• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cukup. Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cukup. Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah cukup tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes melitus jika memiliki kadar gula darah pada saat puasa >126 mg/dl dan pada saat tes >200 mg/dl.

2.1.1 Jenis Diabetes Melitus

Secara umum, diabetes melitus dibagi menjadi 3 macam, yaitu : 1. Diabetes Melitus yang tergantung pada insulin (DM Tipe-1)

Diabetes tipe 1 disebabkan karena pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin. Hal ini bisa disebabkan oleh kelainan sistem imun tubuh yang menghancurkan sel yang menghasilkan insulin atau karena infeksi virus sehingga hormone insulin dalam tubuh berkurang dan mengakibatkan timbunan gula pada aliran darah. Penderita penyakit diabetes tipe-1 sebagian besar terjadi pada orang di bawah usia 30 tahun. Oleh karena itu, penyakit ini sering dijuluki diabetes anak-anak karena penderitanya lebih banyak terjadi pada anak-anak dan remaja.

Diabetes tipe 1 disebabkan pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin. Karena kekurangan insulin maka menyebabkan glukosa tetap ada di dalam aliran darah dan tidak dapat digunakan sebagai energi. Beberapa penyebab pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin pada penderita diabetes tipe 1 adalah sebagai berikut:

(2)

a. Keturunan atau genetika

Jika salah satu atau kedua orang tua dari seorang anak menderita diabetes, maka anak tersebut akan beresiko terkena diabetes.

b. Autoimunitas

Autoimunitas adalah tubuh mengalami alergi terhadap salah satu jaringan atau jenis selnya sendiri. Dalam kasus ini alergi yang ada dalam pankreas. Oleh sebab itu, tubuh kehilangan kemampuan untuk membentuk insulin karena sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel-sel yang memproduksi insulin.

c. Virus atau zat kimia

Virus atau zat kimia yang menyebabkan kerusakan pada pulau sel atau kelompok sel dalam pankreas tempat insulin dibuat. Semakin banyak pulau sel yang rusak semakin besar kemungkinan seseorang menderita diabetes.

Oleh karena pankreas kesulitan menghasilkan insulin, maka insulin harus ditambahkan setiap hari. Umumnya dengan cara suntik insulin. Insulin tidak dapat diberikan secara oral, karena insulin dapat hancur dalam lambung bila dimasukkan melalui mulut. Cara lain adalah dengan memperbaiki fungsi kerja pankreas.Jika pankreas bisa kembali berfungsi dengan normal, maka pankreas bisa memenuhi kebutuhan insulin yang dibutuhkan tubuh.

2. Diabetes Melitus Tanpa Bergantung pada Insulin (DiabetesTipe-2)

Penyakit diabetes tipe -2 sering juga disebut non insulin dependent diabetes melitus atau diabetes melitus tanpa bergantung pada insulin. Penyakit

(3)

diabetes tipe-2 ini sering disebut sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula. Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang sebagian besar diderita. Sekitar 90% hingga 95% penderita diabetes menderita diabetes tipe 2. Jenis diabetes ini paling sering diderita oleh orang dewasa yang berusia lebih dari 30 tahun dan cenderung semakin parah secara bertahap.

Diabetes tipe 2 disebabkan karena pankreas tidak bisa memproduksi insulin yang cukup. Kebanyak dari insulin yang diproduksi pankreas dihisap oleh sel-sel lemak akibat gaya hidup dan pola makan yang tidak baik. Karena pankreas tidak dapat membuat cukup insulin untuk mengatasi kekurangan insulin sehingga kadar kadar gula dalam darah naik.

Beberapa penyebab utama diabetes tipe 2 : a. Faktor Keturunan

Apabila orang tua atau saudara sekandung yang mengalami penyakit ini, maka resiko diabetes tipe 2 lebih tinggi.

b. Pola makan dan gaya hidup

Pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara maksimal. Mengkonsumsi makanan cepat saji atau fast food yang menyajikan makanan berlemak dan tidak sehat merupakan penyebab utama. Kurang olahraga dan istirahat yang tidak mencukupi juga berpengaruh terhadap munculnya penyakit ini.

(4)

c. Kadar kolesterol

Kadar kolesterol dalam darah yang tinggi akan menyerap insulin yang diproduksi oleh pankreas. Pada akhirnya, tubuh tidak dapat menyerap insulin ini untuk merubahnya menjadi energi.

d. Obesitas

Obesitas atau kelebihan berat badan disebabkan oleh timbunan lemak yang tidak positif bagi tubuh. Seperti kolesterol, lemak juga akan menyerap produksi insulin pankreas secara habis-habisan sehingga tubuh tidak kebagian insulin untuk diproduksi sebagai energi.

Semua penyebab diabetes tipe 2 umumnya karena gaya hidup yang tidak sehat. Hal ini membuat metabolisme dalam tubuh tidak berjalan sempurna, metabolismee tubuh yang tidak sempurna membuat insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik. Penanganan pada penderita diabetes tipe 2 adalah dengan memaksa fungsi kerja pankreas sehingga dapat menghasilkan insulin lebih banyak. Jika pankreas dapat menghasilkan insulin yang dibutuhkan tubuh, maka kadar gula dalam darah akan menurun karena dapat diubah menjadi energi.

Dalam banyak kasus, penyakit ini dapat diobati dengan minum pil untuk merangsang pankreas agar menghasilkan lebih banyak insulin. Namun pankreas bisa lelah menghasilkan insulin jika terus menerus dipaksa. Cara terbaik untuk mengatasi diabetes tipe 2 adalah dengan diet yang baik untuk mengurangi berat badan dan kadar gula, disertai dengan gerak badan yang sesuai.

(5)

3. Diabetes Melitus Gestasional (Diabetes Kehamilan)

Diabetes melitus gestasional melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, yang meniru DM Tipe-2. Jenis diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa juga meningkat atau lenyap. Meskipun kejadiannya sementara, namun diabetes jenis ini bisa merusak kesehatan janin dan ibu.

Gestasional Diabetes Melitus (GDM) terjadi sekitar 2-5 % dari semua kehamilan. Diabetes ini sifatnya sementara dan harus ditangani dengan baik, karena jika tidak, bisa menyebabkan masalah dalam kehamilan seperti makrosomia, cacat janin, penyakit jantung sejak lahir, gangguan pada sistem saraf pusat, dan juga cacat otot. Bahkan ada dugaan bahwa hiperbillirubinemia juga diakibatkan oleh binasanya sel darah merah akibat dari meningkatnya gula dalam darah. Bahkan dalam kasus yang parah hal ini bisa mengakibatkan kematian. Karena itulah, hal ini harus mendapat pengawasan medis yang seksama selama kehamilan.

2.1.2 Gejala Diabetes Melitus

a. Gejala Khas

1. Poliuri (Sering Buang Air Kecil)

Sering buang air kecil dalam jumlah banyak terutama pada malam hari sehingga pengidap diabetes sering terbangun karena ingin kencing. Pada kondisi ini, ginjal bekerja sangat aktif untuk menyingkirkan kelebihan glukosa dalam darah.

(6)

Rasa haus berlebihan adalah respon tubuh untuk mengisi cairan yang hilang akibat sering buang air kecil. Tanda-tanda ini berjalan seiring sebagai mekanisme tubuh untuk menurunkan kadar gula darah.

