ANALISIS PEMBOROSAN PADA LANTAI PRODUKSI
DENGAN METODE LEAN MANUFACTURE
DI PT. WOWIN PURNOMO TRENGGALEK
SKRIPSI
Oleh :
DANANG PRASETYO NPM : 0732010113
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR SURABAYA
ANALISIS PEMBOROSAN PADA LANTAI PRODUKSI
DENGAN METODE LEAN MANUFACTURE
DI PT. WOWIN PURNOMO - TRENGGALEK
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Industri
Oleh :
DANANG PRASETYO NPM : 0732010113
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR SURABAYA
SKRIPSI
ANALISIS PEMBOROSAN PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURE DI PT. WOWIN PURNOMO – TRENGGALEK
Oleh :
DANANG PRASETYO NPM : 0732010113
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal, 26 Nopember 2010
Tim Penguji 1.
Ir. Sumiati, MT. . NIP. 19601213 199103 2 001 2.
Drs. Sartin M.Pd. . NIP. 19580427 199003 1 001 3.
Ir. Joumil Aidil SZS, MT . NIP. 19620318 199303 1 001
Dosen Pembimbing 1.
Ir. Joumil Aidil SZS, MT . NIP. 19620318 199303 1 001 2.
Ir. Rr. Rochmoeljati, MMT . NIP. 19611029 199103 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
ANALISIS PEMBOROSAN PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN
METODE LEAN MANUFACTURE
DI PT. WOWIN PURNOMO - TRENGGALEK
Oleh :
DANANG PRASETYO
NPM : 0732010113
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Negara Lisan Gelombang II Tahun Ajaran 2010 / 2011
Dosen Pembimbing I
Ir. Joumil Aidil SZS, MT . NIP. 19620318 199303 1 001
Dosen Pembimbing II
Ir. Rr. Rochmoeljati, MMT . NIP. 19611029 199103 2 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PANITIA UJIAN SKRIPSI / KOMPREHENSIP
KETERANGAN REVISI
Mahasiswa dengan Nama dan NPM nya tercantum dibawah ini :
Nama : Danang Prasetyo
NPM : 0732010113
Jurusan : Teknik Kimia / Teknik Industri / Teknologi Pangan /
Teknik Informatika.
Telah mengerjakan revisi / tidak ada revisi *) PRA RENCANA (DESIGN) / SKRIPSI
TUGAS AKHIR Ujian Lisan Gelombang II . TA. 2010 / 2011.
Dengan Judul :
ANALISIS PEMBOROSAN PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE
LEAN MANUFACTURE DI PT. WOWIN PURNOMO – TRENGGALEK.
Surabaya, 26 Nopember 2010
Dosen Penguji yang memerintahkan revisi :
1. Ir. Sumiati, MT. ( )
2. Drs. Sartin M.Pd. ( )
3. Ir. Joumil Aidil SZS, MT. ( )
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah berkat rahmat Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga Laporan Penelitian Tugas Akhir (Skripsi) dengan
judul “Analisis Pemborosan Pada Lantai Produksi Dengan Metode Lean
Manufacture di PT. Wowin Purnomo - Trenggalek” dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.
Penulisan skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan
Program Sarjana Strata - 1 (S-1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi
Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Terselesaikannya Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tentunya tak lepas dari
bantuan banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Allah SWT karena atas ijin-NYA lah laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini bisa
terselesaikan tepat pada waktunya.
2. Orang Tua saya yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada saya.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto,MP. Selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Ir. MT. Safirin, MT. Selaku ketua jurusan Teknik Industri Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Bapak Ir. Joumil Aidil SZS MT. Selaku Dosen Pembimbing I
7. Ibu Ir. Rr. Rochmoeljati MMT. Selaku Dosen Pembimbing II
8. Dosen penguji Seminar 1 & 2 maupun Dosen Penguji Skripsi saya.
9. Bapak Harto Mulyono Purnomo selaku pimpinan perusahaan PT. Wowin
Purnomo – Trenggalek.
10. Bapak Manto selaku Manajer Produksi sekaligus pembimbing lapangan di
PT. Wowin Purnomo Trenggalek dan Seluruh karyawan PT. Wowin
Purnomo yang telah meluangkan waktunya terhadap penelitian saya.
11. Pak Dhe dan Bu Dhe dan anak-anaknya yang berada di surabaya yang telah
menampung saya dan yang telah memfasilitasi komputer kepada saya.
iv
12. Keluarga yang ada di Besuki – Situbondo yang telah membantu membiayai
kuliah saya.
13. Keluarga yang ada di Trenggalek semua
14. Sofyan santoso yang telah meminjamkan modem gratisnya dan Afit Alvian
yang telah memberi semangat buat ngerjakan skripsi saya.
15. Seluruh Assisten Laboratorium Optimasi dan Statistik Teknik Industri.
16. Teman-teman seangkatan khususnya Paralel C dan Semua pihak yang telah
membantu penyelesaian Skripsi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Dalam penulisan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tentunya masih terdapat
banyak kekurangan, namun hal itulah yang mendorong kami untuk berbuat lebih
baik. Kami mohon maaf jika penulisan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini terdapat
kesalahan, Akhirnya semoga Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini dapat bermanfaat
bagi banyak pihak.
Surabaya, 30 Nopember 2010
Hormat kami
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Lean ………... 7
2.1.1 Definisi Lean ……… 7
2.1.2 Prinsip Dasat Lean ………... 9
2.2 Lean Manufakturing ……… 10
2.2.1 Definisi Lean Manufacturing ………... 10
2.2.2 Prinsip-Prinsip Lean Manufacturing ………... 14
2.3 Pemborosan (Waste) ……… 15
2.4 Type-Type Pemborosan ……….. 16
2.4.1 Type Tujuh Pemborosan (seven waste) …….., 16
2.4.2 Type Delapan Pemborosan (eight waste) …… 18
2.4.3 Type Sembilan Pemborosan (nine waste) …… 23
2.4.4 Type Sepuluh Pemborosan (ten waste) ……… 24
2.5 Tools Yang Digunakan ……… 25
2.5.1 Big Picture Mapping ……… 25
2.5.2 Value Stream Analysis Tools (VALSAT) …... 28
2.5.3 Fish Bone Chart (Diagram Tulang Ikan) ……. 34
2.5.4 Failure Mode Effect and Analysis (FMEA) …. 34 2.6 Teknik-Teknik Pengembangan Lean Manufacturing .. 38
2.7 Bahan Baku Kecap 41 2.8 Peneliti Terdahulu 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………. 45
3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ……... 45
3.2.1 Variabel Bebas ……….... 45
3.2.2 Variabel Terikat ………..…. 47
3.3 Metode Pengumpulan Data ……….. 47
3.4 Metode Pengolahan Data ………. 48
3.4.1 Pengolahan Data Dengan Big Picture Mapping ………. 48
3.4.2 Pengolahan Data Dengan Value Stream Analysis Tools ………. 51
3.4.3 Pengolahan Data Dengan Fish Bone Chart …. 51 3.4.4 Pengolahan Data Dengan Failure Mode Effect and Analysis ……… 52
3.5 Langkah-Langkah Penelitian dan Pemecahan Masalah 55 3.6 Penjelasan langkah-langkah peneiltian dan pemecahan masalah 56 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ………... 59
4.1.1 Data Hasil Wawancara dan Pengamatan Sembilan Waste……….. 59
vii
4.2.3 Pemilihan Tools Dengan VALSAT …………. 78
4.2.4 Process Activity Mapping ……… 81
4.3 Analisa Dan Pembahasan ……… 85
