INFRASTRUKTUR PNPM MANDIRI
PERDESAAN:
EVALUASI TEKNIS
(2012)
SERI RINGKASAN STUDI
http://www.pnpm–support.org/technicalevaluation
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
INFRASTRUKTUR PNPM MANDIRI
PERDESAAN:
EVALUASI TEKNIS
(2012)
3
2 EVALUASI TEKNIS INFRASTRUKTUR EVALUASI TEKNIS INFRASTRUKTUR
APA ITU PNPM PERDESAAN?
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) adalah program pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dan menanggulangi kemiskinan. PNPM Mandiri merupakan program pemberdayaan masyarakat terbesar di dunia dan beroperasi di setiap kecamatan di seluruh provinsi Indonesia. Melalui program ini, pemerintah Indonesia bertekad untuk menyusun perencanaan pembangunan yang lebih menyeluruh, dapat dipertanggungjawabkan, dan merefleksikan kebutuhan masyarakat lokal. PNPM menyalurkan dana hibah kepada masyarakat agar mer-eka dapat mewujudkan perencanaan pembangunan yang telah mereka susun bersama. Proses perencanaan tersebut dilakukan dengan pendekatan dari bawah ke atas (bottom–up) dan difasilitasi oleh tenaga ahli sosial dan teknik. Para tenaga ahli ini membantu mengarahkan masyarakat dalam kegiatannya namun tidak mengontrol penggunaan dana.
Dengan batasan penggunaan dana hibah yang luas, masyarakat dapat membiayai berbagai kegiatan yang mendorong pembangunan dan memperbaiki kes-ejahteraan mereka terutama masyarakat miskin dan yang terpinggirkan. Dana ini dipergunakan untuk membiayai perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan jalan, sekolah, dan infratruktur sederhana lainnya dimana mer-eka sepakat sebagai jenis pembangunan yang paling mereka butuhkan. Dana ini juga digunakan untuk mem-fasilitasi kegiatan ekonomi melalui pemberian pinjaman, melalui dana bergulir, dan melalui pembangunan sum-ber daya manusia terutama untuk meningkatkan ket-erampilan pemasaran kaum wanita agar mereka dapat memiliki pekerjaan dan atau mendirikan serta mengelola usaha kecil.
Melalui program inti maupun program percontohan, dana ini juga dimanfaatkan masyarakat untuk berinovasi mencari solusi permasalahan tertentu. Inovasi mereka meliputi pengadaan tenaga pengajar untuk kebutu-han pendidikan di wilayah terpencil, pengadaan mobil ambulan untuk mengurangi tingkat kematian di wilayah
dengan fasilitas transportasi terbatas, pemberian spon-sor bagi program media masyarakat yang menyalurkan informasi dengan bahasa lokal di wilayah dimana bahasa Indonesia tidak umum digunakan, serta penyediaan makanan bagi anak–anak melalui dapur masyarakat di wilayah dengan tingkat gizi buruk tinggi.
PNPM Perdesaaan atau PNPM Rural adalah program ter-besar dan terluas jangkauannya di antara lima program inti yang berada di bawah payung PNPM Mandiri. Diben-tuk tahun 2007, PNPM Perdesaan merupakan pengem-bangan dari program percontohan terdahulunya yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK). PPK dibentuk tahun 1997 dan hanya meliputi 25 desa. PNPM Perde-saan kini tumbuh menjangkau seluruh wilayah nusan-tara dan meliputi 60.000 perdesaan. Lebih dari 11.000 fasilitator dipekerjakan pemerintah untuk membantu masyarakat dalam menyusun prioritas kebutuhan pem-bangunan, dan dalam bernegosiasi dalam memutuskan jenis pembangunan yang paling mereka butuhkan. Para fasilitator juga memberikan pelatihan kepada masyara-kat sehingga mereka dapat menyusun laporan keuan-gan dan mengelola kegiatan operasional denkeuan-gan baik. Setiap tahunnya, PNPM Perdesaan menyalurkan dana hampir sebesar Rp20 trilliun untuk membiayai lebih dari 50.000 prasarana.
