• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARIES PADA ANAK YANG MENYIKAT GIGI DI SEKOLAH. (Kajian Di TK Saraswati 2 dan TK Saraswati 4 Denpasar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARIES PADA ANAK YANG MENYIKAT GIGI DI SEKOLAH. (Kajian Di TK Saraswati 2 dan TK Saraswati 4 Denpasar)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

i

Putu Ismayanti Pinatih NPM : 10.8.03.81.41.1.5.014

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR DENPASAR

(2)

ii

Karies Pada Anak Yang Menyikat Gigi Di Sekolah (Kajian Di TK Saraswati 2 dan TK Saraswati 4 Denpasar)

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Mahasaraswati Denpasar

Oleh :

Putu Ismayanti Pinatih NPM : 10.8.03.81.41.1.5.014

Menyetujui Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

drg. Yudha Rahina, M.Kes., Sert. KGI drg. I Putu Indra Prihanjana, M.Kes

(3)

iii

pembuatan skripsi dengan judul : “Karies Pada Anak Yang Menyikat Gigi Di Sekolah (Kajian Di TK Saraswati 2 dan TK Saraswati 4 Denpasar)” yang telah dipertanggung jawabkan oleh calon sarjana yang bersangkutan pada tanggal 20 Februari 2014.

Maka atas nama Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan.

Denpasar, 14 Februari 2014 Tim Penguji Skripsi

FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Ketua,

drg. Yudha Rahina, M.Kes., Sert. KGI NPK. 826 693 189

Anggota : Tanda Tangan

1. drg. I Putu Indra Prihanjana, M.Kes NPK. 828 207 372

2. drg. Nyoman Panji Triadnya Palgunadi, M.Kes ……… NPK. 826 594 196

Mengesahkan

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar

P.A Mahendri Kusumawati, drg., M.Kes., FISID NIP. 19590512 198903 2 001

(4)

iv

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karies Pada Anak Yang Menyikat Gigi Di Sekolah (Kajian Di TK Saraswati 2 dan TK Saraswati 4 Denpasar)” ini tepat pada waktunya.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi (SKG) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Skripsi ini juga merupakan kesempatan berharga bagi penulis untuk dapat menghasilkan sebuah karya ilmiah yang diharapkan akan bermanfaat di bidang kedokteran gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat petunjuk, arahan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. drg. Yudha Rahina, M.kes, selaku doesen pembimbing I dan drg. Indra Prihanjana, M.kes, selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, membantu dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

2. Drg. Nyoman Panji Triadnya Palgunadi, M.kes, karena sudah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji dan membimbing penulis sehingga membuat skripsi ini menjadi semakin baik.

3. Seluruh siswa TK 2 dan TK 4 Saraswati Denpasar yang telah meluangkan waktunya dan bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini.

(5)

v

agar tertib pada saat dilaksanakannya penelitian.

5. Orangtua dan adik tercinta terimakasih atas doa, dukungan baik secara moril dan material serta nasehatnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

6. Ngurah Teddy Irawan, terimakasih atas doa, perhatian dan semangatnya. 7. Teman-teman penulis, khususnya princess Dian, Wanda, Gek Ayu, Manik,

Ayu Nindia, Benny dan seluruh teman-teman angkatan CRANTER 2010 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, yang juga telah banyak membantu penulis secara langsung dalam doa serta semangat yang diberikan.

Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan keterbatasannya, untuk itu penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan. Semua saran dan kritik akan menjadi masukan yang sangat berarti.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan mahasiswa Kedokteran Gigi dan dokter gigi di fakultas, klinik dan masyarakat.

Denpasar, 14 Februari 2014

(6)

vi Abstrak

Kesehatan merupakan faktor yang sangat penting, apabila kesehatan gigi dan mulut ini diabaikan tentu akan menimbulkan masalah yang erat hubungannya dengan kesehatan umum. Anak-anak dan masyarakat sering mengabaikan pentingnya kebiasaan menyikat gigi sebagai salah satu cara untuk mencegah karies gigi dan penyakit mulut lainnya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah perbedaan frekuensi karies antara anak yang menyikat gigi setiap hari di sekolah dengan yang tidak?. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui frekuensi karies gigi pada anak yang menyikat gigi setiap hari di sekolah. Responden penelitian berjumlah 424 siswa. Analisis data menggunakan uji independent t-test. Hasil uji independent t-test menunjukkan nilai t-hitung untuk kedua kelompok sebesar 2,119 dengan nilai signifikan 0,035 (p < 0,05) yang artinya terdapat perbedaan frekuensi karies antara kelompok yang menyikat gigi setiap hari di sekolah dengan kelompok yang tidak menyikat gigi.

(7)

vii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI DAN PENGESAHAN DEKAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAKSI ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1Latar Belakang ... 1 1.2Rumusan Masalah ... 3 1.3Tujuan Penelitian ... 4 1.4Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1Karies ... 5 2.1.1 Pengertian Karies ... 5 2.1.2 Etiologi Karies... 7 2.1.3 Klasifikasi Karies ... 20 2.1.4 Pencegahan Karies ... 22 2.2Menyikat Gigi ... 26

2.2.1 Teknik Menyikat Gigi ... 26

2.2.2 Frekuensi Menyikat Gigi ... 30

2.2.3 Manfaat Menyikat Gigi ... 31

2.3Pemeriksaan Gigi dan Kebersihan Mulut Anak ... 33

2.3.1 Indeks Karies ... 33

2.4Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Taman Kanak-Kanak (TK) ... 35 2.4.1 Perkembangan Emosi ... 36 2.4.2 Perkembangan Sosial ... 36 2.4.3 Perkembangan Intelektual ... 37 2.4.4 Perkembangan Jasmani ... 37 2.5Kerangka Konsep ... 38

(8)

viii

4.2 Identifikasi Variabel ... 42

4.3 Definisi Operasional ... 42

4.4 Responden Penelitian ... 43

4.5 Tempat dan Waktu ... 43

4.6 Instrumen Penelitian ... 43

4.7 Alat dan Bahan ... 44

4.8 Jalannya Penelitian ... 44

4.9 Analisis Data ... 45

BAB V HASIL PENELITIAN ... 46

5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46

5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks Karies ... 46

5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Karies ... 47

BAB VI PEMBAHASAN ... 49

BAB VII PENUTUP ... 52

7.1 Kesimpulan... 52

7.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(9)

ix

Tabel 4.1 Klasifikasi def-t dan DMF-T menurut WHO ... 43

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin ... 46

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan indeks karies ... 46

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan karies ... 47

(10)

x

Gambar 2.1 Model Empat Lingkaran Karies. ... 11 Gambar 2.2 Klasifikasi karies menurut G.V.Black... 21 Gambar 2.3 Kerangka Konsep ... 38

(11)

1 1.1Latar Belakang

Kesehatan merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan dalam kelangsungan hidup manusia, demikian juga halnya dengan kesehatan gigi dan mulut. Apabila kesehatan gigi dan mulut ini diabaikan tentu akan menimbulkan masalah yang erat hubungannya dengan kesehatan umum. Menurunnya kesehatan gigi dan mulut dapat mengakibatkan terganggunya fungsi pengunyahan yang disebabkan kurang berfungsinya gigi. Oleh karena itu adanya kerusakan gigi merupakan masalah yang perlu diperhatikan. Salah satu bentuk kerusakan gigi adalah karies. Karies dapat dialami dan dijumpai pada setiap orang

tanpa memandang umur, jenis kelamin, bangsa, serta status sosial ekonomi (Rusminah dan Zubaedah 1993).

Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dari tenaga kesehatan. Hal ini terlihat bahwa 90% penduduk Indonesia masih menderita penyakit gigi dan mulut. Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat Indonesia adalah karies dan penyakit jaringan penyangga gigi, khusunya peradangan gusi atau gingivitis (Anitasari dan Liliwati 2005).

Karies gigi merupakan masalah utama bagi kedokteran gigi yang dijumpai baik pada anak maupun orang dewasa. Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa lebih dari 50% dari 6 triliun populasi dunia mengalami karies gigi. Para

(12)

ahli bedah mulut di Amerika Serikat melaporkan bahwa 1 dari 3 anak mengalami karies gigi dan sekitar 40 sampai 50% dari gigi yang dicabut berasal dari karies gigi yang tidak dirawat. Prevalensi karies gigi di Indonesia adalah sebesar 76,92% dengan angka pengalaman karies 2,21 gigi per anak (Panggabean 2003).

