• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT ISTRI PASANGAN USIA SUBUR DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IMPLANT DI PUSKESMAS I DENPASAR UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT ISTRI PASANGAN USIA SUBUR DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IMPLANT DI PUSKESMAS I DENPASAR UTARA"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

i

ALAT KONTRASEPSI

IMPLANT

DI PUSKESMAS I

DENPASAR UTARA

DEWA AYU NIDA GUSTIKAWATI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

(2)

ii

ALAT KONTRASEPSI

IMPLANT

DI PUSKESMAS I

DENPASAR UTARA

DEWA AYU NIDA GUSTIKAWATI NIM 1292161004

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

iii

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No: 1755/UN14.4/HK/2014 Tanggal: 17 Juni 2014

Ketua : Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si Anggota :

1. dr. Ni Luh Putu Lila Wulandari, MPH

2. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M. Repro., PA (K) 3. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And 4. Dr. I Putu Ganda Wijaya, S.Sos.,MM

(4)

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 17 JUNI 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, Msi dr. Ni Luh Putu Lila Wulandari, MPH NIP. 195807041987032001 NIP. 197806272003012002

Mengetahui:

Ketua Program Studi Magister Direktur Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana

Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp. S (K) NIP. 194810101977021001 NIP. 194810101977021001

(5)

v

NAMA : Dewa Ayu Nida Gustikawati

NIM : 1292161004

PROGRAM STUDI : Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

JUDUL TESIS : FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT ISTRI PASANGAN USIA SUBUR DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IMPLANT DI PUSKESMAS I DENPASAR UTARA

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sangsi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 17 Juni 2014 Yang Membuat Pernyataan,

Dewa Ayu Nida Gustikawati NIM. 1292161004

(6)

vi

kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya tesis ini dapat terselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, Msi sebagai Pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program pascasarjana khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada dr. Ni Luh Putu Lila Wulandari, MPH sebagai Pembimbing II dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika. Sp.PD., KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Strata 2 Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat serta sebagai dosen PA. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro., PA (K) selaku penguji I, Prof. Dr. dr Alex Pangkahila, MSc., Sp. And selaku penguji II, serta Dr. I Putu Ganda Wijaya, S.Sos., MM selaku penguji III yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru serta dosen yang telah

(7)

membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu yang telah mengasuh dan membesarkan penulis hingga seperti sekarang ini. Akhirnya penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada suami tercinta dr.I Ketut Wintara yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan mental dan material serta anak-anak tercinta Gede Cakka Winanjaya Pratama dan Made Windasari Agistya Putri yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk lebih berkonsentrasi dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh informan yang membantu terlaksananya proses penelitian khusunya dalam pengambilan data penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman yang telah memberikan dukungannya sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Denpasar, 17 Juni 2014 Penulis

(8)

viii

Program keluarga berencana merupakan suatu upaya untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Upaya yang dilakukan untuk mensukseskan program KB yaitu dengan meningkatkan pemakaian kontrasepsi jangka panjang. Implant

merupakan salah satu metode kontrasepsi jangka panjang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui lebih mendalam mengenai faktor pendukung dan penghambat istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant.

Studi ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dengan teknik FGD serta In-depth interview. FGD dilakukan pada informan kunci yaitu 10 istri pasangan usia subur pengguna

implant dan 10 istri pasangan usia subur bukan pengguna implant. Wawancara mendalam dilakukan pada informan lain yaitu bidan puskesmas, bidan praktek swasta, PKB, mertua serta suami.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendukung dalam penggunaan alat kontrasepsi implant yaitu: tersedianya alat kontrasepsi implant, terjangkaunya fasilitas untuk mengakses pelayanan implant, serta adanya dukungan suami. Faktor penghambat dalam penggunaan alat kontrasepsi implant yaitu: masih adanya faktor budaya di Bali seperti jumlah anak serta nilai anak yang mempengaruhi dalam penggunaan alat kontrasepsi implant, tidak semua tenaga kesehatan mendapatkan pelatihan tentang implant, kurangnya promosi serta sosialisasi tentang alat kontrasepsi implant di masyarakat.

Perlu meningkatkan promosi serta sosialisasi tentang alat kontrasepsi implant

di masyarakat, diadakan pelatihan-pelatihan tentang implant, pemberian reward kepada calon akseptor implant serta tenaga kesehatan pemberi pelayanan, masyarakat diharapkan selalu mengakses informasi yang benar dan akurat tentang alat kontrasepsi implant.

(9)

ABSTRACT

ENABLING AND INHIBITING FACTORS OF THE FERTILE COUPLES WIFE IN USAGE OF IMPLANT CONTRACEPTION IN WORK AREA

OF THE PUBLIC HEALTH CENTER 1 AT NORTH DENPASAR

Family planning is an attempt to control growth population. The efforts has been conducted to success the family planning programs that was to improve the long-term contraception usage. Implants is one of the long-term contraception methods. This study aims to find out more in-depth about the supporting and inhibiting factor of the fertile couple wive in usage of implants contraception.

The study was used qualitative design with phenomenological approach. Data was collected through focus group discussions and in-depth interview technique. FGDs was conducted at key informants that are 10 fertile couples wives as user of implant and 10 fertile couples wives as non-user of implant. In-depth interviews was conducted on other informants that are the midwife in the public health centre, private midwives, PKB, in-laws and husband.

The results showed that the supporting factor in usage of implant that were: availability of implants, accessibility of facilities to access the implant services, and there is husband support. The inhibiting factors in usage of implants that were: there was cultural factors such as number of children in Bali and value of child that have affect on the children in usage of implants, do not all health workers has get training on implant, lack of promotion and socialization on implants in the public.

It should be need to improve promotion and socialization on implants in the public, it should held training on implant, giving rewards for prospective implant acceptors as well as health worker as service providers, the public should be expected to always access the correct and accurate information about implants. Keywords: Implant, fertile couples wife, enabling and inhibiting factors

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ... i

HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii

LEMBAR PANITIA PENGUJI TESIS ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 9 1.3 Tujuan Penelitian ... 9 1.3.1 Tujuan Umum ... 9 1.3.2 Tujuan Khusus ... 10 1.4 Manfaat ... 10 1.4.1 Manfaat praktis ... 10 1.4.2 Manfaat teoritis ... 11 x

(11)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka ... 12

2.1.1 Alat kontrasepsi ... 12

2.1.2 Alat kontrasepsi implant ... 15

2.1.3 Pasangan usia subur ... 19

2.1.4 Faktor pendukung dan penghambat istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant ... 20

2.1.5 Metode penelitian kualitatif ... 21

2.2 Konsep Penelitian ... 22

2.2.1 Konsep keluarga berencana ... 22

2.2.2 Konsep alat kontrasepsi implant ... 23

2.2.3 Konsep istri ... 23

2.2.4 Konsep pasangan usia subur ... 24

2.2.5 Konsep persepsi ... 25

2.2.6 Konsep sikap ... 27

2.2.7 Konsep pengalaman ... 29

2.2.8 Konsep budaya ... 29

2.2.9 Konsep Fasilitas dan sarana ... 30

2.3 Landasan Teori ... 31

2.3.1 Teori Lawrence Green ... 31

2.3.2 Teori Social Learning (Teori Belajar Sosial) ... 32

2.3.3 Teori Kurt Lewin ... 34

2.4 Model Penelitian ... 35

(12)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian ... 36

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.3 Populasi dan Sampel ... 38

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 39

3.5 Instrumen Penelitian ... 40

3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.7 Metode dan Teknik Analisis Data ... 42

