• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum

Pembangunan di Indonesia semakin pesat dan tersebar di seluruh daerah, salah satunya adalah kota Bekasi. Pesatnya pembangunan di kota Bekasi ini menjadi penyebab terbatasnya ketersediaan lahan yang ada, maka pembangunan struktur bangunan bertingkat tinggi menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi permasalahan lahan yang semakin berkurang.

Bangunan bertingkat tinggi yang direncanakan pada penyusunan tugas akhir ini merupakan gedung tiga belas lantai yang dimanfaatkan sebagai apartemen dengan struktur beton bertulang.

Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rawan akan terjadi gempa, kondisi ini memberikan pengaruh terhadap setiap proses perencanaan suatu struktur bangunan gedung. Berdasarkan hal tersebut, perencanaan gedung Pinus Apartemen Mardhika Park ini mengacu kepada peraturan SNI 03-1726-2012, yaitu Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung serta mengacu kepada peraturan SNI 03-2847-2013, yaitu Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.

Penggunaan pedoman tersebut bertujuan agar perencanaan struktur bangunan gedung Pinus apartemen Mardhika Park dapat memenuhi syarat kekuatan serta ketahanan terhadap gempa.

2.2. Landasan Dalam Perencanaan

Perencanaan struktur gedung bertingkat harus berpedoman pada syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku di Negara tempat proyek tersebut dilaksanakan dalam kasus ini proyek dilaksanakan di Indonesia maka harus berpedoman pada Standar Nasional Indonesia mengenai perencanaan gedung dan buku pedoman lain yang dirasa sesuai. Adapun syarat-syarat dan ketentuan tersebut terdapat pada buku pedoman yang terbaru, antara lain :

1. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2013 dan Tata Cara Pembebanan SNI 03-1727-03-2847-2013 .

2. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur bangunan Gedung dan Non Gedung SNI 03-1726-2012.

(2)

3. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPPURG 1987).

4. Peraturan – peraturan lain yang relevan.

2.3. Mutu Bahan

Gedung apartemen direncanakan dengan mutu bahan beton fc’ = 35 MPa untuk struktur umum. Baja tulangan menggunakan mutu fy = 400 MPa untuk tulangan pokok dan fy = 240 MPa untuk tulangan sengkangnya.

2.4. Konsep Perencanaan Gedung

Perencanaan struktur gedung umumnya terdiri dari dua bagian utama, yaitu perencanan struktur bawah (sub structure) dan perencanaan struktur atas (upper structure). Pemilihan jenis struktur atas (upper structure) mempunyai hubungan yang erat dengan sistem fungsional gedung. Sedangkan pemilihan struktur bawah (sub structure) didasarkan kepada beberapa pertimbangan seperti keadaan tanah pondasi, batasan akibat struktur di atasnya, keadaan lingkungan disekitarnya, serta biaya dan waktu pelaksanaan pekerjaannya. Dalam proses desain struktur gedung ada beberapa aspek penting yang harus diperhatikan, diantaranya:

1. Aspek Struktural (kekuatan dan kekakuan struktur)

Aspek ini berhubungan dengan besarnya kekuatan dan kekakuan struktur dalam menerima beban-beban yang bekerja, baik beban vertikal maupun beban horizontal.

2. Aspek Arsitektural dan Ruang

Aspek ini berkaitan dengan denah dan bentuk gedung yang diharapkan memiliki nilai estetika dan fungsi ruang yang optimal yang nantinya berkaitan juga dengan dimensi dari elemen struktur.

3. Aspek Pelaksanaan dan Biaya

Meliputi jumlah pembiayaan yang diperlukan dalam proses pelaksanaan agar gedung dapat terealisasi dengan biaya seminim mungkin dengan tetap memperhatikan aspek lainnya.

(3)

4. Aspek Perawatan Gedung

Aspek perawatan ini diperlukan untuk mempertahankan gedung dari kerusakan yang terjadi sehingga gedung tetap dalam kondisi yang baik dan aman.

Struktur gedung Apartemen ini terdiri dari beberapa elemen struktur yang dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Struktur Primer

Pada perencanaan struktur gedung digunakan kolom dan balok sebagai elemen-elemen primer struktur. Balok merupakan struktur yang berfungsi memikul beban yang diterima oleh pelat dan meneruskannya ke kolom yang dibebani secara aksial oleh balok dan mentransfer beban tersebut ke pondasi dan tanah.

2. Struktur Skunder

Struktur sekunder sebagai satu kesatuan dari struktur gedung yang dirancang hanya menerima gaya lentur saja dan tidak dirancang untuk menerima gaya lateral akibat gempa, sehingga dalam perhitungan analisisnya dihitung secara terpisah dengan struktur primer. Struktur sekunder meliputi balok anak, tangga, pelat lantai, balok lift, dan lain-lain.

2.5. Konsep Pembebanan 2.5.1. JenisPembebanan

Jenis pembebanan yang dipakai dalam perencanaan ini digolongkan dalam 2 bagian yaitu beban statis dan beban dinamik.

2.5.1.1 Beban Statis

Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus-menerus pada suatu struktur dan bersifan tetap, baik besarnya atau intensitasnya, titik tempat bekerjanya, dan arah garis kerjanya. Beban statis pada umumnya dapat dibagi menjadi beban mati dan beban hidup. Berikut ini adalah penjelasan mengenai beban mati dan beban hidup:

(4)

1. Beban Mati

Beban mati (dead load) merupakan beban dengan besar yang konstan dan berada pada posisi yang sama setiap saat. Beban mati terdiri dari berat sendiri struktur dan beban lain yang melekat pada struktur secara permanen.

Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung (PPPURG) 1987 beban mati pada struktur dibagi menjadi 2, yaitu beban mati akibat berat bahan dan konstruksi dan beban mati akibat peralatan layan tetap.

Tabel 2.1. Berat Sendiri Material Konstruksi

Bahan Bangunan Berat

Baja Batu Alam

Batu Belah,batu bulat,batu gunung (berat tumpuk) Batu Pecah 7850 kg/m3 2600 kg/m3 1500 kg/m3 700 kg/m3 Besi tuang Beton Beton bertulang Kayu kelas 1

Kerikil,koral (kering udara sampai lembap,tanpa diayak) Pasangan bata merah

Pasangan batu belah,batu bulat,batu gunung Pasangan batu cetak

Pasangan batu karang

Pasir (kering udara sampai lembap) Pasir (jenuh air)

Pasir kerikil,koral (kering udara sampai lembap)

Tanah,lempung dan lanau (kering udara sampai lembap) Tanah,lempung dan lanau (basah)

Tanah hitam 7250 kg/m3 2200 kg/m3 2400 kg/m3 1000 kg/m3 1650 kg/m3 1700 kg/m3 2200 kg/m3 2200 kg/m3 1450 kg/m3 1600 kg/m3 1800 kg/m3 1850 kg/m3 1700 kg/m3 2000 kg/m3 11400 kg/m3 Sumber :Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung (PPPURG 1987).

(5)

Tabel 2.2. Berat Sendiri Komponen Gedung

Komponen Gedung Berat

Adukan ,per cm tebal :

 Dari semen

 Dari kapur ,semen merah atau tras

Aspal ,termasuk bahan – bahan mineral tambahan ,per cm tebal Dinding pasangan Bata merah :

 Satu batu

 Setengah batu Dinding pasangan batako : Berlubang :  Tebal dinding 20 cm (HB20)  Tebal dinding 10 cm (HB10) Tanpa lubang :  Tebal dinding 15 cm  Tebal dinding 20 cm

Langit-langit dan dindin (termasuk rusuk-rusuknya,tanpa penggantung langit-langit atau paku),terdiri dari :

 Semen asbes,dengan tebal maksimum 4 mm Komponen Gedung 21 kg/m2 17 kg/m2 14 kg/m2 450 kg/m2 250 kg/m2 200 kg/m2 120 kg/m2 300 kg/m2 200 kg/m2 11 kg/m2  Kaca,dengan tebal 3-4 mm

Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban maksimum 200 kg/m2

Penggantung langit-langit (dari kayu),dengan bentang maksimum 5 m dan jarak s.k.s minimum

Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidan atap Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidang atap Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng

Penutup lantai dari ubin semen Portland,eraso dan beton,tanpa aduan per cm tebal

Semen asbes glombang (tebal 5 mm )

10 kg/m2 40 kg/m2 7 kg/m2 50 kg/m2 40 kg/m2 10 kg/m2 24 kg/m2 11 kg/m2 Sumber :Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung (PPPURG 1987)

(6)

2. Beban Hidup

Beban hidup (live load) merupakan beban yang besar dan posisinya dapat berubah-ubah. Beban hidup yang dapat bergerak dengan tenaganya sendiri disebut beban bergerak, seperti kendaraan, manusia, dan crane.Sedangkan beban yang dapat dipindahkan diantaranya furniture, material gedung, serta barang-barang lain yang berada dalam gedung itu sendiri.

