Simulasi Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Sifat Luminisensi Partikel YAG:Ce
3+Akibat
Eksitasi Cahaya Biru dengan Model Raytracing
D. Anggoro, F. Faizal, B.M. Wibawa, I M. Joni dan C. Panatarani(a) Grup Riset Fenomena Transport dan Pemrosesan Bahan,
Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Padjadjaran Jl. Singaperbangsa No. 2 Bandung (a)E-mail: c.panatarani@phys.unpad.ac.id Diterima Editor : 27 Mei 2009 Diputuskan Publikasi : 30 Mei 2009
Abstrak
Sifat luminisensi partikel Y2Al2O5:Ce3+ (YAG:Ce3+) dengan berbagai ukuran telah dipelajari dengan pemodelan raytracing menggunakan sumber pembangkit emisi berupa cahaya biru (λ = 450 nm). Variabel-variabel yang bersifat acak dalam
model raytracing, didekati dengan metode Monte Carlo. Hasil simulasi menunjukan bahwa pengaruh ukuran partikel sangat signifikan dalam penentuan cahaya LED. Emisi cahaya hasil simulasi menunjukan kesesuaian kualitatif dengan spektrum emisi yang diperoleh melalui eksperimen.
Kata Kunci: YAG:Ce3+, luminisensi, raytracing, Monte Carlo.
1. Pendahuluan
Yttrium aluminum garnet (Y3Al5O12,YAG) adalah
bahan yang memiliki sifat optik yang sangat menarik dan biasa digunakan sebagai host untuk bahan phosphor. YAG yang didoping dengan Ce3+ (YAG:Ce3+) dapat
memancarkan cahaya kuning dengan pita spektrum yang lebar bila diradiasi oleh cahaya biru atau ultraungu. Kemampuan YAG:Ce3+ dalam mengkonversi cahaya
(khususnya cahaya biru) merupakan salah satu alasan penggunaan bahan tersebut untuk devais LED putih (white LED) [1]. LED putih yang berbasis LED GaN (biru) dikembangkan pertama kali oleh Fasol dkk. Mekanisme cahaya putih yang dihasilkan adalah konversi cahaya biru yang berasal dari GaN menjadi cahaya kuning oleh YAG:Ce3+. Selanjutnya kombinasi cahaya kuning
dan biru menghasilkan cahaya putih.
Kelompok riset kami telah berhasil membuat partikel YAG:Ce3+ berbagai ukuran (orde nanometer
sampai orde mikrometer) dengan menggunakan metode sol gel [3]. Dalam kaitannya dengan aplikasi, khususnya aplikasi LED putih, kajian mendalam mengenai sifat luminisensi (emisi dan transmisi) partikel YAG:Ce3+ yang
memiliki ukuran berbeda perlu dilakukan. Dalam tulisan ini akan dikaji pengaruh ukuran partikel terhadap sifat luminisensi partikel YAG:Ce3+ yang dieksitasi cahaya
biru menggunakan simulasi model raytracing. 2. Model dan Simulasi
Sifat optik partikel YAG:Ce3+ yang disimulasikan
merupakan model yang dikerjakan pada domain ruang berbentuk tabung dengan partikel YAG:Ce3+ tersebar
secara acak di dalamnya. Dinding tabung dianggap sebagai reflektor sempurna. Pada titik pusat koordinat tabung terdapat sumber titik yang mengemisikan cahaya biru. Cahaya biru yang berasal dari sumber akan menumbuk partikel YAG:Ce3+ secara acak dan
menyebabkan peristiwa refleksi, refraksi dan transmisi secara acak. Oleh karena itu, variabel-variabel acak dalam model didekati dengan metode Monte Carlo.
2.1 Emisi Cahaya Biru dari Sumber
Berkas cahaya biru dari sumber (dalam eksperimen digunakan GaN) akan menumbuk partikel YAG:Ce3+
menurut pola arah sudut polar (θi) dan sudut azimuth (φi)
dari sumbu k.
