• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Klasifikasi dan Penomoran Posteriror Dental Radiography Menggunakan Support Vector Machine dengan Fitur Mesiodistal Neck

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sistem Klasifikasi dan Penomoran Posteriror Dental Radiography Menggunakan Support Vector Machine dengan Fitur Mesiodistal Neck"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

Abstrak—Bidang Dental Radiography memiliki tantangan untuk mengidentifikasi gigi secara tepat. Identifikasi gigi adalah sebuah kontribusi utama untuk domain lain, seperti halnya forensic bahkan biomedis. Paper ini bertujuan untuk membuat sistem klasifikasi gigi yang mampu mengenali gigi

molar (geraham belakang) dan premolar (geraham depan).

Sebuah pendekatan dengan Support Vector Machine diusulkan dengan sebuah fitur baru Lebar Mesiodistal Neck. Fitur ini merupakan solusi untuk foto gigi yang tidak sempurna (mahkota – akar gigi). Sebelum klasifikasi dilakukan, beberapa perbaikan citra dilakukan dengan morphological

operation, contrast adaptive, dan tresholding. Untuk

meningkatkan akurasi dari klasifikasi maka dilakukan juga penomoran dan pemeriksaan ulang susunan gigi. Sistem yag dibangun menunjukan nilai akurasi hingga 90%. Pendekatan yang digunakan tangguh dan optimal untuk mengatasi permasalahan identifikasi foto gigi.

Kata Kunci— Dental Radiography, Dental Numbering, Mesiodistal, Support Vector Machine.

I. PENDAHULUAN

ada bidang forensik, gigi merupakan salah satu elemen penting untuk identifikasi korban. Gigi memiliki karakteristik khusus yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi korban secara akurat. Identifikasi menggunakan gigi untuk beberapa kasus merupakan sebuah alternatif terbaik, karena tidak ditemukan bagian tubuh lain yang mampu memberikan informasi valid mengenai korban, misalkan pada kasus pemboman atau tsunami. Pada kasus-kasus tersebut umumnya tubuh manusia mengalami kerusakan yang fatal, kecuali pada beberapa bagian yang memang cukup kuat seperti halnya gigi. Oleh karena itu gigi dipilih sebagai faktor identifikasi yang membantu investigasi bidang forensik.

Tahap pertama yang harus dilakukan sebelum menggunakan gigi sebagai faktor indentifikasi manusia adalah mengklasifikannya. Klasifikasi terhadap gigi menjadi suatu tahap penting karena masing-masing gigi menyimpan informasi yang berbeda terhadap pemiliknya. Oleh karena itu, klasifikasi harus dilakukan diikuti dengan ekstraksi informasi dari gigi terkait, dimana dalam sistem ini akan digunakan gigi molar dan premolar.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan klasifikasi gigi. Referensi [1] telah memperkenalkan sebuah pendekatan untuk mengklasifikasikan dan memberi nomor pada citra bitewing. Pendekatan yang diusulkan menggunakan metode

klasifikasi Bayes untuk membedakan antara gigi molar dan premolar, dan metode penomoran sesuai standar internasional penomoran gigi. Metode klasifikasi yang digunakan menggunakan fitur fourier descriptor dari citra gigi.

Pendekatan yang diusulkan dapat melakukan klasifikasi secara baik namun dengan berbagai batasan. Metode tersebut gagal untuk mengklasifikasikan gigi yang tidak memiliki bagian utuh, misalkan akar gigi. Penggunaan fourier descriptor pada kontur gigi memiliki batasan pada kondisi mahkota gigi molar dan premolar yang identic pada beberapa citra. Sehingga cukup susah dibedakan antara molar dan premolar menggunakan fitur ini. Error yang ditemukan akan memberikan dampak yang besar pada proses penomoran, karena dapat terjadi kesalahan identifikasi gigi.

Sebuah pendekatan diusulkan untuk menangani kelemahan dari metode sebelumnya [2][3]. Pada pendekatan ini diajukan sebuah metode dengan Support Vector Machine (SVM) sebagai metode klasifikasi menggantikan bayes. Metode SVM ini menggunakan rasio panjang-lebar gigi sebagai fitur. Metode ini secara umum memberikan hasil yang optimal kecuali pada beberapa kondisi citra yang tidak memiliki akar secara sempurna sehingga fitur panjang menjadi kurang valid.

Pada paper ini disajikan implementasi menggunakan pendekatan klasifikasi SVM dengan fitur Mesiodistal Neck [4]. Pendekatan ini diajukan karena mesiodistal mampu merepresentasikan informasi gigi meskipun citra tersebut tidak mengandung akar gigi. Fitur yang dipilih juga digunakan pada citra panoramic tidak hanya bitewing untuk membuktikan tingkat ketangguhan dari sistem yang diimplementasikan.

