• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Asuransi berasal dari istilah Verzekering (Belanda) Assurance atau insurance

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Asuransi berasal dari istilah Verzekering (Belanda) Assurance atau insurance"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asuransi Kesehatan

Asuransi berasal dari istilah Verzekering (Belanda) Assurance atau insurance (Inggris). Asuransi yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian (Rahman, 2009).

Menurut Jacobs dalam Murti (2000), Health Insurance : The payment for the excepted costs of a group resulting from medical utilization based on the excepted

expense incurred by the group. The payment can be based on community or experience rating. Berdasarkan definisi di atas ada beberapa kata kunci yaitu : (a) ada pembayaran, yang dalam istilah ekonomi ada suatu transaksi dengan pengeluaran sejumlah uang yang disebut premi, (b) ada biaya, yang diharapkan harus dikeluarkan karena penggunaan pelayanan medik, (c) pelayanan medik tersebut didasarkan pada bencana yang mungkin terjadi yaitu sakit, (d) keadaan sakit merupakan sesuatu yang tidak pasti (uncertainty), tidak teratur dan mungkin jarang terjadi. Tetapi bila peristiwa tersebut benar-benar terjadi, implikasi biaya pengobatan dapat demikian besar dan membebani ekonomi rumah tangga. Kejadian sakit yang mengakibatkan bencana ekonomi bagi pasien atau keluarganya biasa disebut catastrophic illness (Murti, 2000).

Asuransi artinya transaksi pertanggungan yang melibatkan dua pihak, tertanggung dan penanggung. Penanggung menjamin pihak tertanggung, bahwa ia

(2)

akan mendapatkan penggantian terhadap suatu kerugian yang mungkin akan dideritanya, sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau yang semula belum dapat ditentukan saat/kapan terjadinya. Sebagai kontra prestasinya si tertanggung diwajibkan membayar sejumlah uang kepada si penanggung, yang besarnya sekian persen dari nilai pertanggungan, yang biasa disebut premi (Djojosoedarso, 2003)

Menurut Widiawan dan Sutedjo (2005), salah satu industri jasa yang sangat pesat pertumbuhannya adalah jasa asuransi. Memilih penyedia jasa asuransi yang tepat wajib dilakukan sekalipun bukan hal yang mudah, karena kewajiban nasabah untuk membayar premi sudah harus dilakukan pada saat menjadi peserta asuransi, sementara manfaat asuransi baru diperoleh beberapa bulan atau tahun kemudian. Nasabah perlu mengetahui perusahaan asuransi mana yang memberikan layanan baik. Sementara perusahaan asuransi juga perlu mengetahui dimensi layanan apa saja yang dianggap penting oleh nasabah, serta harapan dan kepuasan nasabah untuk masing-masing dimensi layanan.

Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia berjalan sangat lambat dibandingkan dengan perkembangan asuransi kesehatan di beberapa negara tetangga di ASEAN. Secara teoritis beberapa faktor penting dapat dikemukakan sebagai penyebabkan lambatnya pertumbuhan asuransi Kesehatan di Indonesia, diantaranya deman (demand) dan pendapatan penduduk yang rendah, terbatasnya jumlah perusahaan asuransi, dan buruknya mutu fasilitas pelayanan kesehatan serta tidak adanya kepastian hukum di Indonesia.

(3)

Penduduk Indonesia pada umumnya merupakan risk taker untuk kesehatan dan kematian. Sakit dan mati dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang religius merupakan takdir Tuhan dan karenanya banyak anggapan yang tumbuh di kalangan masyarakat Indonesia bahwa membeli asuransi berkaitan sama dengan menentang takdir. Hal ini menyebabkan rendahnya kesadaran penduduk untuk membeli atau mempunyai asuransi kesehatan. Selain itu, fasilitas kesehatan sebagai faktor yang sangat penting untuk mendukung terlaksananya asuransi kesehatan juga tidak berkembang secara baik dan distribusinya merata. Sedangkan dari sisi regulasi, Pemerintah Indonesia relatif lambat memperkenalkan konsep asuransi kepada masyarakat melalui kemudahan perijinan dan kapastian hukum dalam berbisnis asuransi atau mengembangkan asuransi kesehatan sosial bagi masyarakat luas (Sulastomo, 2000).

Asuransi membutuhkan peserta dalam jumlah yang besar, agar risiko dapat didistribusikan secara merata dan luas serta dikurangi secara efektif. Prinsip ini merupakan konsekuensi hukum jumlah besar, makin banyak peserta, makin besar risiko yang dapat dikurangi. Menurut para analis di Amerika Serikat, jumlah anggota 50.000 per Health Maintenance Organization (HMO), dipandang menguntungkan (WHO, 2000).

2.1.1. Sejarah Asuransi

Pemerintah Indonesia sudah mulai mencoba memperkenalkan prinsip asuransi sejak tahun 1947. Seperti juga yang berkembang di negara maju, asuransi kesehatan

(4)

berkembang dimulai dengan asuransi sosial dalam bidang kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pada waktu itu Pemerintah mewajibkan semua perusahaan untuk mengasuransikan karyawannya terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Namun demikian, karena situasi keamanan dalam negeri pasca kemerdekaan belum stabil, maka upaya tersebut belum memungkinkan untuk terlaksana dengan baik (Thabrany, 2003).

Di tahun 1960 pemerintah mencoba memperkenalkan lagi konsep asuransi kesehatan melalui Undang-undang Pokok Kesehatan tahun 1960 yang mengamanahkan pengembangan ‘dana sakit,’ yang bertujuan untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat. Akan tetapi karena berbagai kesulitan sosial ekonomi, maka perintah undang-undang tersebut sama sekali tidak bisa dilaksanakan (Putri, 2003).

Asuransi kesehatan sosial adalah asuransi kesehatan yang mempunyai ciri wajib diikuti oleh sekelompok penduduk (misalnya pegawai negeri), manfaat atau paket pelayanan kesehatan yang dijamin ditetapkan oleh peraturan dan sama untuk semua peserta, dan iuran/preminya ditetapkan dengan prosentase upah atau gaji. Pada awalnya asuransi kesehatan pegawai negeri yang kini lebih dikenal dengan ASKES, mewajibkan iuran sebesar 5% dari upah, namun pada perkembangan selanjutnya iuran diturunkan menjadi 2% yang harus dibayar oleh pegawai negeri, sementara pemerintah sebagai majikan tidak membayar iuran. Baru pada tahun 2004, Pemerintah memulai mengiur sebesar 0,5% dari gaji yang secara bertahap akan

(5)

dinaikkan menjadi 2%, sehingga total iuran asuransi kesehatan bagi pegawai negeri menjadi 4% (Putri, 2003).

