• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu dampak dari program Restrukturisasi yang terjadi di Pertamina ditandai dengan dikeluarkannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu dampak dari program Restrukturisasi yang terjadi di Pertamina ditandai dengan dikeluarkannya"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pertamina ditandai dengan dikeluarkannya beberapa unit usaha penunjang dari organisasi inti menjadi unit usaha sendiri. RSPP (Rumah Sakit Pusat Pertamina) sebagai rumah sakit (RS) tempat pusat rujukan nasional bagi rumah sakit Pertamina yang ada di daerah-daerah operasi Pertamina seluruh Indonesia, menjadi RS pertama yang dideklarasikan menjadi RS Pertamina yang memisahkan diri dari organisasi inti, dengan status anak perusahaan yang melakukan kegitan pelayanan perumahsakitan yang berorientasi komersial, disusul kemudian RSP Kelayan (Cirebon), RSP Jaya (Jakarta),RSP Tanjung (Tabalong Kal-Sel), RSP Balikpapan dan RSP Prabumulih untuk kemudian keseluruhan Rumah sakit ini diwadahi oleh PT RSPP dimana kemudian berganti nama menjadi PT PERTAMEDIKA. Sementara masih banyak lagi Rumah sakit-rumah sakit dan poliklinik-poliklinik yang tersebar di seluruh wilayah kerja PERTAMINA yang langsung atau tidak langsung masih tetap dibawah pengelolaan PERTAMINA.

Pertamedika medical center (PMC) adalah layanan rawat jalan berupa poliklinik-poliklinik yang tersebar di Jakarta yang pada mulanya dimaksudkan untuk mempermudah akses bagi masyarakat Pertamina untuk mendapatkan pelayanan rawat jalan sebelum mendapatkan rujukan ke RSPP atau ke RSPP Jaya bila dianggap ada indikasi. Karena kompleksitas masalah yang ada pada unit poliklinik ini, oleh pihak direksi atas persetujuan komisaris PT PERTAMEDIKA, Unit poliklinik ini resmi menjadi unit usaha tersendiri PT Pertamedika pada tahun 2002 yang sebelumnya berada dibawah RSPP.

Model pembiayaan yang berlangsung selama ini antara pihak PERTAMEDIKA sebagai provider dan PERTAMINA sebagai penyandang dana dan sekaligus sebagai pengguna jasa adalah fee for services (FFS). Model ini sampai sekarang masih bertahan sebagai langkah awal sebelum mendapatkan

(2)

model lain yang dianggap lebih efisien dalam penggunaan anggaran dan tetap berkualitas dalam pelayanan kesehatan.

Dengan model pembiayaan tersebut yang didukung oleh kemampuan beberapa unit usaha yang telah mampu meraih pasar bebas, PERTAMEDIKA dapat berkembang menjadi group RS yang dapat mengikuti perkembangan IPTEK terkini. Hampir dapat dipastikan bahwa unit-unit usaha berupa RS dan poliklinik yang saat ini berada di bawah PERTAMEDIKA adalah yang terbaik di daerah atau wilayah tempat tinggal unit tersebut, minimal dalam hal pelayanan.

Pada sisi lain perilaku berobat masyarakat PERTAMINA masih dianggap perilaku yang berseberangan dengan maksud restrukturisasi, kebiasaan menggunakan fasilitas berobat yang berlebihan menjadi permasalahan sendiri, terutama setelah disadari adanya kecenderungan peningkatan biaya berobat dari tahun ke tahun. Namun belum ada satu arahan yang bisa memastikan kecenderungan tersebut oleh karena over utilization sebagai satu penyebab utama, karena disamping itu ada beberapa keadaan lain yang juga bisa ditelusuri yang sangat mungkin adalah penyebabnya.

