PERFORMA AYAM HASIL PERSILANGAN PEJANTAN BANGKOK DENGAN BETINA RAS PETELUR STRAIN LOHMAN
PERFORMANCE OF CHICKEN CROSSBREED BANGKOK X LAYING HEN
Abdul Kholik*, Endang Sujana**, Iwan Setiawan **
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016
**Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran email: abdulkholik660@gmail.com
Abstrak
Penelitian dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran sejak tanggal 1 Januari sampai 25 Februari 2016 menggunakan 60 ekor ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur keturunan pertama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa (konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan FCR) ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur strain lohman pada umur panen delapan minggu. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis statistika deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur memiliki performa total konsumsi ransum selama delapan minggu untuk jantan dan betina adalah 2.802,70 gram dan 2.390,61 gram, total pertambahan bobot badan selama delapan minggu adalah 947,91 gram dan 729,61 gram dan rataan konversi ransum sebesar 2,99 dan 3,36.
Kata Kunci : Ayam bangkok x Lohman, konsumsi ransum, pertambahan berat badan, konversi ransum
Abstract
The research on Performance of Chicken Crossbreed Bangkok x Laying Hen has been conducted at Teaching Farm, Laboratory of Poultry Production, Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University from January 1st to February 25th 2016 using 60 Chickens. The purpose of this research was to determine the performance of Chicken Crossbreed Bangkok x Laying Hen including feed consumption, body weight gain and FCR at the age of eight weeks. The data was analyzed using statistic descriptive. The result indicated that the performance of Chicken Crossbreed Bangkok x Laying Hen has total feed consumption during eight weeks was 2802,70 gram and 2390,61, total body weight gain 947,91 gram and 729,61 gram and FCR was 2,99 and 3,36.
Key Words : Chicken crossbreed bangkok x Lohman hen, feed consumption, body weight gain, FCR
PENDAHULUAN
Usaha peternakan ayam lokal di Indonesia sudah semakin berkembang, hal ini dapat dilihat dari banyaknya peternak yang membudidayakan dan semakin menjamurnya rumah makan yang menawarkan daging ayam lokal sebagai kuliner unggulan. Walaupun realita di
masyarakat daging ayam yang lebih banyak dijual dipasar adalah daging broiler, namun bukan berarti permintaan daging ayam lokal rendah. Permintaan daging ayam lokal yang terus meningkat dari tahun ke tahun belum sepenuhnya dapat dipenuhi dikarenakan sulitnya mendapatkan bibit dan pertumbuhannya lambat.
Berbagai cara telah dilakukan untuk meningkatkan produksi ayam lokal, terutama sebagai penghasil daging. Salah satu terobosan yang ditempuh adalah melakukan persilangan ayam lokal jantan unggul dengan ayam ras betina petelur, sehingga dihasilkan ayam niaga yang diharapkan pertumbuhannya cepat dan rasa dagingnya tidak jauh berbeda dengan daging ayam lokal.
Saat ini telah dikembangkan ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur yang dikenal dengan nama Ayam Jawa Super. Ayam tersebut merupakan hasil persilangan yang memiliki pertumbuhan cepat dibandingkan ayam lokal dan dipersepsi memiliki karakteristik daging mirip dengan ayam lokal. Ayam hasil persilangan ini menjadi peluang usaha baru yang sangat menggiurkan, karena dapat diterima oleh masyarakat sehingga permintaannya cukup tinggi.
Mengingat perkembangan ayam hasil persilangan antara ayam lokal dengan ayam ras semakin pesat seiring dengan permintaan konsumen yang terus meningkat maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Performa Ayam Hasil Persilangan Pejantan Bangkok dengan Betina Ras Petelur“.
BAHAN DAN METODE 1. Bahan
Ternak Penelitian
Ternak penelitian yang digunakan adalah ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur strain lohman keturunan pertama, berumur satu hari (day old chick) sebanyak 60 ekor, jantan dan betina dipisahkan pada saat umur lima minggu.
Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium berumur satu hari (day old chick)
b. Ransum komersial berasal dari PT. Charoend Phokphand c. Desinfektan
d. Sekam Padi e. Air Bersih f. Vitamin
g. Vaksin ND dan Gumboro Peralatan yang Digunakan
Alat yang digunakan selama penelitian berlangsung yakni meliputi: a. Kandang pemeliharaan
Kandang yang digunakan sistem litter sebanyak 12 buah, masing-masing berukuran 80×100 sentimeter, diisi 5 ekor ayam setiap kandang. Setiap kandang dilengkapi tempat pakan dengan kapasitas 3 kg dan tempat minum berkapasitas 1 liter.
c. Tempat pakan d. Termometer e. Brooder f. Timbangan digital g. Alat tulis h. Laptop i. Lampu 5 watt
j. Water sprayer (alat penyemprot air)
2. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksperimental, data dianalisis secara deskriptif. Penelitian dilaksanakan selama delapan minggu, sesuai umur panen ayam yang umum dilakukan pada ayam persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur.
Prosedur Penelitian
Beberapa tahapan telah dilakukan dalam pengamatan performa (konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan FCR) ayam persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur meliputi:
a. Mempersiapkan kandang beserta peralatannya di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
b. Membersihkan kandang beserta peralatanya c. Melakukan pengapuran
d. Melakukan penaburan sekam
e. Pembelian DOC ayam hasil persilangan pejantan bangkok dengan betina ras petelur dari CV. Rafli dan Danu’s Farm Klaten, Jawa Tengah
f. Pemasangan brooder g. Penandaan DOC h. Penimbangan DOC
i. Melakukan pemeliharaan ayam selama delapan minggu sesuai lamanya penelitian j. Setiap minggu dilakukan penimbangan sampai minggu ke delapan sesuai lamanya
penelitian
k. Setiap hari dilakukan penimbangan pakan yang diberikan dan sisa pakan yang tidak di konsumsi
l. Mencatat suhu dan kelembaban ruangan m. Melakukan penambahan sekam tiga hari sekali Peubah yang Diamati dengan Cara Perhitungannya
Terdapat beberapa peubah yang diamati dan cara pengukurannya, meliputi: a. Konsumsi ransum (gram per ekor)
Konsumsi ransum diukur setiap satu minggu satu kali dengan cara menghitung selisih antara ransum yang diberikan pada awal minggu dengan sisa ransum yang tersisa pada
minggu berikutnya dalam satuan gram, kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan data konsumsi ransum selama penelitian.
Guna menghitung konsumsi ransum digunakan rumus :
Konsumsi ransum (gram) = Ransum yang diberikan (gram) –ransum yang tersisa (gram)
b. Pertambahan bobot badan (gram per ekor)
Pertambahan bobot badan diukur setiap satu minggu satu kali selama penelitian, berdasarkan selisih antara bobot badan akhir minggu ke delapan dengan bobot badan awal minggu dalam satuan gram. Guna menghitung pertambahan bobot badan digunakan rumus :
PBB (gram/ekor) = Berat Badan Akhir (gram) – Berat Badan Awal per minggu (gram)
c. Konversi ransum atau FCR
Konversi ransum dihitung dengan membagi jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dicapai. Konversi ransum dihitung dengan rumus :
Konversi Ransum (FCR) =Pertambahan Bobot BadanRansum yang dikonsumsi
Analisis Statistik
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis statistika deskriptif terhadap performa ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur sebagai berikut : a. Rataan data kuantitatif dihitung dengan jalan membagi jumlah nilai data oleh banyaknya
data. 𝑥̅ = ∑ 𝑋𝑖 𝑁 𝑖=1 𝑛 Keterangan : 𝑥̅ = Rata-Rata ∑𝑁 𝑋𝑖
𝑖=1 = Jumlah data x ke-i
n = Jumlah data
b. Simpangan Baku atau Standar Deviasi
Simpangan baku adalah akar dari ragam. Ragam merupakan jumlah kuadrat semua deviasi nilai-nilai individu terhadap rata-rata populasi, rumusnya adalah :
S = √∑ (𝑥𝑖−𝑥̅) 2 𝑁 𝑖=1 𝑛−1 Keterangan : S = Simpangan Baku 𝑥𝑖 = Nilai data ke-i 𝑥̅ = Rata-rata populasi
n = Jumlah data c. Koefisien Variasi
Koefisien variasi merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui besarnya variasi nilai dari hasil pengukuran variabel yang diamati dengan menggunakan rumus :
𝐾𝑉 = 𝑠 𝑥̅𝑥 100% Keterangan : KV = Koefisien Variasi S = Simpangan Baku 𝑥̅ = Rata-rata
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi ransum
Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat nutrient yang lain. Banyak faktor yang mempengangaruhi konsumsi ransum salah satunya faktor genetik. Konsumsi ransum ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur disajikan pada Tabel 3.