Asuransi kesehatan komersial telah ditawarkan di kota-kota besar di awal tahun 1970an oleh perusahaan asuransi multinasional yang memiliki kantor cabang atau unit usaha di Indonesia. Perkembangan penjualan asuransi komersial yang dijual olehperusahaan asuransi sebelum tahun 1992 tidak mengalami pertumbuhan yang berarti karena landasan hukumnya tidak begitu jelas. Asuransi kesehatan komersial kala itu umumnya dijual sebagai produk tumpangan (rider) yang dijual oleh perusahaan asuransi kerugian, karena memang asuransi kesehatan merupakan asuransi kerugian. Perusahaan asuransi jiwa tidak jelas apakah dapat menjual asuransi kesehatan atau tidak.

Setelah tahun 1992, UU nomor 2/1992 tentang Asuransi mengatur bahwa perusahaan asuransi jiwa boleh menjual produk asuransi kesehatan. Awalnya banyak pihak yang menganggap bahwa hanya perusahaan asuransi jiwa yang diijinkan untuk menjual asuransi kesehatan. Padahal sesungguhnya sifat alamiah usaha asuransi jiwa bukan asuransi kerugian karena besarnya kehilangan jiwa tidak bisa diukur dan karenanya asuransi indemnitas atau penggantian kerugian tidak bisa dijalankan, akan tetapi pemegang polis dapat memilih jumlah yang diasuransikan apabila seseorang tertanggung meninggal. Dengan keluarnya UU asuransi ini, maka baik perusahaan asuransi jiwa maupun asuransi kerugian dapat menjual produk asuransi kesehatan dan derivatnya (Putri, 2003).

(6)

2.1.2. Jenis-Jenis Asuransi Kesehatan

Azwar (1996) membagi jenis asuransi berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki, sedangkan Thabrany (1998) membagi atas berbagai model berdasarkan hubungan ketiga komponen asuransi yaitu peserta, penyelenggara pelayanan kesehatan serta badan/perusahaan asuransi. Berdasarkan pendapat tersebut, secara garis besar ada beberapa jenis asuransi :

a. Ditinjau dari hubungan ketiga komponen asuransi

(1). Asuransi tripartied; apabila ketiga komponen asuransi terpisah satu sama lain dan masing-masing berdiri sendiri.

Gambar 2.1. Asuransi Tripartied

(b) Asuransi bipartied; Penyelenggara Pelayanan Kesehatan (PPK) dapat merupakan milik atau dikontrol oleh perusahaan asuransi.

(7)

b. Ditinjau dari Kepemilikan Badan Penyelenggara

Ditinjau dari kepemilikan badan penyelenggara, asuransi kesehatan dibagi atas: (a) asuransi kesehatan pemerintah (government health insurance) yaitu asuransi kesehatan milik pemerintah atau pengelolaan dana dilakukan oleh pemerintah. Keuntungan yang diperoleh khususnya bagi masyarakat kurang mampu karena mendapat subsidi dari pemerintah. Di lain pihak, biasanya mutu pelayanan kurang sempurna sehingga masyarakat merasa tidak puas, (b) asuransi kesehatan swasta (private health insurance) yaitu asuransi kesehatan milik swasta atau pengelolaan dana dilakukan oleh suatu badan swasta. Keuntungan yang diperoleh biasanya mutu pelayanan relatif lebih baik, sedangkan kerugiannya sulit dilakukan pengamatan terhadap penyelenggaranya.

c. Ditinjau dari Peranan Badan Penyelenggara Asuransi

Ditinjau dari peranan badan penyelenggara asuransi, asuransi kesehatan dibagi atas : (a) hanya bertindak sebagai pengelola dana Bentuk ini berkaitan dengan model tripartied, merupakan bentuk klasik dari asuransi kesehatan. Bentuk ini akan merugikan atau menguntungkan tergantung dari kombinasi dengan sistem pembayaran yang dijalankan. Jika dikombinasikan dengan reimbursment, akan merugikan. Sebaliknya jika dikombinasi dengan prepayment akan menguntungkan, (b) badan penyelenggara asuransi juga bertindak sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan. Jenis ini sesuai dengan bentuk bipartied, keuntungan yang diperoleh adalah pengamatan terhadap biaya kesehatan dapat ditingkatkan sehingga terjadi

(8)

penghematan. Kerugiannya pelayanan kesehatan yang diberikan tergantung dari badan penyelenggara bukan kebutuhan masyarakat.

d. Ditinjau dari Jenis Pelayanan yang Ditanggung

Ditinjau dari jenis pelayanan yang ditanggung, asuransi kesehatan dapat dibedakan atas : (a) menanggung seluruh jenis pelayanan kesehatan, baik pengobatan (kurative), pemulihan (rehabilitative), peningkatan (promotive) maupun pencegahan (preventive). Dengan demikian pelayanan yang diberikan bersifat menyeluruh (comprehensive) dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan peserta sehingga peserta jarang sakit dan secara timbal balik akan menguntungkan badan penyelenggara asuransi, (b) menanggung sebagian pelayanan kesehatan, biasanya yang membutuhkan biaya besar misalnya perawatan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan yang biayanya kecil misalnya pelayanan kesehatan di puskesmas.

e. Ditinjau dari Jumlah Dana yang Ditanggung

Ditinjau dari jumlah dana yang ditanggung, asuransi kesehatan dibagi atas : (a) seluruh biaya kesehatan yang diperlukan ditanggung oleh badan penyelenggara. Keadaan ini dapat mendorong pemanfaatan yang berlebihan oleh peserta terutama bila keadaan peserta kurang, (b) hanya sebagian biaya kesehatan yang ditanggung oleh badan penyelenggara. Dengan cara ini dapat mengurangi pemanfaatan yang berlebihan atau moral hazard ditinjau dari pihak peserta karena peserta asuransi harus memberikan kontribusi yang telah ditetapkan bila memakai layanan kesehatan (cost sharing).