3.8 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 44

3.9 Keabsahan Data ... 44

3.10 Etika Penelitian ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Puskesmas I Denpasar Utara ... 46

4.2 Karakteristik Informan ... 48

4.3 Hasil Penelitian ... 50

4.3.1 Persepsi istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant ... 50

4.3.2 Sikap istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant ... 53

4.3.3 Pengalaman istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant ... 57

4.3.4 Budaya pada istri pasangan usia subur dalam memutuskan penggunaan alat kontrasepsi implant 58

4.3.5 Ketersediaan fasilitas dan sarana untuk penggunaan alat kontrasepsi implant bagi istri pasangan usia subur ... 59

(13)

4.4 Pembahasan ... 61 4.4.1 Persepsi istri pasangan usia subur dalam

penggunaan alat kontrasepsi implant ... 61 4.4.2 Sikap istri pasangan usia subur dalam penggunaan

alat kontrasepsi implant ... 63 4.4.3 Pengalaman istri pasangan usia subur dalam

penggunaan alat kontrasepsi implant ... 65 4.4.4 Budaya pada istri pasangan usia subur dalam

memutuskan penggunaan alat kontrasepsi implant .. 66 4.4.5 Ketersediaan fasilitas dan sarana untuk

penggunaan alat kontrasepsi implant bagi istri pasangan usia subur ... 68 4.4.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi istri pasangan

usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi

implant ... 69 4.4.6.1 Faktor Pendukung istri pasangan usia

subur dalam penggunaan alat

kontrasepsi implant ... 70 4.4.6.2 Faktor Penghambat istri pasangan usia

subur dalam penggunaan alat

kontrasepsi implant ... 70 4.5 Keterbatasan Penelitian ... 71 BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 72 5.2 Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(14)

xiv

4.2 Karakteristik Informan FGD Bukan Pengguna Implant ... 49 4.3 Karakteristik Informan Wawancara Mendalam... 50

(15)

xv

Pasangan Usia Subur dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Implant di

(16)

xvi ASI = Air Susu Ibu

DTT = Desinfektan Tingkat Tinggi FGD = Focus Group Discusion

IUD = Intra Uterine Deviceration

KB = Keluarga Berencana

KBBI = Kamus Besar Bahasa Indonesia MOP = Metoda Operasi Pria

MOW = Metoda Operasi Wanita PBB = Perserikatan Bangsa Bangsa PKB = Penyuluh Keluarga Berencana

PR = Rekamanan Wawancara Mendalam pada Informan PUS = Pasangan Usia Subur

RFP = Rekaman FGD Pengguna Implant

RFB = Rekaman FGD Bukan Pengguna Implant

TOMA = Tokoh Masyarakat TV = Televisi

US = United States

WHO = World Health Organization

BKKBN = Balai Kesehatan Keluarga Berencana Nasional AKDR = Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

SKM = Sarjana Kesehatan Masyarakat AKPER = Akademi Keperawatan

(17)

AKBID = Akademi Kebidanan SPK = Sekolah Perawat Kesehatan SMF = Sekolah Menengah Farmasi SPRG = Sekolah Perawat Gigi KIA = Kesehatan Ibu dan Anak Promkes = Promosi Kesehatan Kesling = Kesehatan Lingkungan UKS = Usaha Kesehatan Sekolah

P2M = Pemberantasan Penyakit Menular Permenkes = Peraturan Menteri Kesehatan

(18)

xviii Lampiran 2 Rencana Anggaran Biaya Lampiran 3 Informed Consent

Lampiran 4 Pedoman FGD Untuk Istri Pasangan Usia Subur Bukan Pengguna

Implant

Lampiran 5 Pedoman FGD Untuk Istri Pasangan Usia Subur Pengguna Implant

Lampiran 6 Pedoman wawancara mendalam untuk petugas kesehatan medis (dokter, bidan) dan petugas kesehatan non medis (PKB).

Lampiran 7 Keterangan Kelaikan Etik

Lampiran 8 Rekomendasi Penelitian Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Lampiran 9 Ijin Rekomendasi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Lampiran 10 Dokumentasi FGD Istri Pasangan Usia Subur Pengguna Implant

Lampiran 11 Dokumentasi FGD Istri Pasangan Usia Subur Bukan Pengguna

Implant

(19)

1

1.1 Latar Belakang

Laju pertumbuhan penduduk yang pesat menjadi masalah utama yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini, apabila tidak dikendalikan maka akan terjadi ledakan penduduk yang cukup tinggi pada beberapa tahun mendatang. Ledakan penduduk tersebut tentu dapat menimbulkan ancaman seperti kemiskinan serta kelaparan.

Pemerintah Indonesia telah membuat suatu kebijakan untuk menekan angka pertumbuhan penduduk yaitu melalui program Keluarga Berencana (KB). Program yang diluncurkan pada masa orde baru terbilang sukses, karena telah terbukti memberikan penghargaan kepada Presiden Soeharto di bidang kependudukan yang diberikan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 1988. Akan tetapi setelah berakhirnya pemerintahan Presiden Soeharto, program keluarga berencana seolah-olah ikut menghilang yang dapat dilihat dari jarangnya sosialisasi atau penyuluhan serta iklan masyarakat tentang keluarga berencana (BKKBN, 2013).

Pada masa pemerintahan Presiden Megawati melalaui Kepres RI No 103/2001 Tanggal 13 September 2001, pemerintah ketika itu mempertahankan keberadaan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai penunjang keberhasilan pembangunan daerah. Peraturan tersebut belum sepenuhnya dijalankan oleh pemerintah daerah, keluarga berencana sebagai salah

(20)

satu program BKKBN tidak dijadikan program utama setiap pemerintah daerah dan kalah bersaing dengan program pemenuhan pemasukan daerah, slogan-slogan tentang KB kalah semarak dengan slogan pilkada. Tidak adanya perhatian dari pemerintah yang menjadi salah satu penyebab kesadaran masyarakat untuk mengikuti program KB menjadi berkurang. Penyebab lain yang menjadi latar belakang masyarakat tidak mengikuti KB yaitu adanya kondisi traumatis di beberapa masyarakat. Penyebab berikutnya adalah masih berlakunya anggapan yang mengatakan bahwa banyak anak banyak rezeki. Apabila laju pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka akan terjadi baby booming di Indonesia. Oleh karena itu, sosialisasi tentang manfaat KB menjadi program utama pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, hal tersebut dilakukan agar menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mengikuti program KB (Hartanto, 2008).

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia dapat dikendalikan dengan mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk yaitu melalui program keluarga berencana untuk mengendalikan fertilitas. Keluarga berencana merupakan suatu program untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pengaturan jumlah kelahiran, pembinaan kesejahteraan keluarga dalam upaya untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Program keluarga berencana mempunyai tujuan untuk mengendalikan angka kelahiran sehingga dapat meningkatkan kualitas penduduk.

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sangat bervariasi dari tahun 2002 sampai tahun 2003 pertumbuhan penduduk sebesar 2,72%, pada tahun 2003 sampai tahun 2004 sebesar 1,69%, serta pada tahun 2005 mengalami penurunan

(21)

sebesar 1,34%. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2006 mengalami kenaikan yaitu sebesar 5,30% dan tahun 2009 menjadi 2,4%. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 231,4 juta jiwa sehingga dengan kata lain jumlah penduduk Indonesia mengalami kenaikan antara 230-240 jiwa (BPS, 2010) Program keluarga berencana memberikan kesempatan untuk memberikan jarak kelahiran anak serta mengurangi jumlah kehamilan dengan menggunakan metode kontrasepsi baik yang sederhana maupun kontrasepsi mantap. Adapun tujuan program keluarga berencana adalah: (1) mencegah kehamilan dan persalinan yang tidak diinginkan; (2) mengurangi insiden kehamilan berisiko tinggi, kesakitan serta kematian; (3) membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima serta komunikasi informasi, edukasi konseling; (4) meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab keluarga pasangan usia subur dalam praktek keluarga berencana; dan (5) memberikan informasi pada masyarakat tentang umur yang terbaik untuk kehamilan yang pertama serta kehamilan yang terakhir yaitu dengan rentan umur 20 sampai 35 tahun (Hartanto, 2008).

