• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR RULI HERDIANSYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR RULI HERDIANSYAH"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

RULI HERDIANSYAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

(2)

Ruli Herdiansyah. E24102024. ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR. Dibimbing oleh Ir. Trisna Priadi M.Eng.Sc

Bangunan sekolah merupakan salah satu sarana penting bagi terlaksananya proses pendidikan. Lingkungan sekolah yang kondusif membutuhkan keadaan bangunan yang bersih dan terpelihara dari serangan perusak kayu. Organisme perusak yang banyak merusak komponen bangunan, antara lain : rayap, bubuk/kumbang, jamur dan sebagainya. Kerusakan yang disebabkan oleh perusak biologis bisa berakibat fatal ditinjau dari bidang konstruksi dan nilai bangunan sekolah. Sehingga dipandang perlu dilakukan penelitian terhadap kerusakan bangunan sekolah diakibatkan oleh perusak biologis.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kerusakan bangunan sekolah dasar negeri di Kota Bogor, faktor biologis yang merusaknya serta faktor pendukung terjadinya biodeteriorasi. Selain itu, melalui penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui nilai kerugian ekonomis yang disebabkan oleh biodeteriorasi tersebut.

Bahan yang digunakan antara lain : peta daerah Kota Bogor, tally sheet, alkohol 70%. Pengambilan bangunan contoh dilakukan dengan menggunakan metode stratified random sampling. Penelitian dilakukan pada 32 bangunan sekolah dasar dari 315 sekolah dasar di Kota Bogor. Analisis data serangan organisme perusak kayu pada berbagai komponen bangunan, kelas umur bangunan, kerusakan bangunan per wilayah pengamatan dan nilai kerugian ekonomi dilakukan dengan analisis deskriptif, sedangkan analisis data kadar air kayu yang diserang dan tidak diserang organisme perusak dilakukan dengan analisis perbandingan berpasang menggunakan software minitab 14.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bangunan sekolah dasar pada umumnya merupakan bangunan permanen. bagian-bagian bangunan sekolah seperti lantai, atap, dan bagian lainnya dapat mendukung terjadinya kerusakan oleh perusak biologis bila tidak dipelihara dengan baik. Kerusakan bangunan terjadi pada semua komponen bangunan. Kerusakan berat oleh jamur pelapuk dan rayap tanah pada bangunan sekolah dasar sudah terjadi pada umur 11-20 tahun dan 21-30 tahun. Kerusakan berat oleh rayap kayu kering tidak terjadi. Kerusakan sedang oleh rayap tanah dan rayap kayu kering sudah terjadi pada kelas umur 1-10 tahun.

Serangan rayap tanah terjadi pada seluruh komponen bangunan sekolah. Adapun serangan rayap tanah yang paling menonjol terjadi pada kusen pintu dan plafon. Rayap kayu kering menyerang terutama pada komponen daun pintu dan kusen jendela. Serangan jamur pelapuk yang paling banyak terjadi pada komponen plafon dan lisplang. Tingkat serangan organisme perusak pada bangunan sekolah hampir merata antar wilayah di Kota Bogor. Wilayah yang memiliki tingkat serangan organisme perusak relatif paling tinggi terjadi di wilayah Bogor Barat. Besarnya kerusakan yang terjadi diduga karena bangunan di wilayah Bogor Barat rata-rata berumur 21 - 30 tahun dan 31 - 40 tahun. Selain itu,

(3)

jenis Coptotermes curvignathus. Selain itu ada juga jenis Odontotermes javanicus, Macrotermes gilvus, Microtermes inspiratus dan Schedorhinotermes javanicus. Sedangkan untuk rayap kayu kering yang ditemukan adalah jenis Cryptotermes spp.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kayu yang tidak diserang organisme perusak memiliki kadar air lebih tinggi 1.0% dari kadar air kayu yang diserang rayap kayu kering dan lebih rendah 1.9% dan 1.4% dari kayu yang diserang rayap tanah dan jamur pelapuk.

Organisme yang menyebabkan kerugian ekonomi tertinggi adalah rayap tanah. Kerugian ekonomi rata-rata per bangunan sekolah di Kota Bogor akibat serangan rayap tanah sebesar Rp. 2.606.161, serangan jamur pelapuk dan rayap kayu kering sebesar Rp. 492.355 dan Rp. 415.029 per sekolah. Wilayah yang mengalami kerugian ekonomi tertinggi akibat perusak biologis (RT, RKK dan jamur pelapuk) terjadi di Bogor Barat sebesar Rp. 32.425.003. Dari perhitungan prediksi kerugian per wilayah, maka prediksi total kerugian akibat serangan perusak biologis kayu di Kota Bogor mencapai Rp. 1.074.483.390.

(4)

RULI HERDIANSYAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Kehutanan pada

Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

(5)

Nama

: Ruli Herdiansyah

Nrp :

E24102024

Departemen

: Hasil Hutan

Menyetujui,

(Ir. Trisna Priadi M.Eng.Sc)

NIP. 132045535

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

( Prof. Dr. Ir Cecep Kusmana, MS )

NIP. 131430799

(6)

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya tanggal 14 Juli 1983. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1990 di SDN Tejamaya Tasikmalaya dan lulus pada tahun 1996. Kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Jamanis Tasikmalaya dan lulus pada tahun 1999 dan melanjutkan ke SMUN 2 Tasikmalaya sampai tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis melanjutkan kuliah di IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Penulis mengambil minat studi di Laboratorium Kayu Solid.

Selama di Fakultas Kehutanan, penulis mengikuti Praktek Umum Kehutanan (PUK) pada tahun 2005 di KPH Kuningan Jawa Barat, Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Bineatama Kayone Lestari (BKL) Tasikmalaya pada tahun 2006.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “ Analisis Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar Negeri oleh Faktor Biologis di Kota Bogor” di bawah bimbingan Ir. Trisna Priadi, M.EngSc.

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Karunia dan

Anugerah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Karya tulis ini disusun berdasarkan hasil penelitian di bidang Hasil Hutan

dengan judul “Analisis Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar Negeri oleh Faktor

Biologis di Kota Bogor” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Trisna Priadi M.EngSc selaku dosen pembimbing penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masyud MS selaku dosen penguji dari Departemen

Konservasi Sumber Daya Hutan.

3. Bapak Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo M.Agr selaku dosen penguji dari

Departemen Silvikultur.

4. Mama beserta kakak dan adikku yang senantiasa memberikan dorongan

semangat, do’a dan pengorbanan baik moral dan materi kepada penulis.

5. Seluruh staf Depdiknas dan Bappeda atas bantuan dan perijinannya selama di

lapangan

6. Staf laboratorium kayu solid atas bantuan, kerjasama dan jalinan persaudaraan

selama penelitian berlangsung.

7. Keluarga besar Asrama Sylvalestari atas dukungan dan jalinan persaudaraannya.

8. Teman-teman THH ’39, Mas Hari, Pak Entis dan yang lainnya atas dukungan dan

doanya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu

saran dan kritik sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa yang akan datang. semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum.

Bogor, Februari 2007

(8)

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Manfaat Penelitian ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Letak Administrasi dan Fisik Dasar Kota Bogor ... 3

Kayu Sebagai Bahan Bangunan ... 4

Kerusakan Bangunan ... 5

Faktor Penyebab Kerusakan Biologis pada Bangunan ... 6

Rayap ... 6

Jamur ... 9

Mekanisme Perusakan Kayu oleh Jamur ... 12

Pengaruh Serangan Jamur terhadap Sifat-sifat Kayu ... 13

Kumbang ... 14

Tumbuhan ... 15

Lumut, Alga dan Tumbuhan Tingkat Rendah Lainnya ... 15

Perlindungan Bangunan ... 16

METODE PENELITIAN ... 19

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Batasan Penelitian ... 19

Pengumpulan Data ... 20

Pengolahan Data ... 21

1. Pengelompokan Data ... 21

2. Analisis Data ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Kondisi Umum Bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor ... 23

Perbandingan Frekuensi Serangan Organisme Perusak Biologis pada Berbagai Komponen Bangunan ... 27

(9)

v Kondisi Lingkungan dan Bahan Bangunan yang Diserang

Oganisme Perusak ... 34

Perbandingan Kerugian Ekonomi Rata-rata pada Berbagai Kelas Umur Bangunan Akibat Serangan Rayap Tanah, Rayap Kayu Kering dan Jamur ... 37

Rata-rata Kerugian Ekonomi Akibat Biodeteriorasi Pada Bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor ... 39

Perkiraan Aktual Kerugian Ekonomi Akibat Biodeteriorasi Pada Bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

Kesimpulan ... 42

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(10)

vi

Halaman 1 Klasifikasi penyebab-penyebab kerusakan bangunan yang

berada di luar dan di dalam bangunan... 5 2 Tingkat serangan perusak biologis pada berbagai kelas umur

bangunan ... 29 3 Kondisi lingkungan dan bahan bangunan yang diserang

(11)

vii

Halaman 1 Persentasi kelas umur bangunan sekolah dasar di Kota Bogor ... 23

2 Contoh lubang kembara pada lantai berlubang yang dibuat rayap

tanah ... 25 3 Kerusakan bangunan sekolah akibat jenis atap yang berbeda ... 26 4 Frekuensi terserangnya komponen bangunan oleh rayap tanah,

rayap kayu kering dan jamur pelapuk ... 28 5 Contoh kerusakan komponen lisplang akibat jamur pelapuk ... 31 6 Sebaran frekuensi serangan rayap tanah, rayap kayu kering dan

jamur pelapuk per wilayah penelitian ... 32 7 Sebaran kasus serangan organisme perusak bangunan sekolah

dasar yang ditemukan di Kota Bogor ... 33 8 Contoh kasta prajurit rayap tanah Macrotermes gilvus dan rayap

kayu kering Cryptotermes spp. (perbesaran 100x) ... 34 9 Histogram kadar air kayu yang terserang dan tidak terserang

perusak biologis kayu pada bangunan sekolah dasar ... 36 10 Histogram kerugian ekonomi rata-rata pada berbagai kelas umur

akibat serangan perusak biologis kayu ... 37 11 Histogram kerugian ekonomi rata-rata per wilayah penelitian di