(9)

f. Ditinjau dari Cara Pembayaran Kepada Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Ditinjau dari cara pembayaran kepada penyelenggara pelayanan kesehatan, asuransi kesehatan terbagi atas : (a) pembayaran berdasarkan jumlah kunjungan peserta yang memanfaatkan pelayanan kesehatan (reimbursment). Dengan demikian jumlah peserta berbanding lurus dengan jumlah uang yang diterima oleh penyelenggara pelayanan kesehatan, (b) pembayaran berdasarkan kapitasi yaitu berdasarkan jumlah anggota/ penduduk yang dilayani, berdasarkan konsep wilayah. g. Ditinjau dari Waktu Pembayaran terhadap PPK

Ditinjau dari waktu pembayaran terhadap PPK, asuransi kesehatan terbagi atas: (a) pembayaran setelah pelayanan kesehatan selesai diselenggarakan (retrospective payment), biasanya dihitung berdasarkan service by service atau patient by patient, (b) pembayaran di muka (pre payment) yaitu diberikan sebelum pelayanan diselenggarakan, biasanya perhitungan berdasarkan kapitasi dengan pelayanan komprehensif dengan tujuan penghematan dan mengurangi moral hazard dari penyelenggara pelayanan kesehatan.

h. Ditinjau dari Jenis Jaminan

Ditinjau dari jenis jaminan, asuransi kesehatan dibagi atas : (a) jaminan dengan uang, yaitu asuransi yang membayar dengan mengganti biaya pelayanan yang diberikan, (b) jaminan yang diberikan tidak berupa uang (Managed Care), contohnya : JPKM dan Askes.

(10)

2.1.3. Manfaat Asuransi Kesehatan

Ada beberapa manfaat asuransi kesehatan selain mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan antara lain : (a) asuransi merubah peristiwa tidak pasti menjadi pasti dan terencana, (b) asuransi membantu mengurangi risiko perorangan ke risiko sekelompok orang dengan cara perangkuman risiko (risk pooling). Dengan demikian terjadi subsidi silang; yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit, yang kaya membantu yang miskin.

Penelitian Hendriyanto (2009), tentang pengaruh faktor pribadi terhadap keputusan nasabah PT. Asuransi Raksa Pratikara dalam memilih Perusahaan Asuransi (Studi pada Kantor Pemasaran PT. Asuransi Raksa Pratikara Malang), menyimpulkan terdapat pengaruh positif yang signifikan antara usia, tahap siklus hidup keluarga, lingkungan ekonomi, pekerjaan, kepribadian dan konsep diri terhadap keputusan nasabah PT. Asuransi Raksa Pratikara dalam memilih perusahaan asuransi.

Hasil Surveyone (2009) menemukan bahwa karena begitu besar manfaat yang diberikan asuransi, tak heran bila sekarang kebutuhan akan produk ini dianggap penting bagi kebanyakan orang. Hal itu terungkap dalam hasil riset yang dilakukan dengan melibatkan 600 responden di 5 kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Makassar) ini memperlihatkan bahwa 67,5% responden menganggap penting dan amat penting memiliki asuransi. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki asuransi ini telah mendorong tingkat kepemilikan asuransi relatif tinggi, yakni mencapai 41,7%, sehingga premi yang diperolehnya pun meningkat cukup signifikan. Jika pada 2001, total premi tercatat Rp 9,08 triliun;

(11)

maka pada 2005 preminya telah mencapai Rp 22,39 triliun (rata-rata meningkat 25,4% per tahun). Kemudian untuk kuartal III 2006, premi asuransi jiwa telah mencatat Rp 18,9 triliun; atau meningkat 24% dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 15,2 triliun.

Tingkat kepentingan memiliki produk asuransi menurut Surveyone (2009) adalah : penting (56.83%), biasa saja (27.50%), sangat penting (10.67%), tidak penting (4.67%) serta sangat tidak penting (0.33%). Sumber informasi mengenai asuransi pertama kali: teman (35.50%), sales yang menawarkan (35.50%), saudara / family (23.17%), iklan media cetak (19.67%), iklan TV (18.67%), brosur / leaflet (15.00%), perusahaan (12.33%).

2.1.4. Sistem Pelayanan Asuransi Kesehatan

Sistem adalah kumpulan/unit/komponen yang saling berkaitan erat satu sama lain, sulit untuk dipisahkan dalam upaya mencapai satu tujuan (Thabrany, 1998). Dengan pendekatan sistem, secara sederhana pelayanan asuransi terdiri dari komponen masukan, proses, keluaran dan dampak serta dipengaruhi oleh beberapa faktor.

a Komponen Masukan

Komponen masukan terdiri dari : (a) peserta atau masyarakat baik perorangan ataupun keluarga, (b) perusahaan asuransi yang disebut badan penyelenggara asuransi (Bapel), (c) pemberi pelayanan kesehatan (pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan), dengan adanya perubahan paradigma ke arah paradigma sehat, maka PPK

(12)

dirubah pengertiannya menjadi penyelenggara pemeliharaan kesehatan, (d) pemerintah dapat berperan sebagai masukan tetapi juga sebagai faktor yang

mempengaruhi, misalnya membuat peraturan dan/atau kebijakan (Thabrany, 1998). b Komponen Proses

Proses tergambarkan dalam studi kelayakan dan rencana usaha Bapel, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi di semua komponen asuransi yang didasarkan pada data yang akurat (Thabrany, 1998).

c. Komponen Keluaran

Keluaran dapat berupa pembayaran sebagian atau keseluruhan paket-paket pelayanan kesehatan sesuai dengan transaksi premi yang telah disetujui. Dengan adanya perubahan ke arah paradigma sehat, maka asuransi diharapkan tidak hanya berperan pada pelayanan kuratif tetapi juga pramotif, prefentif dan rehabilitatif (Thabrany, 1998).

d. Komponen Dampak

Dampak utama yang paling diharapkan adalah akses masyarakat terhadap penyelenggara kesehatan, dan pada akhirnya akan meningkatkan status/derajat kesehatan masyarakat yang ditandai : pertama, mampu hidup lebih lama dengan indikator umur harapan hidup; kedua, menikmati hidup sehat dengan indikator angka kesakitan; ketiga, mempunyai kesempatan meningkatkan pengetahuan dengan indikator angka melek huruf dan tingkat pendidikan serta keempat, hidup sejahtera dengan indikator pendapatan per kapita (Thabrany, 1998).

(13)

Keberhasilan penyelenggaraan asuransi kesehatan di suatu negara sangat tergantung pada situasi dan kondisi serta jenis asuransi yang dijalankan, baik satu jenis ataupun gabungan serta modifikasi berbagai jenis asuransi yang ada.

