan rancangan pembelajaran yang telah disusun, pelaksanaan pembelajaran sub materi Suhu dan Perpindahan Kalor di kelas X 1 membutuhkan 2 kali pertemuan untuk proses pembelajaran yaitu 4 x 45’ yang terbagi atas 2 x 45’ pertemuan pertama dan 2 x 45’ pertemuan kedua.
1) Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 9 Februari 2015 di ruang kelas X 1 SMA Negeri 3 Boyolali, siswa yang masuk sebanyak 31 siswa dimana 1 siswa ijin tidak dapat mengikuti pembelajaran. Pada pertemuan pertama ini, diawali dengan pemberian masalah atau kasus melalui media Power Point (PPT) mengenai fenomena fisis Suhu. Setelah itu siswa diminta untuk membuat pertanyaan mengenai fenomena fisis Suhu tersebut. Guru memilih pertanyaan yang palih tepat dan sesuai dengan perencanaan. Kemudian melalui pertanyaan tersebut, siswa diminta untuk membuat jawaban sementara atau hipotesis dengan mengacungkan tangan dan menyampaikannya secara lantang kepada guru, kemudian guru menuliskan hipotesis tersebut didepan kelas. Guru menyeleksi hipotesis yang sudah diungkapkan siswa.
Guru membagi 1 hipotesis untuk diinvestigasi 2 kelompok, setelah itu guru meminta siswa untuk berkelompok sesuai dengan denah yang ditampilkan didepan kelas. Guru membagikan LKS kepada masing-masing anggota kelompok dan meminta tiap kelompok untuk melakukan eksperimen sesuai dengan instruksi yang ada pada LKS. Pemberian LKS kepada semua siswa diharapkan
commit to user
dapat memperlancar proses diskusi dan meningkatkan rasa tanggung jawab kepada siswa. Sebelum bereksperimen siswa diminta mengambil alat-alat praktikum yang sudah disiapkan guru untuk masing-masing kelompok. Selama siswa melakukan eksperimen, guru bertugas sebagai fasilitator dan membantu siswa apabila mengalami kesulitan dalam proses eksperimen. Setelah dilakukan eksperimen, guru meminta masing-masing mempresentasikan didepan kelas mengenai hasil yang sudah didapat. Diakhir presentasi guru menyampaikan jawaban yang benar mengenai permasalahan yang telah diinvestigasi. Pada proses eksperimen ini, siswa mempelajari konsep dasar suhu, kalor dan perpindahan kalor.
Untuk menjelaskan mengenai konversi skala suhu pada termometer, guru menjelaskan dengan metode ceramah dengan bantuan media Power Point (PPT). Selanjutnya, untuk menambah pengetahuan siswa, guru meminta siswa untuk menjawab permasalahan mengenai konversi skala suhu pada termometer melalui diskusi informasi dengan bantuan LKD yang dibagikan guru. Kemudian guru meminta siswa untuk berdiskusi dengan kelompok masing-masing. Setelah melakukan diskusi, masing-masing kelompok diminta untuk mengirim perwakilan 2 anggota kelompok untuk berkunjung ke kelompok lain yang bertugas untuk mempresentasikan hasil kelompoknya, sedangkan anggota kelompok yang tidak berkunjung bertugas untuk memberi masukan kepada kelompok yang berkunjung. Setelah itu guru menyimpulkan dan menunjukkan satu siswa untuk menyampaikan apa yang sudah dipelajari pada pembelajaran saat itu, kemudian siswa diminta untuk mengerjakan latihan soal dan setalah itu pembelajaran ditutup.
Selama proses pembelajaran, di rekam menggunakan kamera atau handycam, digunakan untuk menilai kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial siswa.
commit to user 2) Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan tanggal 12 Februari 2015. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan di ruang kelas X 1, siswa yang masuk sebanyak 31 siswa dimana 1 siswa ijin tidak dapat mengikuti pembelajaran. Pengamatan dilakukan pada masing-masing individu dengan di rekam menggunakan kamera atau handycam. Pada pertemuan kedua ini, diawali dengan pemberian masalah atau kasus melalui media Power Point (PPT) mengenai fenomena fisis Perpindahan Kalor. Setelah itu siswa diminta untuk membuat pertanyaan mengenai permasalahan tersebut. Guru memilih pertanyaan yang palih tepat dan sesuai dengan perencanaan. Kemudian melalui pertanyaan tersebut, siswa diminta untuk membuat jawaban sementara atau hipotesis dengan mengacungkan tangan dan menyampaikannya secara lantang kepada guru, kemudian guru menuliskan hipotesis tersebut didepan kelas. Guru menyeleksi hipotesis yang sudah diungkapkan siswa.