Tabel. 3 Rataan Konsumsi Ransum Ayam Hasil Persilangan Pejantan Bangkok dengan Betina Ras Petelur Selama delapan minggu.
Keterangan : ♂ = Jantan, ♀ = Betina
Rataan konsumsi ransum ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur setiap minggu terus meningkat sampai umur 8 minggu, dengan masing-masing ratanya adalah 350,33 gram dan 298,82 gram untuk ayam jantan dan betina. Demikian pula konsumsi ransum per hari memiliki fenomena yang sama dengan rata-rata 50,04 gram pada ayam jantan dan 42,68 gram pada ayam betina. Fenomena tersebut sejalan dengan pendapat Sinaga (2009)
Umur (minggu)
Konsumsi Ransum/Minggu Konsumsi Ransum/Hari (♂) (g/ekor) (♀) (g/ekor) (♂) (g/ekor) (♀) (g/ekor) 1 57,61 57,26 8,23 8,18 2 175,58 175,57 25,08 25,08 3 262,79 262,76 37,54 37,53 4 281,82 281,96 40,26 40,28 5 405,55 314,61 57,93 44,94 6 462,29 371,69 66,04 53,09 7 525,55 429,96 75,07 61,42 8 631,47 496,76 90,21 70,96 ∑ 2802,70 2390,61 400,36 341,48 Rataan 350,33 298,82 50,04 42,68
yang menyatakan bahwa jumlah ransum yang dikonsumsi akan meningkat dengan bertambahnya umur ternak.
Perbedaan konsumsi ransum antara jantan dan betina merupakan fenomena umum yang ditemukan pada ternak sebagaimana dikemukakan oleh Wahyu (2004) bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu bangsa, tipe ayam, jenis kelamin, kandungan energi metabolis, protein, dan suhu lingkungan.
Ilustrasi 1. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Hasil Persilangan Pejantan Bangkok dengan Betina Ras Petelur per Minggu
Terlihat dari Ilustrasi 1, konsumsi ransum ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur dari minggu pertama sampai minggu keempat memiliki nilai sama. Hal tersebut disebabkan ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur pada umur satu sampai empat minggu belum dipisahkan berdasarkan jenis kelamin.
Pada penelitian ini, konsumsi ransum per minggu ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur pada umur 8 minggu masing-masing mencapai 631,47 gram untuk jantan dan 496,76 gram untuk betina jauh lebih tinggi dari konsumsi ransum ayam lokal yang hanya mencapai 390 gram sebagaimana dikemukakan oleh Kholid (2011). Tingginya perbedaan ini diduga karena adanya efek heterosis yang menguntungkan sebagai akibat persilangan. Nesheim (1979) mengemukakan bahwa tujuan dari persilangan adalah menghasilkan individu yang mencirikan kedua sifat dari tetuanya. Perkawinan silang digunakan untuk mengkombinasikan sifat yang diinginkan dari kedua tetua terhadap penampilan keturunannya sehingga keturunan baru yang dihasilkan akan memiliki keunggulan dibandingkan dengan rerata penampilan kedua tetuanya (Lasley, 1978).