Penjelasan detil mengenai metode ini akan disampaikan pada bab berikutnya. Penjelasan meliputi mengenai metode yang diusulkan, penjelasan masing-masing tahap dan analisis hasil percobaan dan terahir adalah kesimpulan dari implementasi metode.

II.METODE

Inti dari sistem implemetasi ini adalah klasifikasi namun sebelum mencapai tahap klasifikasi, beberapa langkah pre-process perlu dilakukan agar hasil klasifikasi bisa didapatkan sesuai ekspektasi. Gambaran umum dari metode yang digunakan ditunjukan oleh Gambar 1.

Sistem Klasifikasi dan Penomoran Posteriror

Dental Radiography Menggunakan Support

Vector Machine dengan Fitur Mesiodistal Neck

Ahmad Mustofa Hadi, Agus Zainal A, Anny Yuniarti

Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: agusza@ cs.its.ac.id

(2)

A. Segmentasi Citra Gigi

Terdapat tiga langkah utama yang harus dilakukan untuk melakukan proses segmentasi citra. Langkah-langkah untuk mendapatkan fitur citra yang diharapkan adalah sebagai berikut

a. Perbaikan Citra

Perbaikan citra merupakan salah satu langkah penting yang harus diimplementasikan. Hal tersebut dikarenakan akurasi dari klasifikasi sangat ditentukan oleh kondisi citra masukan. Proses ini membuat citra masukan pada kondisi seideal yang diharapkan untuk mendapatkan fitur yang sesuai. Untuk melakukan hal tersebut, beberapa metode perbaikan digunakan, misalkan Top-Bottom Hat morphology untuk mengurasi noise dan Contrast-Limited Adaptive Histogram(CLAHE) untuk menyelaraskan distribusi tingkat kekontrasan dari citra.

b. Binerisasi Citra

Pada tahap ini, citra gray level yang telah mengalami perbaikan citra, dirubah menjadi citra biner. Proses ini dilakukan untuk membedakan antara background dan foreground, dan juga untuk mengetahui bagian-bagian gigi yang tidak memiliki kontribusi signifikan dalam proses klasifikasi.

Sebuah metode adaptive tresholding dipilih untuk mendapatkan citra biner. Sebagai tambahan, dilakukan beberapa operasi morphological seperti closing dan opening yang digunakan untuk memperhalus kontur dan mengurangi noise.

c. Pemisahan Gigi

Pemisahan gigi dilakukan dengan menggunakan metode Integral Projection. Langkah ini bertujuan untuk mendapatkan ROI (Region of Interest) yaitu daerah masing-masing gigi. Pemisahan yang dilakukan meliputi pemisahan rahang dengan algoritma Horizontal Integral Projection dan pemisahan masing-masing gigi menggunakan Vertical Integral Projection. Connected component digunakan untuk mendapatkan region masing-masing gigi yang telah terpisah.

B. Klasifikasi Citra Gigi

Tujuan utama dari paper ini adalah mendesain sebuah model klasifikasi dengan menggunakan support vector machine yang digunakan untuk mengidentifikasi kelas dari gigi dan nomor yang sesuai. Pada paper ini diperkenalkan sebuah fitur Mesiodistal Neck untuk mendukung proses klasifikasi.

Sebelum penjelasan mengenai bagaimana cara mengklasifikasi, penjelasan mengenai Mesiodistal Neck perlu diperhatikan. Sebuah Mesiodistal Neck merupakan sebuah garis diantara cementum dan enamel yang memisahkan antara mahkota dan akar gigi. Mesiodistal cenderung lebih stabil terhadap penuaan maupun penyakit gusi. Beberapa penelitian hanya menggunakan mahkota gigi padahal diketahui beberapa gigi memiliki mahkota yang mirip. Pada kasus seperti keberhasilan sistem sangat tergantung pada mahkota. Sebagaimana juga mahkota, akar gigi pada beberapa kasus juga mempunyai batasan. Akar gigi cenderung kabur dan tidak berbeda secara signifikan dengan daerah gusi. Mesiodistal diilustrasikan pada Gambar 2.

a. Deteksi Mesiodistal Neck

Leher gigi (Mesiodistal) terletak pada pada mahkota gigi dengan lebar terkecil namun pada akar dengan lebar terbesar. Dengan kata lain, mesiodistal berada pada batas antara mahkota dan akar. Lebar gigi cenderung stabil mulai pada bagian sepertiga dari bawah, dan mulai berubah pada mesiodistal.