Guru membagi 1 hipotesis untuk diinvestigasi 2 kelompok, setelah itu guru meminta siswa untuk berkelompok sesuai dengan kelompoknya pada pertemuan pertama. Guru membagikan LKS kepada masing-masing anggota kelompok dan meminta tiap kelompok untuk melakukan eksperimen sesuai dengan instruksi yang ada pada LKS. Sebelum bereksperimen siswa diminta mengambil alat-alat praktikum yang sudah disiapkan guru untuk masing-masing kelompok. Selama siswa melakukan eksperimen, guru bertugas sebagai fasilitator dan membantu siswa apabila mengalami kesulitan dalam proses eksperimen. Setelah dilakukan eksperimen, guru meminta masing-masing mempresentasikan didepan kelas mengenai hasil yang sudah didapat. Diakhir presentasi guru menyampaikan
jawaban yang benar mengenai permasalahan yang telah
commit to user
perpindahan kalor secara konduksi dan penerapan perpindahan kalor dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menjelaskan mengenai dua cara perpindahan kalor yang lain, guru menjelaskan dengan metode ceramah dengan bantuan media Power Point (PPT). Selanjutnya, untuk menambah pengetahuan siswa, guru meminta siswa untuk menjawab permasalahan mengenai perpindahan kalor secara konveksi melalui diskusi informasi dengan bantuan LKD yang dibagikan guru. Kemudian guru meminta siswa untuk berdiskusi dengan kelompok masing-masing. Setelah melakukan diskusi, masing-masing kelompok diminta untuk mengirim perwakilan 2 anggota kelompok untuk berkunjung ke kelompok lain yang bertugas untuk mempresentasikan hasil kelompoknya, sedangkan anggota kelompok yang tidak berkunjung bertugas untuk memberi masukan kepada kelompok yang berkunjung. Setelah itu guru menyimpulkan dan menunjukkan satu siswa untuk menyampaikan apa yang sudah dipelajari pada pembelajaran saat itu, kemudian siswa diminta untuk mengerjakan latihan soal dan setalah itu pembelajaran ditutup.
Pembelajaran pada pertemuan kedua ini, merupakan akhir dari pembelajaran siklus I. Diluar jam pembelajaran dilakukan wawancara terhadap siswa dan guru untuk mengetahui tanggapan siswa dan guru mengenai pembelajaran pada siklus I agar dapat dijadikan masukkan untuk pembelajaran siklus II nantinya.
c. Observasi Tindakan Siklus I
Observasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial siswa serta kejadian-kejadian yang terjadi selama proses pembelajaran di kelas X 1. Dengan pengamatan secara langsung oleh observer akan diperoleh data yang akurat untuk menilai kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial siswa serta untuk mengetahui kekurangan dalam pembelajaran yang dapat dijadikan masukan untuk proses
commit to user
pembelajaran selanjutnya. Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan oleh peneliti dibantu 5 observer.
Selama proses pembelajaran berlangsung ditemukan beberapa kekurangan diantaranya:
1) Siswa terlihat tergesa-gesa dikarenakan padatnya langkah pembelajaran yang harus dilakukan.
2) Berdasarkan catatan observer terdapat beberapa anggota kelompok yang tidak fokus dan pasif selama eksperimen dan diskusi. Hal ini dikarenakan beberapa anggota kelompok masih bermain dengan alat dan bahan praktikum. Sehingga banyak waktu yang terbuang.
3) Diskusi yang efektif, hanya saat kegiatan eksperimen dan diskusi saja, sedangkan saat diskusi informasi atau diskusi tahap kedua siswa kurang kondusif dan hanya beberapa siswa saja yang aktif dalam kelompok.
4) Waktu pada saat kegiatan eksperimen kurang efektif dan efisien 5) Banyak siswa mengalami kebingungan mengenai permasalahan yang
disampaikan.
Dari temuan kekurangan proses pembelajaran dalam catatan observer tersebut kemudian dijadikan masukan untuk pembelajaran berikutnya. Adapun rekap catatan observer siklus I dapat dilihat pada Lampiran 10. Berikut adalah observasi kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial pada pelaksanaan siklus I secara terperinci:
1) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Dalam melakukan analisis kemampuan berpikir kritis, dilakukan melalui observasi langsung oleh observer. Pada observasi
langsung observer bertugas untuk mengamati dan
mendokumentasikan proses kegiatan eksperimen dan diskusi siswa. Observer menuliskan hasil pengamatannya kedalam lembar observasi yang sudah diberikan peneliti.
Berdasarkan observasi langsung dan kajian dokumen dan diambil rata-rata dari pertemuan 1 dan 2 untuk masing-masing siswa,
commit to user
pada siklus I ini, siswa yang tuntas sebanyak 19 siswa dari 32 siswa kelas X 1 yang mengikuti pembelajaran dalam kemampuan berpikir kritis dengan prosentase ketuntasannya adalah 59,4 % dan prosentase siswa yang belum tuntas sebanyak 40,6 % dengan nilai batas minimum ketuntasan. Adapun rekap hasil observasi berpikir kritis siswa siklus I dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil analisis ketuntasan kemampuan berpikir kritis siswa pada observasi siklus I dapat dilihat pada Gambar 4.3 dalam bentuk diagram pie.
Gambar 4.3. Prosentase Ketercapaian Ketuntasan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Observasi Siklus I
Jika dilihat dari ketercapaian indikator berpikir kritis dimana fokus observasi kemampuan berpikir kritis siswa adalah aspek “mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan”, “mencari alasan”, “berusaha mengetahui infomasi dengan baik”, “memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya”, “memerhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan”, “berusaha tetap relevan dengan ide utama”, “mengingat kepentingan yang asli dan mendasar”, “mencari alternatif”, “bersikap dan berpikir terbuka”, “mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu”, “mencari penjelasan sebanyak mungkin dan bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari
commit to user
keseluruhan masalah” dengan masing-masing aspek dikembangkan ke dalam beberapa indikator, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.4 dalam bentuk diagram batang. Adapun tabel prosentase ketercapaian indikator kemampuan berpikir kritis klasikal siswa pada observasi siklus I dapat dilihat pada Lampiran 12.
Gambar 4.4. Prosentase Ketercapaian Indikator Berpikir Kritis Klasikal Siswa pada Observasi Siklus I
Berdasarkan Gambar 4.4 di atas, prosentase ketercapaian indikator berpikir kritis klasikal siswa setiap pertemuan dihitung berdasarkan jumlah siswa kelas X 1 yang hadir dalam setiap pertemuan.
