• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Lapisan Hidrokarbon dengan Metode Inversi Impedansi Akustik dan EMD (Empirical Mode Decomposition) pada Formasi Air Benakat Lapangan "X"

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Deteksi Lapisan Hidrokarbon dengan Metode Inversi Impedansi Akustik dan EMD (Empirical Mode Decomposition) pada Formasi Air Benakat Lapangan "X""

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Metode inversi impedansi akustik merupakan salah satu metode indirect detection hidrokarbon yang telah banyak digunakan, baik oleh perusahaan minyak dan gas ataupun oleh peneliti. Dalam beberapa kasus, metode ini sangat dapat dipercaya untuk mendeteksi hidrokarbon. Dalam peper ini, penulis menyajikan hasil dari metode direct detection dengan menggunakan metode EMD (Empirical Mode Decomposition) untuk mendeteksi adanya hidrokarbon, dan hasilnya akan dibadingkan dengan hasil dari metode inversi impedansi akustik untuk mengetahui keakuratan metode EMD ini. Setelah dilakukan penelitian didapatkan hasil yang cukup memuaskan yakni hasil metode EMD dinyatakan dapat menyamai hasil dari metode inversi impedansi akustik. Anomali keberadaan hidrokarbon ditemukan pada lapangan “X” pada pada CDP 474-498 dan CDP 516-522 yang terletak pada kedalaman 700-800 ms, CDP 1038-1080 yang terletak pada kedalaman 790-850 ms dan pada CDP 1108-1208 yang terletak pada kedalaman 750-850 ms. Sehingga metode EMD ini sangat direkomendasikan untuk dilakukan pada kegiatan eksplorasi

.

Kata Kunci—Hidrokarbon, Impedansi Akustik, EMD (Empirical Mode Decomposition).

I. PENDAHULUAN

ksplorasi hidrokarbon dalam industri minyak dan gas bumi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menemukan cadangan hidrokarbon yang ekonomis untuk dilakukan tahapan eksploitasi selanjutnya. Metoda seismik refleksi merupakan salah satu metoda geofisika yang digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon untuk mendapatkan gambaran struktur geologi dan perlapisan bawah permukaan yang berpotensi sebagai jebakan hidrokarbon dengan tingkat keakuratan serta detail yang tinggi. Seiring peningkatan jumlah pemakaian bahan bakar fosil, tuntutan untuk meningkatkan produksi bahan bakar fosil atau hidrokarbon meningkat. Usaha untuk meningkatkan produksi hidrokarbon tidak hanya dengan cara mencari sumber-sumber hidrokarbon baru, tetapi juga dengan mengembangkan lapangan-lapangan yang sudah ada, dengan demikian diperlukan diperlukan teknik analisa lebih lanjut mengenai kondisi reservoir terkait.

Deteksi hidrokarbon dengan metode-metode yang baru sangat dibutuhkan, baik metode mendeteksi hidrokarbon secara langsung (direct detection) ataupun metode yang

digunakan mendeteksi hidrokarbon secara tidak langsung (indirect detection). Metode langsung untuk mendeteksi hidrokarbon adalah metode yang hanya menggunakan data seismik untuk menemukan reservoir atau hidrokarbon, sedangkan metode tidak langsung merupakan metode yang di-dalamnya menggunakan data seismik serta data sumur untuk mendeteksi reservoir ataupun karakterisasinya. Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menyebutkan bahwa untuk melakukan pengeboran sumur Migas dibutuhkan biaya minimal sebesar US$ 5 juta atau sekitar Rp 50 miliar, padahal untuk melakukan eksplorasi akan adanya hidrokarbon tidak cukup hanya melakukan pengeboran satu atau dua sumur, sangat bisa dipastikan bahwa biaya yang dibutuhkan tidaklah murah, maka sangat diperlukan sekali metode metode yang dapat mendeteksi hidrokarbon secara langsung (direct detection) guna meminimalisasi biaya ataupun bencana yang akan ditimbulkan dengan adanya pengeboran sumur.