Kesadaran akan pentingnya kontrasepsi di Indonesia perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya ledakan penduduk yang merupakan salah satu permasalahan global yang muncul di seluruh dunia, selain isu pemanasan global, krisis ekonomi, masalah pangan serta menurunnya tingkat kesehatan penduduk. Kekhawatiran akan terjadinya ledakan penduduk pada tahun 2015 mendorong Pemerintah Indonesia menyusun beberapa kebijakan penting karena penduduk yang besar tanpa disertai kualitas yang memadai akan menjadi beban

(22)

pembangunan serta menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Nasional (Emon, 2008).

Target program keluarga berencana yaitu terkendalinya laju pertumbuhan penduduk serta meningkatnya keluarga kecil yang berkualitas. Untuk mencapai sasaran tersebut maka disusun beberapa langkah yaitu meningkatkan pemakaian KB yang lebih efektif dan efisien dalam jangka panjang. Implant merupakan salah satu metode kontrasepsi jangka panjang yang mempunyai nilai kegagalan <1/100 perempuan setiap tahun sehingga angka kegagalan implant dapat dikatakan lebih sedikit dibandingkan KB pil, spiral dan cara alamiah (BKKBN, 2008).

Peserta KB baru secara nasional sampai dengan bulan Maret 2012 sebanyak 220.510 peserta. Apabila dilihat pertahun pada pemakaian kontrasepsi maka dapat dilihat bahwa jumlah peserta IUD sebanyak 137.067 peserta (6,78%), MOW berjumlah 32.503 (1,61%), MOP sebesar 5.382 (0,27%), kondom sebanyak 125.512 (6,21%), implant sebesar 164.872 (8,16%), suntikan berjumlah 1.008.577 (49,92%), dan 546.597 (27,05%) peserta pil. Mayoritas akseptor KB baru bulan Maret 2012, paling banyak digunakan oleh peserta KB yang menggunakan nonmetode kontrasepsi jangka panjang (non MKJP) yaitu 83,18%. Sedangkan peserta KB baru yang menggunakan metode jangka panjang seperti IUD, MOW, MOP, dan implant hanya 16,82% (BKKBN, 2013).

Hasil laporan umpan balik BKKBN sampai bulan agustus 2013, pencapaian peserta KB Baru KPS dan KS I di provinsi Bali sebanyak 13.291 peserta yang terdiri dari 3.769 peserta IUD (28,36%), 1.093 akseptor MOW (8,22%), 90 peserta MOP (0,68%), 1.398 (10,52%) memakai kondom, 1.119

(23)

(8,42%) menggunakan implant, 4.632 (34,85%) suntikan dan 1.190 (8,95%) pil. Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa keikutsertaan pasangan usia subur terhadap penggunaan KB implant tergolong rendah apabila dibandingkan dengan kepesertaan KB suntikan dan IUD. Hasil pelayanan akseptor KB baru menurut tempat pelayanan sampai dengan bulan agustus 2013 sebesar 45.011 orang dengan rincian sebagai berikut: sebanyak 16.670 peserta atau 37,97% dilayani oleh Klinik KB Pemerintah, 3.588 (7,98%) peserta dilayani oleh Klinik KB Swasta, 1.715 (3,81%) peserta dilayani oleh Dokter Praktek Swasta, dan 23.038 (51,18%) dilayani oleh Bidan Praktek Swasta (BKKBN, 2013).

Implant adalah alat kontrasepsi yang digunakan pasangan usia subur serta dipasang dibawah kulit lengan atas bagian dalam dari lipatan siku. Keuntungan dari penggunaan alat kontrasepsi implant yaitu: efektivitas tinggi, perlindungan jangka panjang, pengembalian kesuburan yang cepat setelah pencabutan, dapat dicabut sesuai kebutuhan, tidak memerlukan pemeriksaan dalam, bebas dari pengaruh hormon estrogen, tidak mengganggu kegiatan senggama serta tidak mengganggu produksi ASI. Kerugian dari penggunaan alat kontrasepsi implant

yaitu akseptor perlu kembali ke klinik atau puskesmas apabila ada keluhan, apabila ingin berhenti menggunakan implant, mempengaruhi haid serta tidak dapat melindungi diri dari IMS/HIV seperti kontrasepsi kondom (Saiffudin, 2003).

Apabila dibandingkan dengan alat kontrasepsi lain, kontrasepsi implant

merupakan alat kontrasepsi yang sama-sama mempunyai efektivitas jangka panjang seperti IUD atau spiral. Dapat dilihat bahwa implant merupakan alat kontrasepsi yang lebih efektif serta lebih mudah dalam proses pemasangannya.

(24)

Namun belakangan ini alat kontrasepsi IUD mempunyai kelemahan yaitu dapat terjadi perubahan lokasi dan translokasi atau keluar dari rahim sehingga masih menimbulkan terjadinya kehamilan. Implant mempunyai tingkat kegagalan yang lebih sedikit dibandingkan IUD. Apabila dipasang dengan benar, metode kontrasepsi implant memiliki efektivitas sampai 99% dengan tingkat kegagalan hanya 0,05 dari 100 wanita yang memakainya (BKKBN, 2013).

Berdasarkan uraian keuntungan serta kerugian dari penggunaan KB

implant maka dapat dilihat bahwa keuntungan penggunaan KB implant lebih besar dibandingkan dengan kelemahan akibat dari penggunaan KB implant, sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan KB implant sangat penting dalam mendukung program KB.

Puskesmas I Denpasar Utara mempunyai tiga Desa dan satu kelurahan yang terdiri dari Desa Dangin Puri Kangin, Desa Dangin Puri Kauh, Desa Dangin Puri Kaja serta Kelurahan Tonja. Data laporan keluarga berencana di Puskesmas I Denpasar Utara sampai dengan bulan Desember 2013 menunjukkan bahwa jumlah pasangan usia subur di Kelurahan Tonja berjumlah 2.784 penduduk, Desa Dangin Puri Kangin 2.015 penduduk, Desa Dangin Puri Kauh 3.115 penduduk dan Desa Dangin Puri Kaja 2.965 penduduk. Jumlah pasangan usia subur secara keseluruhan pada empat Desa di Puskesmas I Denpasar Utara yaitu 10. 878 penduduk. Data jumlah pasangan usia subur yang menggunakan alat kontrasepsi

implant di Puskesmas I Denpasar Utara sampai bulan Desember 2013 di Kelurahan Tonja berjumlah 37 orang, Desa Dangin Puri Kangin 42 orang, Desa Dangin Puri Kauh 18 orang dan Desa Dangin Puri Kaja 55 orang. Apabila dilihat

(25)

dari kepesertaan pasangan usia subur di dalam penggunaan alat kontrasepsi maka dapat dilihat bahwa penggunaan alat kontrasepsi implant pada PUS di Puskesmas tersebut masih tergolong rendah, apabila dibandingkan dengan penggunaan IUD, suntikan, pil serta kondom.

Hasil survei awal dengan metode wawancara yang dilakukan di Puskesmas I Denpasar Utara tanggal 07 Februari 2014 dengan 10 responden tentang alasan responden tidak menggunakan KB implant didapatkan bahwa empat peserta mengatakan takut menggunakan KB implant, tiga peserta mengatakan karena alasan pekerjaan, dua peserta mengatakan karena efek samping dari KB implant dan satu orang peserta mengatakan karena ditinggal suami bekerja ke luar negeri.

Hasil penelitian Kurnia (2012), menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan wanita usia subur tentang KB implant yang berpengetahuan baik 22 responden (14%), berpengetahuan cukup 111 responden (70,7%), berpengetahuan kurang 24 responden (15,3%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan wanita usia subur tentang KB implant adalah cukup yaitu sebesar 111 responden (77,7%).