EVALUASI TEKNIS PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR 2012: PNPM
PERDESAAN DAN SUMBER
PENDANAAN LAINNYA
METODOLOGI
Evaluasi teknis pengadaan infrastruktur, 2012: PNPM Perdesaan dan sumber pendanaan lainnya (TE) dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari tujuh tenaga ahli teknik dan seorang arsitek. Evaluasi dilakukan terhadap selu-ruh prasarana desa yang dibiayai oleh PNPM Perdesaan, PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan atau PNPM Green, PNPM Generasi, Bantuan Keuangan Pembangunan Gam-pong (BKPG), PNPM Paska Bencana dan Paska Krisis, dan organisasi lainnya yang turut memberikan dana. Tim
evaluasi melakukan kunjungan ke 12 provinsi yaitu: Aceh, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Kunjun-gan tim evaluasi ini didampingi oleh tenaga–tenaga ahli di bidang sosial, pengelolaan keuangan, dan pengaman-an sosial dpengaman-an lingkungpengaman-an.
Provinsi–provinsi tersebut dipilih secara seksama sehing-ga dapat mewakili cakupan geografis wilayah Indonesia dan mewakili berbagai provinsi yang termasuk dalam kategori “miskin” dan “tidak terlalu miskin” (less poor). Dis-trik dan kecamatan dipilih secara acak dimana mereka dapat mewakili seluruh cakupan wilayah di tiap provinsi. Secara total terdapat 165 kecamatan yang dikunjungi oleh tim evaluasi. Dari jumlah tersebut, 45% diklasifikasi-kan sebagai “miskin” dan kurang dari 19% sebagai “tidak terlalu miskin”. Tim evaluasi juga menyeleksi desa–desa dan memastikan wilayah terpencil terwakili sampel penelitian mereka.
Dalam melakukan survey, tim evaluasi menggunakan instrumen lapangan yaitu Formulir Inspeksi Prasa-ranaPrasarana atau Sub–project Inspection Form (SIF). Formulir ini terdiri dari satu halaman dan memuat leng-kap daftar prasarana PNPM seperti pembangunan jalan, gedung, sistem pengadaan air bersih, dan sebagainya. Setiap jenis prasarana dinilai berdasarkan kriteria unik yang meliputi rancangan, saluran pembuangan, pemeli-haraan, perlindungan lingkungan, dan lain–lain.
Berikut adalah kriteria yang dinilai dalam evaluasi teknis:
z
z Proses seleksi dan verifikasi teknis;
z
z Rancangan dan anggaran dana prasarana yang ber-sangkutan;
z
z Konstruksi dan pengawasan konstruksi;
z
z Pelaksanaan dan pemeliharaan;
z
z Kegunaan dan kebermanfaatan kegiatan yang ber-sangkutan;
z
z Kualitas fasilitasi dan pengawasan;
z
z Kualitas pembukuan dan pengarsipan;
z
z Perlindungan lingkungan dan sosial; dan
z
z Pengelolaan keuangan.
Agar sasaran tercapai, tim evaluasi melakukan evalu-asi terhadap 1.765 prasarana. Dari jumlah tersebut, 42% merupakan pengadaan jalan, 20% pembangunan gedung, 12% pengadaan saluran pembuangan dan iriga-si. Sebanyak 1% hingga 10% merupakan jenis prasarana lainnya yaitu MCK, jembatan, pengadaan air bersih, tang-gul, dan listrik. Perlu diketahui bahwa proporsi ini sangat berbeda untuk wilayah Papua (lihat “Papua: Sebuah Kasus Istimewa” di halaman 8).
KUALITAS TEKNIS PRASARANA
Berdasarkan pemeriksaan, tim evaluasi mendapat-kan bahwa sebagian besar prasarana berada dalam kondisi yang bagus, serta diterima dan digunakan dengan sangat baik oleh masyarakat penerima ban-tuan. Hasil analisa di lapangan mengindikasikan bahwa
kualitas konstruksi infrastruktur yang dibangun melalui
PNPM Perdesaan –berdasarkan keseluruhan aspek teknis yang dievaluasi—sebanyak 82% diklasifikasi-kan memiliki “kualitas tinggi”, 14% memiliki “kuali-tas memadai” (acceptable quality), dan 4% dinilai “gagal”. Namun demikian, rata–rata prasarana yang
diadakan di Papua memiliki kualitas yang sangat rendah dibandingkan dengan 11 provinsi lainnya (lihat “Papua: Sebuah Kasus Istimewa” di halaman 7).
