• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

Aspal menurut American Society for Testing and Materials (ASTM) adalah suatu material yang berwarna coklat tua sampai hitam, padat atau semi padat yang terdiri dari bitumen-bitumen yang terdapat di alam atau diperoleh dari residu minyak bumi. Komposisi utama dari aspal sendiri merupakan hidrokarbon dengan atom C>40. Di alam, aspal dapat diperoleh secara alami maupun dari hasil pengolahan minyak bumi.

Bitumen sendiri menurut ASTM adalah campuran hidrokarbon yang berasal dari alam, yang bercampur dengan turunan-turunan non logam, seperti gas, liquid, semi padatan atau padatan yang larut dalam karbon disulfit.

Aspal dalam kehidupan memiliki banyak kegunaan diantaranya digunakan sebagai pelapis dalam pembuatan jalan, coating atap, dan sebagai waterproofing pada peralatan industri. Jenis aspal yang telah umum dikenal antara lain:

1. Aspal Cair yaitu aspal keras yang dicampur dengan pelarut

2. Aspal Emulsi : aspal yang terdiri dari butir-butir aspal halus dilarutkan dalam air lebih encer dari aspal cair

3. Aspal Keras : aspal yang didapat dari penyulingan minyak bumi dengan kadar peragian rendah (Napthan base crude oil) yaitu lebih dari 2% berat

(2)

2.1.1 Aspal buton

Aspal Buton (Asbuton) adalah aspal alam yang terkandung dalam deposit batuan yang terdapat di Pulau Buton dan sekitarnya. Jumlah deposit diperkirakan sebesar 350 juta ton, dengan kadar aspal bervariasi antara 10% sampai dengan 40% (Gandhi, 2002). Aspal ini berada di dalam tanah dengan variasi kedalaman mulai 1,5 m di bawah permukan tanah. Lokasi tersebar sekitar 70.000 ha dari Teluk Sampolawa disebelah Selatan sampai ke Teluk Lawele di sebelah Utara (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Lokasi deposit aspal Buton

Asbuton adalah sumber daya alam (SDA) yang sangat potensial karena merupakan salah satu bahan baku kontruksi yang sangat diperlukan. Asbuton mengandung suatu bahan pengikat (binder) yang berupa bitumen kualitas tinggi yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat campuran bahan jalan atau bahan kontruksi jalan.

(3)

ketika terjadi penggeseran atau patahan lempeng bumi. Patahan ini menyebabkan minyak bumi dengan tekanan yang kuat keluar melalui celah-celah patahan dan terjadilah “migrasi” atau perpindahan ke lapisan yang lebih porous di atasnya (Heitzel,1936). Minyak bumi kemudian terimpregnasi atau menyusup ke dalam rongga-rongga batuan atau bahan yang porous tadi. Peristiwa geologis ini terjadi ribuan, bahkan mungkin jutaan tahun yang lalu. Terdapat pertanyaan mengapa minyak bumi dapat berubah menjadi aspal?

Pada bahan hidrokarbon seperti minyak bumi ini dapat terjadi perubahan-perubahan yang disebabkan oleh “cracking” dan “polimerisasi”. Cracking dan polimerisasi terjadi pada kondisi tertentu karena terdapat tekanan dan temperatur tertentu pada lapisan bumi ditempat minyak bumi tersebut bermigrasi.

Cracking adalah perubahan struktur molekul suatu senyawa menjadi molekul-molekul yang lebih ringan akibat adanya panas dan penguapan, sedangkan polimerisasi adalah penggabungan molekul-molekul dengan struktur yang sama menjadi bahan yang lebih padat dan yang lebih berat. Polimerisasi menghasilkan resin, dalam hal ini adalah resin alam. Resin yang didapat adalah resin poliaromatik dengan struktur aromatik dan naphtenik(OBM “Retona”). Minyak bumi yang mengalami proses alam tersebut masih meninggalkan “sisa-sisa proses” yaitu sisa-sisa monomer, minyak ringan, atau solvent dan air.