Tabel 2.3. Beban Hidup pada Struktur Lantai

No. Penggunaan Berat

1 Lantai dan tangga rumah tinggal kecuali yang disebut no.2

200 kg/m2

2

- Lantai & tangga rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang selain untuk toko, pabrik, bengkel

125 kg/m2

3 - Sekolah, ruang kuliah, Kantor, toko, toserba, Restoran,

Hotel, asrama, Rumah Sakit 250 kg/m2

4 Ruang olahraga 400 kg/m2

5 Ruang dansa 500 kg/m2

6 Lantai dan balkon dalam dari ruang pertemuan kecuali yang disebutkan no 1-5masjid, gereja, ruang

pagelaran/rapat, bioskop dan panggung penonton dengan tempat duduk tetap

400 kg/m2

7 Panggung penonton tempat duduk tidak tetap / untuk

penonton yang berdiri 500 kg/m2

8 Tangga, bordes tangga dan gang (no 3) 300 kg/m2 9 Tangga, bordes tangga dan gang (no 4,5,6,7) 500 kg/m2 10 Ruang pelengkap (no. 3, 4, 5, 6, 7) 250 kg/m2 11 - Pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip,

took buku, toko besi, ruang alat dan mesin (minimum) 400 kg/m2 12 Gedung parkir bertingkat :

- Lantai bawah

- Lantai tingkat lainnya

800 kg/m2 400 kg/m2 13 Balkon menjorok bebas keluar (minimum) 300 kg/m2

Sumber :Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung (PPPURG 1987)

(7)

Tabel 2.4. Beban Hidup pada Struktur Atap

No Bagian Atap Berat Keterangan

1 Atap / bagiannya dapat dicapai orang, termasuk kanopi

100 kg/m2 atap dak

2 Atap / bagiannya tidak dapat dicapai orang (diambil min.) : - beban hujan

- beban terpusat

(40-0,8.α) kg/m2

100 kg

α = sudut atap, min. 20 kg/m2, tak perlu ditinjau bila α > 50o

3 Balok/gording tepi kantilever 200 kg

Sumber :Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung (PPPURG 1987).

2.5.1.2 Beban dinamik 1. Beban Gempa

Beban Gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung di tentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa di sini adalah gaya – gaya di dalam struktur tersebut terjadi oleh tanah akibat gerakan gempa itu. fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Gempa yang terjadi di daerah patahan ini pada umumnya merupakan gempa dangkal karena patahan umumnya terjadi pada lapisan bumi dengan kedalaman antara 15 sampai 50 km. Gerak tanah gempa rencana harus digunakan untuk menghitung perpindahan rencana total sistem isolasi dan gaya gaya lateral serta perpindahan pada struktur dengan isolasi. Gempa maksimum yang dipertimbangkan harus digunakan untuk menghitung perpindahan maksimum total dari sistem isolasi.

Pada saat bangunan bergetar akibat adanya gempa, timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya kecendurungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan, gaya yang timbul ini disebut Inersia. Besar

(8)

gaya-gaya tersebut bergantung pada banyak faktor. Massa bangunan merupakan faktor lain adalah bagaimana massa tersebut terdistribusi, kekakuan stuktur, kekakuan tanah, jenis pondasi, adanya mekanisme redaman pada bangunan dan tentu saja perilaku dan besar getaran itu sendiri.

2. Beban Angin

Semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban tersebut berasal dari adanya tekanan positif dan negatif yang bekerja tegak lurus terhadap bidang-bidang yang ditinjau.( Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung 1987). 3. Beban Khusus

Beban khusus adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan, penurunan pondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang berasal dari beban hidup seperti gaya rem yang berasal dari keran, gaya sentrifugal dan gaya dinamis yang berasal deri mesin-mesin, serta pengaruh-pengaruh khusus lainnya. (Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung 1987).

2.5.2. Kombinasi Pembebanan

Pada buku “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung” SNI 03-1726-2012, disebutkan bahwa perencanaan struktur bangunan gedung dan struktur lainnya dirancang menggunakan kombinasi pembebanan. Sedangkan untuk kombinasi pembebanan (U) terdapat dalam SNI 03-2847-2013. Kombinasi - kombinasi tersebut antara lain :

1. U = 1,4 D 2. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R) 3. U = 1,2 D + 1,0W + 1,0L +0,5 (Lr atau R) 4. U = 1,2 D + 1,0 E +1,0L 5. U = 0,9 D + 1,0 W 6. U = 0,9 D + 1,0 E dimana: D = Beban Mati L = Beban Hidup Lr = Beban Hidup Atap

(9)

R = Faktor Reduksi Gempa W = Beban Angin

E = Beban Gempa

2.5.3 Faktor Reduksi Kekuatan Bahan

Faktor reduksi kekuatan bahan merupakan suatu bilangan yang bersifat mereduksi kekuatan bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi paling buruk jika pada saat pelaksanaan nanti terdapat perbedaan mutu bahan yang ditetapkan sesuai standar bahan yang ditetapkan dalam perencanaan sebelumnya.SNI 03-2847-2013 menetapkan berbagai nilai faktor reduksi (tabel 2.5. Reduksi kekuatan

(𝜙))

untuk berbagi jenis besaran gaya yang didapat dan perhitungan struktur.

Dalam mendesain kekuatan komponen struktur atau penampang perlu dipahami pengertian dari:

1. Kuat Nominal adalah kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi metode perencanaan sebelum dikalikan dengan nilai faktor reduksi kekuatan yang sesuai.

2. Kuat Perlu adalah kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang diperlukan untuk menahan beban terfaktor atau momen dan gaya dalam yang berkaitan dengan beban tersebut dalam suatu kombinasiditetapkan dengan cara ini.

3. Kuat Desain adalah kekuatan nominal setelah dikalikan dengan nilai faktor reduksi kekuatan yang sesuai.

Kuat Desain ≥ Kuat Perlu

𝜙

Pn ≥ Pu

𝜙

Mn ≥ Mu

(10)

Jenis – jenis kuat rencana dan faktor reduksinya :

Tabel 2.5. Reduksi Kekuatan

𝝓

Kekuatan Rencana untuk Faktor Reduksi

Lentur tanpa beban aksial 0,85

Penampang terkontrol tarik 0,90

Komponen struktur dengan tulangan spiral (terkontrol tekan) 0,75 Komponen struktur bertulang lainnya (terkontrol tekan) 0,70

Geser dan Torsi 0,85

Sumber :SNI 03-2847-2013

2.6.Analisis Struktur terhadap Gempa

Analisis struktur gedung tahan gempa ditentukan berdasarkan konfigurasi struktur dan fungsi bangunan yang berkaitan dengan tanah dasar dan peta zonasi gempa sesuai dengan SNI 03-1726-2012 untuk Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung. Struktur gedung yang direncanakan menggunakan konfigurasi keruntuhan struktur Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK), yaitu komponen struktur yang mampu memikul gaya akibat beban gempa dan direncanakan untuk memikul lentur. Berikut adalah ketentuan - ketentuan umum yang digunakan untuk melakukan analisis terhdap beban gempa.

2.6.1. Gempa Rencana, Faktor Keutamaan, dan Kategori Resiko Struktur Bangunan (SNI 03-1726-2012 Pasal 4.1)

Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarnya selama umur struktur bangunan 50 tahun sebesar 2%. Gempa rencana akan menyebabkan struktrur bangunan gedung mencapai kondisi diambang keruntuhan tetapi masih dapat berdiri. Berbagai kategori resiko bangunan gedung dan struktur lainnya untuk tabel 2.6. tergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur rencana tersebut yang diharapkan. Menurut SNI 03-1726-2012 kategori resiko bangunan sebagai berikut :

(11)

Tabel 2.6. Kategori resiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa

NO Jenis Pemanfaatan Kategori Risiko

1. Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan termasuk tapi di batasi untuk antara lain :

 Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan

 Fasilitas sementara  Gudang penyimpanan

 Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

2. Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam ketegori I, II, IV, termasuk, tapi tidak di batasi untuk :

 Perumahan

 Rumah toko dan rumah kantor  Pasar

 Gedung perkantoran

 Gedung apartemen / rumah susun  Pusat perbelanjaan / mall

 Bangunan industri  Fasilitas manufaktur  Pabrik

II

3. Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan termasuk tapi tidak di batasi untuk :

 Bioskop

 Gedung pertemuan  Stadion

 Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

 Fasilitas penitipan anak  Penjara

 Bangunan untuk orang jompo

(12)

risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari – hari bila terjadi kegagalan, termasuk tapi tidak di batasi untuk :

 Pusat pembangkit listrik biasa  Fasilitas penanganan air  Fasilitas penangan limbah  Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, ( termasuk tetapi di batasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang diisyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

III

4. Gedung dan non gedung yang di tunjukan sebagai fasilitas yang penting termasuk tetapi tidak dibatasi untuk :

 Bangunan – bangunan monumental  Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

 Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

 Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garansi kendaraan darurat

 Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai dan tempat perlindungan darurat lainnya

 Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat.

 Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

 Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin,

(13)

struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) yang di isyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan GedungSNI-1726-2012.

Sedangkan untuk faktor keutamaan struktur bangunan dijelaskan pada tabel 2.7 sebagai berikut :

Tabel 2.7. Faktor keutamaan gempa

No Kategori Risiko Faktor keutamaan gempa, Ie

1. I atau II 1,0

2. III 1,25

3 IV 1,50

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan GedungSNI-1726-2012.

2.6.2. Klasifikasi Situs untuk Desain Seismik (SNI 03-1726-2012 Pasal 5)

Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan dipermukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah suatu situs, harus diklasifikasikan sesuai dengan SNI 03-1726-2012 berdasarkan profil tanah lapisan 30 meter paling atas.

2.6.3. Wilayah Gempa dan Spektrum Respons (SNI 03-1726-2012 Pasal 6)

Besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu struktur tergantung pada lokasi dimana struktur bangunan tersebut akan dibangun seperti terlihat pada Gambar 2.1. Peta Wilayah Gempa berikut :

(14)

Gambar 2.1 Peta Wilayah Gempa Indonesia

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2012).