Partikel YAG:Ce3+
Sumber cahaya biru
Partikel YAG:Ce3+
Sumber cahaya biru
Gambar 1. Domain model
Arah berkas cahaya (foton) yang menumbuk partikel memiliki peluang yang sama ke segala arah (uniformly distributed random number). Oleh karena itu didefinisikan fungsi kerapatan peluang arah cahaya (Pc)
dengan Z1 yang memiliki nilai antara 0 dan 1. Oleh karena
itu, sudut polar didefinisikan sebagai:
c i Sin P 1 − = θ (1)
Sudut azimut φi dipilih dengan bilangan acak seragam
lain Z2 yang bernilai antara 0 sampai 2π.
2.2 Tumbukan Cahaya Biru dengan Partikel YAG:Ce3+
Foton bertransmisi di dalam ruang bebas antara partikel sebelum mengenai permukaan partikel. Panjang lintasan bebas rata-rata foton didefinisikan sebagai:
σ
p N
V
l = (2)
dengan l adalah lintasan bebas rata-rata (satuan panjang),
V adalah volume tabung, Np adalah jumlah partikel
YAG:Ce3+ dan σ = 4πr
p2 adalah luas penampang partikel
dengan jari-jari rp. Pada model ini digunakan V = 502.4
mm3 dengan populasi partikel di dalam epoxy sebesar 5
wt%.
2.3 Orientasi Partikel YAG:Ce3+
Orientasi partikel di dalam ruang saat dikenai foton terhadap koordinat umum i, j, k ditampilkan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Orientasi partikel YAG:Ce3+ saat dikenai
foton
Berdasarkan Gambar 2, didefinisikan koordinat lokal i’, j’,
k’ relatif terhadap koordinat umum i, j, k, dengan rn
adalah vektor posisi pada langkah perhitungan ke-n. Hubungan koordinat lokal dengan koordinat umum didefinisikan sebagai: 1 1 ' − − − − = n n n n r r r r k , i k i k j × × = ' ' ' , i'= j'×k' (3)
Bilangan acak Z3 dan Z4 ditentukan sebagai pendekatan
sudut datang θ1 dan sudut azimut φ1 dengan rentang nilai
berturut-turut -π/2 sampai π/2 dan 0 sampai 2π. Berdasarkan definisi tersebut, pusat partikel rc
didefinisikan sebagai: ) cos ' sin sin ' cos sin ' (i
θ
1φ
1 jθ
1φ
1 kθ
1 r rc = n +rp + + (4)2.4 Konsruksi Bidang Interaksi Foton dengan Partikel Diagram skematik peristiwa refleksi, refraksi dan transmisi sebagai bentuk interaksi cahaya dengan partikel YAG:Ce3+ diperlihatkan pada Gbr. 3.
Gambar 3. Skema refleksi, refraksi dan transmisi cahaya pada partikel YAG:Ce3+
Untuk menentukan bidang peristiwa refleksi, refraksi dan transmisi, didefinisikan sistem koordinat lokal, dengan vektor satuan:
n c n c r r r r e − − = 1 , k e k e e × × = c 1 3 , e2 =e3×e1 (5)
Arah refleksi didefinisikan dengan
1 2 1 1 1 e cosθ e sinθ u =− + (6)
dan arah refraksi dengan
2 2 2 1 2 e cos
θ
e sinθ
u =− + (7)Peristiwa refleksi cahaya dipengaruhi oleh indeks bias epoxy (n = 1,6) dan indeks bias partikel YAG:Ce3+
(np = 1,8). Intensitas rata-rata cahaya tidak terpolarisasi
dinyatakan sebagai 2 H s E s s R R R = + (8) dengan 2 1 2 1 2 cos cos cos cos ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + − = θ θ θ θ n n n n R p p E s (9) 2 2 1 2 1 cos cos cos cos ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + − = θ θ θ θ n n n n R p p E s (10)
merupakan koefisien refleksi untuk polarisasi medan listrik E dan medan magnet H. Sudut refraksi θ2
ditentukan dari hukum Snell.
2
1 sin
sinθ np θ
Probabilitas refleksi didekati dengan bilangan acak Z5 yang bernilai antara 0 dan 1. Cahaya akan
direfleksikan bila Z5 < Rs atau direfraksikan bila Z5 > Rs.
Jika cahaya terefleksi maka cahaya tersebut merambat di dalam ruang bebas l yang lain.