Pada asbuton Lawele sisa-sisa proses ini masih ada dan menjadikan aspal Lawele bersifat lunak dengan penetrasi yang bervariasi dari 32 (0,1 mm) sampai 212 (0,1mm), (Ir. Tjitjik dkk,1985).

Mineral asbuton Lawele terdapat dalam bentuk kepasiran lolos 100% # No.16 yang berasal dari sedimen marine dengan komposisi kimia sebagai berikut:

CaCO3 81,62 - 85,27 %

MgCO3 1,98% - 2,25 %

CaSO4 1,25 – 1,7 %

(4)

Air hablur 1,3 – 2,15 %

SiO2 6,55 – 8,25 %

Al2O3+Fe2O3 2,15 - 2,84 % Mineral sisa 0,83 – 1,12 %

Penetrasi bitumen asbuton Lawele adalah 32-200 (0,1mm). Asbuton Lawele berupa gumpalan-gumpalan yang lunak. Jenis asbuton ini bersifat higroskopis (mudah menyerap air). Kadar bitumen deposit Lawele berkisar antara 20% dan 35%.

Penelitian yang dilaksanakan oleh Puslitbang Prasarana Transportasi dalam laporan “Penggunaan Buton Lake Asphalt di dalam Campuran Beraspal Panas” Kurniaji dkk melaporkan data-data sebagai berikut :

Karateristik fisik bitumen asbuton Lawele cenderung bersifat keras dengan nilai penetrasi yang rendah, ditunjang pula dengan hasil uji kimia, dengan kandungan asphaltene yang tinggi. Dari uji kimia disimpulkan bahwa bitumen asbuton Lawele mempunyai keawetan yang baik dan tidak terkena pengaruh buruk parafin.

Dari sisi lain dapat pula dijelaskan bahwa pada prinsipnya bitumen mengandung tiga komponen esensial yang penting yang keberadaannya mempengaruhi karakteristik bitumen, yaitu asphaltene, resin, dan minyak. Keberadaan asphaltene ditandai dengan kandungan asphaltene dan keberadaan resin ditandai oleh parameter maltene, sedangkan minyak dalam bitumen asbuton sudah hilang atau sedikit, dan tidak mengandung parafin atau sulfur dalam jumlah yang mengganggu.

Karakteristik asphaltene adalah keras, kuat, dan kokoh, juga disebut “the body of asphalt ” dan resin bersifat seperti lem atau karet, dengan daya lekat dan sifat elastis dan minyak yang bersifat viscous (mengalir). Oleh karena itu bitumen asbuton dengan kandungan asphaltene dan resin yang tinggi menjadikan karakteristik yang disebutkan di atas. Jadi dapat disimpulkan bahwa bitumen dalam asbuton Lawele bersifat keras dan berpenetrasi rendah serta memiliki kadar asphaltene yang tinggi, disamping sifat keawetan/durabilitas yang tinggi.

(5)

2.2 Spesifikasi Aspal

Karakter aspal adalah berbeda untuk masing-masing fungsinya. Bila suatu aspal diinginkan untuk dibuat sebagai landasan terbang, maka karakter yang dimiliki aspal tersebut akan berbeda dengan karakter aspal jalan. Karakter aspal jalan perumahanpun akan berbeda dengan karakter aspal jalan tol. Yang membuat mereka berbeda antara lain dari penetrasi, viskositas, kelembekan, duktilitas, dan titik nyalanya. Salah satu contoh spesifikasi aspal adalah berikut:

Tabel 2.1. Spesifikasi aspal di indonesia dan perbandingannya

2.2.1 Penetrasi

Penetrasi adalah suatu besaran yang mewakili kandungan bitumen dan diekspresikan oleh jarak yang dapat ditempuh oleh standard material uji seberat 100 gram pada temperatur 250C selama 5 detik. Nilai dari penetrasi ini dipengaruhi oleh keberadaan hidrokarbon ringan. Penetrasi ini menunjukkan keelastisan aspal. Semakin besar nilai penetrasi, maka aspal tersebut akan semakin elastis. Aspal dengan nilai penetrasi yang rendah biasanya digunakan untuk bahan isian, sedangkan yang aspal memiliki penetrasi tinggi sangat baik digunakan untuk perekat. Ada beberapa nilai pen (sebutan untuk penetrasi) yang umum digunakan dalam pembuatan jalan, seperti pen 40, pen 60, dan

(6)

pen 80. Ketiga pen tersebut memiliki masing-masing spesifikasinya. Berikut adalah spesifikasi masing-masing pen di Indonesia:

Tabel 2.2. Spesifikasi aspal pada berbagai pen pen 40 pen 60 pen 80 no Pemeriksaan

min max min max min max satuan 1 penetrasi 25oC 100 g 5 detik 40 59 60 79 80 99 0.1 mm 2 kelembekan ( ring & ball) 51 63 48 58 46 54 oC 3 titik nyala (cleveland open cup) 200 200 200 oC 4 duktilitas 25oC, 5cm /mnt 75 100 100 cm 5 kelarutan dlm trikloretilen 99 99 99 %berat 6 penurunan berat

(thick film 163oC, 5 jam) 0 0 1 %berat

7 Berat jenis 1 1 1 gr/cm3

Terkadang, nilai penetrasi yang dimiliki aspal tak sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini dapat dimanipulasi dengan melakukan beberapa hal seperti di bawah ini:

1. Blowing

Asphalt blowing adalah proses oksidasi (pengontakan dengan O2) fluks aspal panas

oleh gelembung udara. Udara dialirkan paksa melalui lubang ke dalam tangki yang berisi fluks aspal panas. Hasilnya adalah reaksi oksidasi eksotermik, yang akan meningkatkan softening point, juga karakteristik lainnya. Karena reaksinya bersifat eksotermik, maka temperaturnya akan semakin naik seiring dengan proses blowing. Temperatur ini harus dijaga agar tetap berada di bawah flash point. Untuk menjaga agar temperaturnya tetap optimum (2600C) maka selama proses dilakukan penyemprotan (spraying) air pada permukaan aspal.

Garam inorganik seperti FeCl3 dapat digunakan sebagai katalis yang akan

meningkatkan laju reaksi, sekaligus menurunkan waktu blowing. Waktu blowing dapat bervariasi antara 30 menit hingga 12 jam, tergantung karakteristik yang diinginkan (softening point, laju penetrasi).

(7)

Proses ini akan menurunkan penetrasi, yang berarti menaikkan kekerasan dari aspal tersebut.

2. Penambahan Gilsonite Resins

Gilsonite resins sudah lama dikenal sebagai penguat bitumen dan hardening agent. Keuntungan utama Gilsonite adalah dalam produksi campuran jalan akan menghasilkan stabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksi dengan cara konvensional. Sifatnya sebagai hidrokarbon alami yang unik dan mengandung banyak komponen aspalthene dan nitrogen, membuat Gilsonite yang berupa padatan granular sangat compatible (cocok) dengan bitumen. Selain itu, penambahannya pada bitumen juga mudah karena Gilsonite mudah larut dan cepat membuat hot mix yang seragam. Gilsonite adalah hidrokarbon alam dengan kemurnian lebih dari 99%, tinggi dalam kandungan asphaltene (70%), dan komponen nitrogen (3%), dan juga sangat compatible dngan material jalan berbitumen.