4.3.1 Analisa Identifikasi Value Stream Dengan Big
Picture Mapping ……….. 85
4.3.2 Identifikasi Waste ……… 85
4.3.3 Analisa Pemilihan Tools Dengan VALSAT … 86
4.3.4 Process Activity Mapping ……… 87
4.3.5 Analisa Waste Dengan Fish Bone Chart ……. 90
4.3.6 Rekomendasi Perbaikan Waste Dengan Failure
Mode Effect And Analysis ………….. 101
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ………..… 104
6.2 Saran ………...……….… 105
DAFTAR TABEL
2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan dalam industri manufaktur
2.2 Value Stream Analysis Tools
2.3 Tabel 5S dalam 2 bahasa
4.1 Jumlah karyawan pada setiap stasiun kerja
4.2 Bahan baku kecap
4.3 Bahan pendukung
4.4 Mesin dan peralatan
4.5 Komposisi pembuatan kecap/hari
4.6 Jumlah output produksi kecap Januari – Agustus 2010
4.7 Jumlah kecacatan produk kecap Januari – Agustus 2010
4.8 Jumlah Penjualan produk kecap Januari – Agustus 2010
4.9 Waktu proses pembuatan kecap PT. Wowin Purnomo (2 ton)
4.10 Rata-rata tipe pemborosan (waste)
4.11 Perhitungan VALSAT
4.12 Penentuan Tools VALSAT
4.13 Persentase jumlah aktivitas
4.14 Persentase waktu aktivitas
4.15 Value stream activity
4.16 Value stream activity
4.17 Process activity mapping
4.18 Rekomendasi perbaikan dengan FMEA
DAFTAR GAMBAR
2.1 Sepuluh areas waste dalam industri manufaktur
2.2 Icon Big Picture Mapping
2.3 Fish Bone Chart
4.1 Aliran bahan pembuatan kecap
4.2 Big Picture Mapping Proses Produksi Kecap
4.3 Persentase Jumlah Aktivitas
4.4 Persentase Waktu Aktivitas
4.5 Value stream activity
4.6 Process activity mapping
4.7 Produksi berlebih (overproduction)
4.8 Menunggu(waiting)
4.9 Perpindahan(transportation)
4.10 Gerakan yang tidak perlu(unnecessary motion)
4.11 Persediaan yang tidak perlu(unnecessary inventory)
4.12 Pekerja yang kurang professional (not utilizing employees knowledge, skills,
and abilities)
4.13 Lingkungan, Kesehatan, Keselamatann (environment, health, safety)
4.14 Kecacatan (defect)
4.15 Proses yang tidak sesuai (inappriate process)
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Gambaran Umum Perusahaan
Lampiran B Struktur Organisasi Perusahaan
Lampiran C Operation Process Chart (OPC)
Lampiran D Flow Process Chart (FPC)
Lampiran E Formulir Identifikasi waste
Lampiran F Perhitungan waste
Lampiran G Perhitungan VALSAT
Lampiran H Rekapitulasi Jumlah Aktivitas
Lampiran I Rekapitulasi Waktu Aktivitas
Lampiran J Proses Activity Mapping
Lampiran K Value Stream Activity
Lampiran L Failure Mode Effect and Analysis
Lampiran M Gambar Mesin/alat, aktivitas dan produk
Lampiran N Rekomendasi Perbaikan Process Activity Mapping
Lampiran O Rekomendasi Perbaikan Big Picture Mapping
ANALISIS PEMBOROSAN PADA LANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURE DI PT. WOWIN PURNOMO TRENGGALEK
ABSTRAK
PT. Wowin Purnomo adalah perusahaan kecap satu-satunya yang berada di Trenggalek, peluang pasar yang masih besar membuat perusahaan ini selalu meningkatkan jumlah produksinya dari waktu kewaktu, akan tetapi banyaknya faktor kendala yang dihadapi oleh perusahaan tersebut membuat jalannya produksi kurang begitu maksimal. Sebagai misal waste yang terdapat pada lantai produksi sehingga mengakibatkan kerugian pada perusahaan.
Selama ini PT. Wowin Purnomo belum pernah melakukan penyelesaian untuk mengurangi waste yang terjadi dilantai produksi, sehingga dalam hasil identifikasi ditemukan banyak waste yang diantaranya adalah produksi berlebih, menunggu, perpindahan, gerakan yang tidak perlu, persediaan yang tidak perlu, pekerja yang kurang professioanal, lingkungan, kesehatan, keselamatan, kecacatan dan proses yang tidak sesuai. Oleh sebab itu peran Lean Manufaktur sangat diperlukan untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang ada di PT. Wowin Purnomo Trenggalek.
Tujuan dilakukan penelitian di PT. Wowin Purnomo adalah untuk mengetahui aktivitas secara keseluruhan menggunakan Big Picture Mapping, mengidentifikasi waste yang terjadi dan menganalisa penyebab waste yang ada selama proses produksi dan memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi
waste yang ada pada lantai produksi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui besarnya value added activity sebesar 71.31%, non value added activity sebesar 11.31% dan necessary but
non value added activity sebesar 17.38%. Sedangkan dalam VALSAT tools
yang terpilih adalah process activity mapping karena tools ini mempunyai nilai bobot yang tebesar diantara tools VALSAT lannya yaitu sebesar 61.56. Dalam
Fish Bone Chart diketahui bahwa pemborosan yang paling besar adalah
produksi berlebih, menunggu dan perpindahan. Sehingga dengan mengetahui akar penyebab dari pemborosan yang terjadi bisa dilakukan rekomendasi perbaikan dengan FMEA. Dari FMEA diketahui nilai RPN tiap-tiap waste yang diprioritaskan untuk dilakukan perbaikan adalah produksi berlebih sebesar 392, menunggu sebesar 336, Gerakan yang tidak perlu sebesar 294, persediaan yang tidak perlu sebesar 280, perpindahan sebesar 252 dan lingkungan, kesehatan dan keselamatan sebesar 210. Sehingga untuk mengurangi pemborosan tersebut disarankan agar koordinasi antara bagian pemasaran dan produksi ditingkatkan, standar produksi harus jelas, pembenahan fasilitas atau layout kerja , pembenahan metode kerja, penambahan/pengurangan tenaga kerja pada setasiun kerja tertentu, pengawasan ditingkatkan dan penerapan 5S.
Kata kunci : Lean manufacture,Waste, BPM, VALSAT, Fish bone chart,
FMEA
ii
ANALYSIS WASTE ON PRODUCTION FLOOR WITH LEAN MANUFACTURE METHOD
IN PT. WOWIN PURNOMO TRENGGALEK ABSTRACT
PT. Wowin Purnomo is the only one company of ketchup in Trenggalek, big market opportunity makes this company always improve the capacity of its production time after time, however many constraints that faced by the company and make production less maximal. For example, waste that found on floor production can make loss in company.
On The Time before PT. Wowin Purnomo have never found solution to reduce waste that happened on production floor, so that in result identify to be found by many waste which among others is overproduction, waiting, transportation, unnecessary motion, unnecessary inventory, not utilizing employes knowledge, skills and abilities, environment, health, safety, defect and inappropriate process. That’s way of Lean Manufaktur very needed help to finish problems in PT. Wowin Purnomo Trenggalek.
This research held in PT. Wowin Purnomo Trenggalek and has purpose to knows all the activity of Big Picture Mapping, identifying waste that happened and analyse the reason of waste during production process and give repair to reduce waste in production floor.
