278
Analisa Problem Difraksi Pada Celah dengan
Regularisasi TSVD dan Tikhonov
Mudrik Alaydrus
Teknik Elektro, Universitas Mercu Buana JL. Raya Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta, 11650
E-mail : [email protected]
Abstrak-- Dalam problem difraksi serikng
diketahui gelombang difraksi dan dicari gelombang sumber dari difraksi ini. Jika data gelombang difraksi yang diukur mengandung kesalahan, misalnya diakibatkan oleh noise, maka solusi problem invers dengan inverse matriks akan memberikan hasil yang secara fisika tidak memiliki makna. Problem yang seperti ini memiliki masalah dengan stabilitasnya, sehingga perlu dilakukan regularisasi. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengamati nilai singular dari matriks sistim dengan Singular Value Decomposition. Metoda regularisasi Truncated Singular Value Decomposition memotong nilai singular yang lebih kecil dari noise sedangkan regularisasi Tikhonov menggunakan sebuah fungsi filter, yang melakukan modifikasi pada factor pembeban setiap nilai singular. Hasil pengamatan menunjukkan model bisa direkonstruksi dengan cukup baik, tetapi besaran amplitudonya mengecil cukup signifikan.
Kata Kunci : difraksi gelombang, problem
invers, regularisasi Tikhonov, SVD, TSVD
I. PENDAHULUAN
Problem difraksi memainkan peranan penting dalam pelbagai aplikasi teknik dari disiplin ilmu fisika. Gelombang elektromagnetika (termasuk di dalamnya cahaya) dan gelombang suara, jika berada di ruang yang homogen, akan merambat sepanjang garis lurus. Jika di ruang tersebut terdapat gangguan, misalnya terdapat struktur yang memiliki karakteristik material yang berbeda, maka akan terjadi difraksi atau penghamburan gelombang. Di dalam fisika dikenal konsep integral lipatan (convolution integal), dengan integrasi ini bisa dihitung gelombang difraksi, jika sumber difraksi (misalnya arus listrik) dikenal. Operator atau kernel integrasi ini, yang kerap disebut sebagai fungsi Green, memainkan peranan penting dalam proses perhitungan itu sendiri. Dengan proses integrasi ini, ada tiga hal yang memainkan peranan, yang pertama lingkungan terjadinya difraksi, dinyatakan oleh operator atau sistim, yang kedua input, berupa sumber terjadinya difraksi dan yang ketiga adalah besaran gelombang difraksi itu sendiri.
II. PROBLEM DIFRAKSI CAHAYA PADA CELAH
Formulasi masalah yang dibahas di penelitian ini adalah sebuah gelombang elektromagnetika m(θ) yang datang membentuk sudut θ terhadap bidang normal. Gelombang ini mengenai bidang yang opaque (misalnya metal) dengan sebuah celah dengan lebar a. Di ruang sisi sebelah kanan (gambar 1) akan terbentuk gelombang difraksi d(φ) [1].
Gambar 1. Formulasi masalah
Permasalahan ini bisa diberikan dengan hubungan integrasi berikut ini
ϑ ϑ ϕ ϑ ϕ π π d m G d( ) ( , ) ( ) 2 / 2 / ⋅ =
∫
− (1) dengan(
)
(
)
(
)
2 2 sin sin sin sin sin cos cos ) , ( ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = ϕ ϑ λ π ϕ ϑ λ π ϕ ϑ ϕ ϑ a a G (2)Pada problem maju/langsung (forward atau direct problem) diberikan nilai dari gelombang datang m(ϑ), dengan integrasi yang diberikan di persamaan (1) dan kernel di persamaan (2). Perhitungan integrasi ini pada realisasinya dilakukan dengan bantuan komputer, yaitu algoritma integrasi numerik, yang bekerja secara diskret. Gambar 2 menunjukkan posisi diskret dari pengamatan
n i n i i 2) 1,2, , 1 ( 2+ − = L − = π π ϕ
279 n j j π π ϑ ) 2 1 ( 2+ − = , untuk j = 1,2 , ..., n
Gambar 2. Formulasi masalah ke wilayah diskret Persamaan integral bisa diubah menjadi sistim persamaan linier,
(
ϑ ϕ)
( )
ϑ ϑ(
ϑ ϕ)
( )
ϑ ϑ ϕj =G j m Δ + +G n j m n Δd( ) 1, 1 L ,
untuk j=1,2,..,n. Dengan notasi matriks didapatkan persamaan ] ][ [ ] [d = G m (3)
Gambar 3 menunjukkan kolom dari matriks G untuk n = 20. Kolom matriks ini bersifat simetris G(:,11)=G(:,10), dan seterusnya. Karakteristik dari matriks G yang simetris ini memberikan hasil yang juga simetris. Kolom dari matriks G ini membentuk ruang kolom (column space) yang kombinasi liniernya merupakan gelombang difraksi d [3].
