KAJIAN LITERATUR
2.1 Kajian Induktif
Saat ini, studi terkait pemborosan sudah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu hingga sekarang. Di dalam penelitian ini dilakukan beberapa kajian terhadap penelitian terdahulu yang masih berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Berikut penelitian-penelitian yang membahas tentang identifikasi pemborosan yang ada serta upaya perbaikan yang bisa dilakukan menggunakan berbagai metode:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Penulis Masalah Metode Hasil
1 (Harisupriyanto, 2014) Adanya pemborosan (waste) yang mengakibatkan penurunan kualitas dan kapasitas produksi
Lean Six Sgma untuk mencari NVA. Waste lalu diidentifikasi dengan root cause analisys (RCA) dan failure mode and effect analysis (FMEA)
Hasil dari penelitian ini adalah peningkatan nilai sigma dari 2,93 menjadi 3,20. Peningkatan nilai sigma menandakan adanya penurunan tingkat defect per million opportunities (DPMO) 2 (Rahmana & Almira, 2017) Adanya pemborosan berupa waktu tunggu dan produk cacat yang menimbulkan proses rework Value Stream Analysis (VSM) untuk mengidentifikasi pemborosan yang terjadi dan FMEA untuk mencari akar penyebab
pemborosan
Berdasarkan VSM waktu menunggu sebesar 14,400 detik dan jumlah produk rework 423 unit. Hasil FMEA menunjukan bahwa waktu tunggu disebabkan oleh keahlian operator yang kurang memadai dan banyaknya produk rework disebabkan parameter setting
No Penulis Masalah Metode Hasil mesin yang tidak sesuai 3 (Rahman & Priadythama, 2017) Adanya pemborosan pada proses pengecatan VSM untuk mengidentifikasi waste yang ada. Yamazumi Chart untuk mengurangi lead time Hasil dari penelitian ini adalah terjadi penurunan lead time sebesar 32% dan penurunan pemborosan sebesar 23% 4 (Puteri & Zanurip,
2015)
Adanya kegiatan NVA pada proses pembuatan piano diakibatkan waste transportation, motion, dan inventory VSM untuk mengidentifikasi waste yang ada. Fishbone Diagram untuk mencari akar permasalahan
Hasil setelah VSM adalah inventory sejumlah 140 pcs, lead time sebesar 0.74 hari, standard time 53.8, defect 3.19, productivity 1.96, dan efisiensi sebesar 47% 5 (Sari & Hermanda, 2016)
Produksi air minum dalam kemasan (AMDK) yang tidak memenuhi target
Lean Six Sigma untuk
mengidentifikasi masalah tersebut. Fishbone Diagram untuk analisis akar penyebab
Pemborosan yang paling berpengaruh adalah
transportation, waiting, dan defect serta memberikan rekomendasi perbaikan 6 (Parwati, Sodikin, & Fiandita, 2017) Adanya limbah atau pemborosan pada proses pelapisan krom Green Productivity untuk meminimasi pemborosan. Payback Period (PBP), Net Present Value (NPV), dan Enviromental Performance Indicator (EPI) untuk analisis pengambilan keputusan Didapatkan alternatif yaitu penggunaan lahan basah buatan dengan perhatian khusus pada peningkatan produktivitas seiring menjaga kelestarian lingkungan 7 (Handayani & Renaldi, 2018)
Adanya waste dan kegiatan NVA pada proses unloading kayu log yang mengakibatkan inefisiensi aliran. Dampaknya adalah terjadi waktu tunggu yang lama
Lean Service dan VSM untuk mengidentifikasi waste. Fishbone Diagram dan RCA digunakan untuk mencari akar penyebab waste
Hasil penelitian ini adalah waktu siklus direduksi dari 902,38 menit menjadi 376,391 menit serta peningkatan Process Cycle Efficiency (PCE) sebesar 29,37% 8 (Asih, Parwati, &
Widyastuti, 2015)
Adanya
pemborosan berupa air limbah yang
Green Productivity digunakan untuk meminimasi dampak lingkungan Solusi yang didapatkan untuk meminimasi limbah dan
No Penulis Masalah Metode Hasil mengandung zat-zat beracun meningkatkan produktivitas yaitu pengolahan limbah dengan teknik koagulasi 9 (Aflah, Prasetyaningshih, & Muhammad, 2018)
Adanya waste yang mengakibatkan peningkatan lead time VSM untuk mengidentifikasi waste, Waste Assessment Model (WAM) untuk pembobotan waste, dan 5W-1H untuk mencari akar penyebab Didapatkan usulan perbaikan sehingga lead time dapat direduksi sebesar 34,146% 10 (Damanik, Afma, & Haulian, 2017) Terdapat pemborosan berupa banyaknya waktu produksi VSM untuk mengidentifikasi aktivitas yang ada pada aliran proses
Terjadi peningkatan presentase kegiatan Value Added (VA) dari 49% menjadi 75% dan penurunan presentase kegiatan NVA dari 51% menjadi 25% 11 (Hudori, 2016) Adanya waste pada
proses reveiving gudang