Salah satu cara untuk menambahkan Gilsonite adalah dengan penambahan Gilsonite secara langsung dalam tangki berisi bitumen. Temperatur bitumen diatur sekitar 1700C dan dengan menggunakan sirkulasi kontinu untuk menciptakan cipratan. Produk terlarut dengan metode agitasi. Gilsonite kering dituang ke dalam bitumen panas secara perlahan. Jika terlalu cepat, maka Gilsonite kering tersebut akan teraglomerasi, atau muncul (ball up) ke permukaan. Jika hal ini terjadi, maka diperlukan pengadukan manual untuk mendispersikan anglomerasi tersebut.

Penambahan 5-15% Gilsonite sebagai substituen bitumen dapat membuat kandungan bitumen dalam campuran tetap konstan, sementara penambahan 3% Gilsonite akan menaikkan viskositas bitumen menjadi dua kali lipat. Penambahan Gilsonite pada bitumen akan menurunkan penetrasinya, menaikkan viskositasnya, juga softening pointnya. Sementara pada pembuatan campuran jalan, Gilsonite akan menaikkan stabilitas campuran, mengurangi masalah deformasi akibat macet atau cuaca, dll.

(8)

2.2.2 Viskositas

Viskositas, atau biasa dikenal dengan kekentalan adalah petunjuk dari seberapa tebal atau tipis aspal cair bila dialirkan pada dinding vertikal pada temperatur yang bervariasi. Aspal sendiri merupakan fluida non-Newtonian (viskoelastis). Viskoelastis ini menandakan bahwa aspal memiliki viskositas yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari rantai karbon aspal yang tinggi (>40).

Dalam lingkup aspal, dikenal viskositas Saybolt Furol. Metode Saybolt Furol ini lazim digunakan untuk mengukur cairan dengan viskositas tinggi. Metode tes ini melingkupi prosedur penentuan viskositas kinematik aspal cair (bitumen), minyak jalan (road oils) dan residu distilasi dari aspal cair (bitumen) pada 60oC (140 0F) dan aspal semen pada 135oC (2750F) dalam rentang 6 hingga 100.000 mm2/s (cSt). Untuk temperatur tinggi, 120oC (2480F) dan 240oC (464oF). Hasil dari pengukuran ini digunakan untuk menghitung viskositas saat densitas material tes ada pada temperatur tes atau diketahui.

2.2.3 Titik Nyala

Titik nyala adalah temperatur minimal yang dapat menyebabkan aspal terbakar, dan digunakan untuk menentukan temperatur pengolahan pada hot mix. Titik nyala ini penting untuk keamanan apabila terjadi kecelakaan yang dapat menyulut aspal untuk terbakar, atau untuk aspal di daerah bertemperatur tinggi. Tinggi rendahnya titik nyala ditentukan oleh kadar parafin dalam aspal. Parafin membuat aspal mudah terpengaruh oleh perubahan temperatur. Semakin besar dan positif perubahannya, maka makin mudah terbakar aspal tersebut. Parafin ini juga dapat menurunkan adhesi dan kohesi. Adhesi dan kohesi ini akan berpengaruh bila aspal dimanfaatkan sebagai perekat. Selain itu, viskositas akan turun pada saat aspal meleleh. Hal ini berarti aspal akan semakin encer.

Sama halnya seperti penetrasi, seringkali kadar parafin yang sudah dimiliki oleh aspal tak sesuai dengan keinginan kita. Hal ini memerlukan modifikasi sebagai jalan keluar.

(9)

2.2.4 Softening Point (Kelembekan)

Softening point adalah rentang temperatur dimana penghalusan aspal terjadi. Cara pengujiannya adalah dengan menggunakan teknik cincin dan bola. Aspal yang memiliki softening point rendah akan bersifat mudah lembek. Softening point digunakan untuk zat-zat yang tak memiliki titik leleh.

2.2.5 Duktilitas

Duktilitas merupakan besaran yang menunjukkan ‘keuletan’ aspal. Makin duktil suatu aspal, maka makin baik aspal tersebut karena kemampuan menahan bebannya akan semakin tinggi (tidak brittle). Nilai duktilitas ini dipengaruhi oleh adanya sulfur dalam aspal. Semakin banyak kandungan aspal, maka semakin tinggi pula.