Pertambahan bobot badan
Pertambahan bobot badan merupakan manifestasi dari perubahan sel, yaitu telah mengalami pertambahan jumlah sel dan pembesaran ukuran sel yang dicapai oleh seekor ternak selama periode tertentu. Pertambahan bobot badan ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur disajikan pada Tabel 4.
0 200 400 600 800 1 2 3 4 5 6 7 8 Gr am Minggu
Konsumsi Pakan
(♂) (♀)Tabel. 4 Pertambahan Bobot Badan Ayam Hasil Persilangan Pejantan Bangkok dengan Betina Ras Petelur Selama Delapan Minggu.
Umur (minggu)
Pertambahan Bobot Badan/Minggu Pertambahan Bobot Badan/Hari ♂ (g/ekor) ♀ (g/ekor) ♂ (g/ekor) ♀ (g/ekor)
1 15,91 14,69 2,27 2,09 2 62,11 52,38 8,87 7,48 3 94,67 78,69 13,52 11,24 4 101,47 76,07 14,49 10,86 5 143,73 107,46 20,53 15,35 6 162,26 123,46 23,18 17,63 7 170,79 133,38 24,39 1905 8 196,94 143,46 28,13 20,49 ∑ 947,91 729,61 135,41 104,22 Rataan 118,48 91,20 16,92 13,02
Minimal Pertambahan Bobot Badan Selama 8 Minggu (g) 802 603 Maksimal Pertambahan Bobot Badan Selama 8 Minggu (g) 1132 973
Simpangan Baku Selama 8 Minggu 56,16 55,49
Keterangan : ♂ = Jantan, ♀ = Betina
Rataan pertambahan bobot badan setiap hari ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur masing-masing adalah 16,92 g/ekor dan 13,02 g/ekor untuk jantan dan betina. Rataan pertambahan bobot badan setiap minggunya untuk betina mencapai 91,20 g/ekor dan jantan lebih tinggi yaitu 118,48 g/ekor, sedangkan standar pertambahan bobot badan ayam ras petelur strain Lohman jenis kelamin jantan mencapai 101,43 g/ekor (Rama Jaya Farm, 2009) dan rataan pertambahan bobot badan ayam lokal mencapai 69,25 g/ekor (Kholid, 2011). Kondisi tersebut menunjukan bahwa pertambahan bobot badan jantan ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur lebih baik dari standar pertambahan bobot badan jantan pada ayam ras petelur maupun ayam lokal, sedangkan rataan pertambahan bobot badan betinanya lebih tinggi dari pertambahan bobot badan ayam lokal jantan tetapi lebih rendah dari rataan standar pertambahan bobot badan jantan ayam ras petelur
strain Lohman.
Perbedaan tersebut dikarenakan adanya efek heterosis sebagai akibat penggunaan pejantan Bangkok yang pada dasarnya memiliki postur yang besar dengan pertambahan bobot badan yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Jull (1951); Robinson (1996) dan Smyth (1988) bahwa persilangan dapat mengkombinasikan gen-gen yang sangat berbeda dari sumber-sumber yang sangat berbeda, karena setiap tetua mempunyai gen-gen dominan dalam keadaan heterozygot. Beberapa gen dominan diperoleh dari tetua pejantan dan gen dominan lain dari tetua lainnya dan kebanyakan gen-gen dominan mempunyai efek yang menguntungkan, maka
keturunan yang diperoleh akan mempunyai beberapa sifat yang lebih baik dibandingkan dengan tetuanya.
Tingginya rataan pertambahan bobot badan ayam jantan dibandingkan dengan ayam betina erat kaitannya dengan perbedaan status fisiologis dimana pada ayam jantan memiliki hormon androgen yang sangat berperan dalam memacu percepatan pertumbuhan. Selain itu, ayam jantan memiliki kemampuan mengkonsumsi ransum yang lebih tinggi sehingga mendorong pertumbuhan yang lebih cepat dengan pertambahan bobot badan lebih besar. Wahju (2004), mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah bangsa, tipe ayam, jenis kelamin, energi metabolis, kandungan protein, dan suhu lingkungan. Sifat individu, baik sifat kualitatif maupun sifat kuantitatif ditentukan oleh gen dan allele nya yang tersusun dalam pasangan DNA yang ditemukan dalam sel. Dua Kopi DNA yang sempurna menentukan atau mengontrol gambaran dan sifat pengembangan tubuh, fisiologi dan tingkah laku (Sidadolog, 2011).