Lean Services dan VSM untuk mengidentifikasi waste yang ada dan Process Activity Mapping (PAM) untuk
mengklasifikasikan aktivitas yang ada
Penurunan waktu siklus 12 (Faridah & Lestari, 2016) Adanya pemborosan waktu pada proses produksi VSM untuk mengidentifikasi waste pada proses produksi. PAM untuk
mengidentifikasi aktivitas yang ada
Didapatkan lead time sebesar 0.58 hari 13 (Mostafa & Dumrak, 2015) Mengurangi waste untuk memastikan bahwa sektor manufaktur berkembang menuju proses produksi yang efisien dan tempat kerja yang bebas dari kecelakaan kerja
VSM untuk menganalisa waste yang terjadi. RCA untuk mencari akar penyebab waste
VSM dianggap sebagai alat untuk memvisualisasikan aliran kegiatan. Untuk manufaktur non kompleks, tradisional VSM dianggap cukup, namun ketika sistem manufaktur menjadi lebih canggih VSM
No Penulis Masalah Metode Hasil berbasis simulasi dapat lebih efektif 14 (Rohani &
Zahraee, 2015)
Meningkatkan lini produksi agar bisa bersaing dengan kompetitor
VSM untuk mengidentifikasi pemborosan yang ada pada lini produksi. 5S dan Kanban untuk melakukan improvement terhadap lini produksi Terjadi penurunan production lead time (PLT) sebesar 2.5 hari serta penurunan value added time sebesar 31 menit
15 (Choomlucksana, Ongsaranakorn, & Suksabai, 2015)
Adanya waste dan kegiatan NVA yang mengakibatkan ketidakefisiean kerja Lean Manufacturing untuk identifikasi waste dan kegiatan NVA. Visual Control, Poka-Yoke, dan 5S untuk mengurangi waste dan melakukan improvement terhadap proses produksi Hasilnya adalah waktu proses tahap polishing berkurang sebesar 62.5%, dan kegiatan NVA yang berukurang sebesar 66.53%. Selain itu, biaya lembur mampu berkurang sebesar 1,754 dollar per tahun 16 (Vinodh, Selveraj, Chintha, & K.E.K, 2015) Adanya pemborosan pada manufaktur komponen mobil VSM untuk menggambarkan tipe pemborosan. 5S untuk melakukan inovasi terhadap pemborosan yang terjadi Hasil implementasi mereduksi lead time dari 412 menjadi 242 menit. Utilitas mesin meningkat sebesar 1.5%. Peningkatan nilai dari 5.3% menjadi 8.7%. Overaal Equipment Effectiveness (OEE) meningkat dari 56% menjadi 66% 17 (Deshpande & Prajapati, 2015) Mengurangi cycle time untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan pasar Cellular Manufacturing, Lean Production Systems, Kaizen, VSM, dan Single Minute Exchange of Dies (SMED)
Hasil penelitian ini adalah beberapa metode yang dibahas bisa diterapkan serta manfaat apa yang bisa diperoleh 18 (Sabadka, Molnar, Fedorko, & Jachowicz, 2017) Adanya stasiun kerja yang
memiliki waste dan tidak bisa mencapai kapasitas produksi
Lean
Manufacturing untuk
mengidentifikasi waste yang ada. Line Balancing, Yamazumi chart,
Hasil tindakan yang diusulkan dibandingkan dengan situasi saat ini dalam hal meningkatkan
No Penulis Masalah Metode Hasil dan Taxt time untuk
mengurangi kegiatan NVA, cycle time, dan menyeimbangkan beban kerja operator efisiensi lini produksi 19 (Yamazaki, et al., 2017) Adanya pemborosan berupa waktu tunggu Material handling systems untuk mengurangi kegiatan operasi dengan menggunakan mesin atau peralatan Dihasilkan desain baru untuk jalur otomatisasi Mengurangi investasi dengan berfokus pada penghapusan material dan penanganan limbah peralatan 20 (Schnellbach & Reinhart, 2015) Bagaimana untuk mengidentifikasi pemborosan berupa energi untuk memanfaatkan potensi penghematan sebesar 30% VSM untuk mengidentifikasi tindakan mengurangi pemborosan. Key Performance Indicator (KPI) untuk analisis efek dari tidakan tersebut
Meningkatkan produktivitas energi tanpa harus memberikan dampak negatif pada struktur manufaktur yang ada 21 (Arunagiri & Gnanavelbabu, 2014) Eliminasi muda industri merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh para ahli dalam kegiatan produksi sehari-hari
Weighted Average Method untuk memberi bobot pada tiap muda
Muda yang
berpengaruh adalah transportasi, waktu menunggu, dan gerakan tidak perlu
22 (Lam, Toi, Tuyen, & Hien, 2016)
Adanya waste disebabkan oleh bottle neck yang sering terjadi karena ketidakseimbangan lini Lean Manufaturing untuk mengidentifikasi waste pada lini. Line Balancing untuk menyeimbangkan lini Adanya peningkatan dalam indeks penyeimbangan lini, lalu standarisasi kerja harus dilakukan 23 (Goncalves & Salonitis, 2017) Desain workstation yang tidak bagus