Spektrum respons desain di perlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus di kembangkan dengan mengacu gambar 2.3 dan mengikuti ketentuan di bawah ini :

1. Untuk perioda yang lebih dari T0 , spektrum respons percepatan desain Sa , harus di ambil dari persamaan :

𝑆ₐ = 𝑆𝑑𝑠 ( 0,4 + 0,6 𝑇 𝑇0)

2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts , spektrum respons percepatan desain, Sa ,

Sa= SDS

3. Untuk perioda lebih besar dari Ts , spektrum respons percepatan desain, Sa , di ambil berdasarkan persamaan :

Sa = 𝑆𝑑1

𝑇 Keterangan :

Sds = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek Sd1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik T = perioda getar fundamental struktur

T0 = 0,2 𝑆𝑑1 𝑆𝑑𝑠 Ts= 𝑆𝑑1 𝑆𝑑𝑠

(15)

Gambar 2.2. Spektrum Respons

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI-1726-2012.

2.6.4. Ketidakberaturan Horisontal

Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.8. harus dianggap mempunyai ketidakberaturan struktur horizontal. Struktur-struktur yang dirancang untuk kategori desain seismic sebagaimana yang terdaftar dalam Tabel 2.8. harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk dalam tabel tersebut.

(16)

Tabel 2.8. Ketidakberaturan Horisontal Pada Struktur

Sumber : SNI 1726-2012 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung

2.6.5. Ketidakberaturan Vertikal

Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti dalam Tabel 2.9. harus dianggap mempunyai ketidakberaturan vertikal. Struktur dirancang untuk kategori desain seismic sebagaimana terdaftar Tabel 2.9. harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk dalam table ini.

(17)

Tabel 2.9. Ketidakberaturan Vertikal Pada Struktur

Sumber : SNI 1726:2012 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung

2.6.6. Perioda Pendekatan Fundamental (SNI 03-1726-2012 Pasal 7.8.2.1)

Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel,nilai waktu getar struktur fundamental harus dibatasi. Dalam SNI 03-1726-2012 diberikan batasan perioda fundamental struktur, T, dalam arah yang di tinjau harus di peroleh menggunakan properti struktur dan karakteristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji. Perioda fundamental struktur, T, tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada perioda yang di hitung (Cu) dari tabel 2.10. dan sebagai alternatif pada pelaksanaan analisis untuk menetukan perioda fundamental struktur , T, di ijinkan secara langsung menggunakan perioda bangunan perioda fundamental pendekatan, Ta , yang di tentukan :

(18)

hnadalah ketinggian struktur dalam (m) di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur, dan koefisien Ctdan x di tentukan tabel 2.11.

Tabel 2.10. Koefisien untuk batas atas pada perioda yang di hitung

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI-1726-2012.

Tabel 2.11. Nilai parameter perioda pendekatan Ctdan x

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI-1726-2012.

2.7. PERENCANAAN STRUKTUR 2.7.1. Struktur Atas (Upper Struktur)

Perencanaan struktur atas terdiri dari perencanaan atap, pelat, balok dan kolom. Berikut ini adalah penjelasan mengenai perencanaan-perencanaan yang merupakan bagian dari perencanaan struktur atas:

2.7.1.1 Rencana Struktur Atap

Perencanaan atap harus memperhatikan prinsip dasar sebuah struktur yaitu harus kuat, persisi, cukup ringan, dan tidak over design.Atap yang kuat harus mampu menahan besarnya beban yang bekerja pada elemen struktur atap.

Pada perencanaan atap gedung pinus apartemen Mardhika park ini mengunakan atap dak beton. Beban yang bekerja pada atap merupakan beban berat

(19)

sendiri dan beban hidup.Menurut PPPURG 1978 beban hidup pada struktur atap yang menggunakan dak memiliki berat 100 kg/m2.

2.7.1.2 Perencanaan Pelat Lantai

Pelat lantai merupakan suatu konstruksi yang menumpu langsung pada balok dan atau dinding geser. Pelat lantai dirancang dapat menahan beban mati dan beban hidup secara bersamaan sesuai kombinasi pembebanan yang bekerja diatasnya.

Penggunaan mutu material beton yang digunakan dalam struktur pemikul beban gempa SRPMK ditentukan dalam SNI 2847:2013 Pasal 21.1.4 bahwa kuat tekan beton 𝑓′𝑐 tidak boleh kurang dari 20 MPa (𝑓′𝑐=35 𝑀𝑃𝑎). Persyaratan mutu tulangan untuk SRPMK yang dijelaskan dalam Pasal 21.1.5 menyatakan bahwa tulangan pemikul lentur dan aksial atau kombinasi keduanya yang timbul akibat beban gempa bumi harus berupa tulangan ulir yang memenuhi ASTM A706M mutu 420 MPa (𝑓𝑦=420 𝑀𝑃𝑎).

Gambar 2.3 Prinsip Desain Pelat

Pelat merupakan bidang tipis menahan beban transparan dengan aksi lentur ke masing-masing tumpuan atau balok. Bentuk pelat berupa panel segiempat dan panel tak beraturan. Perhitungan pelat dikembangkan dari Metode Numerik untuk menghitung berbagai macam bentuk pelat.Jenis atau Tipe-tipe Pelat :

1) Pelat Slab

Pelat dengan pembebanan pada kepala kolom/ capital. Pelat tanpa balok, beban ringan/ tidak kuat, bentangan kecil. Sering digunakan pada bangunan apartemen, hotel dengan tebal 12-25 cm, bentang 4,5-7 m.

(20)

2) Pelat Plate

Pelat ini tebal sama, tanpa drop panel dan tanpa capital. Digunakan sebagai plafon langsung untuk keperluan estetika dengan tebal 12-25 cm, bentang 4,5-7 m.

3) Pelat Lantai Grid 2 Arah

Pelat ini dengan balok grid/ bersilang rapat pada 2 arah dengan pelat tipis, mengurangi berat sendiri pelat dengan bentang 9-12 m.

4) Pelat Sistem Lajur

Pelat ini mengutamakan ketinggian lantai dengan system balok lajur (band beam) dengan balok lurus menyambung pada kolom dan balok dibuat lebih lebar kearah lebarnya (b > h).

5) Pelat Sistem Pelat dan Balok

Pelat ini ditumpu pada balok dengan bentang balok 3-6 m dan tebal pelat dihitung sesuai fungsi pelat juga keamanannya. Pelat ini banyak dipakai, bisa diplafon/ tidak diplafon. Beban lantai yang diterima besar, bisa untuk pelat, untuk fungsi estetika.

Adapun langkah – langkah dalam merencanakan struktur pelat beton bertulang adalah sebagai berikut :

1. Menetukan bentang teoritis

Panjang bentang teoritis dalam perencanaan pelat terdapat 2 jenis antara lain : a. Pelat satu arah (One Way Slab) adapun syarat dari pelat satu arah adalah

memenuhi persamaan :

B = 𝑙𝑦 𝑙𝑥

> 3

Dimana 𝑙𝑦>𝑙𝑥

b. Pelat dua arah (Two Way Slab)adapun syarat dari pelat satu arah adalah memenuhi persamaan :

B = 𝑙𝑦 𝑙𝑥

< 3

Dimana 𝑙𝑦>𝑙𝑥

(21)

2. Menentukan tebal pelat

Berdasarkan SNI 03-2847-2013 pasal 9.5.2 dan pasal 9.5.3 tebal pelat minimum ditentukan berdasarkan kontrol defleksi satu arah atau dua arah seperti berikut :

a. Satu arah

Berdasarkan SNI 03-2847-2013 pasal 9.5.2 tebal pelat lantai adalah

Tabel 2.12. Tebal minimun balok non-prategang atau pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung

Tebal minimum, h Komponen struktur Tertumpu

sederhana Satu ujung menerus Kedua ujung menerus kantilever

Komponen struktur tidak menumpu atau dihunbungkan dengan partisi atau konstruksi lainnya yg mungkin rusak oleh lendutan besar.

Pelat masih satu arah e / 20 e/ 24 e / 28 e / 10

Balok atau pelat rusuk satu arah

e / 16 e / 18,5 e / 21 e / 8

CATATAN:

Panjang bentang dalam mm.

Nilai yang diberikan harus digunakan langsung untuk komponen struktur dengan beton normal dan tulangan tulangan Mutu

420 MPa. Untuk kondisi lain, nilai di atas harus dimodifikasikan sebagai berikut:

(a) Untuk struktur beton ringan dengan berat jenis (equilibrium density), wc, di antara 1440 sampai 1840 kg/m3, nilai tadi harus dikalikan dengan (1,65 – 0,0003wc) tetapi tidak kurang dari 1,09.

(b) Untuk fy selain 420 MPa, nilainya harus dikalikan dengan (0,4 + fy/700).

Sumber : Tata Cara Perencanaan beton untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2013. b. Dua arah

Berdasarkan SNI 03-2847-2013 pasal 9.5.2 dan pasal 9.5.3 tebal pelat lantai adalah : αm ≤ 0,2 maka h ≥ 125mm 0,2 < αm ≤ maka h = ln ⁡(0,8+ 𝑓𝑦 1500 36+5𝛽 (𝛼𝑚 −0,2) Dan h ≥ 125 mm αm > 2 maka h = ln ⁡(0,8+ 𝑓𝑦 1500 36+9𝛽 dan h ≥ 100 mm dimana :

h : tebal pelat lantai

ln : panjang bentang sisi terpanjang pelat lantai

β :rasio bentang bersih dalam arah memanjang terhadap arah memendek

(22)

αm : nilai rata- rata α oleh semua balok pada tepi – tepi suatu panel.