Ada perubahan mendasar sebagai upaya penyempurnaan penyelenggaraan asuransi dan penyelesaian masalah asuransi kesehatan bentuk tradisional yaitu biaya tinggi, antara lain dengan :

a. Mengganti sistem reimbursment menjadi prepayment

Upaya ini adalah perhitungan biaya dilakukan sebelum pelayanan diberikan, ada beberapa cara :

(1) Sistem kapitasi, yang dimaksud dengan sistem kapitasi adalah suatu sistem pembayaran dengan sejumlah uang yang merupakan pertanggungjawaban pelayanan kesehatan yang diterima secara tetap dan periodik sesuai dengan jumlah atau cakupan pasien. Pengelompokkan biasanya berdasarkan karakteristik pasien seperti umur dan jenis kelamin (Jacob dalam Murti, 2000), sedangkan Azwar (1996) menyebutkan sistem kapitasi adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan oleh badan penyelenggara kepada sarana pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga untuk setiap peserta yang dipertanggungkan. Biasanya sistem kapitasi ini berkaitan erat dengan konsep wilayah.

(2) Sistem paket, yang dimaksud dengan sistem paket yaitu sistem pembayaran di muka, berdasarkan paket pelayanan kesehatan yang dipertanggungkan tanpa melihat jenis penyakit yang diderita oleh pasien dan atas kesepakatan harga antara badan penyelenggara dengan penyelenggara pelayanan kesehatan.

(14)

b. Menerapkan beberapa ketentuan pembatas

Azwar (1996) menyebutkan antara lain dengan : (a) hanya menanggung pelayanan kesehatan biaya tinggi (large loss principle) misal rawat inap dan pembedahan, (b) hanya menanggung sebagian biaya dan sebagian lagi ditanggung peserta (cost sharing).

c. Memadukan Badan Asuransi dengan Penyelenggara Pelayanan Kesehatan

Bentuk ini merupakan keterpaduan penyelenggara pelayanan kesehatan dengan penyelenggara pelayanan kesehatan sehingga terjadi efisiensi dan penghematan (cost containtment) yang mencegah meningkatnya biaya. Ditinjau dari pihak peserta, ada kerugian karena adanya keterbatasan pilihan pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dikurangi apabila mutu pelayanan ditingkatkan sehingga kebutuhan dan kepuasan konsumen/peserta terpenuhi dengan optimal.

Untuk keberhasilan penyelenggaraan asuransi kesehatan, pemikiran kita tidak terlepas dari ketiga elemen asuransi yaitu badan penyelenggara, peserta dan penyelenggara pelayanan kesehatan yang didukung secara kuat oleh komitmen pemerintah sebagai regulator.

Penelitian Widiawan dan Sutedjo (2005) tentang mutu layanan beberapa perusahaan asuransi di Surabaya menggunakan dimensi layanan yang dianggap paling penting bagi para pelanggan adalah empathy dan assurance, sementara yang dianggap paling tidak penting adalah dimensi tangible. Harapan pelanggan dengan nilai terbesar ada pada dimensi assurance. Sementara dimensi dengan nilai harapan terkecil terdapat pada dimensi tangible, hal ini menunjukkan bahwa hal-hal yang

(15)

bersifat fisik bukanlah faktor penentu utama seorang pelanggan terhadap suatu perusahaan asuransi. Secara umum responden mempunyai harapan yang sangat tinggi untuk pelayanan di semua dimensi layanan yang ada. Dimensi yang paling mendekati kepuasan pelanggan adalah dimensi tangible, ditunjukkan dengan nilai gap yang terkecil. Sementara itu, dimensi dengan nilai gap terbesar, adalah dimensi empathy, hal ini menunjukkan bahwa dimensi empathy paling menjauhi tingkat kepuasan pelanggan. Belum ada perusahaan yang bisa memenuhi harapan pelanggan, diukur dari semua dimensi pelayanan yang ada, akan tetapi secara umum (deskriptif) jika dilihat dari gap mean untuk kelima dimensi layanan.

2.2. Peserta Asuransi Kesehatan

Tjiptono (2000), menyebutkan bahwa mutu memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Mutu memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang, ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan cara memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan mutu yang memuaskan.

Pelayanan yang diberikan perusahaan asuransi kesehatan dapat memuaskan kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan akan meningkatkan loyalitas peserta

(16)

untuk tetap menjadi pengguna jasa asuransi dengan melakukan perpanjangan kepesertaannya.

Menurut WHO (2000), asuransi membutuhkan peserta dalam jumlah yang besar, agar risiko dapat didistribusikan secara merata dan luas serta dikurangi secara efektif. Prinsip ini merupakan konsekuensi hukum jumlah besar, makin banyak peserta, makin besar risiko yang dapat dikurangi. Menurut para analis di Amerika Serikat, jumlah anggota 50.000 per Health Maintenance Organization (HMO) sehingga dipandang menguntungkan.

Menurut Foedjiawati dan Semuel (2007), selama ini perusahaan-perusahaan asuransi pada umumnya tidak pernah melakukan riset untuk mengetahui seberapa besar kepuasan pelanggannya untuk tiap-tiap variabel mutu pelayanan, sehingga mereka tidak tahu variabel-variabel mana saja yang perlu diperbaiki agar dapat memenuhi harapan para pelanggan.

Ditinjau dari sisi pelanggan, para pelanggan biasanya tidak mengetahui dengan detil setiap variabel pelayanan yang ada pada perusahaan penyedia jasa layanan. Akibatnya pelanggan dapat terkecoh dalam memilih suatu perusahaan asuransi. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengukuran gap untuk mengetahui adanya perbedaan antara kenyataan yang diterima pelanggan dengan harapan pelanggan (Foedjiawati dan Semuel, 2007).

(17)

2.3. Faktor yang Berpengaruh terhadap Permintaan Asuransi Kesehatan

Menurut Trisnantoro (2005), permintaan (demand) untuk layanan kesehatan termasuk asuransi kesehatan memiliki beberapa hal yang membedakan dengan pendekatan tradisional demand dalam sektor lain, yaitu: (a) yang diinginkan masyarakat atau konsumen adalah kesehatan bukan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan derived demand sebagai input untuk menghasilkan kesehatan. Kebutuhan penduduk meningkat, penyakit semakin kompleks, dan teknologi kedokteran serta perawatan yang semakin tinggi menuntut tersedianya dana untuk investasi, operasional, dan pemeliharaan, (b) masyarakat tidak membeli kesehatan dari pasar secara pasif, masyarakat menggunakan waktu untuk usaha-usaha peningkatan kesehatan, di samping menggunakan pelayanan kesehatan, (c) kesehatan dapat dianggap sebagai bahan investasi karena tahan lama dan tidak terdeprisiasi dengan segera.