3. Polifagi (Rasa Lapar Berlebihan)

Rasa lapar berlebihan adalah tanda lain dari diabetes. Ini terjadi akibat kadar gula yang tinggi namun tidak dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan dalam proses metabolisme. Ketika kadar gula darah tidak dapat masuk ke dalam sel, tubuh berpikir belum mendapatkan asupan makanan sehingga mengirim sinyal lapar untuk mendapatkan glukosa lebih banyak agar sel-sel dapat berfungsi (Garnadi, 2012).

b. Gejala Tidak Khas

Gejala tidak khas diabetes adalah keluhan yang memang tidak khas untuk diabetes karena gejala-gejala tersebut bisa juga gejala dari penyakit atau kondisi selain diabetes. Namun, gejala tidak khas ini tidak boleh diabaikan. 1. Lemas dan tidak bertenaga

Terjadinya gangguan metabolisme energi. Munculnya rasa lemah, lelah atau tidak bertenaga Karena tubuh diabetes tidak dapat mengubah gula menjadi energi meski kadar gula darahnya tinggi. Akibatnya, badan menjadi kurus karena cadangan lemak dan protein dibakar untuk dijadikan energy (Garnadi, 2012).

2. Timbulnya penyakit infeksi

Diabetesi sering mengeluhkan rasa gatal pada kulit karena jamur. Gatal tersebut sulit sembuh meski sudah sering menggunakan obat anti jamur.

(7)

Keluhan rasa gatal juga terjadi pada selangkangan dan bibir kemaluan wanita (vagina). Kadar gula darah yang tinggi menyebabkan sistem sistem pertahanan tubuh bekerja tidak optimal. Selain itu, agen infeksi juga tumbuh menjadi lebih subur karena kadar gula darah yang tinggi. Infeksi lain yang sering terjadi pada diabetes antara lain:

-Infeksi saluran kemih hingga menimbulkan radang ginjal (pyelonephritis) -Radang paru termasuk infeksi TBC.

-Infeksi gigi

-Infeksi ruang telinga luar (otitis eksternal) -Keputihan pada wanita(Garnadi, 2012). 3. Luka yang sulit sembuh

Infeksi, luka, dan memar yang tidak kunjung sembuh adalah tanda klasik diabetes. Hal ini terjadi karena pembuluh darah vena dan arteri rusak akibat jumlah glukosa berlebih. Kondisi ini membuat darah sulit menjangkau daerah-daerah tubuh yang luka untuk memfasilitasi proses penyembuhan (Fauzi,2014).

4. Kesemutan pada anggota gerak

Kesemutan dan mati rasa di tangan dan kaki, bersama dengan rasa sakit terbakar atau bengkak merupakan tanda-tanda bahwa saraf sedang dirusak oleh diabetes. Jika dibiarkan kondisi ini dapat menyebabkan neropati (kerusakan saraf) permanen (Fauzi, 2014).

(8)

5. Kulit bermasalah

Kulit gatal dan kering bisa menjadi tanda diabetes. Contoh lain adalah

acanthosis nigricans, yaitu penggelapan kulit di sekitar leher atau ketiak. Orang yang memiliki kondisi ini sudah mengalami resistensi insulin meskipun gula darah mereka mungkin tidak tinggi (Fauzi,2014).

6. Pandangan mata menjadi kabur

Pandangan mata diabetes menjadi berkurang atau pandangan menjadi kabur akibat adnaya gangguan pada lensa dan retina mata(retinopati). Sebagian pengidap diabetes sering kali mengganti-ganti kacamatanya karena ada keluhan pandangan kabur.

Diabetes dapat merusak pembuluh darah halus di retina amta. Retina adalah bagian mata yang berfungsi untuk menagkap cahaya. Karena itu, kerusakan retina bisa mengancam terjadinya buta mata. Pada stadium dini, retinopati diabetic tidak menimbulkan keluhan. Adanya kejadian retinopati diabetic dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan funduskopi (Garnadi, 2012).

7. Disfungsi seksual pada pria atau wanita

Gangguan fungsi seksual (disfungsi seksual) dapat terjadi baik pada pria maupun wanita penderita diabetes. Kejadian gangguang fungsi seksual (disfungsi seksual) pada pria, seperti impotensi seolah-olah lebih sering terjadi daripada wanita. Padahal, kasus kejadian disfungsi pada wanita juga tinggi, misalnya berupa frigiditas. Disfungsi seksual umumnya terjadi akibat

(9)

kerusakan pembuluh darah dan sistem saraf pada organ seksual (Garnadi, 2012).

2.1.3 Komplikasi Diabetes Melitus

a. Komplikasi akut

Keadaan yang termasuk dalam komplikasi akut DM adalah ketoasidosis diabetik (KAD) dan Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH). Pada dua keadaan ini kadar glukosa darah sangat tinggi (pada KAD 300-600 mg/dL, pada SHH 600-1200 mg/dL), dan pasien biasanya tidak sadarkan diri. Karena angka kematiannya tinggi, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan yang memadai.

Keadaan hipoglikemia juga termasuk dalam komplikasi akut DM, di mana terjadi penurunan kadar glukosa darah sampai < 60 mg/dL. Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan hipoglikemia. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia misalnya pasien meminum obat terlalu banyak (paling sering golongan sulfonilurea) atau menyuntik insulin terlalu banyak, atau pasien tidak makan setelah minum obat atau menyuntik insulin.

Gejala hipoglikemia antara lain banyak berkeringat, berdebar-debar, gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan jika berat, dapat hilang kesadaran sampai koma. Jika pasien sadar, dapat segera diberikan minuman manis yang mengandung glukosa. Jika keadaan pasien tidak membaik atau pasien tidak sadarkan diri harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan dan pemantauan selanjutnya.

(10)

b. Komplikasi kronik

Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang dapat mengalami kerusakan dibagi menjadi dua jenis, yakni pembuluh darah besar dan kecil.

Yang termasuk dalam pembuluh darah besar antara lain:

1) Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan menyebabkan penyakit jantung koroner dan serangan jantung mendadak

2) Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai, yang jika rusak akan menyebabkan luka iskemik pada kaki

3) Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat menyebabkan stroke

Kerusakan pembuluh darah kecil (mikroangiopati) misalnya mengenai pembuluh darah retina dan dapat menyebabkan kebutaan. Selain itu, dapat terjadi kerusakan pada pembuluh darah ginjal yang akan menyebabkan

nefropati diabetikum. Saraf yang paling sering rusak adalah saraf perifer, yang menyebabkan perasaan kebas atau baal pada ujung-ujung jari. Karena rasa kebas, terutama pada kakinya, maka pasien DM sering kali tidak menyadari adanya luka pada kaki, sehingga meningkatkan risiko menjadi luka yang lebih dalam (ulkus kaki) dan perlunya melakukan tindakan amputasi. Selain kebas, pasien mungkin juga mengalami kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, lebih terasa sakit di malam hari serta kelemahan pada tangan dan kaki. Pada pasien yang mengalami kerusakan saraf perifer, maka harus diajarkan mengenai

(11)

perawatan kaki yang memadai sehingga mengurangi risiko luka dan amputasi (Regina, 2012).

2.1.4 Upaya Pencegahan

Diabetes merupakan kondisi yang dapat berjalan hingga menimbulkan suatu komplikasi, jumlah pasien yang semakin meningkat, dan besarnya biaya perawatan pasien penderita diabetes melitus yang terutama disebabkan oleh karena komplikasi, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Upaya pencegahan pada penderita diabetes melitus ada 3 tahap, yaitu :

a. Pencegahan Primer

Pengertian pencegahan primer adalah mencegah orang normal dan pengidap prediabetes agar tidak menjadi pengidap diabetes. Banyak masyarakat yang tidak sadar bahwa dirinya mengidap prediabetes. Prediabetes dapat dicegah agar tidak menjadi diabetes dengan mengendalikan faktor risiko diabetes. Pencegahan dini terjadinya diabetes dapat dilakukan dengan mencegah kelebihan bobot badan dan kegemukan (obesitas), olahraga teratur, serta pengaturan pola makan yang baik. Untuk menghilangkan faktor resiko, dilakukan pendekatan komunitas. Pencegahan primer terdiri dari :

1. General Health Promotion (Penyuluhan Kesehatan Secara Umum), yaitu dengan peningkatan gizi yang baik.

Contoh: Mengkonsusmsi makanan dengan kandungan karbohidrat yang berserat tinggi dan bukan olahan.