2) Sikap Sosial Siswa
Dalam melakukan analisis sikap sosial siswa, dilakukan melalui observasi langsung oleh observer. Berdasarkan observasi langsung dan kajian dokumen dan diambil rata-rata dari pertemuan 1 dan 2 untuk masing-masing siswa, pada siklus I ini, siswa yang tuntas sebanyak 27 siswa dari 32 siswa kelas X 1 yang mengikuti pembelajaran dalam sikap sosial dengan prosentase ketuntasannya adalah 84,4 % dan prosentase siswa yang belum tuntas sebanyak 15,6 % dari nilai batas minimum ketuntasan. Adapun rekap hasil observasi sikap sosial siswa siklus I dapat dilihat pada Lampiran 13.
0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% 100,0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 K e te rc ap ai an
commit to user
Hasil analisis ketuntasan sikap sosial siswa pada observasi siklus I dapat dilihat pada Gambar 4.5 dalam bentuk diagram pie.
Gambar 4.5. Prosentase Ketercapaian Ketuntasan Sikap Sosial Siswa pada Observasi Siklus I
Jika dilihat dari ketercapaian indikator sikap sosial dimana fokus observasi kemampuan berpikir kritis siswa adalah aspek “jujur”, “disiplin”, “tanggung jawab”, “toleransi”, “gotong royong”, “santun” dan “percaya diri” dengan masing-masing aspek dikembangkan ke dalam beberapa indikator, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.6 dalam bentuk diagram batang. Adapun tabel skor ketercapaian indikator sikap sosial klasikal siswa pada observasi siklus I dapat dilihat pada Lampiran 14.
commit to user
Gambar 4.6. Skor Ketercapaian Indikator Sikap Sosial Klasikal Siswa pada Observasi Siklus I
Berdasarkan Gambar 4.6 di atas, skor ketercapaian indikator sikap sosial klasikal siswa setiap pertemuan dihitung berdasarkan jumlah siswa kelas X 1 yang hadir dalam setiap pertemuan.
d. Wawancara Tindakan Siklus I
Wawancara tindakan siklus I ini dilaksanakan pada akhir siklus I tanggal 13 Februari 2015 diluar jam pembelajaran dengan 9 siswa yang sama yang di wawancara pada saat pra siklus dan dengan guru, ditemukan beberapa kekurangan diantaranya:
1) Diskusi belum berjalan efektif karena pembentukan kelompok yang tidak seimbang antara aktif dan pasif.
2) Banyak siswa yang tidak memperhatikan, alangkah lebih baiknya guru lebih memperhatikan siswa secara lebih mendetail.
3) Waktu yang digunakan saat praktikum kurang efektif, karena hanya sebentar
Dari temuan kekurangan proses pembelajaran dalam wawancara dengan siswa dan guru tersebut kemudian dijadikan masukan untuk pembelajaran berikutnya. Adapun hasil wawancara dengan guru dan siswa siklus I dapat dilihat pada Lampiran 15.
0 0,2 0,4 0,6 0,81 1,2 1,4 1,6 1,82 2,2 2,4 2,6 2,83 3,2 3,4 3,6 3,84 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 K e te rc ap ai an
commit to user e. Refleksi Tindakan Siklus I
Pelaksanaan pembelajaran dengan model Group Investigation (GI) berbasis Learning Community pada siklus I telah dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan dengan materi yang disampaikan meliputi submateri Suhu dan Perpindahan Kalor. Secara umum, pembelajaran telah terlaksana sesuai rencana dan hasilnya cukup optimal. Untuk lebih detailnya akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Apabila dilihat dari ketuntasan siswa, masih banyak siswa yang belum tuntas dari kriteria ketuntasan berpikir kritis yang direncanakan peneliti yaitu 70 %. Ketuntasan kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I ditunjukkan pada Gambar 4.3. Meskipun demikian, apabila dibandingkan dengan hasil observasi kemampuan berpikir kritis pada pra siklus (materi Optik) penerapan pembelajaran model Group Investigation (GI) berbasis Learning Community berdampak positif terhadap hasil pencapaian kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah siswa yang tuntas materi Suhu dan Pepindahan Kalor di kelas X 1. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.7 dalam bentuk diagram batang dimana prosentase siswa yang tuntas dalam kemampuan berpikir kritis siswa X 1 pra siklus adalah 0 % dan pada saat siklus I adalah 59,4 %.
commit to user
Gambar 4.7. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Ketuntasan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Observasi Pra Siklus dengan Siklus I
Bila dibandingkan dengan target penelitian, hasil observasi ketuntasan kemampuan berpikir kritis siswa pada observasi siklus I masih berada di bawah target penelitian. Adapun diagram batang yang menggambarkan keadaan tersebut digambarkan pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Ketuntasan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Observasi Siklus I dengan Target Penelitian
0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% 100,0% K e te rc ap ai an
Pra Siklus Siklus I
0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% 100,0% K e te rc ap ai an Siklus I Target
commit to user
Apabila dilihat dari rata-rata kelas, rata-rata kelas X 1 siklus I adalah 72,1 %. Nilai tersebut sudah diatas nilai batas minimum ketuntasan 70 %. Meskipun rata-rata kelas X 1 pada kemampuan berpikir kritis sudah melebihi nilai batas minimum ketuntasan, tetapi rata-rata kelas ini tidak terlalu menjadi acuan peneliti untuk mencukupkan penelitian. Karena selain rata-rata kelas yang tuntas, peneliti juga menginginkan ketuntasan pada masing-masing indikator kemampuan berpikir kritis. Perbandingan ketercapaian indikator berpikir kritis dengan target, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.9 dalam bentuk diagram batang. Adapun tabel perbandingan prosentase ketercapaian indikator berpikir kritis klasikal siswa pada observasi siklus I dengan target penelitian dapat dilihat pada Lampiran 16.