Jacobs dalam Murti (2000), mengemukakan bahwa dasar teori permintaan terhadap asuransi digambarkan secara sistematis dan pasti bagaimana variabel selera konsumen, tingkat kekayaan, harga asuransi, kemungkinan kejadian sakit, kehilangan karena pengeluaran pembiayaan pada saat sakit serta pemanfaatan maksimal mempengaruhi keputusan seseorang untuk membeli asuransi.

Santerre dan Neun (2000) mengemukakan empat faktor individu yang mempengaruhi jumlah permintaan terhadap asuransi kesehatan yaitu (a) harga asuransi. (b) peluang kejadian sakit secara subjektif, (c) besarnya kehilangan relatif

(18)

dari pendapatan akibat pengeluaran waktu sakit, (d) derajat keengganan menerima risiko.

2.4. Persepsi

Pengertian persepsi menurut Schiffman dan Kanuk (2004), "Perception is the process by which an individual selects, organizes, and interprets stimuli into a meaningful and coherent picture of the world". Pemahaman dari definisi tersebut, bahwa persepsi adalah suatu proses yang membuat seseorang memilih, mengorganisasikan, dan menginterprestasikan rangsangan yang diterima menjadi suatu gambaran yang berarti dan lengkap tentang dunianya.

Persepsi timbul karena adanya stimulus (rangsangan) dari luar yang akan mempengaruhi seseorang melalui kelima alat inderanya. Stimulus tersebut akan diseleksi, diorganisir, dan diinterprestasikan oleh setiap orang dengan caranya masing-masing. Ada dua faktor utama dalam persepsi, yaitu:

a. Faktor Stimulus, merupakan sifat fisik suatu obyek seperti ukuran, warna, berat, rasa, dan lain lain.

2. Faktor Individual, merupakan sifat-sifat individu yang tidak hanya meliputi proses sensorik, tetapi juga pengalaman di waktu lampau pada hal yang sama.

Persepsi individu akan suatu objek terbentuk dengan adanya peran dari perceiver, target, dan situation. Perceiver mendapat rangsangan dan melakukan proses persepsi berdasarkan need, expectation, experience yang dimiliki perceiver”. Rangsangan yang diterima perceiver adalah target yang dapat berbentuk produk

(19)

maupun jasa. Target yang berbentuk jasa, perceiver mempersepsikan target berdasarkan assurance, empathy, reliability, responsiveness, dan tangibles (Kanuk, 2004).

Dalam mempersepsikan target, situation yang merupakan suasana di sekitar target dan perceiver juga mempengaruhi perceiver melalui lighting, aromas, sound, dan temperature. Proses membentuk persepsi akan suatu objek tersebut bisa saja mendapat gangguan dari luar (distortion) berupa stereotype, halo effect, first impression, atau jumping to conclusion, yang dapat menyebabkan terjadi penyimpangan pada persepsi individu (Kanuk, 2004).

2.4.1. Kebutuhan terhadap Asuransi Kesehatan

Kebutuhan adalah perasaan kekurangan. Seseorang merasa butuh sepatu baru karena orang tersebut merasa kekurangan sepatu yang baru. Menurut Abraham Maslow, kebutuhan memiliki lima tingkatan. Mulai dari yang terendah sampai tertinggi, kebutuhan–kebutuhan tersebut adalah : kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan terhadap penghargaan atau kebanggaan, kebutuhan untuk mengaktualisasikan atau mengekspresikan diri.

Keinginan (want) adalah hasrat terhadap sesuatu untuk memenuhi kebutuhan. Keinginan dipengaruhi oleh latar belakang, budaya dan karakteristik individu seseorang. Pada saat lapar, muncul kebutuhan terhadap makanan. Namun, makanan apa yang diinginkan, berbeda–beda. Ada yang menginginkan nasi beserta lauk– pauk, roti, bakso dan lain – lain. Jadi, kebutuhan bisa sama tetapi keinginan berbeda – beda.

(20)

Manusia memiliki keinginan yang tak terbatas, sumber–sumber daya yang ingin diperolehnya yang terbatas. Oleh karena itu, setiap orang akan berusaha untuk memperoleh keinginan yang optimal dengan sumber daya yang ada. Keinginan yang disertai daya beli yang cukup dinamakan permintaan. Ini tentu berbeda dari pengertian permintaan dalam ekonomi mikro, yang menyatakan bahwa permintaan adalah jumlah produk yang pada tingkat harga tertentu yang konsumen bersedia membelinya.

Kebutuhan pelayanan kesehatan bersifat mendasar yang sesuai dengan keadaan riil masyarakat. Sedangkan permintaan pelayanan kesehatan terkait unsur preferensi yang dapat dipengaruhi oleh sosial budaya. Idealnya kebutuhan dan permintaan adalah sama atau berupa suatu keadaan yang identik. Permintaan akan tampak kalau masyarakat sakit dan mencari pengobatan atau informasi dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Permintaan dapat dilihat dari angka kunjungan pasien ke tempat pelayanan kesehatan (Bennet, 1991).

Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dinyatakan dalam dua kategori yaitu kebutuhan yang dirasakan dan kebutuhan yang tidak dirasakan. Meski tidak semuanya, kebutuhan yang dirasakan diterjemahkan sebagai permintaan. Sebagian besar kebutuhan yang tidak dirasakan dapat menjadi kebutuhan yang dirasakan. Sebaliknya dapat terjadi permintaan yang sebenarnya tidak dibutuhkan, dan petugas kesehatan harus mengurangi kategori permintaan yang tidak dibutuhkan (Bennet, 1991)

(21)

Cara masyarakat memenuhi kebutuhannya tidak selalu sesuai dengan langkah memenuhi kebutuhannya. Masyarakat menempatkan pengobatan anak waktu sakit pada tingkat prioritas tinggi atau sangat dibutuhkan, tetapi mutu gizi, sanitasi lingkungan dan imunisasi yang justru dapat menjamin kesehatan anak tidak dianggap sebagai felt needs utama (Anderson, 1984).

Faktor yang mempengaruhi masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan tergantung pada pengetahuan apa yang ditawarkan dalam pelayanan, bagaimana, kapan, oleh siapa dan dengan biaya berapa pelayanan kesehatan dapat diperoleh. Jadi pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh permintaan, sikap dan pengalaman mereka.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan tidak melalui proses yang tunggal, tetapi banyak hal yang mempengaruhinya. Karena tidak tunggalnya pengaruh yang ada untuk memberikan keputusan pemanfaatan pelayanan kesehatan, teori ini biasa disebut “Andersen’s Behavioral Model of Healt Service Utilization” dan sering dianut oleh banyak orang. Teori darinya ini dibuat pada tahun 1968 tetapi sampai sekarang banyak dirujuk karena masih relevan. Menurut Andersen keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan itu ada 3 (tiga) komponen yaitu predisposisi, enabling (pendukung) dan need.