Hierarchy of Workstation needs untuk memberi skala prioritas dalam membuat desain workstation Perbaikan di zona kerja, ukuran workstation, area penyimpanan untuk meningkatkan waste elimination dan inventory & material logistics
No Penulis Masalah Metode Hasil 24 (Indrawati & Ridwansyah, 2015) Ketidakmampuan untuk memenuhi target kuantitas manufaktur Process activity mapping (PAM) untuk analisis pemborosan. Lean Six Sigma untuk melakukan improvement
Kualitas kinerja berada pada level 2.97 sigma, kegiatan NVA sebesar 33,675, dan kegiatan NNVA sebesar 14.2%. Usulan perbaikan berupa mendesain ulang kolektor debu parasut, menimbang prosedur operasi standar 25 (Pujotomo & Rusanti, 2015)
Adanya waste pada proses filling sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan output produksi dengan target permintaan konsumen VSM berfungsi untuk identifikasi waste selama proses filling dan Line Balancing untuk melakukan improvement Mengurangi defect, penurunan operation time menjadi 188.55 detik/batch, meingkatkan efisiensi lini menjadi 79.83% dan menurunkan delaytime menjadi 23%
26 (Purnama, Shinta, & Helia, 2018)
Upaya mengurangi tingkat defect untuk meningkatkan kepuasan pelanggan
Six Sigma untuk menganalisis level produk. Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP) untuk pengambilan keputusan pembobotan. FMEA untuk menganalisis resiko yang terjadi Hasilnya berupa pengurangan DPMO dari 20003,73 menjadi 11185,73 dan peningkatan nilai sigma dari 3,61 menjadi 3,86.
Metode Value Stream Mapping (VSM) digunakan secara luas dalam upaya mengurangi pemborosan (Rahmana & Almira 2017; Rahman & Priadythama 2017; Puteri & Zanurip 2015; Handayani & Renaldi 2018; Damanik et al. 2017; Hudori 2016; Faridah & Lestari 2016; Mostafa & Dumrak 2015; Rohani & Zahraee 2015; Vinodh et al. 2015; Deshpande & Prajapati 2015; Schnellbach & Reinhart 2015; Pujotomo & Rusanti 2015; Choomlucksana et al. 2015). Penelitian menurut Rahmana & Almira (2017) menggunakan metode Failure Mode Effect and Analysis (FMEA) untuk mencari akar penyebab masalah waste yang ada. Sedangkan untuk mencari akar penyebab masalah waste dengan metode lainnya adalah menggunakan Fishbone Diagram (Puteri & Zanurip
2015; Handayani & Renaldi 2018). Hasilnya berupa upaya rekomendasi guna mengurangi pemborosan.
Penelitian berikutnya menurut Hudori (2016) dengan pendekatan Lean Services dan Procces Activity Mapping (PAM) didapatkan hasil berupa penurunan waktu siklus pada proses receiving gudang. Untuk menganalisis efek dari pemborosan menurut Schnellbach & Reinhart (2015) menggunakan metode Key Performance Indicators (KPI). Didapatkan hasil berupa peningkatan produktivitas tanpa memberikan dampak negatif terhadap perusahaan. Penelitian lainnya tentang melakukan inovasi terhadap waste yang terjadi dilakukan oleh Vinodh et al. (2015) menggunakan metode 5S. Didapatkan hasil implementasi mereduksi lead time dari 412 menjadi 242 menit. Selain itu perbaikan menggunakan metode 5S juga berhasil untuk menurunkan biaya lembur sebesar 1,754 dollar per tahun (Choomlucksana et al., 2015).
Penelitian sebelumnya tentang mengurangi pemborosan menggunakan metode Lean Six Sigma dilakukan oleh Harisupriyanto (2014) dan hasilnya berupa peningkatan nilai sigma dari 2,93 menjadi 3,20. Purnama et al. (2018) menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP) dan FMEA untuk meningkatkan nilai sigma dari 3,61 menjadi 3,86. Selanjutnya digunakan metode Fishbone Diagram untuk mencari akar penyebab masalah waste yang ada dan didapatkan hasil rekomendasi berupa mengatur ulang tata letak fasilitas, membuat line baru untuk proses packaging (Sari & Hermanda, 2016). Menurut Indrawati & Ridwansyah (2015) penelitian yang mengintegrasikan Process Activity Mapping (PAM) dan Lean Six Sigma bisa meningkatkan nilai sigma dan mengurangi kegiatan NVA.
Penelitian berikutnya dilakukan di salah satu industri pelapisan logam krom di Yogyakarta dengan masalah berupa adanya limbah atau pemborosan pada proses produksi. Parwati et al. (2017) menggunakan metode Green Productivity untuk meminimasi pemborosan. Didapatkan hasil penelitian berupa penggunaan lahan basah buatan dengan fokus pada peningkatan produktivitas serta menjaga lingkungan. Sedangkan menurut Asih et al. (2015) mendapatkan hasil berupa pengolahan limbah dengan teknik koagulasi guna mengurangi pemborosan dan meningkatkan produktivitas.