Secara klinis yang disebut dengan karies gigi sampai sekarang adalah lubang (kavitas) yang sudah dapat dirasakan secara mekanis dengan memakai sonde. Karies dini dilihat dibawah mikroskop maka akan terlihat pada permukaan enamel masih utuh, sedangkan pada bagian dalam enamel dijumpai suatu daerah

yang kepadatannya berkurang, ini disebabkan oleh karena adanya dekalsifikasi (Panjaitan 1997).

Salah satu cara pencegahan penyakit karies gigi dan radang gusi adalah memelihara hygiene mulut melalui sikat gigi yang baik dan teratur. Kebiasaan menyikat gigi sebaiknya dimulai sejak kanak-kanak. Anak harus dikenalkan dengan sikat gigi sejak gigi susunya mulai tumbuh. Mengajarkan anak menggosok gigi sama halnya dengan mengajarkan mandi. Sejak bayi dilahirkan, ia harus mandi secara rutin dan teratur, menggosok gigi juga harus sudah dimulai sejak bayi meskipun saat itu bayi belum mengkonsumsi makanan padat, tapi setelah menyusui, sebaiknya gusinya harus dibersihkan. Jika dilakukan secara terus-menerus maka tindakan tersebut akan menetap dan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itulah yang menyebabkan anak terbiasa menjaga kebersihan giginya. Rutinitas ini juga akan membantu anak untuk terbiasa menyikat gigi dengan baik dan benar, yaitu gigi bersih dan bebas dari kotoran serta plak, disamping itu proses

pembersihannya harus dijaga agar tidak merusak gusi atau email gigi (Kristanti dan Rusiawati 2002).

(13)

Kebiasaan menyikat gigi sejak anak-anak dapat dimulai dari lingkungan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan yang utama bagi pembentukan kepribadian anak dan orang tua adalah sebagai panutan anak. Umur 2 tahun adalah umur dimana anak meniru semua hal yang dilakukan orang dewasa yang ada di sekitarnya. Bila melihat orang tuanya menyikat gigi, suatu hari nanti anak

akan bisa memegang sikat gigi dan mencoba menyikat giginya sendiri (Gupte 2004).

Seperti area lainnya pada tubuh, rongga mulut merupakan salah satu dari bagian tubuh kita yang penuh dengan bakteri, baik itu bakteri yang berpotensi merusak maupun tidak. Pada keadaan normal, tubuh secara alami memiliki sistem pertahanan tubuh termasuk di dalam rongga mulut kita dan kebiasaan kita menjaga kebersihan serta kesehatan gigi dan mulut seperti menyikat gigi, membersihkan sela-sela gigi dengan benang gigi, berkumur dengan mouthwash, banyak minum air mineral dan sebagainya dapat membuat koloni bakteri dapat terkontrol. Infeksi yang terjadi tidak hanya berhenti sampai rongga mulut saja, melainkan tubuh juga akan terkena dampaknya. Penyakit yang dapat diderita bila tidak rajin menyikat gigi adalah penyakit endokarditis dan penyakit kardiovaskular karena penyakit tersebut berkaitan dengan perkembangbiakan dan penyebaran bakteri yang berasa dari rongga mulut (Angela 2005).

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat di rumuskan permasalahan apakah terdapat perbedaan karies pada anak yang menyikat gigi di sekolah?

(14)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan frekuensi karies pada anak yang menyikat gigi setiap hari di sekolah.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan peneliti dalam mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan menginformasikan data temuan di bidang kedokteran gigi.

2. Dapat memberikan informasi kepada pembaca bahwa rajin menyikat gigi dapat mencegah karies gigi dan dapat terhindar dari penyakit mulut lainnya. 3. Dapat menambah pengetahuan orang tua agar mengajarkan kebiasaan

menyikat gigi yang bermanfaat bagi kesehatan gigi dan mulut anaknya sejak usia dini.

4. Dapat menambah pengetahuan anak sehingga anak akan lebih termotivasi untuk lebih rajin menyikat gigi agar terhindar dari karies dan penyakit mulut lainnya.

(15)

5 2.1Karies

2.1.1 Pengertian Karies

Karies berasal dari bahasa latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh

adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu (Fitriani 2009).

Karies gigi merupakan proses infeksi yang memiliki keterkaitan dengan kesehatan dan status gizi, serta dapat bertindak sebagai fokal infeksi yang dapat menimbulkan penyakit di organ tubuh lainnya (Axelsson 2002). Infeksi oral dapat berpengaruh pada kesehatan sistemik (Anitasari 2005). Karies gigi juga dapat dialami oleh setiap orang serta dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam, misalnya dari email ke dentin atau ke pulpa (Tarigan 1995).

(16)

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya, akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri (Kidd and Bechal 1991). Karies gigi dapat terjadi dengan diawali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis pada permukaan gigi. Plak terdiri dari komunitas mikroorganisme atau bakteri yang dapat bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu melakukan fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa gula dan glukosa) untuk menghasilkan asam, menyebabkan pH plak akan turun menjadi dibawah 5 dalam 1-3 menit. Penurunan pH plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi. Namun asam yang diproduksi dapat dinetralkan oleh saliva sehingga akan meningkatkan pH dan pengambilan mineral dapat berlangsung dan keadaan ini disebut dengan remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi dan remineralisasi dapat menyebabkan kehilangan mineral sehinnga lesi karies dapat terbentuk (Narendra dkk. 2002).

Perkembangan karies dapat berbeda antara satu orang dengan orang lainnya dan antara populasi satu dengan populasi lainnya. Apabila perkembangannya lambat, mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya sehingga karies menjadi kavitas besar. Akan tetapi proses yang sama hanya membutuhkan waktu beberapa bulan saja jika perkembangannya cepat.

(17)

Karies yang berkembang cepat biasanya berwarna agak terang, sedangkan karies yang berkembang lambat biasanya berwarna agak gelap, tetapi pit (lekukan pada email gigi) dan fisur (bentuk lekukan email gigi pada gigi molar dan pre molar) kadang-kadang berwarna tua, bukan karena karies gigi, tetapi karena noda akibat beberapa makanan. Karbohidrat yang tertinggal di dalam mulut dan mikroorganisme, merupakan penyebab karies gigi, penyebab karies gigi tidak langsung adalah permukaan dan bentuk gigi tersebut. Gigi dan fisur yang dalam mengakibatkan sisa-sisa makanan mudah melekat dan bertahan sehingga produksi asam oleh bakteri akan berlangsung dengan cepat dan menimbulkan karies gigi (Kristanti dan Rusiawati 1995).

Dari uraian tersebut menjadi jelas bahwa proses karies dapat terjadi di seluruh permukaan gigi dan merupakan proses alami. Pembentukan biofilm dan aktivitas metabolik oleh mikroorganisme tidak dapat dicegah, akan tetapi perkembangan penyakit dapat dikendalikan sehingga lesi klinis yang terbentuk tidak terlihat. Perkembangan lesi ke dalam dentin bisa mengakibatkan invasi bakteri dan mengakibatkan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke dalam jaringan periapikal sehingga menyebabkan rasa sakit (Kidd 2005).

2.1.2 Etiologi Karies

2.1.2.1 Etiologi Karena Plak

Sejumlah mikroflora mulut yang memiliki kemampuan berkolonisasi pada gigi dapat menurunkan pH sampai kira-kira 4,1

(18)

dengan adanya lingkungan gula yang menguntungkan. Diantara mikroflora tersebut, streptococcus mutans tampak merupakan organisme kariogenik yang paling efisien dalam menyebabkan karies gigi. Adanya mikroflora mulut dalam bentuk plak merupakan syarat utama bagi terbentuknya karies. Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri beserta produk-produknya yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini terjadi melalui serangkaian tahapan (Lehner 1995).