Hasil penelitian Rahmah (2013), menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan metode kontrasepsi implant, ada hubungan antara pendapatan dengan metode kontrasepsi implant serta ada hubungan antara pengetahuan dengan metode kontrasepsi implant. Penggunaan implant sebagai salah satu metode kontrasepsi jangka panjang di Indonesia masih rendah yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor pengetahuan, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, takut efek samping, serta ditinggal suami bekerja ke luar negeri.

(26)

Beberapa alasan yang membuat penulis ingin meneliti tentang faktor pendukung dan penghambat istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant di Puskesmas I Denpasar Utara yaitu karena penelitian-penelitian tentang penggunaan alat kontrasepsi implant seperti yang dibahas di atas merupakan penelitian yang dilakukan di daerah lain dan tidak pernah dilakukan penelitian serupa di Denpasar, selain itu dapat dilihat bahwa penelitian di atas merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui besaran dan hubungan antar variabel serta sangat sedikit yang meneliti secara mendalam mengenai faktor pendukung dan penghambat istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant. Penelitian-penelitian di atas dilakukan pada remaja dan pada budaya serta lingkungan yang berbeda serta belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor pendukung dan penghambat istri pasangan usia subur dalam penggunaan implant pada budaya Bali serta belum pernah dilakukan penelitian tentang alat kontrasepsi implant pada PUS.

Pemahaman tentang mengapa pasangan usia subur memilih serta tidak memilih untuk menggunakan alat kontrasepsi implant sangat penting untuk menentukan perencanaan pengembangan program KB di Bali terutama di Denpasar, oleh karena itu penelitian tentang faktor pendukung dan penghambat istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant dipandang sangat penting untuk diteliti.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor Pendukung dan Penghambat Istri Pasangan Usia Subur

(27)

Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Implant di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2014”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah persepsi istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2014?

2. Bagaimanakah sikap istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2014?

3. Bagaimanakah pengalaman istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2014? 4. Bagaimanakah pengaruh budaya istri pasangan usia subur dalam

memutuskan penggunaan alat kontrasepsi implant di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2014?

5. Bagaimanakah ketersediaan fasilitas dan sarana untuk penggunaan alat kontrasepsi implant bagi istri pasangan usia subur di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2014?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai faktor pendukung dan penghambat istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant

(28)

1.3.2 Tujuan khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

1. Persepsi istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi

implant di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2014.

2. Sikap istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant

di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2014.

3. Pengalaman istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi

implant di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2014.

4. Budaya yang mempengaruhi istri pasangan usia subur dalam memutuskan penggunaan alat kontrasepsi implant di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2014.

5. Ketersediaan fasilitas dan sarana untuk penggunaan alat kontrasepsi

implant bagi istri pasangan usia subur di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan masukan kepada istri pasangan usia subur di dalam memilih alat kontrasepsi yang tepat serta sebagai masukan bagi pemegang program keluarga berencana di Puskesmas I Denpasar Utara dan BKKBN di dalam pengembangan program keluarga berencana.

(29)

1.4.2 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi tambahan referensi dan informasi bagi penelitian selanjutnya serta sebagai acuan untuk melakukan studi kuantitatif agar hasil penelitian ini dapat digeneralisasi.

(30)

12

2.1Kajian Pustaka

2.1.1 Alat kontrasepsi

Kontrasepsi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mencengah terjadinya kehamilan. Upaya tersebut dapat bersifat sementara dan dapat juga bersifat permanen. Kontrasepsi permanen pada wanita dinamakan tubektomi serta pada pria dinamakan vasektomi (Winkjosostro, 2008). Sedangkan menurut BKKBN (2008), menjelaskan bahwa kontrasepsi merupakan usaha untuk menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat dari pertemuan antara sel telur matang dengan sel sperma.

Dalam melaksanakan upaya pencegahan kehamilan terdapat beberapa metode kontrasepsi yaitu metode kontrasepsi sederhana, metode kontrasepsi aktif, dan metode kontrasepsi mantap. Metode kontrasepsi sederhana dapat dibagi lagi menjadi metode sederhana tanpa alat atau obat (senggama terputus, pantang berkala), metode sederhana dengan obat atau alat (kondom, diafragma atau cap), dan metode sederhana dengan spermisida (aerosol, tablet vagina, suppositoria atau

dissolvable film, dan krim). Metode kontrasepsi efektif seperti pil KB, AKDR, suntik KB dan implant. Sedangkan metode kontrasepsi mantap terdiri dari metode kontrasepsi mantap wanita (tubektomi) dan metode kontrasepsi mantap pria (vasektomi) (Saifuddin, 2003).

(31)

Alat kontrasepsi yang terbanyak digunakan di Bali adalah alat kontrasepsi suntikan dan pil, sedangkan alat kontrasepsi IUD, implant, MOW dan MOP masih sedikit digunakan di Bali. Penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang (IUD,

implant) masih rendah di Bali, akan tetapi akseptor KB IUD lebih banyak dibandingkan dengan akseptor KB implant. Walaupun alat kontrasepsi IUD dan

implant merupakan metode kontrasepsi jangka panjang, akan tetapi penggunaan IUD dan implant tidak seimbang, dilihat dari penggunaan alat kontrasepsi IUD lebih banyak daripada penggunaan alat kontrasepsi implant (BKKBN, 2013).

Hasil Penelitian Kurnia (2012), menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan WUS tentang KB implant tergolong cukup. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2013), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan, pendapatan, dan pengetahuan tentang metode kontrasepsi implant. Hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh Imroni (2009), menyatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan implant adalah sikap ibu mengenai

implant serta peran suami mengenai implant, sedangkan variabel tingkat pendidikan, pengetahuan tentang implant, dan pelayanan konseling KB tidak berhubungan dengan penggunaan implant.

Penelitian serupa dilakukan oleh Susanti (2010), menyatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan minat ibu terhadap penggunaan alat kontrasepsi implant di puskesmas Ome Kota Tidore yaitu faktor pengetahuan, pendidikan, dan ekonomi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ekarini (2008) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara variabel pengetahuan, sikap, sosial budaya, akses pelayanan, serta kualitas pelayanan KB.

(32)

Studi kualitatif dilakukan oleh Oktaviani (2010), menyatakan bahwa implementasi program KB dinyatakan kurang, jaringan komunikasi dalam mensosialisasikan program KB kurang, partisipasi masyarakat rendah, sikap pelaksana khususnya kader KB cukup baik, sikap dari para penerima program dalam hal ini pria masih tergolong baik. Sejalan dengan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Oktarina (2013), menyatakan bahwa persepsi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi baik, sikap suami dalam pemakaian alat kontrasepsi ini positif, partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi kurang.

Studi deskriptif yang dilakukan oleh Wahyu (2013), menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan dasar sebanyak 19 orang (56%), pengetahuan kurang 24 orang (70%) dan responden yang mengalami pengalaman buruk 20 orang (59%). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maryatun (2009), menunjukkan bahwa persentase ibu menggunakan metode kontrasepsi IUD lebih sedikit dibandingkan dengan ibu yang menggunakan metode kontrasepsi non IUD, ada hubungan antara umur, paritas, persepsi ibu tentang demand atau alasan menggunakan alat kontrasepsi, biaya pelayanan KB, kualitas pelayanan KB, akses pelayanan KB, metode kontrasepsi IUD, faktor paling memberikan kontribusi terbesar dalam pemakaian metode kontrasepsi IUD adalah persepsi ibu tentang kontrasepsi IUD khususnya pada persepsi ibu yang menyebutkan bahwa kontrasepsi IUD mengganggu aktivitas sehari-hari.