2. Spesifik Protection (Perlindungan Kesehatan Spesifik). Contoh: mengontrol BB

(12)

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat timbulnya komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Apabila seseorang telah mengidap penyakit diabetes, maka tindakan pencegahannya adalah tindakan pencegahan sekunder. Yaitu berbagai upaya untuk mencegah timbulnya komplikasi diabetes.Upaya tersebut meliputi lima pilar (edukasi diabetes,mengatur pola makan, melakukan aktivitas fisik dan olahraga, obat hipoglikemik oral dan pemantauan gula darah secara mandiri) (Garnadi, 2012).

Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang perilaku terhadap sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan, disamping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.

Ditujukan pada pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif, sehingga komplikasi dapat dicegah. Hal ini dapat dilakukan dengan skrining, untuk menemukan penderita sedini mungkin terutama individu/ populasi. Kalaupun ada komplikasi masih reversible/kembali seperti semula. Selain itu, penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi penyuluhan seperti : apakah itu DM, bagaimana penatalaksanaan DM, obat-obatan untuk mengontrol glukosa darah, perencanaan makan, dan olah raga pun penting untuk dilakukan.

(13)

c. Pencegahan Tertier

Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri dari 3 tahap, antara lain :

1. Mencegah timbulnya komplikasi.

2. Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan organ. 3. Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau

jaringan.

Apabila pengidap diabetes sudah mengalami komplikasi diabetes, maka tindakan pencegahannya adalah mencegah kecacatan akibat berbagai komplikasi diabetes. Pengidap diabetes tetap harus menjalani lima pilar pencegahan diabetes. Berbagai penyakit komplikasi, seperti penyakit jantung koroner, retinopati diabetic, atau nefropati diabetic harus diterapi oleh dokter agar tidak berlanjut menjadi serangan jantung, kebutaan, atau kegagalan fungsi jantung (Garnadi, 2012).

2.1.5 Upaya Pengendalian DM

Diabetes melitus merupakan kondisi yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikendalikan melalui lima pilar kendali diabetes. Upaya pengendalian diabetes akan membuat diabetes dapat hidup normal layaknya orang sehat yang lain.

Upaya kendali diabetes melitus tipe 2 diibaratkan seperti mobil yang harus sukses melewati jembatan.Jembatan tidak akan roboh jika disangga oleh lima pilar(tiang). Lima pilar tersebut, sebagai berikut:

(14)

1) Edukasi Diabetes

Diabetesi harus selalu ingin tahu perihal diabetes melalui kegiatan membaca, mengikuti ceramah edukasi, seminar dan lain sebagainya.

2) Mengatur pola makan

Diabetesi harus mengatur pola makannya dengan prinsip 3 J yaitu tepat jadwal, tepat jenis, dan tepat jumlah makan.

3) Melakukan Aktivitas fisik

Diabetesi harus melakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur. Dosis olahraga dapat diatur dengan pedoman FIT, yaitu frekuensi, intensitas, dan time (waktu).

4) Obat hipoglikemik oral dan mungkin juga suntikan insulin

Diberikan jika upaya pengaturan makan dan olahraga tidak cukup mengembalikan kadar darah diabetes.

5) Pemantauan gula darah secara mandiri.

Pemeriksaan gula darah secara mandiri bermanfaat agar pengidap diabetes mengetahui kadar gula darahnya sehingga bisa mengatur pola makan, aktivitas, dan dosis obat atau dosis hormone insulin yang harus diterapkan. Upaya pengendalian bukan hanya mengonsumsi obat, namun perlu disertai dengan upaya pengendalian non farmakologi yaitu, mengatur pola makan, olahraga dan cek gula darah mandiri.

(15)

2.1.5.1Upaya Non Farmakologis

Terapi pengendalian bagi diabetes yang paling utama adalah upaya non-farmakologis meliputi pengaturan pola makan, pengaturan aktivitas fisik dan cek gula darah mandiri.

1. Pengatutran pola makan

Bagi penderita diabetes , kecenderungan perubahan kadar gula yang drastis akan terjadi pada saat sehabis makan. Sehabis makan maka kadar gula akan tinggi. Namun beberapa lama tidak mendapat asupan makanan maka kadar gula darah akan rendah sekali.

Prinsip pengaturan makan bagi diabetes adalah prinsip 3 J, yaitu mengatur jumlah, jenis dan jadwal. Artinya, diabetes harus mengatur jumlah kebutuhan energi, mengatur jenis sumber energi(karbohidrat, protein, dan lemak) dalam menu makanan dan mengatur jadwal makan.

a. Mengatur jumlah makanan

Jumlah makanan yang dikonsumsi oleh diabetes harus diatur sesuai dengan kebutuhan energi hariannya. Akumulasi kelebihan asupan energi dari makanan secara berangsur-angsur dapat menimbulkan kegemukan. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi diabetes. Begitu juga sebaliknya, akumulasi kekurangan asupan energi dari makanan dapat menimbulkan penurunan bobot badan pada diabetesi.

Besarnya kebutuhan asupan energi bagi diabetes dapat dihitung setelah diketahui bobot badan ideal dan indeks masa tubuhnya. Pengukuran bobot badan ideal dapat menggunakan rumus bobot badan

(16)

ideal menurut Broca. Bobot badan dan besarnya aktivitas dapat memengaruhi besarnya kebutuhan asupan energi. Kebutuhan energi akan semakin kecil jika aktivitas fisiknya lebih rendah. Begitu juga sebaliknya, kebutuhan energi lebih besar jika kurus atau kebutuhan energi lebih besar jika aktivitas kerja lebih berat. Jumlah(porsi) makanan yang dikonsumsi harus diatur agar mencapai bobot badan normal.

b. Memilih Jenis makanan

Jenis makanan menentukan kecepatan naik atau turunnya kadar gula darah. Kecepatan suatu makanan dalam menaikkan kadar gula darah disebut juga indeks glikemik. Semakin cepat menaikkan kadar gula darah sehabis makan tersebut dikonsumsi, maka semakin tinggi indeks glikemik makanan tersebut.

Hindari makanan yang berindeks glikemik tinggi, seperti sumber karbohidrat sederhana, gula, madu, sirup, roti, mie dan lain-lain. Makanan yang berindeks glikemik lebih rendah adalah makanan yang kaya dengan serat, contohnya sayuran dan buah-buahan.

c. Mengatur jadwal makanan

Jadwal makan bagi diabetes harus diatur agar kadar gula darah terkendali tidak tinggi dan tidak rendah. Pengaturan jadwal makannnya adalah makan besar sebanyak tiga kali(makan pagi, makan siang, makan malam) dan disisipi dengan makan selingan atau camilan sebanyak tiga kali. Makanan selingan sebaiknya berupa buah-buahan dan bukan snack yang kaya akan kalori.

(17)

Usahakan makan tepat pada waktu. Apabila terlambat makan maka bisa terjadi hipoglikemia atau rendahnya kadar gula darah. Hipoglikemia meliputi gejala, seperti pusing, mual, dan pingsan. Apabila hal ini terjadi maka dianjurkan segera minum air gula.

2.1.5.2Upaya Farmakologis

Upaya pengendalian diabetes dengan obat-obatan termasuk ke dalam upaya farmakologis. Konsumsi obat diabetes tidak bisa menggantikan upaya pengaturan makan dan olahraga. Meskipun sudah minum obat, tetapi diabetes harus melakukan upaya pengaturan makan dan olahraga.

Obat-obatan hipoglikemik oral bermacam-macam jenisnya. Ada yang berdasarkan cara kerja, lamanya reaksi obat, dan komposisinya. Berikut ini golongan obat hipoglikemik oral berdasarkan cara kerjanya:

1) Obat golongan sulfonylurea dan golongan glinid.

Keduanya bekerja dengan cara merangsang sel beta pankreas untuk memproduksi hormone insulin.