Kota Bogor ... 39 12 Histogram perkiraan kerugian ekonomi per kecamatan di Kota

(12)

viii

Halaman

1 Karakteristik bangunan sekolah dasar negeri di Kota Bogor ... 47

2 Contoh perhitungan tingkat kerusakan dan kerugian ekonomi ... 48

3 Contoh penentuan bangunan yang diamati ... 51

4 Rangkuman perhitungan kerugian ekonomi per wilayah ... 53

5 Rekapitulasi kerugian ekonomi per sekolah ... 54

6 Rekapitulasi kerugian ekonomi per lokal bangunan ... 55

7 Nama sekolah dasar berdasarkan kelas umur... 59

8 Tabel klimatis serangan perusak biologis kayu ... 50

9 Perhitungan kadar air kayu dengan statistik perbandingan berpasang ... 61

10 Contoh kunci identifikasi rayap ... 62

11 Contoh gambar kerusakan komponen bangunan akibat serangan organisme perusak ... 63

(13)

Latar Belakang

Bangunan sekolah merupakan salah satu sarana bagi terlaksananya proses pendidikan. Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai akan memberikan peluang yang lebih besar bagi terlaksananya sebuah proses pendidikan yang lebih berkualitas yang kemudian berpotensi melahirkan generasi yang cerdas dan kreatif (Setyawan 2005).

Salah satu faktor terciptanya lingkungan sekolah yang kondusif yaitu keadaan bangunan yang bersih dan terpelihara dari serangan perusak kayu. Bangunan yang tahan terhadap kerusakan bergantung pada komponen bangunan yang menyusunnya. Pada umumnya bahan bangunan sekolah dasar yang digunakan adalah jenis kayu yang memiliki keawetan rendah yaitu kelas awet III dan IV, sehingga mudah di serang oleh organisme perusak kayu, antara lain : rayap, bubuk/kumbang, jamur dan sebagainya. Sedangkan kayu yang memiliki keawetan yang tinggi harganya relatif mahal dan ketersediaanya semakin langka.

Keberadaan wilayah Indonesia di zona tropika, menjadi salah satu faktor pendukung organisme perusak kayu untuk tumbuh dan berkembang dengan cepat. Kerusakan yang disebabkan oleh perusak biologis bisa berakibat fatal ditinjau dari bidang konstruksi dan nilai bangunan. Disamping itu, kerusakan bangunan tersebut dapat mengancam keselamatan manusia yang tinggal di dalam bangunan tersebut. Kerusakan pun tidak terbatas pada komponen kayu saja, melainkan pada semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung lignoselulosa.

Bangunan sekolah dasar di Indonesia yang dalam kondisi baik sekitar 54%-56% sedangkan bangunan yang mengalami kerusakan berat selama tahun 2003 - 2004 mencapai 883.750 ruang kelas atau 22,9% (Sudibyo 2006). Oleh karena itu, dipandang perlu melakukan penelitian mengenai faktor perusak biologis yang menyerang bangunan sekolah dasar dan perkiraan kerugian ekonomis yang diakibatkannya.

(14)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kerusakan yang terjadi pada bangunan sekolah dasar negeri di Kota Bogor, faktor biologis yang merusak bangunan tersebut, serta faktor pendukung terjadinya biodeteriorasi. Selain itu, melalui penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui nilai kerugian ekonomis yang disebabkan oleh biodeteriorasi tersebut.

Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Informasi karakteristik kerusakan bangunan sekolah dasar dan faktor-faktor penyebabnya dapat dijadikan pertimbangan untuk perbaikan, pencegahan, dan pengendalian biodeteriorasi bangunan.

2. Informasi penulisan ini diharapkan jadi bahan acuan untuk meningkatkan kesadaran berbagai pihak tentang pentingnya pencegahan kerusakan bangunan dan sarana pendidikan dari faktor-faktor penyebab biodeteriorasi.

3. Informasi sebaran jenis rayap dan jamur yang terdapat di Kota Bogor diharapkan jadi bahan pertimbangan perlunya pengawetan pada bahan bangunan untuk meminimalisir kerusakan akibat biodeteriorasi.

(15)

Letak Administrasi dan Fisik Dasar Kota Bogor

Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada di bawah wilayah administratif Propinsi Jawa Barat. Kota Bogor sering disebut kota hujan. Hal ini ditandai dengan jumlah curah hujan rata-rata di wilayah Kota Bogor berkisar antara 3.000 sampai 4.000 mm/tahun. Curah hujan bulanan berkisar antara 250 – 335 mm dengan waktu curah hujan minimum terjadi pada bulan September sekitar 128 mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi di bulan Oktober sekitar 346 mm. Temperatur rata-rata wilayah Kota Bogor berada pada suhu 26 °C, temperatur tertinggi sekitar 34,4 °C dengan kelembaban udara rata-rata lebih dari 70 % (Bappeda 2006).

Secara geografis Kota Bogor dikelilingi oleh bentangan pegunungan, mulai dari Gunung Pancar, Gunung Megamendung, Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak dan Gunung Halimun, bentang pegunungan tersebut menyerupai huruf U. Sedangkan menurut letak geografis, Kota Bogor terletak pada koordinat 106°48’ BT dan 6°36’ LS (Bappeda 2006).

Wilayah administrasi Kota Bogor terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan dengan luas wilayah 11.850 Ha. Adapun batas-batas Kota Bogor antara lain : Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. Sebelah Barat berbatasan wilayah Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Sebelah Timur berbatasan wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Sedangkan jumlah penduduk Kota Bogor menurut hasil sensus yaitu 750.250 jiwa (Bappeda 2006).

Kota Bogor merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan perbedaan ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 190 s/d 350 m di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0 – 2 % (datar) seluas 1.763,94 Ha, 2 – 15 % (landai) seluas 8.91,27 Ha, 15 – 25 % (agak curam) seluas 1.109,89 Ha, 25 – 40 % (curam) seluas 764,96 Ha, dan > 40 % (sangat curam) seluas 119,94 Ha (Bappeda 2006).

(16)

Kayu Sebagai Bahan Bangunan

Panshin dan de Zeuw (1970) menyatakan bahwa dengan kemajuan teknologi, penggunaan kayu menjadi sangat luas, terutama penggunaan bentuk kayu solid dalam kontruksi. Beberapa pertimbangan dalam memilih sebagai bahan kontruksi adalah sebagai berikut :

1. Kayu mudah dipotong menjadi bentuk yang beraneka ragam dengan bantuan alat sederhana atau dengan bantuan mesin.

2. Kayu dapat disambung secara mudah dan kuat menggunakan paku, skrup, baut atau alat sambung lainnya, juga dapat direkat dengan bahan perekat. 3. Kayu dapat berubah dimensi dalam kadar air yang berbeda terutama pada arah

tegak lurus serat.

4. Perubahan dimensi kayu oleh peningkatan suhu relatif kecil dibanding pada bahan logam.

5. Kayu merupakan bahan yang mudah terbakar tetapi penurunan kekuatannya dibawah pengaruh api terjadi bertahap sehingga lebih aman bila dibanding dengan bahan konstruksi lain.

6. Kayu dapat bertahan lama jika digunakan dalam kondisi yang tidak disenangi oleh organisme perusak kayu.

7. Kayu tidak bersifat korosif. Komponen penyusun kayu cukup tahan terhadap reaksi berbagai bahan kimia.

8. Kayu merupakan bahan yang mempunyai sifat isolasi yang baik, disebabkan oleh struktur serat dan rongga udara didalamnya.

9. Kayu memiliki sifat kekakuan dan kekuatan yang sangat baik karena sifat dari dinding sel dan sistem distribusi selnya.

10. Kayu memiliki permukaan yang sangat indah yang disebabkan oleh variasi serat, tekstur dan warna kayu.

Bila dilindungi dari air dan kelembaban serta dipelihara dengan baik maka kayu akan bertahan selama-lamanya atau tak terbatas waktunya, baik kelas awet I, II dan III. Sedangkan untuk kelas awet IV dan V akan bertahan sekitar 20 tahun (Duljapar 2001).

(17)

Kerusakan Bangunan

Klasifikasi penyebab-penyebab kerusakan bangunan yang ada di luar dan di dalam bangunan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi penyebab-penyebab kerusakan bangunan yang berada di luar dan di dalam bangunan

Bekerja di luar bangunan Bekerja di dalam bangunan

Penyebab Atmosfer Tanah Penghuni Akibat desain

Penyebab mekanik

Gravitasi Beban salju dan hujan Tekanan tanah dan air

Beban hidup Beban mati Penurunan

kekuatan dan pembebanan

Tekanan salju, suhu dan kelembaban

Amblas, bergeser

Pelekukan Pergeseran, penyusutan Energi kinetik Angin, hujan es, badai

pasir

Gempa bumi Akibat internal, pemakaian

Penurunan kadar air Getaran &

bunyi

Bunyi guruh pesawat, ledakan, lalulintas, mesin Getaran lalulintas Bunyi dan getaran musik, hiburan, alat rumah Bunyi&getara n Penyebab elektromagnet

Radiasi Radiasi matahari, radiasi radioaktif Radiasi radioaktif Lampu, radiasi radioaktif Radiasi permukaan Listrik Cahaya Arus listrik - Listrik statis &

suplai listrik

Magnetisme - - Medan magnet Medan magnet

Penyebab suhu Panas, embun, perubahan suhu Panas tanah, embun Panas tubuh, rokok Pemanasan kebakaran Penyebab kimia

Air dan larutan Kelembaban udara, kondensasi, presipitasi

Air tanah dan air permukaan Penyemprotan air, kondensasi, deterjen, alkohol Pemanasan, kebakaran Penyebab oksidasi Oksigen, ozon, nitrooksida Potensial elektrokimia positif Desenfektan, pemutih Potensial elektrokimia positif Penyebab reduksi

Asam Asam karbonat, asam sulfurat, kotoran burung Asam karbonat, asam humat Cuka, asam sitrat, asam karbonat Asam sulfat, asam karbonat

Basa - Kapur Sodium,

potasium

Semen Garam Kabut garam Nitrat, fosfat,

klorida, sulfat

Sodium klorida Gips, sulfat

Bahan kimia netral

Debu Batu kapur,

sillica Lemak, minyak, tinta, debu Lemak, minyak, debu Penyebab biologi Tumbuhan dan mikroba Bakteri, benih tumbuhan Bakteri, lumut, jamur, akar pohon Bakteri, tanaman hias -

Hewan Serangga, burung Rayap, tikus, ulat

Hewan piaraan - Sumber : Watt (1999).