Tim evaluasi juga mengamati berbagai permasala-han yang muncul. Mereka menemukan di semua provinsi bahwa sejumlah prasarana dapat terpenga-ruh secara negatif oleh lemahnya saluran pembuan-gan. Ini terutama terlihat pada prasarana pembangunan
jalan serta prasarana yang meliputi bangunan umum dan fasilitas pengadaan air bersih. Maka menjadi jelas bahwa infrastruktur saluran pembuangan yang kurang terencana dan tidak terimplementasi secara baik, dalam jangka panjang, dapat melahirkan masalah besar bagi keberlangsungan prasarana pembangunan jalan terse-but. Kurangnya saluran pembuangan di desa–desa dan di wilayah umum dapat menyebabkan ketidakpuasan
Apa Itu Pnpm Perdesaan? Evaluasi Teknis Pembangunan Infrastruktur 2012:
PNPM Perdesaan Dan Sumber Pendanaan Lainnya
Rasio Prasarana yang Dievaluasi
Total dari 11 Provinsi yang dikunjungi Seluruh Prasarana yang DievaluasiGabungan dari Semua Penilaian
42% Jalan 5% MCK 7% Jembatan 10% Sumber Air 12% Pembuangan/Irigasi 1% Dermaga 20% Bangunan 4% Listrik 4% 14% 82% Kualitas Tinggi Kualitas Menengah Gagal
5
4 EVALUASI TEKNIS INFRASTRUKTUR EVALUASI TEKNIS INFRASTRUKTUR
bagi para pengguna. Hal ini juga memiliki berbagai dampak negatif yang serius terkait kuman pembawa penyakit dan kondisi yang kotor serta tidak sehat. Hal lain yang ditemukan tim evaluasi adalah rancangan yang lemah, terutama pada prasarana pengadaan air bersih di beberapa provinsi. Mereka juga menemukan sejumlah besar prasarana memiliki kekurangan pada sistem perlindungan terhadap daerah curam (adequate
slope protection) serta standar ketahanan (retention mea-sures) pada jalan–jalan dan jembatan.
PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN
IDari keseluruhan prasarana yang dievaluasi, seban-yak 90% masih berfungsi dan dimanfaatkan oleh
masyarakat sesuai tujuan. Untuk menilai aspek ini
bisa dibilang cukup mudah. Jika infrastruktur tersebut masih beroperasi sesuai dengan perencanaan dan tujuan, maka peringkat “Rata–rata” layak diberikan. Per-ingkat “Tinggi” diberikan jika masyarakat secara mandiri melakukan tambahan atau memperbaiki prasarana terse-but demi meningkatkan kegunaannya. Tindakan inisiatif tersebut secara signifikan memberikan kepercayaan ter-hadap kinerja PNPM sebagai dasar untuk mewujudkan komunitas yang dapat berkembang secara mandiri.
PERBANDINGAN ANGGARAN DAN BIAYA
Evaluasi teknis yang dilakukan sebelumnya pada masa PPK menyatakan bahwa penggunaan metode “Commu-nity Driven Development” atau CDD dalam pengemban-gan infrastruktur perdesaan menghasilkan infrastruktur yang bermanfaat dan tahan lama walaupun dibangun dengan biaya yang lebih rendah dari yang biasa diang-garkan oleh kementrian negara. Salah satu tujuan dia-dakannnya evaluasi teknis ini adalah untuk menegaskan atau mengabaikan temuan tersebut dalam kinerja PNPM saat ini dan untuk mengumpulkan data yang dapat mendukung temuan tersebut.