Gambar 3. Ruang kolom (column space) dari matriks G (d adalah kombinasi linier dari ruang kolom ini)
Dengan menggunakan gelombang datang (excitation) berupa impuls (spike) berturut-turut pada i = 10 dan 15, dihasilkan data d pada gambar 4 dan 5. Hasil ini bisa diprediksi dari gambar 3. Untuk eksitasi impuls pada i=10, maka vektor m, yang merupakan faktor pengali dari kombinasi linier kolom-kolom matriks G, hanya memiliki nilai di m(10)=1, yang lainnya bernilai 0, sehingga gelombang difraksi d, memiliki nilai yang sama dengan G(:,10).
Demikian juga untuk i=15, karena simetri dari matriks G, maka d untuk eksitasi ini, sama dengan G(:,6).
Gambar 4. Data d dengan eksitasi m(i=10)=1, dan m(i)=0 untuk i≠10.
Gambar 5. Data d dengan eksitasi m(i=15)=1, dan m(i)=0 untuk i≠15.
III. PROBLEM INVERSI DAN SINGULAR VALUE DECOMPOSITION (SVD)
Pada prakteknya sering kali ditemukan, justru gelombang difraksinya yang dikenal (misalnya melalui suatu pengukuran), dan m perlu dihitung. Dari persamaan (3), secara teoretis bisa dihitung inversi dari matriks G, sehingga
] [ ] [ ] [ 1 d G m = − (4)
Menggunakan matriks G dan data d yang telah dikenal di gambar 4 dan gambar 5, prosedur di persamaan (4) secara praktis memberikan hasil impuls sinyal m pada i=10 dan i=15.
Data hasil pengukuran, d, biasanya mengandung noise. Data d yang ada pada gambar 4 dikontaminasikan dengan noise dengan varians 10-6.
Gambar 6 menunjukkan data d tanpa noise, yang diberikan secara logaritma untuk lebih menampakkan seberapa kecil noise dibandingkan dengan data. Di gambar 6 ini-pun terlihat, data d dan data d + noise hampir tak ada bedanya, karena noise yang cukup kecil.
280 Gambar 6. Data d dengan eksitasi m(i=10)=1, dan
m(i)=0 untuk i≠10, additive noise dengan varians 10-6, dan d + noise.
Solusi permasalah dengan menggunakan persamaan (4) dikenal juga dengan solusi naif, untuk kasus dengan noise ini, memberikan hasil m seperti yang ditunjukkan di gambar 7. Terlihat fluktuasi data yang sangat cepat dan amplitudo yang sangat tinggi. Data ini secara fisika pasti salah, karena energi yang terkandung sangat besar. Dari definisi Hadamard [2], problem yang seperti ini disebut juga problem ill-posed. Yaitu suatu jenis problem yang tidak stabil, yang karena ada sedikit perubahan pada suatu sinyalnya (dalam hal ini data), maka terjadi perubahan yang sangat besar pada modelnya m.
Gambar 7. Data rekonstruksi m dengan d yang terkena noise dengan varians 10-6.
Untuk mendapatkan informasi mengenai kejadian tersebut di atas, dilakukan pengamatan lebih lengkap terhadap matriks G. Setiap matriks pada dasarnya bisa didekomposisikan dalam nilai singulernya [3], T V S U G] [ ] [ ] [ ] [ = (5)
Andaikan matriks G adalah matriks segiempat dengan dimensi m x n. Matrix [U] dan [V] bersifat ortonormal dan kuadratis sedangkan matrix [S] adalah matrix diagonal dengan elemennya merupakan nilai singular yang bernilai positif.
Moore dan Penrose [1] mengusulkan cara untuk menghitung inverse dari matrix G dengan menggunakan SVD, inverse ini merupakan generalisasi inverse, atau disebut juga pseudo-inverse dari G, yaitu T
U
S
V
G
]
[
][
]
[
]
[
+=
−1 (6) Dengan pseudo-inverse ini bisa dihitung model, atau]
[
]
[
]
[
m
=
G
+d
(7)Inverse seperti ini dinamakan Moore-Penrose pseudoinverse. Sehingga vector model bisa dihitung menjadi
[ ] [ ] [ ]
i n i i T V z d U S V d G m ., 1 1 ] [ ] [ ] [ ] [ ⋅ = = =∑
= − + + Dengan[ ] [ ]
⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = = − m T m T T m T d d d U U U s s s d U S z M M L M O M L 2 1 ., 2 ., 1 ., 2 1 1 1 0 1 0 0 0 1 ] [ ] [ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⋅ ⋅ ⋅ = ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⋅ ⋅ ⋅ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = m T m T T T m T T m s d U s d U s d U d U d U d U s s s z ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ 1 0 1 0 0 0 1 ] [ ., 2 2 ., 1 1 ., ., 2 ., 1 ., 2 1 M M L M O M L Sehingga[ ]
∑
= += n i i i T i V s d U m 1 ., .,[ ][ ] ] [ (8)Persamaan (8) memberikan informasi yang sangat jelas terhadap fenomena didapatinya nilai m yang sangat besar di gambar 7.
