Abstract.
This study aims to determine how coping in the mother who became a single parent after the death of her husband to get through from all the problems that they faced. Coping defined as an effort to change the way of thinking or actions to manage internal and external problems which are assessed so hard and over her capability (Lazarus dan Folkman dalam Mitchell, 2004). This study was conducted at two women after their spouse's death. The data obtained through interviews with the concerned subject accompanied by significant other interviews. Analysis of the data used in this study is thematic analysis data. The result shows that both subjects experienced hard times after the death of her husband. Both subjects had to adapt to the new situation after the death of her husband, before they can accept the situation. Coping strategies that used are problem focused coping and emotion focused coping.
Keywords: Single Parent, Losing, Coping
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana coping pada Ibu yang menjadi orangtua tunggal pasca kematian suami untuk dapat mengatasi segala persoalan yang mereka hadapi. Coping didefinisikan sebagai suatu usaha merubah pemikiran atau tindakan untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal yang dinilai berat dan melebihi sumber daya yang dimiliki individu (Lazarus dan Folkman dalam Mitchell, 2004). Penelitian ini dilakukan kepada dua orang wanita pasca kematian pasangannya. Data diperoleh melalui wawancara terhadap subjek yang bersangkutan disertai wawancara significant other. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data tematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua subjek mengalami masa-masa sulit pasca kematian suami. Kedua subjek harus beradaptasi dengan situasi baru setelah kematian suami, sebelum akhirnya mereka dapat menerima keadaan tersebut. Strategi coping yang digunakan adalah problem focused coping dan emotion focused coping.
Kata Kunci: Orang tua tunggal, Kehilangan, Coping
Pasca Kematian Suami
Astri Titiane Pitasari
Rudi Cahyono
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Korespondensi: Astri Titiane Pitasari. Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga Surabaya. Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, Telp. (031) 5032770, (031) 5014460, Fax (031) 5025910. Email: titianepitasari95@gmail.com
Pendahuluan
Pernikahan memungkinkan pembagian dalam hal konsumsi dan pekerjaan. Pada kebanyakan orang, pernikahan dianggap sebagai cara terbaik untuk menjamin keteraturan dalam membesarkan anak. Perubahan terhadap kehidupan berkeluarga membawa perubahan dalam rencana hidup, hak dan tanggung jawab, keterikatan dan loyalitas. Hal ini menunjukkan di dalam keluarga setiap individu memegang peranan yang penting.
Kondisi dan situasi yang terjadi dalam kehidupan tidak selalu berjalan sesuai dengan harapan manusia. Dalam sebuah perkawinan, kehilangan pasangan adalah kondisi yang tidak dapat dicegah (Hurlock, 1999). Pada wanita, menjalani kehidupan setelah kematian pasangan bukanlah hal yang mudah. Setelah pasangannya meninggal, pria berada dalam status ekonomi yang lebih unggul daripada wanita. Berbanding terbalik dengan wanita, kondisi keuangan tidak berpengaruh pada pria setelah kematian pasangan.
Kematian suami memicu pasangan yang masih hidup untuk mengatasi tekanan kesedihan dan emosional serta mendefinisikan kembali suatu realitas sosial yang mencerminkan status baru mereka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Glazer dkk., (2010), diketahui bahwa kematian berdampak pada berubahnya pola pengasuhan anak dan hubungan yang dihadapi pasangan yang masih hidup dengan orang lain dan diri sendiri. Saat yang paling sulit adalah transisi menjadi orangtua tunggal yang terjadi setelah kematian pasangan.
Wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal memiliki tingkat masalah kesehatan mental yang paling tinggi daripada wanita yang bersuami Kemungkinan lebih tinggi individu .
yang mengalami perpisahan dengan pasangannya akan mengalami gangguan psikiatris, masuk rumah sakit jiwa, depresi klinis, alkoholisme, dan masalah psikosomatis seperti gangguan tidur
(Chase & Hetherington dalam Santrock, 2002). Masalah pada sebagian ibu yang menjadi orangtua tunggal mempunyai kondisi keuangan yang mengalami penurunan dalam hal ekonomi karena penghasilan berkurang pasca kematian suami. Kondisi keuangan yang kurang mencukupi membuat mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Masalah keuangan dapat menjadi hal buruk yang mengakibatkan depresi atau rasa tertekan bagi mereka ibu tunggal pasca kematian suami. Berkurangnya pendapatan dapat membatasi partisipasi sosial serta memperburuk rasa kehilangan.
Kematian pasangan yang dihadapi oleh para wanita biasanya terjadi secara tidak terduga. Mereka juga merasakan duka yang mendalam dan membutukan perhatian serta dukungan dari orang-orang disekitarnya. Walaupun kematian pasangan adalah hal yang traumatis, mereka ditantang untuk bisa mengatasi dari kesedihan dan berhadapan serta melaksanakan tugas dan peran baru agar hidupnya menjadi lebih kuat dan dapat mengatasi serta belajar dari segala kondisi-kondisi tidak menyenangkan yang sedang dihadapi.