Plak adalah lapisan tipis dari mikroorganisme, sisa makanan dan bahan organik yang terbentuk di gigi, kadang-kadang juga ditemukan pada gusi dan lidah. Plak merupakan agregat sejumlah besar dan berbagai macam mikroorganisme pada permukaan gigi mulai erupsi dengan cepat akan dilindungi lapisan tipis glikoprotein yang disebut aequired pellicle. Glikoprotein di dalam air ludah akan diserap

dengan spesifik pada hidroksiaptit dan melekat erat pada permukaan gigi (Roeslan 2002).

Plak adalah lapisan tipis yang tak berwarna (transparan) tidak dapat dilihat dengan mata biasa, melekat pada gigi dan membentuk koloni atau kumpulan yang terdiri dari air liur, sisa-sisa makanan, jaringan mati, fibrinogen, mikroorganisme dan lain sebagainya. Untuk

melihat plak digunakan zat pewarna yaitu disclosing agent (Dewi 2003).

(19)

Langkah pertama pembentukan plak adalah absorbsi glikoprotein saliva pada permukaan gigi, lapisan ini disebut pelikel. Pelikel merupakan suatu lapisan organik bebas kuman dan terbentuk segera setelah penyikatan gigi. Bersifat sangat lengket dan mampu melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi. Mikroorganisme tersebut melekat pada gigi di atas pelikel karena adanya matriks dari mikroorganisme yang adhesif dan afinitas hidroksiapatit enamel terhadap glikoprotein saliva. Plak gigi mulai terbentuk sebagai tumpukan dan kolonisasi mikroorganisme pada permukaan enamel dalam 3-4 jam sesudah gigi dibersihkan dan mencapai ketebalan maksimal pada hari ketiga puluh. Komposisi mikroorganisme di dalam plak umumnya berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, jenis kokus gram positif, terutama streptococcus merupakan jenis yang paling banyak dijumpai. Setelah kolonisasi pertama oleh streptokokus, berbagai jenis mikroorganisme lainnya

memasuki plak gigi, hal ini disebut “Phenomena of Cession” (Pandjaitan 1997).

Kecepatan pembentukan plak tergantung dari konsistensi, macam, dan keras lunaknya makanan. Makanan lunak yang tidak memerlukan pengunyahan, mempunyai sedikit atau sama sekali tidak mempunyai efek pembersihan terhadap gigi-geligi. Jika diet berasal dari sukrosa, plak ini akan menjadi tebal dan melekat. Hal ini disebabkan adanya pembentukan polisakarida ekstraseluler (dekstran) yang lebih

(20)

banyak dihasilkan dari pemecahan sukrosa. Dengan bantuan streptokokus mutans, sukrosa ini akan membentuk dekstran dan levan. Dekstran merupakan bahan penting karena merupakan prekursor plak gigi, sebagai mediator kolonisasi dan agregasi kuman asidogenik, serta tahan terhadap destruksi mikroorganisme. Dengan demikian, makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak

dengan cepat sampai pada level yang menyebabkan demineralisasi email (Roeslan 2002).

2.1.2.2 Etiologi Karena Multifaktorial

Proses terjadinya karies gigi merupakan fenomena multifaktor, yaitu faktor host, mikroflora mulut, substrat dan waktu. Karies terjadi karena interaksi antara gigi, bakteri dan gula. Dilain pihak terdapat satu faktor penghambat karies, yaitu antibodi. Beberapa faktor yang saling berinteraksi pada patogenesis karies gigi dapat digambarkan sebagai beberapa lingkaran yang tumpang tindih sebagai deskripsi daerah karies dan non karies. Dengan memperluas lingkaran antibodi, diharapkan daerah karies dapat diperkecil (Lehner 1995).

Karies gigi memiliki faktor penyebab multifaktorial, yaitu adanya 4 faktor utama yang saling mempengaruhi. Keempat faktor tersebut adalah (a) Tuan rumah (host): gigi dan saliva; (b)Substrat: lingkungan; (c)Agen (agent): mikroorganisme; (d)Waktu. Kesimpulannya adalah karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya, tetapi disebabkan oleh

(21)

serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa, dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai di bawah 5 menit dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasai permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun dimulai (Kidd and Bechal 2012). Secara lebih jelas, faktor etiologi karies gigi adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Empat Lingkaran Karies (Kidd and Bechal 2012)

Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang

kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang Mikroorganisme

Substrat

Waktu

(22)

lama (Kidd and Bechal 2012). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi karies adalah:

A.Host (Gigi Dan Saliva)

Untuk terjadinya karies gigi antara lain dibutuhkan gigi (host) yang rentan. Lapisan keras gigi terdiri dari enamel dan dentin, enamel adalah lapisan yang paling luar, dan seperti diketahui, karies selalu dimulai dari lapisan luar, oleh karena itu enamel sangat menentukan proses terjadinya karies. Enamel lebih tahan terhadap karies dibandingkan lapisan dibawahnya (Panjaitan 1997).

Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, flour), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak flour, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral, maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten (Pintauli dan Hamada 2008).

Karies yang mula-mula terjadi pada permukaan enamel disebut karies awal, karies dini atau white spot. Karies awal ditandai dengan permukaan yang putih dan buram serta kasar, tetapi pada rabaan dengan menggunakan sonde belum terdapat tahanan. Bila proses karies berlangsung lebih lanjut maka proses karies akan berlangsung lebih cepat karena lapisan yang terdapat di bawah enamel kurang tahan terhadap asam penyebab karies (Suwelo 1988).

(23)

Menurut Panjaitan (1997) kawasan-kawasan yang mudah diserang karies merupakan daerah yang rentan karena memudahkan perlekatan plak, daerah rentan karies adalah: (a) Pit dan fisur permukaan oklusal molar dan premolar, pit bukal molar dan pit palatal insisivus; (b) Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak; (c) Enamel pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva; (d) Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodontium; (e) Tepi tumpatan terutama yang kurang; (f) Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

Proses karies dan faktor-faktor resiko terjadinya karies gigi tetap dan gigi sulung tidak berbeda. Namun demikian proses kerusakan pada gigi sulung lebih cepat menyebar, meluas dan lebih parah dibanding dengan gigi tetap, hal ini disebabkan karena adanya beberapa faktor antara lain struktur enamel gigi sulung kurang solid dan lebih tipis, morfologi luar gigi sulung lebih memungkinkan retensi makanan dibandingkan dengan gigi tetap, disamping itu kebersihan mulut anak pada umumnya lebih buruk dan anak suka makanan yang kariogenik dibandingkan orang dewasa (Suwelo 1988).

Di dalam mulut saliva merupakan cairan protektif. Rendahnya pengeluaran saliva dan kapasitas bufer menyebabkan berkurangnya kemampuan membersihkan sisa makanan dan mematikan kuman, mengurangi kemampuan menetralkan asam serta kemampuan menimbulkan remineralisasi lesi enamel. Suatu penurunan kecepatan sekresi saliva bisa diikuti oleh peningkatan jumlah streptokokus mutans dan laktobasilus, dengan demikian,

(24)

aktivitas karies yang tinggi dapat dijumpai pada orang-orang yang kecepatan sekresi salivanya berkurang (Kidd et al 1991).

Pada anak, sekresi kelenjar-kelenjar saliva serta sifat-sifat saliva masih belum konstan karena masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan, sehingga jumlah dan sifat saliva pada anak bervariasi dan akan mempengaruhi keadaan kesehatan mulutnya (Suwelo 1998).

B. Substrat

Substrat adalah campuran makanan yang halus dan minuman yang dimakan sehari-hari yang menempel pada permukaan gigi. Telah diketahui bahwa orang-orang yang banyak memakan makanan yang mengandung karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada`permukaan giginya. Sebaliknya orang-orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini menunjukkan bahwa karbohidrat sangat memegang peranan penting dalam terjadinya karies (Panjaitan 1997).

Karbohidrat yang paling kariogenik yaitu sukrosa, menyediakan energi bagi pembentukan asam sebagai hasil metabolisme mikroorganisme dengan pH di bawah 5. Metabolisme mikroorganisme akan terjadi bila terdapat banyak mikroorganisme dan cukup sukrosa. Bila sukrosa yang terdapat dalam mulut hanya sedikit dan terbatas maka hanya terjadi metabolisme intraseluler pada mikroorganisme saja tanpa adanya pembelahan sel. Asam yang dihasilkan hanya sedikit dibandingkan dengan terdapatnya sukrosa yang lebih banyak. Sukrosa yang banyak mengakibatkan lebih banyak makanan dan

(25)

energi yang diserap sehingga mikroorganisme tidak hanya melakukan metabolisme intraseluler saja tetapi dapat melakukan pembelahan dan memperbanyak diri, menyebabkan asam yang dihasilkan lebih banyak sehingga mempercepat larutnya email dan dentin (Kidd et al 1991).

Karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra seluler. Walaupun demikian tidak semua jenis karbohidrat sama derajat kariogeniknya. Karbohidrat yang kompleks misalnya pati, relatif tidak berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut sedangkan karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri. Dengan demikian, makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Sintesa polisakarida ekstra seluler dari sukrosa lebih cepat daripada glukosa, fruktosa dan laktosa. Oleh karena itu sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik walaupun gula lainnya tetap berbahaya. Selain itu sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi sehingga sukrosa merupakan penyebab karies utama (Kidd and Bechal 1991).

Perlu diingat bahwa bukan saja tipe makanan yang penting, kadar konsumsi juga berperan penting dalam pembentukan karies. Pemaparan yang lama dan berulang kepada karbohidrat dapat meningkatkan resiko karies. Streptococcus mutans akan meragi semua jenis karbohidrat, tetapi mikroorganisme tersebut paling efisien dalam menghasilkan asam dari gula jenis sukrosa. Gula dapat membantu perlekatan plak dan merupakan sumber

(26)

energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan reproduksi bakteri-bakteri tersebut. Sukrosa, glukosa dan fruktosa dapat dijumpai di kebanyakan makanan dan minuman seperti minuman manis serta susu formula. Laktosa yang terkandung di dalam susu sapi merupakan salah satu gula yang kurang kariogenik. Penelitian Roberts pada anak pra-sekolah dengan penyakit kronis yang sering diberi obat sirup dengan kandungan sukrosa yang tinggi, telah ditemukan peningkatan empat kali lipat pada jumlah karies mereka dibandingkan dengan anak-anak sehat (Vadiakas 2008).

C.Mikroorganisme

Karies gigi salah satunya disebabkan oleh hasil dari perkembangan beberapa organisme spesifik yang berlebih dan merupakan bagian dari flora normal pada mulut. Mikroorganisme di dalam mulut yang berhubungan dengan karies antara lain adalah berbagai strain streptococcus, lactobasillus, actynomises dan lain-lain. Streptococcus mutans sangat berperan terhadap karies pada gigi yang berhubungan dengan karbohidrat, plak gigi dan saliva di dalam mulut (Kash 2003).

Individu yang terinfeksi oleh streptokokus mutans dalam jumlah banyak merupakan individu yang berisiko terserang karies, disebabkan sifat streptokokus mutans yang dapat memfermentasi berbagai jenis karbohidrat menjadi asam dan menurunkan pH, menambah sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan gigi. Karies terjadi karena asam yang dihasilkan mikroorganisme yang difermentasi dari karbohidrat. Asam ini menghancurkan dengan cepat bagian anorganik gigi. Kemudian mikroorganisme yang sama

(27)

maupun berbeda menghancurkan bagian organik gigi. Kombinasi kedua proses perusakan ini dapat menimbulkan karies (Fayle 2001).

Pada penderita karies yang aktif dijumpai jumlah streptococcus dan lactobasillus yang besar pada plak gigi. Pada bebrapa kasus seperti karies rampan dan karies botol ditemukan bakteri spesifik yang berbeda dalam jumlah banyak, pada karies rampan ditemukan lebih banyak streptococcus sobrinus, sedangkan pada karies botol dijumpai lebih banyak streptococcus mutans (Avery et al 2006).

Sejumlah bakteri beserta produk-produknya yang melekat dan terbentuk pada seluruh permukaan gigi disebut plak. Bakteri-bakteri tersebut mampu melekatkan diri pada permukaan gigi oleh karena adanya glikoprotein yang diendapkan oleh saliva. Bakteri yang paling banyak muncul pada tahap awal adalah streptococcus. Organisme ini tumbuh, berkembang biak dan mengeluarkan gel ekstra seluler yang lengket dan akan menjerat berbagai bentuk bakteri yang lain (Panjaitan 1997).

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, bakteri yang paling banyak dijumpai adalah streptococcus mutans, streptococcus sanguis, streptococcus mitis dan streptococcus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, dijumpai

(28)

juga Lactobacillus dan beberapa spesies Actinomyces. Mikroorganisme menempel di gigi bersama plak sehingga plak terdiri dari mikroorganisme adalah sebesar (70%) dan bahan antar sel (30%). Karies akan terbentuk apabila terdapat plak dan karbohidrat (Pintauli dan Hamada 2008).

Plak tampak sebagai massa globular berwarna putih, keabu-abuan atau kuning. Plak gigi mulai terbentuk sebagai kolonisasi mikroorganisme pada permukaan enamel dan mencapai ketebalan pada hari ketiga puluh. Penelitian-penelitian membuktikan bahwa penambahan karbohidrat pada makanan hanya menyebabkan akumulasi plak yang sangat tebal. Penumpukan plak sudah dapat terlihat dalam waktu 1-2 hari setelah seseorang tidak melakukan prosedur kebersihan mulut, sedangkan waktu yang dibutuhkan suatu karies berkembang menjadi suatu lubang pada gigi cukup bervariasi, diperkirakan antara 6-48 bulan (Anitasari dan Liliwati 2005).

Streptokokus mutans dan beberapa strain lactobasillus serta actinomyces sangat relevan dalam menyebabkan karies baik pada manusia maupun pada binatang. Streptococcus mutans dan lactobasillus merupakan kuman yang kariogenik karena mampu membuat asam dari karbohidrat yang dapat diragikan dan kuman-kuman tersebut dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstra seluler dari karbohidrat makanan (Kidd and Joyston-Bechal 1991).

(29)

D.Waktu

Interaksi antara ketiga faktor tersebut selama suatu periode akan merangsang pembentukan karies, yang dimulai dengan munculnya white spot pada permukaan gigi tanpa adanya kavitas akibat proses demineralisasi pada bagian enamel. Faktor waktu yang dimaksudkan adalah lamanya pemaparan gigi terhadap penyebab-penyebab di atas yang menyebabkan terjadinya karies dan bervariasi pada setiap orang. Secara umum, lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini (Pinkham et al 2005).

Menurut Welbury (2005) seecara singkat proses terjadinya karies adalah: (1)Fermentasi karbohidrat menjadi asam organik oleh mikroorganisme dalam plak pada permukaan gigi; (2)Pembentukan asam yang cepat, yang menurunkan pH pada permukaan email di bawah tingkat pH kritis dimana email akan semakin larut; (3)Ketika karbohidrat tidak lagi tersedia pada plak mikroorganisme, pH dalam plak akan naik karena difusi asam dari sebelah luar dan juga diakibatkan metabolisme mikroorganisme sehingga demineralisasi email gigi dapat terjadi; (4)Karies gigi berlangsung hanya bila demineralisasi lebih sering terjadi daripada remineralisasi.

Salah satu pencegahan terjadinya karies gigi anak adalah dengan pengurangan pemasukan karbohidrat pada rongga mulut yang dapat menyebabkan penurunan asam yang disebabkan oleh bakteri pembentuk plak. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH

(30)

normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu, konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan menyebabkan demineralisasi email (Kidd and Bechal 1991).

Plak yang bersifat asam dan terletak di daerah interproksimal, yang umumnya hanya terkena sedikit aliran saliva, akan tetap berada pada pH yang kritis dalam waktu dua jam setelah pemasukan. Karena makanan yang mengandung larutan gula dapat menghasilkan asam yang dihasilkan oleh bakteri lebih besar bila semakin lama sukrosa di dalam mulut, sebab aktivitas juga bakteri pembentuk plak. Disamping itu aktivitas karies akan bergantung pada frekuensi konsumsi sukrosa sehingga didapatkan adanya hubungan yang pasti antara frekuensi makanan tambahan diantara jam-jam makan dengan frekuensi gigi (Avery et al 2006).

Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena itu, bila saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam hitungan bulan atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini (Kidd and Bechal 1991).