Penelitian tentang pemborosan (muda) lainnya yang dilakukan oleh Arunagiri & Gnanavelbabu (2014) menggunakan metode Weighted Average Method. Hasil dari penelitian ini adalah pemborosan (muda) yang paling berpengaruh adalah transportasi, waktu menunggu, dan gerakan yang tidak perlu. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Goncalves & Salonitis (2017) dalam upaya mengurangi pemborosan yang disebakan desain workstation yang jelek. Metode yang digunakan adalah Hierarchy of Workstation Needs dengan hasil berupa perbaikan workstation dan area penyimpanan. Yamazaki et al, (2017) menggunakan metode Material Handling Systems untuk mengatasi masalah adanya pemborosan berupa waktu tunggu. Didapatkan hasil berupa perancangan desain baru. Sedangkan metode Sistem Dinamik bisa digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan (Schnellbach & Reinhart, 2015). Hasil dari penelitian tersebut adalah alternatif guna meningkatkan produktivitas tanpa harus memberi efek negatif pada struktur perusahaan.
Ketidakseimbangan lini mengakibatkan adanya pemborosan (waste) dan target produksi yang tidak tercapai. Sabadka et al. (2017) menggunakan metode Line Balancing untuk mengatasi ketidakseimbangan lini tersebut. Didapatkan hasil berupa penyeimbangan beban kerja operator dan pengurangan kegiatan NVA. Sedangkan menurut Pujotomo & Rusanti (2015) menggunakan Line Balancing untuk melakukan improvement. Didapatkan hasil berupa mengurangi defect, penurunan operation time menjadi 188.55 detik/batch, meingkatkan efisiensi lini menjadi 79.83% dan menurunkan delay time menjadi 23%. Meningkatkan presentase keseimbangan lini bisa dilakukan dengan standarisasi kerja (Lam et al., 2016).
Penelitian ini menggunakan metode VSM untuk mengidentifikasi pemborosan yang ada serta pemberian bobot untuk masing-masing pemborosan menggunakan pendekatan logika fuzzy-AHP. Akar penyebab pemborosan lalu diidentifikasi menggunakan Pareto Diagram, Fishbone Diagram, dan 5W1H. Selanjutnya untuk merancang usulan perbaikan menggunakan konsep Kaizen.
2.2 Kajian Deduktif
2.2.1.Pemborosan (Waste)
Pemborosan (waste) adalah segala aktivitas kerja yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses input menjadi output sepanjang value stream (Gaspersz, 2007). Untuk meningkatkan nilai produk dan customer value, semua jenis pemborosan sepanjang value stream harus dihilangkan. Pada proses pembuatan produk, value stream mencakup pemasok bahan-baku, manufaktur dan perakitan barang, serta jaringan pendistribusian kepada pengguna barang tersebut (Gaspersz, 2007).
Agar tidak terjadi kekeliruan dalam memahami aktivitas yang menciptakan nilai tambah dan yang tidak menciptakan nilai tambah, maka perlu diketahui pengertian dari aktivitas-aktivitas tersebut. Menurut Charon et al. (2015) terdapat 3 aktivitas kerja dalam proses produksi dan berikut pengertiannya:
a. Value-Added Avtivity (aktivitas yang bernilai tambah), yaitu aktivitas berupa mengubah bahan-baku atau informasi berdasarkan keinginan pelanggan.
b. Non-Value-Added Activity (aktivitas tidak bernilai tambah), yaitu aktivitas yang tidak menambah nilai barang atau jasa.
c. Non-Value-Added but Necessary Activity (aktivitas tidak bernilai tambah namun penting), yaitu aktivitas yang dibutuhkan tetapi tidak menambah nilai barang atau jasa.
Menurut Gaspersz (2007) terdapat 9 macam pemborosan yang disingkat dengan E-DONWTIME. Berikut penjelasan dari 9 pemborosan:
a. Enviromental, Health, and Safety (EHS)
Merupakan pemborosan yang terjadi akibat kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan prinsip-prinsip EHS.
b. Defects (produk cacat)
Merupakan pemborosan yang terjadi akibat kecacatan suatu produk, baik barang maupun jasa).
c. Overproduction (produksi berlebih)
Merupakan pemborosan yang terjadi akibat jumlah produksi yang melebihi pesanan pelanggan.
d. Waiting (menunggu)
Merupakan pemborosan yang terjadi akibat kegiatan menunggu. e. Not Utilizing Employees Knowledge, Skills, and Abilities
Merupakan pemborosan yang berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM). Pemborosan ini terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan secara optimal.
f. Transportation (transportasi berlebih)
Merupakan pemborosan yang terjadi akibat perpindahan yang jauh sepanjang value stream.
g. Inventories (persediaan yang tidak memiliki nilai tambah)
Merupakan pemborosan yang terjadi akibat penumpukan material yang berlebih. h. Motion (gerakan yang tidak perlu)
Merupakan pemborosan yang terjadi akibat gerakan yang berulang dan berlebih daripada yang seharusnya sepanjang value stream.
i. Excess Processing (proses yang berlebih)
Merupakan pemborosan yang terjadi akibat langkah-langkah proses yang lebih panjang daripada yang ditetapkan sepanjang value stream.