Dalam Paper ini akan membandingkan antara dua metode secara langsung dan metode secara tidak langsung guna mengetahui apakah hasil deteksi hidrokarbon metode langsung yang di gunakan sudah menyamai dari hasil yang diperoleh dari metode secara tidak langsung. Dalam metode tidak langsung penulis menggunakan metode inversi impedansi akustik yang telah banyak digunakan dalam mendeteksi hidrokarbon dan dalam metode langsung penulis menggunakan metode EMD (Empirical Mode Decomposition) yang diharapkan akan menunjukkan hasil yang dapat menyerupai hasil yang dilakukan dengan metode inversi impedansi akustik. A. Batasan Masalah

Penelitian paper ini dibatasi oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut:

1. Pengolahan data seismik menggunakan data post-stack seismik 2D pada lapangan “X”

2. Deteksi hidrokarbon dilakukan pada formasi Air Benakat pada lapangan “X”

3. Deteksi hidrokarbon di lakukan menggunakan metode inversi impedansi akustik dan metode EMD (Empirical Mode Decomposition).

Deteksi Lapisan Hidrokarbon dengan Metode

Inversi Impedansi Akustik dan EMD (Empirical

Mode Decomposition) pada Formasi Air

Benakat Lapangan "X"

M.mushoddaq dan Bagus Jaya Sentosa

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief rahman hakim, surabaya 60111

E-mail: bjs@physics.its.ac.id

(2)

4. Pada perolehan atribut Sweetness dilakukan sampai tahap normalisasi

5. Pengolahan dilakukan dengan perangkat lunak Humpson Russell dan Promax.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menentukan lapisan hidrokarbon dengan menggunakan metode inversi impedansi akustik pada formasi Air Benakat pada lapangan “X”

2. Menentukan lapisan hidrokarbon dengan menggunakan metode EMD (Empirical Mode Decompotitio) pada formasi Air Benakat pada lapangan “X”

Memperoleh hasil penggambaran yang terbaik berdasarkan perbandingan dari pengolahan menggunakan metode inversi impedansi akustik dengan metode EMD (Empirical Mode Decomposition) untuk mendeteksi lapisan hidrokarbon pada formasi Air Benakat lapangan “X”.

II. DASARTEORI A. Acoustic Impedance (AI)

Impedansi akustik merupakan parameter fisis yang diekstrak dari nilai respon kecepatan gelombang seismik (vp) dikalikan dengan densitas batuan. Kecepatan memiliki peran yang lebih penting dalam mengontrol harga AI karena perubahan kecepatan lebih signifikan daripada perubahan densitas secara lateral maupun vertikal. Perubahan nilai AI dapat menandakan perubahan karakteristik batuan seperti litologi, porositas, kekerasan, dan kandungan fluida. AI dapat dianalogikan berbanding lurus terhadap kekerasan batuan dan berbanding terbalik dengan porositas.

B. Metode Seismik Inversi

Seismik inversi adalah suatu teknik pembuatan model geologi bawah permukaan, dengan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol (Sukmono, 2009). Pada dasarnya inversi seismik merupakan proses untuk mengubah data seismik yang berupa kumpulan nilai amplitudo ke dalam kumpulan nilai impedansi akustik. Perbedaan antara data seismik dengan data impedansi akustik adalah bahwa data seismik hanya “melihat” pola perlapisan bumi sedangkan data impedansi akustik melihat sifat fisik dalam lapisan itu sendiri. Oleh karena itu, tampilan impedansi akustik akan mendekati nilai riil dan lebih mudah dipahami.

Seismik inversi AI menjadi metode standar yang dikerjakan oleh geofisikawan karena mampu mendeskripsikan sifat fisik dari tiap lapisan batuan secara lebih detail. Dengan kata lain, inversi seismik merupakan pemodelan kebelakang (backward modeling), dimana inputnya merupakan rekaman seismik yang dimodelkan inversi ke dalam penampang AI

Berdasarkan macam data, metode seismik inversi dibagi menjadi dua, yaitu inversi pada data seismik yang telah di-stack (post-di-stack inversion) dan inversi pada data yang belum di-stack (pre-stack inversion)

Gambar 2.1 Macam-macam teknik inversi (Sukmono, 2009)

C. Hilbert Huang Transform (HHT)

HHT merupakan nama yang diberikan oleh NASA, diusulkan oleh Huang et al. (1998). Ini merupakan hasil dari Empirical Mode Decomposition (EMD) dan Hilbert spectral analysis (HSA). HHT menggunakan metode EMD untuk mendekomposisi sinyal ke fungsi mode apa yang disebut intrinsik, dan menggunakan metode HSA untuk memperoleh data frekuensi sesaat. HHT, yang menyediakan metode baru analisis data non-stationary dan non-linier.