Ilustrasi 2. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Hasil Persilangan Pejantan Bangkok dengan Betina Ras Petelur
Berdasarkan Ilustrasi 2, pertambahan bobot badan ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur jenis kelamin jantan selalu meningkat, sedangkan pada betina mengalami penurunan di minggu ke empat sebesar 2,62g dibadingkan minggu ke tiga. Turunnya pertambahan bobot badan pada betina mengindikasikan perbedaan sensitifitas terhadap perubahan temperatur diluar zona nyaman ayam yaitu 30oC. Hal ini menyebabkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh, sehingga ayam akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya dalam keadaan relatif konstan antara lain melalui peningkatan frekuensi pernafasan dan jumlah konsumsi air minum serta penurunan konsumsi ransum. Akibatnya, pertumbuhan ternak menjadi lambat dan produksi menjadi rendah,namun pada minggu kelima suhu dalam kandang sudah mulai relatif konstan, sehingga pertambahan bobot badan minggu kelima naik lagi. Penomena ini sesuai pendapat Noor dan Seminar (2009) perubahan temperatur mempengaruhi keseimbangan reaksi biokimia, terutama pembentukan ikatan kimia yang lemah sehingga ternak yang dipelihara diatas suhu nyaman akan mengalami perubahan fisiologis. 15, 91 62, 11 94, 67 101, 47 143, 73 162, 26 170, 79 196, 94 14, 69 52, 38 78, 69 76, 07 107, 46 123, 46 133, 38 143, 46 1 2 3 4 5 6 7 8 (♂) (♀)
Konversi ransum atau FCR
Konversi ransum yaitu salah satu indikator guna mengetahui efisiensi ternak dalam penggunaan pakan. Konversi ransum pada ayam diartikan sebagai jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 (satu) kilogram bobot hidup. Konversi ransum ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur disajikan pada Tabel 5.
Tabel. 5 Konversi ransum ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur
Minggu Jenis kelamin
(♂) Jenis kelamin (♀) 1 2 3 4 5 6 7 8 3,62 2,82 2,77 2,77 2,82 2,84 3,07 3,20 3,89 3,35 3,33 3,70 2,92 3,01 3,22 3,46 Rataan 2,99 3,36 Keterangan : ♂ = Jantan ♀= Betina
Berdasarkan Tabel 5, rataan konversi ransum ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur jenis kelamin jantan, yaitu sebesar 2,99 dan jenis kelamin betina sebesar 3,36. Pada jantan, nilai konversi ransumnya jauh lebih kecil dibandingkan angka konversi ransum ayam lokal yang dilaporkan Kholid (2011) yaitu 3,30. Kondisi ini menunjukan bahwa ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur jenis kelamin jantan lebih efisien dalam penggunaan ransum dari ayam lokal. Perbedaan rataan konversi ransum diduga disebabkan oleh pengaruh kemampun mengkonsumsi ransum, kemampuan mencerna nutrient yang terdapat dalam ransum, dan perbedaan jenis kelamin, karena dimorfisme seksual ayam jenis kelamin jantan dan betina berbeda. Hal ini sesuai pendapat Diwyanto dkk., (2011)Pertumbuhan antara ayam jantan dan betina berbeda, salah satu penyebabnya karena faktor hormon reproduksi yaitu ternak jantan menghasilkan hormon testosteron sedangkan ternak betina menghasilkan hormon estrogen yang terdapat dalam tubuh ternak sehingga berpengaruh terhadap performa ternak jantan dan betina.