Perusahaan industri yang ada di indonesia masih memiliki kelemahan yaitu kurangnya pemahaman terhadap pemetaan proses produk guna menghilangkan pemborosan (Gaspersz, 2007). Pemborosan bisa mengakibatkan proses produksi tidak optimal dan kerugian terhadap perusahaan. Perlu adanya studi dan tindak lanjut untuk mengidentifikasi pemborosan yang terjadi pada proses produksi dan upaya perbaikan untuk mengurangi pemborosan tersebut.
2.2.2.Value Stream Mapping
Value Stream Mapping (VSM) merupakan gambaran dari sistem produksi (mulai dari pemesanann bahan mentah hingga produk jadi dan siap didistribusikan) serta aliran nilai atau value stream pada perusahaan yang memuat gambaran aliran informasi dan aliran
fisik dari sistem perusahaan, lead time yang dibutuhkan, dan mengenditifikasi waste yang terjadi (Intifada & Wityanto, 2012).
Menurut Vinodh et al. (2015), terdapat 2 kondisi pemetaan yang harus dilakukan perusahaan yaitu current state map (kondisi awal) dan future state map (kondisi masa depan). Current state map merupakan kondisi dasar terhadap semua proses dalam produksi yang diukur. Sedangkan future state map adalah visi yang memuat kondisi value chain saat masa depan setelah dilakukannya perbaikan. Perhatiannya terfokus pada pemetaan dengan pandangan proses produksi lebih efisien dan bebas dari waste sepanjang aliran value stream. Menurut Rother & Shook (1999), berikut merupakan tahapan dalam pembuatan Current Value Stream Mapping (CVSM):
1. Menentukan Family Product
Poin penting dalam tahap memulai adalah fokus pada satu family product yang dianggap dapat mewakili keseluruhan sistem produksi di lantai produksi. VSM menggambarkan aliran material dan informasi pada satu jenis produk dari tiap stasiun kerja. Sehingga tidak perlu menggambarkan semua proses yang ada pada lantai produksi. Menentukan family product dapat dilakukan dengan memilih produk yang tingkat volume produksinya paling tinggi atau yang paling bermasalah sehingga membutuhkan perbaikan.
2. Menentukan value stream manager
Pada sebuah perusahaan biasanya memiliki struktur yang terorganisir pada setiap departemen atau proses yang terbatas pada fungsi masing-masing. Sehingga orang hanya bertanggung jawab atas segala yang terjadi pada areanya saja tanpa mengetahui proses keseluruhan berdasarkan sudut pandang value stream. Value stream manager adalah orang yang paham tentang proses secara keseluruhan dalam value stream sebuah produk sehingga dapat memberikan rekomendasi bagi bagi perbaikan value stream produk tersebut.
3. Membuat peta kategori proses
Peta ini menggambarkan proses aktual sepanjang value stream dan membutuhkan informasi data berupa lead time, cycle time, jumlah operator, dan waktu kerja yang tersedia. Keseluruhan informasi tersebut lalu dimasukkan dalam box dialog.
4. Membuat peta aliran keseluruhan pabrik meliputi aliran material dan aliran informasi yang membentuk current state map
Peta ini merupakan penggabungan peta setiap kategori proses yang terdapat pada value stream dan setiap aliran material maupun aliran informasi yang terjadi pada lantai produksi. Setelah Current VSM dibuat, lalu dihitung total cycle time (waktu proses pengerjaan produk dari awal hingga akhir) dan total lead time (waktu produk dalam value stream).
Dalam pembuatan peta Value Stream Mapping (VSM), umumnya digambarkan dengan menggunakan simbol-simbol diantaranya sebagai berikut:
Tabel 2.2 Simbol-simbol dalam Value Stream Mapping
Simbol Keterangan
Costumer atau Supplier
Memuat gambaran titik awal yaitu supplier hingga titik akhir aliran material yaitu costumer
Dedicated Process
Memuat gambaran tentang proses khusus yaitu proses, operasi, stasiun kerja, mesin, dan bagaimana material mengalir
Data Box
Memuat gambaran tentang detail informasi dari proses yang terjadi
C/T (Waktu Siklus) - waktu (dalam detik) yang diperlukan stasiun kerja untuk mengolah bahan mentah atau material
C/O (Changeover Time) - waktu yang diperlukan untuk melakukan penggantian produk yang telah selesai diproses
Uptime - persentase waktu mesin tersedia untuk memproses
EPE (ukuran tingkat produksi), Jumlah variasi produk, Kapasitas Tersedia, Tingkat cacat, Ukuran Batch Transfer (berdasarkan ukuran batch proses dan kecepatan transfer material)
Simbol Keterangan
Work Cell
Memuat gambaran tentang multiple process dan proses yang terintegrasi dalam work cell manufaktur
Inventory
Berupa gambaran tentang persediaan di antara dua proses. Jumlah inventory yang terdapat di bawah segitiga merupakan kondisi awal. Jika lebih dari satu akumulasi inventory maka gunakan simbol yang satunya
Shipments
Merupakan gambaran aliran material dari supplier hingga costumer
Push Arrow
Memuat gambaran aliran material antara proses dengan proses selanjutnya. Push adalah proses menghasilkan sesuatu tanpa memperhatikan kebutuhan mendesak dari proses hilir.