Gambar 4.9. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Berpikir Kritis Klasikal Siswa pada Observasi Siklus I dengan Target Penelitian
Berdasarkan Gambar 4.9 di atas, 8 indikator berpikir kritis belum mencapai target yang telah yang tetapkan. Sehingga perlu adanya tindakan agar target berpikir kritis klasikal siswa dalam penelitian tercapai. Selain itu juga masih ada 13 siswa yang belum
0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% 100,0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 K e te rc ap ai an Siklus I Target
commit to user
tuntas. Maka perlu adanya tindakan berikutnya agar target ketuntasan kelas X 1 mencapai target yang telah ditentukan.
Pada Gambar 4.4 di atas menunjukkan prosentase ketercapaian indikator kemampuan berpikir kritis siswa selama proses pembelajaran siklus I. Apabila dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis pra siklus, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.10. Adapun tabel perbandingan prosentase ketercapaian indikator berpikir kritis klasikal siswa pada observasi pra siklus dengan observasi siklus I dapat dilihat pada Lampiran 17.
Dari Gambar 4.10 tampak bahwa pembelajaran model Group Investigation (GI) berbasis Learning Community pada siklus 1 memberikan efek positif terhadap kemampuan berpikir kritis siswa
selama KBM berlangsung. Hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa antara pra siklus dengan siklus I. Pada kemampuan berpikir kritis ini siswa sudah mulai aktif baik ketika guru menjelaskan atau ketika diskusi.
Gambar 4.10. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Berpikir Kritis Klasikal Siswa pada Observasi Pra Siklus dengan Siklus I
0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% 100,0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 K e te rc ap ai an
commit to user
Berdasarkan Gambar 4.10 diatas, dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis pada setiap indikator mengalami peningkatan. Akan tetapi pada indikator ke 10 “Siswa tidak protes dengan pembagian tugas yang diberikan guru”, terjadi penurunan 0,4 % dikarenakan ada satu siswa yang protes terhadap pembagian hipotesis guru.
2) Sikap Sosial Siswa
Apabila dilihat dari ketuntasan siswa, ada beberapa siswa yang belum tuntas dari kriteria ketuntasan sikap sosial yang direncanakan peneliti yaitu 2,8. Ketuntasan hasil observasi sikap sosial siswa pada siklus I ditunjukkan pada Gambar 4.5. Meskipun demikian, apabila dibandingkan dengan hasil observasi sikap sosial pada pra siklus (materi Optik) penerapan pembelajaran model Group Investigation (GI) berbasis Learning Community berdampak positif terhadap hasil pencapaian sikap sosial siswa. Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah siswa yang tuntas materi Suhu dan Pepindahan Kalor di kelas X 1. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.11 dalam bentuk diagram batang dimana prosentase siswa yang tuntas dalam sikap sosial siswa X 1 pra siklus adalah 3 % dan pada saat siklus I adalah 84,4 %.
Gambar 4.11. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Ketuntasan Sikap Sosial Siswa pada Observasi Pra Siklus dengan Siklus I 0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% 100,0% K e te rc ap ai an
commit to user
Bila dibandingkan dengan target penelitian, hasil observasi ketuntasan sikap sosial siswa pada observasi siklus I sudah berada di atas target penelitian. Adapun diagram batang yang menggambarkan keadaan tersebut digambarkan pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Ketuntasan Sikap Sosial pada Observasi Siklus I dengan Target Penelitian
Apabila dilihat dari rata-rata kelas, rata-rata kelas X 1 siklus I adalah 3,38. Skor tersebut sudah di atas skor batas minimum ketuntasan 2,8. Meskipun rata-rata kelas X 1 pada sikap sosial sudah melebihi skor batas minimum ketuntasan, sama halnya dengan kemampuan berpikir kritis yaitu rata-rata kelas ini tidak terlalu menjadi acuan peneliti untuk mencukupkan penelitian. Karena selain rata-rata kelas yang tuntas, peneliti juga menginginkan ketuntasan pada masing-masing indikator sikap sosial. Perbandingan skor ketercapaian indikator sikap sosial klasikal siswa pada observasi siklus I dengan target penelitian, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.13 dalam bentuk diagram batang. Adapun tabel perbandingan skor
0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% 100,0% K e te rc ap ai an Siklus I Target
commit to user
ketercapaian indikator sikap sosial klasikal siswa pada observasi siklus I dengan target penelitian dapat dilihat pada Lampiran 18.
Gambar 4.13. Perbandingan Skor Ketercapaian Indikator Sikap Sosial Klasikal Siswa pada Observasi
Siklus I dengan Target Penelitian
Berdasarkan Gambar 4.13 di atas, 3 indikator sikap sosial belum mencapai target yang telah yang tetapkan. Sehingga perlu adanya tindakan agar target sikap sosial klasikal siswa dalam penelitian tercapai. Selain itu juga masih ada 5 siswa yang belum tuntas. Maka perlu adanya tindakan berikutnya agar target ketuntasan kelas X 1 mencapai target yang telah ditentukan.
Pada Gambar 4.6 di atas menunjukkan skor ketercapaian sikap sosial siswa selama proses pembelajaran siklus I. Apabila dibandingkan dengan sikap sosial pra siklus, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.14 . Adapun tabel perbandingan skor ketercapaian indikator sikap sosial klasikal siswa pada observasi pra siklus dengan observasi siklus I dapat dilihat pada Lampiran 19.