2.1.3 Klasifikasi Karies

2.1.3.1 Menurut Kedalamannya

Menurut Herijulianti dkk. (2002) berdasarkan stadium karies (dalamnya karies gigi) dapat dibagi menjadi: (1) Karies superfisial

(31)

yaitu dimana karies baru mengenai enamel saja (sampai dentino enamel junction), sedangkan dentin belum terkena; (2) Karies media yaitu dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin; (3) Karies profunda yaitu dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa.

2.1.3.2 Menurut Klasifikasi Kavitas

G.V.Black mengklasifikasi kavitas atas 5 bagian dan diberi tanda dengan nomor romawi, dimana kavitas diklasifikasi berdasarkan permukaan gigi yang terkena karies. Adapun gambar dari klasifikasi tersebut adalah:

Gambar 2.2 Klasifikasi karies menurut G.V.Black.

Berikut ini adalah penjelasan klasifikasi karies menurut G.V.Black: a. Klas I

Karies yang terdapat pada bagian oklusal (pit and fissure) dari gigi premolar dan molar (gigi posterior). Terdapat pada gigi anterior di foramen caecum.

(32)

b. Klas II

Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi-gigi molar atau premolar yang umumnya meluas sampai bagian ke oklusal. c. Klas III

Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi posterior, tetapi belum mencapai 1/3 incisal gigi.

d. Klas IV

Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi-gigi posterior dan sudah mencapai 1/3 incisal dari gigi.

e. Klas V

Karies yang terdapat pada bagian 1/3 leher dari gigi posterior dan anterior pada permukaan labial, lingual, palatal maupun bukal.

2.1.4 Pencegahan Karies 2.1.4.1 Secara Mekanis a. Menyikat Gigi

Penyikatan gigi bertujuan untuk menghindari plak. Plak dapat menyebabkan kerusakan gigi, misalnya gigi berlubang. Waktu menyikat gigi minimal dua kali sehari yaitu pagi hari setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Menurut Sondang (2008) untuk menyikat gigi secara benar sebaiknya dilakukan lebih dari dua menit.

(33)

b. Pembersihan Interdental

Permukaan aproksimal dan daerah yang giginya tidak beraturan tidak dapat dicapai dengan sikat gigi biasa. Oleh karena itu alat bantu seperti benang gigi dapat digunakan untuk daerah seperti itu. Menurut Sondang (2008) dental floss atau benang gigi dilakukan untuk membantu membersihkan sisa makanan yang ada di daerah yang sulit dijangkau oleh sikat gigi, yaitu didaerah proksimal atau diantara gigi. Flossing dapat dilakukan setiap hari atau minimal dua kali dalam satu minggu.

c. Penggunaan Alat Pembersih Lidah

Menurut Sondang (2008) alat pembersih lidah berfungsi untuk membersihkan permukaan lidah pada saat setelah menyikat gigi, biasanya orang sering mengabaikan lidah. Sisa susu pada balita sering menempel di lidah sehingga lidah pun perlu dibersihkan.

2.1.4.2 Secara Kimiawi a. Pemberian Flour

Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies. Penggunaan fluor dapat dilakukan dengan fluoridasi air minum, pasta gigi dan obat kumur mengandung fluor, pemberian tablet fluor, topikal varnish (Angela 2005). Fluoridasi air minum merupakan cara yang paling efektif untuk menurunkan masalah karies pada masyarakat secara umum. Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air minum adalah 0,7–1,2 ppm. Bila air minum masyarakat tidak

(34)

mengandung jumlah fluor yang optimal, maka dapat dilakukan pemberian tablet fluor pada anak terutama yang mempunyai risiko karies tinggi (Varsio 1999).

Pemberian tablet fluor disarankan pada anak yang berisiko karies tinggi dengan air minum yang tidak mempunyai konsentrasi fluor yang optimal (2,2 mg NaF, yang akan menghasilkan fluor sebesar 1 mg per

hari). Jumlah fluor yang dianjurkan untuk anak di bawah umur 6 bulan sampai dengan usia 3 tahun adalah 0,25 mg, sedangkan

usia 3 sampai dengan 6 tahun adalah 0,5 mg dan untuk anak umur 6 tahun ke atas diberikan dosis sebanyak 0,5–1 mg (Welbury et al 2004).

Penyikatan gigi dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor terbukti dapat menurunkan karies. Obat kumur yang mengandung fluor dapat menurunkan karies sebanyak 20–50%. Seminggu sekali berkumur dengan 0,2% NaF dan setiap hari berkumur dengan 0,05% NaF dipertimbangkan menjadi ukuran kesehatan masyarakat yang ideal. Penggunaan obat kumur disarankan untuk anak yang berisiko karies tinggi atau selama terjadi kenaikan karies. Obat kumur ini tidak disarankan untuk anak berumur di bawah 6 tahun. Pemberian varnish fluor dianjurkan bila penggunaan pasta gigi mengandung fluor, tablet fluor dan obat kumur tidak cukup untuk mencegah atau menghambat perkembangan karies. Pemberian varnish fluor diberikan setiap empat atau enam bulan sekali pada anak yang mempunyai risiko karies tinggi. Varnish dilakukan pada anak umur 6

(35)

tahun ke atas karena anak di bawah umur 6 tahun belum dapat meludah dengan baik sehingga dikhawatirkan varnish dapat tertelan dan dapat menyebabkan fluorosis enamel. Sediaan fluor lainnya adalah

dalam bentuk gel dan larutan seperti larutan 2.2% NaF, SnF, gel APF (Fitriani 2007).

b. Berkumur

Mencegah karies secara mekanis masih menjadi metode utama yang digunakan, akan tetapi makin berkembangnya pemahaman akan infeksi penyakit, maka pencegahan karies secara kimia semakin diminati. Berikut ini adalah empat jenis bahan kumur yang biasa digunakan (Fitriani 2007):

a) Listerin

Listerin dipasarkan dengan merek dagang Listerin, merupakan antiseptik yang efektif sebagai anti plak. Uji coba klinis antara 7-60 hari menunjukkan adanya hambatan pembentukan plak dan radang gingiva bila digunakan untuk membantu kontrol plak secara mekanis. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian selama 6 bulan, yang menunjukkan bahwa listerin dapat mengurangi penimbunan plak dan menurunkan derajat keradangan gingival.

b) Povidone Iodine

Povidone Iodine 1 % sebagai obat kumur yang dipasarkan dengan merek dagang Betadine sebagai antiseptik mempunyai sifat

(36)

antibakteri. Obat kumur ini dapat dipakai untuk mengurangi bakteri setelah pencabutan gigi atau setelah perawatan bedah. Efek betadine terhadap bakteri rongga mulut sangat cepat dan pada konsentrasi yang tinggi dapat mematikan bakteri rongga mulut. c) Hexetidine

Hexetidine sebagai obat kumur termasuk golongan antiseptik dan merupakan derivat piridin. Mempunyai sifat antibakteri, bermanfaat untuk bakteri Gram positif dan Gram negatif dan dapat digunakan untuk mengurangi terjadinya keradangan. Hexetidine merupakan antibakteri dengan spektrum luas dengan konsentrasi rendah bermanfaat untuk mikroorganisme rongga mu1ut.

d) Hidrogen peroxide

Hidrogen peroxide merupakan antiseptik karena dapat melepaskan oksigen sebagai zat aktif. Sebagai obat kumur biasanya dipakai konsentrasi 3%. Pemakaian hidrogen peroksida sebagai obat kumur dapat mencegah dan menghambat pertumbuhan bakteri plak.

2.2Menyikat Gigi

2.2.1 Teknik Menyikat Gigi

Banyak metode atau teknik menyikat gigi yang diperkenalkan oleh para ahli, tetapi pada prinsipnya terdapat empat pola dasar gerakan, yaitu

(37)

metode vertikal, horizontal, berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi). Macam-macam metode menyikat gigi adalah:

2.2.1.1 Teknik Horizontal

Menyikat gigi dengan teknik horizontal merupakan gerakan menyikat gigi ke depan dan ke belakang dari permukaan bukal dan lingual. Letak bulu sikat tegak lurus pada permukaan labial, bukal, palatinal, lingual, dan oklusal dikenal sebagai scrub brush. Caranya mudah dilakukan dan sesuai dengan bentuk anatomi permukaan kunyah. Abrasi yang disebabkan oleh penyikatan gigi dengan arah horizontal dan dengan penekanan berlebih adalah bentuk yang paling sering ditemukan (Ginandjar 2007).