Jika cahaya mengalamai refraksi, maka cahaya tersebut kemungkinan ditransmisi atau diabsorpsi. Menurut hukum Beer-Bouguer-Lambert [3], hubungan jarak transmisi S dengan probabilitas transmisi Pt sebagai:
p Sk t e
P = − (12)
dengan kp adalah koefisien absopsi partikel.
Bilangan acak Z6 dipilih dengan nilai antara 0
sampai 1 sebagai nilai probabilitas transmisi. Oleh karena itu jarak transmisi S dihitung dengan
t
p P
K
S= 1 ln 1 (13)
Foton akan ditransmisikan melewati partikel bila S hasil perhitungan lebih besar dari nilai maksimum Sm = 2rp cos
θ2 dan akan diabsorpsi bila terjadi peristiwa sebaliknya.
Untuk menentukan arah transmisi foton, koordinat lokal kembali didefinisikan dengan vektor satuan:
c t c t r r r r e − − = 1 ' , 2 2 1 3 ' ' ' u e u e e × × = c , e'2=e'3×e'1 (14)
dengan rt = rn + Smu2 merupakan vektor posisi titik
transmisi. Arah transmisi foton diperoleh dari :
1 2 1 1 3 e' cos
θ
e' sinθ
u = + (15)Jika transmisi terjadi maka peristiwa interaksi foton dengan partikel lain kemungkinan akan terulang.
Bila peristiwa absorpsi terjadi, partikel YAG:Ce3+
kemungkianan mengemisikan kembali cahaya kuning atau mendisipasi energi yang menimbulkan panas. Probabilitas emisi cahaya kuning didekati dengan memilih bilangan acak Z7 yang bernilai antara 0 dan 1.
Emisi terjadi bila probabilitas emisi kurang dari effisiensi kuantum total ηo yang nilainya ditentukan secara empirik
[3]. Jika probabilitas emisi kurang dari ηo maka absorpsi
terdisipasi menjadi panas.
Emisi cahaya kuning yang terjadi memiliki arah keluar dari partikel. Arah emisi dinyatakan dengan sudut polar emisi θe dengan memilih bilangan acak Z8 yang
bernilai antara 0 dan π dan sudut azimut emisi e dengan memilih bilangan acak Z9 yang bernilai antara 0 dan 2π.
Titik emisi dinyatakan dengan:
) cos sin sin cos sin ( e e e e e p c e r r i θ φ j θ φ k θ r = + + + (16) Berdasarkan Gbr. 4, didefinisikan arah emisi cahaya kuning sebagai:
a e a e r r r r u − − = 4 (17)
dengan ra = rn + Su2 merupakan vektor posisi titik
absorpsi
ambar 4. Skema absorpsi dan emisi cahaya oleh Sistem koordinat lokal kembali dibuat dengan mende
G
YAG:Ce3+
finisikan vektor satuan
c e c e r r r r e 4 4 1 3 ' ' '' u e u e e × × = c , e''2=e''3×e''1 − − = 1 '' , (18)
Sedang n sudut antara arah emisi dan normal arah luar (19) Jika foton ditransmisikan keluar partikel, maka arah diluar
ka
θ2’ dihitung dengan persamaan
) '' . ( cos ' 1 4 1 2 u e − = θ
partikel kembali ditentukan oleh
) ' sin ( sin 1 2 2 ' n np θ θ = − (20)
ersamaan (1) sampai persamaan (20) digunakan sebaga
3. Hasil dan Diskusi
pshot keluaran program yang ngg
P
i model matematis simulasi yang dilakukan untuk memperoleh intensitas relatif emisi cahaya kuning dan tranmisi cahaya biru. Skenario simulasi dilakukan dengan memvariasikan ukuran partikel (nanometer, sub-mikrometer dan sub-mikrometer) di dalam ruang tabung. Coding dan simulasi dilakukan menggunakan GNU/Octave 3.0 [4].
Tampilan sna
me ambarkan prosentase emisi, panas dan transmisi dengan parameter model rp = 30 mikrometer dan
populasi 5 wt% disajikan dalam bentuk diagram batang pada Gbr. 5. Besaran prosentase emisi dan trasmisi
masing-masing merepresentasikan intesitas warna kuning dan biru.
ambar 5. Tampilan program prosentase setiap peristiwa engaruh parameter ukuran terhadap jumlah emisi dan t
ambar 6. Pengaruh ukuran terhadap intensitas emisi dan ansmisi.