Based on the result of research known the level of value added actvities is 71.31%, non value added activites is 11.31% and necessary but non value added activities is 17.38%. But in VALSAT tools that choosed is process activities mapping, because this tools has biggest value from the other tools of VALSAT, it is 61.56. In Fish Bone Chart known the biggest waste is overproduction, waiting and transportation. So, with know the root cause of waste that happened, it can give recommend repair with FMEA. Of FMEA known value of RPN every waste given high priority to repair is overproduction 392, waiting 336, Unecessary motion 294, unnecessary inventory 280, transportation 252 and environment, safety and health 210. So, to reduce that waste, it suggested coordination between part of production and marketing improved, standard of production must be clear, correction in facility or layout activity, correction in activity method, addition / reduction of employee in work station, improved of controling and applying 5S.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di era voice of customers, banyak cara yang digunakan oleh suatu
perusahaan agar hasil dari usahanya tetap diminati oleh konsumen. Keinginan
konsumen atau yang biasa disebut customer needs yang sangat kompleks
membuat perusahaan harus mengutamakan konsumen diatas segala-galanya, hal
ini bertujuan agar konsumen tetap setia terhadap produk yang dibuat oleh
perusahaan tersebut. Hal ini menuntut perusahaan harus mampu memberikan
suatu jaminan kepada konsumen untuk meyakinkan bahwa produk yang
dihasilkannya adalah produk yang benar-benar berkualitas dengan harga yang
bersaing dengan produk lain yang sejenis. Untuk itu perlu diciptakan pengawasan
terhadap produk yang mutlak sebagai jaminan pada konsumen bahwa produk
yang dilemparkan kepasaran memiliki mutu atau kualitas yang baik.
Banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi hasil penjualan produk,
identik dengan jalannya sistem produksi yang ada pada perusahaan tersebut, yang
diantaranya adalah waste atau pemborosan. Lean Manufacturing adalah metode
yang cocok digunakan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi tingkat
pemborosan atau waste sehingga bisa menekan atau bahkan bisa mengurangi
kegiatan atau aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added activity).
Lean Manufacturing merupakan sistem produksi yang senantiasa mengupayakan
penekanan pemborosan dengan melibatkan karyawan di dalam perusahaan.
pemborosan terhadap kelebihan produksi (overproduction), proses yang tidak
perlu (inappropriate process), menunggu (waiting), persediaan yang tidak perlu
(unnecessary inventory), transportasi (transportation), gerakan yang tidak perlu
(unnecesary motion) dan kecacatan (defect ).
PT. Wowin Purnomo adalah perusahaan kecap satu-satunya yang berada
di Trenggalek, peluang pasar yang masih besar membuat perusahaan ini selalu
meningkatkan jumlah produksinya dari waktu kewaktu, akan tetapi banyaknya
faktor kendala yang dihadapi oleh perusahaan tersebut membuat jalannya
produksi kurang begitu maksimal. Sebagai misal waste yang diakibatkan karena
overproduction pada stasiun kerja bagian pengisian kecap ke botol dengan stasiun
kerja bagian penutupan kecap botol yang terlalu lama jarak penyelesaiannya /
pengerjaannya dan proses waiting yang terlalu lama selama proses produksi
berlangsung, sehingga perusahaan memiliki waktu yang terbuang cukup besar dan
mengakibatkan kerugian pada perusahaan.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh PT. Wowin Purnomo maka
penelitian ini menggunakan metode Lean Manufacture yang dilakukan dengan
memahami gambaran umum perusahaan melalui aliran informasi dan material di
lantai produksi yang terdapat di PT. Wowin Purnomo yang meliputi aktivitas yang
mempunyai nilai tambah, aktivitas yang tidak mempunyai nilai tambah, dan
aktivitas yang tidak menambah nilai tapi diperlukan untuk menghasilkan produk,
sehingga dengan mengetahui gambaran umum tersebut suatu permasalahan bisa
diketahui dan dicari solusinya dengan cara memberikan rekomendasi perbaikan,
sehingga tujuan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka dapat dibuat suatu
rumusan masalah sebagai berikut :
“ Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan waste dan bagaimana cara mengidentifikasi waste dan melakukan improve guna meminimalkan waste pada produksi kecap, sehingga tingkat waste bisa diminimalkan?”.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini batasan masalah yang digunakan adalah :
1. Penelitian ini hanya sebatas pengidentifikasian waste pada produksi kecap.
2. Improve sebagai rencana kegiatan dilakukan sebatas usulan.
3. Masalah biaya tidak dibahas dalam penelitian ini.
1.4 Asumsi
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Proses produksi berjalan normal ketika penelitian dilakukan.
2. Aliran poses produksi tidak berubah selama penelitian berlangsung.
3. Situasi lingkungan internal bersifat tetap.
4. Kondisi perusahaan berjalan normal dan stabil
5. Tidak ada penambahan atau pengurangan karyawan pada lantai produksi
selama dilakukan penelitian.
1.5 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasi waste yang terjadi sepanjang value stream pada proses
produksi pembuatan kecap dengan Big Picture Mapping.
2. Mengetahui process activity mapping sepanjang value stream pada
produksi kecap yang meliputi value added activity, non value added
activity dan necessary but non value added activity.
3. Memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi pemborosan (waste)
yang ada pada lantai produksi dengan FMEA.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian tugas akhir ini
baik bagi peneliti, perguruan tinggi maupun bagi perusahaan antara lain meliputi :
1. Bagi Peneliti :
Peneliti diharapkan mengerti penggunaan teori-teori dan penerapan Lean
Manufacturing yang telah diperoleh selama kuliah dan dengan melihat
secara langsung aktivitas nyata pada dunia industri, maka diharapkan
mampu menambah ilmu pengetahuan serta wawasan bagi peneliti dan
dapat melatih peneliti supaya cepat tanggap dalam menagani masalah di
dalam dunia kerja, sehingga berguna bagi kedepannya.
2. Bagi Perguruan Tinggi
Sebagai literatur acuan yang berguna bagi pendidikan dan penelitian
Trenggalek dan hasil analisa ini dapat digunakan sebagai perbendaharaan
perpustakaan, agar dapat berguna bagi mahasiswa dalam menambah ilmu
pengetahuannya.
3. Bagi Perusahaan :
Hasil analisa ini diharapkan bisa membantu perusahaan dalam mengetahui
waste yang selama ini tidak terdeteksi, membantu perusahaan untuk
mengetahui penyebab terjadinya waste dilantai produksi dan jenis
pemborosan (waste) dan mempermudah perusahaan dalam mengetahui
root cause dari waste yang ditemukan sehingga mempermudah perusahaan
dalam melakukan kontrol.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang serta permasalahan
yang akan diteliti dan dibahas. Juga diuraikan tentang perumusan
masalah, batasan masalah, asumsi, tujuan, manfaat penelitian, serta
sistematika penulisan yang digunakan dalam membuat laporan skripsi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi teori – teori dasar yang berkaitan Lean Manufacturing
yang dijadikan acuan atau pedoman dalam melakukan langkah –
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi urutan langkah – langkah pemecahan masalah secara
sistematis mulai dari perumusan masalah dan tujuan yang ingin
dicapai, studi pustaka, pengumpulan data dan metode analisis data.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan uraian tentang langkah-langkah pengumpulan data,
pengolahan data, dan penganalisa data yang telah dikumpulkan dan
hasilnya diharapkan menjadikan sebagai bahan pertimbangan akan
kemungkinan penerapan metode tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan uraian tentang kesimpulan dan saran penelitian
lanjutan yang bisa dilakukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Lean 2.1.1 Definisi Lean
Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan
(waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk barang/jasa agar
memberikan nilai kepada pelanggan (customer value). (Vincent Gaspersz, 2007).
Tujuan lean adalah meningkatkan terus-menerus customer value melalui
peningkatan terus menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value to
waste ratio ).
APICS Dictionary (2005) mendefinisikan lean sebagai suatu filosofi bisnis
yang berlandaskan pada minimalisasi penggunaan sumber daya (termasuk waktu)
dalam berbagai aktivitas perusahaan. Lean berfokus pada identifikasi dan
eliminasi aktivitas tidak bernilai tambah (non value adding activities) dalam
desain, produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa),
supply chain management, yang berkaitan langsung kepada pelanggan.
Lean dapat didefinisikan sebagai pendekatan sistemik dan sistematis untuk
mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas yang
tidak bernilai tambah melalui peningkatan terus-menerus secara radikal (radical
continuous improvement) dengan cara mengalirkan produk (material, work in
process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari
pelanggan internal dan external untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan.
