• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan, yang disebabkan oleh berbagai keadaan atau peristiwa yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan, yang disebabkan oleh berbagai keadaan atau peristiwa yang"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Stres

2.1.1. Defenisi Stres

Stres adalah kumpulan hasil, respon, jalan, dan pengalaman yang berkaitan, yang disebabkan oleh berbagai keadaan atau peristiwa yang menyebabkan stres (Manktelow, 2008). Stres biasanya dipersepsikan sebagai sesuatu yang negatif padahal tidak. Sumber stressor dapat mempengaruhi sifat dari stressor seperti lingkungan, baik secara fisik, psikologis maupun spiritual (Hidayat, 2008).

Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan setiap orang mengalaminya, stres memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stres dapat mengancam keseimbangan fisiologis (Rasmun, 2004).

Menurut Asmadi (2008), stres adalah suatu keadaan yang dinamis yang berlangsung setiap kali manusia berinteraksi dengan lingkungan yang bertujuan memelihara keseimbangan pertumbuhan, perkembangan, dan perbuatan yang meliputi pertukaran energi dan informasi antara individu dan lingkungannya guna mengatur stressor. Setiap orang pasti mengalami stres, baik dalam skala ringan

(2)

maupun berat. Stres juga bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia karena stres merupakan proses normal dalam hidup.

Dalam batas tertentu, stres dapat membantu kita untuk tetap aktif dan waspada. Akan tetapi, stres yang berlangsung lama dapat melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya dan menyebabkan distress emosional seperti kelelahan, meningkatnya asam lambung, dan sakit kepala (Sukmono, 2009).

2.1.2. Macam-macam Stres

a. Stres Fisik

Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau karena tegangan arus listrik (Hidayat, 2008). Perubahan iklim, alam, suhu, cuaca, geografi; yang meliputi letak tempat tinggal, domisili, demografi; berupa jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi, radiasi kepadatan penduduk, imigrasi, dll (Rasmun,2004).

b. Stres Kimiawi

Stres yang disebabkan karena zat-zat kimia seperti obat-obatan dan zat beracun asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh senyawa kimia (Hidayat, 2008).

(3)

c. Stres Mikrobiologik

Stres yang disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau parasit (Hidayat, 2008). Bermacam tumbuhan dan makhluk hidup lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan misalnya; tumbuhnya jerawat, demam yang dipersepsikan mengancam konsep diri individu juga dapat menyebabkan stres (Rasmun, 2004).

d. Stres Fisiologik

Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh (Hidayat, 2008).

e. Stres Proses Pertumbuhan dan Perkembangan

Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan seperti pada pubertas, perkawinan, dan proses lanjut usia (Hidayat, 2008). f. Stres Psikis atau Emosional

Stres yang disebabkan karena gangguan situasi psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, dan sosial budaya (Hidayat, 2008).

g. Stres Spiritual

Yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai keagamaan (Rasmun, 2004).

(4)

2.1.3. Faktor Pengaruh Respon Terhadap Stressor

a. Sifat Stressor

Faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap stressor secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, dapat berbeda pada setiap individu tergantung dari pemahaman tentang arti stressor (Hidayat, 2008).

b. Durasi Stressor

Lamanya stressor yang dialami akan mempengaruhi respon tubuh. Apabila stressor yang dialami lama, maka respon yang dialami juga lama (Hidayat, 2008). Memanjangnya stressor dapat menyebabkan menurunnya kemampuan individu mengatasi stres, karena individu telah berada pada fase kelelahan, individu sudah kehabisan tenaga untuk menghadapi stressor tersebut (Rasmun, 2004).

c. Jumlah Stressor

Jumlah stressor seseorang dapat menentukan respon tubuh. Semakin banyak stressor yang dialami, maka dapat menimbulkan dampak yang besar bagi fungsi tubuh (Hidayat, 2008). Pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stressor yang harus dihadapi, sehingga stressor kecil dapat menjadi pemicu (pencetus) yang mengakibatkan reaksi yang berlebihan (Rasmun, 2004).