2) Obat golongang biguanid dan tiazolidindion.

Kedua golongan ini bekerja dengan cara meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan kepekaan reseptor insulin.

3) Obat golongan penghambat glukosidase alfa.

Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim pencerna karbohidrat menjadi gula di saluran pencernaan.

(18)

Obat golonga ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan gula dari glikogen (cadangan gula) di hati.

5) Obat golongan penghambat enzim DPP IV

Golongan obat ini bekerja dengan menurunkan kinerja hormone glukagon. Golongan obat hipoglikemik oral berdasarkan lama kerjanya efek dari obat:

1) Obat hipoglikemik oral efek singkat. Biasanya diminum sebanyak 2-3 kali sehari.

2) Obat hipoglikemik oral efek menengah. Biasanya diminum sebanyak 2 kali sehari.

3) Obat hipoglikemik oral efek panjang. Obat ini biasa diminum satu kali sehari. Golongan ini akan meningkatkan kepatuhan, tetapi tidak dianjurkan untuk diabetes yang beresiko mengalami hipoglikemia. Sediaan obat hipoglikemik oral berdasarkan komposisinya:

1) Obat tunggal adalah di dalam satu tablet hanya mengandung satu golongan obat.

2) Obat kombinasi atau di dalam satu tablet terdapat kombinasi dua golongan obat.

2.1.5.3Upaya dengan Injeksi Hormon

Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena kekurangan hormone insulin dan atau gangguan kerja hormone insulin. Terapi awal pengendalian kadar gula darah diupayakan melalui pengaturan makanan, olahraga dan obat hipoglikemik oral (OHO).

(19)

Penggunaan obat hipoglikemik oral secara umum dapat dimulai dari obat tunggal dosis terendah hingga dosis tertinggi kombinasi dua atau tiga golongan obat yang berbeda. Apabila pemberian obat hipoglikemik oral dosis maksimal belum mampu mencapai sasaran pengendalian gula darah, maka digunakan kombinasi obat hipoglikemik oral dan injeksi insulin.

Terapi yang paling banyak digunakan adalah kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin basal (insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Pemberiannya dimulai dari dosis terendah. Apabila terapi tersebut tidak berhasil, maka diberikan injeksi insulin saja, yaitu kombinasi insulin jangka panjang (insulin basal) dengan insulin jangka pendek atau insulin kerja cepat.

Diabetesi sebaiknya melakukan evaluasi terapi pengendalian gula darah secara mandiri menggunakan glukometer. Sehingga dosis obat dan hormone insulin dapat diatur sesuai dengan kadar gula darah yang telah diketahui. Jadi, tidak semua pengidap diabetes melitus tipe 2 membutuhkan injeksi insulin. Berbeda dengan pengidap diabetes tipe 1 yang mutlak memerlukan injeksi insulin.

2.2Puskesmas 2.2.1 Pengertian

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Unit pelaksana teknis yang dimaksud di atas adalah bahwaPuskesmas berperan menyelengarakan sebagian dari teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama sertaujung tombak

(20)

pembangunan kesehatan di Indonesia .Pembangunan kesehatan yang dimaksud adalah penyelenggara upayakesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengertian pembangunan kesehatan juga meliputi pembangunan yang berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga, serta pelayanan kesehatan. Sementara yang dimaksud dengan wilayah kecamatan adalah batas wilayah kerja Puskesmas dalam melaksanakan tugas dan fungsi pembangunan kesehatan.

2.2.2 Fungsi Puskesmas

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

Puskesmas selalu berupaya mengerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor, termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.

b. Puskesmas pemberdayaan masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaan, serta ikut memantapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksana program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya budaya masyarakat setempat.

(21)

c. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama.

Puskesmas bertanggung jawab melaksanakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab Puskesmas meliputi: a) Pelayanan kesehatan perorangan

Adalah pelayanan yang bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan pencegahan penyakit. Pelayanan kesehatan tersebut adalah rawat jalan dan untuk Puskesmas tertentu di tambah rawat inap.

b) Pelayanan kesehatan masyarakat

Adalah bersifat umum dengan tujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, pemeliharaan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, kesehatan jiwa serta program kesehatan lainya.

2.2.3 Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggrakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di

(22)

wilayah kerja Puskesmas agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010.

2.3Program Posbindu PTM 2.3.1 Pengertian

Penyusunan program adalah upaya menyusun rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan. Program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Program kesehatan diadakan sebagai realisasi dari rencana program kesehatan di bidang kesehatan yang akan memberikan dampak pada peningkatan derajat kesehatan suatu masyarakat. Blum membedakan ruang lingkup penilaian program atas enam macam, yaitu: Pelaksanaan program, pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan, efektivitas program dan efisiensi program. Penilaian Pelaksanaan program memiliki pertanyaan pokok yang akan dijawab pada penilaian tentang pelaksanaan program ialah apakah program tersebut terlaksana atau tidak, bagaimana pelaksanaannya serta faktor-faktor penopang dan penghambat apakah yang ditemukan pada pelaksanaan program.(Azwar, 2010)

Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor resiko PTM utama yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik. Faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) meliputi merokok, konumsi minuman beralkohol, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, obesitas, stress, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindaklanjuti secara dini faktor risiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar.

(23)

Kelompok PTM utama adalah diabetes melitus (DM), kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.

2.3.2 Tujuan

Meningkatkan peran serta masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas.

2.3.3 Sasaran Kegiatan

Sasaran utama adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas.

2.3.4 Wadah Kegiatan

Posbindu PTM dapat dilaksanakan terintegrasi dengan upaya kesehatan bersumber masyarakat yang sudah ada, di tempat kerja atau klinik di perusahaan, di lembaga pendidikan, tempat lain di mana masyarakat dalam jumlah tertentu berkumpul/beraktivitas secara rutin, misalnya di mesjid, gereja klub olahraga, pertemuan organisasi politik maupun kemasyarakatan.

Pengintegrasian yang dimaksud adalah memadukan pelaksanaan Posbindu PTM dengan kegiatan yang sudah dilakukan meliputi kesesuaian waktu dan tempat, serta memanfaatkan sarana dan tenaga yang ada.

2.3.5 Pelaku Kegiatan

Pelaksanaan Posbindu PTM dilakukan oleh kader kesehatan yang telah ada atau beberapa orang dari masing-masing kelompok/organisasi/lembaga/ tempat kerja yang bersedia menyelenggarakan posbindu PTM, yang dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor risiko PTM di masing-masing

(24)

kelompok atau organisasinya. Kriteria kader posbindu antara lain, berpendidikan minimal SLTA, mau dan mampu melakukan kegiatan berkaitan dengan posbindu PTM.

2.3.6 Bentuk Kegiatan

Posbindu PTM meliputi 10 (sepuluh) kegiatan:

1. Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara sederhana tentang riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik, merokok, kurang makan sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan rumah tangga, serta informasi lainnya yang dibutuhkan untuk identifikasi masalah kesehatan berkaitan dengan terjadinya PTM. Aktifitas ini dilakukan saat pertama kali kunjungan dan berkala sebulan sekali.

2. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Masa Tubuh(IMT), lingkar perut, analisis lemak tubuh, dan tekanan darah sebaiknya diselenggarakan 1 bulan sekali. Analisa lemak tubuh hanya dapat dilakukan pada usia 10 tahun ke atas. Untuk anak, pengukuran tekanan darah disesuaikan ukuran mansetnya dengan ukuran lengan atas.

3. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 tahun sekali bagi yang sehat, sementara yang beresiko 3 bulan sekali dan penderita gangguan paru dianjurkan 1 bulan sekali. Pemeriksaan fungsi paru sederhana sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah terlatih.

4. Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit diselenggarakan 3 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko PTM atau penyandang diabetes melitus paling sedikit 1 tahun sekali. Untuk

(25)

pemeriksaan glukosa darah dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/ bidan/analis laboratorium dan lainnya).

5. Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu sehat disarankan 5 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko PTM 6 bulan sekali dan penderita dislipedemia/gangguan lemak dalam darah minimal 3 bulan sekali. Untuk pemeriksaan gula darah dan kolesterol darah dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ada di lingkungan kelompok masyarakat tersebut. 6. Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dilakukan

sebaiknya minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat, setelah hasil IVA positif, dilakukan tindakan pengobbatan krioterapi, diulangi setelah 6 bulan, jika hasil IVA negatif dilakukan pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil IVA positif dilakukan tindakan pengobatan krioterapi kembali. Pemeriksaan IVA dilakukan oleh bidan/dokter yang telah terlatih dan tatalaksana lanjutan dilakukan oleh dokter terlatih di puskesmas.

7. Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin bagi kelompok pengemudi umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan(dokter, perawat/bidan/analis laboratorium dan lainnya)

8. Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan setiap pelaksanaan posbindu PTM. Hal ini penting dilakukan karena pemantauan faktor risiko kurang bermanfaat bila masyarakat tidak tahu cara mengendalikannya.

9. Kegiatan aktifitas fisik atau olahraga bersama, sebaiknya tidak hanya dilakukan jika ada penyelenggaraan posbindu PTM namun perlu dilakukan rutin setiap minggu.

(26)

10.Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan pemanfaatan sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana dalam penanganan pra rujukan.

2.3.7 Pengelompokan Tipe Posbindu

Berdasarkan jenis kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh posbindu PTM, maka dapat dibagi menjadi 2 kelompok tipe posbindu, yaitu:

a. Posbindu PTM dasar meliputi pelayanan deteksi dini faktor risiko sederhana, yang dilakukan dengan wawancara terarah melalui penggunaan instrument untuk mengidentifikasi riwayat penyakit tidak menular dalam keluarga dan yang telah diderita sebelumnya, perilaku beresiko, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga, pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, Indeks Masa Tubuh (IMT), alat analisa lemak tubuh, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan uji fungsi paru sederhana serta penyuluhan mengenai pemeriksaan payudara sendiri.

b. Posbindu PTM utama yang meliputi pelayanan posbindu PTM Dasar ditambah pemeriksaan gula darah, kolesterol total dan trigliserida, pemeriksaan klinis payudara, pemeriksaan IVA (Inspeksi Asam Asetat), pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin bagi kelompok pengemudi umum, dengan pelaksana tenaga kesehatan terlatih (Dokter, bidan, perawat kesehatan/tenaga analis laboratorium/lainnnya) di desa/kelurahan, kelompok masyarakat,

(27)

lembaga/institusi. Untuk penyelenggaraan posbindu PTM utama dapat dipadukan dengan pos Kesehatan Desa atau Kelurahan siaga aktif, maupun di kelompok masyarakat/lembaga/institusi yang tersedia tenaga kesehatan tersebut sesuai dengan kompetensinya.

2.3.8 Kemitraan

Dalam penyelenggaraan posbindu PTM tatanan desa/kelurahan perlu dilakukan kemitraan dengan forum desa/kelurahan Siaga, industry, dan klinik swasta untuk mendukung implementasi dan pengembangan kegiatan.

Kemitraan dengan forum desa/kelurahan siaga aktif, pos kesehatan desa/kelurahan serta klinik swasta bermanfaat bagi posbindu PTM untuk komunikasi dan koordinasi dalam mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah.

Dukungan dapat berupa sarana/prasarana lingkungan yang kondusif untuk menjalankan pola hidup sehat misalnya fasilitas olahraga atau sarana pejalan kaki yang aman dan sehat. Melalui klinik desa siaga (jika sudah ada) dapat dikembangkan sistem rujukan dan dapat diperoleh bantuan teknis medis untuk pelayanan kesehatan. Sebaliknya bagi forum desa siaga penyelenggaraan posbindu PTM merupakan akselerasi pencapaian desa/kelurahan siaga aktif.

Kemitraan dengan industri khususnya industri farmasi bermanfaat dalam pendanaan dan fasilitas alat. Misalnya pemberian alat glukometer, tensimeter, sangat bermanfaat untuk pelaksanaan Posbindu PTM dengan standar lengkap. Sedangkan kemitraan dengan klinik swasta, bagi posbindu PTM bermanfaat untuk memperoleh bantuan tenaga untuk pelayanan medis atau alat kesehatan lainnya. Bagi klinik

(28)

swasta, kontribusinya dalam penyelenggaraan posbindu PTM dapat meningkatkan citra dan fungsi sosialnya.

2.4Langkah-Langkah Penyelenggaraan Posbindu PTM 2.4.1 Persiapan

A. Kabupaten/Kota berperan untuk melakukan inisiasi dengan berbagai rangkaian kegiatan.

1. Langkah persiapan diawali dengan pengumpulan data dan informasi besaran masalah PTM, sarana-prasarana pendukung dan sumber daya manusia. Hali ini dapat diambil dari data RS kabupaten/kota, puskesmas, profil kesehatan daerah, riskesdas atau hasil survey lainnya. Informasi tersebut dipergunakan oleh fasilitator sebagai bahan advokasi untuk mendapatkan dukungan kebijakan maupun dukungan pendanaan sebagai dasar perencanaan kegiatan Posbindu PTM.

2. Selanjutnya dilakukan identifikasi kelompok potensial, baik ditingkat kabupaten/kota maupun lingkup puskesmas. Klompok potensial antara lain kelompok/organisasi masyarakat, tempat kerja, sekolah, koperasi, klub olahraga, karang taruna dan kelompok lainnya. Kepada kelompok masyarakat potensial terpilih dilakukan sosialisasi tentang besarnya maslah PTM, dampaknya bagi masyarakat dan dunia usaha, strategi pengendalian serta tujuan dan manfaat posbindu PTM. Hal ini dilakukan sebagai advokasi agar diperoleh dukungan dan komitmen dalam menyelenggarakan posbindu PTM. Apabila jumlah kelompok

(29)

potensial terlalu besar pertemuan sosialisasi dan acvokasi dapat dilakukan beberapa kali. Dari pertemuan sosialisasi tersebut diharapkan telah teridentifikasi kelompok/ lembaga/ organisasi yang bersedia menyelenggarakan posbindu PTM.

3. Tindak lanjut yang dilakukan pengelola program di kabupaten/kota adalah melakukan pertemuan koordinasi dengan kelompok potensial yang bersedia menyelenggarakan posbindu PTM. Pertemuan ini diharapkan mengahasilkan kesepakatan bersama berupa kegiatan penyelenggaraan posbindu PTM, yaitu:

a. Kesepakatan menyelenggarakan posbindu PTM.

b. Menetapkan kader dan pembagian peran, fungsinya sebagai tenaga pelaksana posbindu PTM.

c. Menetapkan jadwal pelaksanaan posbindu PTM. d. Merencanakan besaran dan sumber pembiayaan. e. Melengkapi sarana dan prasarana.

f. Menetapkan tipe posbindu PTM sesuai kesepakatan dan kebutuhan.

g. Menetapkan mekanisme kerja antara kelompok potensial dengan petugas kesehatan pembinanya.

B. Puskesmas berperan untuk;

(30)

1) Memberikan informasi dan sosialisasi tentang PTM (termasuk DM), upaya pengendalian serta manfaat bagi masyarakat, kepada pimpinan wilayah misalnya camat, kepala desa/lurah.

2) Mempersiapkan sarana dan tenaga di puskesmas dalam menerima rujukan dari posbindu PTM.

3) Memastikan ketersediaan sarana, buku pencatatan hasil kegiatan dan lainnya untuk kegiatan posbindu PTM di kelompok potensial yang telah bersedia menyelenggarkan posbindu PTM.