2.2.1.2 Teknik Vertikal

Menyikat gigi dengan metode teknik vertikal merupakan cara yang mudah dilakukan, sehingga orang-orang yang belum diberi pendidikan bisa menyikat gigi dengan teknik ini. Arah gerakan menyikat gigi ke atas ke bawah dalam keadaan rahang atas dan bawah tertutup. Gerakan ini untuk permukaan gigi yang menghadap ke bukal atau labial, sedangkan untuk permukaan gigi yang menghadap lingual atau palatal, gerakan menyikat gigi ke atas ke bawah dalam keadaan mulut terbuka. Cara ini terdapat kekurangan yaitu bila menyikat gigi tidak benar dapat menimbulkan resesi gusi sehingga akar gigi terlihat (Ginandjar 2007).

(38)

2.2.1.3 Teknik Roll

Menyikat gigi dengan teknik roll merupakan gerakan sederhana, paling dianjurkan, efisien, dan menjangkau semua bagian mulut. Bulu sikat ditempatkan pada permukaan gusi, jauh dari permukaan oklusal. Ujung bulu sikat mengarah ke apex. Gerakan perlahan-lahan melalui permukaan gigi sehingga permukaan bagian belakang kepala sikat bergerak dalam lengkungan. Waktu bulu sikat melalui mahkota gigi, kedudukannya hampir tegak terhadap permukaan email. Ulangi gerakan ini sampai ±12 kali sehingga tidak ada yang terlewat. Cara ini dapat menghasilkan pemijatan gusi dan membersihkan sisa makanan di daerah interproksimal. Menyikat gigi dengan roll teknik untuk membersihkan kuman yang menempel pada gigi. Teknik roll adalah menggerakan sikat seperti berputar (Pratiwi 2009).

2.2.1.4 Teknik Charter„s

Teknik menyikat gigi ini dilakukan dengan meletakkan bulu sikat menekan pada gigi dengan arah bulu sikat menghadap permukaan kunyah atau oklusal gigi. Arahkan 45º pada daerah leher gigi. Tekan pada daerah leher gigi dan sela-sela gigi kemudian getarkan minimal 10 kali pada tiap-tiap area dalam mulut. Gerak berputar dilakukan terlebih dulu untuk membersihkan daerah mahkota gigi. Metode ini baik untuk membersihkan plak di daerah sela-sela gigi, pada pasien yang memakai orthodontic cekat atau kawat gigi dan pada pasien dengan gigi tiruan yang permanen (Pratiwi 2009).

(39)

2.2.1.5 Teknik Bass

Teknik penyikatan ini ditujukan untuk membersihkan daerah leher gingival dan untuk ini, ujung sikat dipegang sedemikian rupa sehingga bulu sikat terletak 45º terhadap sumbu gigi geligi. Ujung bulu sikat mengarah ke leher gingiva. Sikat kemudian ditekan kearah gingiva dan digerakkan dengan gerakan memutar yang kecil sehingga bulu sikat masuk ke daerah leher gingiva dan juga terdorong masuk diantara gigi geligi. Teknik ini dapat menimbulkan rasa sakit bila jaringan terinflamasi dan sensitif. Bila gingiva dalam keadaan sehat, teknik bass merupakan metode penyikatan yang baik, terbukti teknik ini merupakan metode yang paling efektif untuk membersihkan plak (Ginandjar 2007).

2.2.1.6 Teknik Stillman

Teknik ini mengaplikasikan dengan menekan bulu sikat dari arah gusi ke gigi secara berulang-ulang. Setelah sampai di permukaan kunyah, bulu sikat digerakkan memutar. Bulu sikat diletakkan pada area batas gusi dan gigi sambil membentuk sudut 45º dengan sumbu tegak gigi seperti pada metode bass (Pratiwi 2009).

2.2.1.7 Teknik Fones atau Teknik Sirkuler

Metode gerakkan sikat secara horizontal sementara gigi ditahan pada posisi menggigit atau oklusi. Gerakan dilakukan memutar dan mengenai seluruh permukaan gigi atas dan bawah (Pratiwi 2009).

(40)

2.2.1.8 Teknik Fisiologis

Teknik ini digunakan sikat gigi dengan bulu-bulu sikat yang lunak. Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa penyikatan gigi menyerupai jalannya makanan, yaitu dari mahkota kearah gusi. Letak bulu sikat tegak lurus pada permukaan gigi, sedangkan tangkai sikat gigi dipegang horizontal (Pratiwi 2009).

2.2.1.9 Teknik Kombinasi

Teknik ini menggabungkan teknik menyikat gigi horizontal (kiri-kanan), vertical (atas-bawah) dan sirkular (memutar), setelah itu dilakukan penyikatan pada lidah di seluruh permukaannya, terutama bagian atas lidah. Gerakan pada lidah tidak ditentukan, namun

umumnya adalah dari pangkal belakang lidah sampai ujung lidah (Pratiwi 2009).

2.2.2 Frekuensi Menyikat Gigi

Frekuensi menyikat gigi adalah banyak sedikitnya atau beberapa kali menggosok gigi dalam 1 hari. Anak-anak menyikat giginya minimal sekali dalam sehari dan tidak jarang pula dua kali dalam sehari yaitu setiap mandi. Pernyataan tersebut berpengaruh terhadap masukan flour kedalam tubuh anak karena refleks menelan pada anak. Anak cukup menyikat giginya dua kali sehari, yaitu setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Lamanya waktu yang diperlukan anak saat menyikat gigi adalah 2-3 menit untuk mencegah anak

menelan lebih banyak pasta gigi dan menghindari rasa bosan pada anak (Bentley et al 2000).

(41)

2.2.3 Manfaat Menyikat Gigi

Menurut Anitasari dan Liliwati (2005) dengan menggosok gigi secara rutin dan benar, kita akan mendapatkan manfaat menggosok gigi di antaranya sebagai berikut :

2.2.3.1 Gigi yang putih dan bersih

Dengan memiliki gigi yang putih dan bersih akan ada banyak keuntungan yang kita dapat. Kesehatan dan kebersihan gigi bisa menjadi nilai tambah dalam setiap penampilan kita. Dengan gigi yang putih dan bersih, kita akan semakin percaya diri saat berkomunikasi dengan orang lain. Lain halnya jika gigi kita kuning karena jarang menggosok gigi. Rasa percaya diri kita pasti akan berkurang.

2.2.3.2 Mencegah halitosis

Halitosis atau bau mulut pasti membuat kita tersiksa. Banyak orang akan memilih menghindar saat kita sedang bicara. Sebetulnya, ada banyak hal yang bisa menyebabkan halitosis. Salah satu penyebabnya adalah dari makanan yang kita makan. Sisa-sisa makanan yang tertinggal di sela-sela gigi akan menyebabkan bau busuk dan membuat napas kita jadi bau. Oleh karena itu, menyikat gigi dengan benar ditambah berkumur dapat mengatasi bau pada mulut. Karena sikat dan pasta gigi akan membantu kita menghilangkan sisa-sisa makanan tersebut.