d. Pengalaman Masa lalu

Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi stressor yang sama (Rasmun, 2004). Semakin banyak stressor dan pengalaman yang dialami dan mampu menghadapinya, maka semakin

(5)

baik dalam mengatasinya sehingga kemampuan adaptifnya akan semakin baik pula (Hidayat, 2008).

e. Tipe Kepribadian

Seseorang yang memiliki tipe kepribadian A lebih rentan terkena stres dibanding dengan tipe kepribadian B. Karena tipe kepribadian A memiliki ciri agresif, bicara cepat, kurang sabar, mudah tersinggung, mudah marah, dan lain-lain. Sedangkan tipe kepribadian B kebalikan dari tipe kepribadian A (Hidayat, 2008).

f. Tingkat Perkembangan

Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stressor yang berbeda sehinggga resiko terjadi stres pada tiap tingkat perkembangan akan berbeda (Rasmun, 2004). Semakin matang dalam perkembangannya, maka semakin baik pula kemampuan untuk mengatasinya. Kemampuan individu dalam mengatasi stressor dan respon berbeda-beda (Hidayat, 2008).

2.1.4. Tahapan Stres

a. Tahapan Pertama

Tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan adanya semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada umumnya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti biasanya, kemudian merasakan senang dengan pekerjaan akan tetapi kemampuan yang dimilikinya semakin berkurang.

(6)

b. Tahapan Kedua

Pada tahap ini seseorang memiliki ciri adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa lelah sesudah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk semakin tegang dan tidak bisa santai.

c. Tahapan Ketiga

Pada tahap ini apabila seseorang mengalami gangguan seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang, gangguan pola tidur, lemah, terasa seperti tidak bertenaga.

d. Tahapan Keempat

Pada tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaan yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara adekuat, tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya gangguan pola tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun.

e. Tahapan Kelima

Pada tahap ini ditandai dengan adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan kecemasan semakin meningkat.

(7)

f. Tahapan Keenam

Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung semakin keras, susah bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan (Hidayat, 2008).

2.1.5. Respon Stres Individu

Stres sifatnya umum, semua orang dapat merasakannya tetapi cara pengungkapannya berbeda sesuai dengan karakteristik individu. Respon yang berbeda tersebut dikarenakan mekanisme koping yang digunakan oleh individu berbeda.

Adapun manifestasi respon individu terhadap stres yaitu:

1. Manifestasi secara Verbal dan Psikomotor

Umumnya respon pertama individu terhadap stres adalah merupakan spontanitas yang diungkapkan secara verbal dan diikuti dengan gerakan dari ungkapan emosional psikomotor misalnya; menangis, ketawa, teriak, memukul, menyepak, menggenggam, memegang, meremas, mencerca, mengumpat.

2. Manifestasi secara Psikologis

Merupakan gejala atau gambaran yang dapat diamati secara subjektif maupun objektif dari individu yang mengalami stres psikologis. Manifestasi psikologis, antar lain; kecemasan dan marah.

(8)

3. Manifestasi secara Kognitif

Merupakan reaksi dari individu yang mengalami stres dengan menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi antara lain: penyelesaian masalah, strukturisasi (memanipulasi situasi), melatih diri untuk menghindari stres (disiplin diri), menekan perasaan yang tidak menyenangkan (supresi), fantasi dan melamun, berdo’a atau sembahyang (Rasmun, 2004). Stres pada daya pikir ditemukan penurunan konsentrasi dan keluhan sering sakit kepala dan pusing (Hidayat, 2008).

2.1.6. Manajemen Stres

Apabila stres tidak cepat ditanggulangi atau dikelola dengan baik, maka akan dapat berdampak lebih lanjut seperti mudah terjadi gangguan atau terkena penyakit (Hidayat, 2008). Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa stres membuat kita rentan terhadap penyakit karena melemahnya sistem kekebalan tubuh (Sukmono, 2009). Tahap untuk mengatasi dan mencegah stres dapat dilakukan dengan:

a. Pengaturan Diet dan Nutrisi

Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi atau mengatasi stres melalui makan dan minum yang halal dan tidak berlebihan, dengan mengatur jadwal makan secara teratur, menu bervariasi, hindari makanan dingin dan menonton karena dapat menurunkan kekebalan tubuh (Hidayat, 2008). Menurut Batmanghelidj