Partikel berorde nanometer dan submikrometer emiliki intensitas transmisi yang sangat dominan, sedang
a spektrum absoprsi experimen dengan parame
beruku n mikrometer, sub mikrometer dan nanometer pectrofluorophotometer).
7 terlihat bahwa partikel AG:Ce yang berukuran mikrometer memiliki intesitas misi cahaya kuning yang paling tinggi dibandingkan dengan
sar hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa engaruh ukuran partikel terhadap sifat emisi dan
Ce3+ sangat signifikan. Ukuran partikel
nanom G
P
ransmisi berdasarkan tabulasi seperti Gbr. 5, disajikan pada Gbr. 6.
G tr
m
kan intensitas emisi (cahaya kuning) sangat lemah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa model meprediksi bahwa secara fisis LED memiliki cahaya cenderung kebiruan. Namun pada partikel berukuran mendekati orde mikrometer diperoleh trend intensitas emisi naik dan trend intensitas transmisi menurun dengan perbesaran ukuran. Partikel yang berukuran 30-45 mikrometer
memiliki intensitas transmisi dan emisi yang sama. Hal tersebut mengindikasikan bahwa cahaya yang keluar dari LED cenderung putih. Jika ukuran partikel ini terus diperbesar maka intensitas emisi akan terus naik dan tranmisi akan turun, ini berarti warna LED cenderung kekuningan.
Validasi model dilakukan secara kualitatif mengacu pad
ter yang sama dengan model. Hasil karakterisasi fotoluminisensi partikel YAG:Ce3+ dengan variasi ukuran
partikel ditampilkan pada Gbr. 7 [5].
Gambar 7. Spektrum emisi partikel YAG:Ce3+ yang
ra (s Berdasarkan Gbr. 3+ Y e
partikel yang berorde ukuran orde nanometer dan sub mikrometer. Dengan demikian, model raytracing dengan pendekatan metode Monte Carlo dapat menjelaskan karakteristik emisi dan transmisi partikel YAG:Ce3+ secara kualitatif. Jumlah absobsi yang diubah
menjadi panas belum dapat divalidasi secara ekperimen karena kesulitas dalam pengukruan. Model dapat digunakan untuk jenis fosfor dan medium lain dengan memberikan parameter model yang diperlukan dan selanjutnya validasi perlu dilakukan agar nilai simulasi cocok secara kuantitatif dengan data eksperimen. Sedangkan sifat intrisik YAG:Ce3+ (kristalinitas dan sifat
termal) dapat direpresentasikan dalam model dengan bilangan acak Z7 dan memilih efisiensi kuantum total ηo
yang tepat. 4. Kesimpulan
Berda
Radius partikel (mikro meter) Transmisi Emisi Jum lah tr ansm is i( %) Jum la h e m isi (% )
Radius partikel (mikro meter) Transmisi Emisi Jum lah tr ansm is i( %) Jum la h e m isi (% ) p transmisi YAG:
eter dan submikrometer menunjukkan intensitas transmisi yang sangat dominan. Ukuran partikel yang memiliki intensitas emisi dan transmisi yang seimbang berada pada kisaran 30-45 mikrometer.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas dukungan dana
iset Strategis Nasional 2009.
] Y. Pan, M. Wu, Q. Su, Mater. Sci. Eng. B 106, 251 .
C.Panatarani, and I M. Joni, Proc. ITSF [3] g., R. L. Chern, C.C. Chu, J.Y. Chi, J.C. Su,
08). yang diberikan melalui R Referensi [1 (2004) [2] L. Yusastri, Sem. (2007). C.C. Chan
I. M. Chan and J.F. Wang, Jpn. J. Appl. Phys. 44, 6056 (2005).
[4] J. W. Eaton, D. Bateman, S. Hauberg, GNU/Octave
Manual Version 3, United Kingdom: Network
Theory Ltd (20
[5] C. Panatarani, F. Faizal, L. Yusastri dan I. M. Joni, Proc. ITSF Sem. (2009).