Untuk tujuan ini, tim evaluasi mengumpulkan dan mer-ekam berbagai dimensi dan gambaran dari berbagai prasarana berikut informasi yang terkait dengan biaya akhir konstruksi untuk tiap jenisprasarana tersebut. Pada saat yang sama, jika dimungkinkan, tim evaluasi juga mengumpulkan dan merekam anggaran kementrian untuk pembangunan infrastruktur serupa. Berbagai jenis infrastruktur tersebut diamati berdasarkan perbandin-gan denperbandin-gan keseluruhan daftar jenis prasarana PNPM. Secara umum, perbandingan tersebut menunjukkan
bahwa prasarana infrastruktur oleh PNPM memi-liki biaya desain dan penerapan yang lebih rendah
sekitar 15% hingga 25% dari anggaran kementrian negara. Namun demikian, tingkat penghematan dapat jauh lebih besar karena PNPM menggunakan masyarakat sebagai tenaga kerja walaupun mereka tidak memiliki keahlian tertentu. Contoh dimana
ter-dapat penghematan pada kisaran tersebut adalah pada pembangunan jembatan, dinding penahan tanah, dan rehabilitasi sekolah. Ketiga kegiatan ini membutuhkan tenaga kerja terampil dan terlatih daripada kegiatan lain-nya. Jika terdapat data untuk melakukan perbandingan biaya proyek pengadaan air dan listrik, sangat dimung-kinkan tingkat penghematan juga akan berada pada kisaran tersebut di atas.
Contoh dimana tingkat penghematan dapat melebi-hi kisaran 50% adalah pada pembangunan jalan dan bangunan sederhana. Pembangunan jalan dilakukan
dengan memanfaatkan tenaga masyarakat dalam jum-lah besar. Mereka adajum-lah tenaga tidak terlatih sehingga biaya tenaga kerja konstruksi dapat ditekan. Pemban-gunan konstruksi sebenarnya bukanlah hal asing bagi masyarakat. Dengan demikian, satu tenaga pengawas yang kompeten dapat mengarahkan banyak tenaga kerja namun tetap dengan hasil yang memuaskan. Tabel 1 menyajikan data terkait biaya yang dikeluarkan PNPM dan pemerintah untuk prasarana tertentu. Kolom terakhir menunjukkan perbandingan biaya untuk tiap jenis prasarana. Biaya per unit dalam kegiatan PNPM pada tabel berikut adalah berdasarkan pengamatan di 12 provinsi. Anggaran pemerintah yang digu-nakan dalam analisa ini adalah berdasarkan informasi yang dikumpulkan untuk Sulawesi Barat, Jawa Barat, Maluku Utara, Maluku, Aceh, Lampung, Sulawesi Utara, dan Papua.
KUALITAS PENGAWASAN TEKNIS
Para anggota tim evaluasi juga menilai kualitas tenaga teknis PNPM secara umum. Penilaian ini dilakukan ber-dasarkan: pertanyaan dan pengamatan yang tenaga teknis lakukan ketika mendampingi tim evaluasi ke lapangan; pembicaraan mereka dengan para pimpinan
desa dan tokoh masyarakat lainnya; pemeriksaan doku-men di UPK dan desa; dapat memberikan instruksi yang layak dan tepat kepada para pekerja konstruksi (dimana mereka dapat menghasilkan bangunan yang berkualitas tinggi dengan hanya sedikit kekurangan). Hasil penilaian menunjukkan kualitas “rendah” dengan tingkat persenta-si yang cukup tinggi. Hal ini tentunya mengkhawatirkan mengingat bahwa kualitas prasarana sangat tergantung pada kualitas fasilitator.
Pemeriksaan terhadap berbagai prasarana di lapangan menunjukkan kenyataan bahwa banyak fasilitator teknik di tingkat lokal tidak melakukan atau tidak mampu men-gunjungi desa–desa dimana prasarana seringkali berada. Beberapa UPK melaporkan bahwa posisi fasilitator teknik untuk kecamatan tertentu telah kosong sekian lama, sehingga fasilitator teknik dari kecamatan terdekat harus menempuh jarak tambahan untuk menjangkau wilayah yang tidak memiliki fasilitator teknik. Dalam situasi ini, tim evaluasi mendapat kabar bahwa banyak prasarana dibangun tanpa bantuan teknik yang sangat penting dari fasilitator.