Di persamaan (8) terlihat m berbanding lurus dengan hasil bagi noise dengan nilai singuler. Jadi jika nilai singulernya sangat kecil, jauh lebih kecil dari noise, akan didapatkan nilai yang besar. Gambar 8 memberikan nilai singuler dari matriks G untuk kasus n=20, tampak nilai singuler dengan ordo 10-15. Dengan
noise bervarians 10-6, didapatkan perbandingan 109,
281 Gambar 8. Nilai singular dari matriks G untuk n = 20.
IV. REGULARISASI TSVD DAN TIKHONOV
Regularisasi adalah suatu langkah yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang wajar. Langkah ini dijalankan dengan mengubah problem atau struktur dari problem, yang pada akhirnya akan didapatkan suatu kondisi trade-off antara hasil yang masuk akal dan problem yang benar-benar telah diubah.
Jenis regularisasi yang pertama adalah regularisasi berbasiskan pada pemotongan dekomposisi nilai singular (Truncated Singular Value Decomposition/TSVD). Filosofi dari regularisasi TSVD ini berangkat dari persamaan (8). Bahwa hasil m menjadi tidak wajar, jika noise lebih besar dari nilai singular. Kondisi Picard [4] didefinisikan untuk menjamin didapatkannya hasil model m yang wajar atau tidak, yaitu dengan membandingkan besar nilai singular dengan noise yang ada.
Gambar 9 menunjukkan perbandingan nilai singular dengan noise yang ada. Dari gambar tersebut terlihat, baik untuk diskretisasi yang kasar (coarse) n=10 ataupun yang halus n=100, didapatkan hanya sekitar 11 nilai singular yang pertama, yang lebih besar dari noise bervarians 10-6.
[ ]
∑
= += p i i i T i V s d U m 1 ., .,[ ][ ] ] [ (9)p adalah jumlah nilai singular yang diikut sertakan dalam perhitungan model.
Gambar 9. Perbandingan nilai singular dengan noise varians 10-6 (atas n=20, bawah n=100)
Selain dari itu, di penelitian ini juga dibahas metoda regularisasi lain, yaitu regularisasi Tikhonov. Regularisasi Tikhonov berbasiskan pada minimalisasi suatu fungsional,
{
2}
2 2 2 2 min G⋅m−d +α mα adalah parameter regularisasi. Secara matriks bisa diformulasi menjadi
⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ 2 2 0 min m d I G α
Selama α tidak nol, tambahan n buah baris bersifat independen, sehingga matriks yang didapatkan bersifat full-rank, dan bisa disolusikan dengan cara yang biasa, yaitu
A x = b AT A x = AT b Atau dengan A= ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ I G α , menjadi
[
]
[
]
⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ 0 d I G m I G I GT T α α α ,(
GTG+α2I)
m=GTd(
VSTUTUSVT+α2I)
m=VSTUTd(
VSTSVT+α2I)
m=VSTUTd Sehingga didapatkan hasil akhir[ ]
i n i i T i i i V s d U s s m ., 1 ., 2 2 2 ⋅ + =∑
= α α (10)Beda antara TSVD dan Regularisasi Tikhonov adalah: Pada TSVD diamati hanya sebagian dari elemen nilai singuler tertentu, sedangkan pada regularisasi Tikhonov semua dimasukan dalam perhitungan, tetapi dengan menggunakan faktor filter
282 2 2 2 α + = i i i s s f (11)
Yang bernilai 1, jika nilai singuler cukup besar, tetapi bernilai nol, jika nilai singuler terlalu kecil.
V. HASIL
Di bagian ini ditampilkan hasil rekonstruksi dengan regularisasi TSVD. Dengan menggunakan data yang terkontaminasi noise (gambar 6), digunakan persamaan (9) dengan berbagai macam nilai p. Jika seluruh nilai singular diikut sertakan (p=20), maka didapatkan hasil rekonstruksi model di gambar 7. Gambar 10 menunjukkan kasus untuk nilai p < 20, jadi tidak semua nilai singular dimasukkan dalam perhitungan. Bahkan untuk p =12 pun, hasil rekonstruksi masih belum menunjukkan hasil yang bisa ditpercaya. Dengan nilai p=10 (di gambar 9, nilai singular untuk i=1,2,..10 lebih besar dari noise), baru didapatkan rekonstruksi yang mulai baik, walaupun dengan nilai maksimal yang jauh di bawah 1,0, yaitu hanya sekitar 4,5. Pemilihan nilai p yang lebih kecil lagi, di gambar 10 p=2, memberikan hasil yang menjauh dari nilai eksak yang seharusnya direkonstruksi. Jadi ada suatu nilai optimal tertentu, yang di sini hanya 10 nilai singular.