(9)

(2007), minum air dapat mengurangi nyeri menstruasi, air dapat mengencerkan darah dan mencegah penggumpalan darah ketika ia beredar ke seluruh tubuh serta sumber utama energi bagi tubuh.

b. Istirahat dan Tidur

Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak.

c. Olahraga atau Latihan Teratur

Olahraga atau latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olahraga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi.

d. Berhenti Merokok

Berhenti merokok adalah salah satu cara menanggulangi stres karena dapat meningkatkan status kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh.

e. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras

Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol.

f. Pengaturan Berat Badan

Peningkatan berat badan dapat menyebabkan stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres.

(10)

g. Pengaturan Waktu

Dengan pengaturan waktu segala pekerjaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta melihat aspek produktivitas waktu.

h. Terapi Psikofarmaka

Terapi ini menggunakan obat-obatan dalam mengatasi stres yang dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang lain.

i. Terapi Somatik

Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh yang lain.

j. Psikoterapi

Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi reedukatif dimana psikoterapi suportif memberikan motivasi atas dukungan agar pasien percaya diri, sedangkan psikoterapi reedukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang.

k. Terapi Psikoreligius

Terapi ini menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi atau

(11)

mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi (Hidayat, 2008).

2.2. Konsep Adaptasi

2.2.1. Defenisi Adaptasi

Adaptasi adalah suatu proses perubahan yang menyertai individu dalam berespon terhadap perubahan yang ada di lingkungan dan dapat mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis yang akan menghasilkan perilaku adaptif (Hidayat, 2008). Apabila reaksi emosional kita berlebihan, atau kemampuan kita untuk berfungsi mengalami penurunan, misalnya, menghindari interaksi sosial, sulit bangun tidur, maka bisa didiagnosis sebagai gangguan penyesuaian (Sukmono, 2009).

Adaptasi adalah menyesuaikan diri dengan kebutuhan atau tuntutan baru; yaitu suatu usaha untuk mencari keseimbangan kembali dalam keadaan normal. Penyesuaian terhadap kondisi lingkungan; modifikasi dari organisme atau penyesuaian organ secara sempurna untuk dapat eksis pada kondisi lingkungan tersebut (Rasmun, 2004).

2.2.2. Macam-macam Adaptasi

a. Adaptasi fisiologi

Adaptasi dapat berupa; penyesuaian atas tuntutan terhadap perubahan fisik biologik misalnya bertambah besarnya otot-otot setelah melakukan latihan

(12)

yang terus menerus, bertambahnya kapasitas jantung, paru setelah latihan dalam waktu yang lama (Rasmun, 2004). Proses penyesuaian tubuh secara alamiah atau secara fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dari berbagai faktor yang menimbulkan atau mempengaruhi keadaan menjadi tidak seimbang. Ada dua adaptasi secara fisiologis yaitu apabila kejadiannya atau proses adaptasi bersifat lokal disebut LAS (Local Adaptation Syndroma), akan tetapi apabila reaksi lokal tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan gangguan secara sistemik tubuh akan melakukan proses penyesuaian seperti panas seluruh tubuh, keadaan ini disebut GAS

(General Adaptation Syndroma) (Hidayat, 2008). Model gas menyatakan

bahwa dalam keadaan stres, tubuh kita seperti jam dengan sistem alarm yang tidak berhenti sampai tenaganya habis (Sukmono, 2009).

b. Adaptasi Psikologis

Yaitu adaptasi yang terjadi berupa berubahnya sikap perilaku individu oleh karena adanya upaya yang terus menerus dilakukan (Rasmun, 2004). Proses penyesuaian secara psikologis akibat stressor yang ada, dengan cara memberikan mekanisme pertahanan diri dengan harapan dapat melindungi atau bertahan dari serangan-serangan atau hal-hal yang tidak menyenangkan. Dan ada dua cara mempertahankan diri dari berbagai stressor yaitu dengan cara melakukan koping atau penanganan diantaranya berorientasi pada tugas (task oriented) yang dikenal dengan problem

solving strategi dan ego oriented atau mekanisme pertahanan diri

(13)

c. Adaptasi Sosial Budaya

Merupakan cara untuk mengadakan perubahan dengan melakukan proses penyesuaian perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat (Hidayat, 2008). Sosial budaya juga terjadi perubahan perilaku yang berkaitan dengan keyakinan terhadap budaya baru (Rasmun, 2004).

d. Adaptasi Religius

Proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku yang didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama yang dianutnya (Hidayat, 2008).

