• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan kasus tonsilitis kronis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "laporan kasus tonsilitis kronis"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada tenggorokan terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut (Kurien M et Al, 2003). Ketidaktepatan terapi antibiotik pada penderita tonsilitis akut akan merubah mikroflora pada tonsil, merubah struktur pada kripta tonsil dan adanya infeksi virus menjadi faktor predisposisi bahkan faktor penyebab terjadinya tonsilitis kronis (Dias EP, 2009).

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh radang tenggorok yang berulang. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%). Sedangkan pada penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronis atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan (Undaya R, 1999 dalam Farokah, 2005). Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malaysia pada Poli THT Rumah Sakit Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118 pasien dalam jumlah penderita penyakit tonsilitis kronis menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (81%) penderita (Sing T, 2007).

Tonsilitis dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak tangan, menghirup udara tetesan setelah seseorang dengan tonsilitis bersin atau berbagi peralatan atau sikat gigi dari orang yang terinfeksi. Anak-anak dan remaja berusia 5-15 tahun yang paling mungkin untuk mendapatkan tonsilitis, tetapi dapat menyerang siapa saja (NHS, 2010).

Hanya sekitar 30 % dari tonsilitis pada anak disebabkan oleh radang tenggorokan dan hanya 10% dari tonsilitis pada orang dewasa disebabkan oleh radang tenggorokan (Joseph Lauro, 2011).

(2)

2 Tonsilitis Kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7 persen pada perempuan). Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan dapat mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai mengenai tonsilitis kronis diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang tepat dan rasional.

(3)

3 BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An “N”

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 11 tahun

Alamat : Selong Lombok Timur

Agama : Islam

Suku : Sasak

Pekerjaan : Pelajar

Status : Belum Kawin

No. CM : 273726

Tanggal Masuk : 10 Juli 2014 Tanggal Pemeriksaan : 10 Juli 2014 2.2. ANAMNESIS

Auto dan alloanamnesa tanggal 10 Juli 2014 pukul 11.00 WITA di Poli THT.

2.2.1. Keluhan utama Sering nyeri menelan.

2.2.2. Riwayat penyakit sekarang

Sejak 1 bulan yang lalu pasien mengeluh sering nyeri menelan yang hilang timbul. Nyeri menelan dirasakan terutama saat menelan makanan. Pasien juga mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan dan bau mulut. Sebelumnya pasien juga mengeluh nyeri menelan disertai dengan sering demam, batuk, pilek dengan lendir putih yang kumat-kumatan dan hidung tersumbat. Ibu pasien mengatakan pasien ngorok saat tidur. Pasien tidak mengeluh nyeri pada kedua telinga, tidak ada kurang pendengaran dan tidak ada sakit kepala.

(4)

4 2.2.3. Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pengobatan

Pasien memiliki riwayat pilek yang cukup lama dan hilang timbul sejak 1 bulan terakhir. Pasien telah berobat ke puskesmas dan diberi obat. 2 minggu SMRS, pasien pergi berobat ke dokter. Setelah diperiksa, pasien diberitahukan bahwa amandelnya membesar dan disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan amandel. Namun pasien belum mau dioperasi dan lebih memilih untuk diberi pengobatan mengurangi gejala. Seminggu yang lalu obatnya habis dan keluhan muncul lagi.

2.2.4. Riwayat penyakit keluarga dan Sosial

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti ini. 2.2.5. Riwayatalergi

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-obatan.

2.3. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukantanggal 10 Juli 2014 pukul 11.00 WITA di Poli THT. 2.3.1. Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis Berat badan : 24 kg

Tinggi Badan : 125 cm Status Gizi : Cukup 2.3.2. Tanda vital

Tensi : 110/70

Nadi : 89 x/menit

Respirasi : 24 x/menit

(5)

5 2.3.3. Status Lokalis

2.3.3.1. Pemeriksaan telinga No. Pemeriksaan

Telinga

Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-) 2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri tarik aurikula (-)

Bentuk dan ukuran dalam batas normal, hematoma (-), nyeri tarik aurikula (-)

3. Liang telinga Serumen (+), hiperemis (-), furunkel (-), edema (-), otorhea (-)

Serumen (+), hiperemis (-), furunkel (-), edema (-), otorhea (-)

4. Membran timpani Intak. Retraksi (-), bulging (-), hiperemi (-), edema (-), perforasi (-), cone of light (+)

Intak. Retraksi (-), bulging (-), hiperemi (-), edema (-), perforasi (-), cone of light (+)

