Fakultas Ilmu Komputer
1778
Identifikasi Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak Dengan Algoritme
Backpropagation
Fadhilla P. Cahyani1, M. Tanzil Furqon2, Bayu Rahayudi3
Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1[email protected], 2[email protected], 3[email protected]
Abstrak
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang saling bergantung satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Pertumbuhan dan perkembangan anak sangat mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak kedepannya. Pada fase perkembangan seringkali ditemui gangguan yang menyebabkan keterlambatan tumbuh kembang anak jika dibandingkan anak seusianya. Gangguan tumbuh kembang yang sering dialami pada anak diantaranya adalah autisme, Attention Deficit Disorder (ADHD), dan
Down Syndrome. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis penyimpangan tumbuh kembang
anak berdasarkan gejala yang muncul menggunakan algoritme Backpropagation. Algoritme
Backpropagation merupakan salah satu algoritme Jaringan Syaraf Tiruan yang memiliki kemampuan
menyelesaikan permasalahan kompleks yang tidak dapat diselesaikan dengan teknik pembelajaran konvensional. Arsitektur jaringan yang digunakan pada penelitian ini adalah 38 neuron input, 5 neuron
hidden, dan 3 neuron output. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa algoritme Backpropagation
dapat melakukan identifikasi penyimpangan tumbuh kembang anak dengan baik dengan rata-rata akurasi 91.11% pada pengujian data latih sebesar 81, data uji 9, learning rate 0,1, dan batas error 0,0009. Kata kunci: anak usia dini, identifikasi, tumbuh kembang, algoritme backpropagation
Abstract
Growth and development are two processes that are interdependent and inseparable. Growth and development of children greatly affect the quality of growth and development of children in the future. In the development phase, often encountered irregularities that cause delay in child development when compared to children of the same age. Developmental disorders that often occurred in children are such as autism, Attention Deficit Disorder (ADHD), and Down Syndrome. This study aims to identify the type of development disorder of children based on symptoms that appear using Backpropagation algorithm. Backpropagation algorithm is one of Artificial Neural Network algorithm that has ability to solve complex problems that can not be solved by conventional learning technique. The network architectures used in this study are 38 input neurons, 5 hidden neurons, and 3 output neurons. The results of this study indicate that Backpropagation algorithm can identify the development disorder of children well with the average accuracy of 91,11% in the test of training data of 81, 9 testing data, learning rate 0,1, and 0,0009 minimun error.
Keywords: early childhood, identification, growth, backpropagation algorithm
1. PENDAHULUAN
Pertumbuhan adalah suatu proses perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya ukuran dan struktur (Somantri, 2006). Sedangkan perkembangan dapat didefinisikan sebagai perubahan dan perluasan bertahap, dari kompleksitas rendah ke kompleksitas yang lebih tinggi, juga perluasan kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, pematangan serta pembelajaran (Wong, 2008).
Perkembangan anak dapat dibagi menjadi lima periode, yaitu periode pra lahir, periode bayi yang baru lahir, masa bayi, masa kanak-kanak, dan masa puber (Hurlock, 1993). Masa kanak-kanak dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu masa kanak-kanak dini dan akhir. Masa kanak-kanak dini adalah masa anak saat berusia 2 hingga 6 tahun, atau dapat juga disebut sebagai masa prasekolah. Masa kanak-kanak akhir merupakan masa anak berusia 6 hingga 13 tahun, yang disebut sebagai usia sekolah. Perkembangan pada masa kanak-kanak merupakan landasan
yang memengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini orang tua perlu melakukan pengawasan lebih terhadap gejala penyimpangan yang dapat terjadi pada anak agar tidak memengaruhi perkembangan anak kedepannya.