2.2.3. Mekanisme Adaptasi

Individu mempunyai kemampuan untuk mempertahankan kesehatan, dan menggunakan energinya untuk beradaptasi secara positif. Terdapat dua sub sistem yang berperan, antara lain:

1. Sub sistem regulator

Yaitu sub sistem dari manusia yang menangani terhadap adanya rangsangan dari luar yaitu melalui sistem saraf dan hormonal, contohnya bagaimana seseorang yang mengalami stimulus respon emosional, kemudian tubuh menyesuaikan diri dengan mengeluarkan hormon adrenalin yang berefek untuk mempercepat denyut nadi, pernafasan yang meningkat, suhu tubuh meningkat, otot tubuh berkontraksi.

(14)

2. Sub sistem kognator

Yaitu sub sistem yang menangani stimulus dengan melalui proses informasi, belajar, dan pengambilan keputusan. Artinya adaptasi ini dengan cara mengaktifkan fungsi-fungsi kognitif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi (Rasmun, 2004).

2.2.4. Respon Adaptasi

Respon atau perilaku adaptasi seseorang terhadap perubahan atau kemunduran bergantung pada stimulus yang masuk dan tingkat/kemampuan adaptasi orang tersebut. Tingkat atau kemampuan adaptasi seseorang ditentukan oleh tiga hal, yaitu masukan (input), control, dan keluaran (output) (Asmadi, 2008).

Respon individu terhadap stimulus lingkungan dapat berupa respon adaptif dan maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat meningkatkan integritas dan membantu individu untuk mencapai tujuan dari adaptasi sendiri, seperti bertahan hidup, tumbuh, bereproduksi, penguasaan dan perubahan pada individu maupun lingkungan. Sebaliknya, respon maladaptif dapat menggagalkan atau mengancam tujuan adaptasi (Alligood & Tomey, 2010).

Individu beradaptasi dan menunjukkan respon atau perilaku terhadap perubahan kebutuhan yang mencakup perubahan fisik (physiological), konsep diri, fungsi peran dan hubungan saling ketergantungan atau kemandirian (Asmadi, 2008).

(15)

a. Fungsi fisiologis (Physiological)

Adaptasi yang digunakan untuk bersatunya fungsi sistem tubuh, yaitu reaksi fisik terhadap adanya stressor yang masuk ke dalam tubuh, berupa penolakan tubuh terhadap stressor, baik secara alami (reaksi imunitas) maupun yang dipelajari yaitu tindakan menghindar atau berlindung menangkis untuk menolak atau mengurangi stressor.

b. Konsep Diri (Self Concept)

Yaitu adaptasi yang menyangkut persepsi diri sehingga melibatkan aktivitas mental dan pengungkapan perasaan diri. Konsep diri dibagi menjadi lima yaitu: Identitas diri yaitu yang berhubungan dengan ciri-ciri diri yang dipersepsikan. Ideal diri yaitu hal yang terkait dengan persepsi diri terhadap cita-cita, keinginan, harapan hidup. Peran diri yaitu persepsi terhadap peran dirinya di lingkungan sosial masyarakat. Gambaran diri

yaitu hal yang terkait dengan persepsi dirinya terhadap keseluruhan bentuk fisik (tubuh). Harga diri yaitu persepsi terhadap keberadaan nilai dirinya didalam lingkungan sosial.

c. Fungsi Peran (Role Function)

Yaitu proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain. Fungsi psikososial yang diperankan dimasyarakat sesuai kedudukan. Dari peran yang dimiliki, individu dapat menjaga diri melalui proses adaptasi.