(42)

2.2.3.3 Mencegah karies

Penyebab karies dikarenakan adanya pertemuan antara bakteri dan gula. Bakteri tersebut akan mengubah gula dari sisa makanan menjadi asam. Hal ini akan membuat lingkungan sekitar gigi menjadi asam. Asam inilah yang akan membuat karies pada email gigi. Jika tidak dicegah, maka karies akan semakin membesar. Untuk mencegah terjadinya karies, sebaiknya menggosok gigi 2 kali sehari sekitar 2 atau 3 menit setelah makan agar pH dalam rongga mulut kembali normal. Jika terdapat kondisi yang tidak memungkinkan kita untuk menggosok gigi, kita bisa menggantinya dengan cara berkumur dengan air bersih. 2.2.3.4 Mencegah sakit gigi

Sakit gigi tidak hanya dialami oleh anak-anak, namun orang dewasa, remaja, bahkan orang tua pun bisa mengalami sakit gigi. Sakit gigi bisa disebabkan oleh berbagai hal dengan penyakit yang bervariasi. Sayangnya, masih banyak orang yang kurang menyadari bahaya dari penyakit gigi yang ternyata bisa menyebabkan penyakit-penyakit berat hingga kematian. Dalam sebuah media massa di Amerika, diberitakan seorang anak berusia 12 tahun meninggal karena penyakit pada giginya (salah satu giginya bernanah). Hal ini disebabkan karena si anak tidak pernah mendapat perawatan pada giginya karena berasal dari keluarga miskin. Beberapa penyakit gigi dapat menimbulkan komplikasi, di mana kuman-kuman dari gigi menjalar ke otak, efek yang dirasakan umumnya membuat rasa sakit di kepala. Beberapa juga menimbulkan penyakit pada pembuluh darah

(43)

yang jika terjadi penggumpalan darah di daerah otak maka akan mengakibatkan stroke dan serangan jantung. Dengan menggosok gigi secara rutin, setidaknya kita dapat membantu diri sendiri agar terhindar dari penyakit-penyakit berbahaya.

2.3Pemeriksaan Gigi dan Kebersihan Mulut Anak 2.3.1 Indeks Karies

Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu kelompok terhadap suatu penyakit tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang, digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam. Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan seperti

indeks Klein dan indeks WHO dan belakangan ini diperkenalkan indeks Significant Caries (SiC) untuk melengkapi indeks WHO sebelumnya (Pintauli dan Hamada 2008).

Menurut Klein H et al (1983) indeks Klein digunakan untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi (DMFT) dan permukaan gigi (DMFS). Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang) dan F (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode.

(44)

Untuk gigi permanen dan gigi susu hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (Decayed Missing Filled Tooth) atau DMFS (Decayed Missing Filled Surface), sedangkan deft (decayed extracted filled tooth) dan defs (decayed extracted filled surface) digunakan untuk gigi susu. Rata-rata DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi atas jumlah orang yang diperiksa. Indeks DMF terdiri atas:

2.3.1.1 DMF-T (Decayed Missing Filled Teeth)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: (1) Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D; (2) Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan ke dalam kategori D; (3) Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan ke dalam kategori D; (4) Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan ke dalam kategori M; (5) Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukkan ke dalam kategori M; (6) Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan ke kategori F; (7) Gigi sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan ke dalam kategori F; (8) Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan ke dalam kategori M.

2.3.1.2 DMF-S (Decayed Missing Filled Surface)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: (1) Permukaan gigi yang diperiksa adalah gigi anterior dengan empat permukaan, fasial, lingual, distal dan mesial, sedangkan gigi posterior dengan lima permukaan yaitu fasial, lingual, distal, mesial dan oklusal; (2) Kriteria untuk D sama dengan

(45)

DMFT; (3) Bila gigi sudah dicabut karena karies, maka pada waktu menghitung permukaan yang hilang dikurangi satu permukaan sehingga untuk gigi posterior dihitung 4 permukan dan 3 permukaan untuk gigi anterior; (4) Kriteria untuk F sama dengan DMFT.

2.3.1.3 def-t (decayed extracted filled teeth) dan def-s (decayed extracted filled surface)

Indeks ini sama dengan indeks DMF-T hanya saja indeks t dan def-digunakan untuk gigi sulung. Pengukuran ini def-digunakan untuk gigi susu, dihitung bila gigi susu dicabut karena karies. Pada gigi sulung sering kali gigi hilang karena faktor resorbsi fisiologis atau trauma (Pintauli dan Hamada 2008).

2.4Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Taman Kanak-Kanak (TK) Anak taman kanak-kanak adalah anak yang sedang berada dalam rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Perkembangan anak menunjukkan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju ke depan dan tidak dapat diulang kembali. Dalam perkembangan anak terjadi perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diulang. Sedangkan pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada material sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Perubahan kuantitatif ini dapat berupa pembesaran atau pertambahan dari tidak ada menjadi ada, dari kecil menjadi besar, dari sedikit menjadi banyak. Dari sempit menjadi luas dan sebagainya (Ahmadi dkk. 2005).

(46)

Sebenarnya istilah perkembangan dan pertumbuhan ada kesamaannya, yaitu setidak-tidaknya kedua istilah tersebut menunjukkan adanya proses tertentu dan terjadinya perubahan-perubahan menuju ke depan (taraf yang lebih tinggi), serta tidak dapat begitu saja diulang kembali. Di bawah ini akan dijelaskan tentang ciri-ciri perkembangan anak (Setiawani 2003):

2.4.1 Perkembangan Emosi

Perkembangan emosi yang muncul adalah pertama anak akan dengan cepat belajar marah karena marah merupakan cara yang sederhana dan mudah untuk memuaskan kebutuhannya. Kedua, anak dapat menyadari bahaya yang dahulu belum diketahuinya. Sedangkan yang ketiga adalah ketika perhatian orang tua dialihkan kepada orang lain anak mulai merasakan kedudukannya sebagai anak yang dikasihi mulai terancam. Keempat, yaitu masa yang paling menyenangkan bagi anak ialah senang akan keberhasilan. Sedangkan ciri yang kelima adalah rasa ingin tahu anak akan segala hal besar. Selanjutnya ditandai dengan adanya keinginan anak untuk selalu menang dari seorang anak sangat besar, yang dinyatakan melalui perilaku selalu ingin mendapat pujian.

2.4.2 Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial yang dimiliki anak adalah anak-anak senang bermain dengan teman-teman. Ciri yang lain adalah sifat anak-anak sangat egois, suka bertengkar dan jarang bisa bermain bersama. Selanjutnya, adalah ketika bertengkar, anak biasanya mengambil barang yang sedang dipegang temannya, atau merusak barang atau pekerjaan temannya. Berteriak dengan

(47)

keras, menangis, menendang, marah, tetapi hanya dalam waktu singkat, pertengkaran itu segera terlupakan dan tidak menaruh dendam, bahkan sudah berdamai lagi.

2.4.3 Perkembangan Intelektual

Konsep yang dimiliki oleh anak-anak adalah konsep tentang mati dan hidup yaitu bahwa barang dan manusia itu sama, memiliki nyawa atau hidup. Anak-anak suka memanusiakan barang-barang, menganggap mereka “hidup”, jadi sulit bagi anak-anak untuk mengerti tentang kematian. Selain itu, adalah konsep tentang ruang, melalui bermain anak belajar mengenal jarak, kanan dan kiri, serta mampu membedakan bentuk besar atau kecil. Sedangkan mengenai konsep tentang angka yaitu bagi anak-anak, angka tidak memunyai arti yang besar. Anak di Taman Kanak-Kanak memang mengenal arti angka satu hingga sepuluh tetapi masih kabur tentag konsep angka. Selain itu, konsep tentang diri yaitu anak akan merasa tertarik akan dirinya sendiri dan dapat membedakan dirinya laki-laki atau perempuan, bahkan mengenal nama-nama organ tubuhnya.

2.4.4 Perkembangan Jasmani

Perkembangan anak umur 4-6 tahun mempunyai ciri-ciri tubuh menjadi besar, sehat dan dapat mengikuti lebih banyak aktivitas serta tidak mudah lelah. Pertumbuhan gigi susu mulai tanggal, lalu tumbuh gigi baru dan anak mudah terserang penyakit. Dalam perkembangan motoriknya anak juga mengalami perkembangan yaitu dalam keterampilan tangan anak sudah dapat untuk makan sendiri, berpakaian, merawat diri sendiri, menulis, menjiplak, menangkap, dan melempar bola, serta membuat konstruksi rumit.

(48)

Sedangkan untuk keterampilan kaki anak dapat berlari, melompat tinggi, meluncur, melompat jauh, mendaki, berenang, mengendarai sepeda roda tiga dan roda dua (Setiawani 2000).