Dari Gambar 4.14 tampak bahwa pembelajaran model Group Investigation (GI) berbasis Learning Community pada siklus I memberikan efek positif terhadap sikap sosial siswa selama KBM
0 0,2 0,4 0,6 0,81 1,2 1,4 1,6 1,82 2,2 2,4 2,6 2,83 3,2 3,4 3,6 3,84 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 K e te rc ap ai an
commit to user
berlangsung. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya sikap sosial siswa antara pra siklus dengan siklus I. Pada sikap sosial ini siswa sudah mulai berperilaku baik dengan guru ketika guru menjelaskan dan dengan temannya ketika diskusi.
Gambar 4.14. Perbandingan Skor Ketercapaian Indikator Sikap Sosial Klasikal Siswa pada Observasi
Pra Siklus dengan Siklus I
Berdasarkan Gambar 4.14 diatas, dapat diketahui bahwa sikap sosial pada setiap indikator mengalami peningkatan.
Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus I yang disajikan dengan data-data di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil siklus I penelitian baik kemampuan berpikir kritis maupun sikap sosial siswa belum mencapai target yang direncanakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan pembelajaran yaitu dengan melanjutkan ke tindakan siklus II untuk meningkatkan dan mempertahankan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial yang telah tercapai dan diupayakan adanya peningkatan yang lebih tinggi dari target yang sudah dicapai di siklus I.
Berdasarkan data-data hasil refleksi dan observasi, selanjutnya peneliti dan guru memperoleh kesepakatan tentang
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 K e te rc ap ai an
commit to user
tindak lanjut dalam siklus berikutnya. Tindak lanjut tersebut adalah sebagai berikut: Kegiatan berikutnya tetap melanjutkan materi yang ada yakni Pemuaian Zat dan Asas Black tetapi dengan beberapa langkah perbaikan proses pembelajaran. Adapun langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Pemberian masalah diawal pembelajaran dilakukan dengan demostrasi alat agar siswa lebih paham mengenai masalah yang disampaikan
b) Karena keaktifan siswa dan kerja sama siswa lebih terlihat saat melakukan eksperimen dan diskusi tahap pertama sedangkan pada diskusi-informasi (diskusi tahap kedua) siswa tidak terlihat keaktifan dan kerjasamanya. Oleh karena itu diskusi tahap kedua berupa dikusi informasi dihapuskan. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan waktu ketika siswa praktikum, jadi siswa bisa lebih bersung-sungguh dan mempunyai waktu banyak lagi ketika melakukan eksperimen dan diskusi
c) Pembentukan kelompok berdasarkan pada keaktifan siswa bukan berdasarkan nilai ulangan harian siswa dimana dalam satu kelompok terdiri dari 1 siswa yang aktif, 2 siswa kurang aktif (sedang) dan 1 siswa pasif dengan distribusi individu 2 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan, agar keaktifan dan kerjasama antara anggota kelompok bisa lebih terlihat.
d) Jumlah anggota kelompok yang sebelumnya 5-6 siswa dalam kelompok dikurangi menjadi 4 siswa dalam tiap kelompok sehingga jumlah kelompok bertambah. Hal ini disebabkan karena, jumlah anggota kelompok yang terlalu banyak mengakibatkan kerjasama antara anggota kelompok kurang terlihat.
e) Setelah praktikum selesai siswa dihimbau untuk mengembalikan alat praktikum untuk menanggulangi siswa bermain alat saat praktikum.
commit to user 2. Deskripsi Siklus II
Siklus II ini pada awalnya dilaksanakan selama dua kali pertemuan yaitu tanggal 2 Maret 2015 dan 5 Maret 2015. Kegiatan pada siklus II meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Berikut adalah pelaksanaan kegiatan siklus I secara terperinci:
a. Perencanaan Tindakan II
Berdasarkan hasil refleksi dari siklus I maka dilakukan perencanaan untuk pelaksanaan tindakan pada siklus II. Pada siklus II materi yang diberikan merupakan sub materi lanjutan dari siklus I. Tindakan pada siklus II dilakukan pada materi yang berbeda dengan penyempurnaan dan perbaikan terhadap kendala-kendala yang terdapat pada siklus I. Adapun tindakan yang dimaksud adalah pembelajaran pada siklus II pada awalnya terdiri dari 2 pertemuan dengan rincian sebagai berikut:
1) Pertemuan pertama membahas masalah fenomena fisis mengenai Pemuaian Zat untuk mempelajari tentang:
a) Konsep dasar pemuaian zat
b) Macam-macam pemuaian zat dalam kehidupan sehari-hari c) Penerapan pemuaian zat dalam kehidupan sehari-hari
2) Pertemuan kedua membahas masalah fenomena fisis mengenai Asas Black untuk mempelajari tentang:
a) Konsep dasar Asas Black
b) Penerapan asas black dalam kehidupan sehari-hari
Pembelajaran tersebut menggunakan model Group Investigation (GI) berbasis Learning Community, peneliti menyiapkan media pembelajaran seperti, RPP, PPT, alat-alat untuk demonstrasi dan LKS. Adapun rencana pelaksanaan pembelajaran siklus II dapat dilihat pada Lampiran 20. Selain itu juga dirancang pembentukan kelompok yang berbeda secara heterogen sesuai dengan Learning Community dimana dibentuk 8 kelompok yang terdiri dari 4 anggota kelompok dengan distribusi anggota kelompok yang bervariasi dan merata antara laki-laki
commit to user
dan perempuan berdasarkan keaktifan siswa dimana dalam satu kelompok terdiri dari 1 siswa yang aktif, 2 siswa kurang aktif dan 1 siswa pasif.