Supermarket
Memuat gambaran tentang inventory supermarket(kanban stockpoint). Seperti konsep supermarket, persediaan kecil tersedia dalam jumlah satu atau lebih, lalu pelanggan hilir datang ke
supermarket dengan tujuan untuk
memilih kebutuhan mereka. Kantor kerja hulu kemudian mengisi persediaan sesuai kebutuhan.
Material Pull
Memuat tentang supermarket yang terhubung ke proses hilir, ditunjukkan dengan ikon “Tarik” yang artinya penghapusan fisik
Fifo Lane
Memuat tentang catatan persediaan yang bisa dilakukan jika menggunakan sistem FIFO
Safety Stock
Memuat gambaran tentang jumlah persediaan aman dalam menghadapi permintaan yang tidak stabil atau kegagalan produksi
External Shipment
Menggambarkan pengiriman dari supplier hingga sampai ke costumer menggunakan transportasi dari pihak eksternal
Simbol Keterangan
Production Control
Merupakan pusat kontrol produksi, meliputi penjadwalan produksi atau departemen, proses produksi, dan operator
Manual Information
Memuat gambaran informasi umum, meliputi memo, laporan, dan pekerjaan
Electronic Info
Memuat gambaran pertukaran informasi menggunakan media elektronik
Production Kanban
Memuat intruksi produksi dalam
menentukan jumlah part yang dibutuhkan
Withdrawal Kanban
Memuat gambaran alat yang digunakan untuk memberikan instruksi kepada operator dalam proses transfer part dari sebuah supermarket menuju proses pengiriman
Signal Kanban
Memuat gambaran tentang tingkat persediaan di supermarket yang menurun sehingga menyebabkan persediaan berada pada titik minimum
Kanban Post
Memuat gambaran lokasi sinyal kanban untuk diambil
Sequenced Pull
Memuat gambaran berupa pull system yang memberikan intruksi kepada workstation agar workstation tersebut menghasilkan jenis dan kuantitas produk sesuai ketetapan
Load Levelling
Memuat gambaran tentang sinyal kanban batch pada permintaan untuk tingkat volume produksi dan tergabung selama periode waktu
MRP atau ERP
Memuat sistem penjadwalan menggunakan Material Resources Planning (MRP)/Enterprise Resources Planning (ERP) atau sistem terpusat lainnya
Goo See
Memuat gambaran tentang pengumpulan informasi melalui visual
Simbol Keterangan
Verbal Information
Memuat gambaran arus informasi pribadi
Kaizen Burst
Berguna untuk menyoroti kebutuhan dan rencana perbaikan kaizen pada proses tertentu agar mencapai Future State Map
Operator
Memuat jumlah operator yang dibutuhkan dalam memproses family product di Value Stream Mapping stasiun kerja tertentu
Timeline
Menunjukkan value added time (cycle time) dan non-value added time (waiting time)
2.2.3.Logika Fuzzy – Analytical Hierarchy Process (AHP)
Pengukuran pembobotan terhadap terhadap sembilan pemborosan yang disingkat E-Downtime dilakukan dengan menggunakan konsep pemberian bobot logika F-AHP. Menurut Rahardjo & Sutapa (2002), Fuzzy Analytical Hierarchy Process (F-AHP) merupakan penggabungan metode AHP dengan pendekatan konsep fuzzy. Logika Fuzzy -AHP berguna agar ketidakpastian terhadap pembobotan menggunakan metode -AHP biasa dapat berkurang. Metode yang digunakan dalam pembobotan waste ini adalah fuzzy mamdani atau yang sering dikenal metode Max-Min. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani tahun 1975. Di dalam penentuan isi kuisioner yang dijadikan dasar dalam melakukan perhitungan AHP masih tergolong subjektif, sehingga dengan Fuzzy-AHP diharapkan dapat menutupi kekurangan yang ada.
Berikut tahapan yang dilakukan dalam perhitungan fuzzy-AHP adalah sebagai berikut:
1) Mengkonversi bilangan fuzzy menjadi Triangular Fuzzy Number
Menurut Sudri et al. (2014), pada tahap ini data hasil kuisinoer AHP diubah menjadi triangular fuzzy number (TFN). Perhitungan fuzzy synthetic extent lalu dilakukan berdasarkan masing-masing matriks perbandingan berpasangan
(pairwise comparison matrix). Berikut tabel TFN yang digunakan untuk mengkonversi skala pada AHP menjadi fuzzy-AHP.