4) Mempersiapkan pelatihan tenaga pelaksana Posbindu PTM

5) Menyelenggarkan pelatihan bersama pengelola program di kabupaten/kota

6) Mempersiapkan mekanisme pembinaan.

7) Mengidentifikasi kelompok potensial untuk menyelenggarkan posbindu PTM serta kelompok yang mendukung terselenggaranya posbindu PTM, misalnya swasta/dunia usaha, PKK, LPM, koperasi desa, yayasan kanker, yayasan Jantung Indonesia, organisasi profesi seperti PPNI, PPPKMI, PGRI, serta lembaga pendidikan misalnya Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Psikologi, Fakultas Keperawatan dan lainnya.

2.4.2 Pelatihan PTM Tenaga Pelaksana/Kader Posbindu PTM

a. Tujuan

1. Memberikan pengetahuan tentang PTM, faktor risiko, dampak, dan pengendalian PTM.

(31)

2. Memberikan pengetahuan tentang posbindu PTM.

3. Memberikan kemampuan dan keterampilan dalam memantau faktor risiko PTM.

4. Memberikan keterampilan dalam melakukan konseling serta tindak lanjut lainnya.

b. Materi pelatihan kader/pelaksana Posbindu PTM

Gambar 2.1 Materi pelatihan kader/pelaksana Posbindu PTM

c. Peserta pelatihan : Jumlah peserta maksimal 30 orang agar pelatihan berlangsung efektif.

d. Waktu pelaksanaan pelatihan : selama 3 hari atau disesuaikan dengan kondisi setempat dengan modul yang telah dipersiapkan.

(32)

e. Standar Sarana Posbindu PTM

Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarkan Posbindu PTM adalah sebagai berikut:

a) Untuk standar minimal 5 set meja-kursi, pengukur tinggi badan, timbangan berat badan, pita pengukur lingkar perut, dan tensi meter serta buku pintar kader tentang cara pengukuran tinggi badan dan berat badan, pengukuran lingkar perut, alat ukur analisa lemak tubuh dan pengukuran tekanan darah dengan ukuran maset dewasa dan anak, alat uji fungsi paru sederhana (peakflowmeter) dan media bantu edukasi.

b) Sarana standar lengkap diperlukan alat ukur kadar gula darah, alat ukur kadar kolesterol total dan trigliserida, alat ukur kadar pernafasan alkohol, tes amfetamin urin kit, dan IVA kit.

c) Untuk kegiatan deteksi dini kanker leher rahim (IVA) dibutuhkan ruangan khusus dan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah terlatih dan tersertifikasi.

d) Untuk pelaksanaan pencatatan hasil pelaksanaan posbindu PTM diperlukan kartu menuju sehat Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular (KTMS FR-PTM) dan buku pencatatan.

e) Untuk mendukung kegiatan edukasi dan konseling diperlukan media KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) yang memadai, seperti serial buku pintar kader, lembar balik, leafleat, brosur, model makanan (Food Model) dan lainnya.

(33)

Gambar 2.2 Standar Sarana Posbindu PTM 2.4.3 Kegiatan Kader/Pelaksana Posbindu PTM

Setelah kader pelaksana dilatih langkah yang dilakukan:

1. Melaporkan kepada pimpinan organisasi/ lembaga atau pimpinan wilayah. 2. Mempersiapkan dan melengkapi saran yang dibutuhkan.

3. Menyusun rencana kerja.

4. Memberikan informasi kepada sasaran.

5. Melaksanakan wawancara, pemeriksaan, pencatatan dan rujukan bila diperlukan setiap bulan.

6. Melaksanakan konseling.

7. Melaksanakan penyuluhan berkala.

8. Melaksanakan kegiatan aktifitas fisik bersama. 9. Membangun jejaring kerja.

(34)

2.5Pelaksanaan Posbindu PTM 2.5.1 Waktu Penyelenggaraan

Posbindu PTM dapat diselenggarkan dalam sebulan sekali, bila diperlukan dapat lebih dari 1 kali dalam sebulan untuk kegiatan pengendalian faktor risiko PTM lainnya, misalnya olahraga bersama, sarasehan dan lainnya. Hari dan waktu yang dipilih sesuai dengan kesepakatan serta dapat saja disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.

2.5.2 Tempat

Tempat pelaksanaan sebaiknya berada pada lokasi yang mudah dijangkau dan nyaman bagi peserta. Posbindu PTM dapat dilaksanakan pada salah satu rumah warga, balai desa/ kelurahan, salah satu kios di pasar, salah satu ruang perkantoran/klinik perusahaan, ruangan khusus di sekolah, salah satu ruangan di dalam lingkungan tempat ibadah, atau tempat tertentu yang disediakan oleh masyarakat secara swadaya.

2.5.3 Pelaksanaan Kegiatan

Posbindu PTM dilaksanakan dengan 5 tahapan layanan yang disebut sistem 5 meja, namun dalam situasi kondisi tertentu dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama. Kegiatan tersebut berupa pelayanan deteksi dini dan tindak lanjut sederhana serta monitoring terhadap faktor risiko penyakit tidak menular, termasuk rujukan ke puskesmas. Dalam pelaksanaannya pada setiap langkah secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut;

(35)

Gambar 2.3 Proses Kegiatan Posbindu PTM

Pembagian peran kader posbindu PTM idealnya sebagai berikut, namun sebaiknya setiap kader setiap kader memahami semua peranan tersebut, pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kesepakatan.

Tabel 2.1 Pembagian Peran Kader

No. Peran Kriteria dan Tugas

1 Koordinator Ketua dari perkumpulan dan penanggung jawab kegiatan serta berkoordinasi terhadap Puskesmas dan para Pembina terkait di wilayahnya.

2 Kader penggerak Anggota perkumpulan yang aktif, berpengaruh dan komunikatif bertugas menggerakkan masyarakat, sekaligus melakukan wawancara dalam penggalian informasi.

3 Kader Pemantau Anggota perkumpulan yang aktif dan komunikatif bertugas melakukan pengukuran faktor risiko PTM.

4 Kader

Konselor/Edukator

Anggota perkumpulan yang aktif, komunikatif dan telah menjadi panutan dalam penerapan gaya hidup sehat, bertugas melakukan konseling, edukasi, motivasi, serta menindaklanjuti rujukan dari puskesmas.

5 Kader Pencatat Anggota perkumpulan yang aktif dan komunikatif bertugas melakukan pencatatan hasil kegiatan posbindu PTM dan melaporkan kepada koordinator posbindu PTM.

(36)

Peran para pihak

1. Kader Posbindu PTM;

Dari sejumlah kader yang telah dilatih ditetapkan koordinator dan penanggung jawab untuk penggerak, pemantau, konselor/edukator serta pencatat.

Tugas yang dilakukan oleh kader Pada H-1, tahap persiapan:

a. Mengadakan pertemuan kelompok untuk menentukan jadwal kegiatan.

b. Menyiapkan tempat dan peralatan yang diperlukan.

c. Membuat dan menyebarkan pengumuman mengenai waktu pelaksanaan.

Pada hari H, tahap pelaksanaan

a. Melakukan pelayanan dengan sistem 5 meja atau modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama.

b. Aktifitas bersama seperti olahraga bersama, demo masak, penyuluhan, konseling, sarasehan atau peningkatan keterampilan bagi para anggotanya termasuk rujukan ke puskesmas/klinik swasta/RS.

Pada H+1, Tahap Evaluasi

a. Menilai kehadiran(para anggotanya, kader dan undangan lainnya) b. Mengisi catatan pelaksanaan kegiatan.