Bagian mendasar dari HHT adalah EMD. Dengan menggunakan metode EMD, data rumit didekomposisi menjadi terbatas dan menjadi sejumlah kecil komponen, yang merupakan kumpulan IMF. IMF merepresentasikan model osilasi yang terdapat pada data.

D. Aplikasi EMD Pada Pengolahan Data Seismik

EMD merupakan teknik mendekomposisi sinyal menjadi beberapa IMF. Selain dapat diaplikasikan pada awal processing seismik, EMD juga dapat diaplikasikan pada advance processing. Teknik f-x EMD Filtering merupakan salah satu metoda filtering yang dilakukan pada domain f-x dan dapat bekerja pada sinyal stasioner dan non-stasioner. Teknik f-x EMD dapat diaplikasikan pada data dengan irregular geometri.

Adapun langkah yang dilakukan dalam f-x EMD filtering adalah sebagai berikut ini (Bekara,2009) :

1. Pemilihan Time Window dan transform data ke domain frekuensi

2. Untuk tiap frekuensi :

· Pisahkan komponan real dan imaginer dalam sekuen spasial

· Hitung IMF 1 untuk sinyal real dan kurangi sinyal untuk memperoleh sinyal yang telah di filter

· Ulangin untuk bagian imaginer

· Kombinasikan untuk membentuk sinyal komplek yang telas di filter

3. Transform data ke domain t-x 4. Ulangi untuk domain berikutnya

Penggunaan f-x EMD sedikit berbeda dengan Hilbert Huang Transform. yang bekerja pada time-frekuensi domain. Dalam metoda filtering ini, EMD diaplikasikan dalam domain frekuensi-offset (f-x) untuk mendekomposisi sinyal dan membuang sinyal non-stasionernya. Proses Transformasi

(3)

menggunakan Tranformasi fourier yang telah di windowing terlebih dahulu.

Dalam seismik f-x EMD memiliki berbagai aplikasi yang variatif. Teknik f-x EMD filter perupakan salah satu aplikasi EMD pada pengolahan data seismik bagian awal, EMD juga dapat digunakan pada pengolahan data seismik lanjut. Contohnya yaitu aplikasi EMD pada deliniasi reservoar lapisan tipis, dll

III. METODOLOGI

Pada metodologi alur pemrosesan dibagi menjadi dua, yang pertama dilakukan pemrosesan impedansi akustik menggunakan software humpson russell dan yang kedua dilakukan prosess EMD (Empirical Mode Decomposition) yang dilakukan melalui software Promax.

Gambar 3.1 Diagram alir proses inversi impedasi akustik

Gambar 3.2 Diagram alir proses EMD

IV. ANALISADATADANPEMBAHASAN A. Analisa Crossplot

Gambar 4.1 Crossplot P-Impedance vs Density dengan skala warna Gamma-Ray: 67 (cutoff GAPI)

Sebelum melakukan analis crossplot diperlukan penurunan log yaitu log densitas, log porositas, dan log P-wave. Dalam studi ini analisa crossplot dilakukan antara AI dengan Densitas.

Analisa crossplot dapat digunakan sebagai parameter masukan untuk membuat model porositas yang didapatkan dari hasil inversi. Analisa tersebut juga menunjukkan sebuah hubungan antara nilai impedansi akustik dengan nilai densitas, hubungan tersebut memberikan hubungan yang sangat baik yaitu semakin kecil impedansi akustiknya semakin kecil pula nilai densitasnya dan ini menunjukkan bahwa porositas yang dihasilkan sangat besar nilainya.

Analisa crossplot dapat juga digunakan untuk memisahkan litologi antara reservoir batu pasir dengan batu lempung daerah sekitar, maka perlu digunakan log Gamma-Ray sebagai trend lines untuk memisahkan litologi dari batu pasir (sandstone) dan batu lempung (shale). Batu pasir ditunjukkan dengan trend lines berupa warna kuning dan coklat untuk batu lempung. Hasil analisa crossplot bahwa pada lapangan “X”, jumlah persebaran batu lempung cukup banyak sehingga batu pasir hanya ditemukan dipermukaan zona interest saja. Yakni tepat ada daerah atas Formasi Air Benakat. Dapat disimpulkan bahwa memang lapangan ini adalah lapangan yang potensial akan reservoir hirokarbon dan ditunjukkan pula gambar tersebut bahwa perbedaan warna kuning dan coklat dapat memisah. Sehingga hal ini dapat membuktikan bahwa data log pada lapangan ini dapat dilakukan metode inversi impedansi akustik. Karena syarat inversi AI salah satunya adalah dilihat dari hasil crossplot terlebih dahulu, apakah litologi yang ditunjukkan dapat terpisah atau tidak.