Studi kualitatif yang dilakukan oleh Nalwadda (2010), yang meneliti tentang

gender, harapan sosial budaya dan kontradiksi, perencanaan jangka pendek serta hambatan pelayanan kesehatan, persepsi dan hambatan dari pengguna kontrasepsi

(33)

menemukan hasil bahwa masih adanya kendala dalam perubahan persepsi dan pergeseran perilaku terhadap penggunaan kontrasepsi.

2.1.2 Alat kontrasepsi implant

Implant adalah alat kontrasepsi yang digunakan oleh pasangan usia subur, dipasang dibawah kulit lengan atas bagian dalam kira-kira 6-10 cm dari lipatan siku. Mekanisme kerja KB implant yaitu: mengentalkan lendir serviks, mengganggu proses pembekuan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi, mengurangi transportasi sperma, serta menekan ovulasi (Saifuddin, 2003).

2.1.2.1Keuntungan penggunaan alat kontrasepsi implant

Keuntungan dari penggunaan alat kontrasepsi implant yaitu: efektivitas tinggi, perlindungan jangka panjang, pengembalian kesuburan yang cepat setelah pencabutan, tidak memerlukan pemeriksaan dalam, tidak mengganggu kegiatan seggama, tidak berpengaruh pada air susu ibu, akseptor perlu kembali ke klinik bila ada keluhan, bisa mempengaruhi haid, dapat di cabut setiap saat sesuai kebutuhan, serta tidak memberikan perlindungan diri dari IMS/HIV seperti kontrasepsi kondom (Saifuddin, 2003).

2.1.2.2Kerugian penggunaan alat kontasepsi implant

Kerugian penggunaan alat kontrasepsi implant adalah: pemasangan

(ineertic) dan pencabutan (expulsi/extractic) harus di lakukan oleh tenaga terlatih, lebih mahal, sering timbul perubahan pada pola haid, akseptor tidak dapat membuka sendiri, sebagian perempuan tidak menggunakan karena kurang mengenal implant, kadang dapat terlihat orang lain karena di pasang di lengan,

(34)

petugas perlu skill kerja untuk pemasangan dan pencabutan implant (Saifuddin, 2003).

2.1.2.3Jenis-jenis alat kontrasepsi implant

Jenis-jenis alat kontrasepsi implant yaitu: norplant (enam batang silastik lembut berongga yang berisi 36 mg trinorgestrol untuk lima tahun), implanon

(satu batang putih lentur yang berisi 68 mg tiga ketodesogestrel untuk tiga tahun),

jadena dan indoplant (dua batang yang berisi 75 mg levonorgestrel untuk tiga tahun) (Saifuddin, 2003).

2.1.2.4Waktu penggunaan alat kontrasepsi implant

Alat kontrasepsi implant digunakan setiap saat selama siklus haid hari kedua sampai hari ke tujuh, ibu menyusui antara enam minggu sampai enam bulan pasca persalinan, penggantian dari alkon non hormonal, serta pasca keguguran dan pasca persalinan (Saifuddin, 2003).

2.1.2.5Efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi implant

Efek samping yang dapat terjadi akibat dari penggunaan alat kontrasepsi

implant adalah: terjadi amenorea, spotting, ekspulsi, infeksi pada daerah insersie

serta berat badan naik turun (Saifuddin, 2003). 2.1.2.6Cara pemasangan implant

Peralatan dan instrumen untuk pemasangan implant yaitu sebagai berikut: meja periksa (tempat tidur), batang implant, doek lobang steril, mangkok tempat kapsul norplant, sarung tangan DTT, larutan anti septik, obat anasthesi

(konsentrasi satu persen), spuit 5-10 ml, trokar 10 dan mandrin, skapel 11 atau 15,

(35)

instrumen, cairan chlorin 0,5%, cairan DTT, waslap, tempat sampah (basah, kering, benda tajam), tempat cuci tangan, sabun untuk cuci tangan, template, dan sarung tangan rumah tangga (Saifuddin, 2003).

Persiapan pelaksanaan pemasangan implant yaitu: bersihkan lengan dengan sabun dan sudah dibilas sampai bersih, persiapkan tempat tidur klien, baringkan akseptor dengan lengan yang jarang digunakan. Kemudian letakkan pada meja samping (penyangga lengan), tentukan lokasi pemasangan (delapan cm di atas lipat siku dan gunakan template), siapkan alat-alat (buka dan letakkan dalam bak steril), dan masukkan kapsul implant dalam mangkok steril (Saifuddin, 2003).

Tindakan sebelum pemasangan adalah cuci tangan dengan enam langkah, pakai sarung tangan DTT, hitung alat-alat pemasangan (jumlah kapsul), lakukan pembersihan lokasi insersi dengan larutan anti septik dari arah dalam keluar secara melingkar 8-13 cm dan biarkan dua menit sampai kering. Pergunakan doek

steril berlubang pada lengan yang akan di insersi, lakukan anastesi dengan dosis tiga ml, suntikkan perlahan-lahan sehingga membentuk jalur antara 1-2, 3-4, 5-6, masing-masing satu ml (Saifuddin, 2003).

Proses pemasangan kapsul implant dimulai dari melakukan insisi dangkal dengan sudut 45º. Perhatikan dua tanda (garis) pada trokar yang masuk dibawah kulit kemudian berikan tanda dua pada batas trokar yang berada dibawah kulit setelah memasang kapsul. Langkah selanjutnya masukkan trokar dengan sudut yang kecil dan angkat trokar keatas sehingga kulit terangkat dan masukkan kapsul kemudian dorong perlahan. Saat trokar masuk sampai batas tanda satu, cabut

(36)

pendorong trokar, masukkan kapsul dalam trokar dengan menggunakan pinset atau ibu jari-jari telunjuk dengan membentuk kipas (sesuai template), melakukan pendorongan kapsul secara perlahan-lahan, tarik tabung trokar dengan ibu jari serta telunjuk kearah luka. Setelah ada tanda-tanda yang muncul dari tepi luka insisi, keluarkan kapsul dari trokar dan pastikan kapsul telah masuk dibawah kulit, tanpa mengeluarkan trokar putar ujung trokar kearah lateral kanan, kembali seperti semula, geser 15º mengikuti pola kipas. Untuk mengurangi resiko ekspulsi

pastikan ujung kapsul yang terdekat lima mm dari luka insisi, jangan mengeluarkan trokar sebelum seluruh kapsul terpasang, memastikan seluruh kapsul telah terpasang, pastikan seluruh ujung kapsul tidak berada pada sisi luka insisi (lima mm), keluarkan trokar perlahan-lahan, tekan tepat insisi dengan jari yang memegang kasa selama satu menit kemudian bersihkan dan tutup luka dengan kasa steril, bereskan alat dan cuci tangan (Saifuddin, 2003).

Metode pencabutan untuk semua jenis implant sama, hanya berbeda dalam jumlahnya. Ada tiga metode dalam pencabutan yaitu metode biasa dengan memakai penjepit yang dipakai mulai tahun 1980, metode atau teknik “U” sejak tahun 1993, metode pop-out tahun 1992, serta melakukan pengawasan pasca pencabutan (Saifuddin, 2003).

Yang boleh menggunakan implant yaitu perempuan usia subur, sudah atau tidak mempunyai keturunan, ingin memakai KB jangka panjang, menyusui dan membutuhkan kontrasepsi, ibu setelah melahirkan serta tidak meneteki, riwayat abortus, tidak mengharapkan keturunan tapi mempunyai keinginan memakai KB permanen, riwayat hamil di luar kandungan, mempunyai tensi <180/110 mmHg

(37)

dengan anemia, belum memakai KB hormonal dengan kandungan estrogen, dan tidak ingat memakai KB pil (Saifuddin, 2003).

Perempuan dilarang menggunkan implant jika sedang hamil atau diduga hamil, perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya, benjolan atau kanker payudara atau riwayat kanker payudara, tidak dapat menerima perubahan pola menstruasi yang terjadi, mioma uterus dan kanker payudara, serta gangguan toleransi glukosa (Saifuddin, 2003).

