Jurnal KIATUniversitas Alkhairaat 7 (1) Desember 2015 ISSN : 0216-7530 KARAKTERISTIK TEPUNG KELAPA LIMBAH USAHA PEMARUTAN DAN
PEMERASAN SANTAN DI PASAR INPRES MANONDA Oleh :
Asrawaty *) ABSTRAK
Penelitian bertujuan mengetahui karakteristik sifat fisik dan kimia tepung kelapa kering yang berasal dari limbah usaha pemarutan dan pemerasan santan kelapa di psar Inpres Manonda Palu. Menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk pengamatan rendemen dan kadar air sedangkan uji organoleptik menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), untuk perlakuan ampas kelapa non blansing (NB), blansing (B) dan sangrai (S) tiap-tiap perlakuan diulang 4 (empat) kali, sehingga terdapat 3x4=12 unit percobaan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan analisis sidik ragam, bila perlakuan berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nayata Jujur (BNJ) taraf α= 0,05. Pembuatan tepung ampas kelapa menggunakan ampas kelapa yang diperoleh dari usaha pemarutan kelapa dan pemerasan santan di pasar inpres Manonda Palu. Ampas ditimbang kemudian diberikan perlakuan terdiri dari; 1) non blansing (NB), 2) blansing (B) dan 3) sangrai (S), selanjutnya dikeringkan menggunakan suhu pengeringan oven 120oC selama kurang lebih 120 menit, kemudian dilanjutkan dengan penepungan, pengemasan dan penyimpanan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap parameter yang diamati dapat disimpulkan bahwa tepung ampas kelapa dengan perlakuan blansing memberikan perlakuan terbaik dengan rendemen 38 %, KA 4,78% serta warna, aroma, rasa dan tekstrur dapat diterima panelis.
Katakunci : Ampas Kelapa, pengeringan, tepung ampas kelapa
*) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Alkhairaat Palu
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan yang merupakan primadona masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Sulawesi Tengah pada khususnya yang tersebar di berbagai Kabupaten dan Kota. Kota Palu khususnya memiliki perkebunan kelapa yang cukup luas. Buah kelapa bagi masyarakat Kota Palu sangat banyak dimanfaatkan baik buah muda maupun buah tua sebagai bahan minuman dan makanan sehari-hari hal ini dapat dilihat dari banyaknya penjajah buah kelapa muda dipinggir jalan di Kota Palu serta penjual kelapa tua yang berada di Pasar seputar Kota Palu. Pasar Inpres khususnya selain menjual kelapa tua dalam bentuk butir, ada pula sekaligus
menyediakan jasa pemarutan dan pemerasan santan yang lebih memudahkan konsumennya, pengusaha bergerak dibidang ini dapat menimbulkan limbah ampas kelapa kurang lebih 10 kg perharinya. Limbah ini jika tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan penumpukan dan menimbulkan pencemaran bagi lingkungan. Selama ini limbah tersebut hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Pemanfaatan limbah ampas kelapa tersebut selain dimanfaatkan sebagai pakan ternak, juga dapat dimanfaatkan sebagai tepung kelapa sebagai bahan pembuatan cookies. Cookies kelapa dikalangan masyarakat sudah cukup dikenal. Tepung kelapa diketahui cukup mengandung gizi yang dapat bermanfaat bagi kesehatan manusia (functional food). Pemanfaatan ampas kelapa sebagai bahan substitusi makanan kesehatan selama ini belum banyak terungkap. Meskipun ampas
kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, namun memiliki kandungan serat kasar cukup tinggi.
Faktor yang dapat mempengaruhi pembuatan kelapa parut kering adalah pengeringan. Pengeringan merupakan salah satu cara lama yang digunakan dalam menurunkan kadar air makanan. Sebelum mengalami proses pengeringan daging buah kelapa berkadar air diatas 50%. Proses pengeringan kelapa parut yang dilakukan pada suhu 80oC sebagai bahan baku pembuatan cookies kelapa diperoleh kadar asam lemak bebas 0,46 persen dan kadar air 2,82 persen pada cookies yang dihasilkan (Baharuddin dan Asrawaty, 2004).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti berkeinginan untuk mengetahui karakteristik sifat fisik dan kimia tepung kelapa kering yang berasal dari limbah usaha pemarutan dan pemerasan santan di Pasar Inpres Manonda Palu.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian tentang “Karakteristik sifat fisik dan kimia dari tepung kelapa kering yang berasal dari limbah usaha pemarutan dan pemerasan santan di Pasar Inpres Manonda Palu”. Target yang ingin dicapai dari penelitian ini, adalah meminimalisir limbah di Pasar Inpres Manonda dengan memanfaatkan limbah ampas kelapa sebagai tepung kelapa kering yang memiliki karakteristik yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia tepung dan diterima konsumen.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret-Juli 2015 pada laboratorium pengolahan hasil pertanian Fakultas Pertanian Universitas Alkhairaat Palu dan laboratorium teknologi hasil
pertanian Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas kelapa hasil pemerasan santan yang diperoleh dari pasar inpres manonda, serta menggunakan alat yaitu; oven, neraca, wadah, wajan, sutil kayu, kuesioner, dan serbet.