B. Analisa Well Seismic Tie

Pengikatan data seismik dengan keempat sumur yaitu sumur 1, sumur 4, sumur 5 dan dan sumur 6 pada penampang seismik dilakukan dengan wavelet sintetik (seismic wavelete). Karena wavelet sintetik merupakan wavelet yang mewakili data seismik dan semua sumur. Karena wavelet tersebut merupakan pencerminan dari data statistikal seismik dan data sumur itu sendiri yang dianggap sudah benar-benar mewakili

(4)

kecocokan trace seismik dan sintetik serta event seismik dengan sumur sebenarnya. Hasil korelasi untuk wavelet statistik adalah untuk sumur 1 sebesar 0.690, untuk sumur 4 sebesar 0.752, untuk sumur 5 sebesar 0.668 dan untuk sumur 6 sebesar 0.677. Setelah mengekstrak wavelet dari statistik seismik, diperoleh output log P-wave hasil korelasi (P-wave corr) yang natinya P-wave corr inilah yang akan di pakai pada proses inversi, karena sudah menyatu dengan seismik di daerah sekitar.

Gambar 4.2 well seismic tie pada sumur 1.

Penulis melakukan analisa inversi inversi Modelbased, inversi bandlimited, inversi Sparse Spike Linier Programing dan inversi maximum likelihood sparse. Korelasi hasil inversi dihitung dari interval horizon Formasi Air Benakat (ABF) sampai Formasi Gumai (GUF), dengan harapan dapat dihasilkan korelasi yang optimal pada zona target.

Dengan menggunakan semua jenis model inversi maka didapatkan hasil yang paling baik yakni model inversi Sparse Spike Linier Programing yang memiliki hasil pada sumur 1 korelasi sebesar 0.988013 dan nilai error sebesar 0.15838, pada sumur 4 di dapatkan hasil kerelasi sebesar 0.990592 dan nilai error sebesar 0.137238, pada sumur 5 di dapatkan hasil korelasi sebesar 0.986574 da nilai error sebesar 0.167486, dan pada sumur 6 memiliki nilai korelasi yang paling tinggi yaitu sebesar 0.991082 dan nilai error sebesar 0.13349. dengan didapatkan nilai korelasi dan nilai error dari masing-masing sumur maka dapat dihitung rata-rata dari inversi Sparse Spike Linier Programing yakni untuk rata-rata nilai korelasi 0.989065 da nilai rata-rata error yakni sebesar 0.149149. Hal ini menunjukkan bahwa hasil dari inversi Sparse Spike Linier Programing merupakan hasil yang memiliki nilai kecocokan yang sangat besar dengan data seismik yang berarti bahwa kedua data ini nyaris mirip dalam hal kedalaman-waktu, frekuensi, amplitudo, nilai AI, dan trace seismiknya. Sedangkan perhitungan error pada zona target yang ditunjukkan pada kurva sebelah kiri dari gambar analisa inversi didapatkan dari model inisial dikurangi dengan hasil inversi dengan tren kurva pada garis biru (original log) relatif sama dengan garis merah (hasil inversi) dan garis hitam (model awal) Sehingga sangat baik ketika akan di gunakan pada prosses inversi Impedansi Akuistik dan sangat diharapkan akan dapat menemukan zona reservoir pasir di- lapangan”X”.