(18)

Faktor Penyebab Kerusakan Biologis pada Bangunan

Kerusakan bangunan oleh faktor biologis adalah interaksi antara bangunan dan lingkungan biotiknya berupa tumbuhan dan hewan. Adapun penyebab biologis yang mengakibatkan kerusakan pada bangunan antara lain : rayap, jamur/cendawan, kumbang/bubuk, tumbuhan, burung dan binatang pengganggu serta lumut, alga dan tumbuhan tingkat rendah lainnya (Watt 1999).

Rayap

Rayap merupakan serangga yang termasuk ordo isoptera. Serangga ini bersifat sosial dengan sistem kasta yang berkembang baik. Ciri-ciri kelompok ini adalah memiliki dua pasang sayap mirip membran berukuran sama, yang menempel pada bagian toraks dan bagian mulut pengunyah (Nicholas 1987).

Menurut Lee dan Wood (1971) rayap dibagi menjadi dua kasta, yaitu kasta reproduktif dan kasta steril. Kasta steril masih dibagi menjadi dua, yaitu kasta prajurit dan kasta pekerja. Kasta reproduktif terdiri dari reproduktif primer dan sekunder. Sedangkan menurut Nandika et al. (1996), koloni rayap terdiri dari tiga kasta yaitu: kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif. Kasta pekerja mempunyai jumlah anggota terbesar dalam koloni, bentuknya seperti nimfa, warna pucat, mandible relatif kecil dibanding kasta prajurit. Fungsi dari kasta pekerja adalah sebagai pencari makanan. Sedangkan kasta prajurit mempunyai bentuk kepala besar dan mempunyai rahang (mandible/rostum) yang besar dan kuat serta berfungsi melindungi koloni terhadap gangguan dari luar. Kasta reproduktif terdiri dari kasta primer dan reproduktif suplementer. Kasta reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga dewasa bersayap dan menjadi pendiri koloni (raja dan ratu).

Nandika et al. (2003) mengatakan bahwa rayap perusak kayu dapat digolongkan berdasarkan lokasi sarang utama atau tempat tinggalnya, antara lain : a. Rayap pohon, yaitu jenis rayap yang menyerang pohon yang masih hidup,

bersarang dalam pohon dan tidak berhubungan dengan tanah. contoh yang khas dari rayap ini adalah Neotermes tectonae (famili Kalotermitidae), sebagai hama pohon jati.

(19)

b. Rayap kayu lembab, menyerang kayu mati dan lembab, bersarang dalam kayu, tidak berhubungan dengan tanah. Contoh : Jenis-jenis rayap dari genus Glyptotermes (famili Kalotermitidae).

c. Rayap kayu kering adalah golongan rayap yang biasa menyerang kayu-kayu kering, misalnya pada kayu yang digunakan sebagai bahan bangunan, perlengkapan rumah tangga dan perabot-perabot seperti meja, kursi dsb. Sarangnya terletak di dalam kayu dan tidak mempunyai hubungan dengan tanah. Rayap kayu kering dapat bekerja dalam kayu yang memiliki kadar air 10 - 12 % atau lebih rendah. Rayap kayu kering seperti Cryptotermes spp. (famili Kalotermitidae), hidup dalam kayu mati yang telah kering. Tanda serangannya adalah terdapatnya butir-butir ekskremen kecil berwarna kecoklatan yang sering berjatuhan di lantai atau di sekitar kayu yang diserang. Rayap ini tidak berhubungan dengan tanah karena habitatnya kering.

d. Rayap tanah adalah rayap yang umumnya hidup dalam tanah yang mengandung banyak kayu yang telah membusuk, tunggak pohon baik yang telah mati ataupun masih hidup. Rayap tanah dapat pula menyerang bahan-bahan di atas tanah karena selalu mempunyai terowongan pipih terbuat dari tanah yang menghubungkan sarang dengan benda yang diserangnya. Di Indonesia rayap tanah yang paling banyak merusak kayu adalah jenis-jenis dari famili Rhinotermitidae dan famili Termitidae. Contoh jenis dari famili Rhinotermitidae yang paling umum menyerang bangunan adalah dari genus Coptotermes (Coptotermes spp.) dan Schedorhinotermes. Perilaku rayap ini memiliki kemampuan untuk bersarang di dalam kayu yang diserangnya, walaupun tidak ada hubungan dengan tanah, asal saja sarang tersebut sekali-kali memperoleh lembab, misalnya tetesan air hujan dari atap bangunan yang bocor. Sedangkan contoh jenis dari famili Termitidae adalah Macrotermes spp. (terutama M. gilvus), Odontotermes spp. dan Microtermes spp. Jenis-jenis rayap ini sangat ganas, dapat menyerang obyek-obyek berjarak sampai 200 meter dari sarangnya. Untuk menyerang kayu sasarannya mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm, dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya.

(20)

Nicholas (1987) menyatakan bahwa rayap biasa menyerang kayu yang kurang padat, yaitu bagian kayu awal dari riap tumbuh. Apabila kayu awal habis maka rayap siap untuk memakan kayu akhir. Rayap merobek-robek partikel kayu dengan mandibulanya, kemudian dicerna menjadi bagian yang lebih halus di dalam badan rayap. Rayap tanah menyerang kayu dengan membuat liang gerek pada kayu. Kerusakan kayu seperti “honey comb” dengan ciri khas adanya partikel-partikel tanah pada liang gerek tersebut (Anderson 1960 dalam Tambunan dan Nandika 1989).

Rayap merupakan faktor perusak kayu dan bangunan yang paling mengganggu. Rayap mampu merusak komponen bangunan gedung, bahkan juga menyerang dan merusak mebeler di dalamnya, buku-buku, kabel-kabel listrik serta barang-barang yang disimpan. Untuk mencapai sasarannya rayap tanah dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa centimeter, menghancurkan plastik, kabel bahkan bentuk konstruksi bangunan seperti : slab dan basement serta penghalang fisik lainnya (Nandika et al. 2003).

Rayap juga dapat membuat lubang di atas pondasi, terus ke atas hingga mencapai kuda-kuda dan di seluruh permukaan tembok. Adapun mekanisme rayap menyerang bangunan antara lain :

- Menyerang melalui kayu yang berhubungan langsung dengan tanah. - Masuk melalui retakan-retakan atau rongga pada dinding dan pondasi.

- Membuat liang-liang kembara di atas permukaan kayu, beton, pipa dan lain-lain (sheltertubes).

- Menembus objek-objek penghalang seperti plastik, logam tipis, dan lain-lain walaupun objek tersebut bukan makanannya.

Apabila rayap mampu mencapai sasarannya, serta faktor biotik dan abiotik mendukung perkembangannya maka rayap akan dengan mudah memperluas serangannnya. Jangkauan serangan sampai bagian-bagian yang tinggi dengan membuat sarang di dalam bangunan yang jauh dari tanah dan memanfaatkan sumber-sumber kelembaban yang tersedia dalam bangunan tersebut. Kondisi ini berlaku pada rayap tanah Coptotermes curvignathus yang hidupnya mutlak tergantung dari adanya air dan tanah sebagai kebutuhan penting untuk kehidupan rayap (Nandika et al. 2003).

(21)

Rayap kayu kering mempunyai kemampuan hidup pada kayu-kayu kering dalam rumah, bangunan atau gedung-gedung, mereka tidak membangun sarang-sarang atau terowongan-terowongan pada tempat terbuka sehingga sulit untuk diketahui. Pada kayu yang diserang terjadi lubang dan lorong-lorong yang saling berhubungan. Kayu yang diserang menjadi keropos dan menyebabkan rongga-rongga tak teratur dalam kayu, dengan meninggalkan lapisan yang tipis pada permukaan kayu sehingga dari luar tidak nampak serangannya, tetapi dengan tekanan sedikit saja kayu akan rusak. Tanda serangan yang kelihatan adalah keluarnya ekskremen berupa butir-butir kecil berdiameter 0,6 - 0,8 mm, berwarna kecoklatan yang dikeluarkan dari lubang serangan dalam jumlah yang besar (Nandika et al. 2003).

Rayap kayu kering mampu menyerang bangunan melalui laron (kasta reproduktif) yang terbang keluar dari sarangnya dan hinggap di kayu yang tidak terlindungi. Di kayu tersebut, laron akan menetap dan berkembang biak untuk membangun koloni baru. Serangan rayap kayu kering umumnya tidak terbatas pada kayu struktur bangunan (kuda-kuda, kaso, gording, reng dan lain-lain) tetapi juga seringkali menyerang barang-barang mebeler (meja, kursi, dipan, kitchen set, dan lain-lain), kusen, jendela dan pintu, tetapi tidak menyerang barang berlignoselulosa lainnya seperti kertas atau buku, kain karpet, dan lain-lain (Nandika et al. 2003).