Bahan yang digunakan pada analisis laboratorium adalah tepung ampas kelapa, aquades, NaOH, alkohol, selenium, H2SO4 pekat teknis, biru metil, merah metil, phenolpthalin, K2S, dan asbes
Alat yang digunakan pada analisis laboratorium yaitu; neraca analitik, gelas ukur, labu ukur, gelas kimia, gelas piala, pemanas listrik, eksikator (desikator), kertas saring, pompa vacum, corong buchner, tanur, oven, buret, statis, penjepit, labu destruksi (kjeldahl), labu destilasi, perangkat destilasi, erlenmeyer, pipet, dan bunsen.
Metode
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk pengamatan rendemen dan kadar air sedangkan uji organoleptik menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), untuk perlakuan ampas kelapa Non Blansing (NB), Blansing (B) dan Sangrai (S) tiap-tiap perlakuan diulang 4 (empat) kali, selanjutnya dilakukan pengamatan lama penyimpanan dari tepung ampas kelapa, sehingga secara keseluruhan terdapat 3 x 4 = 12 unit percobaan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan analisis sidik ragam, bila perlakuan berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf α = 0,05.
Pelaksanaan
Pelaksanaan terdiri dari beberapa tahapan yaitu:
Pembuatan tepung ampas kelapa
menggunakan ampas kelapa yang diperoleh dari usaha pemarutan kelapa dan pemerasan santan di pasar Inpres manonda Palu. Ampas ditimbang kemudian diberikan perlakuan terdiri dari; 1) non blansing (NB), 2) blansing (B) dan 3) sangrai (S), selanjutnya dikeringkan menggunakan suhu pengeringan oven 120oC selama kurang lebih 120 menit.
Penepungan ampas kelapa
Setelah kering ampas kelapa ditepungkan dengan menggunakan blender/gilingan atau alu sehingga memudahkan dalam proses pengayakan yang menggunakan ayakan 80 mesh.
Pengemasan dan Penyimpanan
Tepung ampas kelapa yang telah dikemas, lalu di simpan yang selanjutnya dianalisis berdasarkan pengamatan dan diuji masa penyimpanannya.
Gambar 1. Skema Pembuatan Tepung Ampas Kelapa
HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen
Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan non blansing, blansing dan sangrai berpengaruh tidak nyata terhadap randemen tepung ampas kelapa yang disajikan pada gambar 2 sebagai berikut :
Gambar 2. Rendemen tepung ampas kelapa Gambar 2 menunjukkan bahwa perlakuan sangrai memiliki nilai rendemen tertinggi (39%), walaupun berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan ampas kelapa yang disangrai memiliki kadar air yang tinggi. Semakin tinggi kadar air, maka rendemen yang dihasilkan akan tinggi juga. Hal ini karena rendemen dipengaruhi oleh kadar air. Rendemen akan berbanding lurus dengan kadarair, dimana semakin tinggi kadar air maka rendemen akan semakin tinggi. Menurut Syafriandi (2003), rendemen produk kering dinilai atas dasar kebersihan, kadar air dan kandungan kimiawi bahan. Kadar air
Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan non blansing, blansing, dan sangrai berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air yang disajikan pada gambar 3.
Kadar air dalam suatu bahan pangan perlu ditetapkan karena semakin tinggi kadar air maka semakin besar pula kemungkinan bahan pangan tersebut rusak, sehingga tidak tahan lama (Asgar dan Musaddad, 2006).