Bila kita ingin memodifikasi nilai duktilitas suatu aspal, maka salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah teknik sulfonasi. Teknik sulfonasi ini mencegah terjadinya kristalisasi parafin, yang berarti mencegah terjadinya pemisahan parafin dari aspal. Namun, teknik sulfonasi juga menjaga kadar parafin dan duktilitas pada rentang tertentu. Kristalisasi parafin akan menyebabkan naiknya duktilitas, turunnya viskositas dan titik nyala aspal tersebut. Oleh karena itu, teknik sulfonasi harus dilakukan dengan pas agar spesifikasi aspal tersebut dapat dioptimalkan.

Pada teknik sulfonasi, aspal yang dilarutkan dalam n-n-heksan, ditambahkan kopolimer butadiene/styrene (40/60) terhidrogenasi untuk mendapatkan sifat rheologi yang diinginkan, lalu didinginkan. Sulfur yang ditambahkan ke dalam campuran adalah sulfur dalam bentuk sulfur trioksida, yang akan membuat terjadinya reaksi sulfonasi. Zat yang terakhir ditambahkan adalah aqueous sodium hidroksida yang berperan untuk meneralkan kembali larutan tadi.

(10)

2.3. Pengujian di Laboraturium

2.3.1 Pengujian Kadar Aspal

Untuk menguji kadar aspal, maka dilakukan proses ekstraksi selama waktu tertentu dengan minyak tanah, n-heksan, dan TriChlor Ethylene (TCE) baik sesudah maupun sebelum pemanasan dilakukan.

2.3.2 Penetrasi

Pengujian penetrasi dilakukan dengan melihat seberapa dalam sebuah jarum (sesuai standar) yang masuk ke dalam aspal ketika ia dijatuhkan pada ketinggian, temperatur, dan untuk waktu tertentu. Apabila yang masuk adalah sepanjang 8 mm, maka dikatakan bahwa aspal yang diuji adalah aspal pen 80. Ada banyak nilai pen, tergantung dengan fungsi dari aspal yang ingin dibuat. Di Indonesia, rentang penetrasi yang biasa digunakan adalah 60 hingga 79 (dapat dilihat dari Tabel 2.2).

2.3.3 Viskositas

Pada pengukuran viskositas, hal yang diamati adalah waktu yang dibutuhkan oleh aspal dengan volume tertentu, untuk mengalir dalam orifice berdimensi tertentu pada temperatur tertentu. Viskositas kinematik (Saybolt Furol) aspal yang lazim di Indonesia adalah 319, 37 cSt pada 140 0C; 201,39 cSt pada 160 0C; dan 57,79 cSt.

2.3.4 Titik Nyala

Titik nyala ini diuji melalui pemanasan hingga temperatur tinggi, dan dilihat kapan aspal tersebut akan mulai memercik. Di Indonesia, batas minimum untuk titik nyala ini adalah 200 0C.

(11)

2.3.5 Softening Point (Kelembekan)

Seperti yang telah disinggung, pengujian softening point atau kelembekan ini dengan menggunakan teknik cincin dan bola (ring and ball), dimana nilai kelembekannya tersebut dilihat dari seberapa dalam bola akan ’masuk’ ke aspal. Rentang yang lazim digunakan di Indonesia adalah 48 hingga 580C.

2.3.6 Duktilitas

Duktilitas aspal adalah nilai keelastisitasan aspal, yang diukur dari jarak terpanjang, apabila antara dua cetakan berisi bitumen keras yang ditarik sebelum putus pada suhu 250C dan dengan kecepatan 50 mm/menit. Nilai duktilitas yang lazim di Indonesia adalah 100 cm.