Tabel 2.3 Tringular Fuzzy Number
Definisi Skala Saaty TFN Skala Saaty TFN
Sama Penting 1 (1,1,1) jika diagonal 1/1 (1/3,1/1,1/1) (1,1,3) selainnya Sedikit Lebih Penting 2 (1,2,4) 1/3 (1/4,1/2,1/1) 3 (1,3,5) (1/5,1/3,1/1) 4 (2,4,6) (1/6,1/4,1/2) Jelas Lebih 5 (3,5,7) 1/5 (1/7,1/5,1/3) Penting 6 (4,6,8) (1/8,1/6,1/4) Sangat Jelas 7 (5,7,9) 1/7 (1/9,1/7,1/5) Lebih Penting 8 (6,8,9) (1/9,1/8,1/6) Mutlak Lebih Penting 9 (7,9,9) 1/9 (1/9,1/9,1/7)
2) Melakukan perhitungan perbandingan berpasangan (Fuzzy Pairwaise Comparison). Menurut Santoso et al. (2016), perhitungan perbandingan berpasangan ini dilakukan untuk menyusun perbandingan berpasangan dengan membandingkan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki dalam bentuk berpasangan. Adapun perbandingan tersebut juga mempertimbangkan TFN. 3) Menghitung geometric mean
Perhitungan geometric mean dilakukan dengan mencari rata-rata geometri dari triangular fuzzy number (TFN) yang meliputi lower, medium, dan upper pemborosan (waste). Perhitungan geometric mean tersebut dihitung dengan menggunakan rumus seperti di bawah ini.
Keterangan: Gm = Geometric mean X1 = Penilaian pertama Xn = Penilaian ke-n N = Jumlah Penilaian 4) Melakukan Normalisasi
Normalisasi berfungsi untuk menentukan hubungan antara masing-masing kelompok dan membuat sekelompok data menjadi sama. Penjumlahan total nilai bawah pada 9 jenis pemborosan merupakan tahap pertama normalisasi, lalu membagi nilai lower dengan total nilai atas sehingga diperoleh hasil normalisasi pada jenis pemborosan tersebut.
5) Melakukan Perhitungan Deffuzifikasi
Input dari proses defuzzifikasi merupakan himpunan fuzzy yang didapatkan dari hasil komposisi aturan-aturan fuzzy, lalu output yang dihasilkan adalah suatu bilangan domain himpunan fuzzy tersebut. Proses ini dilakukan untuk mendapat nilai crisp output (Cr) dengan menggunkan persamaan berikut: Cr = ½ (αu + m + (1-α) l), dimana α merupakan degree of optimism bernilai 0 ≥ a ≥ 1, biasanya 0.5. l = lower, m = middle, u = upper (Harits et al., 2018).
2.2.4.Pareto Diagram
Pareto diagram adalah sebuah grafik balok dan grafik baris yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan. Pareto diagram bertujuan membantu untuk menentukan prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji atau untuk mengetahui masalah utama dalam prosesnya (Utami & Suryawardani, 2018). Pareto diagram digunakan untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama untuk peningkatan kualitas dari yang paling besar ke yang paling kecil.
2.2.5.Fishbone Diagram
Fishbone diagram (diagram tulang ikan) atau sering disebut cause and effect diagram atau ishikawa diagram diperkenalkan pertama kali oleh Dr. Kaoru Ishikawa yang merupakan ahli pengendalian kualitas dari Jepang. Menurut Handes et al. (2013),
diagram fishbone adalah salah satu metode dari root cause analysis untuk mengidentifikasi penyebab potensial dari masalah lalu menganalisis masalah tersebut dengan sesi brainstorming.
Identifikasi masalah tersebut ditinjau dari beberapa faktor yaitu: (1) man (orang), adalah orang-orang yang terlibat dari proses yaitu semua orang yang terlibat dari sebuah proses; (2) method (metode) adalah prosedur, peraturan atau cara bagaimana sebuah proses dilakukan; (3) material (material), adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk menjalankan sebuah proses, seperti bahan mentah, bahan setengah jadi, dan lain-lain; (4) machine (mesin), adalah semua mesin, baik mesin produksi, peralatan, computer, dan lain-lain untuk melakukan sebuah pekerjaan; (5) measurement (pengukuran), adalah bagaimana cara pengambilan data dari proses untuk dipakai dalam menentukan kualitas proses; (6) environment (lingkungan), adalah keadaan lingkungan di sekitar tempat kerja, seperti tingkat kebisingan, kelembaban udara, suhu udara, dan lain-lain.
2.2.6.5W1H
Metode 5W1H atau Lima “W” Satu “H” juga biasa disebut Kipling Method. Istilah 5W1H awalnya diambil dari puisi Rudyard Kipling pada tahun 1902, 5W1H merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan identifikasi, investigasi, dan penelitian terhadap masalah yang terjadi dalam proses produksi.