α

=

(𝐸𝑐.𝐼)𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘

(𝐸𝑐.𝐼)𝑝𝑒𝑙𝑎𝑡

3. Menentukan tebal selimut beton

Berdasarkan SNI 03-2847-2013 pasal 7.7.1, tebal selimut beton non prategang sebagi berikut :

a. Pada beton yang tidak berhubungan langsung dengan tanah maupun cuaca - Balok dan kolom, tebal selimut minimum 40 mm

- Untuk batang D ≤ 36, tebal selimut minimum 20 mm

b. Pada beton yang berhubungan langsung dengan tanah atau cuaca, tebal selimut beton 75 mm

4. Menentukan sistem pembebanan pelat Wu = 1,2D +1,6L + beban gempa

Dimana:

L : beban hidup D : beban mati

Wu : beban sistem pelat 5. Menghitung tulangan pelat

a. Menentukan momen

Pada tumpuan dan tengah bentang M- tipe interior = 1 9Wu . Ln 2 M+ tengah = 1 4Wu . Ln 2 M- tipe eksterior = 1 24Wu . Ln 2

b. Menentukan jumlah dan jarak antar tulangan pelat - Mencari kapasitas momen nominal

Mn = ρ .fy . bh2 (1-0,59𝜌 .𝑓𝑦 𝑓𝑐 ) Mu =

ø

. Mn atau Mn = 𝑀𝑢 ø dengan nilai

ø

= 0,8 Mu = As .fy(h-0,5a) - Mencari nilai Rn

(23)

Rn1 = 𝑀𝑛 𝑏.𝑑2

=

𝑀𝑛 𝑏.𝑕2 Misal, fc’ = 21 MPa fy = 400 MPa Rn1 = 𝜌𝑓𝑦 1 − 0,59 𝜌𝑓𝑦 𝑓𝑐 ′ = 400 𝜌 − 4495𝜌 2 MPa - Mencari rasio penulangan 𝜌

Rasio 𝜌 = 1 𝑚[1 − 1 − 2 𝑚 (𝑅𝑛 ) 𝑓𝑦 ] Dimana m = 𝑓𝑦 0,85 𝑥 𝑓𝑐 Dengan nilai

𝜌

𝑏

=

0,85𝑓𝑐𝛽 1 𝑓𝑦

600 600+ 𝑓𝑦 𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75𝜌𝑏 𝜌𝑚𝑖𝑛 = 1,4 𝑓𝑦 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝜌𝑚𝑖𝑛 = 𝑓𝑐 4 𝑥 𝑓𝑦

𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = rencana yang dihitung dari langkah ke 7 tadi Batasan rasio tulangan (𝜌)

𝜌𝑚𝑖𝑛 < 𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 < 𝜌𝑚𝑎𝑥 Runtuh tarik/lentur - Mencari luas tulangan

As = 𝜌𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 . 𝑏 . 𝑑

2.7.1.3 Perencanaan Balok

Langkah-langkah perencanaan balok pada suatu struktur bangunan adalah sebagai berikut:

l) Menentukan momen desain dengan cara mengambil nilai momen terbesar dari masing-masing lokasi.

2) Cek syarat komponen struktur yang harus dipenuhi balok yang di desain, yaitu :

a. Gaya aksial tekan terfaktor yang bekerja pada balok tidak melebihi 0,1 Agf’c

b. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali tinggi efektif elemen struktur

c. Tebal minimum (h) untuk komponen balok yang tertumpu sederhana adalah 𝑙

(24)

d. Lebar balok tidak boleh kurang dari 250 mm

e. Lebar balok tidak boleh lebih dari lebar kolom penumpu ( diukur pada bidang tegak lurus terhadap sumbu longitudinal komponen struktur lentur ) f. Perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran dalam

arah tegak lurusnya tidak kurang dari 0,3. 3) Perhitungan tulangan longitudinal

Mn = Mu Ø Rn = Mn 𝑏 𝑥 𝑑2 m = fy 0,85xf′c

a) Mencari rasio tulangan ρ =1 𝑚

1 − 1 −

2 m (Rn) fy

ρmin= 1,4 𝑓𝑦 ρb = 0,85 𝑥 𝑓′𝑐 𝑥 𝛽 f𝑦 600 600 + f𝑦 ρmaks= 0,75 x ρb

Checking ρmin < ρ < ρmaks

Jika ρ < digunakan tulangan tunggal dengan ρmin

Jika ρ min < ρ < ρmaks digunakan tulangan tunggal dengan p Jika ρ > ρ maks, maka digunakan tulangan rangkap

Jika ρ > ρb , maka penampang diperbesar b) Luas Tulangan yang dibutuhkan

Ast = ρ x b x d

Luas tulangan tekan (As’) diambil 50% dari Ast As’ = 50% . Ast

(25)

Tulangan yang dibutuhkan (n) n = Ast

𝐴𝑠

c) Cek Momen Nominal (Mn)

Asumsi dalam perencanaan berdasarkan SNI 03-2847-2013 pasal 10.2 mengenai Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung adalah:

1. Regangan pada tulangan dan beton harus diasumsikan berbanding lurus dengan jarak dari sumbu netral.

2. Regangan maksimum yang dapat dimanfaatkan pada serat tekan beton terluar harus diambil sama dengan 0,003.

3. Regangan yang nilainya lebih kecil daripada regangan leleh, fy harus diambil sebesar Es dikalikan regangan baja. Sedangkan, regangan yang nilainya lebih besar sama dengan regangan leleh, tegangannya diambil sama dengan fy.

4) Prinsip Desain Balok Segiempat Tulangan Rangkap

Konsep dasar perencanaan beton bertulang suatu penampang persegidengan tulangan ganda pada kondisi plastis, diagram distribusi regangan, dan tegangan yang terjadi ditampilkan pada gambar :

Gambar 2.4 Tegangan, Regangan dan Gaya yang terjadi pada balok Segi 4 Tulangan Rangkap.

Sumber : L. Wahyudi, Struktur beton Bertulang, 1997

1. Sudah ditentukan dulu f’c, fy, Sudah dihitung mu dan Mneg,

(26)

2. b, d didesain  dengan syarat b : d = 0,4 s/d 0,6 3. hitung sebagai balok tulangan tunggal

𝜌𝑏 = 0,85 𝑥 𝑓 ′𝑐 𝑓𝑦 𝑥 𝛽1 600 600 + 𝑓𝑦→ 𝛽1 = 0,85 𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 . 𝜌𝑏 → 𝜌𝑚𝑖𝑛 = 1,4 𝑓𝑦 𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 𝜌𝑏 → 𝑚𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢𝑕𝑖 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝 𝐴𝑠 = 𝜌𝑏 . 𝑏 . 𝑑 = ⋯ … … 𝑚𝑚2 → 𝑐𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑎 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 ∅ . 𝑓𝑐′ . 𝑏 Dimana :

As = luas dari jumlah tulangan b = hitungan desain 4. momen 𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 ( 𝑑 − 𝑎 2 ) 𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝑀𝑢 = Φ . 𝑀𝑛 > 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 + 𝑕𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑟𝑢𝑘𝑡𝑢𝑟 𝑀𝑚𝑎𝑥 = Φ . 𝑀𝑛1 → 𝑀𝑛1 = 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓 → 𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑟𝑢𝑘𝑡𝑢𝑟 𝐴𝑠′ = 𝑀𝑚𝑎𝑥1 0,80 . 𝑓𝑦 . 𝑕 − 𝑑′ = ⋯ … … 𝑚𝑚2 𝐴𝑠′ = tulangan tekan

5. As tarik direduksi sesuai rasio momen  menuhi M ( + ) pada tulangan tunggal

𝐴𝑠 = 𝑀 + 𝑀𝑚𝑎𝑥 . 𝐴𝑠 = ⋯ … … … 𝑚𝑚2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜌 = 𝐴𝑠 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑏 . 𝑑 = ⋯ … … … 𝜌′ = 𝐴𝑠1 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 𝑏 . 𝑑 = ⋯ … … 𝜌 − 𝜌′ > 𝜌 𝑏 → 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛, 𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑙𝑒𝑙𝑒𝑕. 6. Periksa kapasitas penampang ( kuat rencana )

𝐶𝑠 = 𝐴𝑠′ . 600 .𝑎 − 0,85 . 𝑑 ′ 𝑎 𝐶𝑐 = 0,85 . 𝑓′𝑐 . 𝑎𝑏

(27)

Solusi : 𝑎1.2 = − 𝑏 ± 𝑏 2− 4𝑎𝑐 2𝑎 𝑎1 = −𝑏 + 𝑏 2− 4𝑎𝑐 2𝑎 𝑎2 = −𝑏 − 𝑏 2− 4𝑎𝑐 2𝑎 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎 → 𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 +

7. Regangan tulangan tarik ℰ𝑠 = 0,003 . 510 − 𝑎 𝑎 = ⋯ … … ℇ𝑦 = 𝑓𝑦 ℇ𝑠 = ⋯ … → ℇ𝑠 > ℇ𝑦

8. Regangan tulangan tekan ℇ𝑠′ = 0,003 .𝑎 − 0,85 . 𝑑

𝑎 = ⋯ … … < 𝑓𝑦 𝑓𝑠 = ℇ𝑠′ . ℇ𝑠 = ⋯ … … 𝑀𝑃𝑎

Substitusi fs = fy dan fs’ ke persamaan Mn 𝑀𝑛 = 0,85 . 𝑓′𝑐 . 𝑎𝑏 𝑑 − 𝑎 2 + 𝐴𝑠 ′ . 𝑓 𝑠′ 𝑑 − 𝑑′ 𝑀𝐷 = 𝑀𝑢 = Φ . 𝑀𝑛 9. Cek kesetimbangan 𝐶𝑠+ 𝐶𝑐 = 𝑇 𝑇 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦

5) Prinsip Desain Balok T dan L (SNI)