(6)

6 2.3.3.2. Pemeriksaan hidung

2.3.3.3. Pemeriksaan Tenggorokan

Pemeriksaan hidung Dextra Sinistra

Hidung Bentuk normal Bentuk normal

Sekret Mukoserous Mukoserous

Mukosa konka media Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-) Mukosa konka

inferior

Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)

Meatus media Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-) Meatus inferior Hiperemis(-), hipertrofi (-) Hiperemis(-), hipertrofi(-)

Septum Deviasi (-) Deviasi (-)

(7)

7 Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda Geligi Warna kuning gading, caries (-), gangren(-) Ginggiva Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar

Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-), dalam batas normal Uvula Bentuk normal, hiperemi (+), edema (-)

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-)

Tonsila palatine Kanan Kiri

Ukuran T3 T3

Warna Hiperemis (+) Hiperemis (+)

Permukaan Tidak rata Tidak rata

Kripte Melebar Melebar

Detritus (+) (+)

Peri Tonsil Abses (-) Abses (-)

Fossa Tonsillaris dan Arkus Faringeus

hiperemi (+) hiperemi (+)

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium: Darah lengkap, bleeding time, cloting time. 2.5. DIAGNOSIS Tonsilitis kronis 2.6. DIAGNOSIS BANDING Tonsilofaringitis kronis 2.7. RENCANA TERAPI 2.7.1. Obat-obatan

(8)

8  Paracetamol sirup (120mg/5ml)

 Obat kumur + desinfektan

2.7.2. Pembedahan Tonsilektomi. 2.8. KIE pasien

2.8.1. Untuk sementara hindari makanan yang berminyak, manis, pedas, dan lainnya yang dapat mengiritasi tenggorokan. Begitu pula dengan minuman dingin.

2.8.2. Menjaga higiene mulut.

2.8.3. Datang kembali untuk kontrol setelah 5 hari, untuk melihat perkembangan penyembuhan.

2.8.4. Sarankan keluarga untuk menjaga kesehatan pasien dan mempertimbangkan untuk melakukan operasi pengangkatan amandel atau tonsilektomi  jelaskan indikasi, dan komplikasinya.

(9)

9 BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. EMBRIOLOGI

Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada sekitar bulan ketiga, tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.

Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai stadium). (Adam LG et al, 2001)

Gambar 1 Gambaran Histologi Tonsil 3.2. ANATOMI

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi; Tonsilla lingualis yang terletak pada radix linguae, Tonsilla palatina (tonsil) yang terletak pada ismus faucium antara arcus glossopalatinus dan arcus glossopharingicus, Tonsilla pharingica (adenoid) yang

(10)

10 terletak pada dinding dorsal dari nasofaring, Tonsilla tubaria yang terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva dan Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.

Dari kelima macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina, Tonsilla pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada umur 5 tahun dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.

Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertical dan di atas melekat pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas ke bawah sampai ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih penting daripada palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum mole. Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan leteral dinding faring.

(11)

11 Jaringan limfoid pada cincin waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan local yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas) dan sebagai surveilens imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana didaerah faring terjadi tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar, sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun cincin waldeyer itu semakin besar. (Soepardi et al, 2007)

(12)

12 Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah: (Soepardi

et al, 2007)

 Anterior : arcus palatoglossus  Posterior : arcus palatopharyngeus  Superior : palatum mole

 Inferior : 1/3 posterior lidah  Medial : ruang orofaring

 Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan lateral tonsila.

Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasals pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telinga tengah- kavum mastoid pada bagian lateral.

Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh embriogenesis. Adenoid akan terus bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah itu akan mengalami regresi. Adenoid telah menjadi tempat kolonisasi kuman sejak lahir. Ukuran adenoid beragam antara anak yang satu dengan yang lain. Umumnya ukuran maximum adenoid tercapai pada usia antara 3-7 tahun. Pembesaran yang teijadi selama usia kanak-kanak muncul sebagai respon multi antigen seperti. virus, bakteri, alergen, makanan dan iritasi lingkungan.

(13)

13

Gambar 4. Adenoid

Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi. (Soepardi et al, 2007)

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior.