2.3.7 Kadar Parafin

Pengujian ini dilakukan dengan melihat seberapa banyak hidrokarbon ini mengkristal dalam campuran Diethyl ether anhidrat dan etanol (perbandingan 1:1) pada temperatur -200C.

2.4 Pengkondisian Awal Asbuton

Terminologi “pengkondisian” asbuton kami ambil dari istilah yang digunakan dalam laporan “Penggunaan Buton Lake Asphalt Dalam Campuran Aspal Panas” (Puslitbang Prasarana Transportasi, Kurniaji dkk Desember 2002). Yang dimasudkan adalah pengkondisian asbuton sedemikian rupa sehingga, baik bitumen maupun mineralnya, memenuhi standard persyaratan spesifikasi dan dapat digunakan dalam konstruksi jalan. Pengkondisian ini dilakukan karena asbuton belum memenuhi syarat-syarat spesifikasi yang digunakan dalam konstruksi aspal untuk pelapis jalan. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes laboraturium yang dilakukan oleh Bina Marga pada tahun 1997. Cara-cara pengkondisian sebagai berikut:

(12)

1. Ukuran Butiran Asbuton

Pada dasarnya diupayakan bahwa ukuran asbuton mendekati ukuran filler (filler size). Sementara ini telah disepakati ukuran lolos 100% mesh #16. Dalam kondisi ini passing # 200 berkisar sekitar 30-40 % (Puslitbang Prasarana Transportasi, Kurniaji dkk Desember 2002). Cara yang digunakan adalah dengan menghancurkan bongkahan aspal buton yang memiliki ukuran besar.

2. Mobilisasi Bitumen

Seperti diketahui, baik asbuton Lawele maupun asbuton Kabungka mempunyai mineral yang porous dan rongga-rongga porosnya terisi dengan bitumen. Maka perlu diupayakan untuk mengeluarkan bitumen (mobilisasi bitumen) dari rongga-rongga mineral dan memindahkannya ke permukaan butiran mineral, sehingga bitumen akan mudah tercampur dengan bahan modifier. Upaya ini dilakukan dengan pemanasan sampai suhu 120oC (Susanto Hardjosukanto, 2004). Mobilisasi bitumen terjadi akibat berkurangnya viskositas aspal karena kenaikan temperatur. Aspal yang berviskositas rendah akan bermobilisasi keluar menuju permukaan melalui rongga (pori-pori) batuan.

3. Mengurangi Kadar Air dan Minyak Ringan

Di dalam asbuton terkandung cukup banyak air. Pada kondisi tambang, baik Lawele maupun Kabungka mengandung 15 –20 % air dan terutama Lawele mengandung 5,4 % (Kurniaji dkk, Desember 2002) sampai 8,72 % (Nono, 2001) minyak ringan. Air jelas harus dihilangkan dan minyak ringan yang mudah menguap harus dikurangi sedemikian rupa sehingga pengurangan berat (LOH), 163°C, 5 jam tidak lebih dari 2% (kesepakatan tentatif). Upaya pengkondisian ini dilakukan dengan pemanasan.

Dengan demikian perihal pengkondisian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

Pengkondisian asbuton Lawele dilakukan dengan pemanasan minimum pada 120°C untuk menghilangkan kadar air, memobilisasition bitumen dari rongga-rongga mineral, dan menguapkan minyak ringan, sehingga nilai LOH 163°C 5 jam memenuhi syarat.

(13)

2.5 Ekstraksi

Banyak substansi organik dan inorganik berada dalam campuran dari komponen yang berbeda dalam fasa padatan. Untuk mengambil zat terlarut (solute) yang diinginkan, biasanya padatan tersebut dikontakkan dengan cairan. Kedua fasa akan melakukan kontak dan solute yang diinginkan akan berdifusi dari fasa padatan menuju fasa cairan. Hal ini akan menyebabkan pemisahaan komponen yang awalnya berada dalam padatan. Proses ini dikenal dengan istilah ekstraksi padat cair, atau leaching.