Penyimpangan perkembangan yang sering ditemukan pada anak adalah gangguan bicara dan bahasa. Sekitar 1% hingga 32% anak mengalami gangguan bicara dan bahasa pada populasi normal (Soetjiningsih & N, 2014). Gangguan-gangguan tersebut dapat menjadi pertanda penyimpangan tumbuh kembang yang lainnya. Centers for Disease Control and
Prevention of America (CDC) menyebutkan
pada tahun 2012, 1 dari 68 anak terdeteksi mengalami gangguan autisme. Penelitian lainnya di Amerika menyebutkan 1 dari 6, atau sekitar 15% anak usia 3 sampai 17 tahun mengalami satu atau lebih gangguan perkembangan (Boyle, 2011). Sedangkan di Indonesia, berdasarkan hasil pelayanan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) sebesar 11,9% dari 500 anak di lima Wilayah DKI Jakarta mengalami kelainan tumbuh kembang (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Gangguan tumbuh kembang anak dapat diintervensi dengan cara deteksi dini. Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah kegiatan pemeriksaan untuk menemukan secara dini penyimpangan tumbuh kembang pada anak (Kusbiantoro, 2015). Deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang anak dapat menjadi perantara untuk menindaklanjuti keluhan orangtua terhadap tumbuh kembang anak. Tindakan deteksi dini dapat menjadi tindakan koreksi untuk memperbaiki penyimpangan yang terdapat pada seorang anak. Koreksi ini diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan penyimpangan yang ada jika dilakukan sedini mungkin. Deteksi dini juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak usia dini dan kesiapan anak memasuki jenjang pendidikan formal (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2014)
Dewasa ini, deteksi dini tidak hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis atau ahli. Deteksi dini dapat dilakukan melalui suatu sistem komputasi cerdas. Perkembangan ini dapat membantu tenaga ahli untuk pengambilan keputusan dan pertimbangan dalam melakukan diagnosis. Dalam bidang kecerdasan buatan, deteksi dini dapat dilakukan melalui proses
klasifikasi. Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan salah satu algoritme yang dikenal handal untuk mengenali pola dan juga sebagai
classifier. Algoritme ini memiliki kelebihan
yaitu dapat menyelesaikan permasalahan kompleks yang sulit untuk dimodelkan dan diselesaikan dengan matematika atau prosedur tradisional (Haykin, 1994).
Backpropagation Neural Network (BPNN)
merupakan salah satu algoritme JST yang telah menarik perhatian dari banyak peneliti di berbagai bidang penerapan (Hameed, Karlik, & Salman, 2016). Algoritme Backpropagation memiliki kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan kompleks yang tidak dapat diselesaikan dengan teknik pembelajaran konvensional. Penelitian terkait penerapan algoritme Backpropagation dilakukan oleh Singh pada tahun 2015. Algoritme
Backpropagation digunakan untuk mengklasifikasikan tumor payudara berdasarkan 40 tekstur dan bentuk dari dataset diagnosis di
Pt. J.N.M Government Medical College Raipur India. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Backpropagation berhasil mengklasifikasikan
tumor payudara dengan akurasi sebesar 84,6% (Singh, Verma, & Thoke, 2015).
Berdasarkan penelitian terkait di atas, dapat ditarik kesimpulan algoritme Backpropagation memiliki performa yang baik dalam melakukan klasifikasi. Pada penelitian ini, penulis menerapkan algoritme Bakpropagation pada sistem klasifikasi penyimpangan tumbuh kembang anak. Sistem ini diharapkan bisa membantu pengguna untuk deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang anak, sehingga penanganan dapat dilakukan lebih cepat.
2. DASAR TEORI
2.1 Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak Penyimpangan tumbuh kembang anak dapat terjadi pada masa kehamilan maupun pada masa perkembangan. Beberapa jenis penyimpangan yang sering ditemui pada anak adalah sebagai berikut:
2.1.1 Down Syndrome
Down syndrome (DS) merupakan
penyimpangan genetik yang sangat sering terjadi, yaitu 1 pada 800 hingga 1000 kelahiran. Penelitian menyatakan bahwa 350.000 orang di Amerika menderita Down syndrome. Down
syndrome pertama kali diperkenalkan secara
Langdon Down pada tahun 1866. DS disebabkan oleh kelebihan kromosom ke-21 pada sel tubuh. Kelebihan kromosom ini tidak disebabkan oleh kesalahan yang terjadi selama masa kehamilan. Menurut Scottish Down’s Syndrome
Association, penderita DS biasanya ditandai
dengan penampilan fisiknya yaitu wajah yang bulat dan hidung yang datar, kepala lebih kecil dari ukurang rata-rata, mulut kecil dan lidah tampak menjulur, mata cenderung sipit, serta kaki tangan yang pendek (Scottish Down's Syndrome Association, 2001).