Jamur

Jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau daun (chlorophyl). Untuk hidupnya mereka harus memperoleh makanan dari bahan-bahan organik yang dihasilkan oleh tumbuhan hijau melalui fotosintesa. Dengan demikian kayu sebagai produk tumbuhan hijau menjadi sumber makanan bagi jamur. Pelapukan kayu oleh jamur merupakan proses kimia antara enzim-enzim yang dikeluarkan oleh jamur dengan senyawa-senyawa pada kayu (holoselulosa dan lignin) sehingga terbentuk senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana. Dengan demikian senyawa-senyawa tersebut dapat diabsorbsi dan digunakan dalam proses metabolisme untuk perkembangan jamur. Akibat dari

(22)

proses tersebut maka sifat-sifat kayu (fisik, kimia, mekanik) mengalami perubahan yang cenderung merugikan (Tambunan dan Nandika 1989).

Hunt dan Garrat (1986) menyatakan pembusukan disebabkan oleh cendawan terdapat dalam kayu lapuk dan mengambil bagian dalam perusakan kayu. Serangan jamur pada bangunan dimulai ketika spora jamur menempel pada permukaan kayu karena terbawa oleh udara, air, serangga atau bahan-bahan yang sudah terkena infeksi. Apabila keadaan lingkungan sesuai, spora tersebut akan berkembang dan terbentuk struktur mikroskopis seperti benang, yang secara individual disebut hifa (hyphae) atau secara kolektif disebut miselium.

Pada deteriorasi tingkat permulaan (incipient stage), hifa menyebar keseluruh kayu biasanya melalui sel ke sel atau “lubang pengeboran”, biasa juga melewati lubang-lubang alami (noktah-noktah). Dalam tingkat serangan ini biasanya tidak ada perubahan penampakan pada kayu itu, selain perubahan sedikit dari warna potongan kayu yang terkena infeksi. Scheffer (1973) dalam Tambunan dan Nandika (1989) mengatakan bahwa ada jenis-jenis kayu yang peka terhadap deteriorasi, tetapi ada juga yang lebih tahan. Ketahanan tersebut disebabkan karena adanya zat-zat ekstraktif yang berfungsi sebagai bahan pengawet alami.

Jamur perusak kayu menurut Panshin dan de Zeuw (1970) dapat dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu : jamur perusak kayu (wood destroying fungi) dan jamur pewarna kayu (wood staining fungi). Jenis-jenis cendawan/jamur perusak kayu :

a. Pembusuk coklat (brown rot)

Brown rot disebabkan oleh jamur (Basidiomycetes) yang dapat masuk ke dalam kayu menghasilkan pembusukan. Brown rot membutuhkan kadar air yang rendah untuk tumbuh dan berkembang.

Menurut Kollman (1968), beberapa kerugian yang disebabkan oleh serangan brown rot adalah :

- Warna menjadi coklat atau coklat kemerahan karena brown rot hanya menyerang atau merombak selulosa sedang lignin tidak ikut dirombak.

- Terjadi penyusutan kayu (shrinkage) yang sangat nyata jika dikeringkan, terutama pada arah longitudinal. Hal ini akibat adanya proses hidrolisa pada

(23)

kayu. Pada tingkat lanjut penyusutan ini akan menyebabkan kayu menjadi lunak dan lapuk.

- Kekuatan statis akan berubah dengan cepat.

- Keuletan (toughness) akan cepat sekali berkurang walaupun pada awal serangan.

- Jika kayu dipakai untuk bahan pulp, maka akan memberikan hasil yang berkualitas rendah.

b. Pembusuk putih (white rot)

White rot adalah golongan jamur yang termasuk ke dalam klas Basidiomycetes. Menurut Ridout (1991), white rot merombak lignin dan selulosa. Pembusukan dimulai dengan proses depolimerisasi selulosa. Akibat dari pembusukan white rot, menyebabkan munculnya serat putih dan bisa terjadi kehilangan berat hingga mencapai 95 %. White rot dalam bangunan cenderung tumbuh subur dalam keadaan lebih basah dibandingkan dengan jamur brown rot. Jamur ini sering terdapat dibagian luar jendela dan di bawah atap yang bocor.

c. Busuk lunak (soft rot)

Soft rot adalah jamur perusak kayu dari klas Ascomycetes dan klas Deuteromicetes atau “Fungi imperfecti”. Cara penyerangan hanya bagian tertentu saja dari dinding sel yang dirombak yaitu bagian tengah dinding sekunder. Penyerangan jamur dimulai melalui noktah sel. Struktur kayu yang diserang tidak banyak berubah tetapi kekuatan akan berkurang serta menjadi lunak dan berwarna kotor pada permukaannya. Soft rot sering dijumpai pada kayu yang berhubungan dengan tanah (Panshin dan de Zeuw 1970).

d. Jamur pewarna kayu (staining fungi)

Jamur Pewarna kayu adalah jamur yang tumbuh pada kayu tetapi tidak merombak komponen-komponen kayu sehingga tidak banyak mempengaruhi kekuatannya. Jenis jamur perusak warna kayu antara lain :

- Mold

Mold adalah jamur yang menyerang permukaan kayu dimana miseliumnya tidak menembus ke dalam kayu, tetapi hanya menyebabkan pewarnaan pada kayu yang diserangnya (Nandika et al. 1996). Mold nampak seperti benang-benang halus, berwarna putih sampai keabu-abuan atau hijau biru, hijau

(24)

kekuning-kuningan atau seperti tepung kemerah-merahan pada permukaan kayu, sehingga warna kayu menjadi rusak pada bagian permukaanya. Mold pada umumnya menyerang permukaan kayu gubal, akan tetapi dapat juga menyerang kayu teras. Selain itu, mold sering dijumpai apabila temperatur udara yang rendah pada periode yang panjang (Panshin and de Zeuw 1970). - Jamur blue stain

Blue stain adalah jenis jamur yang menyerang kayu segar (baru ditebang) dimana kadar airnya lebih besar dari 25 %. Tidak hanya itu, blue stain juga menyerang kayu teras. Serangannya sering terjadi bersamaan dengan serangan kumbang ambrosia. Hal ini karena jenis jamur tersebut merupakan makanan dari kumbang ambrosia. Jenis jamur blue stain yang paling sering menyerang kayu adalah jenis Ceratocystis. Kayu yang terserang jamur ini akan kehilangan warna aslinya (Panshin and de Zeuw 1970).

Mekanisme Perusakan Kayu oleh Jamur

Pelapukan kayu oleh jamur dapat dibagi kedalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjut. Pada pelapukan tahap awal terjadi perubahan warna pada permukaan kayu. Pada tahap ini benang-benang hifa akan menyebar kesegala arah terutama ke arah longitudinal. Hifa dapat berkembang juga pada permukaan kayu atau pada bagian-bagian kayu yang retak, miselium bekerja seperti akar tanaman, yaitu mengisap zat makanan. Kadang-kadang perubahan warna kayu tidak mudah dilihat. Pada tingkat lanjutan, kayu nampak semakin berubah baik warna maupun sifat-sifat fisiknya, bahkan akhirnya struktur dan penampilan kayu berubah secara total serta kekuatan kayu berkurang sedemikian rupa sehingga mudah sekali dihancurkan oleh jari-jari tangan (Tambunan dan Nandika 1989).

Kerusakan kayu oleh faktor fisis dapat mempermudah jamur untuk menyerang kayu tersebut. Menurut Hunt dan Garrat (1986), pelapukan disebabkan oleh perubahan kadar air yang berulang-ulang. Karena kayu bersifat higroskopis kayu mudah dipengaruhi oleh perubahan kelembaban atmosfir akibatnya permukaan kayu yang tidak terlindung akan mengabsorbsi lembab dan mengembang dalam kondisi basah dan mengering dalam kering. Tetapi karena lambatnya transfusi kadar air timbulnya gaya tarik dan gaya tekan secara

(25)

bergantian yang akhirnya menimbulkan kerusakan pada permukan kayu. Selain itu faktor cendawan, cahaya, air, angin, suhu dan partikel debu ambil peran dalam proses pelapukan kayu.

Pengaruh Serangan Jamur terhadap Sifat-sifat Kayu

Jamur pewarna umumnya tidak begitu mempengaruhi keteguhan kayu. Akan tetapi jamur pewarna berpengaruh terhadap sifat pengeringan, perekatan dan pengecatan kayu. Kayu yang terserang jamur pewarna akan lebih mudah diserang oleh jamur pelapuk (Darma 1986). Serta akan terjadi penurunan nilai kalori dan penyusutan berat. Sedangkan jamur pelapuk berpengaruh sekali terhadap sifat-sifat keteguhan mekanik kayu, terutama keteguhan pukul (impact bending). Jika jamur pelapuk berkembang, akan terjadi perubahan sifat-sifat fisik dan kimia kayu yang terserang. Intensitas perubahan tersebut terutama tergantung pada luasnya pelapukan dan pengaruh khas dari organisme yang menghasilkannya. Warna normal kayu berubah secara nyata. Selain itu sering timbul bau yang menusuk hidung. Kekuatan dan kerapatan kayu dapat menurun secara drastis (Darma 1986).

Allsopp et al. (2003) mengatakan jamur tidak hanya berpengaruh pada sifat-sifat kayu saja, akan tetapi berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia. Salah satu contoh kasusnya di USA yaitu terdapat kasus penyakit paru-paru (khususnya pada bayi) dan kondisi lain, yang dicurigai disebabkan oleh adanya pertumbuhan jamur Stachybotrys chartarum (S. Atra) yang besar. Jamur ini tumbuh dengan baik terutama pada bagian yang berselulosa (kayu) yang biasanya digunakan pada tempat-tempat tertentu. Saat materi menjadi gas, biasanya disebabkan kondensasi dan isolasi dan ventilasi yang buruk, pertumbuhan terjadi dan spora tersebar dibantu dengan AC dan angin. Spora jamur dalam jumlah yang besar dapat memicu alergi, seperti alergi rhinitis (radang selaput lendir hidung) atau menyebabkan asma.