Berdasarkan pemaparan diatas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana coping pada ibu yang berperan sebagai orangtua tunggal pasca kematian suami untuk dapat mengatasi dari segala persoalan yang mereka hadapi.
Coping
Coping sebagai usaha mengubah
pemikiran atau tindakan untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal yang dinilai berat dan melebihi sumber daya yang dimiliki individu (Lazarus dan Folkman, dalam Mitchell, 2004).
Coping merupakan proses dimana seseorang
mencoba untuk mengelola perbedaan yang dirasakan antara tuntutan dan sumber daya yang mereka nilai dalam situasi stres. usaha coping bertujuan pada mengoreksi atau menguasai suatu masalah, hal itu juga membantu seseorang
m e n g u b a h p e r s e p s i n y a m e n g e n a i ketidaksesuaian, toleransi atau penerimaan ancaman atau hal yang membahayakan, atau melarikan diri atau menghindari situasi (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2008).
Emotional focused coping dan
Problem focused coping
Terdapat beberapa bentuk coping berdasarkan pada fungsi dan metode yang dilakukan setiap individu. Menurut Richard Lazarus (dalam Sarafino, 2008), coping memiliki dua fungsi utama yaitu emotional focused coping
dan problem focused coping. Fungsi tersebut dapat
mengubah masalah yang menyebabkan stres atau dapat mengatur respon emosional terhadap masalah tersebut.
Emotional focused coping
Emotional-focused coping bertujuan
mengontrol respon emosional dalam situasi yang menyebabkan stres. Taylor (dalam Sarafino, 2008) mendefinisikan kembali suatu situasi stres umumnya dapat menemukan cara untuk melakukannya karena hampir selalu ada beberapa aspek dari kehidupan seseorang yang dapat dilihat secara positif. menggunakan pendekatan
emotion-focused ketika mereka percaya dapat
melakukan hal kecil untuk merubah kondisi stres (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2008).
Problem focused coping
Problem focused coping, merupakan
pendekatan yang bertujuan untuk menurunkan tuntutan dari situasi stres atau memperluas s u m b e r d a y a u n t u k m e n g h a d a p i n y a . menggunakan pendekatan problem-focused ketika mereka percaya sumber daya atau tuntutan mereka dalam suatu situasi dapat berubah (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2008).
Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian
kualitatif karena melibatkan data kualitatif dan menguji beragam ciri atau tampilan dari sejumlah kecil kasus baik dalam jangka waktu pendek atau panjang. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mendalam, bersifat kritis, mengikuti jalur penelitian nonlinear, dan berbicara mengenai kasus dan konteks yang muncul secara alami dari kehidupan sosial.
Penelitian ini meggunakan tipe penelitian studi kasus. Tipe studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus intrinsik karena penelitian yang dilakukan dilandaskan oleh ketertarikan atau kepedulian terhadap suatu kasus. Penelitian dilakukan untuk memahami kasus secara utuh, tanpa bermaksud untuk menggeneralisasi dan menghasilkan konsep atau teori (Poerwandari, 2011).Teknik penggalian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, yang dilakukan terhadap subjek dan significant other.
Pembahasan
Pada penelitian ini terdapat beberapa stresor yang mendatangkan stress pada masing-masing subjek. Terdapat Emotion focused coping Subjek I dan II harus mengalami proses yang cukup lama untuk mengembalikan keadaannya yang membaik. Mereka merasakan beban psikologis yang sangat berat, tetapi sedikit demi sedikit bisa kembali menjadi dirinya dengan bantuan dari banyak orang dan juga aspek religiusitas yang tinggi. Subjek I sempat merasakan stres sampai meminum obat tidur setiap hari pasca ditinggal oleh suaminya. Sampai saat ini, subjek I masih sedih ketika teringat oleh suaminya. Subjek I dan II masih sedih ketika ingatan tentang suaminya muncul. Ingatan tersebut muncul terutama ketika mereka sedang sendiri. Untuk menghilangkan rasa itu subjek I melakukan aktifitas dengan membaca buku islam yang membuatnya nyaman dan termotivasi dalam menjalani hidup, sedangkan subjek II dengann berkumpul bersama anak-anak dapat mengurangi
rasa kesedihan dan tidak kesepian lagi. Sisi hubungan dengan Tuhan menjadi faktor yang cukup terlihat dari kedua subjek. Banyak beribadah dan berdo'a kepada Tuhan dapat membuat perasaan mereka lebih tenang dan menjadi yakin dalam menghadapi permasalahan hidup. Selain itu mereka lebih berserah diri kepada Tuhan. Perasaan optimis dan selalu berpikiran positif kedua subjek dalam menjalani hidup. Kedua subjek memiliki pandangan tentang masa depan yang positif. Dengan menerima cobaaan ini sebagai takdir subjek I dan II sudah ikhlas harus kehilangan suami yang meninggalkannya dan anak-anaknya.