Permintaan akan pemeriksaan dan pengobatan sangat tergantung pada konsep masyarakat tentang proses penyakit, berat dan prognosisnya. Penyelenggara pelayanan kesehatan harus memahami konsep–konsep masyarakat tentang kesehatan dan penyakit yang dapat termasuk kategori sindroma yang dapat diterima secara

(22)

ilmiah maupun sindroma tanpa ekuivalen dalam arti ilmiah. Informasi ini dapat diperoleh dari uraian seseorang tentang gejala penyakitnya atau diskusi dengan penyedia pelayanan, sehingga diperoleh pemahaman tentang permintaan dan kebutuhan pelayanan kesehatan yang dirasakan masyarakat (Bennet, 1991).

Sifat penyakit yang tidak terduga (uncertainly) dan setiap orang tidak dapat meramalkan kapan akan sakit, dimana, seberapa parah dan pelayanan kesehatan apa yang dibutuhkan. Ciri pelayanan kesehatan yang asymmetry of information menjadikan konsumen tidak mempunyai informasi yang lengkap tentang penyakitnya dan produk pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Mudah terjadi supply induce demand yang menjadikan konsumen harus menurut kata penyedia pelayanan dan harus membayar pula (Engel et al, 1995). Konsumen pelayanan kesehatan ada dalam posisi yang sangat lemah oleh karena umumnya tidak tahu banyak tentang apa yang dibutuhkannya. Konsekuensi dari keadaan ini adalah bahwa demand terhadap pelayanan kesehatan sebagian besar bukan keputusan individu yang bersangkutan. Memang orang memutuskan dimana berobat, akan tetapi selanjutnya untuk memutuskan jenis pemeriksaan dan jenis pengobatan, pihak penyedia pelayananlah yang menentukan (Tjiptono, 2000)

Pengertian permintaan (demand) terhadap asuransi kesehatan tidak terlepas dari pengertian permintaan dalam ilmu ekonomi yaitu jumlah komoditi berupa barang atau jasa yang mau dan mampu dikonsumsi oleh konsumer dalam periode waktu tertentu. Pada umumnya dalam perencanaan kesehatan lebih banyak digunakan need (kebutuhan) sebagai dasar dibandingkan dengan demand.

(23)

Need (kebutuhan) adalah jumlah pelayanan kesehatan yang diyakini oleh para ahli kesehatan/kedokteran harus dimiliki oleh seseorang untuk tetap atau menjadi kondisi sesehat mungkin (optimal). Namun demikian analisa permintaan tetap dibutuhkan karena dengan hanya berdasarkan need (kebutuhan), kemungkinan terjadi berbagai kesalahan, misalnya jika kebutuhan lebih besar dari kebutuhan riil, maka terjadi underutilizasi akibatnya tidak efisien. Sebaliknya jika kebutuhan riil lebih besar, maka permintaan berlebihan, waktu tunggu menjadi lebih panjang, fasilitas kurang (shortage) akibatnya terjadi biaya tinggi.

Ada empat definisi dari need yang lazim digunakan dalam penelitian dan praktisi social policy yaitu : (a) normative need terjadi manakala masyarakat memiliki standar pelayanan kesehatan sesuai dengan standar para ahli, (b) felt need terjadi manakala masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan berkaitan dengan persepsi perorangan, (c) expressed need adalah need yang dirasakan kemudian dikonversikan ke dalam permintaan walaupun tidak selalu harus seperti definisi permintaan menurut para ekonom yang menyangkut willingness dan ability to pay, (d) comparative need terjadi manakala suatu kelompok masyarakat dengan status kesehatan tertentu mendapatkan pelayanan kesehatan, di lain pihak dilakukan kelompok lain dengan status kesehatan yang sama tidak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Dari studi di luar negeri, pengendalian biaya kesehatan ternyata dapat melalui intervensi pemberian pelayanan kesehatan dan pembiayaan melalui badan asuransi kesehatan (Sulastomo, 2000). Seperti telah dibicarakan pada sesi sebelumnya bahwa konsep dasar asuransi adalah berlaku hukum jumlah besar, makin besar jumlah

(24)

peserta makin besar risiko yang dapat direduksi. Jumlah peserta sangat tergantung dari permintaan akan asuransi kesehatan, semakin besar permintaan, maka peserta asuransi akan bertambah (Murti, 2000). Dengan demikian walaupun asuransi kesehatan merupakan salah satu komoditi jasa sektor kesehatan, analisa yang digunakan lebih ke arah permintaan (demand) yang menggambarkan kemauan dan kemampuan konsumen dalam hal ini peserta asuransi untuk membeli asuransi kesehatan

2.4.2. Mutu Pelayanan Kesehatan

Pelayanan adalah suatu atau serangkaian aktivitas yang bersfat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antar konsumen/pelanggan dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi layanan yangg dimaksudkan untuk memecahkan masalah konsumen atau pelanggan (Grossman, 1990).

Manajemen pelayanan adalah proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun rencana, meng-implementasikan rencana, mengkoordinasikan dan menyelesaikan aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan-tujuan

Mutu adalah sesuatu yang dipikirkan oleh pelanggan. Mutu berhubungan dengan keinginan pelanggan itu sendiri. Mutu layanan sulit diukur karena banyaknya variasi persepsi dan harapan pelanggan. Persepsi tentang mutu bersifat subyektif. pelayanan.

(25)

Mutu dibentuk dari image pelanggan. Image atau persepsi pelanggan ini terbentuk saat pelanggan menerima pelayanan di perusahaan yang bersangkutan (Jasfar, 2002).

Mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa puas bagi seseorang pasien terhadap pelayanan yang diterima, dimana mutu yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan, kecepatan pelayanan, lingkungan perawatan yang menyenangkan, keramahan petugas, kemudahan prosedur, kelengkapan alat, obat-obatan dan biaya yang terjangkau (Jasfar, 2002).

Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pasien walaupun merupakan nilai subyektif, tetapi tetap ada dasar obyektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh lingkungan. Khususnya mengenai penilaian performance pemberi jasa pelayanan kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu teknis medis dan hubungan interpersonal. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberian informasi kepada pasien tentang penyakitnya serta memutuskan bersama pasien tindakan yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpersonal ini berhubungan dengan pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati kepekaan dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy pasien (Zeithaml, et al, 1996).