(37)

d. Mencatat hasil penyelesaian masalah.

e. Melakukan tindak lanjut berupa kunjungan ke rumah bila diperlukan.

f. Melakukan konsultasi teknis dengan Pembina Posbindu PTM. 2. Petugas Puskesmas

Puskesmas memiliki tanggung jawab pembinaan posbindu PTM di wilayah kerjanya sehingga kehadiran petugas puskesmas dalam kegiatan posbindu PTM sangat diperlukan dalam wujud peran:

a. Memberikan bimbingan teknis kepada para kader posbindu PTM dalam penyelenggaraannya.

b. Memberikan materi kesehatan terkait dengan permasalahan faktor risiko PTM dalam penyuluhan maupun kegiatan lainnya.

c. Mengambil dan menganalisa hasil kegiatan posbindu PTM.

d. Menerima, menangani dan memberi umpan balik kasus rujukan dari posbindu PTM.

e. Melakukan koordinasi dengan para pemangku kepentingan lain terkait.

3. Para Pemangku Kepentingan (Para Pembina Terkait) a. Camat

Mengkoordinasikan hasil kegiatan dan tindak lanjut posbindu PTM di wilayah kerjanya selaku penanggung jawab wilayah kecamatan serta melakukan pembinaan dalam mendukung kelestarian kegiatan posbindu PTM.

(38)

b. Lurah/kepala desa atau sebutan lainnya

Mengkoordinasikan hasil kegiatan dan tindak lanjut posbindu PTM di wilayah kerjanya selaku penanggung jawab wilayah kecamatan serta melakukan pembinaan dalam mendukung kelestarian kegiatan posbindu PTM.

c. Para pimpinan kelompok/ lembaga/instansi/organisasi

Mendukung dan berperan aktif dalam kegiatan posbindu PTM sesuai dengan minat dan misi kelompok/lembaga/instansi/ organisasi tersebut.

d. Tokoh/penggerak masyarakat

Menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan mendukung dengan sumberdaya yang dimiliki terhadap penyelenggaraan posbindu PTM.

e. Dunia Usaha

Mendukung penyelenggaraan Posbindu PTM dalam bentuk sarana dan pembiayaan termasuk berperan aktif sebagai sukarelawan sosial.

2.5.4 Pembiayaan

Dalam mendukung terselenggaranya posbindu PTM, diperlukan pembiayaan yang memadai baik dana mandiri dari perusahaan, kelompok masyarakat/lembaga atau dukungan dari pihak lain yang peduli terhadap persoalan penyakit tidak menular di wilayah masing-masing.

(39)

Puskesmas juga dapat memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang potensial. Pembiayaan ini untuk mendukung dan memfasilitasi posbindu PTM, salah satunya melalui pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan.

Pembiayaan bersumberdaya masyarakat dapat melalui dana sehat atau mekanisme pendanaan lainnya. Dana juga bisa didapat dari lembaga donor yang umumnya didapat dengan mengajukan proposal/usulan kegiatan.

Pihak swasta dapat menyelenggarkan posbindu PTM di lingkungan kerja sendiri maupun dapat berperan serta dalam posbindu PTM di wilayah sekitarnya dalam bentuk kemitraan melalui CSR (Corporate Social Responsibility)/Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.

Pemerintah daerah setempat berkewajiban melakukan pembinaan agar posbindu PTM tetap tumbuh dan berkembang melalui dukungan kebijakan termasuk pembiayaan secara berkesinambungan. Dana yang terkumpul dari berbagai sumber dapat digunakan untuk mendukung kegiatan Posbindu PTM seperti:

a. Biaya operasional posbindu PTM. b. Pengganti biaya perjalanan kader. c. Biaya penyediaan bahan habis pakai.

d. Biaya pembelian bahan pemberian makanan tambahan(PMT). e. Biaya penyelenggaraan pertemuan.

f. Bantuan biaya rujukan bagi yang membutuhkan.

g. Bantuan biaya duka bila ada anggota yang mengalami kecelakaan atau kematian.

(40)

2.5.5 Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan hasil kegiatan posbindu PTM dilakukan oleh kader. Petugas Puskesmas mengambil data hasil kegiatan posbindu PTM yang digunakan untuk pembinaan, dan melaporkan ke instansi terkait secara berjenjang. Untuk pencatatan digunakan:

1) Kartu Menuju Sehat (KMS) FR-PTM

Pada pelaksanaan pemantauan, kondisi faktor risiko PTM harus diketahui oleh yang diperiksa maupun yang memeriksa. Masing-masing peserta harus mempunyai alat pantau individu berupa Kartu Menuju Sehat (KMS) FR-PTM. Untuk mencatat kondisi faktor risiko PTM. Kartu ini disimpan oleh masing-masing peserta, dan harus selalu dibawa ketika berkunjung ke tempat pelaksanaan posbindu PTM. Tujuannya agar setiap individu dapat melakukan mawas diri dan melakukan tindak lanjut, sesuai saran kader/petugas. Sedangkan bagi petugas dapat digunakan untuk melakukan tindakan dan memberi saran tidak lanjut yang diperlukan sesuai dengan kondisi peserta posbindu.

Format KMS FR-PTM mencakup nomor identitas, data demografi, waktu kunjungan, jenis faktor risiko PTM dan tindak lanjut. Pada KMS FR-PTM ditambahkan keterangan golongan darah dan status penyandang PTM yang berguna sebagai informasi medis jika pemegang kartu mengalami kondisi darurat di perjalanan. Hasil dari setiap jenis pengukuran/pemeriksaan faktor risiko PTM pada setiap kunjungan peserta ke posbindu dicatat pada KMS FR-PTM oleh masing-masing

(41)

kader faktor risiko. Demikian pula tindak lanjut yang dilakukan oleh kader.

2) Buku pencatatan hasil kegiatan posbindu PTM

Buku pencatatn diperlukan untuk mencatat identitas dan keterangan lain mencakup nomor, No KTP/kartu identitas lainnya, nama, umur, dan jenis kelamin. Buku ini merupakan dokumen/file data pribadi peserta yang berguna untuk konfirmasi lebih lanjut jika suatu saat diperlukan. Melalui buku ini, dapat diketahui karakteristik peserta secara umum. Buku pencatatan Faktor Risiko PTM diperlukan untuk mencatat semua kondisi faktor risiko PTM dari setiap anggota/ peserta. Buku ini merupakan alat bantu mawas diri bagi koordinator dan seluruh petugas posbindu dalam mengevaluasi kondisi faktor risiko PTM seluruh peserta.

Hasil pengukuran/pemeriksaan faktor risiko yang masuk dalam kategori buruk diberi tanda warna yang menyolok. Melalui buku ini kondisi kesehatan seluruh peserta dapat terpantau secara langsung, sehingga koordinator maupun petugas dapat mengetahui dan mengingatnya serta memberikan motivasi lebih lanjut. Selain itu buku tersebut merupakan file data kesehatan peserta yang sangat berguna untuk laporan secara khusus misalnya ketika diperlukan data kesehatan untuk kelompok usia lanjut atau data jumlah penderita PTM, dan juga merupakan sumber data surveilans atau riset/penelitian secara khusus jika suatu saat diperlukan.

(42)

2.5.6 Tindak Lanjut Hasil Kegiatan

Tujuan dari penyelenggaraan posbindu PTM, yaitu agar faktor risiko PTM dapat dicegah dan dikendalikan lebih dini. Faktor risiko PTM yang telah terpantau secara rutin dapat selalu terjaga pada kondisi normal atau tidak masuk dalam kategori buruk, namun jika sudah berada dalam kondisi buruk, faktor risiko tersebut harus dikembalikan pada kondisi normal. Tidak semua cara pengendalian faktor risiko PTM, harus dilakukan dengan obat-obatan.

Pada tahap dini, kondisi faktor risiko PTM dapat dicegah dan dikendalikan melalui diet yang sehat, aktifitas fisik yang cukup dan gaya hidup yang sehat seperti berhenti merokok, pengelolaan stress dan lain-lain. Melalui konseling/edukator, pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk mencegah dan mengendalikan faktor risiko PTM dapat ditingkatkan. Dengan proses pembelajaran di atas secar bertahap, maka setiap individu yang mempunyai faktor risiko akan menerapkan gaya hidup yang lebih sehat secara mandiri.