Enterprise. Apabila Lean diterapkan pada manufacturing, hal itu disebut sebagai
Lean Manufacturing, jika dalam bidang jasa disebut Lean Service. Demikian pula
apabila Lean diterapkan dalam fungsi : design/development, order entry,
accounting, finance, engineering, sales/marketing, production, administration,
office, maka akan disebut sebagai : Lean Design/Development, Lean Order Entry,
Lean Accounting, Lean Finance, Lean Engineering, Lean Sales/Marketing, Lean
Production, Lean Administration, Lean Office. Demikian pula Lean yang
diterapkan dalam bank akan disebut sebagai Lean Banking, Lean dalam bidang
retail disebut sebagai Lean Retailing, Lean dalam pemerintahan disebut sebagai
Lean Government, dll. (Vincent Gaspersz, 2007).
Pendekatan Lean adalah berfokus pada peningkatan terus-menerus
customer value melalui identifikasi dan eliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai
tambah yang merupakan pemborosan (waste). Waste dapat didefinisikan sebagai
aktivitas kerja (work activity) yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses
transformasi input menjadi output sepanjang value stream. Berdasarkan perspektif
Lean semua jenis pemborosan yang terdapat sepanjang proses value stream, yang
mentransformasikan input menjadi output harus dihilangkan agar meningkatkan
nilai produk (barang/jasa) guna peningkatan customer value.
Pada dasarnya dikenal dua kategori utama pemborosan, yaitu type one
waste dan type two waste. Type one waste adalah aktivitas kerja yang tidak
menciptakan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output
sepanjang value stream, namun aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat
dihindarkan karena berbagai alasan. Misalnya aktivitas inspeksi dan penyortiran
merupakan waste. Namun pada saat sekarang ini kita masih membutuhkan
inspeksi dan penyortiran karena mesin dan peralatan yang digunakan sudah
berusia lama sehingga tingkat kendalanya menjadi berkurang. Type one waste ini
sering disebut sebagai incidental activity atau incidental work yang termasuk
kedalam aktivitas tidak bernilai tambah (non value adding work activity). Type
two waste merupakan aktivitas yang tidak menciptakan nilai tambah dan dapat
dihilangkan dengan segera. Misalnya menghasilkan produk cacat (defects) atau
melakukan kesalahan (errors) yang harus dapat dihilangkan dengan segera. Type
two waste ini sering disebut sebagai waste saja, karena benar-benar merupakan
pemborosan yang harus dapat diidentifikasi dan dihilangkan dengan segera.
(Vincent Gaspersz, 2007).
2.1.2 Prinsip Dasar Lean
Terdapat lima prinsip dasar konsep Lean yaitu :
1. Mengidentifikasi nilai produk (barang/jasa) berdasarkan perpektif
pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk (barang/jasa)
berkualitas superior dengan harga yang kompetitif pada penyerahan yang
tepat waktu.( ingat prinsip Q = Quality, C = Cost dan D = Delivery ).
2. Mengidentifikasi value stream process mapping (pemetaan proses pada
value stream) untuk setiap produk (barang/jasa). Catatan : Kebanyakan
manajemen perusahaan industri di indonesia hanya melakukan pemetaan
proses bisnis atau proses kerja, bukan melakukan pemetaan pada proses
3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua
aktivitas sepanjang proses value stream.
4. Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk itu mengalir
secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan
sistem tarik (pull system).
5. Mencari terus-menerus berbagai teknik dan alat-alat peningkatan
(improvements tools and techniques) untuk mencari keunggulan
(excellence) dan peningkatan terus-menerus (continuous improvement).
2.2 Lean Manufacturing
2.2.1 Definisi Lean Manufacturing
Pengertian Lean manufacturing adalah suatu pendekatan sistemik untuk
mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan melalui improvement atau
perbaikan dan pengembangan yang terus-menerus dan berkelanjutan, berusaha
membuat aliran industri dalam perusahaan menjadi lancar untuk berusaha menarik
konsumen dalam upaya mencapai kesempurnaan. Lean Manufacturing adalah
sebuah filosofi, didasarkan pada TPS (Toyota Production System) yang bertujuan
untuk mengurangi waste melalui continuous improvement.
James womack dan daniel jones (1996) mendefiniskan Lean
Manufacturing sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah diantaranya
adalah : mendefinisikan nilai bagi pelanggan, menetapkan value stream,
membuatnya ”mengalir”, ”ditarik” oleh pelanggan, dan berusaha keras untuk
mencapai yang terbaik. Untuk menjadi sebuah proses manufaktur yang Lean
proses penambahan nilai tanpa interupsi (one piece flow), suatu sistem ”tarik”
yang berawal dari permintaan pelanggan, dengan hanya menggantikan apa yang
diambil oleh proses berikutnya dalam interval yang singkat dan suatu budaya
dimana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara
terus-menerus. ( Jeffery K. Liker, 2006).
Istilah ”Lean” yang dikenal luas dalam dalam dunia manufacturing
dewasa ini dikenal dalam berbagai istilah yang berbeda, seperti : Lean Production,
Lean Manufacturing, Toyota Production System, dan lain-lain. Namun Lean
dipercaya oleh sebagaian orang dikembangkan di Negara Jepang, khususnya
Toyota sebagai pelopor system Lean Manufacturing. Perusahaan dikatakan Lean
jika perusahaan tersebut telah menerapkan TPS (Toyota Production System) ke
dalam semua bagian proses produksinya karena yang pertama menerapkan sistem
Lean ini adalah perusahaan Toyota Motor Company. Ketika suatu perusahaan
sudah menerapkan sistem TPS (Toyota Production System) ini, langkah awal yang
bisa dilakukan oleh perusahaan adalah memeriksa proses manufaktur dari sudut
pelanggan. Dari sini dapat diamati suatu proses dan memisahkan langkah-langkah
yang menambah nilai dan yang tidak menambah nilai. Dari waste yang berhasil
diminimalisasi ini diharapkan kepada pihak perusahaan untuk dapat
menjadikannya sebagai suatu standararisasi kerja. (Jeffery K. Liker, 2006).
Apabila hal diatas disederhanakan, maka dapat dikatakan suatu aktifitas
tergolong pemborosan secara umum apabila :
1. Melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat (tidak bernilai tambah)
2. Melebihi dari apa yang dibutuhkan
Dalam istilah Toyota Production System (TPS) juga dikenal dengan Muda,
Mura, dan Muri, yang berarti :
1. Muda (waste) : tidak menambah nilai. Ini adalah aktifitas yang tidak
berguna yang memperpanjang lead time, menimbulkan gerakan tambahan
untuk memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan kelebihan
persediaan, atau berakibat pada penambahan jenis waktu tunggu.
2. Mura (inconsistency) : adanya variasi dalam pembebanan kerja atau
ketidakseimbangan. Di sistem produksi yang normal, kadang-kadang
terdapat lebih banyak terdapat pekerjaan dibanding dengan yang dapat
ditangani oleh orang atau mesin yang ada, dan pada saat lain hanya ada
sedikit pekerjaan. Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi
yang tidak teratur atau volume produksi yang berfluktuasi karena masalah
internal, seperti kerusakan mesin, kekurangan komponen, dan produk
cacat. Muda berarti akibat dari Mura. Ketidakseimbangan tingkat produksi
berarti perlu memiliki peralatan, material, dan orang-orang yang
melakukan tingkat produksi yang tertinggi, bahkan bila permintaan
rata-ratanya jauh lebih rendah dari itu.