2.1.2 Autisme
Pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (DSM-5),
autisme didefinisikan sebagai gangguan pada kemampuan komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan ini terjadi di berbagai konteks, seperti gangguan dalam hubungan timbal-balik sosial, kemampuan komunikasi nonverbal, kemampuan untuk mengembangkan, menjaga, dan memahami suatu hubungan dengan orang lain. Penderita autisme memiliki tingkah laku, minat, dan kegiatan yang terbatas dan berulang-ulang. Berdasarkan Diagnostic and Statistical of
Mental Disorders IV (DSM-IV), beberapa
kriteria diagnosis autisme yaitu keterlambatan atau bahkan ketidakmampuan dalam berinteraksi sosial, gerakan motorik yang berulang, dan ketertarikan terhadap suatu hal secara terus-menerus (American Psychiatric Association, 1994).
2.1.3 Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD) merupakan sebuah gangguan pemusatan perhatian yang ditandai dengan perilaku hiperaktif dan terburu-buru (impulsif). Ada pula gangguan yang disebut Attention
Deficit Disorder (ADD), gangguan ini merupakan gangguan pemusatan perhatian tanpa disertai hiperaktifitas. Beberapa karakteristik ADHD adalah kurang perhatian, hiperaktivitas impulsifitas, adanya gangguan secara klinis dalam fungsi social, akademik, atau pekerjaan. (American Psychiatric Association, 1994) 3. JARINGAN SYARAF TIRUAN
Jaringan syaraf tiruan adalah model analitis yang dibuat untuk menirukan hubungan
input/ouput dari jaringan syaraf manusia (Sitton,
Zeinali, & Story, 2017). Algoritme ini sangat
efektif dalam melakukan prediksi dari berbagai data, dimana relasi teoritis antara input dan
output sangat rumit (Hossain, Chao, Ismail, &
Noroozi, 2017). Jaringan syaraf tiruan mampu memodelkan hubungan fungsional yang bahkan tidak dapat dimodelkan oleh perhitungan matematika.
Gagasan dasar dari algoritme
Backpropagation adalah untuk meminimalkan
kesalahan output secara keseluruhan. Data latih dihitung secara iteratif melalui input layer untuk mendapatkan hasil prediksi yang sesuai dan untuk perbaikan kesalahan (error) dikakukan proses propagasi balik. Tahap perhitungan algoritme Backpropagation meliputi 3 tahap, yaitu feedforward, backpropagation, dan weight
update. Langkah-langkah dalam pelatihan Backpropagation ditunjukkan oleh Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir algoritme backpropagation
3.1 Algoritme Nguyen-Widrow
Algoritme Nguyen-Widrow diusulkan oleh Nguyen dan Widrow pada tahun 1990 sebagai modifikasi sederhana dari proses inisialisasi acak oleh Fahlman (1988) sebelumnya (Adam, Karras, Magoulas, & Vrahatis, 2014). Penggunaan Nguyen-Widrow pada inisialisasi bobot diharapkan dapat mempercepat iterasi, karena bobot awal sangat memengaruhi kemampuan pembelajaran dari unit hidden. Langkah-langkah Algoritme Nguyen-Widrow adalah sebagai berikut:
a. Inisialisasi bobot 𝑣𝑖𝑗 lama secara acak
dengan interval -0,5 sampai 0,5
b. Hitung nilai vektor 𝑣𝑖𝑗 dengan Persamaan
(1).
||𝑣𝑖𝑗|| = √𝑉12𝑗 + 𝑉22𝑗 + ⋯ . +𝑉𝑛2𝑗 (1)
Keterangan:
||𝑣𝑖𝑗|| = nilai vektor 𝑣𝑖𝑗
𝑉𝑛2𝑗 = bobot 𝑣𝑖𝑗 awal sampai ke-n
c. Hitung nilai faktor skala (𝛽) dengan Persamaan (2).