KEPATUHAN DALAM MEMENUHI
PERSYARATAN FIDUSIA
Tujuan utama dari kinerja tim fidusia adalah untuk meni-lai tingkat kepatuhan dalam memenuhi aturan; untuk menentukan kualitas administrasi dalam suatu kegiatan pembangunan infrastruktur; untuk mengidentifikasi masalahan utama; dan untuk merekomendasikan per-baikan. Tim ini terdiri dari empat orang yang melakukan kunjungan ke sebelas dari keseluruhan 12 provinsi yang dievaluasi. Secara umum, tim ini mendapatkan hasil bah-wa aspek kepercayaan (fidusia) PNPM adalah “tidak cuk-up memuaskan”. Hal ini berisiko mempengaruhi kualitas atau tingkat pemanfaatan infrastruktur menjadi antara rendah dan rata–rata. Secara umum, tim ini menemukan tingkat tidak kepatuhan yang tinggi dalam memenuhi prosedur terkait dengan persiapan desain, perencanaan anggaran dan pengadaan, pembukuan dan administrasi dokumen. Bukti–bukti transaksi keuangan sering tidak valid atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Peren-Tabel 1. Analisa biaya PNPM vs Pemerintah
Jenis Prasarana Unit
Biaya PNPM (Rp/units) Biaya Pemerintah (Rp/units)
PNPM/ Pemer-intah Rendah
Rata-rata Tinggi Rendah Rata-rata Tinggi
Bangunan m2 920,000 1,220,000 1,590,000 930,000 2,380,000 5,390,000 51% Perbaikan Sekolah m2 540,000 810,000 1,080,000 930,000 87% Mebeler m2 50,000 138,000 280,000 103,000 138,500 174,000 100% Jalan Rabat m2 80,000 132,000 257,000 160,000 289,000 418,000 46% Jalan Sirtu m2 20,000 30,000 40,000 57,000 116,500 176,000 26% MCK m2 530,000 1,040,000 1,370,000 590,000 1,672,500 2,755,000 62% Jembatan m2 930,000 2,585,000 4,860,000 3,150,000 82%
Dinding Penahan Tanah (TPT )
m3 244,000 674,000 1,620,000 625,000 914,000 1,151,000 74%
Fungsi dan Pemanfaatan
Gabungan dari Semua Prasarana
56% Tinggi
34% Sedang
8% Rendah
2% Kosong
Kualitas Fasilitasi Teknik
28% Tinggi
55% Sedang
7
6 EVALUASI TEKNIS INFRASTRUKTUR EVALUASI TEKNIS INFRASTRUKTUR
canaan anggaran juga seringkali didominasi oleh fasilita-tor teknik yang mengakibatkan keterlibatan masyarakat terbatas. Terdapat beberapa indikasi kecurangan tingkat kecil dan penyimpangan pengelolaan keuangan.
KEPATUHAN TERHADAP PERLINDUNGAN
SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Tim perlindungan ini terdiri dari empat orang yang melakukan kunjungan ke sebelas dari 12 provinsi yang dievaluasi. Secara umum, penemuan mereka mengin-dikasikan penerapan panduan perlindungan sosial dan lingkungan (the Implementation Guidelines for Social and
Environmental Safeguards) yang didistribusikan pada
September 2011, belum sepenuhnya dipahami ataupun dipertimbangkan dalam rancangan, konstruksi, maupun kegiatan pemeliharaan pada berbagai prasarana PNPM. Namun demikian, terdapat perbaikan di tahun sebelum-nya. Tingkat inklusi ditemukan masih terbatas di banyak desa dimana partisipasi masyarakat didominasi oleh kaum elit lokal. Tingkat pemberdayaan masyarakat dan kepemilikan juga masih terbatas di daerah–daerah ter-pencil dan terpinggirkan, yang termasuk sebagai wilayah paling miskin di Indonesia. Pelaksana kegiatan prasarana seringkali tidak memiliki sertifikat tanah wakaf sehingga memicu terjadinya salah paham dan konflik sosial terkait hak kepemilikan tanah. Perhatian juga perlu diberikan pada permasalahan terkait kesetaraan gender dalam proses pengambilan keputusan masyarakat, dimana proposal yang ditinjau selayaknya dipersiapkan dengan menyertakan semua gender.