3. Muri (irrationality) : pembebanan yang melebihi kapasitas atau memberi
beban berlebih kepada orang atau peralatan. Dari sudut pandang tertentu,
hal ini merupakan ujung yang berseberangan dari spectrum Muda . Muri
adalah memanfaatkan mesin atau orang dibatas kemampuannya,
membebani orang secara berlebih akan menimbulkan masalah dalam
keselamatan kerja dan kualitas. Membebani peralatan secara berlebih
Implementasi Lean Manufacturing adalah menfokuskan diri mendapatkan
hal yang tepat pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat dalam jumlah yang
tepat untuk mencapai aliran kerja yang sempurna di saat yang sama meminimasi
pemborosan dan menjadi fleksible (mudah berubah). Implementasi Lean
Manufacturing pertama kali diperkenalkan oleh Taiichi Ohno dari Toyota Motor
Company, sebuah perusahaan raksasa dunia yang sangat agresif dalam
improvement. Lean Manufacturing diharapkan produk atau komponen tersedia
tepat pada waktunya, dalam jumlah yang tepat dan pada tempat yang tepat pula.
Dengan demikian persediaan dapat ditekan seminim mungkin dan proses produksi
akan menjadi mengalir, tidak tersendat-sendat.
Lean Manufacturing menyaring intisari dari pendekatan Lean ke dalam
lima langkah utama (Hines & Taylor, 2000) yaitu :
1. Specify value (mendefinisikan nilai bagi pelanggan), yaitu
mengidentifikasi nilai (value) produk berdasarkan perspektif pelanggan,
dimana pelanggan menginginkan produk berkualitas tinggi dengan harga
yang kompetitif dan penyerahan tepat waktu.
2. Identify whole value stream (menetapkan value stream), yaitu
mengidentifikasi semua langkah – langkah yang diperlukan untuk
mendesain, memesan dan memproduksi barang atau produk ke dalam
whole value stream untuk mencari non value added activity (aktivitas yang
tidak memberikan nilai tambah).
3. Flow (mengalir), yaitu membuat value flow untuk semua aktifitas yang
memberikan nilai tambah disusun dalam suatu aliran yang tidak terputus
4. Pulled (ditarik oleh pelanggan), yaitu mengorganisasikan agar material,
informasi dan produk mengalir lancar dan tepat sepanjang proses value
stream dengan pull system.
5. Perfection (pencapaian yang terbaik), yaitu mengejar keunggulan untuk
mencapai kesempurnaan (zero waste) melalui perbaikan yang dilakukan
secara terus – menerus sehingga waste yang terjadi dapat dihilangkan
secara total dari proses yang ada.
2.2.2 Prinsip-Prinsip Lean Manufacturing
Prinsip Lean Manufacturing sejatinya telah digunakan oleh Henry Ford
sejak awal tahun 1920, dan terbukti telah membuat Ford Motor Company menjadi
perusahaan otomotif terbesar kedua di dunia. Henry Ford berkata “ salah satu
pencapaian kami (Ford Group) mampu menjaga produk Ford menjadi tetap
rendah, yaitu semakin lama sebuah produk dalam proses manufaktur , maka total
biaya produksi juga akan semakin besar”. (Jeffery K. Liker, 2006).
Dalam penerapan metode Lean Manufacturing terdapat prinsip – prinsip
yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Menyempurnakan mutu pertama kali, mencari nol cacat, pernyataan dan
pemecahan permasalahan pada sumbernya
2. Meminimalkan barang sisa, penghapusan semua aktivitas yang tidak
menambahkan nilai dan memaksimalkan penggunaan sumber daya
(modal, orang – orang dan area)
3. Peningkatan yang berkelanjutan, mengurangi biaya – biaya, meningkatkan
4. Proses penarikan yaitu produk ditarik dari pelanggan terakhir, yang tidak
mendorong dari akhir produksi
5. Fleksibilitas, produksi produk yang berbeda (mixed production) atau
keanekaragaman produk yang lebih besar dengan cepat, tanpa
mengorbankan efisiensi pada volume produksi lebih rendah
6. Bangunan dan pemeliharaan adalah suatu hubungan jangka panjang
dengan para penyalur melalui berbagai resiko kolaboratif, biaya dan
pengaturan informasi.
7. Autonomation, leveling and production flow and visual control.
2.3 Pemborosan (waste)
Pemborosan adalah segala aktivitas tidak bernilai tambah dalam proses
dimana aktivitas-aktivitas itu hanya menggunakan sumber daya namun tidak
memberikan nilai tambah kepada pelanggan. Pada saat melakukan eliminasi
terhadap waste, sangatlah penting untuk mengetahui apakah waste itu dan dimana
waste berada, apakah di pabrik atau di gudang. Umumnya produk yang dihasilkan
berbeda pada masing-masing pabrik, tetapi jenis waste yang ditemukan di
lingkungan manufaktur hampir sama.
Pada saat berpikir tentang pemborosan (waste), akan lebih mudah bila
mendefinisikannya kedalam tiga jenis aktivitas yang berbeda yaitu :
1. Aktivitas Yang Bernilai Tambah (Value Adding Activity)
Segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang
memberikan nilai tambah di mata konsumen. Contoh dari aktivitas tipe ini
2. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah (Non Value Adding Activity)
Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa
yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen. Aktivitas inilah
yang disebut waste yang harus dijadikan target untuk segera dihilangkan.
Contoh dari aktivitas ini adalah waktu menunggu, penumpukan bahan atau
material, dan lain-lain.
3. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah Tetapi Dibutuhkan (Necessary Non
Value Adding Activity)
Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa
yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen tetapi diperlukan
kecuali apabila sudah ada perubahan pada proses yang ada. Aktivitas ini
biasanya sulit untuk dihilangkan dalam waktu singkat. Contoh dari
aktivitas ini adalah inspeksi setiap produk pada akhir proses karena
menggunakan mesin lama yang tidak reliable. (Hines & Taylor, 2000).
2.4 Type-Type Pemborosan (waste)
2.4.1 Type Tujuh Pemborosan (seven waste)
Berikut ini adalah penjelasan dari seven waste yang diidentifikasikan oleh
Dr. Shiego Singo kemudian ditulis kembali oleh Kilpatrick (2003) :
1. Produksi berlebihan (overproduction) adalah kegiatan menghasilkan
barang melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi
sumber daya terhadap produk.
2. Menunggu (waiting) adalah proses menunggu kedatangan material,
3. Transportasi (transportation) adalah memindahkan material atau orang
dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat
mengakibatkan waktu penaganan material bertambah..
4. Proses yang tidak tepat (inappropriate processing) adalah proses kerja
dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi
yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan
fungsinya ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi. Secara umum
faktor penyebabnya adalah peralatan atau tool yang tidak sesuai,
maintenance peralatan yang jelek dan lain-lain.
5. Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory) adalah penyimpanan
(inventory) melebihi volume gudang yang ditentukan, material yang rusak
karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat
penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa. Secara umum faktor
penyebabnya adalah waktu change over yang lama, ketidakseimbangan
lintasan, peramalan yang kurang akurat, atau ukuran batch yang besar.
6. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) adalah gerakan yang
melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator
melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya
komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double handling,
layout yang tidak standar, operator membungkuk. Secara umum faktor
penyebabnya adalah pengelolaan tempat kerja yang jelek, layout yang
jelek, metode kerja yang tidak konsisten, desain mesin yang tidak
7. Kecacatan (defect) merupakan kesalahan yang terlalu sering dalam kertas
kerja, kualitas produk yang buruk, atau performansi pengiriman yang
buruk, ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat
proses berjalan, adanya alokasi tenaga kerja untuk proses pengerjaan ulang
(rework) dan tenaga kerja menangani pekerjaan claim dari pelanggan.