Gambar 10. Hasil rekonstruksi model untuk berbagai macam nilai p (jumlah nilai singular yang diikutkan) Gambar 11 menunjukkan perbandingan untuk jumlah rekonstruksi yang berbeda, n=20 dan n=100, terlihat diskretisasi yang lebih besar, hanya memperhalus bentuk dari hasil rekonstruksi.
Gambar 11. Perbandingan hasil rekonstruksi untuk diskretisasi n=20 dan n=100.
Selanjutnya dilihat hasil dari regularisasi Tikhonov. Langkah pertama adalah penentuan nilai parameter regularisasi α. Hansen di [4] memperkenalkan cara penentuannya dengan menggunakan metoda kurva L (L-curve). Gambar 12 menunjukkan grafik dari modifikasi nilai α, yang berpengaruh terhadap minimalisasi dari norm residu dan norm solusi. Metoda kurva-L mencari nilai ideal dari kedua minimalisasi ini, yang menurut [4] dipilih titik pojok dari kurva L, implementasi metoda ini diberikan dalam bahasa Matlab [5].
Dengan routine l_curve didapatkan nilai parameter regularisasi α=8,8409 . 10-6.
Gambar 12. Kurva L penentuan parameter regularisasi
α.
Jika parameter regularisasi α tidak didapati/dihitung, dilakukan beberapa kasus dengan nilai α yang berbeda-beda, gambar 13 menunjukkan efek dari parameter ini terhadap hasil rekonstruksi. Terlihat amplitude yang didapat dari regularisasi ini juga lebih kecil dari amplitude gelombang datang yang sebenarnya.
Gambar 13. Hasil model rekonstruksi regularisasi Tikhonov dengan parameter berbeda-beda. Dengan parameter regulasasi α=8,8409 . 10-6.,
dihitung model rekonstruksi m menggunakan persamaan (10). Gambar 14 menunjukkan perbandingan hasil yang didapatkan dengan TSVD dan regularisasi Tikhonov. Terlepas dari deviasi yang
10-6 10-5 10-4 10-3 10-2 10-1 100 10-2 100 102 104 106 108 0.1249 0.0044092 0.00015565 5.4948e-006 1.9397e-007 6.8476e-009 2.4173e-010 8.5336e-012 3.0125e-013 1.0635e-014 residual norm || A x - b || 2 s o lu ti o n n o rm || x ||2
283 kecil, secara keseluruhan keduanya memberikan hasil yang sama.
Gambar 14. Perbandingan model rekonstruksi dengan regularisasi TSVD dan Tikhonov.
VI. KESIMPULAN
Regularisasi problem inverse dengan Truncated Singular Value Decomposition (TSVD) dan regularisasi Tikhonov memberikan peluang untuk tetap memberikan hasil rekonstruksi yang relative mendekati model yang diinginkan dan secara fisika memiliki makna.
TSVD mensyaratkan pemotongan jumlah nilai singular, yang harus lebih besar dari noise yang ada. Sedangkan regularisasi Tikhonov mensyaratkan nilai parameter α yang tepat, sehingga hasil eksak akan terdekati dengan lebih baik.
Amplitudo dari model yang direkonstruksi memiliki nilai yang lebih kecil dari model yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA:
[1] Aster, R.C., Borchers, B., Thurber, C.H., Parameter Estimation and Inverse Problems, 2nd
ed., Academic Press, Elsevier, Amsterdam, 2012. [2] Hansen, P.C., Discrete Inverse Problems, Insight
and Algorithms, SIAM Press, Philadelphia, 2010. [3] Strang G., Introduction to Linear Algebra, 4th ed.,
Wellesley, Cambridge Press, 2009.
[4] Hansen, P.C., Rank-Deficient and Discrete Ill-Posed Problems: Numerical Aspects of Linear Inversion, SIAM, Philadelphia, 1998.
[5] Hansen, P. C. Hansen. Regularization tools: A MATLAB package for analysis and solution of discrete ill-posed problems. Numerical Algorithms, 6(I–II):1–35, 1994. The software is available in:
http://www.imm.dtu.dk/documents/users/pch/Reg utools/regutools.html.