Kumbang

Kumbang (ordo Coleoptera) merupakan bagian kelas insecta dengan jumlah spesies kira-kira 350.000 atau 40 % dari seluruh spesies serangga. Anggota dari

(26)

ordo Coleoptera sering disebut bubuk, dan dibagi menjadi dua golongan yaitu bubuk kayu kering dan bubuk kayu basah.

a. Bubuk kayu kering

Jenis kumbang ini disebut bubuk kayu kering (Powder post beetles) karena larva dari jenis ini menggerek kayu dan ekskremen-ekskreman yang dihasilkan bentuknya halus menyerupai tepung. Bubuk kayu kering ini hanya terdapat pada kayu kering. Pola serangan bubuk kayu kering sejajar dengan arah serat. Beberapa famili yang terpenting dari ordo ini adalah : Lyctidae, Anobidae, Cerambycidae, dan Bostrichidae (Kollman 1968).

b. Bubuk kayu basah

Serangan bubuk kayu basah dilakukan oleh jenis Ambrosia beetles atau “Pin-hole borer”. Bubuk ini hidup dari fungi (mold) yang hidup pada dinding lubang-lubang gereknya. Bubuk ini banyak menyerang kayu yang baru ditebang. Umumnya untuk hidup ia membutuhkan kadar air di atas 40 % sedang pada kadar air di bawah 25 % kumbang ini akan mati (Tambunan dan Nandika 1989).

Serangga bubuk kayu (kumbang) yang sangat penting dari segi pengaruh dan besarnya kerusakan adalah kumbang Lyctus. Serangan ini hanya menyerang kayu daun lebar dengan diameter pembuluh yang sangat besar untuk menerima telurnya. Kepekaan kayu terhadap serangan ini ditunjukan oleh kadar patinya, karena pati adalah zat makanan pokok bagi larva Lyctus.

Larva yang berkembang dari telur yang dihasilkan oleh kumbang Lyctus dalam pembuluh, melubangi bagian dalam kayu gubal dan meninggalkan saluran-saluran tidak beraturan yang penuh dengan sisa-sisa kayu yang tidak dicernakan berupa bubuk. Kayu yang terserang dari Lyctus tidak tampak dari luar, sisa-sisa kayu hasil gerekan kumbang berupa bubuk yang terdapat di dasar atau di bawah kayu yang terserang. Hal ini merupakan petunjuk dari kerusakan oleh bubuk tersebut (Hunt dan Garrat 1986).

Tumbuhan

Tumbuhan tingkat tinggi dapat tumbuh pada struktur bangunan. Keberadaan pohon dan vegetasi lainnya yang tumbuh dekat bangunan dapat berpengaruh

(27)

kepada bangunan secara langsung dalam hal pemanjangan akar-akarnya ke dalam pondasi dan bagian bawah tanah atau melalui kontak langsung cabang dan akar merambat pada dinding dan menutupi atap. Tumbuhan merambat dan menjalar menyebabkan kerusakan melalui akar gantung, akar lekat dan sulur, serta mensekresikan bahan-bahan asam. Kondisi tanah di bawah bangunan juga mempengaruhi jumlah air yang diserap oleh tumbuhan. Semak dan tumbuhan memanjat mampu menyumbat selokan atau pipa-pipa, merusak keramik dan meningkatkan kelembaban pada permukaan dinding. Akan tetapi tumbuhan dan tanaman bermanfaat dan membantu menciptakan lingkungan kecil yang cocok untuk pertumbuhan tanaman jika tidak ada gangguan (Allsopp et al. 2003).

Lumut, Alga dan Tumbuhan Tingkat Rendah Lainnya

Lumut dan tumbuhan tingkat rendah lainnya dapat tumbuh membentuk koloni dipermukaan luar dimana organisme ini mendapatkan makanan (garam mineral) dan mengeluarkan bahan-bahan yang dapat menutupi atap dan dinding bangunan. Kerugian akibat tumbuhnya lumut, alga, dan tumbuhan tingkat rendah lainnya yaitu dapat menyebabkan masalah-masalah struktur, serta menyebabkan masalah-masalah estetika tentang keindahan suatu bangunan (Allsopp et al. 2003).

Perlindungan Bangunan

Kerusakan akibat serangan perusak biologis cukup besar pada komponen bangunan. Serangan perusak biologis ini bila dibiarkan teralu lama akan menyebabkan kerugian yang sangat besar pada bangunan yang diserangnya. Banyak cara yang dilakukan untuk menanggulangi kerusakan akibat biodeteriorasi tersebut antara lain dengan perlindungan secara kimiawi dan non kimiawi.

1. Perlindungan secara kimiawi

Hadioetomo (1983), mengemukakan beberapa cara pengendalian rayap secara kimiawi yaitu :

a. Peracunan kayu (wood treatment)

Peracunan kayu didefinisikan sebagai salah satu usaha pemberian racun pada kayu dengan tujuan membuatnya tahan terhadap serangan rayap atau memberantas rayap yang telah ada pada kayu tersebut.

(28)

b. Peracunan tanah (soil treatment)

Merupakan penyebaran racun (insektisida) pada tanah di bawah bangunan untuk mencegah terjadinya serangan pada kayu bangunan oleh rayap tanah atau untuk tujuan mengendalikan rayap tanah yang telah menyerang bangunan.

c. Peracunan pondasi (foundation treatment)

Peracunan pondasi adalah penyebaran racun pada pondasi bangunan secara merata. Dalam prakteknya usaha ini meliputi pemberian racun ke rongga-rongga pada pondasi dan juga permukaan pondasi.

2. Perlindungan non kimiawi

Surjokusumo (1983) mengemukakan beberapa desain konstruksi tahan rayap yaitu :

a. Jenis bahan atap menentukan bentuk rangka atap dan tipe kuda-kuda yang akan dipilih. Atap yang tiris seperti genteng, terutama daerah bercurah hujan tinggi akan membuat loteng lembab, sehingga harus dijaga agar ventilasi dapat berjalan dengan sempurna agar kekeringan udara minimal dan suhu terendah dapat tercapai.

b. Sistem kuda-kuda papan paku atau metal-plate (gang nail) lebih daripada sistem konvensional karena selain hemat bahan, murah, hasil pekerjaan lebih tinggi mutunya, mudah pembuatannya dan perakitannya lebih aman, lebih kuat, dan kaku, juga mudah diperbaiki dan diganti bagian-bagiannya.

c. Disain tonjolan (overstek) harus cukup melindungi bagian dinding dari percikan air hujan apalagi kalau menggunakan talang tirisan.

d. Papan lis atau amping sebaiknya menggunakan kayu awet terhadap jamur. Ujung kayu (gording, kaso dan sebagainya) sebaiknya dicat tolak air (water repellent) dan tidak menggunakan kayu yang tidak awet. Penutupan tepi papan talang menggunakan seng harus teliti sehingga betul-betul menghindarkan tirisan air ke kayu atap.

e. Pola drainase bangunan harus direncanakan dengan pertimbangan kapasitas pembuangan air memadai, kelancaran pembuangan air mengarah keluar lahan bangunan. Disain harus sederhana dan mudah

(29)

dipelihara baik sistem talang maupun saluran-saluran pembuangan di permukaan tanah.

f. Bagian dinding dari kayu harus dicat tolak air terutama ujung-ujung kayu lapis (end grain). Sementara itu bagian kayu bangunan yang terbawah harus terletak 25 - 30 cm di atas permukaan tanah untuk menghindarkan dari cipratan air dan pengaruh lengas tanah.

g. Bila menggunakan lantai kayu, maka harus dibuat berpanggung agar lantai berjarak dari tanah. Kolong panggung harus cukup untuk orang merangkak agar bila diperlukan pengamatan dan pemeliharaan dapat dilakukan dengan mudah. Bagi lantai beton atau ubin penimbunan harus dilaksanakan dengan sempurna padat, untuk menjaga timbulnya penurunan yang tidak rata yang dapat membuat retak-retak pada lantai. Retakan tersebut dapat ditembus rayap (sampai sekecil 0,4 mm masih dapat lewat). Pemberian tulang pada lantai beton akan sangat membantu mengurangi kemungkinan timbulnya retakan.

h. Plesteran pondasi dimana bagian kayu dengan pondasi silang bersinggungan harus rapat dan kedap air sehingga tidak tembus rayap. Bagian pondasi yang menonjol di atas permukaan tanah sebaiknya dicat dengan warna ringan (putih) agar mudah terdeteksi adanya saluran rayap tanah.

i. Pembersihan lahan bangunan dari puing, potongan kayu, tunggak, serasah dan lain-lain yang dapat merangsang atau mengundang berkumpulnya rayap mutlak dilaksanakan.

j. Hal-hal dalam konstruksi yang dapat menyebabkan timbulnya kantong, genangan atau jebakan air harus dihindarkan.

Hunt dan Garrat (1986) menyatakan kayu dapat dilindungi terhadap pelapukan dengan memberikan cat atau pernis pada permukaan-permukaan yang akan terkena kerusakan. Jika tidak tembus air dan jika diberikan dengan baik dan dipelihara dengan cukup, maka cat atau pernis itu akan cukup efektif untuk mencegah kerusakan akibat jamur.

(30)

Allsopp et al. (2003) mengatakan bahwa pengendalian pencemaran oleh jamur dan mikroorganisme fototropis yang tidak dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan seperti penurunan kelembaban, penurunan cahaya umumnya dicoba dengan memanfaatkan manfaat biosida. Algasida dan fungisida dapat dimasukan kedalam lapisan cairan untuk mencegah kolonisasi pada lapisan permukaan kayu.