Ilustrasi 3. Rataan Konversi Ransum per Ekor Ayam Jantan dan Betina Hasil Persilangan Pejantan Bangkok dengan Betina Ras Petelur.
Berdasarkan Ilustrasi 3, rataan konversi ransum tertinggi pada ayam jantan terjadi di minggu pertama sebesar 3,62 dan terendah pada minggu ke 3 dan 4, sedangkan pada ayam betina rataan konversi ransum tertinggi terjadi pada minggu pertama yaitu 3,89 dan terendah pada minggu ke lima yaitu 2,92. Tingginya konversi ransum pada minggu pertama diduga karena ayam dalam kondisi stress akibat transportasi dan tagging, sedangkan terjadinya perbedaan konversi ransum pada minggu ke enam sampai minggu kedelapan yang cenderung meningkat dari minggu sebelumnya disebabkan terjadinya penurunan kemampuan ternak dalam mengkonversi nutrient dalam ransum menjadi bobot badan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lesson (2000) yang menyatakan bahwa semakin dewasa ayam maka nilai konversi ransumnya akan semakin besar.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur memiliki performa:
1. Total konsumsi ransum selama delapan minggu untuk jantan dan betina adalah 2802,70 gram dan 2390,61 gram.
2. Total pertambahan bobot badan selama delapan minggu untuk ayam jantan dan betina adalah 947,91 gram dan 729,61 gram.
3. Rata-rata konversi ransum/FCR untuk ayam jantan dan betina masing-masing 2,99 dan 3,36.
SARAN
Guna memperoleh efisiensi budidaya ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur perlu dilakukan penelitian lebih lanjut khususnya terkait dengan kebutuhan nutrisi dan lingkungan mikro yang ideal.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung khususnya Pembimbing Utama Endang Sujana, S.Pt., M.P. dan Pembimbing Anggota Dr. Ir. Iwan Setiawan, DEA.,
0 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 G ra m Minggu FCR (♂) (♀)
serta M Nurihsan, S.Pt. dan Pri Riznaya, S.Pt. yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan motivasi, saran, serta bimbingan dalam langkah penulisan dan penyelesaian penyusunan skripsi ini. DAFTAR PUSTAKA
Aman, Y. 2011. Ayam Kampung Unggul. Penerbit penebar swadaya. Jakarta.
Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir Ilmu Makanan Ternak Unggas. Cetakan pertama. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Budiwati, T. 1982. Pengkajian Beberapa Sifat Kualitatif Ayam sebagai Dasar Pertimbagnan
Seleksi. Poult.Ind.46:10.
Diwyanto, K., D. Zainuddin, T. Sartika, S. Rahayu, Djufri, C. Arifin dan Cholil. 2011. Model
pengembangan peternakan rakyat terpadu berorientasi agribisnis: komoditas ayam lokal. Laporan Kerjasama Direktorat Jenderal dengan Balitnak Ciawi, Bogor.
Edjeng, S. Umiyati, A. dan Ruhyat, K. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Cetakan kedua. Penebar Swadaya. Jakarta.
Engel, M.S. 1990. Analisis sifat phenotip dan genetik ayam dari beberapa daerah di Indonesia.
Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Ensminger. M. E., J. E. Oldfield and W. W. Heinemann. 1992. Feeds and Nutrition. 2nd. Ensminger Publishing Company. California, USA
Falconer, 1983. Introduction to Quantitative Genetics, Oliver and Boyd. hal. 283.
Forbes, J.M. 1986. The Voluntary Food Intake of Farm Animals. Butterworths & Co. (Publishers) Ltd, London.
Falconer, D.S. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. 4th ED., Longman Inc., New York. Harjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta. Gramedia
Widiasarana
Hutt, F.B. 1949. Genetics of the Fowl. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York, Toronto, London.
James, R. G. 2004. Modern livestock and Poultry Production.7th Edition. Thomson Delmar Learning Inc., FFA Activities, London.