𝛽 = 0,7 √𝑝𝑛
(2)
Keterangan: 𝛽 = faktor skala 𝑝 = jumlah unit hidden 𝑛 = jumlah unit input
d. Hitung nilai 𝑣𝑖𝑗 baru dengan Persamaan (3)
𝑣𝑖𝑗=
𝛽𝑉𝑖𝑗(𝑙𝑎𝑚𝑎)
||𝑣𝑖𝑗|| (3) e. Inisialisasi bobot bias 𝑣0𝑗 dengan interval −𝛽
sampai 𝛽.
3.2 Algoritme Backpropagation
Backpropagation adalah salah satu algoritme
yang memiliki peran penting dalam bidang jaringan syaraf tiruan sejak tahun 1980 (Liu, et al., 2016). Algoritme Backpropagation
merupakan algoritme pembelajaran terawasi (supervised learning) yang diterapkan pada dataset input dan target output. Algoritme ini biasanya digunakan untuk melakukan prediksi dan klasifikasi (Hameed, Karlik, & Salman, 2016).
a. Fase Feedforward
Fase pertama pada algoritme
Backpropagation adalah fase feedforward. Pada
fase ini, setiap unit input menerima masukkan (𝑥𝑖, i= 1,….,n) dan meneruskannya ke unit
tersembunyi kemudian diteruskan kembali ke unit output. Pertama, hitung output dari unit
hidden dengan Persamaan (4).
𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗= 𝑣𝑗0+ ∑𝑛𝑖=1𝑥𝑖𝑣𝑗𝑖 (4)
Keterangan:
𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗 = nilai output dari unit hidden
𝑣𝑗0 = bobot bias antara input layer dan
hidden layer
𝑣𝑗𝑖 = bobot antara input layer dan hidden
layer
Kemudian hitung fungsi aktivasi dengan sigmoid biner seperti pada Persamaan (5).
𝑧𝑗= 𝑓(𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑖) = 1
1+𝑒(−𝑧𝑛𝑒𝑡𝑖) (5)
Keterangan:
𝑧𝑗 = nilai fungsi aktivasi hidden layer
𝑒 = bilangan eural bernilai 2.71828 Hitung output dari output layer dengan Peramaan (6).
𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘 = 𝑤0+ ∑𝑛𝑗=1𝑧𝑗𝑤𝑘𝑗 (6)
Keterangan:
𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘 = nilai output dari output layer
𝑤0 = bobot bias antara hidden layer dan
output layer
𝑧𝑗 = nilai aktivasi dari hidden layer
𝑤𝑘𝑗 = bobo tantara hidden layer dan output
layer
Lalu hitung fungsi aktivasi dari output tersebut dengan Persamaan (7).
𝑦𝑘 = 𝑓(𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘) = 1
1+𝑒(−𝑦𝑛𝑒𝑡𝑘) (7)
Keterangan:
𝑦𝑘 = nilai fungsi aktivasi output layer
b. Fase Backpropagation
Fase kedua yaitu fase backpropagation atau propagasi balik. Hitung koreksi error 𝛿 berdasarkan kesalahan pada output layer dengan Peramaan (8).
𝛿𝑘 = (𝑡𝑘− 𝑦𝑘)𝑓′(𝑦𝑛𝑒𝑡𝑘) = (𝑡𝑘− 𝑦𝑘)𝑦𝑘(1 −
𝑦𝑘) (8)
Keterangan:
𝛿𝑘 = nilai untuk koreksi error
𝑡𝑘 = nilai target data
𝑦𝑘 = nilai aktivasi output layer
Lalu hitung koreksi error 𝑤𝑘𝑗 dengan laju
pembelajaran (𝑎), koreksi error ini digunakan untuk memperbaharui bobot 𝑤𝑘𝑗 pada fase
weight update. Hitung koreksi error 𝑤𝑘𝑗 dengan
Persamaan (9).