Dalam menganalisis masalah siswa dibagi menjadi 3 praktikum yang berbeda tetapi dengan tema yang sama. Praktikum 1 akan dilakukan oleh kelompok 1, 2, dan 3. Praktikum 2 akan dilakukan oleh kelompok 4, 5, dan 6. Sedangkan praktikum 3 akan dilakukan oleh kelompok 7 dan 8. Denah letak kelompok juga dirancang sedemikian rupa agar tiap kelompok tidak saling mencontek jawaban dari kelompok lain. Pembentukkan kelompok ini atas persetujuan dan kesepakatan dengan dosen pembimbing dan guru. Adapun denah kelompok siklus II dapat dilihat pada Lampiran 21.
Instrumen yang digunakan sebagai alat evaluasi kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial siswa masih sama seperti siklus I adalah lembar observasi berpikir kritis dan sikap sosial yang telah divalidasi konstruksi dan isi oleh pembimbing. Penilaian dititik fokuskan pada proses pembelajaran tepatnya pada saat siswa berdikusi, dikarenakan untuk kemampuan berpikir kritis ditekankan pada aktivitas berpikir kritis dan sikap sosial siswa ditekankan pada interaksi siswa dengan siswa lain ketika berdiskusi.
Instrumen lain yang digunakan adalah lembar wawancara untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang sudah dilakukan pada siklus II. Mengenai target penelitian masih tetap sama seperti siklus I yaitu untuk kemampuan berpikir kritis siswa prosentasenya meningkat menjadi 70 % dan untuk sikap sosial siswa skornya meningkat menjadi 2,8 dan diharapkan bisa melebihi ketercapaian prosentase dan skor sebelumnya.
b. Pelaksanaan Tindakan II
Pembelajaran pada siklus II dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran seperti yang tercantum dalam RPP yang telah disusun dan disetujui oleh guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri
commit to user
3 Boyolali. Berdasarkan rencana yang telah ditentukan, pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ini terdiri dari dua pertemuan. Pertemuan pertama 2 x 45’dan pertemuan kedua 2 x 45. Pada siklus II ini pembelajaran dilakukan dengan melanjutkan pada sub materi selanjutnya dengan perbaikan berupa pemberiam masalah dengan demonstrasi alat yang dibuat oleh peneliti.
1) Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015 di ruang kelas X 1 SMA Negeri 3 Boyolali, siswa yang masuk sebanyak 31 siswa dimana 1 siswa ijin tidak dapat mengikuti pembelajaran. Pada siklus II ini, kegiatan motivasi dan apersepsi atau pemberian masalah tidak melalui PPT, namun melalui kegiatan demonstrasi yang dilakukan oleh guru dengan bantuan siswa di depan kelas. Kegiatan ini dimaksudkan agar siswa lebih paham lagi mengenai masalah yang diberikan, dan siswa juga dapat melihat bukti nyata dari permasalahan yang diberikan
Setelah guru membuka pelajaran, guru menunjuk salah satu siswa untuk melakukan demonstrasi tentang “alat termometer gas sederhana”. Guru meminta siswa lain untuk mengamati proses yang terjadi. Berdasarkan demonstrasi yang dilakukan oleh guru dan siswa, akan langsung muncul pertanyaan yang jelas oleh siswa. Kemudian siswa diminta guru untuk mengungkapkan pertanyaan mengenai demonstrasi alat tersebut dan guru menyeleksi dan memilih pertanyaan yang tepat sesuai dengan perencanaan yang dibuat oleh guru. Setelah itu siswa diminta untuk mengungkapkan hipotesis dari pertanyaan yang sudah dipilihkan oleh guru.
Setelah siswa menguungkap hipotesis, guru membagi hipotesis untuk diselidiki oleh masing-masing kelompok, yaitu 1 hipotesis untuk di investigasi oleh 2 kelompok. Kemudian guru menyuruh siswa untuk berkelompok sesuai dengan denah yang ditampilkan guru di depan kelas. Ketika siswa sudah berkelompok,
commit to user
guru membagikan LKS kepada masing -masing anggota kelompok. Pembagian LKS kepada masing-masing anggota kelompok diharapkan mampu meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap tugas yang diberikan oleh guru. Sebelum bereksperimen siswa diminta mengambil alat-alat praktikum yang sudah disiapkan guru untuk masing-masing kelompok sesuai dengan pembagian praktikum yang sudah ditentukan guru.
Selama siswa melakukan eksperimen dan diskusi, guru bertugas sebagai fasilitator dan membantu siswa apabila mengalami kesulitan dalam melakukan eksperimen dan diskusi. Kemudian siswa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi masing-masing kelompok. Diakhir presentasi guru menyampaikan jawaban yang benar mengenai permasalahan yang telah diinvestigasi.
Selanjutnya guru menjelaskan dengan metode ceramah dengan bantuan media Power Point (PPT), untuk mempredalam materi mengenai pemuaian zat. Setelah itu guru menyimpulkan dan menunjukkan satu siswa untuk menyampaikan apa yang sudah dipelajari pada pembelajaran saat itu, kemudian siswa diminta untuk mengerjakan latihan soal dan setalah itu pembelajaran ditutup.
Selama proses pembelajaran, di rekam menggunakan kamera atau handycam, digunakan untuk menilai kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial siswa.