Belum ada penelitian yang berkaitan dengan status kesehatan masyarakat PERTAMINA dibandingkan dengan masyarakat luas, namun dengan prediksi tingkat kesejahteraan masyarakat PERTAMINA diyakini relatif lebih baik dari masyarakat luas pada umumnya. Alasan adanya peningkatan biaya menjadi sangat relatif sekali untuk dikatakan terjadi inefisiensi dalam pembiayaan. Adanya suatu tingkat kesejahteraan yang baik dan tersedianya fasilitas yang cukup, akan tetapi tidak disertai dengan pengetahuan yang baik untuk memanfaatkan kemudahan tersebut, mungkin dapat dianggap sebagai predisposisi munculnya perilaku inefisiensi. Dalam konteks seperti ini perilaku inefisiensi bukan dikategorikan sebagai suatu moral hazard, intervensinya bukan dengan merubah model tetapi dengan meningkatkan pengetahuan. Di lain pihak, perlu pula ditelusuri adanya fraud pelayanan kesehatan yang sangat mungkin bisa menjadi penyebab meningkatnya biaya, dilaporkan bahwa penyalahgunaan biaya pada keadaan ini bisa mencapai angka 10%.

(3)

Efisiensi dan efektifitas model fee for services sudah cukup lama telah menjadi pembicaraan oleh semua pihak yang terkait baik dari pihak PERTAMEDIKA maupun dari pihak PERTAMINA. Dampak berupa over utilization dan adanya unnecessary utilization yang ditengarai sebagai penyebab inefisiensi pembiayaan, tanpa bukti nyata meningkatkan status kesehatan, juga menjadi perhatian khusus.

Anggaran yang harus disiapkan oleh PERTAMINA untuk layanan kesehatan di unit-unit PERTAMEDIKA dari tahun ke tahun mangalami peningkatan yang cukup berarti. Kondisi ini sebenarnya di satu pihak menguntungkan PERTAMEDIKA. Namun patut diingat bahwa perolehan yang didapat berasal dari pasar dengan karakter pelanggan yang inefisien, adalah perolehan yang bersifat tidak stratejik, alasannya: (1) sangat rentan terhadap kebijakan efisiensi yang setiap saat dapat saja dilakukan oleh penanggung dana. (2) Perolehan dari pelanggan PERTAMINA apalagi yang diperoleh dengan kondisi seperti tersebut, pada gilirannya akan berdampak buruk pada PERTAMEDIKA sebagai bagian yang tak terpisahkan dari PERTAMINA secara korporat. Di samping itu bahwa bagi PERTAMINA, pendapatan yang berasal dari pelanggan PERTAMINA, kalaupun sangat diperlukan untuk kelangsungan pengembangan PERTAMEDIKA, namun dianggap tidak terlalu strategis, karena hal ini hanya berarti memindahkan tempat penyimpanan uang dari keuangan PERTAMINA beralih ke keuangan PERTAMEDIKA yang juga adalah PERTAMINA. (3) Pada sisi lain pelanggan ini diperoleh bukan dari suatu hasil kompetisi yang optimal namun berasal hanya dari sebuah komitmen untuk saling menghidupi karena berangkat dari suatu awal sejarah yang sama antara PERTAMINA dan PERTAMEDIKA.

(4)

Tabel 1. Pendapatan PERTAMEDIKA yang berasal dari PERTAMINA Asal pesien 2000 2001 2002 Kary./Kel. 104.386.517.632 104.125.359.609 110.907.480.632 Pensiunan 98.596.982.579 110.596.201.893 127.675.881.549 Medical Check up 4.564.409.070 4.289.274.000 4.373.570.325 Lain-lain 8.500.598.083 12.487.544.833 13.956.932.507 Total 165.700.484.000 231.970.002.000 363.319.889.000 Sumber: Data kinerja keuangan dan operasional PT PERTAMEDIKA

Tabel di atas menunjukkan adanya trend anggaran layanan kesehatan di PERTAMDIKA oleh pelanggan PERTAMINA meningkat cukup tajam, dari tahun anggaran 2000 ke tahun anggaran 2002 meningkat mencapai 200% lebih, dengan konstribusi 90 % dari total penerimaan PT PERTAMEDIKA.