Tabel 2.2 Frekuensi dan Jangka Waktu Pemantauan Faktor Risiko PTM Faktor Risiko Orang sakit Faktor Risiko Penderita

PTM

Glukosa darah puasa 3 tahun sekali 1 tahun sekali 1 bulan sekali Glukosa darah 2 jam 3 tahun sekali 1 tahun sekali 1 bulan sekali Glukosa darah sewaktu 3 tahun sekali 1 tahun sekali 1 bulan sekali Kolesterol darah total 5 tahun sekali 6 bulan sekali 3 bulan sekali Trigliserida 5 tahun sekali 6 bulan sekali 3 bulan sekali Tekanan darah 1 bulan sekali 1 bulan sekali 1 bulan sekali Indeks Masa Tubuh

(IMT) 1 bulan sekali 1 bulan sekali 1 bulan sekali Lingkar Perut 1 bulan sekali 1 bulan sekali 1 bulan sekali Arus Puncak Ekspirasi 1 bulan sekali 3 bulan sekali 1 bulan sekali

(43)

Cedera dan Kekerasan

dalam rumah tangga 6 bulan sekali 3 bulan sekali 3 bulan sekali Kadar Alkohol

Pernafasan dan tes amfetamin urin

1 tahun sekali 6 bulan sekali 1 bulan sekali

Keterangan:

a. Pada kunjungan pertama, semua faktor risiko peserta diperiksa. Untuk pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dilakukan pada perempuan telah berhubungan seksual/menikah usia >35 tahun/riwayat pernikahan>1 kali dan dilakukan oleh bidan terlatih.

b. Pada kunjungan berikutnya bagi peserta yang tidak beresiko dan berisiko faktor risiko PTM dilakukan pemantauan pada faktor risiko perilaku, BB, lingkar perut, IMT, Analisa Lemak tubuh, Tekanan darah setiap bulan.

c. Untuk peserta yang beresiko merokok dan gejala batuk dilakukan pemeriksaan arus puncak respirasi setiap tiga bulan.

d. Untuk peserta yang mempunyai faktor risiko dislipidemia, pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida diperiksa setiap 6 bulan sekali.

e. Untuk peserta yang beresiko kegemukan, adanya riwayat keluarga dengan DM kadar gula darah diperiksa setiap tahun.

f. Untuk penyandang PTM, semua faktor risiko dipantau setiap bulan serta pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida diperiksa setiap 3 bulan.

g. Pemantauan faktor risiko cedera dan tindak kekerasan dalam rumah tangga dilakukan setiap bulan, sementara untuk pemeriksaan kadar alkohol pernafasan

(44)

dan amfetamin urin bagi kelompok pengemudi umum dilakukan setiap bulan bagi yang bernilai positif dan 6 bulan sekali yang beresiko.

2.5.7 Rujukan Posbindu PTM

Apabila pada kunjungan berikutnya (setelah 3 bulan) kondisi faktor risiko tidak mengalami perubahan (tetap pada kondisi buruk), atau sesuai dengan kriteria rujukan, maka untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik harus dirujuk ke puskesmas atau klinik swasta sesuai dengan kebutuhan dan keinginan yang bersangkutan. Meskipun telah mendapatkan pengobatan yang diperlukan, kasus yang telah dirujuk tetap dianjurkan untuk melakukan pemantauan faktor risiko PTM di Posbindu PTM.

Gambar 2.4 Alur Tindak Lanjut dan Rujukan Hasil Deteksi Dini di Posbindu PTM

Pelaksanaan Posbindu PTM dimulai dengan layanan pendaftaran dilanjutkan dengan wawancara dan pengukuran faktor risiko PTM. Kader posbindu PTM akan

(45)

melakukan konseling dan edukasi terhadap permasalahan kesehatan yang dijumpai pada peserta posbindu PTM termasuk melaksanakan sistem rujukan puskesmas bila diperlukan sesuai dengan kriteria. Hasil pelaksanaan posbindu PTM tercatat secara tertib dan diberikan kepada petugas puskesmas atau unsur pembina lainnya yang memerlukan sebagai bahan informasi.(Kemenkes RI, 2013)

2.6 Fokus Penelitian

Keberhasilan pelaksanaan program posbindu dalam mencegah diabetes melitus dapat diukur melalui indikator masukan (input), proses(process) dan luaran (output). Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai berikut:

Gambar 2.5 Fokus Penelitian

Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan definisi sebagai berikut:

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penatalaksanaan DM dengan posbindu agar dapat berjalan dengan baik, meliputi : Tenaga Kesehatan; Pendanaan; Sarana, Prasarana dan Peralatan.

a. Tenaga adalah tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan pelaksanaan Posbindu dalam penatalaksanaan DM.

b. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk pelaksanaan Posbindu.

Process: Pelaksanaan Posbindu PTM dalam mencegah DM Output: Penderita DM melakukan pencegahan dan penemuan dini faktor risiko DM Input: 1.Tenaga Kesehatan 2.Pendanaan 3.Sarana, Prasarana dan Peralatan

(46)

c. Sarana, prasarana dan peralatan termasuk di dalamnya yaitu: obat, peralatan pemeriksaan, KMS FR-PTM, dan perlengkapan pemeriksaan yang mendukung.

2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sesuai dengan panduan Posbindu PTM dari Kemenkes RI, monitoring dan evaluasi program, serta tantangan dan strategi yang dilakukan oleh Puskesmas Glugur Darat dalam melaksanakan Posbindu PTM di Puskesmas Glugur Darat.

3. Keluaran(output) adalah hasil dari suatu penatalaksanaan DM dengan posbindu, diharapkan penderita DM melakukan pencegahan dan penemuan dini faktor risiko DM melalui Posbindu PTM.

Gambar

Gambar 2.1 Materi pelatihan kader/pelaksana Posbindu PTM  c.  Peserta pelatihan : Jumlah peserta maksimal 30 orang agar pelatihan
Gambar 2.3 Proses Kegiatan Posbindu PTM
Tabel 2.2  Frekuensi dan Jangka Waktu Pemantauan Faktor Risiko PTM  Faktor Risiko  Orang sakit  Faktor Risiko  Penderita
Gambar 2.4 Alur Tindak Lanjut dan Rujukan Hasil Deteksi Dini  di Posbindu PTM
+2

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini PT Tokopedia yang memiliki lebih dari 200 karyawan dengan 8 divisi yang saling terkait satu sama lain tentunya membutuhkan keefektivitasan tim demi mencapai

Buku kumpulan puisi Nyanyi Sunyi Karya Amir Hamzah merupakan karya yang sangat sarat akan nilai-nilai pendidikan berkarakter yang sangat dibutuhkan terutama dalam

New Management Procedure (NMP) pada dasarnya merupakan perubahan kuantifikasi unit paus dari penggunaan BWU (blue whale unit) yang dianggap tidak ilmiah menjadi

mengembalikan kepercayaan publik kepada partai politik adalah konsistensi kader dan partai politik untuk tidak melakukan korupsi dengan 41,7%, pro dengan rakyat 24,1%,

Umbilical cord blood concentrations of labetalol hydrochloride administrated to patients with pregnancy-induced hypertension, and subsequent neonatal findings,Hypertension Research

Analisis dilakukan berdasarkan proses penggajian yang saat ini berjalan , selanjutnya hasil analisis dituangkan dalam perancangan sistem informasi akuntasi penggajian berupa

Şekil 6 da frekans değiştiricinin tahrik makinesi olarak WARD- LEONARD sisteminin kullanıldığı büyük güçlü bir senkron değiştiricinin üç fazlı asenkron

Saya mengesahkan bahawa Jawatankuasa Pemeriksa bagi Syed Abdul Hakim bin Syed Majid telah mengadakan peperiksaan akhir pada________________untuk menilai tesis Master Sains beliau