Metode penyiapan padatan pada proses leaching materi organik dan inorganik sangat bergantung pada komposisi zat terlarut yang ada, distribusi dalam padatan, sifat padatan itu sendiri (apakah zat terlarut dikelilingi oleh zat tak terlarut), dan ukuran partikel padatan.

Jika solute dikelilingi oleh matriks zat tak terlarut, pelarut harus berdifusi ke dalam padatan untuk melakukan kontak dan melarutkan solute, lalu kembali berdifusi keluar. Hal ini banyak terjadi pada banyak proses hidrometalurgi, dimana garam logam dileaching dari batuan mineral. Pada kasus ini, penghancuran dan penggilingan batuan dilakukan untuk meningkatkan laju leaching karena pelarut lebih mudah berdifusi. Jika solute terlarut dalam padatan atau terdistribusi luas pada seluruh padatan, leaching oleh pelarut akan membentuk saluran-saluran kecil. Jalan masuk pelarut akan menjadi lebih mudah, dan penggilingan padatan hingga ke ukuran kecil menjadi tidak perlu. Penggilingan padatan tidak dibutuhkan bila solute terlarut dalam larutan yang ‘menempel’ pada padatan.

Pada proses ekstraksi multitahap menggunakan soxhlet, pelarut dan padatan berada pada ruang yang sama. Dengan bantuan beda temperatur sebagai driving force, pelarut berdifusi ke dalam padatan dan melakukan kontak dengan solute. Pelarut kemudian ‘membawa’ solute tersebut berdifusi keluar. Karena adanya panas, maka pelarut murni akan menguap dan dikondensasikan dalam kondesor spiral. Pelarut murni tadi akan kembali turun dan siap untuk mengekstrak kembali solute dalam padatan. Dengan proses ini, pelarut dapat mengambil solute lebih banyak.

Gambar

Gambar 2.1. Lokasi deposit aspal Buton
Tabel 2.1. Spesifikasi aspal di indonesia dan perbandingannya
Tabel 2.2. Spesifikasi aspal pada berbagai pen  pen 40  pen 60  pen 80  no Pemeriksaan

Referensi

Dokumen terkait

Sesambungan karo undha-usuk basa Jawa, SDQJDQJJRQH UDJDP LQJ SURJDP ³PDQGKLQJ MDPXUDQ´ Radhio Pro 4 RRI Surabaya uga ana ragam basa ing standart basa krama sing

Analisis Validitas Butir Soal Uji Prestasi Bidang Studi Ekonomi SMA Tahun Ajaran 2011/2012 Dinas Pendidikan Kabupaten Jember; Devi Yuliastin Lestari, 060210301348:

Sehubungan dengan Point 1 dan 2 ter sebut di atas, Pokja ULP memutuskan bahw a Seleksi untuk Paket Peker jaan “ Perencanaan Teknis Pembangunan Gedung Kantor Sayap

diperuntukan untuk pembelajar bahasa Jepang tingkat dasar yang terdiri dari 28 bab. Dalam setiap bab terdapat kosakata baru yang terdapat pada setiap akhir bab.

BIAS MONARCHY KONSULTAN 22,48 Tidak masuk dalam daftar Pendek (short list).

Di samping itu, kajian ini juga penting bagi mengetahui kefahaman pelajar tentang beberapa konsep tindak balas kimia seperti konsep keabadian dan perubahan jisim, konsep

1) Ease of use (dorongan untuk menggunakan sistem) berkaitan dengan kepuasan dan kenyamanan dalam menggunakan PADE. Indikator tersebut dilihat dari kemudahan yang

penelitian, melalui Uji Validitas dan Uji Reliabilitas; 2) melakukan uji asumsi klasik; 3) Analisis statistik deskriptif, mempergunakan Distribusi Frekuensi, dan; 4)