Jull, M.A. 1951. Poultry Breeding. 2 lst Edition Mc Graw-Hill Book Company. New York. Kamal. M. 1994. Nutrisi Ternak I. Lab.Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Kholid, Anwar. 2011. Panduan Sukses Beternak dan Bisnis Ayam Kampung. Yogyakarta: Penerbit Pinang Merah.
Lacy, M. and L. R. Vest. 2000. Improving Feed Convertion in Broiler : A Guide for Growers. Springer Science and Business Media Inc, New York.
Lasley, J.F. 1978. Genetic of Livestock Improvement. 3rd Ed. Prentice Hall of India Private. New Delhi.
Lesson , S and J. D. 2000. Pengaruh Penggunaan Ampas Tahu Terhadap Efesiensi
Penggunaan Protein Oleh Ayam Pedaging. Jurnal Ilmiah, Semarang. Mc Nitt, J. L,.
1983. Livestock Husbandry Techniques. Granada Publishing.
Nesheim, M.C., R.E. Austic and L.E. Card. 1979. Poultry Production. 12th Ed. Lea Febiger, Philadelphia.
Noor, R. R., Seminar KB. 2009. Rahasia dan Hikmah Pewarisan sifat (Ilmu Genetik dalam
Al-Qur’an). IPB Press. Bogor.
North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Chamman and Hall. London.
NRC. 1994. Nutrien Requirements of Poultry. 9th ed. National Academy Press. Warhington.D.C
PT. Multi Breeder Adirama Indonesia. 2005. Standar Performan Produksi Strain Lohman. Multi Breeder Adirama Indonesia. Lampung.
Rahmat, R. 2003. Intensifikasi dan Kiat Pengembangan Ayam Buras. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rama J. 2009. Standar Performan Produksi Ayam Jantan Tipe Petelur per 1000 Ekor. Bandar Lampung.
Rasyaf, M. 2001. Manajemen Bisnis Peternakan Ayam Petelur. Penerbit Swadaya. Jakarta. Rasyaf, M., 1994. Makanan Broiler. Kanisius, Yogyakarta.
Rasyaf, M. 1993. Memelihara Ayam Buras. Kanisius. Yogyakarta.
Robinson, D. 1996. Models which might explain negatif correlations between direct and
maternal genetik effects. Livest. Prod. Sci. 45: 111–122.
Scanes, C.G, G. Brant and M.E. Ensminger. 2004. Poultry Science. 4 lst Edition. Pearson Edycation, Inc., Upper Saddle River, New Jersey.
Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 3rd Ed. ML. Scott and ASS, Ithaca.
Setyo, W. 1996. Petunjuk Beternak Ayam Buras. Press, Gitamedia. Surabaya
Sidadolog, J.H.P. 2011. Pemuliaan Sebagai Sarana Pelestarian Dan Pengembangan Ayam
Lokal. Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Sidadolog, J.H.P. 2001. Manajemen Ternak Unggas. Laboratorium Ternak Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sinaga, S. 2009. Nutrisi dan Ransum Babi. www. Wordpress.com (Diakses 11 Maret 2016). Siregar. A.P. M. Sabrani dan Soeprawiro. 1982. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia.
Cetakan kedua. Marguie Grup. Jakarta.
Skrbic, Z., Z. Pavlovski, M. Lukic, L. Peric, and N. Milosevic. 2009. The effect of stocking
density on certain broiler welfare parameter. Biotechnology in Animal Husbandry. 25:
Smith, J.B., Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan
Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan ke-2. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Suprijatna, E. A, Atmomarsono. R, Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syukur, D.A (2006). Biosecurity Terhadap Cemaran Mikroba Dalam Menjaga Keamanan
Pangan Asal Hewan.
Tillman, A. D., H. Hardi., S. Reksohadiprojo., S. Prawirokusumo & S. Lebdosoekojo. 1991.
Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi Keempat. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Wiharto. 1999. Dasar Ilmu Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Yamesa, N. 2010. Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur Pada
Perusahaan AAPS Kecamatan Guguak, Kabupaten 50 Kota, Sumatra Barat. Sekripsi
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.