∆𝑤𝑘𝑗= 𝛼𝛿𝑘𝑧𝑗 (9)
Keterangan:
∆𝑤𝑘𝑗 = nilai koreksi error 𝑤𝑘𝑗
𝛼 = learning rate 0 < 𝛼 < 1
Kemudian hitung koreksi error dari unit hidden dengan Persamaan (10).
𝛿_𝑛𝑒𝑡𝑗 = ∑𝑛𝑘=1𝛿𝑘𝑤𝑘𝑗 (10)
Keterangan:
𝛿_𝑛𝑒𝑡𝑗 = nilai koreksi error pada unit hidden
𝑤𝑘𝑗 = bobot antara hidden layer dan output
layer
Hitung hitung faktor 𝛿 dari hidden layer dengan Persamaan (11).
𝛿𝑗 = 𝛿𝑛𝑒𝑡𝑗𝑓(𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗) = 𝛿𝑛𝑒𝑡𝑗𝑧𝑗(1 − 𝑧𝑗) (11)
Keterangan:
𝛿𝑗 = nilai untuk menghitung 𝛿𝑗
Lalu hitung koreksi error bobot 𝑣𝑖𝑗 dengan
Persamaan (12).
∆𝑣𝑖𝑗 = 𝛼𝛿𝑘𝑥𝑗 (12)
Keterangan:
∆𝑣𝑖𝑗 = nilai koreksi bobot 𝑣𝑖𝑗
𝑥𝑗 = masukan ke-i dari unit input
c. Weight Update
Fase ketiga adalah weight update. Koreksi
error pada fase backpropagation akan
digunakan untuk memperbarui bobot dan bias awal. Update bobot 𝑣𝑖𝑗 menggunakan
Persamaan (13).
𝑣𝑖𝑗(𝑏𝑎𝑟𝑢) = 𝑣𝑖𝑗(𝑙𝑎𝑚𝑎) + ∆𝑣𝑖𝑗 (13)
Keterangan:
𝑣𝑖𝑗(𝑙𝑎𝑚𝑎) = bobot 𝑣𝑖𝑗 awal
∆𝑣𝑖𝑗 = koreksi bobot 𝑣𝑖𝑗
Update bobot 𝑤𝑘𝑗 dengan Persamaan (14).
𝑤𝑘𝑗(𝑏𝑎𝑟𝑢) = 𝑤𝑘𝑗(𝑙𝑎𝑚𝑎) + ∆𝑤𝑘𝑗 (14)
Keterangan:
𝑤𝑘𝑗(𝑙𝑎𝑚𝑎) = bobot 𝑤𝑘𝑗 awal
∆𝑤𝑘𝑗 = koreksi bobot 𝑤𝑘𝑗
4. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian memaparkan langkah-langkah dalam pembuatan sistem identifikasi penyimpangan tumbuh kembang anak dengan algoritme Backpropagation. 4.1 Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mempelajari literatur dari beberapa bidang ilmu terkait pembuatan sistem deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang anak dengan algoritme
Backpropagation, diantaranya:
a. Penyimpangan tumbuh kembang anak b. Klasifikasi
c. Algoritme Backpropagation 4.2 Pengumpulan Data
Pada tahap ini, data terkait penyimpangan tumbuh kembang anak diperoleh dari kuisioner yang disebarkan ke TKLB, SLB, dan rumah terapi di Kota Malang. Kuisioner tersebut berisi pernyataan-pernyataan yang mencakup tipe-tipe penyimpangan tumbuh kembang pada anak
dengan jumlah pernyataan yaitu 38 pernyataan. Jumlah data yang diperoleh sebanyak 90 data dengan responden anak-anak berusia di bawah 10 tahun yang ada di SLB atau TKLB di Malang. Data yang diperoleh dijadikan sebagai data latih dan data uji dalam klasifikasi penyimpangan tumbuh kembang pada anak menggunakan algoritme Backpropagation.
4.3 Analisis Kebutuhan
Pada tahap ini ditentukan kebutuhan yang diperlukan dalam pembuatan sistem identifikasi penyimpangan tumbuh kembang anak dengan algoritme Backpropagation.