KESIMPULAN
Laporan akhir evaluasi teknis pembangunan infrastruk-tur 2012 menyatakan secara umum bahwa kualitas dari rancangan dan pelaksaan kegiatan prasarana di ber-bagai provinsi yang dievaluasi hingga saat ini adalah sepenuhnya sesuai dengan tujuan teknis proyek. Kajian ini menunjukkan bahwa 82% prasarana memi-liki ‘kualitas tinggi’, 14% memimemi-liki “kualitas memadai” (acceptable quality), dan 4% dinilai “gagal”. Evaluasi juga dilakukan terhadap aspek pemeliharaan, kegunaan,
Papua: Sebuah Kasus Khusus Kesimpulan
REKOMENDASI
1. Saluran Pembuangan: Teknik dalam merancang dan membangun sebagian besar prasarana pem-bangunan jalan yang dilakukan oleh PNPM per-lu diperbaiki.
2. Rancangan Hidrolik: Tenaga teknik senior sebai-knya bertanggungjawab terhadap pemeriksaan dan penyetujuan seluruh perencanaan prasarana yang secara aktif melibatkan aliran air bersih.
3. Perlindungan wilayah curam (slope protection): Tenaga ahli senior perlu memberikan perhatian lebih pada pemeriksaan perencanaan yang melibat-kan pembangunan pada wilayah curam termasuk bangunan jembatan dan jalan.
4. Koneksi dan gambar yang terinci: Penggambaran jembatan dan bangunan standar sebaiknya ditin-jau oleh tenaga senior sehingga dapat diverifikasi apakah perincian koneksi telah cukup dan tepat, dan apakah perlengkapan berkualitas tinggi dan pintu serta lain–lain telah dicantumkan.
5. Pembukaan jalan: PNPM disarankan untuk bergerak lebih hati–hati ketika dihadapkan pada tawaran prasarana pembuatan sambungan jalan baru. Diper-lukan keahlian teknik tingkat tinggi dalam prasa-rana ini.
6. Evaluasi teknis tahunan: Evaluasi teknis terhadap seluruh prasarana sebaiknya dilakukan pada tahun pertama sejak penyelesaian prasarana tersebut. 7. Perbaikan fasilitator teknik: PNPM harus
menga-tasi kekurangan jumlah fasilitator teknik di lapangan. 8. Pemeliharaan: Pentingnya pemeliharaan dalam
mempertahankan keberadaan infrastruktur yang
telah dibangun sebaiknya ditekankan pada saat pelatihan masyarakat dan pada materi tambahan. 9. Kualitas desain: Tenaga desain senior di tingkat provinsi dan kabupaten perlu untuk lebih mem-perhatikan rancangan teknis yang disampaikan kepada mereka.
10. Sertifikat tanah wakaf: Tenaga administrasi dan teknik PNPM perlu menyadari pentingnya dan per-lunya keberadaan sertifikat ini sebelum konstruksi prasarana dimulai.
11. Pembangunan sesuai rancangan: Pemeriksaan oleh tenaga ahli provinsi sebaiknya dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa rancangan pem-bangunan dibuat secara tepat dan didokumentasi-kan dengan layak.
pemanfaatan, kualitas, perlindungan lingkungan, dan kelayakan desain prasarana. Secara garis besar, hasil penilaian untuk semua aspek–aspek ini adalah sama atau melampaui penilaian dari kajian serupa yang dilakukan oleh PPK tahun 2007.
Berikut adalah rangkuman rekomendasi dari laporan teknis ini:
Kualitas Teknis Prasarana Papua
71% Kualitas Tinggi
21% Kualitas Menengah
8% Gagal
irigasi. Mereka lebih tertarik (more likely) mengajukan pembangunan MCK dan pengadaan air bersih. Dan mer-eka sedikit tertarik (slightly less likely) dengan pengadaan jembatan dan listrik.