2.4.2 Type Delapan Pemborosan (eight waste)
Dalam kalangan praktisi Lean Manufacturing dikenal sebagai delapan
pemborosan yang menurut Taiichi Ohno (salah satu pencipta Toyota Production
System) bertanggung jawab dalam sekitar 95% dari semua biaya yang ada dalam
produksi. Delapan pemborosan tersebut adalah :
1. Overproduction (produksi berlebih)
Produksi berlebih adalah memproduksi produk jauh lebih banyak dari
permintaan konsumen atau melebihi jumlah yang dibutuhkan. Sedangkan
dalam Lean Manufacturing semua produk yang diproduksi diluar hal
tersebut (Work in Progress, buffer, safety stock) merupakan pemborosan
karena hal tersebut membuat organisasi menjadi tidak dapat melakukan hal
lain yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Produksi berlebih adalah
pemborosan yang paling parah diantara jenis pemborosan lainnya. Kalau
permintaan pasar sedang tinggi, pemborosan jenis ini mungkin terlalu
penting, namun dikala permintaan pasar sedang menyusut, dampak dari
produksi berlebih akan berlipat ganda. Bahkan seringkali perusahaan
mendapatkan kesulitan karena menyimpan barang yang tidak terjual itu
2. Waiting (menunggu)
Yang dimaksud dengan menuggu ialah menunggu kedatangan material,
menunggu informasi, peralatan, perlengkapan dan semua hal yang
membuat organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan
pemborosan. Pemborosan karena menunggu harus ini harus terungkap
kebenaran situasinya terlebih dahulu sebelum tindakan perbaikan
dilaksanakan. Suatu contoh yang salah menafsirkan situasi pemborosan
karena karena waktu menunggu adalah membiarkan mesin dan
operatornya menunggu pada saat pekerjaan yang diperlukan sudah selesai.
Bila hal ini dianggap sebagai pemborosan dan kemudian diatasi maka
dampaknya justru akan menimbulkan pemborosan karena produksi
berlebih yang lebih gawat. Dalam hal ini kita harus lebih cermat dalam
menilai situasi.
3. Transportation (transportasi yang tidak perlu)
Yang di maksud transportasi dalam Lean Manufacturing adalah bahwa
transportasi suatu barang seharusnya dilaksanakan atau didatangkan
langsung menuju tempat dimana barang tersebut dapat langsung
digunakan sehingga tidak menimbulkan pemborosan lainnya yaitu
transportasi yang tidak perlu. Pemborosan karena transportasi dan
penanganan barang adalah pemborosan yang sering kita jumpai di dalam
pabrik. Barang yang sama dapat saja ditangani berulang-ulang tanpa
memberi nilai tambah. Perencanaan yang buruk akan menyebabkan
kegiatan transportasi membengkak dan penanganan barang dilakukan
4. Non value added activities (aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah)
Metode dalam pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari
pemborosan yang seharusnya tidak perlu ada. Misalnya pengerjaan ulang
(reworking) karena seharusnya proses tidak perlu diulang apabila
dilakukan proses yang benar. Deburing (sisa produksi) karena produk
seharusnya dapat diproduksi tanpa sisa produksi apabila dilakukan dengan
desain yang tepat dan alat yang lengkap untuk pekerjaan tersebut dan
inspecting (pemeriksaan) karena produk seharusnya dapat diproduksi
dengan menggunakan Statistical Process Control (SPC) untuk
menghilangkan atau meminimalkan jumlas inspeksi yang diperlukan
dalam menjaga kualitas produk tersebut.
5. Excess inventory (persediaan berlebih)
Persediaan berlebih juga akan meningkatkan biaya produksi. Kelebihan
persediaan memerlukan penanganan extra, tempat extra, extra bunga yang
harus dibayar, extra karyawan, extra dokumen, dan lain-lain.
Berikut adalah beberapa prinsip untuk mengurangi persediaan berlebih :
- Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan lagi
- Jangan memproduksi barang yang tidak diperlukan untuk proses
berikutnya.
- Jangan membeli atau membawa barang dalam ukuran lot besar
(meskipun penghematan dari diskon pembelian dalam jumlah
besar, mungkin lebih besar dari biaya pemborosan karena
- Usahakan untuk memproduksi dalam lot kecil (mengurangi waktu
set-up atau tingkatkan frekuensi peralihan jenis produksi)
6. Excess motion (gerakan yang berlebih/tidak diperlukan)
Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk
mondar-mandir mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan
kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru
akan membebani biaya produksi dengan upahnya selama tiga jam yang
sia-sia. Di samping itu, hasil produksi menjadi tertunda dikirim kepada
pelanggan klarena lead time produksi bertambah. Contoh gerakan
mengambil dan mengembalikan benda dapat dihilangkan bila kita
meletakkan alat kerja berdekatan dengan penggunaannya. Berjalan
mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh adalah gerakan yang sia-sia,
khususnya bila operator diberi tanggung jawab untuk mengoperasikan
mesin. Mesin harus diletakkan dengan benar, saling berdekatan dengan
operator sehingga perjalanan kaki operator dapat dikurangi.
7. Defect waste (pemborosan karena cacat produksi)
Bila cacat produksi terjadi pada satu pos produksi kerja, maka pada
umumnya operator pada pos kerja berikutnya akan menunggu. Waktu
terbuang percuma dan menambah biaya produksi. Lebih parah lagi apabila
barang-barang tersebut dikerjakan ulang (rework) atau bahkan produk
yang cacat itu harus dimusnahkan. Apabila cacat produksi terjadi maka
akan diperlukan untuk membongkar dan mereparasi produk itu, lagipula
tambahan komponen juga akan diperlukan dalam penaganan komponen
proses penyelesaian tersebut. Memilah-milah komponen yang jelek juga
menyerap tambahan tenaga kerja sehingga meningkatkan jumlah biaya,
yang berarti pemborosan. Kasus yang lebih buruk lagi apabila pelanggan
menemukan cacat produksi setelah produk berada ditangannya. Tidak
hanya ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang harus ditanggung, tetapi
juga pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis pendatang baru dan
pangsa pasar yang menyusut. Untuk menghindari masalah itu sebuah
sistem harus dikembangkan untuk menemukan dan mengenali cacat
produksi serta berbagai kondisi penyebab timbuknya cacat tersebut.
Dengan demikian, operator bisa melakukan tindakan perbaikan langsung.
8. Underutilized people (pekerja yang kurang profesioanl)
Yang dimaksud underutilzed people adalah pekerja yang tidak
mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental,
kreativitas, serta skill dan kemampuan fisik dimana biasanya seorang
pekerja harus dapat mengoptimalkan seluruh kemampuan yang dimiliknya
demi kepentingan bersama. Beberapa penyebab pemborosan type ini
adalah : proses kerja yang jelek dan kurang teratur, budaya kerja yang
kurang positif atau tidak mendorong pekerjanya untuk berkembang,
praktek perekrutan para pekerja yang kurang selektif, training pegawai
yang kurang memadai atau bahkan tidak ada sama sekali training pegawai,
dan turnover pekerja yang terlalu tinggi sehingga tidak ada pekerja yang
benar-benar mengerti pekerjaan serta segala detail dari perusahaan untuk
2.4.3 Type Sembilan Pemborosan (nine waste)
Menurut Vincent Gaspersz (2007) terdapat sembilan pemborosn yang ada
dalam bidang industri yang terkenal dengan istilah E-DOWNTIME, yaitu :
1. E = Environmental, Health and Safety (EHS) adalah jenis pemborosan yang tejadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan
dengan prinsip-prinsip EHS.
2. D = Defects adalah jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau kegagalan produk (barang/jasa).
3. O = Overproduction adalah jenis pemborosan yang terjadi karena produksi berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan,
4. W = Waiting adalah jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu. 5. N = Not utilizing employees knowladge skills and abilities adalah jenis
pemborosan sumber daya manusia (SDM) yang terjadi karena tidak
menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan
secara optimal.
6. T = Transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream.
7. I = Inventories adalah jenis pemborosan yang terjadi karena inventories yang berlebihan.
8. M = Motion adalah jenis pemborosan yang terjadi karena banyaknya pergerakan dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.