Salah satu unit usaha PERTAMEDIKA yang cukup strategis dalam upaya pengendalian biaya adalah poliklinik PMC (poliklinik Layanan Kesehatan Jakarta). Kelompok poliklinik ini sebelumnya diperuntukkan hanya bagi pekerja dan keluarga serta pensiunan PERTAMINA, sekarang ini telah dibuka seluas-luasnya juga untuk masyarakat umum. Aktivitas poliklinik PMC memperlihatkan bahwa pengguna jasa diunit ini didominasi oleh pelanggan PERTAMINA (>90%) dan cenderung dari waktu ke waktu mengalami peningkatan dalam hal jumlah kunjungan dan pembiayaan.

Oleh pihak Pertamina melalui Dinas Kesehatan Pertamina telah melakukan beberapa upaya untuk mencermati penyebab dan akibat kecenderungan tersebut khususnya dalam penggunaan biaya layanan kesehatan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Antara lain dengan menerbitkan beberapa peraturan yang berkaitan dengan: (1) tata cara rujukan, (2) pambatasan dalam penulisan resep, (3) standarisasi obat-obatan, (4) Pembatasan waktu kontrol

(5)

penyakit-penyakit kronis, (5) pembagian penggunaan poliklinik–poliklinik langganan PMC berdasarkan wilayah tempat tinggal, (6) penundaan bahkan pembatalan pembayaran untuk tagihan yang melanggar kebijakan dari item tersebut.

Dari pihak PMC juga telah melakukan upaya bersamaan kearah itu berupa: Menempatkan dokter ahli di poliklinik untuk mempermudah pengendalian rujukan, pengendalian terhadap penggunaan penunjang medis, melakukan koordinasi antara poliklinik untuk mencegah pemanfaatan fasilitas yang berlebihan yang mungkin dilakukan oleh pasien tertentu dan yang lebih penting mencari sumber-sumber pasar lain diluar PERTAMINA.

Dari data yang ada, memperlihatkan bahwa tahun 2001 dan 2002 pasien dari pelanggan PERTAMINA lebih 90% dari total kunjungan (tabel 2) yang berkonstribusi lebih 93% terhadap total pendapatan.

Tabel 2. Tabel Kunjungan, pendapatan dan biaya rata-rata/kunjungan di Poliklinik PMC

Asal pasien %Kunjungan %Pendapatan

Biayarata-rata/kunjungan ribu) 2001 2002 2001 2002 2001 2002 PERTAMINA 52,480 50,540 46,40 45,630 111,86 130,15 Pensiunan 37,95 38,92 43,97 45,93 146,61 170,07 PERTAMEDI KA 2,66 2,15 1,59 2,11 163,60 141,46 Pihak ke-3 PERTAMINA 0,84 2,37 0,81 2,47 121,670 145,117 Pihak ke3 Jaminan 2,79 2,66 4,16 1,75 210,47 94,78 Pihak ke3 Cash 3,29 3,33 1,80 2,17 73,78 93,91

Sumber: Laporan Kinerja keuangan dan operasional PMC

Dari tabel tersebut memperlihatkan dominasi pasien yang berasal dari pelanggan PERTAMINA (pekerja Pertamina, keluarga dan pensiunan) dalam hal jumlah kunjungan (93% pada tahun 2001 dan 94% pada tahun 2002), pendapatan

(6)

(92% pada tahun 2001 dan 96% pada tahun 2002). Biaya rata-rata berobat per sekali kunjungan (PERTAMINA Rp 135.000,- dan pada tahun 2001 Rp 145.000,-, sementara non PERTAMINA pada tahun 2001 Rp 140.000,- dan tahun 2002 turun menjadi Rp 94.000,-). Rata-rata 4 kali kunjungan perorang per tahun (laporan poli area I 2002)

Bila diamati lebih jauh lagi terdapat penggunaan obat-obatan yang relatif sangat besar, terutama bila dibandingkan penggunaan obat dari pihak pelanggan yang bukan dari PERTAMINA (tabel 3), perbedaan tersebut mencapai 300%. Salah satu penyebab penting dari kondisi ini adalah bahwa pada pasien pelanggan bukan PERTAMINA, harga dan jenis obat dikendalikan langsung oleh pasien sendiri, sementara bagi pasien PERTAMINA pengendalian seperti ini tidak ada, hal ini disebabkan: (1) Model pembiayaan fee for services (FFS) yang yang dilatar belakangi cara dan kebiasaan berobat penderita masih memakai paradigma lama, (2) Pemakaian layanan yang bersifat over dan unnecessary utilization dari pihak provider ataupun customer belum sepenuhnya bisa dikendalikan, (3) Pemberlakuan SOP pelayanan belum efektif, tawar menawar masih sangat sulit dihindari dan bila dipaksakan dikhawatirkan munculnya ketidakpusan yang bermuara kepada gejolak yang berakibat lebih buruk.