4.4 Perancangan Sistem
Perancangan sistem berguna sebagai acuan masukan dan keluaran sistem guna mempermudah proses implementasi. Pada penelitian ini, perancangan yang dilakukan adalah perancangan antarmuka dan perancangan pengujian.
4.5 Implementasi Sistem
Pada tahap ini dilakukan implementasi sistem sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan sebelumnya. Implementasi yang dilakukan adalah implementasi antarmuka dan implementasi algoritme Backpropagation
menggunakan bahasa pemrograman java. 4.6 Pengujian dan Analisis
Pengujian dilakukan dengan menguji coba sistem terhadap data uji yang dimasukkan. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian sistem yang dibuat dengan spesifikasi kebutuhan yang telah ditentukan. Pengujian juga dilakukan dengan membandingkan hasil klasifikasi data menggunakan sistem dengan kelas klasifikasi data asli. Pengujian ini dibutuhkan untuk menghitung tingkat akurasi sistem.
4.7 Penarikan Kesimpulan
Setelah seluruh tahap selesai, penarikan kesimpulan dilakukan terhadap hasil pengujian. Hasil pengujian kemudian dianalisis untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari metode yang diimplementasikan. Kemudian tahap terakhir yaitu pemberian saran untuk memperbaiki atau melengkapi kekurangan, maupun pengembangan metode yang diimplementasikan dalam klasifikasi
penyimpangan tumbuh kembang anak pada penelitian selanjutnya.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil dan Analisis Pengujian Jumlah Data Latih dengan Data Uji Konstan Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari jumlah data latih yang berbeda terhadap akurasi. Pengujian ini menggunakan jumlah data latih 30, 50, dan 60. Data uji yang digunakan konstan yaitu sebanyak 30. Nilai parameter yang digunakan untuk pengujian adalah: jumlah neuron di hidden layer 5,
learning rate 0,1, iterasi maksimum 100.000 dan
batas error 0,0009. Percobaan dilakukan sebanyak 5 kali dengan menggunakan bobot awal yang berbeda-beda. Hasil pengujian jumlah data latih dengan data uji konstan ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Hasil pengujian jumlah data latih dengan data uji konstan
Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat akurasi yang didapatkan semakin meningkat setiap pertambahan jumlah data latih yang digunakan. Akurasi tertinggi didapatkan dari pengujian data latih sebanyak 60 dengan nilai rata-rata sebesar 85,33%. Pengujian ini menunjukkan bahwa jumlah data latih yang digunakan dapat memengaruhi akurasi. Pada umumnya, semakin banyak jumlah data latih yang digunakan dapat meningkatkan nilai akurasi. Hal ini dikarenakan variasi pola data yang akan masuk ke dalam fase learning semakin banyak.
5.2 Hasil dan Analisis Pengujian Batas Error Pengujian batas error ditujukan untuk mengetahui pengaruh nilai error terhadap akurasi, lama iterasi, dan jumlah iterasi. Nilai
error merupakan salah satu stopping condition
yaitu membandingkan dengan nilai Mean
kecil atau sama dengan batas error, proses
learning akan berhenti. Dalam pengujian ini,
batas error yang diuji adalah 0,0001, 0,0005, 0,0009, 0,001, dan 0,009. Nilai parameter yang digunakan dalam pengujian iterasi maksimum adalah: jumlah neuron di hidden layer 5,
learning rate 0,1, data latih 80, data uji 10, dan
iterasi maksimum 100.000. Percobaan dilakukan sebanyak 5 kali dengan bobot awal acak dan berbeda-beda. Hasil pengujian batas error ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Hasil pengujian batas error
Dapat dilihat pada Gambar 3, akurasi terus meningkat sampai dengan pengujian batas error 0,001. Akurasi menurun drastis pada pengujian batas error sebesar 0,009. Akurasi tertinggi didapatkan pada pengujian batas error 0,0009 dan 0,001 yaitu sebesar 94,67%. Akurasi menurun drastis pada batas error 0,009 dapat disebabkan karena batas error yang terlalu besar, sehingga konvergensi terlalu cepat dicapai. Sedangkan batas error yang terlalu kecil dapat menyebabkan pelatihan berlangsung lama dan konvergensi sulit dicapai.