Gambar 4.3 Hasil inversi Sparse Spike Linier Programing pada sumur 1. Kotak biru menunjukkan kurva error pada inversi tersebut

Pada Gambar 4.3 merupakan hasil perhitungan error inversi dan korelasi data seismik dengan data sumur. Tampilan error sebelah kiri adalah perbandingan model awal (kurva biru) dengan model inversi yang dihasilkan (merah) dalam bentuk blok-blok. Gambar yang di tengah adalah hasil korelasi seismik riil dengan seismik sintetik (sumur). Tampilan kurva sebelah kanan merupakan error total yang terhitung pada analisa inversi. Kolom biru langit pada zona target menunjukkan selisih nilai AI pada model awal dengan model dan didapatkan juga analisa nilai error AI sebesar 1367 yang berarti bahwa adanya selisih nilai AI sumur (model awal) dengan AI model inversi yang dihasilkan sebesar 1367 ((ft/s)*(g/cc)) atau sekitar 2.5% dari nilai kisaran AI sumur (model awal) dan hasil inversi yakni 6258-40000 ((ft/s)*(g/cc)). Garis lurus pada kurva error sebelah kanan gambar analisa di atas menunjukkan bahwa nilai error total yang terhitung sebesar 0,162. Dapat disimpulkan bahwa kontribusi error terbesar diberikan oleh model inisial dengan model inversi yang dihasilkan pada kurva masih ada selisih nilai AI pada masing-masing model ini. Bisa dilihat pada waktu (depth-time) 300-360 ms dan 600-680 ms pada daerah zona target kurva dari model inisial dan model inversi yang dihasilkan masih mempunyai ruang kosong, artinya adanya perbedaan atau selisih nilai AI. Sehingga pada saat pembacaan error total terlihat pada kurva error total sebelah kanan yang telah dikotak biru terlihat kurva bergelombang (tidak lurus), semakin lurus garis kurva maka error yang terbaca akan semakin kecil.

Karena inversi dilakukan dengan menggunakan inversi Sparse Spike Linier Programing yang nilai error hanya sekitar 2.5% maka peneliti menyimpulkan model inversi yang telah dibuat memberikan pendekatan terbaik pada data seismik dan layak digunakan untuk rekontruksi model geologi bawah permukaan lapangan “X”, berikut ini tampilan gambar penampang pada lapangan “X”.

(5)

Gambar 4.4 Penampang Hasil Inversi Sparse Spike Linier

Programing dari CDP 456 sampai CDP 1244 yang melewati sumur 1 dan sumur 4 pada lapangan “X”

Sangat terlihat dari gambar 5.5 bahwa daerah reservoar sandstone yang diduga memiliki kandungan hirokarbon yaitu pada kedalaman 700-900 ms, terletak pada CDP 477-621, pada kedalaman 600-800 ms yang terletak pada CDP 630-721 dan dapat dilihat pula pada kedalaman 620-700 ms yang terletak pada CDP 780-835

C. Analisa Sumur Validasi

Untuk mengetahui keberadaan hidrokarbon penulis telah berupaya menggunakan dua metode yaitu metode inversi impedansi akustik untuk mengetahui reservoar sandstone atau zona poroust dan metode EMD yang selanjutnya di aplikasikan dengan memunculkan atribut sweetness yang nantinya akan menemukan zona anomali keberadaan hidrokarbon di lapangan “X”.

Dari hasil metode inversi impedansi akustik, penulis dapat menemukan zona reservoar sandstone dengan sangat baik. Dan hasil dari atriibut sweetnees data olahan EMD diharapkan dapat menyerupai hasil reservoar atau anomali yang mirip dengan EMD. Mengingat hasil dari atribut sweetness dari prosses EMD hanya terdiri dari data seismik saja, maka sangat diragukan kebenarannya untuk mendeteksi hidrokarbon. Oleh sebab itu penulis merasa sangat perlu akan adanya sebuah sumur validasi untuk menguji kebenaran dari hasil atribut sweetness. Agar nantinya data yang dihaslkan dapat dipercaya, penulis menggunakan sumur 1 untuk menggunakan sebagai sumur validasi. Karena kebetulan sumur 1 adalah sumur yang memiliki data log mengenai Ratio gas yang terkandung di dalam Lapangan “X”.

Sangat terlihat pada gambar 4.5 bahwa terdapat adanya hidrokarbon kotak biru yaitu pada kedalaman 700-850 ms dan pada kedalaman 1025-1125 ms. Dan pada kotak berwarna hitam merupakan zona Interest yang di pilih oleh penulis.

Dari hasil ini diharapkan hasil dari atribut sweetnees dapat tervalidasi kebenarannya sehingga nantinya dapat ditemukan proses dari IMF yang mana yang paling bagus menjukkan kenampakan hidrokarbon yang ada. Sehingga tidak

akan mustahil ketika dapat ditemukan zona reservoar hidrokarbon di daerah lain setelah diketahui kevalidan dari IMF yang dikatahui yang paling bagus.