Tabel 3. Harga rata-rata obat/kunjungan dan % biaya obat-obatan terhadap total biaya Asal Penderita Rata-rata Harga obat/kunjungan (ribu) %Biaya obat-obatan 2001 2002 %Naik/ (Turun) 2001 2002 %Naik/( Turun) PERTAMINA 61,75 71,2 11,5 42,4 40,0 (2,4) Pensiunan 103,5 115, 11,1 51,4 53,2 1,8 PERTAMEDIKA 72,19 80,6 11,2 1,76 1,54 (2,2) Pihak ke3 PERTAMINA 55,19 76,9 14,0 0,60 2,10 1,50 Pihak ke3 jaminan 46,73 45,5( (2,7) 1,71 1,39 (3,2) Pihak ke3 cash 29,30 33,1 12,9 1,24 1,76 5,2 Sumber: Laporan kinerja keuangan dan operasional PMC 2002

(7)

Tabel ini memperlihatkan bahwa biaya rata-rata harga obat-obatan pada penderita asal PERTAMINA (pekerja, keluarga dan Pensiunan) per sekali kunjungan masih cukup tinggi, terutama bila dibandingkan dengan penderita pihak ke3 (PERTAMINA Rp 80.000.- dan Rp 89.000.-, non PERTAMINA Rp 37.000,- dan Rp 38.000,- masing-masing pada tahun 2001 dan 2002). Total penggunaan biaya obat-obatan masih sangat dominan pada penderita asal PERTAMNA (96,85% dan 97,05% pada tahun 2001 dan 2002).

Bila diperhatikan lagi, terlihat bahwa bila Pada penggunaan obat sangat dominan pada pasien PERTAMINA, tidak demikian halnya pada penggunaan penunjang medis, bahkan pada tahun 2002 biaya rata-rata penunjang medis pasien dari pelanggan non PERTAMINA yang bayar cash lebih tinggi dari pasien PERTAMINA (tabel 4) Hal ini menjadi menarik untuk juga diperhatikan dan dikaji lebih jauh. Ada banyak alasan yang tentunya melatarbelakangi kondisi tersebut. Mungkin alasan yang paling gampang adalah, bahwa salah satu unggulan poliklinik PMC adalah kelengkapan penunjang medisnya yang bisa jadi menjadi daya tarik tersendiri sebagai alasan pasien luar berobat untuk mendapatkan layanan yang lebih lengkap tersebut. Sementara bagi pasien PERTAMINA pelayanan penunjang medis dianggap sudah bukan pelayanan yang istimewa.

Tabel 4. Rata-rata biaya Penunjang Medis, % Penunjang medis/ kunjungan.

Asal penderita Rata-rata biaya Penmed/kunjungan (ribu) % Penmed/kunjungan 2001 2002 %N/T 2001 2002 %N/T PERTAMINA 6,382 9,216 14,4 11,06 12,30 6,03 Pensiunan 13,900 14,40 3,59 13,90 14,40 3,00 PERTAMEDIKA 9,250 13,88 15,0 15,60 12,50 (20) Pihak ke3 PERTAMINA 7,246 12,15 67,6 11,7 13,5 15,3 Pihak ke3 Jaminan 6,008 7,181 19,5 13,7 12,0 (12,4) Pihak ke3Cash 8,006 19,25 140,4 17,9 30,0 67,6 Sumber: Laporan kinerja keuangan dan operasional PMC 2002

(8)

Dibandingkan Penderita yang berasal dari pihak ke3 cash, rata-rata biaya dan kemungkinan untuk mendapatkan pemeriksaan penunjang medis setiap kunjungan relatif lebih rendah. Namun dengan dominasi kunjungan (90%) pada pasien dari PERTAMINA, tetap saja pada unit layanan ini menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya biaya.