5.3 Hasil dan Analisis Pengujian Nilai
Learning Rate
Pengujian nilai learning rate bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari nilai learning
rate terhadap nilai akurasi. Learning rate yang
digunakan pada pengujian ini adalah 0,09, 0,1, 0,2, 0,3, dan 0,4. Nilai parameter yang digunakan dalam pengujian nilai learning rate adalah: jumlah neuron di hidden layer 5, data latih 60, data uji 30, iterasi maksimum 100.000, dan batas error 0,0009. Percobaan dilakukan sebanyak 5 kali dengan bobot awal tetap. Hasil pengujian nilai learning rate ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Hasil pengujian learning rate
Berdasarkan Gambar 4, nilai akurasi tertinggi didapatkan pada pengujian dengan menggunakan learning rate 0,1. Sedangkan akurasi yang didapatkan pada pengujian nilai
learning rate 0,2 hingga 0,5 cenderung stabil
atau tidak terdapat perubahan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai
learning rate, semakin cepat pula proses
pelatihan dilakukan. Hal ini dapat menyebabkan proses pelatihan berhenti tidak pada akurasi terbaiknya. Begitu pula dengan nilai learning
rate yang terlalu rendah, pelatihan akan berjalan
lama dan konvergensi sulit didapatkan.
5.4 Hasil dan Analisis Pengujian dengan
Cross Validation
Pengujian dengan cross validation ini menggunakan komposisi data latih dan data uji 9:1 dan data diambil secara acak. Nilai parameter lainnya yang digunakan adalah iterasi maksimum 100.000, batas error 0,0009, learning rate 0,1, dan jumlah neuron hidden 5. Pengujian dilakukan sebanyak 10 kali dengan bobot awal acak dan berbeda-beda. Hasil pengujian dengan
cross validation dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil pengujian dengan Cross Validation
pengujian ke-
pengujian
akurasi waktu jumlah
iterasi 1 100% 2,8 detik 628 iterasi 2 77,79% 1,2 detik 562 iterasi 3 100% 0,8 detik 598 iterasi 4 88,89% 0,9 detik 580 iterasi 5 100% 0,9 detik 644 iterasi 6 100% 0,77 detik 566 iterasi 7 88,89% 0,8 detik 538 iterasi
8 100% 0,7 detik 604 iterasi 9 77,79% 0,7 detik 620 iterasi 10 77,79% 0,7 detik 674 iterasi rata-rata 91,11% 1,02 detik 601 iterasi Berdasarkan Tabel 1, didapatkan rata-rata akurasi sebesar 91,11% dengan rata-rata waktu iterasi sebesar 1,02 detik dan rata-rata jumlah iterasi 601 iterasi. Pengujian dengan cross
validation ini berfungsi untuk mengevaluasi
model dengan cara membagi data latih dan data uji hingga seluruh data memiliki kesempatan untuk divalidasi.
6. KESIMPULAN
Algoritme Backpropagation dapat diterapkan untuk identifikasi penyimpangan tumbuh kembang anak. Pada penelitian yang telah dilakukan, bobot awal diinisialisasi menggunakan algoritme Nguyen-Widrow. Bobot yang didapatkan dari fase pelatihan selanjutnya akan digunakan pada fase pengujian. Akurasi didapatkan dengan menghitung jumlah data dan target yang sesuai dibagi dengan jumlah data keseluruhan dan dikalikan 100%.
Berdasarkan hasil pengujian jumlah data latih dengan data uji konstan, akurasi terbaik didapatkan dari pengujian jumlah data latih 60 dan data uji 30. Nilai parameter lainnya yaitu
learning rate 0,1, iterasi maksimum 100.000,
jumlah neuron hidden 5, dan batas error 0,009. Rata-rata akurasi yang diperoleh adalah 85,33%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah data latihnya, semakin banyak pula pola data yang akan dilatih pada fase pelatihan.