Gambar 2.5. Lebar Flens Efektif Balok T dan L Sumber : L. Wahyudi, Struktur beton Bertulang, 1997 Balok T  lebar efektif

(28)

𝑏𝑒 ≤ 16 . 𝑕𝑓+ 𝑏𝑤 𝑏𝑒 < 𝑙𝑛 + 𝑏𝑤 𝑏𝑒 < 1

4 . 𝐿

𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

Dengan L = bentang balok Balok L 𝑏𝑒 ≤ 6 𝑕𝑓 + 𝑏𝑤 𝑏𝑒 ≤ 0,5 𝑙𝑛 + 𝑏𝑤 𝑏𝑒 ≤ 1 12 𝐿 + 𝑏𝑤 𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 1. 𝑞𝑛 ≤ 𝑕𝑓 → 𝑑𝑖𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑤 = 𝑏𝑒

Gambar 2.6. Ukuran Penampang, Distribusi Regangan dan Gaya Internal Sumber : L. Wahyudi, Struktur beton Bertulang, 1997

Kesetimbangan gaya internal, c = T atau c – T = 0 𝑇 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 𝑒 = 0,85 . 𝑓′ 𝑐 . 𝑎𝑏 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 𝑎 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 ∅ . 𝑓𝑐′ . 𝑏𝑒 = 1,18 . 𝜔𝑑 𝜌 = 𝐴𝑠 𝑏𝑒 . 𝑑 𝑑𝑎𝑛 𝜔 = 𝜌 𝑓𝑦 𝑓′ 𝑐

Maka momen nominal penampang : 𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 ( 𝑑 − 𝑎 2 ) Karena 𝑎 < 𝑕𝑓 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑠𝑒𝑔𝑖 𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑎 < 𝑎𝑏 𝜌 < 𝜌𝑏 𝑎 ≤ 𝑕𝑓 𝑑𝑎𝑛 𝑐 ≤ 𝛽1 . 𝑕𝑓

(29)

𝜌𝑏 =

0,85 . 𝑓𝑐′. 𝛽1 𝐹𝑦

. 0,003 . 𝐸𝑠 0,003 . 𝐸𝑠+ 𝐹𝑦

2. qn pada badan balok didesain sebagai balok T dan L

Gambar 2.7 Ukuran Penampang, Distribusi Regangan dan Gaya Internal pada Balok T

Sumber : L. Wahyudi, Struktur beton Bertulang, 1997

Bagian flens : 𝑇1= 𝐴𝑠𝑓 . 𝑓𝑦

𝐴𝑠𝑓 = luas tulangan kondisi leleh 𝐶𝑓 = 0,85 . 𝑓′𝑐 . 𝑕𝑓 ( 𝑏𝑒− 𝑏𝑤 ) Keseimbangan internal : 𝑇1= 𝐶𝑓 𝐴𝑠𝑓 = 0,85 . 𝑓′𝑐 . 𝑕𝑓 𝑏𝑒− 𝑏𝑤 𝑓𝑦 𝑀𝑛1= 𝐴𝑠𝑓 . 𝑓𝑦 𝑑 − 1 2𝑕𝑓

Bagian web ( badan ) :

𝐴𝑠− 𝐴𝑠𝑓 → 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 𝑙𝑒𝑙𝑒𝑕 𝑇2= 𝐴𝑠− 𝐴𝑠𝑓 𝑓𝑦

𝐶𝑤 = 0,85 . 𝑓′𝑐 . 𝑏𝑤 . 𝑎  Cw = gaya badan balok

Keseimbangan internal : 𝑇2 = 𝐶𝑤

(30)

𝑎 = 𝐴𝑠− 𝐴𝑠𝑓 𝑓𝑦 0,85 . 𝑓′ 𝑐 . 𝑏𝑤 . 𝑎 𝑀𝑛2= 𝐴𝑠− 𝐴𝑠𝑓 𝑓𝑦 . 𝑑 − 𝑎 2 𝑀𝑛 = 𝑀𝑛1+ 𝑀𝑛2 = 𝐴𝑠𝑓 . 𝑓𝑦 𝑑 − 1 2𝑕𝑓 + 𝐴𝑠− 𝐴𝑠𝑓 𝑓𝑦 . 𝑑 − 𝑎 2 𝑀𝑢 = 0,8 . 𝑀𝑛

3. kondisi seimbang balok ( balance )

Gambar 2.8. Keseimbangan Gaya Internal pada Balok T Sumber : L. Wahyudi, Struktur beton Bertulang, 1997

𝑐 𝑑= 𝜀𝑢 𝜀𝑢+ 𝜀𝑦  Keseimbangan horizontal 𝑇 = 𝑇1+ 𝑇2 = 𝑐𝑓+ 𝑐𝑤 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 = 0,85 . 𝛽1 . 𝑓′𝑐 . 𝑏𝑤 . 𝑐 + 0,85 . 𝑓′𝑐 𝑏 − 𝑏𝑤 𝑕𝑓 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 = 0,85 . 𝛽1 . 𝑓′𝑐 . 𝑏𝑤 . 𝑐 + 𝐴𝑠𝑓 . 𝑓𝑦  Definisi : 𝜌𝑤 = 𝐴𝑠 𝑏𝑤 . 𝑑 𝜌𝑓 = 𝐴𝑠 . 𝑓 𝑏𝑤 . 𝑑 𝜌𝑤𝑏 = 0,85 . 𝛽1 . 𝑓′𝑐 𝑓𝑦 𝜀𝑢 𝜀𝑢+ 𝜀𝑦 + 𝜌𝑦 𝜌 𝑏 = 0,85 . 𝛽1 . 𝑓′𝑐 𝑓𝑦 0,003 𝐸𝑠 0,003 𝐸𝑠+ 𝑓𝑦 + 𝜌𝑓

(31)

𝜌𝑤𝑏 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,75 𝜌 𝑏+ 𝜌𝑓 𝜌𝑤 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,75 𝜌𝑏+ 𝜌𝑓 → 𝑎𝑔𝑎𝑟 𝑡𝑎𝑘 𝑟𝑢𝑛𝑡𝑢𝑕 ( 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑑𝑎𝑘 )  Catatan : a. 𝑎 ≤ 𝑕𝑓 → 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑔𝑖 b. 𝜌 = 𝐴𝑠 𝑏𝑤 .𝑑 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜌𝑚𝑖𝑛 = 1,4 𝑓𝑦 𝑀𝑃𝑎

6) Perhitungan Tulangan Geser ( SNI 03-2847-2013 Pasal 21.5.4.1 )

Secara singkat, langkah-langkah perencanaan penampang terhadap gaya geser adalah :

a. hitung gaya geser terfaktor 𝑉𝑢 pada penampang-penampang kritis di sepanjang batang / elemen.

b. Untuk suatu penampang kritis, hitung kekuatan geser beton 𝑉𝑐. c. Cara mendimensi :

 Bila 𝑉𝑢 − 𝜙 𝑉𝑐 > 0,67 . 𝑏𝑤 . 𝑑 𝑓′𝑐, ukuran balok diperbesar.

 Bila 𝑉𝑢 − 𝜙 𝑉𝑐 < 0,67 . 𝑏𝑤 . 𝑑 𝑓′𝑐, tentukan jumlah tulangan geser untuk menahan kelebihan tegangan.

 Bila 𝑉𝑢 > 0,5 . 𝜙 𝑉𝑐, gunakan tulangan geser minimum.

𝑉𝑢 = 𝜙 𝑉𝑛 Dengan :

Vu = gaya geser terfaktor yang bekerja pada penampang yang ditinjau Vn = kuat geser nominal yang dihitung dari :

𝑉𝑛 = 𝑉𝑐+ 𝑉𝑠 dengan:

Vc = kekuatan geser nominal yang diberikan oleh beton.

Vs = kekuatan geser nominal yang diberikan oleh tulangan badan. d. Harga 𝑉𝑐 dihitung berdasarkan kondisi sebagai berikut :

 Untuk kombinasi geser dan lentur : 𝑉𝑐 = 1 7 𝑓′𝑐 + 120 . 𝜌𝜔 𝑉𝑢 . 𝑑 𝑀𝑢 𝑏𝜔 . 𝑑 Dengan 𝜌𝜔 = 𝐴𝑠 𝑏𝜔 .𝑑 ; 𝑉𝑢 . 𝑑 𝑀𝑢 tidak perlu > 1

(32)

Alternatifnya, sebagai penyederhanaan persamaan diatas, sering digunakan persamaan :

𝑉𝑐 = 0,17 𝑓′𝑐 . 𝑏𝜔 . 𝑑 → 𝑀𝑃𝑎

 Untuk kombinasi geser dan aksial tekan : 𝑉𝑐 =1 7 𝑓′𝑐+ 120 . 𝜌𝜔 𝑉𝑢 . 𝑑 𝑀𝑀 𝑏𝜔 . 𝑑 Dengan :𝑀𝑚 = 𝑀𝑢 − 1 8𝑁𝑢 4𝑕 − 𝑑 Atau melalui persamaan :

𝑉𝑐 = 1 + 𝑁𝑢 14 . 𝐴𝑔

𝑓′𝑐

6 𝑏𝜔 . 𝑑 Kedua nilai persamaan ≯ dari :

𝑉𝑐 = 0,3 𝑓′𝑐 . 𝑏𝜔 . 𝑑 1 + 0,3 𝑁𝑢

𝐴𝑔

→ 𝑀𝑃𝑎

 Untuk kombinasi geser dan aksial tarik : 𝑉𝑐 = 0,17 1 − 0,3𝑁𝑢 𝐴𝑔 𝑓′𝑐 . 𝑏𝜔 . 𝑑 → 𝑀𝑃𝑎 Dengan : 𝑁𝑢 𝐴𝑔 = MPa