9. E = Excess processing adalah jenis pemborosan yang terjadi karena langkah-langkah proses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang
2.4.4 Type Sepuluh Pemborosan (ten waste)
Dalam perspektif lain, kaufman consulting group (1999) telah
merumuskan 10 jenis pemborosan dalam industri manufaktur, dimana ke-10 jenis
pemborosan itu dikelompokkan kedalam empat kategori utama yaitu orang,
kuantitas, kualitas dan informasi seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.1 dan
pendekatan untuk mereduksi pemborosan tersebut ditunjukkan dalam tabel 2.1
(Sumber : Kaufman consulting group, 1999)
Gambar 2.1 Sepuluh areas waste dalam industri manufaktur
Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan dalam industri manufaktur
Kategori
Kuantitas
Fixing defects Error (mistake),
( Sumber : Kaufman consulting group, 1999 )
2.5 Tools Yang Digunakan
Dalam mencari penyebab terjadinya waste ada beberapa tools yang
digunakan, yaitu :
2.5.1 Big Picture Mapping
Big picture mapping adalah pemetaan proses pada level tinggi yang
melingkupi proses secara luas namun dengan tingkat kedetailan yang masih
rendah. Peta gambar besar atau Big Picture Mapping merupakan sebuah alat yang
diadopsi dari sistem produksi Toyota. Alat ini sangat membantu dalam
mengidentifikasi terjadinya pemborosan (waste). Pemborosan dapat diketahui
menggambarkannya dalam satu kesatuan. Selain itu peta gambar besar atau Big
Picture Mapping sangat berguna untuk dilakukan sebelum membuat detailed
mapping dari proses manapun. Dengan membuat Big Picture Mapping maka
dapat membantu untuk menggambarkan aliran yang ada, membantu menemukan
lokasi waste, menyatukan penerapan dari kelima prinsip Lean, membantu untuk
memutuskan siapa yang menjadi anggota tim untuk implementasi,
memperlihatkan hubungan antara sistem informasi dengan aliran fisik.
Ada lima langkah yang perlu dilakuakan untuk membentuk Big Picture
Mapping yaitu :
1. Fase pertama, mengidentifikasikan kebutuhan pelanggan.
Beberapa perlu dijawab pada fase ini. Misalnya, seberapa banyak
pelanggan membutuhkan barang tertentu tiap tahun, bagaimana pola
pemesanannya, berapa ukuran pesanan biasanya, berapa banyak pelanggan
biasanya menyimpan persediaan, berapa sering pengiriman dilakukan,
serta hal-hal lain yang relevan.
2. Fase kedua, Information flows
Pada fase ini, ditambahkan aliran informasi yang melintasi proses yang
ditinjau. Untuk melengkapi fase ini perlu dicari tahu apakah informasi
yang diberikan pelanggan ke perusahaan (ramalan, call-off, dan
sebagainya), kebagian mana informasi-informasi tersebut disampaikan,
berapa lama menunggu sebelum informasi tersebut diproses, pihak mana
saja atau siapa saja yang dilewati sampai informasi tersebut mengalir ke
bagian hulu perusahaan (supplier), serta informasi-informasi apa yang
3. Fase ketiga adalah menambahkan aliran fisik pada peta tersebut.
Aliran fisik yang berasal dari luar dan ke luar perusahaan maupun yang
ada di dalam perusahaan harus sama-sama ditambahkan. Informasi seperti
pola pengiriman dari supplier, ukuran pengiriman, rata-rata waktu tunggu
sebelum pesanan dikirim,. Selanjutnya, untuk aliran internal perlu
diidentifikasikan langkah-langkah kunci yang terlibat, di mana saja
persediaan biasanya disimpan, dimana saja biasanya terjadi inspeksi
kualitas, berapa lama masing-masing kegiatan tersebut dilakukan, titik
mana merupakan bottleneck, dan sebagainya.
4. Fase keempat adalah hubungkan aliran fisik dan aliran informasi.
Di sini diperlukan informasi di mana informasi seperti rencana material
atau rencana produksi turun menjadi pemicu adanya aliran fisik dan
sebaliknya. Sebagai contoh, rencana produksi diuraikan menjadi jadwal
produksi harian sehingga dapat menjadi pedoman untuk memindahkan
material dari gudang ke lantai produksi dan menjadi instruksi kerja
operator di lantai produksi untuk mengerjakan suatu produk. Sebaliknya,
ada aliran dari bagian bawah ke bagia atas dari peta yang dibuat. Misalnya,
hasil kegiatan inspeksi material akan memberikan informasi tentang reject
rate. Informasi ini akan masuk ke bagian perencanaan material sehingga
bisa digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki atau membuat rencana
baru.
5. Fase kelima adalah melengkapi peta di atas dengan informasi lead time
dan value adding time dari keseluruhan proses. Informasi ini ditempatkan
Berikut ini adalah simbol-simbol yang digunakan dalam Big Picture
Mapping (BPM) :
Sumber : Hines, P. & D. Taylor, 2000. ”Going Lean”.
Gambar 2.2 Icon Big Picture Mapping
Untuk menggambarkan Peta gambar besar atau Big Picture Mapping
terlebih dahulu tentukan lambang dari tiap komponen yang ada antara lain :
pemasok/konsumen (supplier/customer), kotak informasi (information box), kotak
waktu (timing box), kotak pengerjaan ulang (rework box), titik persediaan
(inventory point), titik inspeksi (quality check point), stasiun kerja dengan waktu
(work station with timing), aliran informasi (information flow), aliran fisik
(physical flow), kotak proses stasiun kerja (work station process box), aliran fisik
antar perusahaan (inter company physical flow).
2.5.2 Value Stream Analysis Tools (VALSAT)
Value Stream Mapping Tools (VALSAT) adalah alat yamg berfungsi
untuk memilih alat dari pemetaan aliran proses yang nantinya akan digunakan
sebagai pedoman dalam mengidentifikasi pemborosan (waste). Value stream
pada aliran nilai yang fokus pada value adding process dan non-value adding
process. VALSAT merupakan tool yang dikembangkan oleh Hines dan Rich
(1997) untuk mempermudah pemahaman terhadap value stream yang ada dan
mempermudah untuk membuat perbaikan berkenaan dengan waste yang terdapat
dalam value stream. VALSAT merupakan pembobotan waste-waste, kemudian
dari pembobotan tersebut dilakukan pemilihan terhadap tool dengan
menggunakan matrik. Pada proses ini dilakukan proses pemetaan dari future state
yang diusulkan. Alasan yang mendasari pengumpulan dan penggunaan
serangkaian tool ini adalah untuk membantu para peneliti atau para praktisi dalam
mengidentifikasikan pemborosan pada individual value stream dan mendapatkan
jalan yang tepat untuk menghilangkannya. Berikut ini adalah tools yang
digunakan pada value stream mapping yang akan ditunjukkan pada tabel 2.2 .
Tabel 2.2 Value Stream Analysis Tools
matrix funnel mapping mapping analysis structure over
Sumber : Hines dan Rich , “Value stream managemen”2000.
Notes : H : high correlation and usefulness M : medium correlation and usefulness L : low correlation and usefulness
Selanjutnya akan dilakukan pemilihan pemetaan yang tepat dalam value
stream dengan menggunakan VALSAT (Value Stream Analysis Tools). Cara
perhitungannya adalah hasil dari rata-rata waste dikalikan dengan besar
pembobotan yang terdapat pada tabel VALSAT . Dari ketujuh tool tersebut akan
digunakan untuk memahami kondisi yang terjadi di lantai produksi, penggunaan
tool tersebut dilakukan dengan melakukan pemilihan dengan menggunakan
matrik. Untuk langkah penting dalam pemilihan tool yang sesuai dengan kondisi
yang bersangkutan antar lain melakukan pembobotan terhadap waste. Pembobotan
ini merupakan hal yang sangat penting sekali karena dengan prmbobotan waste
yang sempurna maka tool yang akan datang juga tepat sehingga mudah dalam
melakukan usulan perbaikan.