2) Pertemuan Kedua
Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 2015 di ruang kelas X 1 SMA Negeri 3 Boyolali, siswa yang masuk sebanyak 28 siswa dimana 4 siswa ijin tidak dapat mengikuti pembelajaran dikarenakan mewakili sekolah dalam perlombaan POPDA 2015. Pada pertemuan kedua kegiatan pembelajaran hampir sama dengan pertemuan pertama. Demonstrasi dilakukan dengan cara yang sama dengan pertemuan pertama. Guru meminta siswa untuk melakukan demonstrasi di depan kelas sedangkan siswa yang
commit to user
lain mengamati. Demonstrasi pada pertemuan kedua ini menganenai percobaan sederhana tentang asas black. Guru meminta siswa menyampaikan pertanyaan, guru menyeleksi pertanyaan dan memeilihkan pertanyaan yang tepat. Siswa menentukkan hipotesis.
Setelah siswa mengungkap hipotesis, guru membagi hipotesis untuk diselidiki oleh masing-masing kelompok, siswa berkelompok seperti pertemuan pertama. Guru membagikan LKS sesuai dengan pembagian praktikum yang ditentukan guru, siswa mengambil alat-alat praktikum, kemudian siswa bereksperimen dan berdiskusi. Guru bertugas sebagai fasilitator dan membantu siswa apabila mengalami kesulitan dalam melakukan eksperimen dan diskusi. Kemudian siswa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi masing-masing kelompok. Diakhir presentasi guru menyampaikan jawaban yang benar mengenai permasalahan yang telah diinvestigasi.
Selanjutnya guru menjelaskan dengan metode ceramah dengan bantuan media Power Point (PPT), untuk memperdalam materi mengenai asas black. Setelah itu guru menyimpulkan dan menunjukkan satu siswa untuk menyampaikan apa yang sudah dipelajari pada pembelajaran saat itu, kemudian siswa diminta untuk mengerjakan latihan soal dan setelah itu pembelajaran ditutup.
c. Observasi Tindakan Siklus II
Observasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial siswa serta kejadian-kejadian yang terjadi selama proses pembelajaran di kelas X 1. Dengan pengamatan secara langsung oleh observer akan diperoleh data yang akurat untuk menilai kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial siswa serta untuk mengetahui kekurangan dalam pembelajaran yang dapat dijadikan masukan untuk proses pembelajaran selanjutnya. Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan oleh peneliti dibantu 5 observer. Dari pelaksanan observasi, observer masih ada siswa yang tidak ikut berdiskusi. Adapun rekap catatan
commit to user
observer siklus II dapat dilihat pada Lampiran 22. Berikut adalah observasi kemampuan berpikir kritis dan sikap sosial pada pelaksanaan siklus II (Pertemuan I & II) secara terperinci:
1) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Untuk mengetahui ketuntasan kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus II dilakukan observasi langsung oleh observer dimana observer mengamati dan mendokumentasikan proses kegiatan eksperimen dan diskusi siswa. Kemudian observer menuliskan hasil pengamatannya kedalam lembar observasi yang sudah diberikan peneliti.
Berdasarkan observasi langsung dan kajian dokumen dan diambil rata-rata dari pertemuan 1 dan 2 untuk masing-masing siswa, pada siklus II ini, siswa yang tuntas sebanyak 29 siswa dari 32 siswa kelas X 1 yang mengikuti pembelajaran dalam kemampuan berpikir kritis dengan prosentase ketuntasannya adalah 90,6 % dan prosentase siswa yang belum tuntas sebanyak 9,4 % dari nilai batas minimum ketuntasan. Adapun rekap hasil observasi berpikir kritis siswa siklus II (pertemuan I & II) dapat dilihat pada Lampiran 23. Hasil analisis ketuntasan kemampuan berpikir kritis siswa siklus II dapat dilihat pada Gambar 4.15 dalam bentuk diagram pie.
Gambar 4.15. Prosentase Ketercapaian Ketuntasan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Observasi
Siklus II (Pertemuan I & II)
commit to user
Jika dilihat dari ketercapaian indikator berpikir kritis dimana fokus observasi kemampuan berpikir kritis siswa adalah aspek “mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan”, “mencari alasan”, “berusaha mengetahui infomasi dengan baik”, “memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya”, “memerhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan”, “berusaha tetap relevan dengan ide utama”, “mengingat kepentingan yang asli dan mendasar”, “mencari alternatif”, “bersikap dan berpikir terbuka”, “mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu”, “mencari penjelasan sebanyak mungkin dan bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah” dengan masing-masing aspek dikembangkan ke dalam beberapa indikator, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.16 dalam bentuk diagram batang. Adapun tabel prosentase ketercapaian indikator kemampuan berpikir kritis klasikal siswa pada observasi siklus II (pertemuan I & II) dapat dilihat pada Lampiran 24.
Gambar 4.16. Prosentase Ketercapaian Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Klasikal Siswa pada Observasi Siklus II (Pertemuan I & II)
0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% 100,0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 K e te rc ap ai an
commit to user
Berdasarkan Gambar 4.16 di atas, prosentase ketercapaian indikator berpikir kritis siswa setiap pertemuan dihitung berdasarkan jumlah siswa kelas X 1 yang hadir dalam setiap pertemuan.
2) Sikap Sosial Siswa
Dalam melakukan analisis sikap sosial siswa di siklus II ini, dilakukan melalui observasi langsung oleh observer. Berdasarkan observasi langsung dan kajian dokumen dan diambil rata-rata dari pertemuan 1 dan 2 untuk masing-masing siswa, pada siklus II ini, semua siswa yang tuntas dalam sikap sosial dengan prosentase ketuntasannya adalah 100,0 % dan prosentase siswa yang belum tuntas sebanyak 0,0 % dari nilai batas minimum ketuntasan. Adapun rekap hasil observasi sikap sosial siswa siklus II (pertemuan I & II) dapat dilihat pada Lampiran 25. Hasil analisis ketuntasan sikap sosial siswa siklus II dapat dilihat pada Gambar 4.17 dalam bentuk diagram pie.