Ampas kelapa
Sortir
Non blansing, blansing 15 menit (uap panas 80-85oC) dan sangrai 25 m
Pengemasan
Tepung Ampas Kelapa
Analisis:
Rendemen
KA
Uji Organoleptik (Warna, aroma, rasa dan tekstur)
Gambar 3. Kadar air tepung ampas kelapa Gambar 3 menunjukkan bahwa adanya kecenderungan tepung ampas kelapa dengan perlakuan blansing memiliki kadar air lebih rendah yaitu 4,78%, walaupun berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini juga dikemukakan Aribowo dan Yuwono (2012) bahwa semakin lama waktu blansing maka kadar air cenderung menurun dengan waktu blansing terbaik dalam penelitian tersebut selama 10 menit. Tepung ampas kelapa yang disangrai justru memiliki kadar air tertinggi yaitu 4,86%, hal ini diduga karena tingginya suhu dan penyangraian yang terlalu lama, sesuai pernyataan Martunis (2012) yang menyatakan bahwa nilai kadar air yang meningkat dan tidak merata merupakan akibat dari proses pengeringan yang dilakukan dengan menggunakan suhu yang terlalu tinggi. Tarmin (2013) juga menjelaskan bahwa pemanasan pada suhu tinggi dapat menyebabkan case hardening yaitu pengerasan permukaan bahan sehingga mengakibatkan air dalam bahan sulit untuk keluar ke permukaan.
Uji Organoleptik
Penilaian organoleptik disebut juga penilaian dengan indera atau penilaian sensorik yang merupakan suatu cara penilaian yang paling sederhana. Penilaian organoleptik banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian dengan cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung.
Kadang-kadang penilaian ini dapat memberikan hasil penelitian yang sangat teliti, sifat subjektif pangan lebih umum. Disebut organoleptik atau sifat inderawi karena penilaian didasarkan pada rangsangan sensorik pada organ indera (Soekarto, 2002).
Warna
Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan non blansing, blansing, dan sangrai berpengaruh tidak nyata terhadap warna tepung ampas kelapa.
Gambar 4. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna tepung ampas kelapa
Gambar 4 menunjukkan bahwa tepung ampas kelapa dengan perlakuan non blansing menghasilkan warna yang lebih disukai panelis dengan mendapatkan rata-rata skor penilaian tertinggi yaitu 2,88 dibandingkan perlakuan blansing sebesar 2,61 dan sangrai sebesar 2,71. Hal tersebut diduga warna tepung yang dihasilkan memiliki penampakan lebih putih dibanding tepung hasil penyangraian dan tepung hasil blansing. Tepung hasil penyangraian menghasilkan warna tepung agak kecoklatan karena mengalami proses
browning pada saat pemanasan.Warna yang diharapkan untuk bahan hasil olahan yaitu warna tidak terlalu menyimpang dari warna asli (Kusmawati, dkk. 2000).
Aroma
Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan non blansing, blansing, dan sangrai berpengaruh sangat nyata terhadap aroma tepung ampas kelapa.
Aroma merupakan salah satu parameter dalam pengujian sifat sensori (organoleptik) dengan menggunakan indera penciuman. Aroma dapat diterima apabila bahan yang dihasilkan mempunyai aroma spesifik (Kusmawati, dkk., 2000). Tabel 1.Tingkat Kesukaan Panelis terhadap
Aroma Tepung Ampas Kelapa
Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berdeda tidak nyata pada taraf uji BNT α = 0,05
Tabel 1 menunjukkan bahwa tepung ampas kelapa dengan perlakuan blansing menghasilkan aroma yang lebih disukai panelis dengan mendapatkan rata-rata skor penilaian tertinggi yaitu 2,96, berbeda tidak nyata dengan perlakuan non blansing tetapi berbeda nyata dengan perlakuan sangrai. Hal ini disebabkan karena aroma yang berasal dari ampas kelapa biasanya beraroma tengik jika tidak diblansing. Oleh karena itu, aroma tengik dihilangkan dengan cara blansing sehingga didapatkan aroma yang segar. Komponen ini dapat hilang selama pengolahan dan dapat mengurangi intensitas flavor dan aroma. Rasa
Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan non blansing, blansing, dan sangrai berpengaruh tidak nyata terhadap rasa tepung ampas kelapa.
Gambar 5 menunjukkan bahwa tepung ampas kelapa dengan perlakuan non blansing menghasilkan rasa yang lebih disukai panelis dengan mendapatkan rata-rata skor penilaian tertinggi yaitu 3,14. Hal ini dapat menyatakan bahwa rasa tepung ampas kelapa dengan perlakuan
non blansing masih bisa diterima oleh panelis. Rasa untuk produk tepung sangat dipengaruhi oleh subjektifitas konsumen (panelis), sehingga akan mempengaruhi suatu produk akan disukai konsumen atau tidak. Menurut Nurul (2009) menyatakan bahwa warna makanan sangat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap rasa suatu produk. Warna yang menarik akan memberikan asumsi makanan tersebut memiliki rasa yang enak dibandingkan dengan suatu produk yang memiliki warna tidak menarik meskipun komposisinya sama. Makanan yang kurang menarik sering diasumsikan memiliki rasa yang tidak enak.