Untuk lebih jelasnya berikut detail dari ketujuh tools yang dikemukakan
oleh Hines dan Rich (1997) dalam VALSAT :
a. Process Activity Mapping (PAM)
Tool ini digunakan untuk membuat detailed mapping dalam order
fulfillment process. Secara lebih luas kita menggunakannya untuk
mengidentifikasi lead time baik dari aliran fisik produk maupun aliran
informasi, tidak hanya di area pabrik tetapi juga pada area lainnya dalam
supply chain, mengeliminasi pemborosan pada tempat kerja dan
menyediakan goods dengan kualitas tinggi serta pelayanan yang mudah,
cepat dan tidak mahal. Dasar pendekatan ini adalah mencoba untuk
mengeliminasi aktivitas yang tidak perlu, menyederhanakan,
mengkombinasi serta mencari perubahan rangkaian yang akan mengurangi
Empat tahap pendekatan Process Activity Mapping secara umum adalah :
1. Memahami aliran proses kemudian mengidentifikasi pemborosan
2. Mempertimbangkan apakah proses dapat di arrange ulang pada
rangkaian yang lebih efisien.
3. Mempertimbangkan aliran yang lebih baik, melibatkan aliran
layout dan rute transportasi yang berbeda.
4. Mempertimbangkan apakah segala sesuatu yang telah dilakukan
pada tiap-tiap stage benar-benar perlu dan apa yang akan terjadi
jika hal-hal yang berlebihan tersebut dihilangkan.
Dalam tool ini aktivitas dikategorikan dalam beberapa kategori, seperti :
operation (operasi), transport (transportasi), inspection (pemeriksaan),
storage (penyimpanan) dan delay (menunggu). Untuk membuat Process
Activity Mapping, dilakukan dengan cara membuat analisa persiapan
proses kemudian dilakukan pencatatan secara detail dari permintaan
barang pada tiap proses. Hasilnya adalah peta proses, dimana tiap-tiap
langkah telah dikategorikan dalam berbagai macam tipe aktivitas.
b. Supply Chain Response Matrix
Tool ini merupakan sebuah diagram sederhana yang berusaha
menggambarkan the critical lead time constraint untuk setiap bagian
proses dalam supply chain, yaitu cumulative lead time di dalam distribusi
sebuah perusahaan baik suppliernya dan downstream retailernya. Diagram
ini terdapat 2 axis dimana untuk vertical axis menggambarkan rata-rata
jumlah inventory (hari) dalam setiap bagian supply chain. Sedangkan
c. Production Variety Funnel
Pendekatan ini sama dengan metode analisa IVAT yang melihat operasi
internal perusahaan sebagai aktivitas yang disesuaikan ke I, V, A, atau T
merupakan pemetaan visual yang mencoba memetakan jumlah variasi
produk tiap tahapan proses manufaktur. Tools ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi titik dimana sebuah produk generic diproses menjadi
beberapa produk yang spesifik. Tool ini dapat digunakan untuk membantu
menentukan target perbaikan, pengurangan inventory dan membuat
perubahan untuk proses dari produk.
d. Quality Filter Mapping
Pendekatan Quality Filter Mapping merupakan tool baru yang digunakan
untuk mengidentifikasi dimana keberadaan masalah kualitas pada rantai
persediaan. Peta ini memperlihatkan tiga tipe cacat kualitas yang berbeda
yang terdapat pada value stream yaitu :
1. Product defect : cacat pada fisik produk yang lolos dari proses
inspeksi dan sampai ke tangan konsumen.
2. Scrap defect : cacat yang ditemukan pada proses inspeksi
3. Service defect : permasalahan dari konsumen yang tidak secara
langsung berhubungan dengan produk, tetapi dengan tingkat
pelayanan dari perusahaan.
Ketiga tipe defect tersebut digambarkan secara letitudinal sepanjang
supply chain. Pendekatan ini dirancang untuk membangun tingkat kualitas
baik internal maupun eksternal semaksimal mungkin seperti yang di
e. Demand Amplification Mapping
Merupakan diagram yang menggambarkan bagaimana demand
berubah-ubah sepanjang jalur supply chain dalam interval waktu tertentu. Informasi
yang dihasilakn dari diagram ini merupakan dasar untuk mengatur
fluktuasi dan menguranginya, membuat keputusan berkaitan dengan value
stream configuration. Dalam diagram ini vertical axis menggambarkan
interval waktu, grafik di dapatkan untuk setiap chain dari supply chain
configuration yang ada.
f. Decision Point Analysis
Merupakan tool yang digunakan untuk menentukan titik dimana aktual
demand dilakukan dengan sistem pull sebagai dasar untuk membuat
forecast pada sistem push pada supply chain atau dengan kata lain titik
batas dimana produk dibuat berdasarkan demand aktual selanjutnya
produk harus dibuat dengan melakukan forecast. Dengan tool ini dapat
diukur kemampuan dari proses upstream dan downstream berdasarkan
titik tersebut, sehingga dapat ditentukan filosofi pull (tarik) atau push
(tekan) yang sesuai.
g. Phisical Structure
Tool ini digunakan untuk memahami kondisi dan fungsi bagian-bagian
dari supply chain untuk berbagai level industri. Dengan pemahaman
tersebut dapat dimengerti kondisi industri tersebut, bagaimana beroperasi
dan dapat memberikan perhatian pada level area yang kurang diperhatikan.
Untuk level yang lebih kecil tool ini dapat menggambarkan inbound
2.5.3 Fish Bone Chart (Diagram Tulang Ikan)
Fish Bone Chart adalah sebuah diagram yang menunjukkan hubungan
antara karakteristik mutu dan faktor penyebab kecacatan/pemborosan. Diagram ini
berbentuk tulang ikan karena itu disebut juga diagram tulang ikan. Fish Bone
Chart merupakan alat formal yang digunakan untuk menunjukkan penyebab
potensial dari kecacatan/pemborosan. Ruas utama sebelah kanan menunjukkan
masalah yang terjadi. Cabang utama dikaitkan pada penyebab utama dan setiap
cabang utama memiliki daftar penyebab yang lebih detail. Penyebab masalah
utama yang potensial harus segera dicari tahu dan dianalisa saat masalah
diidentifikasi. Metode tukar pikiran digunakan untuk menentukan penyebab dari
akibat yang dihasilkan dalam mendesain sebuah diagram sebab akibat.
(Sutalaksana. 1979).
Gambar 2.3 Fish Bone Chart
2.5.4 Failure Mode Effect and Analysis (FMEA)
FMEA digunakan sebagai teknik evaluasi tingkat kehandalan untuk
menentukan efek dari kegagalan sistem. Kegagalan digolongkan berdasarkan
Konsep FMEA ini berubah ketika diterapkan pada kondisi manufaktur modern
yang memproduksi produk-produk konsumsi. Pada produsen dari produk-produk
konsumsi tersebut kemudian menetapkan beberapa prioritas baru, termasuk
kepuasan dan keselamatan konsumen. (Haviland, 1998).
Secara umum Failure Mode Effect and Analysis didefinisikan sebagai
sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal, yaitu (1) Penyebab kegagalan yang
potensial dari proses atau produk selama siklus hidupnya. (2) Efek dari kegagalan
tersebut. (3) Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi produk atau
proses. (Haviland, 1998).
FMEA merupakan tool dalam menganalisis kehandalan (reliability) dan
penyebab kegagalan untuk mencapai persyaratan kehandalan dan keamanan
produk dengan memberikan informasi dasar mengenahi prediksi kehandalan,
desain produk, dan desain proses. Dalam FMEA terdapat beberapa hal yang
berpengaruh, antara lain :
1. Rating keparahan (severity) adalah rating yang berhubungan dengan
tingkat keparahan efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan. Efek
dirating pada skala satu sampai sepuluh, dengan sepuluh sebagai tingkat
yang paling parah. Sumber fundamental dari kegagalan menyangkut
berbagai aspek dari desain, pemilihan material, kekurangan atau
kelemahan material, fabrikasi dan pemrosesan, pengerjaan ulang,
perakitan, inspeksi, uji coba atau testing, pengendalian kualitas (quality
control), penyimpanan, pengiriman, kondisi kerja, pemeliharaan, dan