Berkaitan dengan upaya pengendalian biaya tersebut, telah dan sedang dilaksanakan program layanan yang berangkat dari pemikiran-pemikiran efisiensi yang diamsudkan untuk memberikan layanan berkualitas, juga pada saat bersamaan biaya layanan kesehatan dapat dikendalikan. Salah satu upaya yang hingga saat ini masih terus diperbaiki tingkat efisiensinya adalah pelayanan bagi penderita dengan penyakit kronis (hipertensi, penyakit jantung koroner, asma bronhial, kencing manis dan penyakit degeneratif lainnya). Namun pada pelaksanaannya mengalami banyak kendala, bukan hanya pada prosedurnya tapi juga munculnya biaya-biaya yang malah sangat sulit dikendalikan, penggunaan fasilitas berobat yang berlebihan rupanya menjadi penyebab dari masalah ini. Seorang penderita pada saat berkunjung dipoliklinik umum untuk mendapatkan rujukan ke dokter ahli dengan sangat mudah menggunakan kesempatan pertemuan tersebut untuk mendapatkan obat-obatan, bahkan pemeriksaan penunjang medis yang sebenarnya sangat mungkin belum diperlukan, hanya karena memanfaatkan waktu saat berkunjung saja. Masalah makin menjadi lebih rumit bila penderita mendapatkan rujukan untuk pengobatan penyakit menahun lebih dari satu, frekwensi kunjungan akan menjadi lebih sering, disamping penggunaan obat-obatan yang sifatnya supportif muncul sebagai biaya yang cukup tinggi (misalnya: vitamin, obat-obat simtomatis). Tidak jarang antara provider (dokter, perawat dan petugas administrasi medik) harus beraduh argumentasi, bahkan ancaman dari pihak pasien bila ternyata kemudian pasien merasa pihak yang kurang terlayani optimal, sementara pihak provider sendiri sudah merasa berbuat maksimal bagi para pengunjungnya, hal ini dimaksudkan semata-mata hanya karena ingin melakukan efisiensi dalam pelayanan namun ditafsirkan lain oleh penderita.

Pada kasus lain, pembagian dan penetapan poliklinik langganan bagi populasi PETRTAMINA di wilayah Jakarta dan sekitarnya, dalam

(9)

pelaksanaannya masih sering timbul masalah, terutama pada kasus emergensi. Penderita dapat menggunakan sarana poliklinik atau rumah sakit yang terdekat, namun untuk pengobatan yang lebih lengkap dan atau bila perlu perawatan dan tindakan selanjutnya, penderita dikembalikan ke poliklinik langganannya untuk mendapatkan pengobatan lebih sempurna dan atau untuk mendapatkan rujukan ke rumah sakit. Pada kasus ini dapat dilihat bahwa dengan mekanisme seperti ini akan membebani penderita berupa keharusan formalitas pada saat seharusnya penderita istirahat atau lebih perhatian kepada penyakitnya atau mungkin langsung mendapatkan pelayanan yang lebih paripurna di poliklinik tempat ia mendapatkan pelayanan emergensi. Pada kasus ini pula akan muncul biaya-biaya ganda yang seharusnya tidak perlu terjadi. Bahkan tidak sedikit penderita yang komplain dengan perlakuan yang dianggap tidak berpihak kepadanya.

Sebagai akibat dari ketidakmampuan sistem yang ada dalam mengefektifkan upaya efisiensi pembiayaan, sangat sering bahkan menjadi alasan utama mengapa terjadi perlambatan pelunasan piutang biaya layanan kesehatan oleh pihak PETTAMINA hanya karena adanya tagihan-tagihan berupa biaya berobat dari penderita yang kadang-kadang tidak masuk akal. Komplain dari pihak PERTAMINA pada suatu saat dapat diterima, namun alasan munculnya tagihan oleh pihak PMC juga dapat diterima. Sehingga untuk menghindari hal-hal ini dikemudian hari perlu suatu upaya komperhensif dan tidak bersifat insidential seperti yang terjadi saat ini terhadap peninjauan pola pelayanan kesehatan termasuk model pembiayaannya.