Gigi secara normal akan membentuk sudut 90◦ terhadap sumbu vertikal sehingga dapat dideteksi dengan mudah daerah mesiositalnya. Namun pada beberapa kasus, gigi tersebut tidak membentuk sudut yang seharusnya. Oleh karena itu, rotasi pada gigi yang tidak vertikal diperlukan untuk mendapatkan fitur yang sesuai.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghitung sudut yang dibentuk oleh gigi terhadap sumbu x. Sudut tersebut akan dirubah menjadi 90◦ atau -90◦ untuk menjadikan gigi tersebut vertikal. Jika sudut α yang dibentuk kurang dari 0 maka sudut tersebut akan diputar hingga menjadi -90◦ begitu sebaliknya jika sudut yang dibentuk lebih dari 0. Pendekatan ini menjadikan pengambilan titik mesiodistal lebih valid.

(3)

Gambar 2. Penjelasan Mesiodistal Neck [3]

Setelah didapatkan sebuah gigi yang vertikal, lebar mesiodistal dapat dihitung dengan Persamaan 1 sehingga didapatkan sekumpulan nilai lebar yang nantinya akan diseleksi sebagai mesiodistal.

(1) 1≤ i ≤max row

i adalah indeks baris pada citra, maksimum dan minimum indeks kolom pada sebuah baris ke-i, ditunjukan dengan Max(yi) dan Min (yi).

Kumpulan lebar yang telah didapatkan kemudian direpresentasikan kedalam sebuah histogram. Karakteristik mesiodistal seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, merupakan dasar untuk proses seleksi lebar mesiodistal yang sesuai. Pada histogram Gambar 3 terdapat beberapa titik ekstrim. Mesiodistal merupakan titik ekstrim setelah sekumpulan titik yang cenderung stabil dan terletak diantar mahkota dan akar gigi. Dengan menggunakan algoritma untuk menemukan titik ekstrim dapat ditemukan titik-titik ekstrim tersebut kemudian dipilih titik ekstrim yang paling rendah pada bagian tengah gigi.

Lebar yang ditemukan digunakan sebagai nilai mesiodistal dan posisinya disimpan untuk menggambarkan garis leher gigi sebagai representasi visual. Setelah melakukan perhitungan mesiodistal pada seluruh objek maka proses klasifikasi dapat dilakukan.

b. Metode Klasifikasi

Pada paper ini, sebuah supervised learning digunakan untuk mengklasifikasikan gigi menjadi molar atau premolar. Support Vector Machine (SVM) dipilih karena ketangguhannya namun cukup sederhana secara implementasi. Ide dasar dari SVM adalah mentransfer data menjadi sebuah representasi bidang 2D kemudian mencari sebuah pemisah antara kumpulan data tersebut.

Data diasumsikan sebagai data yang dapat dipisahkan SVM secara linier dan kemudian akan diuji pada tahap selanjutnya apakah data tersebut benar-benar terpisah secara linier. Secara umum SVM digambarkan sebagai sebuah vector yang memenuhi persamaan, w◦x +b= 0, dimana w sebuah vektor normal and b/||w|| adalah jarak antara hyperplane terhadap data asal.

Sebuah linier SVM dijelaskan dalam langkah sebagai berikut. Pertama dipilih N data, (xi,yi)(i=1,….. ,N), secara

random dari keseluruhan dataset sebagai data training untuk mencari w* dan b* optimal. Hal tersebut untuk membentuk w*◦x+ b* = 0 sebagaimana hingga berada pada posisi yang paling jauh diantara kedua kumpulan data yang ingin dipisah (molar atau premolar). Training tersebut yang kemudian dikenal sebagai support vectors (x,y)s, dimana untuk kelas pertama B1 : w ◦x+ b = 1 dan kelas kedua B2 : w ◦x+ b = -1. Hyperplane w ◦x+ b = 0 dikenal sebagai batas untuk pengambilan keputusan klasifikasi.

Masing-masing data training dinyataan dalam tuple (xi,yi)(i=1,….. ,N) , dimana xi=(xi1,xi2,……,xid)T representasi

feature vector (luas area gigi, lebar mesiodistal gigi)T , and yiε

{1, -1} menyatakan kelas dari gigi , i.e., molar atau premolar. Model binary linear SVM ini dapat dinyatakan dengan w* and b* yang dihitung sesuai Persamaan 2 dan 3.