Gambar 4.17. Ketercapaian Ketuntasan Sikap Sosial Siswa pada Observasi Siklus II (Pertemuan I & II) Jika dilihat dari ketercapaian indikator sikap sosial dimana fokus observasi kemampuan berpikir kritis siswa adalah aspek “jujur”, “disiplin”, “tanggung jawab”, “toleransi”, “gotong royong”,
commit to user
“santun” dan “percaya diri” dengan masing-masing aspek dikembangkan ke dalam beberapa indikator, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.18 dalam bentuk diagram batang. Adapun tabel prosentase ketercapaian indikator sikap sosial klasikal siswa pada observasi siklus II (pertemuan I & II) dapat dilihat pada Lampiran 26.
Gambar 4.18. Skor Ketercapaian Indikator Sikap Sosial Siswa pada Observasi Siklus II (Pertemuan I & II)
Berdasarkan Gambar 4.18 di atas, prosentase ketercapaian tiap indikator sikap sosial siswa setiap pertemuan dihitung berdasarkan jumlah siswa kelas X 1 yang hadir dalam setiap pertemuan.
d. Refleksi Tindakan Siklus II
Pelaksanaan pembelajaran dengan model Group Investigation (GI) berbasis Learning Community pada siklus II telah dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan dengan materi yang disampaikan meliputi submateri Pemuaian Zat dan Asas Black. Secara umum, pembelajaran telah terlaksana sesuai rencana dan hasilnya cukup optimal. Untuk lebih detailnya akan dijelaskan sebagai berikut:
0 0,2 0,4 0,6 0,81 1,2 1,4 1,6 1,82 2,2 2,4 2,6 2,83 3,2 3,4 3,6 3,84 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 K e te rc ap ai an
commit to user 1) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Pada refleksi kemampuan berpikir kritis pada siklus II ini, apabila dilihat dari ketuntasan siswa, masih ada beberapa siswa yang belum tuntas dari kriteria ketuntasan berpikir kritis yang direncanakan peneliti yaitu 70 %. Apabila dibandingkan dengan hasil observasi kemampuan berpikir kritis pada pra siklus dan siklus I, penerapan pembelajaran model Group Investigation (GI) berbasis Learning Community berdampak positif terhadap hasil pencapaian kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah siswa yang tuntas materi Pemuaian Zat dan Asas Black di kelas X 1. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.19 dalam bentuk diagram batang dimana prosentase siswa yang tuntas dalam kemampuan berpikir kritis siswa X 1 pra siklus adalah 0 % , pada saat siklus I adalah 59,4 % dan pada saat siklus II adalah 90,6 %.
Gambar 4.19. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Ketuntasan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada
Observasi Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II (Pertemuan I & II)
0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% 100,0% K e te rc ap ai an
commit to user
Apabila dibandingkan dengan target penelitian, perolehan ketercapaian ketuntasan berpikir kritis siswa pada siklus II dapat dilihat pada Gambar 4.20 dalam bentuk diagram batang.
Gambar 4.20. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Ketuntasan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Observasi Siklus II (Pertemuan I & II) dengan Target
Penelitian
Apabila dilihat dari rata-rata kelas, rata-rata kelas X1 dalam kemampuan berpikir kritis mencapai 85,6 %. Meskipun rata-rata kelas X 1 dalam kemampuan berpikir kritis sudah melebihi nilai batas minimum ketuntasan, tetapi rata-rata kelas ini tidak terlalu menjadi acuan peneliti untuk mencukupkan penelitian. Karena selain rata-rata kelas yang tuntas, peneliti juga menginginkan ketuntasan pada masing-masing indikator kemampuan berpikir kritis. Perbandingan prosentase ketercapaian indikator berpikir kritis klasikal siswa pada observasi siklus II dengan target penelitian, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.21 dalam bentuk diagram batang. Adapun tabel perbandingan prosentase ketercapaian indikator kemampuan berpikir kritis klasikal siswa pada observasi
0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% 100,0% K e te rc ap ai an Siklus II Target
commit to user
siklus II (pertemuan I & II) dengan target penelitian dapat dilihat pada Lampiran 27.
Gambar 4.21. Perbandingan Prosentase Ketercapaian Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Klasikal Siswa pada Observasi Siklus II (Pertemuan I & II) dengan Target Penelitian
Berdasarkan Gambar 4.21 di atas, 3 indikator berpikir kritis belum mencapai target yang telah yang tetapkan, yaitu pada indikator “Siswa mampu merumuskan hipotesis”, “Siswa bertanya kepada guru atau teman tentang materi” dan pada “Siswa menyampaikan kesimpulan hasil analisis”, sehingga perlu adanya tindakan agar target berpikir kritis klasikal siswa dalam penelitian tercapai. Selain itu juga masih ada 3 siswa yang belum tuntas. Maka perlu adanya tindakan berikutnya agar target ketuntasan kelas X 1 mencapai target yang telah ditentukan.
Pada Gambar 4.16 di atas menunjukkan prosentase ketercapaian indikator kemampuan berpikir kritis siswa selama proses pembelajaran siklus II. Apabila dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis pra siklus, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.22 dalam bentuk diagram batang. Adapun tabel
0,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% 100,0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 K e te rc ap ai an Siklus II target