Pemberian cat dan pernis tidak selamanya dapat dilakukan pada bangunan (sebagai contoh beberapa bangunan adat dan bangunan bersejarah yang mementingkan nilai historis). Oleh sebab itu pencegahan mikroba dengan cara pembersihan sederhana menggunakan biosida sangat diperlukan. Perawatan kayu harus dilakukan secara teratur untuk mencegah hilangnya lapisan permukaan kayu. Penggunaan hipoklorit yang merupakan biosida yang lembut sering digunakan dalam proses perawatan kayu dari serangan mikroba. Penggunaan hipoklorit berfungsi untuk mengurangi sisa populasi mikroba dan membantu untuk mencegah pertumbuhan kembali ketika permukaan kayu mengering. Pembersihan secara seksama sangat dianjurkan sebelum pengecatan, seperti pengecatan pada subtrat yang terkontaminasi hanya buang-buang uang. Perawatan selama 15 menit dengan hipoklorit diikuti dengan penyemprotan air, akan mengurangi populasi jamur, alga dan sianobakteri. Hal ini pernah dilakukan pada dua bangunan yang telah dicat di Sao Paulo Brazil (Allsopp et al. 2003).

(31)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pada 32 bangunan

sekolah dasar negeri dari 314 sekolah dasar di Kota Bogor. Pengambilan data

lapangan berlangsung selama 3 bulan, yaitu dari bulan Februari sampai Mei 2006.

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah peta daerah Kota

Bogor, tally sheet, alkohol 70% dan lain-lain. Peralatan yang digunakan adalah

meteran baja, palu atau sejenisnya untuk memeriksa kerusakan kayu, obeng, gergaji

kecil, botol kecil, peralatan tulis menulis, kalkuator, lampu senter, moisture meter

untuk mengukur kadar air kayu, hygnometer untuk mengukur kelembaban ruangan,

termometer untuk mengukur suhu ruangan, kamera dan alat dokumentasi lainnya.

Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini aspek yang diteliti adalah kerusakan yang disebabkan oleh

serangan organisme perusak pada berbagai komponen bangunan sekolah dasar yang

terbuat dari kayu. Komponen yang diobservasi adalah kusen jendela, kusen pintu,

daun jendela, daun pintu, lisplang, plafon, tiang, rangka atap dan komponen lainnya

seperti jalosi dan sekat ruangan. Remran (1993) menyatakan bahwa dalam

menentukan tingkat kerusakan dan kerugian ekonomi akibat serangan perusak

biologis digunakan beberapa kriteria sebagai berikut :

a. Rusak ringan, apabila persentase kerusakan lebih kecil atau sama dengan 5% dan

dianggap tidak perlu dilakukan penggantian tetapi harga kayu yang rusak

diperhitungkan.

b. Rusak sedang, apabila presentase kerusakan terletak antara 6 - 20% dan dianggap

perlu untuk dilakukan penggantian dengan memperhitungkan harga kayu yang

rusak beserta upah.

(32)

c. Rusak berat, apabila presentase kerusakan lebih besar dari 20% dan mempunyai

dua posisi serangan yaitu antara bagian ujung, tengah dan pangkal maka unit

tersebut harus dilakukan penggantian dengan memperhitungkan harga kayu yang

rusak beserta upah perbaikan.

Harga kayu yang digunakan untuk mengkonversi kerusakan ke dalam nilai

rupiah adalah harga kayu yang sesuai dengan kayu yang digunakan di sekolah.

Apabila tidak diketahui jenis kayu yang digunakan sebagai bahan bangunan maka

menggunakan harga kayu borneo yang ada di pasaran (harga pada waktu penelitian)

karena jenis kayu yang dominan dipakai adalah kayu borneo.

Metode yang digunakan dalam menentukan bangunan sekolah dasar adalah

metode stratified random sampling.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh dengan cara pengamatan langsung berdasarkan tally sheet mengenai

keadaan lingkungan masing-masing bangunan contoh baik fisik maupun biotik, serta

data berbagai jenis komponen bangunan yang diserang oleh perusak biologis.

Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan pihak

sekolah merinci data mengenai sejarah bangunan, tahun berdirinya bangunan, tahun

renovasi bangunan, jenis kayu yang digunakan serta informasi harga kayu dan

data-data lain yang diperlukan seperti upah perbaikan kerusakan dan sebagainya.

Bagian kayu yang rusak akibat perusak biologis tersebut diukur dimensi tebal,

lebar dan panjangnya. Tingkat serangan perusak biologis adalah perbandingan antara

volume objek terserang dengan volume keseluruhan objek dan dinyatakan dalam

persen. Selanjutnya data-data yang diperoleh juga dikonversi ke dalam nilai rupiah

dengan menggunakan data harga kayu dan upah perbaikannya. Hasil yang diperoleh

merupakan kerugian ekonomi minimal yang disebabkan oleh serangan perusak

biologis.

(33)

Pengolahan Data

1. Pengelompokan Data

Umur bangunan sekolah dasar diklasifikasikan ke dalam 6 kelas, yaitu :

a. 1 - 10 tahun

b.11 - 20 tahun

c. 21 - 30 tahun

d.31 - 40 tahun

e. 41 - 50 tahun

f. > 50 tahun

Tingkat kerusakan bangunan dan kerugian ekonomi yang ditimbulkannya

dianalisis pada setiap bangunan, kelas umur bangunan dan wilayah penelitian.

2. Analisis Data

• Analisis data serangan organisme perusak kayu pada berbagai komponen

bangunan, kelas umur bangunan, kerusakan bangunan per wilayah pengamatan

dan kerugian ekonomi dilakukan dengan analisis deskriptif.

• Data kadar air kayu pada berbagai komponen bangunan (yang diserang maupun

yang tidak diserang oleh rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk)

dianalisis menggunakan statistik perbandingan berpasang menggunakan software

minitab 14.

• Analisis kerugian ekonomi akibat serangan organisme perusak kayu (rayap tanah,

rayap kayu kering dan jamur pelapuk) pada bangunan sekolah dasar,

memperhitungkan nilai bahan dan upah pekerja. Nilai kerugian tersebut

merupakan penjumlahan dari nilai kerugian seluruh komponen bangunan.

Selanjutnya kerugian ini dibandingkan pada berbagai kelas umur bangunan dan

wilayah pengamatan. Prediksi kerugian ekonomi akibat serangan organisme

perusak kayu (RT, RKK dan jamur pelapuk) diseluruh bangunan SD di Kota

Bogor diduga berdasarkan jumlah dan kondisi bangunan SD di Kota Bogor serta

nilai rata-rata kerugian setiap sekolah yang diperoleh dari hasil penelitian.

(34)

• Rumus umum yang digunakan dalam analisis data

o

Perhitungan kerugian ekonomi

K

fpb =

= m n n

K

1

Keterangan :

K

fpb

= Kerugian akibat perusak biologis

PB = Perusak biologis

Kn = Nilai kerugian masing masing komponen bangunan

n = 1,2,3,4,……..m komponen bangunan

o Perhitungan standar deviasi

S =

(

(

)

)

1

2 2

n

n

Xi

Xi

n

Keterangan :

S

= Standar deviasi

n

= Jumlah contoh

x

i

= Nilai Variabel ke- i

Perhitungan standar deviasi hanya pada kerugian ekonomi akibat serangan

perusak biologis kayu secara keseluruhan.

• Jenis rayap diidentifikasi setelah pengumpulan spesimen rayap dari bangunan

atau komponen yang terserang dan hasil dari pengumpanan kayu pada tanah.

Identifikasi dilakukan di PAU menggunakan kunci identifikasi dari Kirton (1992)

dan Nandika (2003).

(35)

Kondisi Umum Bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor

Dalam penelitian ini, pengambilan sampel bangunan sekolah dilakukan secara acak dari tiap-tiap kecamatan yang ada di Kota Bogor. Bangunan sekolah yang mempunyai kelas umur 21 – 30 dan kurang dari 10 tahun lebih banyak dari pada kelas umur lainnya yaitu sebanyak 34% dan 32%.

Umur bangunan dapat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan bangunan. Umur bangunan yang tua cenderung lebih banyak mengalami kerusakan oleh faktor biologis.

Gambar 1 Persentase kelas umur bangunan sekolah dasar di Kota Bogor.

Semua bangunan sekolah yang diamati tergolong bangunan permanen. Tipe bangunan dapat menunjukan jumlah kayu yang digunakan dalam bangunan tersebut. Makin banyak kayu yang digunakan dalam suatu bangunan, maka kemungkinan terserang perusak biologis semakin besar. Akan tetapi semua itu juga tergantung dari jenis kayu yang digunakan dalam bangunan tersebut dan faktor-faktor pendukung lainnya yang dapat menyebabkan kayu mudah rusak, atau diserang perusak biologis.

32% 10% 34% 12% 2% 10% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% < 10 11 - 20 21 - 30 31 - 40 41 - 50 > 50 Kelas umur persentase Sekolah

(36)

Dari sekian banyak bangunan sekolah yang diamati, pada umumnya berlantai satu. Hanya 3% bangunan yang memiliki dua lantai. Bangunan yang memiliki dua lantai pada umumnya telah mengalami renovasi.

Teras depan pada bangunan sekolah yang diamati telah ditembok atau telah berlantai. Akan tetapi sekolah dengan teras belakang berkeramik atau bertehel hanya 6%. Sedangkan yang masih tanah dan berbentuk plesteran masing-masing sebanyak 44% dan 50% (Lampiran 1). Dari 14 bangunan yang berlantai tanah, 79% yang mengalami rusak berat dan 21% mengalami rusak sedang pada kusen jendelanya. Sedangkan dari 16 bangunan yang mempunyai teras belakang plesteran, 69% mengalami rusak sedang dan 13% mengalami rusak berat pada komponen yang sama. Dinding yang berhubungan dengan teras belakang yang masih tanah atau plesteran pada umumnya lebih lembab dibandingkan dengan yang terhubung pada lantai belakang yang telah dikeramik. Selain itu, rayap tanah lebih mudah mengakses komponen bangunan berkayu.