Gambar 4.5 Sumur 1 sebagai sumur validasi

D. Analisa Hasil EMD

Pada penilitian ini penulis ingin membandingkan hasil atribut sweetness dengan hasil inversi imedansi akustik, maka penulis akan membagi dalam beberapa zona yang diduga dapat mendeteksi anomali hidrokarbon

(6)

Gambar 4.6 merupakan hasil dari sweetness dan inversi impedansi akustik (a) nilai sweetness dari IMF data asli, (b) nilai sweetness dari IMF 1, (c) nilai sweetness dari IMF 2, (d) nilai sweetness dari IMF 3, (e) nilai sweetness dari IMF 4, (f) nilai sweetness dari IMF 5, (g) nilai sweetness dari penjumlahan IMF 1,2,3, (h) nilai sweetness dari penjumlahan IMF 1,2,3 dan EMD 3, (I) hasil dari inversi impedansi akustik di zona sekitar sumur 1 Dari gambar 4.6 (a) dapat kita lihat bahwa untuk hasil nilai sweetness data sesimik asli sama sekali tidak dapat memperlihatkan anomali adanya hidrokarbon. Hal ini membuktikan bahwa untuk mendeteksi hidrokarbon dengan menggunakan atribut sweetness tidak dapat langsung dibuat tanpa adanya prosses EMD. Gambar 4.6 (b) yakni hasil atribut sweetness menggunakan IMF 1 terlihat bahwa anomali sudah terlihat disebelah kanan sumur 1, tetapi ketika dicocokan dengan sumur validasi yang terdapat kandungan hidrokarbon dipenampang sumur 1, maka disimpulkan bahwa hasil atribut sweetness yang telah dihasilkan dari IMF 1 dinyatakan masih kurang tepat karena pada daerah sumur 1 tidak ditemukan adanya anomali keberadaan hidrokarbon. Dari gambar 4.6 (c) hasil atribut sweetness yang dihasilkan dari IMF 2 terlihat sangat jelas dan baik akan kenampakan hidrokarbon, kenampakan ini jelas sekali terlihat di daerah sumur 1 dan sisi kanan dan sisi kirinya. Hal ini sangatlah mirip dengan sumur validasi yang menyatakan adanya anomali keberadaan hidrokarbon disumur 1. Dan ketika dibandingkan dengan hasil inversi impedansi akustik terlihat memang terdapat anomali keberadaan hidrokarbon disebelah sisi kiri dan kanan sumur 1. Dari gambar 4.6 (d) hasil atribut sweetness yang dihasilkan dari IMF 3 masih nampak adanya anomali keberadaan hidrokarbon tapi seperti nilai sweetness dari IMF 1 tidak adanya anomali yang terdeteksi pada sumur 1, sehingga disimpulkan juga bahwa nilai sweetness dari IMF 3 kurang dapat merepresentasikan anomali hidrokarbon yang sesungguhnya. Dari gambar 4.6 (e) dan (f) hasil atribut sweetness yang dihasilkan dari IMF 4 dan IMF 5 tidak dapat mendeteksi anomali keberadaan hidrokarbon, sehingga untuk zona-zona berikutnya hasil dari IMF 4 dan IMF 5 tidak akan ditampilkan. Dari gambar 4.6 (g) dan (h) hasil atribut sweetness yang dihasilkan dari penjumlahan IMF 1,2,3dan penjumlahan IMF 1,2,3 dan EMD 3 terlihat bahwa nilai anomali keberadaan hidrokarbon dapat terdeteksi dan ketika dibandingkan denga hasil inversi impedansi akustik nampak bahwa sisi kiri dan sisi kanan sumur 1 juga nampak adanya hidrokarbon, namun sayang dalam hasil sweetness dari gambar (g) dan (h) ini kurang jelas nilai sweetness yang dihasilkan sehingga untuk mengetahui zona reservoir tidak dapat ditemukan.