(2)

(3)

Dimana α adalah Lagrange multiplier sehingga dapat dimaksimalkan, konstrain yang harus dipenuhi adalah dan ; B adalah sebuah matrix dimana Bij = yiyjxi.xj , dan S kumuplan dari

support vector yang memiliki nilai .

SVM terdiri dari proses training dan proses testing. Pada tahap ini langkah training telah diselesaikan, sehingga langkah testing bisa dilakukan. Setiap data pada kumpulan datatest harus dilabeli dengan molar atau premolar berdasarkan persamaan y’. y’ = sgn(w* ◦x’+ b*) adalah fungsi sign dan x’ adalah data test. Setiap datatest yang nilai y’>0 maka akan dikelompokan kedalam kelas molar, dan sebaliknya akan menjadi kelompok premolar.

Gambar 3. Representasi lebar gigi perbaris dengan tanda merah sebagai kandidat titik mesiodistal

(4)

c. Penomoran Gigi

Penomoran gigi merupakan proses untuk memberikan sebuah nomor unik untuk setiap gigi yang terdapat pada citra. Nomor tersebut berdasarkan sistem penomoran universal (dimulai dari 1 hingga 32). Metode yang digunakan adalah mencocokan pola groundtruth dengan pola yang didapatkan pada proses klasifikasi. Pola pada groundtruth telah memiliki nomor untuk masing-masing gigi, yang harus dilakukan adalah memeriksa pola yang ditemukan memiliki kemiripan dengan bagian mana dari ground truth.

Dalam proses ini juga dilakukan pemeriksaan apakah gigi yang didapatkan mebentuk urutan secara sekuensial atau tidak. Pola M-P-M bukan sebuah pola yang valid, sehingga saat dicocokan dengan pattern pada groundtruth maka pola groundtruth yang termirip yang digunakan dan tentu saja tidak M-P-M namun P-P-M atau mungkin M-P-P tergantung pada kasusnya.

III. HASILDANPEMBAHASAN

Sistem ini telah diuji menggunakan 15 citra gigi dimana terdapat 110 gigi tunggal dengan jumlah molar 60 dan premolar 50. Dalam proses ujicoba terdapat tiga proses utama yang dianalisa, yaitu segmentasi, klasifikasi dan penomoran gigi.

A. Segmentasi

Dapat disimpulkan bahwa algoritma segmentasi telah cukup bagus sesuai dengan akurasi yang dihasilkan. Pada sistem ini, 95% dari total gigi dapat dipisahkan dan dikenali. Pada beberapa kasus yang gagal, seperti ditunjukan pada Gambar 4, faktor utama adalah kondisi gigi yang memiliki intensitas yang cukup mirip dengan gusi sehingga sulit untuk dibedakan. Setelah ROI didapatkan, mesiodistal dihitung dengan contoh hasil mesiodistal ditampilkan dalam Gambar 5. Gambar tersebut menunjukan bahwa sistem telah mampu menemukan mesiodistal sesuai dengan karakteristik yang diharapkan .

a) b)

c) d)

Gambar 4. (a) and (c) contoh input dan output citra tidak tersegmentasi sempurna, (b) and (d) tersegmentasi sempurna.

a) b)

Gambar 5. a) Mesiodistal untuk gigi Maxilla, 4b) untuk gigi mandibular.

B. Klasifikasi

Klasifikasi sebagai bagian inti dari sistem ini menunjukan hasil yang memuaskan. Sistem dapat mengklasifikasi secara benar 99 gigi dari 110 total gigi yang tersegmentasi. 54 molar dapat terklasifikasi dari 60 and 45 premolar terklasifikasi dengan benar dari 50 premolar. Detil akurasi ditunjukan pada Tabel 1. Beberapa kasus tidak normal ditemukan selama proses klasifikasi. Beberapa citra yang tidak tersegmentasi secara sempurna tentu menyebabkan klasifikasi yang kurang valid, sehingga mengurangi nilai akurasi dari sistem.

Secara umum, citra dapat dikenali dengan benar. Beberapa kasus yang ditemukan ditunjukan dalam Gambar6. Beberapa gigi yang memiliki ukuran yang hampir sama, sangat dimungkinkan untuk gigi-gigi tersebut; terletak pada area didalam margin Hyperplane, atau bahkan terjadi salah klasifikasi.

a) b)

c) d)

Gambar 6. a) Normal. b) Gagal segmentasi beberapa gigi, c) Gigi 14 gagal klasifikasi d) gagal segmentasi dan terdapat pola ambigu (MM).