Walaupun belum diperoleh data adanya biaya-biaya yang muncul oleh akibat adanya penggunaan kapasitas yang salah (fraud) oleh provider ataupun konsumen, namun perkiraan kearah ini sangat mungkin terjadi. Hal ini berangkat dari karakter provider dan konsumen yang mungkin saja masih menggunakan paradigma lama dalam memberikan dan mendapatkan pelayanan kesehatan (pada saat RSPP dan groupnya yang sekarang PT PERTAMEDIKA masih merupakan unit penunjang PERTAMINA bukan unit usaha mandiri seperti sekarang ini). Hal ini makin diperjelas oleh pola pembiayaan yang dianut selama ini, yaitu fee for

(10)

services dengan menemptkan PERTAMINA sebagai pembayar terhadap seluruh pembiayaan layanan kesehatan.

Berangkat dari uraian tersebut di atas, peninjauan kembali pola pembiayaan yang berlangsung selama ini dengan melibatkan partisipasi pengguna jasa (pasien) dalam rangka pengendalian biaya dan utilisasi layanan kesehatan menjadi sangat strategis. Langkah ini dianggap cukup strategis karena potensi pasar PERTAMINA cukup menjanjikan saat ini dan saat akan datang. Apalagi bila dikaitkan dengan keadaan pasar yang semakin kompetitif dan customer yang makin kritis.

Sebagai langkah awal menuju ke sana, apapun jenis pengendalian dan model pembiayaan yang dipilih, perlu adanya kesamaan komitmen semua pihak, untuk mencegah munculnya ketidak puasan, apalagi perubahan ini menyentuh langsung kebutuhan dan kebiasaan. Bertolak dari pemikiran ini diperlukan suatu instrumen untuk mendeteksi sejauh mana dampak yang akan muncul bila implementasi suatu model kebijakan pembiayaan berikut pembatasan-pembatasanya dilakukan. Untuk itu perlu diketahui persepsi yang ada pada pihak konsumen (pekerja dan keluarga, pensiunan) dan provider atau PPK (PMC) untuk mempersiapkan suatu strategi sosialisasi yang tepat sebagai tahapan untuk menentukan upaya pengendalian biaya dan model pembiayaan yang relatif lebih sesuai dengan kondisi masyarakat PERTAMINA dan PERTASMEDIKA.

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari latar belakang dapat disusun sebagai berikut: 1. Layanan Kesehatan Jakarta sebagai unit usaha PT PERTAMEDIKA yang

memberikan pelayanan rawat jalan bukan hanya bagi masyarakat PERTAMINA namun dibuka seluas-luasnya untuk masyarakat umum, sebagai dampak dari restrukturisasi yang terjadi di PERTAMINA, dimaksudkan agar unit ini dapat efisien dan mandiri dalam melakukan kegiatannya.

2. Agar dalam melakukan kegiatannya sejalan dengan maksud restrukturisasi, beberapa kebijakan efisiensi (termasuk didalamnya

(11)

pengendalian biaya layanan kesehatan) telah dilakukan, namun upaya tersebut belum memperlihatkan hasil yang maksimal.

3. Kebiasaan berobat konsumen (penderita dari populasi PERTAMINA) dan cara provider memberikan layanannya belum banyak berubah dari paradigma lama, sehingga biaya berobat dan penggunaan fasilitas berobat yang tidak perlu masih cukup tinggi, dapat dilihat pada tingginya frekwensi kunjungan, rata-rata biaya perkunjungan. Hal ini terjadi dan bertahan bukan semata karena kesalahan pihak penderita dan provider (pekerja PMC),tapi juga karena adanya pemberlakuan kebijakan yang yang belum bersifat koperhensif dengan tetap menggunakan fee for services sebagai alternatif pembiayaan dari pihak PERTAMINA.

Dari rumusan masalah tersebut dapat disusun pertanyaan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi pasien dari masyarakat PERTAMINA dan provider atau PPK (pekerja PMC) terhadap upaya-upaya pengendalian biaya layanan kesehatan ?