Pengujian batas error menunjukkan hasil akurasi terbaik pada nilai error sebesar 0,0009 dan 0,001 yaitu sebesar 94,67%. Semakin kecil nilai error yang ditetapkan, waktu pelatihan akan semakin lama pula. Sedangkan nilai error yang terlalu besar dapat menyebabkan pelatihan terlalu cepat dan berhenti sebelum akurasi terbaik dicapai. Begitu pula dengan nilai
learning rate. Pengujian nilai learning rate
mendapatkan akurasi terbaik pada learning rate sebesar 0,1.
Penelitian ini menggunakan algoritme
nguyen widrow untuk penentuan bobot awal.
Pada penelitian selanjutnya, dapat menggunakan algoritme inisialisasi lainnya untuk melihat pengaruh bobot awal terhadap hasil yang didapatkan. Penelitian selanjutnya juga dapat
menambahkan bobot gejala dengan pernyataan frekuensi terjadinya gejala seperti selalu, kadang-kadang, dan tidak pernah.
7. DAFTAR PUSTAKA
Adam, S. P., Karras, D. A., Magoulas, G. D., & Vrahatis, M. N. (2014). Solving The Linear Interval Tolerance Problem for Weight Initialization of Neural Networks.
American Psychiatric Association. (1994).
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (4th ed.). London:
American Psychiatric Association. Boyle, C. A. (2011). Center for Disease Control
and Prevention. Dipetik 2 23, 2017, dari
https://www.cdc.gov/nchs/ppt/nchs201 2/ss-22_blumberg.pdf
Hameed, A. A., Karlik, B., & Salman, M. S. (2016). Back-propagation Algorithm with Variable Adaptive Momentum.
Knowledge-Based Systems. Diambil
kembali dari
http://www.sciencedirect.com/science/a rticle/pii/S0950705116303811
Haykin, S. (1994). Neural Networks: A
Comprehensive Foundation.
Englewood Cliffs: Macmillan College Publishling Company.
Hossain, M. S., Chao, O. Z., Ismail, Z., & Noroozi, S. (2017). Artificial Neural Networks for Vibration based Inverse Parametric Identifications : A Review.
Applied Soft Computing.
Hurlock, E. B. (1993). Child Development. New York: Mc Graw Hill Book Company. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia. (2014). Diambil kembali dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia: http://www.djpp.kemenkumham.go.id/a rsip/bn/2014/bn1524-2014.pdf
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Dipetik 2 26, 2017,
dari http://www.depkes.go.id/development/s ite/jkn/index.php?cid=1141&id=119%- anak-yang-mengikuti-sdidtk- mengalami-kelainan-tumbuh-kembang.html
Kusbiantoro, D. (2015). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah di
Taman Kanak-Kanak ABA 1 Lamongan.
Liu, W., Wang, Z., Liu, X., Zeng, N., Liu, Y., & Alsaadi, F. E. (2016). Survey of Deep Neaural Network Architecture and Their Applications. Neurocomputing, 234, 2.
Diambil kembali dari
http://www.sciencedirect.com/science/a rticle/pii/S0925231216315533
Scottish Down's Syndrome Association. (2001).
Scottish Down's Syndrome Association.
Dipetik 2 26, 2017, dari http://www.sdsa.org.uk
Singh, B. K., Verma, K., & Thoke, A. S. (2015). Adaptive Gradient Descent Backpropagation for Classification of Breast Tumors in Ultrasound Imaging.
Procedia Computer Science.
Sitton, J. D., Zeinali, Y., & Story, B. A. (2017). Rapid Soil Classification Using Artificial Neura Network for Use in Constructiong Compressed Earth Blocks. Construction and Building.
Diambil kembali dari
http://www.sciencedirect.com/science/a rticle/pii/S0950061817301812
Soetjiningsih, I., & N, G. R. (2014). Tumbuh
Kembang Anak Edisi 2. Jakarta: EGC.
Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luas Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Wong. (2008). Buku Ajar Keperawatan