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan referensi-referensi di atas tentang karies pada anak yang menyikat gigi di sekolah, yang bertujuan untuk mengetahui kebiasaan menyikat gigi dan perbedaan karies anak di TK Saraswati 2 dan TK Saraswati 4 Denpasar, maka dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Karies Pada Anak Yang Menyikat Gigi Di Sekolah (Kajian Di TK Saraswati 2 dan TK Saraswati 4 Denpasar)

Populasi Responden Pengukuran indeks karies Ada/tidaknya perbedaan karies Kelompok anak

yang menyikat gigi setiap hari di sekolah

Kelompok anak yang tidak menyikat gigi setiap hari di sekolah

(49)

Keterangan :

: Arah hubungan penelitian : Hal yang diteliti

Gambar 2.3 menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan adalah dimulai dari suatu populasi. Populasi yang digunakan di penelitian ini adalah anak-anak TK yang berusia 4 sampai 6 tahun. Penulis memilih anak-anak TK sebagai populasi dari penelitian ini karena kebiasaan menyikat gigi untuk menghindari karies dan penyakit mulut lainnya harus dimulai sejak dini. Setelah didapatkan suatu populasi, penulis menentukan responden sebagai sampel penelitian. Penulis menjadikan semua anak-anak TK 2 dan TK 4 Saraswati Denpasar yang hadir pada saat dilakukannya penelitian sebagai sampel penelitian.

Responden yang didapat kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok menyikat gigi setiap hari di sekolah pada TK 2 dan kelompok tidak menyikat gigi setiap hari di sekolah pada TK 4. Menyikat gigi setiap hari di sekolah merupakan aturan atau kebijakan yang memang dibuat oleh TK 2 itu sendiri, sedangkan di TK 4 tidak ada aturan untuk menyikat gigi setiap hari di sekolah.

Pengukuran indeks karies selanjutnya dilakukan pada dua kelompok tersebut. Indeks karies yang digunakan adalah DMF-T dan def-t. Setelah di dapatkan hasilnya lalu dilakukan perbandingan indeks karies pada kedua kelompok untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya perbedaan karies di antara kedua kelompok tersebut.

(50)

40

Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu (Hasibuan 2011).

Salah satu cara pencegahan penyakit karies dan radang gusi adalah memelihara hygiene mulut melalui sikat gigi yang baik dan teratur. Kebiasaan menyikat gigi sebaiknya dimulai sejak kanak-kanak. Anak harus dikenalkan dengan sikat gigi sejak gigi susunya mulai tumbuh. Jika dilakukan secara terus-menerus maka tindakan tersebut akan menetap dan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itulah yang menyebabkan anak terbiasa menjaga kebersihan giginya. Rutinitas ini

juga akan membantu anak untuk terbiasa menyikat gigi dengan baik dan benar, yaitu gigi bersih dan bebas dari kotoran serta plak, disamping itu proses pembersihannya harus dijaga agar tidak merusak gusi atau email gigi (Kristanti dan Rusiawati 2002).

(51)

Berdasarkan data di atas dapat diambil hipotesis bahwa anak yang menyikat gigi setiap hari lebih rendah frekuensi kariesnya dibandingkan dengan anak yang tidak menyikat gigi setiap hari.

(52)

42 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini yaitu penelitian analitik observational dengan pendekatan cross sectional, yaitu suatu jenis rancangan yang hanya menganalisis suatu keadaan dalam satu waktu tertentu untuk mencari hubungan dengan faktor resiko yaitu menyikat gigi dan akibatnya adalah frekuensi karies, tanpa melakukan intervensi pada variabel yang akan diteliti.

4.2Identifikasi Variabel

Ada dua macam variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

Variabel pengaruh : Kebiasaan menyikat gigi setiap hari di sekolah. Variabel terpengaruh : Frekuensi karies gigi.

4.3Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Kebiasaan menyikat gigi setiap hari di sekolah adalah kegiatan yang dilakukan di TK 2 Saraswati Denpasar sedangkan pada di TK 4 Saraswati Denpasar tidak dilakukan kebiasaan menyikat gigi setiap hari di sekolah. 2. Frekuensi karies gigi adalah tingkat keparahan karies gigi yang dinilai

dengan memeriksa secara langsung kondisi gigi responden serta menggunakan indeks karies gigi def-t (decayed extracted filled teeth) dan DMF-T (Decayed Missing Filled Teeth).

(53)

4.4Responden Penelitian

Responden penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh siswa yang hadir pada saat dilakukan penelitian yang berjumlah 424 orang.

4.5Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di TK 2 Saraswati Jl. Prof M. Yamin IV 1, Sumerta Klod, Denpasar Timur dan TK 4 Saraswati Jl. Kenyeri Gg. Kemoning, Sumerta Kaja, Denpasar Timur dan dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus – 14 Agustus 2013 pada pukul 09.00 WITA sampai selesai.

4.6Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks def-t dan DMF-T (WHO) yang diperoleh dari jumlah rata-rata gigi yang berlubang oleh karena karies, gigi yang hilang dan gigi yang ditumpat pada setiap responden.

Tabel 4.1 Klasifikasi def-t dan DMF-T menurut WHO

Nilai def-t dan DMF-T Kriteria

0,0 – 1,1 Sangat rendah

1,2 – 2,6 Rendah

2,7 – 4,4 Sedang

4,5 – 6,6 Tinggi

(54)

Keterangan def-t: d = decayed (rusak)

e = indicated for extracted (indikasi untuk pencabutan) f = filled (tumpat)

t = teeth

Keterangan DMF-T:

D = Decay atau rusak yaitu jumlah gigi karies yang tidak ditambal atau yang masih dapat ditambal.

M = Missing atau hilang yaitu jumlah gigi yang indikasi untuk dicabut atau gigi yang telah hilang karena karies.

F = Filling atau tumpat yaitu jumlah gigi yang telah ditambal dan masih baik.

4.7Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

Alat : Kaca mulut, pinset, sonde lurus, sonde bengkok, neerbecken, masker, handscoone dan alat tulis.

Bahan : Alkohol 95% dan kapas.

4.8Jalannya Penelitian

Proses jalannya penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut:

1. Peneliti memperkenalkan diri dan menginformasikan tujuan dilakukannya penelitian.

(55)

3. Mempersiapkan alat dan bahan serta instrumen penelitian.

4. Menjelaskan kepada responden mengenai penelitian yang akan dilakukan. 5. Responden diinstruksikan untuk membuka mulut kemudian dilakukan

pemeriksaan karies. 6. Mencatat hasil penelitian.

7. Mengumpulkan seluruh data jumlah siswa yang menyikat gigi dan yang tidak serta menganalisa data tersebut.

4.9Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan karies pada dua perlakuan menyikat gigi yang berbeda. Pada penelitian ini menggunakan uji independent t-test.

Gambar

Gambar 2.1 Model Empat Lingkaran Karies (Kidd and Bechal 2012)
Gambar 2.2 Klasifikasi karies menurut G.V.Black.
Gambar 2.3   Kerangka  Konsep  Karies  Pada  Anak  Yang  Menyikat  Gigi  Di  Sekolah (Kajian Di TK Saraswati 2 dan TK Saraswati 4 Denpasar)
Tabel 4.1 Klasifikasi def-t dan DMF-T menurut WHO  Nilai def-t dan DMF-T  Kriteria
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari Penelitian selanjutnya bahwa adanya kecenderungan antara kebiasaan menggosok gigi berhubungan dengan terjadinya karies gigi dikarenakan kurang banyak

Hubungan konsumsi makanan kariogenik terhadap kejadian karies tidak terjadi karena adanya faktor lain yang dapat mencegah terjadinya karies gigi pada anak usia

Berdasarkan penelitian diatas tentang Peranan Orang Tua Dan Perilaku Anak Dalam Menyikat Gigi Dengan Kejadian Karies Anak, diperoleh simpulan sebagai berikut : Variabel Peranan

Berdasarkan penelitian diatas tentang Peranan Orang Tua Dan Perilaku Anak Dalam Menyikat Gigi Dengan Kejadian Karies Anak, diperoleh simpulan sebagai berikut : Variabel Peranan

Karies dental merupakan proses yang terjadi pada permukaan gigi dirongga mulut dimana plak dental dapat berkembang seiring waktu.. Plak

hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Peran Orangtua Dalam Membimbing Menyikat Gigi Dengan Kejadian Karies Gigi

Ini berarti, terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara plak gigi dengan risiko karies gigi pada siswa kelas 4-6 di SD Negeri 4 Sanur dan pada siswa

Faktor kebiasaan anak yang menjadi risiko terjadinya gigi berlubang yang terbukti memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya karies gigi yaitu minum susu lebih