Gaya tarik yang mempunyai harga 𝑉𝑐 = 0

e. Untuk kondisi tersebut diatas, berlaku ketentuan sebagai berikut :

 Jika 𝑉𝑢 > 𝜙 𝑉𝑐, perlu tulangan badan / sengkang dengan gaya yang harus ditahan oleh sengkang sebesar :

𝑉𝑠 = 𝑉𝑢 𝜙 − 𝑉𝑐

Untuk sengkang vertikal : 𝑉𝑠 =

𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 . 𝑑 𝑠

Untuk sengkang miring : 𝑉𝑠 =

𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 . 𝑑 sin 𝛼 + cos 𝛼 𝑠

Untuk tulangan miring : 𝑉𝑠 = 𝐴𝑣 . 𝑓𝑦sin 𝛼

(33)

Khusus untuk tulangan miring, harga 𝑉𝑠 harus <0,25 𝑓′𝑐 . 𝑏𝜔 . 𝑑 Dengan : s = jarak sengkang

𝛼 = sudut kemiringan sengkang

Nilai 𝑉𝑠 dari ke-2 persamaan diatas, harus <0,67 𝑓′𝑐 . 𝑏𝜔 . 𝑑

 Jika 𝑉𝑢 < 𝜙 𝑉𝑐, dan jika 𝑉𝑢 ≥ 1

2 𝜙 𝑉𝑐, secara teoritis tidak perlu tulangan badan, tetapi hanya disarankan sengkang minimum.

Jika 𝑉𝑢 ≥ 1

2 𝜙 𝑉𝑐, tidak memerlukan sengkang

7) Perhitungan Tulangan Geser Minimum

Bila pada suatu komponen beton bertulang bekerja gaya geser yang nilainya lebih kecil dari kekuatan geser beton 𝑉𝑐, tetapi >0,5 𝑉𝑐, maka harus dipasang tulangan minimum :

𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝐴𝑣 = 50 𝑏𝑤 . 𝑆

𝑓𝑦

Ketentuan ini tidak berlaku untuk pelat pondasi setapak, struktur beton rusak, dan untuk balok yang memiliki tinggi total tidak lebih dari nilai terbesar antara 250mm, 2,5 x tebal flens, 0,5 x lebar badan.

8) Jarak Tulangan Geser

Berdasarkan SNI pasal 3.4.5(4), jarak tulangan geser harus mengikuti ketentuan berikut :

Jarak tulangan geser yang dipasang ⊥ terhadap sumbu aksial komponen struktur ≯ 1

2 𝑑 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑠𝑚𝑎𝑘𝑠 = 600 𝑚𝑚 9) Perhitungan Tulangan Torsi

Perhitungantulangantorsi non- prategangdapatdiabaikanapabilamemenuhisyaratsebagaiberikut(SNI03-2847-2013): Tc = Ø. 0,083.λ

𝑓′𝑐

Acp 2 Pcp

>

Tu Jika, Tu< Tc, tidak perlu tulangan puntir Tu ≥ Tc, perlu tulangan puntir

(34)

Suatu penampang mampu menerima momen torsi apabila memenuhi syarat :

d

dimana :

a. Menentukan tulangan torsi transversal

Tn = Tu

ØdimanaØ = 0,85

Tulangan torsi longitudinal yang harus dipasang untuk menahan punter dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

 Luas 1 tulangan torsi yang dibutuhkan

A1 = At s

P

h fyv fyt cot 2Ɵ Dengan nilai

Dengannilai Ɵ =450 untuk komponen struktur non-prategang (SNI 03-2847-2013 pasal 1l.5.3.6)

 Dan luas total tulangan torsi longitudinal minimum ditentukan dengan rumus :

Dengan At Smin

bw 6fyv

 Banyaknya tulangan torsi yang dibutuhkan

n = A1min A1

f. Menghitung tulangan sengkang torsi

Av + 2At = 75 𝑓′𝑐𝑏𝑤𝑠 1200 fyv Dengan,

cot

.

.

A

.

2

o yv

n

f

T

s

A

t

(35)

Av + 2At ≥ 1 bw s 3 fyv Av s

=

75 𝑓′𝑐𝑏𝑤 1200 fyv

2 𝐴𝑡 𝑠 . Av Smin

=

𝑏𝑤 3𝑓𝑦𝑣

2 𝐴𝑡 𝑠

g. Jarak sengkang torsi adalah

s =

Av

75 𝑓′𝑐𝑏𝑤 1200 fyv− 2

𝐴𝑡 𝑠

Syarat spasi maksimum tulangan sengkang adalah :

 s ≥ Ph / 8

 s ≥ 300 mm Keterangan :

Aep : luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm2) Ao : luas bruto yang dibatasi oleh lintasan aliran geser (mm2)

Aoh : luas yang dibatasi garis pusat tulangan sengkang torsi terluar(mm2) At : luas kaki sengkang tertutup yang menahan punter sejarah s(mm2) Al : luas tulangan longitudinal yang memikul punter (mm2)

yh : kuat Ieleh yang disyaratkan untuk tulangan geser (MPa) fyt : kuatIelehtulangantorsi longitudinal (MPa)

fy : kuat Ieleh tulangan sengkang torsi (MPa) Pcp : keliling luar penampang beton (mm)

Ph : keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar (mm) S : spasi tulangan geser arah parallel tulangan longitudinal (mm)

2.7.1.4 Perencanaan Tangga

Struktur tangga digunakan untuk melayani aksesibilitas antar lantai pada struktur gedung bertingkat tinggi yang mempunyai tingkat lebih dari satu, serta memiliki beda elevasi dan dua bidang horisontal pad bangunan dengan lantai bangunan yang berbeda. Perhitungan optrede dan antrede tangga menggunakan rumus :

(36)

keterangan :

optrede : langkah tegak antrede : langkah datar

sudut tangga (α) = arc tan (x/y) jumlahanterde = A

jumlahoptred = O = A + 1

Desain struktur sama dengan desain pelat dan balok persegi. Tinggi dari pelat tangga minimal (hmin) adalah sebagai berikut:

hmin = 𝐿 28 tinggi h’ adalah h’ = hmin + 𝑂 2 x cos α

langkah – langkah perencanaan penulangan tangga adalah :

a. Menghitung kombinasi pembebanan (Wu) dari beban mati (D) dan beban hidup (L)

b. Menentukan tebal selimut beton (p), diameter tulangan rencana (D), dan tinggi efektif arah-x (dx) dan arah –y (dy)6

c. Dari perhitungan SAP2000 v.14 didaparkan nilai momen pada tumpuan dan lapangan baik pada pelat tangga maupun pada bordes

d. Menghitung penulangan pelat tangga dan bordes e. Perhitungan tulangan longitudinal

m = 𝑓𝑦 0,85 𝑥 𝑓′𝑐 Mu =

ø

. Mn atau Mn = 𝑀𝑢 ø dengan nilai

ø

= 0,8 Rn1 = 𝑀𝑛 𝑏.𝑑2

=

𝑀𝑛 𝑏.𝑕2

1. Rasio tulangan minimum𝜌min

𝜌𝑚𝑖𝑛 = 1,4

𝑓𝑦

2. Rasio tulangan balance

𝜌

𝑏

=

0,85𝑓

𝑐𝛽1

𝑓

𝑦

600

600 + 𝑓

𝑦

Besarnya nilai β untuk mutu beton berikut: f’c ≤ 28 Mpa, β = 0,85

(37)

f’c > 30 Mpa, β = 0,85 – 0,008 (f’c-28) 3. Rasio tulangan maksimum (𝜌max)

𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75𝜌𝑏

4. Mencari rasio penulangan (𝜌) dengan persamaaan:

𝜌 = 1

𝑚 1 − 1 −

2 𝑚 (𝑅𝑛 ) 𝑓𝑦

Pemeriksaan syarat rasio penulangan (𝜌𝑚𝑖𝑛 < 𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 < 𝜌max ⁡) 5. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan(As)

As = 𝜌𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 . 𝑏 . 𝑑

6. Menentukan jarak antar tulangan S = 0,25 𝑥 𝛱𝑥 𝑜2 𝑥 𝑏

𝑎𝑠 2.7.1.5 Perencanaan Lift

1. Kapasitas Lift

Kapasitas dan jumlah lift akan disesuaikan dengan perkiraan jumlah pemakai lift, mengingat dari segi manfaat dan efisiensi biaya, serta dilihat dari kelayakan dan besarnya bangunan.

2. Perencanaan Konstruksi a. Mekanikal

Secara mekanikal perencanaan konstruksi lift tidak direncanakan disini karena sudah direncanakan di pabrik dengan spesifikasi tertentu, sebagai dasar perencanaan konstruksi dimana lift tersebut akan diletakkan.

b. Konstruksi ruang dan tempat lift

Lift terdiri dari tiga komponen utama, yaitu :

- Mesin dengan kabel penarik serta perangkat lainnya.

- Trace / traksi / kereta penumpang yang digunakan untuk mengangkut penumpang dengan pengimbangnya.

- Ruangan dan landasan serta konstruksi penumpang untuk mesin, kereta, beban dan pengimbangnya. Ruangan dan landasan lift direncanakan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

 Ruang dan tempat mesin lift diletakkan pada lantai teratas bangunan. Oleh karenanya perlu dibuat dinding penutup

(38)

mesin yang memenuhi syarat yang dibutuhkan mesin dan kenyamanan pemakai gedung.