2.2.7.Kaizen
Kaizen adalah perbaikan berkelanjutan yang dilakukan dengan tujuan mengurangi pemborosan, mengurangi beban kerja yang berlebih, dan memperbaiki kualitas produk (Fatkhurrohman & Subawa, 2016). Mengurangi pemborosan yang tidak memberikan nilai tambah produk atau jasa adalah sasaran utama dari kaizen. Pemborosan perlu dikurangi karena menyebabkan biaya-biaya yang menimbulkan profit berkurang.
Dalam penerapan pada perusahan, kaizen merupakan perbaikan berkelanjutan dan berkesinambungan yang melibatkan seluruh pekerjanya, mulai dari manajemen tingkat atas hingga operator tingkat bawah. Terdapat delapan kunci utama dalam pelaksanaan kaizen dalam kegiatan industri yaitu sebagai berikut (Paramita, 2012).
1. Permintaan pelanggan menjadi dasar untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan jadwal. Sistem dalam kaizen dalam menghasilkan produksi adalah sistem produksi tarik atau pull system yang dibantu dengan kartu kanban.
2. Melakukan produksi dalam jumlah kecil (small lot size). Selain produksi tepat waktu, produksi dengan jumlah yang kecil berdasarkan permintaan pelanggan sehingga dapat menghemat biaya dan sumber daya. Selain itu, produksi jumlah kecil dapat menghilangkan pemborosan yaitu persediaan barang dengan menggunakan pola produksi campur merata, yaitu memproduksi bermacam-macam produk pada satu lini (heijunkan).
3. Menghilangkan pemborosan. Penjadwalan dengan sistem kanban dalam produksi tarik dilakukan untuk menghindari pemborosan pada persediaan akibat pembelian. Sistem kanban membuat manajemen mudah dalam mengatur penjadwalan produksi, sehingga bisa mengurangi jumlah barang yang datang, mengurangi persediaan, meminimasi biaya pembelian, mengefisienkan penanganan bahan-baku, dan mendapatkan supplier bahan-baku yang tepat. 4. Memperbaiki aliran produksi. Penataan lini produksi dilakukan dengan pedoman
lima disiplin (5S) di tempat kerja yaitu: a. Seiri (ringkas)
Seiri yaitu kegiatan memisahkan benda, baik yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan. Kemudian menyingkirkan benda yang tidak diperlukan (ringkas) sehingga memudahkan dalam mencari barang.
b. Seiton (rapi)
Seiton yaitu kegiatan menyusun benda dengan rapi. Tujuan seiton adalah untuk mempermudah dalam mengenali barang yang ingin digunakan, menemukannya dengan cepat, dan mudah dalam mengembalikan ke lokasi semula.
c. Seiso (resik)
Seiso merupakan kegiatan yang mengutamakan kebersihan dengan menjaga kerapihan (resik). Lingkungan kerja yang bersih dapat membuat pekerja merasa nyaman dalam melakukan pekerjannya.
d. Seiketsu (rawat)
Seikutse yaitu merupakan kegiatan menjaga kebersihan secara pribadi dan mematuhi ketiga tahap sebelumnya dengan tujuan tempat kerja menjadi baik dan selalu terpelihara.
e. Shistuke (rajin)
Shisuke adalah metode yang bertujan untuk memotivasi pekerja untuk melakukan tahap-tahap sebelumnya secara terus menerus dan ikut serta dalam kegiatan perbaikan sehingga pekerja terbiasa menaati peraturan.
5. Menyempurnakan kualitas produk. Menjaga kualitas produk dilakukan dengan pronsip manajemen, yaitu mengendalikan proses dan membuat semua orang bertanggungjawab atas tercapainya target mutu, memberikan kewenangan karyawan dalam pengendalian mutu produk, meningkatkan pandangan manajemen terhadap mutu, membuat koreksi terhadap cacat produk oleh karyawan, dan mencapai pengendalian mutu jangka panjang. Inti dari kegiatan ini adalah menghindari produk yang kurang berkualitas sampai di tangan konsumen. 6. Orang-orang yang tanggap. Dalam penerapannya, sistem kaizen tidak menggunakan dasar keuangan, pemasaran, dan SDM, tapi menggunakan semua lintas disiplin fungsi sehingga semua karyawan dituntut agar dapat menguasai seluruh bidang dalam perusahaan sesuai dengan jenjangnya.
7. Menghilangkan ketidakpastian. Contoh dari ketidakpastian tersebut adalah lead time bahan-baku. Agar tidak mengalami keterlambatan, lokasi supplier harus dekat dengan perusahaan. Cara untuk menghilangkan ketidakpastian adalah menerapkan sistem produksi tarik dengan kanban dan produksi secara campur merata.
8. Penekanan pada pemeliharaan jangka panjang. Pemeliharaan supplier bahan-baku dilakukan dengan melakukan kontrak jangka panjang, perbaikan SOP produksi, dan mengadakan perbaikan secara berkelanjutan.