Gambar 5.Tingkat kesukaan panelis terhadap
rasa tepung ampas kelapa
Tekstur
Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan non blansing, blansing, dan sangrai berpengaruh tidak nyata terhadap tekstur tepung ampas kelapa.
Gambar 6. Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur tepung ampas kelapa Metode Skor Penilaian Aroma BNT α = 0,05 NonBlansing (NB) 0,96 Blansing (B) Sangrai (S)
Gambar 6 menunjukkan bahwa tepung ampas kelapa dengan perlakuan non blansing menghasilkan tekstur yang lebih disukai panelis dengan mendapatkan rata-rata skor penilaian tertinggi yaitu 2,80 dibanding perlakuan blansing dan sangrai dengan skor sama yaitu 2,70. Hal tersebut diduga tekstur yang dihasilkan lebih halus untuk tepung ampas kelapa non blansing, walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan blansing dan sangrai. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa blansing dapat melunakan jaringan, sehingga apabila terlalu lama dapat merusak tekstur. Tekstur merupakan salah satu parameter dalam pengujian sifat sensori (organoleptik) dengan menggunakan indera perabaan (tangan) yang dinyatakan dalam keras atau lunak. Tekstur bisa diterima bila bahan yang dalam keadaan normal dan tergantung pada spesifik bahan (Kusmawati, dkk, 2000).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap parameter yang diamati dapat disimpulkan bahwa karakteristik tepung ampas kelapa dengan perlakuan blansing memberikan perlakuan terbaik dengan rendemen 38 %, KA 4,78%, serta warna, aroma, rasa dan tekstur dapat diterima panelis.
Saran
Berdasarkan penelitian ini terhadap parameter yang diamati dapat disarankan sebaiknya dilakukan pengujian terhadap total mikrobianya sebelum digunakan sebagai pengganti tepung terigu.
DAFTAR PUSTAKA
Balasubbramaniam, K. 1976. Polyasaccharides of the Kernel ofMaturity and mture coconuts.J. of Food Sci. 41:1370-1371
Baharuddin dan Asrawaty, 2004.
Pengaruh Pengeringan Kelapa Parut Kering terhadap Kadar Air dan Kadar Asam Lemak Bebas Cookies Kelapa. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Alkhairaat.
Bonzon, J.A. and J.r. Velasco. 1882. Coconut Production and Utilization.
Metro Manila, Philippines. 351 pp BPOM, 2006. Kategori Pangan.
Direktorat Standarisasi Produk Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.
Bernasconi, E., G.H. Gerster, H. Hauster, H. Stauble and E. Schnepter, 1999. Teknologi Kimia. Diterjemahkan oleh I. Handoyo, Pradnya Paramita, Jakarta. Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet dan
M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak. UI-Press, Jakarta. Lapedes, N.D., 1977. Encyclopedia of Food Agricultural and Nutrition. Mc. Graw Hill book Company, New York. Putri M.F., 2010a. Tepung Ampas Kelapa
pada Umur Panen 11-12 Bulan Sebagai Bahan Pangan Sumber Kesehatan. ejournal Kompetensi Teknik Vol 1 No.2, Mei 2010. Teknologi Jasa dan Produksi. Universitas Negeri Semarang.
---, 2010b. Kandungan Gizi dan Sifat Fisik Tepung Ampas Kelapa Sebagai Bahan Pangan Sumber Serat. ejournal Teknubuga Vol 2 No.2, April 2010. Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Rindengan, B.,Kembuan dan A. Lay. 1997. Pemanfaatan Ampas Kelapa Untuk Bahan Makanan Rendah Kalori.
Jurnal Penelitian Tanaman Industri 3 (2): 56-63.
Palungkan R., 1996. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syarif dan Anis. 1986. Studi Reka Pangan Beras Instant. PAU-Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Soekarto, 1982. Penelitian Organoleptik untuk Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Taib, G. G.Said dan S. Wiraatmadja, 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Wardhany, 2004. Penggaruh Penggunaan Asam Sitrat dan BHT terhadap Karakteristik selama Masa Penyimpanan Kelapa Parut Kering. e -skripsi. Jurusan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Katolik Soegidjapranata. Semarang.
Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. ______, 1993. Pangan, Gizi, Tek dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.