2. Model pembiayaan yang mana saja yang disetujui dari kelompok penderita (pekerja dan keluarga, pensiunan) dan provider (pekerja PMC).

C. Keaslian Penelitian

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Thaib (2002) tentang Persepsi stakeholder terhadap mekanisme pembiayaan pasien ASKES di RSUD dr. Yuliddin Away Tapaktuan. Subjek pada penelitian ini hanya pada stakeholder dan meneliti persepsi pada alternatif pembiayaan melalui iuran biaya. Sementara penelitian ini menjadikan provider (PPK) dan pelanggan sebagai subjek, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui persepsi pada provider dan pelanggan terhadap upaya-upaya pengendalian biaya layanan kesehatan.

(12)

D. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui persepsi pasien dari pelanggan Pertamina dan provider (Pekerja PMC) terhadap upaya pengendalian biaya dan alternatif model pembiayaan layanan kesehatan dalam rangka mempersiapkan bentuk sosialisasi program efisiensi pembiayaan di Pertamina

E. Manfaat Penelitian

1. Menjadi masukan bagi semua pihak yang terkait (PERTAM INA, PERTAMEDIKA, Manajemen dan seluruh staff PMC dan bagi pengguna jasa layanan )dalam upaya pengendalian biaya dan penentuan kebijakan model pembiayaan layanan kesehatan di PERTAMINA.

2. Juga akan menjadi panduan untuk menyusun strategi sosialisasi upaya– upaya yang berkaitan dengan pengendalian dan penentuan model pembiayaan layanan kesehatan tersebut.

3. Sebagai salah satu bentuk penulisan ilmiah dalam Ilmu-ilmu manajemen, yang diharapkan bermanfaat bagi peneliti berikutnya

Gambar

Tabel 1. Pendapatan PERTAMEDIKA  yang berasal   dari PERTAMINA  Asal pesien   2000  2001  2002  Kary./Kel
Tabel 2. Tabel Kunjungan, pendapatan dan biaya rata- rata-rata/kunjungan di Poliklinik PMC
Tabel 3. Harga rata-rata obat/kunjungan dan % biaya obat-obatan terhadap  total biaya  Asal Penderita  Rata-rata Harga  obat/kunjungan  (ribu)  %Biaya obat-obatan 2001 2002  %Naik/ (Turun)   2001  2002  %Naik/(Turun)  PERTAMINA  61,75  71,2  11,5  42,4  40
Tabel  ini  memperlihatkan  bahwa  biaya  rata-rata  harga  obat-obatan  pada  penderita  asal  PERTAMINA  (pekerja,  keluarga  dan  Pensiunan)  per  sekali  kunjungan  masih  cukup  tinggi,  terutama  bila  dibandingkan  dengan  penderita  pihak  ke3  (PE

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu pada saat diskusi kelompok di depan kelas siswa cenderung tidak mau menerima saran dan kritik dari rekannya, hal ini terjadi pada saat presentasi

Hal-hal di atas yang mendorong untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “hubungan iklim kerja organisasi dan persepsi guru tentang kepemimpinan

Namun apabila limbah hasil produksi dapat di gunakan kembali sebagai bahan campuran beton, maka akan mengurangi jumlah bahan utama yang di gunakan, di dalam

Mengetikkan username dan password dengan data yang benar kemudian klik tombol login Username: lia (benar) Password: yulianti (benar) Sistem menerima akses login ,

(RESPIRATORY INSUFFICIENCY) Gangguan napas hebat, mengganggu kegiatan harian, dapat diukur dari mekanik pernapasan dan atau pertukaran gas (Respiratory disturbance, strong enough

Auksokrom adalah suatu substituen (biasanya gugus jenuh) yang bila terikat pada kromofor akan mengubah panjang gelombang dan intensitas dari serapan maksimum. Contohnya : -OH,

Bahan dan material yang digunakan sangat berpengaruh untuk pembentukan lapisan perkerasan jalan adalah agregat sebagai bahan material utama yang berpengaruhterhadap daya

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Komputer, Fakultas Teknologi Informasi Program Studi Teknik Informatika,