Pada problem focused coping Ketika p a s a n g a n m e n i n g g a l , p e n g a t u r a n d a n perencanaan keuangan yang dibangun selama bertahun-tahun menjadi berantakan. Hal ini sesuai dengan subjek I dan II yang merasakan adanya perubahan dalam hal ekonomi pasca kematian suami. Walaupun masih menyimpan uang tabungan, kedua subjek ragu apakah mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin karena biaya pendidikan yang dikeluarkan tidak sedikit. Untuk itu subjek I mulai menabung untuk masa depan anak-anaknya agar nantinya anak-anaknya tidak kekurangan dan dapat menempuh pendidikan setinggi mungkin. Subjek II dulunya bekerja tetapi karena kondisi anak yang butuh kehadiran ibunya maka ia memutuskan keluar kerja dan membuka usaha dirumah.
Perubahan menjadi orangtua tunggal setelah kematian pasangan adalah saat-saat yang sulit. Mereka harus mengetahui peran mereka sebagai orangtua tunggal. Hal ini dirasakan oleh kedua subjek yang tidak hanya berkewajiban untuk merawat anak-anak, tapi juga mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang sebelumnya dikerjakan berdua. Subjek I bingung untuk membimbing anaknya yang mulai beranjak remaja. Subjek II harus mengurus anak-anak yang dulu kebiasaan diurus oleh suaminya. Kini ia kerepotan mengurus anak-anak dan rumah.
Dukungan sosial dapat mencegah pengaruh negatif dari peristiwa yang dapat menyebabkan stres. Hal ini sesuai dengan yang terjadi pada kedua subjek. Pada subjek II mendapat dukungan dari banyak pihak pasca kematian suami. Keluarga, teman, saudara dan lingkungan sekitar banyak memberi bantuan materi dan moril pada subjek II. Ia mendapat bantuan dari lingkungan sekitar yaitu tetangga yang memberi sembako setiap bulannya. Dukungan dari teman gereja juga membuat subjek lebih percaya diri dan semangat, mereka juga membantu keungan subjek II. Teman-teman anak subjek II membantu dalam hal pembayaran sekolah anak-anaknya. Subjek I mendapat dukungan dari keluarga dan teman. Orangtua subjek I sangat membantu dengan cara ikut mengasuh kedua anaknya.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa proses yang harus dilewati masing-masing subjek untuk mengembalikan kondisi kehidupannya seperti semula. Semua subjek mempunyai caranya sendiri-sendiri untuk menghadapi permasalahan tersebut. Mereka melakukan problem focused coping dan emotion focused coping. Hal ini dilakukan untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal yang dinilai berat dan melebihi sumber daya yang dimiliki individu (Lazarus dan Folkman dalam Mitchell, 2004). seperti dukungan sosial serta aspek religiusitas tinggi yang dimiliki dapat dimanfaatkan dengan baik sehingga ketiga subjek tidak terpuruk dalam kesedihan.
Diharapkan banyak orang yang tertarik membahas lebih lengkap mengenai coping pada ibu yang berperan sebagai orangtua tunggal sehingga memperbanyak literatur dan membuat masyarakat mengerti pada permasalahan mereka, sehingga tumbuh rasa peduli dan empati. Usia subjek pada penelitian ini berumur diatas 35 tahun. Penelitian selanjutnya dapat meneliti yang berusia lebih muda karena hasil yang didapat mungkin akan berbeda dan bisa menjadi bahan pembelajaran bersama.
keluarga yang menjadi orangtua tunggal karena suaminya meninggal, beri perhatian pada mereka. Berdasarkan pengalaman penulis selama melakukan penelitian, dukungan yang bersifat positif dan sikap proaktif dari keluarga dapat membantu mereka supaya tidak larut dalam kesedihan dan memberi semangat agar tetap bertahan. Tidak perlu malu pada status anggota
keluarga yang menjadi janda dan tidak perlu ikut mencela mereka.
PUSTAKA ACUAN
Hurlock, E.B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (ed. 5). Jakarta: Erlangga.
Mitchell, D. (2004). Stress, Coping, and Appraisal in an HIV-Seropositive Rural Sample: A Test of The
Goodness-of-fit Hypothesis. Thesis.
Poerwandari, K. (2011). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia (ed. 4). Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Santrock, J.W. (2002). Life-span Development: Perkembangan Masa Hidup, Jilid II. Terjemahan oleh Achmad Chusairi & Juda Damanik. Jakarta: Erlangga.