(14)

14 Gambar 5 perdarahan tonsil

Tonsil dipersarafi oleh nervus trigeminus dan glossofaringeus. Nervus trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion sfenopalatina yaitu nervus palatine. Sedangkan nervus glossofaringeus

(15)

15 selain mempersarafi bagian tonsil, juga dapat mempersarafi lidah bagian belakang dan dinding faring. (Nurjanna Z, 2011)

3.3. IMUNOLOGI TONSIL

Tonsil palatina merupakan penghasil utama dari sitokin yang dihasilkan oleh makrofag - makrofag dan partikel netrofil didalam tubuh yang merupakan mekanisme pertahanan tubuh dan juga merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi.

Interleukin ( IL) seperti IL-1β, IL-6 . dan tumor necrosis factor- α juga berperan

dalam pertahanan tubuh pada fase akut. Secara sistemik proses imunologi dari tonsil terbagi 3 yaitu; (Wanri, Arwansyah. 2007)

 Respon imun tahap 1.  Respon imun tahap 2.  Migrasi limfosit

Pada respon imun tahap 1 terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripta yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barrier imunologi. Sel M tidak hanya berperan untuk mentransport antigen melalui barrier tetapi juga membentuk kompartemen intraepitel spesifik yang membawa material asing dalam konsentrasi yang tinggi secara bersamaan. Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripta dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid, sel plasma tonsil juga menghasilkan lima jenis Ig ( Ig G 65 %, Ig A 30%, Ig M, Ig d, Ig E) yang membantu melawan dan mencegah infeksi. Respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit. Dari penelitian didapat bahwa migrasi limposit berlanjut terus menerus dari darah ke tonsil dan kembali ke sirkulasi melalui pembuluh limfe.

Tonsilektomi merupakan tindakan operasi yang sering dilakukan pada bidang THT. Ikinciogullary melaporkan kadar IgG, IgA, dan IgM dalam serum mengalami penurunan setelah dilakukan tindakan tonsilektomi dibandingkan dengan kadar sebelum operasi. Walaupun demikian, menurut Ikinciogullary perubahan ini tidak menyebabkan defisiensi imun yang signifikan. Hasil yang

(16)

16 berbeda didapatkan oleh Faramazi (Iran, 2006), bahwa kadar IgA mengalami peningkatan pada minggu-minggu awal pasca tonsiloadenoidektomi. Sedangkan IgG dan IgM mengalami perubahan yang tidak bermakna. Faramazi juga mendapatkan kadar limfosit T mengalami penurunan yang ringan, dan kembali normal setelah 8 minggu. Sedangkan kadar limfosit B tidak mengalami perubahan yang signifikan. Selain itu, aktivitas imunologi terbesar dari tonsil ditemukan pada usia 3-10 tahun sehingga sampai saat ini masih terdapat kontroversi di kalangan ahli penyakit dalam, ahli bagian anak dan ahli THT dalam hal pendekatan diagnostik dan terapi pada kasus anak.

3.4. DEFINISI

Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustasius (lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil).

Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang sifatnya menahun.Yang dimaksud kronis adalah apabila terjadi perubahan histologis pada tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan fibrotik dan dikelilingi oleh zona sel – sel radang yang dapat menjadi fokal infeksi bagi organ – organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain – lain. (Soepardi et al, 2007)

Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut yang tidak mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4 bulan. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal. (Amarudin, 2005)

Faktor predisposisi lain timbulnya tonsillitis kronis ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk,

(17)

17 pengaruh cuaca, dan kelelahan fisik. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis akut tetapi kadang kuman berubah menjadi kumah golongan gram negatif. (Soepardi et al, 2007)

3.5. ETIOLOGI

Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman gram positif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling banyak ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus β hemolyticus. Beberapa jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob. (Nurjanna Z, 2011)

3.6. PATOFISIOLOGI

Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-kriptenya, sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara foodvorn yaitu melalui mulut bersama makanan. (Nurjanna Z, 2011)

Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh makrofag, Sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu – waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang menurun. (Nurjanna Z, 2011)

(18)

18 Fokal infeksi adalah sumber kuman di dalam tubuh dimana kuman dan produk-produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi. Penyebaran kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak dekat biasanya terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen. Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia. Bakterimia adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman-kuman yang masuk ke dalam aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh. Darah merupakan jaringan yang mempunyai kemampuan dalam batas-batas tertentu untuk membunuh kuman-kuman karena adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10 menit sampai beberapa jam setelah tindakan.(Nurjanna Z, 2011)

3.7. MANIFESTASI KLINIS & DIAGNOSIS

Pasien dengan tonsillitis kronis akan mengeluh ada penghalang/rasa mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus. (Soepardi et al, 2007)