Bangunan sekolah yang diamati dengan lantai yang telah berkeramik sebanyak 59% sedangkan yang berlantai plesteran sebanyak 41%. Kualitas lantai bangunan sekolah menentukan ketahanan komponen kusen jendela dan komponen bangunan lainnya dari keadaan yang lembab serta serangan rayap tanah. Hasil pengamatan dari 13 bangunan yang berlantaikan plesteran, bangunan yang mengalami kerusakan kusen jendela yang berat sebanyak 23% dan kerusakan sedang sebanyak 46%. Sedangkan dari 19 bangunan yang berlantai keramik/tehel mengalami kerusakan jendela yang rusak berat sebanyak 21% dan yang rusak sedang sebanyak 21%. Bangunan sekolah dasar yang berlantai tanah dan plesteran lebih membuka peluang serangan rayap tanah pada bangunan sekolah dibanding yang berlantai keramik/tehel. Selain itu kerapihan dalam pembuatan plesteran, keramik dan tehel masih sangat kurang. Hal ini ditandai dengan adanya lubang-lubang yang terdapat pada sambungan tehel, sehingga rayap tanah masih dapat menyerang kusen yang ada dipermukaan lantai atau pada bangunan tersebut. Serangannya dengan membuat lubang kembara di atas permukaan lantai (Gambar 2).

(37)

Gambar 2 Contoh lubang kembara pada lantai berlubang yang dibuat rayap tanah.

Menurut hasil pengamatan dilapangan sekolah yang memiliki kerapatan bangunan jarang sebanyak 50%. Selanjutnya yang jarak antar bangunan sedang dan rapat berturut-turut sebanyak 31 dan 19%. Dari 6 bangunan sekolah yang berjarak rapat, lisplang mengalami kerusakan berat sebanyak 83% dan kerusakan sedang sebanyak 17%. Kerusakan lisplang yang berat dan sedang pada bangunan yang jarak antar bangunan sedang dari 10 bangunan sekolah sebanyak 30% dan 40%. Dengan demikian bangunan yang berjarak rapat cenderung mengalami kerusakan lisplang lebih berat dibanding dengan yang berjarak sedang dan jauh. Kerapatan bangunan berhubungan dengan banyaknya sinar matahari yang diterima oleh komponen bangunan. Semakin rapat bangunan, maka sinar matahari yang diterima bagian-bagian bangunan semakin kurang. Akibatnya ruangan jadi lembab dan mengundang perusak biologis pada bangunan terutama jamur pelapuk.

Selain kerapatan bangunan, tajuk pohon yang menutupi atap bangunan menjadi faktor pendukung terhadap kerusakan bangunan. Bangunan yang berjarak jauh dari tajuk pohon sebanyak 25%, yang berjarak sedang sebanyak 50% dan berjarak dekat sebanyak 25%. Jarak tajuk pohon pada bangunan berpengaruh terhadap kebocoran atap bangunan. Atap bangunan yang tertutupi tajuk pohon rentan terhadap kebocoran diakibatkan tersumbatnya saluran air hujan, sehingga air masuk ke dalam atap. Dari 8 bangunan sekolah yang berjarak tajuk pohon

(38)

dekat mengalami rusak berat pada lisplang dan plafon sebanyak 75% dan rusak sedang sebanyak 13%.

Jenis atap yang digunakan pada bangunan sekolah beragam. Bangunan sekolah yang menggunakan atap seng sebanyak 12%, asbes sebanyak 16% dan bangunan yang menggunakan genteng sebanyak 72%. Dari 5 bangunan yang beratap asbes, 80% mengalami kerusakan berat dan 20% mengalami kerusakan sedang pada komponen plafon. Sedangkan dari 4 bangunan yang beratapkan seng, plafon mengalami kerusakan berat dan sedang sebesar 50% dan 25%. Dari 23 bangunan yang beratapkan genteng, 48% mengalami kerusakan berat pada plafonnya dan 17% mengalami kerusakan sedang pada komponen yang sama (Gambar 3). Kerusakan plafon cederung disebabkan karena atap yang bocor. Dari hasil pengamatan, semua bangunan yang beratapkan asbes dan seng mengalami bocor. Sedangkan bangunan yang beratapkan genteng mengalami kebocoran dan rembesan sebesar 31% dan 34%. Atap sangat berperan besar dalam bangunan, selain berfungsi untuk menutup bangunan dari sinar matahari, atap juga berfungsi sebagai penahan air hujan.

Gambar 3 Kerusakan bangunan sekolah akibat jenis atap yang berbeda.

Atap yang terbuat dari genteng lebih mudah pemeliharaan dan perbaikannya dari pada atap dengan menggunakan bahan seng atau asbes. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan penjaga sekolah. Atap yang menggunakan genteng lebih

35% 0% 25% 17% 20% 25% 48% 80% 50% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Ringan Sedang Berat

Tingkat kerusakan Persentase

Genteng Asbes Seng

(39)

mudah untuk diganti bila terjadi kebocoran. Berbeda dengan atap yang menggunakan seng atau asbes. Menurut hasil wawancara juga, atap yang terbuat dari asbes atau seng sedikit susah dalam perbaikannya bila terjadi kebocoran, sehingga atap yang bocor sering dibiarkan begitu saja. Kayu yang sering terkena air hujan akan cepat terserang jamur pelapuk dan rayap tanah.

Tingkat kerusakan komponen bangunan bergantung pada intensitas pemeliharaan bangunan. Hasil observasi dilapangan menunjukan bahwa dari 32 bangunan dengan frekuensi pemeliharaan bangunan dengan pengecatan satu kali dalam setahun sebanyak 94%, yang dua kali dalam setahun sebanyak 6%. Menurut Allsop et al. (2003), pemberian cat merupakan salah satu cara pencegahan kayu dari serangan jamur pelapuk. Pemberian cat pada permukaan kayu dapat mengurangi daya serap kayu terhadap tetesan air, sehingga kayu tidak terlalu lembab.

Perbandingan Frekuensi Serangan Organisme Perusak Biologis pada Berbagai Komponen Bangunan

Komponen bangunan sekolah dasar di Kota Bogor pada umumnya banyak menggunakan kayu sebagai bahan bakunya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk menyerang berbagai komponen bangunan sekolah dasar.

Serangan rayap tanah hampir merata pada semua komponen bangunan sekolah dasar kecuali pada komponen bangunan tiang yaitu sebesar 1 %. Meratanya serangan rayap tanah pada komponen bangunan sekolah disebabkan karena rayap tanah mempunyai jumlah koloni yang sangat besar serta rayap tanah menyerang kayu tidak hanya untuk dijadikan sarangnya akan tetapi dijadikan sebagai bahan makanannya. Selain itu, rayap tanah mampu memodifikasi lingkungan mikro dengan menggunakan tanah dan cairan sehingga lingkungan tetap lembab. Menurut Harris (2003), rayap tanah juga menyerang kayu yang telah terserang jamur pelapuk, hal ini disebabkan jamur mampu menguraikan lignin dan zat ekstraktif yang berbahaya yang terdapat dalam kayu menjadi karbohidrat, sehingga memudahkan rayap untuk menyerang kayu tersebut. Serangan rayap tanah yang paling menonjol terjadi pada komponen plafon dan kusen pintu yaitu sebesar 18% dan 15% (Gambar 4).

(40)

Besarnya frekuensi serangan pada plafon diakibatkan keadaan plafon yang lembab akibat atap yang bocor sehingga kayu mudah diserang oleh rayap tanah. Selain itu dari hasil wawancara, kayu yang digunakan untuk bahan komponen plafon pada umumnya jenis kayu borneo yang termasuk kelas awet III bahkan ada juga yang menggunakan jenis kayu sengon dari kelas awet IV, sehingga mudah untuk diserang oleh rayap tanah. Faktor yang mendukung tingginya frekuensi serangan rayap tanah adalah pemeliharaan bangunan seperti pengecatan dan pembersihan lingkungan bangunan seperti masih adanya tumpukan kayu yang tidak terpakai, lantai bangunan masih tanah dan lain-lain.

Gambar 4 Frekuensi terserangnya komponen bangunan oleh rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk.

Serangan rayap kayu kering terjadi pada beberapa komponen bangunan. Serangan rayap kayu kering yang paling menonjol pada waktu pengamatan terjadi pada komponen kusen jendela, daun pintu dan daun jendela dengan frekuensi serangan masing-masing sebesar 20%, 20% dan 19%. Komponen yang

Rayap tanah 14% 15% 11% 9% 12% 18% 1% 11% 9%

Rayap kayu kering

20% 17% 19% 20% 2% 3% 2% 18% Kusen jendela Kusen pintu Daun jendela Daun pintu Lisplang Plafon Tiang Rangka atap Lain-lain Jamur 0% 0% 0% 0% 63% 32% 5% 0%

(41)

paling banyak diserang oleh jamur pelapuk adalah plafon dan lispang dengan frekuensi serangan masing-masing sebesar 63% dan 32%. Lisplang merupakan komponen yang paling rentan terhadap serangan jamur pelapuk, hal ini disebabkan karena lisplang sering terkena air hujan sehingga kayu menjadi lembab.