Konsumen pelayanan kesehatan tidak dapat dinilai secara teknis medis, oleh karena itu mereka menilai dari sisi non teknis. Ada dua penilaian tentang pelayanan kesehatannya yaitu kenyamanan dan nilai pelayanan yang diterima. Konsumen pelayanan kesehatan akan membandingkan pelayanan kesehatan yang diterima

(26)

dengan harapan terhadap pelayanan yang diberikan sehingga membentuk kepuasan mutu pelayanan. Hasil yang dapat terjadi : (a) jika harapan itu terlampaui, pelayanan tersebut dirasakan sebagai mutu pelayanan yang luar biasa, (b) jika harapan sama dengan pelayanan yang dirasakan, maka mutu memuaskan, (c) jika harapan tidak sesuai atau tidak terpenuhi maka mutu pelayanan tersebut dianggap tidak dapat diterima atau mengecewakan pasien.

Penilaian dimensi mutu pelayanan kesehatan dapat ditinjau 1). dari penyelenggara pelayanan, 2). penyandang dana dan 3). pemakai jasa pelayanan kesehatan. Penilaian mutu pada penyelenggara pelayanan kesehatan lebih terkait dengan dimensi kesesuaian mutu pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Penilaian mutu bagi penyandang dana lebih terkait dengan dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajiban pembiayaan kesehatan dan atau kemampuan pelayanan kesehatan, mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan.

Mutu pelayanan bagi pasien terkait pada ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, empati dan keramah tamahan petugas dalam melayani pasien dalam kesembuhan penyakit yang diderita oleh pasien.

Mengatasi perbedaan dimensi nilai mutu pelayanan kesehatan telah disepakati bahwa penilaian mutu pelayanan seyogyanya berpedoman pada hakekat dasar

(27)

diselenggarakannya pelayanan kesehatan yaitu memenuhi kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan.

Parasuraman, et al (1990), menyatakan penentuan mutu suatu jasa pelayanan dapat ditinjau dari lima dimensi dalam menentukan mutu jasa, yaitu :

1. Reliability (Kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan

2. Responsiveness (Daya Tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan pasien.

3. Assurance (Jaminan), meliputi kemampuan karyawan atas : pengetahuan terhadap produk atau jasa secara tepat, mutu keramah tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi :

a. Kompetensi (Competence), artinya ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan

b. Kesopanan (courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan

c. Kredibilitas (Credibility), meliputi hal–hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya

(28)

4. Emphaty (Empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi :

a. Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan b. Komunikasi (Communication), merupakan kemampuan melakukan komunikasi

untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan

c. Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan

5. Tangibles (Bukti Langsung), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.

Perceived quality adalah dimensi lain dari nilai merk yang sangat penting bagi konsumen untuk memilih barang dan jasa yang akan dibelinya (Zeithaml, et al, 1996). Penting untuk dicatat bahwa mutu produk atau jasa adalah sumber daya perusahaan yang penting untuk mencapai keunggulan bersaing (Aaker dalam Baldauf et al. 2003).

(29)

Perceived quality didefinisikan oleh Zeithaml, et al, (1996) sebagai penilaian (persepsi) konsumen terhadap keunggulan suatu produk secara keseluruhan. Dari definisi ini maka diketahui bahwa perceived quality adalah kemampuan produk untuk dapat diterima dalam memberikan kepuasan apabila dibandingkan secara relatif dengan alternatif yang tersedia.

Perceived quality yang tinggi menunjukkan bahwa konsumen telah menemukan perbedaan dan kelebihan produk tersebut dengan produk sejenis setelah melalui jangka waktu yang lama. Zeithaml, et al, (1996) menyatakan bahwa perceived quality adalah komponen dari nilai merk oleh karena itu perceived quality yang tinggi akan mendorong konsumen untuk lebih memilih merk tersebut dibandingkan dengan pesaing.

Setiap konsumen akan selalu menilai produk atau jasa yang dibeli dan dipakai. Penilaian terhadap produk atau jasa akan menghasilkan perceived quality. Masing-masing konsumen tentu memiliki perceived quality yang berbeda atas produk atau jasa suatu badan usaha yang sama.

Zeithaml, et al, (1996) mendefinisikan perceived quality sebagai;" the costomer's perception of the overall quality or superiority of a product or semice with respect to intended purpose, relative to alternatives." Jadi, perceived quality tidak dapat ditentukan secara obyektif sebab persepsi juga melibatkan penilaian tentang apa yang penting bagi pelanggan. Perceived quality dinyatakan relatif terhadap tujuan yang diinginkan dan sejumlah alternatif. Perceived quality mentapakan suatu perasaan yang tidak nyata dan menyeluruh.

(30)

Askes Husada Paripurna Tobamas sebagai asuransi sosial, dalam pelaksanaannya ketiga komponen, yaitu Bapel, PPK serta peserta mempunyai peran-masing-masing:

a. Bapel: berperan membuat peraturan dan/atau kebijakan yang terkait dengan sistem pembayaran sebagian atau keseluruhan paket-paket pelayanan kesehatan sesuai dengan transaksi premi yang telah disetujui. Bapel juga berperan dalam pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi di semua komponen asuransi yang didasarkan pada data yang akurat

b. PPK: berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan (pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan). Dengan adanya perubahan paradigma ke arah paradigma sehat, maka PPK dirubah pengertiannya menjadi penyelenggara pemeliharaan kesehatan, sehingga asuransi diharapkan tidak hanya berperan pada pelayanan kuratif tetapi juga pramotif, prefentif dan rehabilitatif

c. Peserta: membayar premi sesuai dengan ketentuan serta mengikuti persyaratan sebagai peserta. Sebagai penerima jasa diharapkan mampu meningkatkan akses masyarakat terhadap penyelenggara kesehatan, dan pada akhirnya akan meningkatkan status/derajat kesehatan masyarakat

2.5. Landasan Teori

Persepsi seseorang dipengaruhi oleh : (1) frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, pengamatan, atau bacaan ; (2) field of experience yaitu pengalaman yang telah dialami yang tidak terlepas dari

(31)

lingkungan sekitarnya. Pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh informasi atau rangsangan yang pertama kali diperolehnya. Pengalaman pertama yang tidak menyenangkan pada pelayanan asuransi kesehatan atau informasi yang tidak benar mengenai asuransi kesehatan akan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi seorang terhadap kebutuhan untuk memperpanjang masa kesertaaannya dalam asuransi kesehatan.

Kebutuhan terhadap asuransi kesehatan seringkali disalahtafsirkan dengan permintaan terhadap perawatan, pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan. Karena kebutuhan belum tentu merupakan pemenuhan permintaan perawatan pelayanan kesehatan seseorang (Azwar, 1996).