2.1.3 Pasangan usia subur

Pasangan usia subur adalah pasangan yang hidup bersama dimana usia istrinya 15 tahun sampai dengan 44 tahun. Batasan umur yang digunakan pada penelitian ini yaitu 15 sampai 44 tahun. Hal ini tidak berarti berbeda dengan perhitungan fertilitas yang menggunakan batasan 15 sampai 49 tahun, tetapi dalam kegiatan keluarga berencana mereka yang berada pada kelompok 45 sampai 49 tahun bukan merupakan sasaran keluarga berencana lagi. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa mereka yang berada pada kelompok umur 45 sampai 49 tahun kemungkinan untuk melahirkan kecil (Wirosuhardjo, 2004).

BKKBN (2008) menjelaskan bahwa pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur antara 18 tahun sampai 45 tahun atau pasangan suami istri yang istrinya berumur 18 tahun dan sudah menstruasi atau istri yang berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih menstruasi. Pengertian pasangan usia subur yang dipergunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah mengadopsi dari BKKBN (2008) yang mendefinisikan pasangan usia subur (PUS)

(38)

adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur 18 tahun dan sudah menstruasi atau istri yang berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih menstruasi.

2.1.4 Faktor pendukung dan penghambat istri pasangan usia subur dalam

penggunaan alat kontrasepsi implant

Faktor-faktor yang mempengaruhi istri pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi implant yaitu faktor pendidikan istri, faktor pendapatan keluarga, faktor pengetahuan tentang metode kontrasepsi implant, sikap ibu mengenai implant dan peran suami mengenai pemilihan alat kontrasepsi yang akan digunakan oleh istri. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Imroni (2009) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan implant adalah sikap ibu mengenai implant dan peran suami mengenai implant, sedangkan variabel tingkat pendidikan, pengetahuan tentang

implant, dan pelayanan konseling KB tidak berhubungan dengan penggunaan

implant.

Alat kontrasepsi implant merupakan alat kontrasepsi yang efektif dalam mencegah kehamilan dan dapat mengembalikan kesuburan segera setelah pencabutan, implant tidak merepotkan karena tidak perlu untuk mengingat pemakaian seperti pil, mendapatkan perlindungan jangka panjang yaitu tiga atau lima tahun, implant sangat sesuai untuk pasangan yang belum menginginkan keturunan dan tidak mempunyai kesiapan menggunakan metode kontrasepsi mantap, sedangkan faktor penghambat istri pasangan usia subur dalam memilih penggunaan implant adalah memerlukan keterampilan petugas kesehataan saat pemasangan serta memerlukan pemeriksaan ulang setelah pemasangan, alkon

(39)

harus dilepas oleh tenaga kesehatan yang terlatih karena memerlukan ketelitian dan keterampilan dalam pencabutan implant (Saiffudin, 2003).

2.1.5 Metode penelitian kualitatif

Penelitian kualitatif merupakan suatu paradigma penelitian yang mendiskripsikan peristiwa, perilaku orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam yang berbentuk narasi atau uaraian. Penelitian kualitatif memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menekankan adanya kealamiahan data yang diperoleh dari semua kenyataan yang ada serta terkait erat dengan pengalaman manusia dalam kehidupannya (Djam’an & Aan, 2012).

Fenomenologi merupakan suatu metode penelitian yang kritis dan menggali fenomena yang ada secara sistematis (Steubert & Carpenter, 2003 dalam Saryono & Anggraeni, 2013). Penelitian fenomenologi meliputi semua pengalaman tentang persepsi manusia yang meliputi: penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan dan penciuman serta fenomena-fenomena lain seperti mempercayai, mengingat, mengantisipasi, memutuskan, berintuisi, merasakan, kepedulian, mencintai, menghayalkan dan mendambakan atau menginginkan (Moleong, 2013).

Metode FGD (Focus Group Discussion) adalah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok (Sutopo, 2006). Menurut Moleong (2013), metode wawancara mendalam adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yaitu pewawancara yang akan mengajukan pertanyaan serta orang yang akan diwawancarai yang akan memberikan jawaban

(40)

atas pertanyaan yang akan diajukan. Raco (2010), mengemukakan bahwa wawancara mendalam dilakukan untuk mengeksplorasi secara mendalam partisipan dan peneliti menangkap arti yang diberikan partisipan pada pengalamannya.

2.2 Konsep Penelitian

2.2.1 Konsep keluarga berencana

Keluarga berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dalam mencapai tujuan reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insiden kehamilan berisiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu, nasehat, komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktek KB, dan meningkatkan pemberian air susu ibu (ASI) untuk penjarangan kehamilan (BKKBN, 2006).

Keluarga berencana (KB) merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mengatur jarak kelahiran sehingga dapat membantu pasangan usia subur dalam mencapai tujuan reproduksi mereka. Program keluarga berencana selalu dikaitkan dengan alat kontrasepsi karena untuk mengupayakan suatu program KB maka alat kontrasepsi merupakan kendaraan yang digunakan dalam menyukseskan program tersebut. Program keluarga berencana yang dibahas dalam penelitian ini berkaitan dengan program keluarga berencana yang dipakai oleh pasangan usia subur untuk mencapai tujuan reproduksi mereka.

(41)

2.2.2 Konsep alat kontrasepsi implant

Alat kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi yang digunakan oleh pasangan usia subur, dipasang dibawah kulit lengan atas bagian dalam kira-kira 6-10 cm dari lipat siku. Mekanisme kerja KB implant yaitu: mengentalkan lendir serviks, mengganggu proses pembekuan endometrium sehingga sulit terjadi

implantasi, mengurangi transportasi sperma, serta menekan ovulasi (Saiffudin, 2003).

Alat kontrasepsi implant merupakan suatu alat kontrasepsi dalam program KB serta merupakan alat kontrasepsi jangka panjang yang digunakan oleh pasangan suami istri yang masih reproduktif serta ingin mengatur jarak kelahiran anaknya. Alat kontrasepsi implant dipasang oleh tenaga kesehatan medis (dokter, perawat, bidan) terlatih dengan lokasi pemasangan di bawah kulit lengan atas bagian dalam dari lipatan siku.

Keuntungan penggunaan alat kontrasepsi implant yaitu: efektivitas tinggi, perlindungan jangka panjang, pengembalian kesuburan yang cepat, tidak memerlukan pemeriksaan dalam, bebas dari pengaruh estrogen, tidak mengganggu kegiatan senggama, tidak mengganggu produksi ASI. Kerugian penggunaan alat kontrasepsi implant adalah akseptor perlu kembali ke klinik bila ada keluhan atau pada saat pencabutan serta tidak memberikan perlindungan dari IMS/HIV seperti kontrasepsi kondom (Saiffudin, 2003).

2.2.3 Konsep istri

Kata istri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu strī yang artinya adalah "wanita" atau "perempuan". Istri adalah salah seorang pelaku pernikahan yang

(42)

berjenis kelamin wanita. Seorang wanita biasanya menikah dengan seorang pria dalam suatu upacara pernikahan sebelum diresmikan statusnya sebagai seorang istri dan pasangannya sebagai seorang suami. Dalam berbagai agama biasanya seorang wanita hanya boleh menikah dengan satu pria. Dalam budaya tertentu, pernikahan seorang pria dengan banyak wanita diperbolehkan. Hal ini dinamakan poligini, sedangkan pernikahan seorang wanita dengan banyak pria disebut poliandri (Harymawan, 2007).

Istri adalah seorang wanita yang telah menikah dengan seorang laki-laki serta telah diresmikan dengan ikatan pernikahan. Istri dalam penelitian ini berkaitan dengan seorang wanita dari pasangan usia subur yang menggunakan maupun tidak menggunakan alat kontrasepsi implant.