Evaluasi teknis prasarana di Papua menemukan bahwa tingkat kualitas mereka secara umum lebih rendah dari-pada kualitas di sebelas provinsi lainnya. Keseluruhan penilaian teknik dapat dilihat pada diagram berikut yang menunjukkan kualitas infrastruktur yang dibangun melalui PNPM Perdesaan. Sebanyak 71% memiliki kualitas tinggi (high quality) sementara persentasi pada sebelas provinsi lainnya adalah 82%. Kemudian, dan mungkin memerlukan perhatian lebih lanjut, sebanyak 8% adalah proporsi prasarana yang menerima peringkat terendah (gagal). Persentase ini adalah dua kali dari tingkat kega-galan di propinsi lainnya (4%).
Rendahnya jumlah prasarana berkualitas tinggi di Papua bisa jadi disebabkan oleh ketidakhadiran fasilitator teknik yang berpengalaman dan berkualitas dalam menga-wasi pelaksanaan prasarana. Sebanyak 22 dari keselu-ruhan 34 kecamatan di Papua tidak memiliki fasilitator. Terdapat 422 posisi fasilitator teknis di Papua namun sebanyak 205 kosong saat ini. Dengan demikian, kapa-sitas fasilitator teknik yang dipekerjakan menjadi lebih berat secara mereka juga menjangkau wilayah yang tidak memiliki fasilitator. Prasarana yang sepenuhnya dibangun tanpa sama sekali mendapatkan kunjungan dari fasilitator teknik atau tenaga ahli tentunya berdam-pak terhadap kualitas prasarana tersebut.
PAPUA: SEBUAH KASUS KHUSUS
Situasi dan kondisi di Papua sangat berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia. Papua memiliki kesulitan dan tantangan tersendiri.
Anggota masyarakat dan panitia seleksi prasarana di Papua berhadapan dengan pengajuan prasarana yang jenis kegiatannya jauh berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia, sebagaimana terlihat dalam tabel 2. Dibandingkan dengan sebelas provinsi lainnya, masyara-kat di Papua kurang tertarik (less likely) untuk menga-jukan pembangunan jalan, saluran pembuangan, dan
Tabel 2. Prosentase Jenis Prasarana di Papua dan 11 Propinsi Lain
Prasarana Propinsi
Jalan MCK Jembatan Air Drainase Tambatan Gedung Listrik
Papua 28 18 10 15 5 1 16 7
8 EVALUASI TEKNIS INFRASTRUKTUR
Referensi: Neil, N. (2013). “Infrastruktur PNPM Mandiri Perdesaan, Laporan Evaluasi Teknis 2012”, PNPM Support
Facility, Jakarta.
SERI RINGKASAN STUDI
Tujuan utama PNPM Support Facility (PSF) adalah men-jadi sarana obyektif untuk mengulas, berbagi pengala-man, dan menerapkan pelajaran dari berbagai program kemiskinan dan untuk menumbuhkan diskusi mengenai solusi untuk program kemiskinan. PSF memfasilitasi pelaksanaan analisis dan penelitian terapan untuk men-goptimalkan desain program berbasis komunitas yang merespon terhadap dampak kemiskinan yang semakin tinggi dan untuk lebih memahami dinamika sosial di Indonesia dan pengaruhnya terhadap pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Penelitian dan analisis ini bertujuan memberikan basis yang kuat untuk peren-canaan, pengelolaan, dan perbaikan program pember-antasan kemiskinan pemerintah Indonesia. Penelitian
ini juga dapat mendorong pembelajaran antar negara berkembang, dan menjadi masukan berharga bagi aka-demisi, instansi pemerintah, dan pelaku pembangunan lain yang menerapkan program berbasis komunitas di mana pun di dunia.
Penelitian dan kerja analisis ini diterbitkan oleh PSF dalam rangka mempublikasi dan mempromosikan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi dari penelitian dan analisis kepada khalayak yang lebih luas, termasuk akademisi, jurnalis, anggota parlemen, dan pihak–pihak lain yang memiliki ketertarikan terhadap pengemban-gan masyarakat.