Komponen kebutuhan yang ”dirasakan” (perceived need), di ukur dengan perasaan subjektif individu terhadap asuransi kesehatan. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa faktor kebutuhan (need) merupakan penentu akhir bagi individu dalam menentukan seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan (Andersen, 1975). Faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan secara skematis sebagai berikut:

(32)

Gambar 2.3. Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dari Andersen a. Predisposisi individu (predisposing factor)

Masing-masing individu memiliki kecenderungan yang berbeda dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini dapat diramalkan dengan karakteristik pasien yang telah ada sebelum timbulnya episode sakit. Karakteristik ini meliputi : ciri demografi, struktur sosial dan kepercayaan tentang kesehatan.

b. Enabling factor

Faktor predisposisi harus didukung pula oleh hal-hal lain agar individu memanfaatkan pelayanan kesehatan. Faktor pendukung ini antara lain, pendapatan, asuransi kesehatan dan ketercapaian sumber pelayanan kesehatan yang ada. Bila faktor ini terpenuhi maka individu cenderung menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada pada saat sakit. Penderita penyakit yang tergolong berat

Predisposing Enabling Need

Demografic (Age, Sex) Social Structure (Etnicity, Education, Occupation of Head Family) Health Belief Family Resourch (Income, Health Assurance) Community Resourch (Health facility and personal) Perceived (Symptoms diagnose) Evaluated (Symptons diagnose) Health Services

(33)

(misalnya harus operasi atau rawat inap di rumah sakit), maka kondisi ekonomi merupakan penentu akhir bagi individu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. c. Karakteristik kebutuhan (need factor)

Faktor ini lebih menitikberatkan pada masalah apakah individu beserta keluarganya merasakan adanya penyakit, atau kemungkinan untuk terjadinya sakit. Kebutuhan diukur dengan “perceived need” dan “evaluated need” melalui : jumlah hari individu tidak bisa bekerja, gejala yang dialaminya, penilaian individu tentang status kesehatannya.

Bila faktor predisposisi dan enabling sudah mendukung, maka variasi kebutuhan berdasarkan persepsi (perceived need) terhadap asuransi kesehatan dan cara seseorang menanggapi penyakit yang mungkin dideritanya akan menentukan apakah memanfaatan pelayanan kesehatan dengan menggunakan asuransi yang dimilikinya.

Menurut Zeithaml, et al. (1996), personal needs atau kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis. Demikian juga dengan kebutuhan terhadap asuransi kesehatan terkait dengan kebutuhan yang menyangkut aspek fisik, yaitu apakah kondisi fisik (misalnya kesehatan tubuh) menyebabkan seseorang merasa butuh dengan asuransi kesehatan, serta kebutuhan secara sosial dan psikologis.

Menurut Kanuk (2004), perceived quality sebagai penilaian (persepsi) konsumen terhadap keunggulan suatu produk secara keseluruhan. Dari definisi ini

(34)

maka diketahui bahwa perceived quality adalah kemampuan produk untuk dapat diterima dalam memberikan kepuasan apabila dibandingkan secara relatif dengan alternatif yang tersedia.

Menurut Parasuraman et al. (1990) ada 5 (lima) dimensi yang digunakan sebagai kerangka konsep dalam mengukur mutu pelayanan yaitu: Tangible, Realibility, Responsiveness, Assurance dan Empaty.

Pada teori pemanfaatan pelayanan kesehatan dari Andersen dipergunakan pada penelitian ini yaitu faktor need yaitu kepemilikan asuransi, dimana faktor tersebut untuk melihat sejauhmana kemauan peserta Askes Husada Paripurna Toba Mas memperpanjang masa kepesertaannya

Askes Husada Paripurna Toba Mas adalah asuransi kesehatan sosial yang dikembangkan di Kabupaten Toba Samosir sebagai bentuk implementasi dari JPKM yang dikembangkan pemerintah dalam membantu biaya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin (Depkes RI, 2002), dengan masa kepesertaan selama 1 tahun serta akan diperpanjang apabila peserta masih berkeinginan menjadi peserta.

Keberlanjutan peserta asuransi kesehatan dipengaruhi oleh persepsi masyarakat tentang asuransi dan persepsi tentang mutu pelayanan kesehatan yang dirasakan peserta pada saat memanfaatkan PPK yang ditunjuk.

Menurut Zastrow et al (2004) persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya aktifitas (pelayanan yang diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu objek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang terhadap suatu objek (pelayanan) akan

(35)

berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa puas atau tidak oleh adanya pelayanan.

Menurut Kotler (1996) mutu adalah keseluruhan diri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh terhadap kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Persepsi tentang kebutuhan

(perceived need) Askes Husada Paripurna Toba Mas

Perpanjangan Kepesertaan Askes

Husada Paripurna Toba Mas Persepsi tentang mutu (quality)

Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK)

Persepsi tentang Pelayanan oleh Badan Penyelenggara

Gambar

Gambar 2.1. Asuransi Tripartied
Gambar 2.3. Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dari Andersen  a. Predisposisi individu (predisposing  factor)
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Persepsi tentang kebutuhan

Referensi

Dokumen terkait

Definisi lain kualitas pelayanan adalah upaya pemenuhan kebutuhan atau harapan yang membandingkan antara hasil dengan harapan dan menentukan apakah pelanggan sudah

a) Tidak ada reaksi oksidasi atau pembakaran dalam alat pengering uap air panas. Hal ini berarti tidak ada bahaya kebakaran atau ledakan dan juga menghasilkan mutu yang lebih baik.

asuransi mengadakan perjanjian mudharabah (bagi-hasil), sekaligus dinyatakan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak; (3) Setiap peserta asuransi akan

Dengan memiliki kecerdasan emosional yang baik seorang penyanyi paduan suara akan lebih dapat mengenali keadaan emosinya dan juga emosi yang sedang dirasakan oleh penyanyi lain,

a) Memberikan informasi yang akan membuat konsumen sadar (aware) terhadap merek baru dan membangun gambaran yang positif pada produk. b) Berfungsi untuk mempersuasi,

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Harun Rosjid diketahui bahwa semua variabel mutu pelayanan yang tercakup dalam ke lima dimensi servqual berdiri sendiri maupun

Sedangkan penyebab eksternal yaitu keadaan darurat yang terjadi sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari kondisi yang terjadi di luar proses, misalnya bencana

a) Tidak ada reaksi oksidasi atau pembakaran dalam alat pengering uap air panas. Hal ini berarti tidak ada bahaya kebakaran atau ledakan dan juga menghasilkan mutu yang lebih