 Mesin lift dengan beban-beban (q) sama dengan jumlah dari berat penumpang, berat sendiri, berat traksi, dan berat pengimbangnya yang ditumpukkan pada balok portal.  Ruang terbawah diberi kelonggaran untuk menghindari

tumbukan antara lift dan lantai dasar. Ruang terbawah ini juga direncanakan sebagai tumpuan yang menahan lift pada saat maintenance.

c. Spesifikasi lift yang dipakai

Lift penumpang yang digunakan adalah merek Hyundai tipe Gearless Elevator, dengan spesifikasi sebagai berikut :

- Dapat memuat penumpang 17 orang. - Dapat menahan beban 1150 kg. - Kecepatan = 120 m/detik - Berat lift = 10 kN

2.7.1.6 Perencanaan Kolom

Perencanaan kolom struktur bangunan berdasarkan pada SNI 03 -2847 -2013 Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung. Adapun langkah-langkah perhitungannya antara lain :

1) Menentukan gaya yang bekerja seperti : gaya aksial, gaya geser, dan momen maksimum dan didapatkan dari analisis struktur dengan menggunakan program SAP2000.v14

2) Menentukan jenis portal sfruktur termasuk portal bergoyang atau portal tidak bergoyang berdasarkan SNI 03-2847-2013 Pasal. 10.10.5.2, dimana portal struktur dapat dianggap tidak bergoyang apabila nilai Q pada persamaan tidak melebihi 5%.

Q = 𝛴𝑃𝑢∆𝑜

𝛴𝑉𝑢𝑠𝑙𝑐 ≤ 0.05 Dimana :

Q : Pembesaran momen-momen kolom akibat pengaruh orde-dua. Σpu : Beban vertikal terfaktor total.

(39)

Δo : Defleksi lateral relative orde pertama pada tingkat tertentu akibat Vus. Σvus : Gaya geser tingkat horizontal pada tingkat yang ditinjau.

lc : Panjang komponen struktur tekan pada system rangka Yang diukur dari sumbu ke sumbu joint.

3) Cek kelangsingan kolom berdasarkan SNI 03-2847-2013 Pasal 10.10.1 terhadap Sistem rangka tanpa bracing untuk komponen struktur tekan dengan persamaan : 𝑘.𝑙𝑢 𝑟 ≤ 22 Dimana : Cu:tinggibersihkolom r : jari-jari girasi = 𝐴𝐼

k :rasio kelangsingan yang didapat dari grafik monogram pada (gambar2.10) penentuan factor panjang efektif.

(40)

Nilai factor tinggiefektif k harus ditentukan dengan menggunakan persamaan: Ψ = Σ EI k lnk Σ EI b lnb Dimana :

Ψ : ratio dari EI/Ψ kolom terhadap EI/Ψ balok l nk : jarak bersih antar kolom

l nb : jarak bersih antar balok I k : momen inersia kolom I b : momen inersia balok E : Ec = 4700 𝑓′𝑐 (Mpa)

EI kolom berdasarkan SNI03-2847-2013 Pasal 10.10.6.1 dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.58) dengan mempertimbangkan retak dan rangkak. EI kolom= 0,4𝐸𝑐𝐼𝑔 1+𝛽𝑑 Dimana :

d= 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑠𝑖𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑡𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑠𝑖𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 ≤ 1

4) Cek syarat komponen struktur kolom yang akan didesain berdasarkan SNI 03-2847-2013 Pasal 21.6, yaitu berupa :

a) Gaya aksial tekan terfaktor yang bekerja pada kolom melebihi 0,1 Agf’c.

b) Ukuran penampang terkecil kolom tidak kurang dari 300 mm.

c) Perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran dalam arah tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4.

d) Menentukan tulangan Longitudinal

5) Tulangan longitudinal yang digunakan harus memenuhi syarat konfigurasi tulangan berdasarkan SNI 03-2847-2013 Pasal21.6.3.1, yaitu:

Syarat rasio tulangan : 0,01 < pg < 0,06. Sehingga :

(41)

6) Menentukan kapasitas kolom

Kuat kolom direncanakan harus memenuhi 20% lebih kuat dari jumlah momen balok yang bertemu dijoint, atau memenuhi persamaan :

ΣMc ≥ 1,2 ΣMb

Adapun momen-momen yang bekerja pada joint dapat dilihat pada ilustrasi gambar 2.11

Gambar 2.10 Ilustrasi momen yang bekerja pada joint

Dimana:

Ma : Momen kolom atas Mb : Momen kolom desain Mc : Momen balok kiri Md : Momen balok kanan

Momen yang bekerja pada kolom bersesuaian dengan gaya aksial kolom, Pn, pada diagram interaksi.

7) Perhitungan tulangan transversal

Menurut SNI 03-2847-2013 Pasal 21.5.4.1, gaya geser desaini, Ve, ditentukan dari peninjauan gaya yang bekerja pada komponen struktur antarmuka joint, sesuai dengan persamaan 2.60:

Ve = 𝑀𝑢𝑡+ 𝑀𝑢𝑏

𝐼𝑛

Dimana :

Mut dan Mub : Momen terfaktor yang bekerja pada muka ujung kolom. 𝐼𝑛 : Tinggi bersih kolom.

McMa

Mb Md

(42)

a. Dalam batang𝑙𝑜 1) Perhitungan Ve

Ve tidak boleh lebih kecil dari gaya geser terfaktor hasil analisis. 2) Perhitungan Vc

Vc Dapat diambil =0, jika:

a) Ve Akibat gempa lebih besar dari 0,5Vu

b) Gaya aksial terfaktor tidak melampaui Ag f’c/20

Jika salah satu syatart tidak dipenuhi, maka Vc diperhitungkan. Vn = 𝑉𝑒 𝜑 Vc = 1 + 𝑁𝑢 14.𝐴𝑔 𝑓𝑐 6 xbwx d

Trial spasi dan diameter tulangan melalui persamaan :

Vsterpasang = 𝐴𝑠 x 𝑓𝑦 s Syarat Av> 𝑏𝑤 3𝑓𝑦 x s b. Diluar bentang 𝑙𝑜 Vc = 1 + 𝑁𝑢 14.𝐴𝑔 𝑓𝑐 6 xbwx d Jika 𝑉𝑒

𝜑 ≤ ∅ Vcuntuk bentang di luar 𝑙𝑜, maka sengkang dibutuhkan untuk geser. Dan apabila 𝑉𝑒

𝜑 ≤ ∅ Vc maka sengkang tidak dibutuhkan untuk geser tapi hanya untuk tulangan transversal.

Bedasarkan SNI 03-2847-2013 Pasal 21.6.4.4 diterangkan bahwa luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang daripada salah satu terbesar antara:

Ash = 0,3 shc x f′c f𝑦 𝑕 A𝑔 A𝑐𝑕 − 1 Ash = 0,09𝑠𝑕𝑐 x f′c 𝑓𝑦 𝑕 Dimana:

(43)

hc : dimensi penampang inti kolom diukur dari sumbu ke sumbu tulangan pengekang (mm)

Ach : luas penampang komponen struktur darisisi luar ke sisi luar tulangan transversal (mm)

Spasi maksimum adalah yang terkecil di antara: 1) ¼ cross section dimensi kolom 2) 6 kali diameter tulangan longitudinal 3) Sxmenurut persamaan adalah: Sx = 100 +

350− hx 3 Dimana: hx = 2 3hc

hx : spasi horisontal maksimum untuk kaki-kaki sengkang tertutup atau semhkang ikat pada semua muka kolom (mm).

Untuk nilai sx tidak perlu lebih besar sari 150 mm dan tidak lebih kecil dari 100 mm.

Tulangan sengkang tersebut diperlukan sepanjang 𝑙𝑜 dari ujung-ujung kolom. Dimana 𝑙𝑜 dipilih yang tersebar diantara:

1) Tinggi elemen struktur di joint(d) 2) 1/6 tinggi bersih kolom

3) 500 mm.

Dengan demikian ambil nilai 𝑙𝑜 tersebar.

Menurut SNI 03-2847-2013 Pasal 21.6.4.5 dinyatakan bahwa sepanjang sisa tinggi kolom bersih (tinggi kolom total dikurangi 𝑙𝑜 dari ujung-ujung kolom) diberi sengkang dengan spasi tidak lebih daripada nilai terkecil dari enam kali diameter tulangan longitudinal kolom atau 150 mm.

a. Konsep Kolom Sentris dan Eksentris

Berdasarkan posisi beban, kolom di bedakan menjadi 2 yaitu kolom dengan beban sentris dan kolom dengan beban eksentris. Kolom dengan beban sentris mengalami gaya aksial dan tidak mengalami momen lentur. Keruntuhan kolom dapat terjadi pada beton hancur karena tekan / baja tulangan leleh karena tarik.Kolom pendek adalah kolom yang runtuh karena materialnya, yaitu

(44)

lelehnya baja tulangan / hancurnya beton. Kolom langsing adalah kolom yang runtuh karena tekuk yang besar. Perencanaan kolom pendek didasarkan pada 2 kondisi, yaitu :

1. Kolom Sentris

Kapasitas beban sentris maksimum diperoleh dengan menambah kontribusi beton yaitu (Ag – Ast) 0,85 f’c dan kontribusi baja tulangan yaitu Ast . fy.

Dimana :

Ag = luas penampang bruto Ast = luas total tulangan baja Kapasitas sentris maksimum :

𝑃𝑜 = (𝐴𝑔− 𝐴𝑠𝑡) 0,85 𝑓′𝑐 + 𝐴𝑠𝑡 . 𝑓𝑦

Pada kenyataannya, beban eksentrisitas sebesar 0 sangat sulit terjadi dalam struktur aktual. Hal tersebut disebabkan karena ketidak tepatan ukuran kolom, tebal plat yang berbeda dan ketidaksempurnaan lainnya. Batas eksentrisitas minimal untuk kolom sengkang dalam arah tegak lurus sumbu lentur adalah 10% dari tebal kolom dan 55 untuk kolom bulat.