Tingkat Serangan Perusak Biologis pada Berbagai Kelas Umur Bangunan Hasil penelitian ini menunjukan tingkat serangan rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk kayu beragam, bergantung jenis komponen yang diserangnya, serta lamanya komponen tersebut digunakan. Data mengenai tingkat kerusakan komponen dengan berbagai kelas umur bangunan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Tingkat serangan perusak biologis pada berbagai kelas umur bangunan dinyatakan dalam persen dari volume tiap komponen

Jenis Kelas umur bangunan (tahun)

perusak Komponen 1 - 10 11 - 20 21 - 30 31 - 40 41 - 50 > 50

(%) (%) (%) (%) (%) (%)

Kusen jendela 1 10 16 26 6 21

Kusen Pintu 8 13 37 30 1 21

Rayap Daun pintu 0 2 17 2 0 20

tanah Daun jendela 1 8 12 13 3 6

Lisplang 11 6 14 25 17 13 Plafon 3 15 18 24 11 25 Tiang - - 2 - - - Rangka atap 0 4 6 11 8 10 Lain-lain 0 1 1 4 0 3 Kusen jendela 2 10 11 8 0 8 Kusen Pintu 3 5 7 3 0 15

Rayap Daun pintu 6 9 6 16 1 4

kayu Daun jendela 5 5 16 11 0 11

kering Lisplang 0 0 0 1 0 0 Plafon 0 0 0 0 0 0 Tiang - - 2 - - - Rangka atap 0 0 0 0 0 0 Lain-lain 0 3 4 4 0 3 Kusen jendela 0 0 0 0 0 0 Kusen Pintu 0 0 0 0 0 0 Daun pintu 0 0 0 0 0 0

Jamur Daun jendela 0 0 0 0 0 0

pelapuk Lisplang 3 30 24 24 0 21 Plafon 0 3 6 0 0 1 Tiang - - 0 - - - Rangka atap 0 0 3 0 0 0 Lain-lain 0 0 0 0 0 0 Keterangan

(42)

Dilihat dari Tabel 2, Kerusakan komponen bangunan oleh faktor biologis (RT, RKK dan jamur pelapuk) sudah terjadi pada kelas umur bangunan 1 – 10 tahun. Adapun komponen bangunan yang telah mengalami kerusakan antara lain kusen jendela, kusen pintu, daun jendela, daun pintu dan lisplang.

Serangan rayap tanah pada bangunan mudah diketahui yaitu dengan adanya tanah yang ditinggalkan oleh rayap pada kayu. Hampir semua komponen bangunan diserang rayap tanah. Kerusakan komponen yang diserang rayap tanah beragam mulai dari kerusakan ringan sampai tingkat kerusakan berat. Kerusakan berat oleh rayap tanah sudah terjadi pada kelas umur 21 – 30 tahun pada komponen kusen pintu. Kerusakan yang paling parah adalah kusen pintu yang menghubungkan lokal yang satu dengan lokal yang lain atau kusen pintu dalam ruangan, serta kusen pintu toilet. Hal ini disebabkan kurangnya pemeliharaan serta keadaan kayu yang lembab sehingga memudahkan rayap tanah menyerang komponen tersebut.

Pada Tabel 2 dapat dilihat pula serangan rayap kayu kering pada berbagai kelas umur. Dibandingkan dengan serangan rayap tanah, tingkat kerusakan yang disebabkan oleh rayap kayu kering relatif rendah dan tidak terjadi kerusakan berat. Tingkat kerusakan sedang oleh rayap kayu kering sudah terjadi pada kelas umur bangunan 1 – 10 tahun, yaitu pada komponen daun pintu. Berbeda dengan rayap tanah, Rayap kayu kering tidak menyerang kayu yang memiliki kadar air yang tinggi. Menurut Nandika et al. (2003), rayap kayu kering dapat bekerja dalam kayu yang memiliki kadar air 10 – 12% atau lebih rendah. Sehingga kayu yang telah dikeringkan pun masih mampu diserang oleh rayap kayu kering. Serangan rayap kayu kering agak sulit dideteksi karena kerusakan yang ditimbulkan tertutup. Kerusakan terjadi dibagian dalam kayu sedangkan pada bagian permukaan kayu terlihat bagus, tetapi sedikit menggelembung. Serangan rayap kayu kering menghasilkan kotoran berupa butir-butir kecil (eksremen). Kotoran ini dapat dijadikan indikasi bahwa kayu tersebut terserang oleh rayap kayu kering.

Serangan jamur pelapuk mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kekuatan komponen suatu bangunan dalam memikul beban struktur. Pada waktu pengamatan tidak semua komponen terserang jamur pelapuk. Dibanding dengan

(43)

rayap kayu kering, tingkat kerusakan oleh jamur pelapuk relatif lebih tinggi. Tingkat kerusakan berat oleh jamur pelapuk sudah terjadi pada kelas umur bangunan 11 – 20 tahun yaitu sebesar 30%. Kerusakan ini terjadi terutama pada komponen lisplang yang didukung dengan seringnya air hujan mengenai lisplang dalam waktu yang cukup lama. Hal ini diperburuk dengan kesalahan teknis dalam pemasangan lisplang yang sangat dekat dengan ujung atap/genteng atau kondisi atap yang rusak. Contoh kerusakan komponen lisplang akibat serangan jamur pelapuk dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Contoh kerusakan komponen lisplang akibat jamur pelapuk.

Distribusi Frekuensi Serangan Perusak Bologis per Wilayah Kota Bogor Perusak biologis kayu seperti rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk hampir semua menyerang bangunan sekolah dasar di seluruh wilayah Kota Bogor. Serangan rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk terjadi hampir merata dan relatif tidak berbeda di semua wilayah penelitian di Kota Bogor.

Variasi serangan rayap tanah yang relatif lebih tinggi terjadi di wilayah Bogor Barat yaitu sebesar 23% (Gambar 6). Hal ini menunjukan bahwa di Kota Bogor serangan rayap tanah berpotensi tinggi menyerang bangunan sekolah. Faktor pemeliharaan bangunan seperti pembersihan halaman bangunan dari tumpukan kayu yang tidak terpakai menjadi salah satu penyebab tingginya frekuensi serangan rayap tanah.

(44)

Kasus serangan rayap kayu kering terbanyak terdapat di wilayah Bogor Barat sebesar 21%. Sebaran perusak biologis ini diketahui dari komponen yang rusak karena serangan perusak biologis. Serangan rayap kayu kering pada komponen bangunan lebih kecil dibandingkan rayap tanah. Hal ini disebabkan karena rayap kayu kering selain memiliki jumlah koloni yang sedikit serta kemampuan untuk mempertahankan koloninya sangat kecil serta tidak mampu hidup pada kayu yang mempunyai kadar air yang tinggi atau pada kayu yang sedikit basah.

Gambar 6 Sebaran frekuensi serangan rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk per wilayah penelitian.

Serangan jamur pelapuk pada bangunan sekolah dasar hampir sama dengan serangan rayap tanah. Serangan jamur pelapuk terbanyak terjadi di wilayah Bogor Barat dan Bogor Tengah yaitu sebesar 21%. Serangan jamur pelapuk sangat bergantung dengan frekuensi pemeliharaan bangunan. Bangunan yang dirawat

Rayap tanah 23% 13% 19% 16% 16% 13% Jamur 21% 14% 21% 14% 18% 11%

Rayap kayu kering 21% 14% 17% 17% 17% 14% Bogor barat Bogor Timur Bogor Tengah Bogor Selatan Bogor Utara Tanah Sareal

(45)

dengan baik seperti pemeliharaan dari atap yang bocor, dari rembesan air pada lisplang, bocoran pipa air akan menjadikan bangunan tersebut tahan terhadap kerusakan jamur pelapuk.

Dilihat dari Gambar 6, kasus serangan oleh rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk paling tinggi terjadi di wilayah Bogor Barat. Hal ini diduga karena bangunan di wilayah Bogor Barat rata-rata berumur 21 - 30 tahun dan 31 - 40 tahun. Selain itu, jenis kayu yang digunakan pada umumnya menggunakan kayu borneo yang memiliki kelas awet III - IV sehingga mudah diserang perusak biologis. Bogor Utara Bogor Timur Tanah Sareal Bogor Tengah Bogor Selatan Bogor Barat

Coptotermes curvignathus Macrotermes gilvus

Odontotermes javanicus Microtermes inspiratus

Schedorhinotermes javanicus Cryptotermes spp.

Jamur pelapuk

Gambar 7 Sebaran kasus serangan organisme perusak bangunan sekolah dasar yang ditemukan di Kota Bogor.

Gambar

Tabel 1 Klasifikasi penyebab-penyebab kerusakan bangunan yang berada di luar  dan di dalam bangunan
Gambar 1  Persentase  kelas umur bangunan sekolah dasar di Kota Bogor.
Gambar 2  Contoh lubang kembara pada lantai berlubang yang dibuat rayap tanah.
Gambar 3  Kerusakan bangunan sekolah akibat jenis atap yang berbeda.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keruangan yang dimaksud adalah manusia Bali melakukan kegiatan ritual pada sumber mata air tersebut sebagai upaya dalam menghargai sumber air tersebut secara niskala (abstrak)

The choice of the search radius is optional, but it is advisable to use a radius that can help detecting the behaviour of the points in the neighbourhood

DIREKSI DIREKTUR. TTD

Results of the proposed segmentation method on circuit breakers using down-sampled Faro subset The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial

Pada perlakuan EMMT dosis 0,43; 1,28; 3,84 g/kg BB menunjukkan penurunan kadar glukosa darah tikus yang lebih gradual (perlahan- lahan) dari menit ke-45 hingga menit ke-240

Tujuan verifikasi adalah memperoleh bukti kebenaran antara lain keabsahan lembaga desa yang ditetapkan dengan Perdes, pernyataan kepala desa, kesesuaian luas areal

Terkait dengan penerapan kode akses SLJJ TELKOM dan INDOSAT di kedua sistem jaringan operator tersebut, muncul beberapa kontroversi di pihak - pihak yang terkait. Masing-masing