(5)

Tabel 1. Akurasi Proses Klasifikasi. Teeth Method Pre Final Molar 87% 90% Premolar 88% 90% Total 87.5% 90% C. Penomoran Gigi

Algoritma yang digunakan pada penomoran gigi memberikan dampak positif pada hasil klasifikasi. Data yang sama diujicoba untuk proses penomoran dan menghasilkan nilai 86%. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa pattern hasil klasifikasi yang dianggap ambigu, sehingga terjadi salah penomoran. Misalkan, pola MM sulit dibedakan antara bagian dari PPPMMM, PPPMMM atau bahkan mungkin posisi yang lain. Meskipun masih ditemukan kekurangan, namun secara umum metode ini meningkatkan akurasi klasifikasi . Jika terdapat pola-pola yang aneh misalkan PMPMM, menurut algoritma ini, patter ini akan dirubah menjadi patter yang seharusnya yaitu PPPMMM. Oleh karena itu, proses penomoran ini dapat meningkatkan akurasi klasifikasi hingga 3% seperti pada Tabel 1.

IV. KESIMPULAN

Segmentasi, klasifikasi dan penomoran gigi merupakan kontribusi penting untuk Dental Radiography bahkan penelitian forensik . Sistem identifikasi korban bencana secara otomatis mutlak dibutuhkan, dengan tingkat kecepetan dan akurasi yang tinggi. Pada paper ini, kami megusulkan pendekatan klasifikasi gigi menggunakan lebar mesiodistal neck. Perbaikan citra gigi menggunakan homomorphic filtering dan contrast enhancement dijelaskan pada bagian awal metodologi. Perbaikan citra tersebut dilanjutkan dengan adaptive threshold untuk mentransfer gray image menjadi binary. Integral projection dipilih sebagai cara untuk memisahkan masing-masing gigi dan mendapatkan ROI. Pendekatan utama dalam menemukan mesiodistal juga telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

Algoritma yang diusulkan telah memberikan nilai akurasi dengan beberapa kasus yang ditemukan. Sistem mampu menangani noise dan memisahkan gigi menjadi molar atau premolar dengan akurasi 90% dan sebagian besar gigi dapat dinomori secara tepat. Citra dengan kondisi yang kabur dan gray level yang kurang jelas masih harus diteliti untuk mendapatkan akurasi yang lebih tinggi lagi. Beberapa kasus yang belum ditemukan dalam penelitian ini merupakan tantangan besar untuk penelitian selanjutnya.

DAFTARPUSTAKA

[1] MohammadH. Mahoor, Mohamed Abdel-Mottaleb, Classifcation and numbering of teeth in dental bitewing images, Elsevier, 2005, 38 : 577 - 586.

[2] P.L.Lin, YH.Lai , P.W.Huang, An effective classification and numbering system for dental bitewing radiographs using teeth region and contour infonnation, Patter Recognition, 2009.

[3] Anny Yuniarti, Anindhita Sigit Nugroho, Bilqis Amaliah, Agus Zainal Arifin, “Classification and Numbering of Dental Radiographs for An Automated Human Identification System”, Telkomnika Journal, Vol.10 No.1 Apr 2012.

[4] Faraein Aeini, Fariborz Mahmou, Classifcation and numbering of posterior teeth in bitewing dental images, 3rd International Conference on Advanced Computer Theor and Engineering(CTE), 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model juga penting karena kondisi ini akan memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan kualitas produk

Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada arteri (pembuluh nadi).Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi, dimana tekanan tersebut

Peristiwa yang telah lalu yang ada dalam kehidupan siswa, dengan memberikan keteladanan tentang perilaku jujur, disiplin dan, tanggung jawab

penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun dengan akibat hukum dikurangi tunjangan khusus remunerasi selama 1 tahun sebesar 90% tiap bulan PP No.53 tahun 2010 pasal 3

Laju akumulasi amonium yang tinggi pada kombinasi E tersebut dapat disebabkan oleh tingginya aktivitas enzim nitrogenase. Selain amonium, di dalam kultur juga

Berkaitan dengan upaya meningkatkan prestasi belajar di kelas V pada mata pelajaran mata pelajaran Al Qur’an Hadist dan analisa terhadap pemanfaatan metode

(1) Jika rujukan terkutip dalam teks TA terdiri atas penulis tunggal, maka yang ditulis dalam Daftar Pustaka adalah nama keluarga penulis, yang ditulis di depan dan diakhiri

BISNIS Bali Selatan (Denpasar, Badung) I GUSTI AYU LIANASARI 08113867800 82 Eastin Hotel Canggu Bali Eastin Hotels & Residences ENTERPRISE Bali Selatan (Denpasar, Badung) I