Berdasarkan SNI 03-2847-2013 tentang tata cara perencanaan beton untuk bangunan gedung, kuat rencana kolom tidak boleh lebih dari :

a. Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan spiral / komponen struktural tekan komposit :

𝜙 . 𝑃𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,85 . 𝜙 𝐴𝑔− 𝐴𝑠𝑡 0,85 . 𝑓′𝑐+ 𝐴𝑠𝑡 . 𝑓𝑦 b. Untuk konponen struktur non-prategang dengan tulangan pengikat :

𝜙 . 𝑃𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,80 . 𝜙 𝐴𝑔− 𝐴𝑠𝑡 0,85 . 𝑓′𝑐+ 𝐴𝑠𝑡 . 𝑓𝑦

Dengan faktor reduksi ɸ untuk kolom sengkang sebesar 0,65 dan ɸ untuk kolom bulat 0,70.

2. Kolom Eksentris

Kolom yang menahan beban eksentris mengakibatkan baja pada sisi yang tertarik akan mengalami tarik dengan garis netral dianggap kurang dari tinggi efektif penampang (d). Apabila angka kelangsingan keluar ≤ 22, maka tergolong kolom pendek. Berdasarkan regangan yang terjadi pada baja tulangan yang tertarik, kondisi awal keruntuhan digolongkan menjadi 2, yaitu :

(45)

a. Keruntuhan tarik yang diawali dengan luluhnya tulangan tarik dimana 𝑃𝑛 < 𝑃𝑛𝑏.

b. Keruntuhan tekan yang diawali dengan kehancuran beton dimana 𝑃𝑛 > 𝑃𝑛𝑏.

Kondisi balance terjadi saat baja tulangan mengalami luluh bersamaan dengan regangan beton. Beton mencapai kekuatan maksimum f’c pada saat regangan desak beton maksimal mencapai 0,003.

Perencanaan kolom eksentris diselesaikan dengan 2 cara antara lain : a. Metode pendekatan 𝑃𝑛 − 𝑀𝑛

Diagram 𝑃𝑛 − 𝑀𝑛 yaitu suatu grafik daerah batas yang menunjukan ragam kombinasi beban aksial dan momen yang dapat ditahan oleh kolom secara aman. Diagram interaksi tersebut dibagi menjadi 2 daerah yaitu daerah keruntuhan tekan dan daerah keruntuhan tarik dengan pembatasnya adalah titik balance.

Tulangan dipasang simetris untuk mempermudah pelaksanaan, mencegah kekeliruan dalam penempatan tulangan tarik / tulangan tekan dan mengantisipasi perubahan tegangan akibat beban gempa. Jika beban Pu bekerja pada penampang kolom dan berjarak e dari sumbu kolom, maka akibat yang ditimbulkan oleh beban tersebut adalah sama dengan apabila suatu pasangan yang terdiri atas beban Pu sentris dan momen Mu = Pu .e bekerja serentak pada penampang tersebut.

Gambar 2.11 kombinasi beban aksial dan momen (uniaksial) kolom simetris 2 sisi

(46)

Tinjauan kolom dengan diagram Pn – Mn diperhitungkan pada 3 kondisi, yaitu :

 Pada kondisi eksentrisitas kecil

Prinsip-prinsip pada kondisi ini dimana kuat tekan rencana memiliki nilai sebesar kuat rencana maksimum.

𝜙 . 𝑃𝑛 = 𝜙 . 𝑃𝑛 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,80 . 𝜙 𝐴𝑔 − 𝐴𝑠𝑡 0,85 . 𝑓′

𝑐 + 𝐴𝑠𝑡 . 𝑓𝑦 Sehingga kuat tekan kolom maksimum yaitu :

𝑃𝑛 =

𝜙 . 𝑃𝑢 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝜙

 Pada kondisi balance

Kondisi keruntuhan balance tercapai apabila tulangan tarik luluh dan beton mengalami batas regangan dan mulai hancur.

Gambar 2.12 Regangan baja kondisi balance

Persamaan yang diperoleh dari segitiga yang sebangun dengan persamaan sumbu netral pada kondisi balance (Cb) yaitu :

𝐶𝑏 𝑑 =

0,003 0,003 +𝑓𝑦

𝐸𝑠

Atau dengan Es = 200000, maka : 𝐶𝑏 = 600

600 + 𝑓𝑦

Persamaan kesetimbangan pada kondisi balance : 𝑃𝑛 . 𝑏 = 𝐶𝑐 . 𝑏 + 𝐶𝑠 . 𝑏 − 𝑇𝑠 . 𝑏

Dengan : 𝐶𝑐 . 𝑏 = 0,85 . 𝑓′

(47)

𝐶𝑠 . 𝑏 = 𝐴′𝑠 . 𝑓𝑠′ 𝑇𝑠 . 𝑏 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑠

Momen pada kondisi balance (eb) dapat ditulis sebagai berikut : 𝑀𝑛 . 𝑏 = 𝑃𝑛 . 𝑏 . 𝑒

= 𝐶𝑐𝑏 𝑦 −𝑎

2 + 𝐶𝑠𝑏 𝑦 − 𝑑′ + 𝑇𝑠𝑏 𝑑 − 𝑦

 Pada kondisi momen murni

Momen murni tercapai apabila tulangan tarik belum luluh sedangkan tulangan tekan telah luluh dimana Fs = tegangan tulangan tekan pada kondisi luluh. Pada kondisi momen murni keruntuhan terjadi saat hancurnya beton (Pn = Pu = 0).

Gambar 2.13 keseimbangan momen

Untuk fs dan fs’ harus menggunakan nilai aktualnya, jika regangan baja mencapai regangan lelehnya (ℇ𝑦), maka untuk 𝑓𝑠dan 𝑓𝑠’ digunakan tegangan leleh baja fy.

Regangan baja tarik : ℰ𝑠 =𝑑 − 𝑐

𝑐 . 0,003 Jika ɛs ≥ ɛy  fs = fy Jika ɛs < ɛy  fs = ɛs . Es

(48)

Regangan baja desak : ℰ𝑠′ =𝑐 − 𝑑′

𝑐 . 0,003 Jika ɛ’s ≥ ɛy  f’s = fy Jika ɛ’s < ɛy  f’s = ɛ’s . Es

Keseimbangan pada kondisi momen murni yaitu : Cc + Cs = Ts

Dimana :

Cc = 0,85 . f’c .b .ab Cs = F’s . A’s

Ts = fs . As

Selisih akibat perhitungan sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Persamaan yang diperoleh dari segitiga sebangun dengan tinggi sumbu netral pada c yaitu :

𝑓𝑠= 𝐸

𝑠 . ℇ𝑠′ = 𝐸𝑠 .

0,003 (𝑐 − 𝑑′) 𝑐

Persamaan kesetimbangan pada kondisi balance : 𝑃𝑛 .𝑏 = 𝐶𝑐.𝑏 + 𝐶𝑠.𝑏 − 𝑇𝑠𝑏 Dengan : 𝐶𝑐.𝑏 = 0,85 . 𝑓′𝑐 . 𝑎𝑏 . 𝑏 𝐶𝑠.𝑏 = 𝐴𝑠 . 𝑓 𝑠′ 𝑇𝑠.𝑏 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑠

Momen pada kondisi balance (eb) dapat ditulis sebagai berikut : 𝑀𝑛 = 𝐶𝑐 𝑦 −

𝑎

2 + 𝐶𝑠 𝑦 − 𝑑′ + 𝑇𝑠 𝑑 − 𝑦 b. Metode pendekatan Whitney (kolom bulat)

Persamaan-persamaan yang disarankan Whitney digunakan sebagai solusi alternatif dengan cara coba-coba walaupun tidak selalu konservatif khususnya apabila beban rencana terlalu dekat dengan beban balance.

Persamaan-persamaan Whitney pada kondisi keruntuhan tekan dan balance yang disarankan berdasarkan asumsi-asumsi :

Gambar

Tabel 2.1. Berat Sendiri Material Konstruksi
Tabel 2.2. Berat Sendiri Komponen Gedung
Tabel 2.3. Beban Hidup pada Struktur Lantai
Tabel 2.4. Beban Hidup pada Struktur  Atap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan Kreativitas melalui Pendekatan Tematik dalam Pembelajaran Seni Grafis Cetak Tinggi Bahan Alam di SD Sistem pendidikan Sekolah Dasar, sebagaimana diungkapkan

Tujuan dilakukan analisa ini untuk mengetahui apakah α- selulosa yang dihasilkan sudah mengalami kristalinitas, apabila sudah mengalami kristalinitas bearti residu

Untuk dapat menemukan ciri yang khas dari sinyal EEG maka diperlukan metode pengolahan yang tepat, dalam penelitian ini ciri diperoleh dari hasil ekstraksi

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat, dan bimbingan-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Proposal Skripsi dengan judul “

Prinsip dasar dalam penentuan kadar air tanah yaitu kadar air tanah dinyatakan sebagai perbandingan berat air yang ada dalam contoh tanah sebelum pengeringan dan berat contoh

limnocharis betina yang hidup pada dataran rendah memiliki diameter tympanum lebih kecil, jarak moncong sampai tympanum lebih panjang, jarak inter orbital lebih pendek, kaki

Para apresiator dalam hal ini umumnya dari golongan menengah atas, yang menyadari bahwa mengoleksi karya seni rupa adalah sebuah prestise, dan juga telah