Setelah melihat dan menganalisa hasil dari gambar diatas maka disimpulkan bahwa hasil dari nilai sweetness yang didapatkan dari IMF 2 merupakan yang terbaik. Dapat dilihat pula setelah di bandingkan dengan sumur validasi, hasil yang didapatkan bahkan sangat mirip, yakni diketahui adanya

lapisan anomali keberadaan hidrokarbon pada kedalaman 700-800 ms. Setelah dibandingkan dengan inversi impedansi akustikpun dapat dapat dilihat bahwa kemenerusan adanya anomali keberadaan hidrokaron ada pada sisi kiri dan kanan. Sehingga hasil sweetness dari IMF 2 dapat dikatakan benar-benar dapat mendeteksi adanya hidrokarbon.

V. KESIMPULAN/RINGKASAN

Berdasarkan analisa data yang telah dilakukan dalam prosess inversi impedansi akustik dan EMD (Empirical Mode Decomposition) dalam menentukan lapisan anomali keberadaan hidrokarbon pada lapangan “X”, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Pada metode Inversi impedansi akustik ditemukan beberapa zona reservoir sandstone yang ditandai denga adanya nilai impedansi akutik yang sangat rendah pada kedalaman itu yaitu pada CDP 471-490 kedalaman 700-780 ms, CDP 1035-1065 yang terletak pada kedalaman 800-850 ms dan pada CDP 1040-1205 yang terletak pada kedalaman 774-864 ms

2. Hasil nilai sweetness yang paling mendekati dengan sumur validasi dan hasil metode inversi impedansi akustik adalah hasil dari data IMF 2

3. Pada nilai sweetness yang dihasilkan dari data IMF 2 di temukan beberapa zona anomali keberadaan hidrokarbon yaitu pada CDP 474-498 dan CDP 516-522 yang terletak pada kedalaman 700-800 ms, CDP 1038-1080 yang terletak pada kedalama 790-850 ms dan pada CDP 1108-1208 yang terletak pada kedalaman 750-850 ms

4. Ternyata dapat dibuktikan bahwa metode EMD (Empirical Mode Decomposition) yang hanya menggunakan data seismik saja dapat mendeteksi hidrokarbon

DAFTARPUSTAKA

[1] Huang, Jing, Kumar, S. Ravi, & Zabih, Ramin. (1998).

An Automatic Hierarchical Image Classification Scheme.

Pages 219-228 of: ACM Multimedia.

[2] Bekara M. dan Van der Baan M. (2009) F-x domain noise attenuation

by empirical mode decomposition. 70th Mtg., EAGE, Rome, P154.

[3] Sukmono Sigit, 2009, Advance Seismic Atribut Analysis, Laboratory of

Gambar

Gambar 2.1  Macam-macam teknik inversi (Sukmono,  2009)
Gambar 3.1 Diagram alir proses inversi impedasi akustik
Gambar 4.2 well seismic tie pada sumur 1.
Gambar 4.4 Penampang Hasil Inversi Sparse Spike Linier  Programing  dari CDP 456 sampai CDP 1244  yang melewati sumur 1 dan sumur 4 pada  lapangan “X”
+2

Referensi

Dokumen terkait

Para PNS lingkungan Kecamatan dan Kelurahan wajib apel pagi setiap hari senin di Halaman Kantor Kecamatan Kebayoran Baru, dan akan diberikan teguran kepada yang tidak ikut apel

Maka pendekatan visual dalam perancangan buku pop up ini adalah dengan menggunakan pendekatan visual yang berupa gambar ilustrasi kartun yang sederhana dan tidak

Kolam organik yang menghasilkan pupuk organik cair (POC) merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mengubah penggunaan bahan kimia sintesis dan pestisida

Setelah melakukan analisis dan penelitian terhadap sistem yang sedang berjalan pada bagian penjualan dan bagian akuntansi pada PT Trisakti Manunggal Jaya

2 Wakil Dekan Bidang I SALINAN TERKENDALI 02 3 Wakil Dekan Bidang II SALINAN TERKENDALI 03 4 Manajer Pendidikan SALINAN TERKENDALI 04 5 Manajer Riset dan Pengabdian

Mengingat permasalahan yang telah dikemukakan ternyata persepsi konsumen tentang negara asal suatu merek sangatlah penting dalam menimbulkan minat pembelian suatu produk

Jumlah masyarakat usia s/d 59 tahun yang mendapatkan pelayanan kesehatan dibagi seluruh masyarakat usia s/d 59 tahun yang mendapatkan pelayanan kesehatan kali 100 Jumlah bayi umur

Pengawasan kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila dipergunakan, mempertahankan kualitas produk yang sudah tinggi dan