2.2.4 Konsep pasangan usia subur (PUS)

Pasangan usia subur adalah pasangan suami istri yang pada saat ini hidup bersama, baik bertempat tinggal resmi dalam satu rumah ataupun tidak, dimana umur istrinya antara 15 tahun sampai dengan 44 tahun. Batasan umur yang digunakan disini adalah 15 sampai 44 tahun dan bukan 15 sampai 49 tahun. Hal ini tidak berarti berbeda dengan perhitungan fertilitas yang menggunakan batasan 15 sampai 49 tahun, tetapi dalam kegiatan keluarga berencana mereka yang berada pada kelompok 45 sampai 49 bukan merupakan sasaran keluarga berencana lagi. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa mereka yang berada pada kelompok umur 45 sampai 49 tahun kemungkinan untuk melahirkan lagi sudah sangat kecil sekali (Wirosuhardjo, 2004).

(43)

Pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur antara 18 tahun sampai 45 tahun atau pasangan yang istrinya berumur 18 tahun dan sudah menstruasi atau istri yang berumur lebih dari 50 tahun masih menstruasi (BKKBN, 2008). Definisi pasangan usia subur yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang istrinya berusia 18 tahun serta sudah menstruasi sampai istrinya berusia lebih dari 50 tahun tetapi masih menstruasi.

2.2.5 Konsep persepsi

2.2.5.1Pengertian persepsi

Persepsi merupakan aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam berbagai aspek dan gejala di lingkungannya. Para ahli mendefinisikan berbagai macam mengenai persepsi, meskipun mempunyai makna sama. KBBI mengartikan persepsi adalah suatu pengambilan secara langsung dari suatu obyek untuk memastikan berbagai hal melalui alat inderanya.

Persepsi merupakan kemampuan otak dalam menerima stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Terdapat beberapa perbedaan cara pandang dalam proses penginderaan, ada yang mempersepsikan sesuatu itu merupakan hal yang baik atau persepsi yang positif ada juga yang memandang sebagai suatu persepsi negatif yang mempengaruhi tindakan manusia secara nyata (Walgito, 2004).

Persepsi dapat diartikan sebagai suatu cara pengorganisasian, penginterpretasian terhadap respon yang ditangkap oleh individu hingga menjadi

(44)

suatu yang bermakna dan merupakan aktivitas yang menjadi satu di dalam diri individu tersebut (Sugiharto, 2007).

2.2.5.2 Syarat terjadinya persepsi

Sunaryo (2004) mengemukakan beberapa syarat-syarat yang mempengaruhi suatu persepsi dari individu seperti: terdapat obyek yang dipersepsi, terdapat perhatian sebagai awal persiapan dalam persepsi, alat indera untuk mendapatkan respon, serta susunan sensorik untuk menerima respon menuju hipotalamus serta media dalam menimbulkan stimulus.

2.2.5.3 Faktor yang mempengaruhi persepsi

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terdiri dari faktor internal serta faktor eksternal. Faktor-faktor internal meliputi perasaan, sikap dan kepribadian seseorang, anggapan, kemauan, perhatian, proses pembelajaran, kondisi fisik, kejiwaan, nilai, keinginan, serta motivasi. Faktor-faktor eksternal seperti riwayat keluarga, informasi yang didapatkan, pengetahuan, intensitas, ukuran, pengulangan gerak serta hal-hal baru dari suatu objek (Toha, 2003).

Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam persepsi yaitu faktor objek yang dipersepsi, alat indera, saraf dan susunan saraf serta perhatian. Objek merangsang respon terhadap alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar atau dari dalam diri individu yang mempersepsi kemudian mengenai saraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Alat indera atau reseptor sebagai alat untuk menerima stimulus kemudian diteruskan oleh saraf sensoris ke pusat susunan saraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Persepsi memerlukan suatu perhatian untuk langkah utama dalam rangka menimbulkan persepsi yang

(45)

merupakan pusat dari semua aktivitas seseorang yang ditujukan kepada beberapa objek yang diperhatikan. Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya serta dapat mempengaruhi individu dalam mempersepsi suatu objek serta stimulus walaupun objek tersebut sama (Walgito, 2004).

Persepsi merupakan suatu proses pengolahan terhadap suatu respon yang terjadi pada individu sehingga mempengaruhi terhadap tindakan serta perilaku dari individu tersebut. Persepsi yang dibahas dalam penelitian ini adalah persepsi istri pasangan usia subur yang menggunakan serta tidak menggunakan alat kontrasepsi implant.

2.2.6 Konsep sikap

2.2.6.1 Pengertian sikap

Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan obyek yang dilihat (Purwanto, 2012). Sedangkan menurut Widayatun (2009) mendefinisikan sikap sebagai suatu keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Jadi sikap merupakan suatu tindakan nyata yang yang berpengaruh terhadap respon seseorang yang diakibatkan oleh adanya pengetahuan, pengalaman serta objek lain yang mempengaruhi sikap tersebut. 2.2.6.2 Ciri-ciri sikap

Sikap mempunyai ciri-ciri yaitu: tidak dibawa sejak lahir melainkan terbentuk serta dipelajari sepanjang perkembangan kehidupannya yang berkaitan

(46)

dengan keadaan serta syarat-syarat yang mempermudah sikap pada seseorang, sikap tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek yang mempengaruhi sikap tersebut, objek dari sikap merupakan suatu hal tertentu yang merupakan gabungan dari beberapa hal yang dialaminya, dan sikap memiliki segi motivasi serta segi perasaan sehingga dapat membedakan sikap dari kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki oleh individu tersebut (Purwanto, 2012).

2.2.6.3 Cara pengukuran sikap

Menurut Azwar (2009), sikap dapat diukur dengan menggunakan Skala Likert yang dikategorikan sebagai berikut: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).

2.2.6.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap seperti: pengalaman pribadi yang terjadi dengan tidak terduga sehingga dapat menyisakan kesan yang mendalam dalam diri seseorang, pengaruh orang lain yang dianggap penting misalnya dalam kehidupan di masyarakat pedesaan yang mengikuti arahan dari tokoh masyarakat di desa tersebut, kebudayaan yang mewarnai kehidupan di masyarakat yang mempengaruhi pembentukan sikap individu, media massa baik elektronik maupun media cetak yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang, lembaga pendidikan dan lembaga agama mempunyai pengaruh terhadap pembentukan sikap karena keduanya mempunyai dasar pengertian serta konsep moral di dalam diri individu, dan faktor emosional yang ada di dalam diri individu itu sendiri (Azwar, 2009).

(47)

2.2.7 Konsep pengalaman

Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami, dijalani serta dirasakan oleh seseorang (KBBI, 2005). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodic yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang dialami dan dirasakan oleh individu pada keadaan atau situasi berbeda serta mempunyai fungsi sebagai referensi otobiografi (Daehler & Bukatko, 1985 dalam Syah, 2003).

Pengalaman merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dalam kehidupan individu setiap harinya. Pengalaman memiliki sifat yang sangat berharga bagi setiap individu serta pengalaman dapat diberikan kepada siapa saja agar digunakan dan menjadi acuan serta pembelajaran seseorang. Pengalaman istri dalam menggunakan alat kontrasepsi yang dipilih merupakan hal yang tidak terlupakan, karena hampir semua istri yang menggunakan alat kontrasepsi menginginkan hal yang terbaik dan tanpa adanya efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi yang mereka pergunakan.

2.2.8 Konsep budaya

Budaya merupakan suatu karya seseorang dalam upayanya mempertahankan hidup untuk meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan jasmaninya serta kekayaan sumber daya alam di lingkungannya. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan Harrison (2006).

Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami serta menginterpretasi lingkungan

(48)

dan pengalamannya yang menjadi kerangka landasan sebagai pendorong terwujudnya perilaku. Dalam definisi ini, kebudayaan dilihat sebagai mekanisme kontrol bagi perilaku serta tindakan manusia atau sebagai pola bagi perilaku seseorang (Pranadji, 2004). Menurut Wahyu (2007), kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh manusia yang memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya.

Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya oleh yang bersangkutan dan yang menyelimuti perasaan serta emosi manusia dan menjadi sumber bagi sistem penilaian baik dan buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena di dalam kebudayaan terkandung nilai-nilai moral yang bersumber dari pandangan hidup dan etos atau sistem etika yang dimiliki oleh setiap manusia.

2.2.9 Konsep fasilitas dan sarana

Fasilitas merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan tempat yang dipakai untuk menyelenggarakan pelayanan yang diberikan. Ketersediaan fasilitas kesehatan dalam penelitian ini terkait dengan tempat yang digunakan untuk memperoleh pelayanan kesehatan seperti: puskesmas, klinik swasta, bidan praktek swasta, rumah sakit dan lain-lain.

(49)

Sarana merupakan penunjang didalam menyelenggarakan pelayanan. Ketersediaan sarana dalam penelitian ini terkait dengan alat-alat serta obat-obatan yang mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Lawrence Green

Lawrence Green dan kawan-kawan (1980) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor perilaku serta faktor diluar perilaku. Perilaku terbentuk menjadi tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung serta faktor pendorong (Maulana, 2009).

Teori Lawrence Green menganalisis perilaku seseorang dari tingkat kesehatan. Kesehatan individu dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku itu sendiri serta faktor di luar perilaku. Perilaku seseorang tentang kesehatan dapat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari individu yang bersangkutan. Ketersediaan fasilitas, sikap, serta perilaku petugas terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku Notoatmodjo (2005).

Perilaku istri pasangan usia subur di dalam memutuskan untuk menggunakan alat kontrasepsi implant dipengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu persepsi, sikap, dan pengalaman. Faktor pendukung yang mempengaruhi istri pasangan usia subur dalam memilih alat kontrasepsi implant yaitu faktor budaya serta ketersediaan fasilitas dan sarana.

(50)

2.3.2 Teori Social Learning (Teori Belajar Sosial)

Albert Bandura dalam Teori social learning atau teori belajar sosial memfokuskan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Albert Bandura mengemukakan seseorang mempelajari sesuatu melalui pengalaman langsung atau pengamatan. Seseorang mempelajari sesuatu dari yang dibaca, didengar, dan dilihat pada media, serta dari orang lain di sekitarnya (Maulana, 2009).

Seseorang mempelajari perilaku melalui adanya pemodelan, tidak ada penguat yang didapatkan. Proses mempelajari sesuatu seperti ini disebut

observational learning atau pembelajaran melalui pengamatan. Teori pembelajaran sosial membahas tentang : (1) bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning; (2) cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi; (3) bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity (Notoatmodjo, 2005).

Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran. Bentuk pembelajarannya dari belajar sosial yaitu seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain. Dalam observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses pengamatan atau proses modeling yang terjadi dalam

observational learning tersebut seperti: atensi, retensi, reproduksi serta motivasional. Atensi merupakan tahap dari individu untuk memberikan perhatian terhadap model dengan cermat. Tahap retensi merupakan tahapan di dalam mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati sehingga diperlukan ingatan yang bagus terhadap perilaku model. Reproduksi merupakan

(51)

tahapan dari individu yang telah mengamati dengan cermat serta mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya sehingga dapat mencoba menirukan atau perilaku yang dilakukan oleh model. Tahapan yang terakhir adalah motivasional dimana pada tahap ini seseorang harus mempunyai motivasi untuk belajar dari model (Maulana, 2009).

Teori Albert Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Contohnya, seorang istri pasangan usia subur yang berada di lingkungan keluarga yang menggunakan alat kontrasepsi implant

maka kecenderungan istri pasangan usia subur tersebut akan ikut terpengaruh terhadap keputusannya dalam memilih penggunaan KB implant (Notoatmodjo, 2005).

Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dalam keadaan atau lingkungan sebenarnya. Bandura menghipotesiskan bahwa tingkah laku, lingkungan dan kejadian-kejadian internal pada istri pasangan usia subur yang mempengaruhi persepsi dan aksi adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh atau berkaitan. Albert Bandura, menyatakan bahwa tingkah laku sering dievaluasi yaitu bebas dari timbal balik sehingga boleh mengubah kesan-kesan personal seseorang. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri istri pasangan usia subur di dalam memutuskan penggunaan alat kontrasepsi implant.

(52)

2.3.3 Teori Kurt Lewin

Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan pendorong dengan kekuatan penahan. Perilaku tersebut dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut yang ada di dalam diri seseorang yang menimbulkan adanya perubahan prilaku. Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kekuatan pendorong diakibatkan oleh adanya stimulus yang mendorong terjadinya perubahan perilaku. Stimulus tersebut berkaitan dengan penyuluhan-penyuluhan atau informasi yang berhubungan dengan perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2005).

Sebagai contoh dari aplikasi teori yang dikemukakan oleh Kurt Lewin dapat dilihat bahwa seseorang yang tidak mengikuti program KB dengan adanya keseimbangan antara pentingnya mempunyai anak sedikit dengan kepercayaan banyak anak banyak rezeki dapat berubah perilakunya menjadi menggunakan program KB. Kekuatan penahan menjadi menurun yang diakibatkan oleh adanya stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Dengan situasi semacam ini maka akan terjadi perubahan perilaku pada individu tersebut bahwa banyak anak banyak rezeki merupakan suatu kepercayaan yang salah, maka kekuatan penahan tersebut akan melemah sehingga terjadi perubahan perilaku pada individu tersebut.

Kekuatan pendorong meningkat dan kekuatan penahan menurun sehingga menimbulkan keadaan yang akan menyebabkan perubahan perilaku. Dapat dilihat seperti contoh di atas bahwa penyuluhan KB yang memberikan penjelasan mengenai pentingnya menggunakan KB dan tidak benarnya kepercayaan yang menyatakan banyak anak banyak rezeki, sehingga akan dapat meningkatkan kekuatan pendorong, dan sekaligus menurunkan kekuatan penahan.

Gambar

Gambar 2.1   Model  Penelitian  tentang  Faktor  Pendukung  dan  Penghambat  Istri  Pasangan Usia Subur dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Implant  di Puskesmas I Denpasar Utara
Foto Bersama setelah selesai    Pengambilan Data FGD pada Istri
Foto Bersama setelah selesai    Pengambilan Data FGD pada Istri

Referensi

Dokumen terkait

Rencana Program Investasi |angka Menengah (RPUM) Bidang Cipta Karya pada Tahun. 20L7

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 13 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Penyaluran

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik nonpartisipasi atau teknik simak bebas libat cakap (SBLC) dengan mengamati dan mencatat data istilah-istilah politik

Beberapa gending yang dibakukan dalam Wayang Golek Menak adalah Gending Kabor Topèng Laras Sléndro Pathet Nem, Playon Kembang Jeruk Laras Sléndro Pathet Nem/ Sanga, Playon

Sucralfate yang diberikan dalam dosis 4 g/hari (1 g 3 kali per hari 30 menit sebelum makan dan 1 g pada malam hari), telah terlihat signifikan lebih baik dibandingkan

Prosedur Tetap tentang Perbaikan Arsip Konvensional ini dapat menjadi pedoman dalam melaksanakan perbaikan arsip konvensional yang sangat menunjang kelancaran kegiatan

Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji hubungan Spearman Korelation didapatkan nilai signifikasi 0,110, 0,147, 0,193, 0,393, 0,320 nilai tersebut lebih besar

Temuan dari penelitian adalah bahwa bentuk-bentuk upaya pengelolaan aset desa yang dilakukan di Desa Bakung Kabupaten Ogan Ilir belum sesuai dengan konsep