Bila tonsillitis kronis tersebut dalam keadaan eksaserbasi akut maka aka nada tanda-tanda infeksi seperti demam, infeksi saluran nafas, nyeri menelan, lesu, tidak nafsu makan, pada pemeriksaan tonsil terlihat hiperemi, membengkak, ada kripte melebar, dan detritus. (Soepardi et al, 2007)

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi: (Soepardi et al, 2007)

(19)

19  TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat

 T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring  T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring  T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring  T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis. (Nurjanna Z, 2011)

3.8. TATALAKSANA

Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang. (Dedya et al, 2009)

Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan yang efektif bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil. Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada parenkim tonsil, walaupun sering digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan pemeriksaan aspirasi jarum halus (fine needle aspiration/FNA) merupakan tes diagnostik yang menjanjikan. (Nurjanna Z, 2011)

Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan

(20)

20 : Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology,Head

and Neck Surgery:(Derake A, 2002)

a) Indikasi absolut:

i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar. ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofacial

iii) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.

iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi

v) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)

b) Indikasi relatif :

i) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun meskipun dengan terapi yang adekuat

ii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis tidak responsif terhadap terapi media

iii) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang resisten terhadap antibiotik betalaktamase

iv) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma c) Kontra indikasi :

i) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi

ii) Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi

iii) Infeksi saluran nafas atas yang berulang

iv) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.

(21)

21 3.9. KOMPLIKASI

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkolosis.

3.10.PROGNOSIS

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih nyaman. (Nurjanna Z, 2011)

(22)

22 BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sulit menelan yang sebelumnya diawali oleh demam, batuk, dan pilek. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut, pasien mengaku sejak dulu sudah sering merasa sulit menelan. Saat dilakukan pemeriksaan pada daerah tenggorok, terlihat tonsil membesar T3 (dextra) dan T3 (sinistra) dengan tampilan hiperemis, bengkak, kripte melebar, dan terlihat detritus. Keterangan tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mendiagnosa pasien dengan tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Hal ini diperkuat dengan riwayat infeksi yang sedang diderita pasien saat ini yaitu demam, batuk, dan pilek yang menandakan adanya eksaserbasi akut.

Dilihat dari ukurannya T3 dan T3, keadaan pasien merasa kesulitan untuk makan dan minum, dan seringnya keadaan ini kambuh dalam 1 bulan terakhir, maka disarankan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Namun sebelum dilakukan tonsilektomi, peradangan pada tonsil ditenangkan terlebih dahulu dengan terapi medikamentosa sembari memberi waktu keluarga untuk mempertimbangkan persetujuan operasi. Ketika nanti telah ada persetujuan untuk dilakukannya tonsilektomi dan saat kontrol kembali keadaan tonsil sudah tenang, maka dapat dipersiapkan untuk operasi, mulai dengan pemeriksaan laboratorium untuk mengecek darah lengkap, bleeding time dan clotting time.

Gambar

Gambar 1 Gambaran Histologi Tonsil  3.2.  ANATOMI
Gambar 2 : Cincin Waldeyer
Gambar 3 : Tonsil palatina
Gambar 4. Adenoid

Referensi

Dokumen terkait

Dari observasi awal yang dilakukan ada kecenderungan kehidupan sekarang ini perempuan di Desa Bolli sudah banyak yang berperan sebagai pekerja perkebunan tebu

Selain berperan dalam proses metabolisme, air yang terdapat di dalam tubuh juga akan memiliki berbagai fungsi penting antara lain sebagai pelembab jaringan- jaringan tubuh

Selain berperan dalam proses metabolisme, air yang terdapat di dalam tubuh juga akan memiliki berbagai fungsi penting antara lain sebagai pelembab jaringan- jaringan tubuh

Sumberdaya energi - baik yang berasal dari fosil maupun energi yang terbarukan - berperan penting dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat untuk kegiatan ekonomi,

Maka usia dini merupakan masa keemasan dimana stimulasi seluruh aspek pengembangan berperan penting untuk tugas perkembangan selanjutnya, masa awal kehidupan anak

Resiko infeksi berhubungan dengan pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik) ditandai dengan terdapat luka bakar grade

Maka salah satu sarana yang mempunyai peranan sangat penting dalam melaksakan tugas tersebut adalah jaringan Local Area Network (LAN) dan Wireless Local Area

Benih merupakan awal dari suatu kehidupan tanaman. Dalam suatu sistem  budidaya benih memegang peranan yang sangat penting. Benih bermutu merupakan faktor utama