(16)

d. Kemandirian (Interdependence)

Yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian didalam mencapai sesuatu serta kemampuan seseorang mengenal pola-pola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok (Rasmun, 2004). Menurut Asmadi (2008), kemandirian lebih difokuskan pada kebutuhan dan kemampuan melakukan interaksi sosial, termasuk kebutuhan akan dukungan orang lain.

2.3. Konsep Remaja

2.3.1. Defenisi Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, psikologik, dan sosial (Notoatmodjo, 2007). Masa remaja terjadi perubahan fisik (organobiologis)

secara cepat yang tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental-emosional) (Kumalasari, 2012).

Masa remaja adalah suatu tahapan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, biasanya mulai dari usia 14 tahun pada pria dan usia 12 tahun pada wanita (Proverawati, 2009).

Remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di

(17)

sejajar (Ali, 2011). Masa remaja, usia diantara masa anak-anak dan dewasa, yang secara biologis yaitu antara umur 10 sampai 19 tahun (Llewellyn, 2005).

Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu remaja awal antara usia 12 atau 13 tahun sampai 17 atau 18 tahun dan remaja akhir antara 17 atau 18 tahun sampai 21 atau 22 tahun (Ali, 2011).

2.3.2. Karakteristik Remaja

1. Remaja Awal (early adolescence)

Menurut Ali (2011), remaja awal antara usia 12 atau 13 tahun sampai dengan 17 atau 18 tahun. Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu (Sarwono, 2011). Lebih dekat dengan teman sebaya, ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya, mulai berpikir abstrak (Kumalasari, 2012).

2. Remaja Madya (middle adolescence)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan, senang kalau banyak teman yang menyukainya, kecenderungan narsistik (Sarwono, 2011). Mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, mempunyai rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, berkhayal tentang aktivitas seks (Kumalasari, 2012).

(18)

3. Remaja Akhir (late adolescence)

Remaja akhir antara usia 17 atau 18 tahun sampai dengan 21 atau 22 tahun (Ali, 2011). Tahap ini adalah masa dimana remaja menuju periode dewasa dan ditandai dengan minat yang mantap terhadap fungsi-fungsi intelek, terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi, egosentrisme

(terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri), mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain (Sarwono, 2011), pengungkapan kebebasan diri, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra tubuh terhadap diri sendiri, dapat mewujudkan rasa cinta (Kumalasari, 2012).

2.4. Konsep Dismenorea

2.4.1. Defenisi Dismenorea

Dismenorea yaitu rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu kehidupan sehari-hari wanita (Manuaba, 2009). Rasa sakit disebabkan kontraksi lapisan pembuluh darah yang mengecilkan (vasokontriksi) pembuluh darah (BKKBN, 2009).

Dismenorea atau nyeri haid merupakan salah satu keluhan ginekologi yang paling umum pada perempuan muda, hampir semua perempuan mengalami rasa tidak nyaman selama haid. (Anurogo, 2011).

Dismenorea yaitu nyeri menstruasi yang memaksa wanita untuk istirahat atau berakibat pada menurunnya kinerja dan berkurangnya aktifitas sehari-hari

(19)

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dimenorea atau nyeri haid adalah nyeri atau rasa sakit yang dialami wanita diawal menstruasi dan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.

Gejala klinis dismenorea adalah nyeri abdomen bagian bawah, menjalar ke daerah pinggang dan paha, dan disertai keluhan dan muntah, sakit kepala, diare, mudah tersinggung (Manuaba, 2009).

2.4.2. Klasifikasi Dismenorea

1. Dismenorea Primer

Dismenorea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanda kelainan pada alat genital yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu setelah

menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan pertama menarche umumnya berjenis anovulatoar yang tidak disertai rasa nyeri (Prawirohardjo, 2012).

Dismenorea primer yaitu tidak terdapat kelainan organ rahim dalam batas normal (Manuaba, 2009). Dismenora primer biasanya terjadi dalam 6 sampai 12 bulan pertama setelah haid pertama, segera setelah siklus ovulasi teratur ditentukan (Anurogo, 2011).

Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha, disertai dengan rasa mual, muntah sakit kepala, diare, iritabilitas dan sebagainya (Prawirohardjo, 2012).

(20)

Penyebab dismenorea primer antara lain:

a. Faktor kejiwaan: emosional tidak stabil pada gadis-gadis, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul dismenorea (Prawirohardjo, 2012). Menurut Anurogo (2011), faktor kejiwaan atau gangguan psikis seperti rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan masalah jenis kelaminnya, dan imaturitas.

b. Faktor konstitusi: faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dismenorea (Prawirohardjo, 2012).

c. Faktor Endokrin: rendahnya kadar progesteron pada akhir fase corpus luteum. Hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilitas uterus sedangkan hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus (Anurogo, 2011). Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan soal tonus dan kontraktilitas otot usus (Prawirohardjo, 2012).

d. Faktor Alergi: teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara dismenorea dengan urtikaria, migrain atau asma bronkhiale (Prawirohardjo, 2012).

e. Kelainan organik, seperti retrofleksia uterus (kelainan letak-arah anatomis rahim), hypoplasia uterus (perkembangan rahim yang tak lengkap), obstruksi kanalis servikal (sumbatan saluran jalan lahir),

(21)

mioma submukosa bertangkai (tumor jinak yang terdiri dari jaringan otot), dan polip endometrium (Anurogo, 2011).

2. Dismenorea Sekunder

Dismenora sekunder adalah nyeri menstruasi yang terjadi karena kelainan ginekologik, misalnya: endometriosis, fibroids, adenomyosis. Terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak mengalami dismenorea (Proverawati, 2009).

Dismenorea sekunder dapat terjadi kapan saja setelah haid pertama, tetapi yang paling sering muncul di usia 20 sampai 30 tahunan, setelah tahun-tahun normal dengan siklus tanpa nyeri (Anurogo, 2011).

Penyebab dismenorea sekunder antara lain: intrauterine contraceptive devices (alat kontrasepsi dalam rahim), adenomyosis (adanya endometrium selain di rahim), uterine myoma (tumor jinak rahim yang terdiri dari jaringan otot) terutama mioma submukosum (bentuk mioma uteri), uterine polyps (tumor jinak di rahim), adhesions (pelekatan), dll. (Anurogo, 2011).

Adapun menurut Proverawati (2009), penyebab dismenorea sekunder antara lain: endometriosis dan fibroids (myoma).

2.4.3. Faktor Resiko

Faktor-faktor resiko berikut ini berhubungan dengan dismenorea yaitu: haid pertama pada usia amat dini, periode haid yang lama, aliran darah haid yang hebat, merokok, riwayat keluarga yang positif terkena penyakit, kegemukan, mengkonsumsi alkohol (Anurogo, 2011).

(22)

2.4.4. Komplikasi

Ada dua komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita nyeri haid, yaitu sebagai berikut: pertama, jika diagnosis dismenorea sekunder diabaikan atau terlupakan maka patologi (kelainan atau gangguan yang mendasari dapat memicu kenaikan angka kematian termasuk kemandulan dan kedua isolasi sosial (merasa terasing atau dikucilkan) dan atau depresi (Anurogo, 2011).

2.4.5. Pengobatan

1. Penerangan dan nasehat

Kebanyakan mereka yang mengeluh sakit tidak memerlukan pengobatan, tetapi lebih membutuhkan pengertian dan penerangan. Sikap orangtua yang tidak terlalu keras atau mengasihani dapat membantu meringankan penderitaannya (Llewelly, 2005). Hendaknya diadakan penjelasan dan diskusi mengenai cara hidup, pekerjaan, kegiatan, dan lingkungan penderita. Nasihat-nasihat mengenai makanan sehat, istirahat yang cukup, dan olahraga mungkin berguna. Kadang-kadang diperlukan psikoterapi (Prawirohardjo, 2012).

2. Pemberian obat analgesik

Jika rasa nyerinya berat, diperlukan istirahat di tempat tidur dan kompres panas pada perut bawah untuk mengurangi penderitaan (Prawirohardjo, 2012). Berbaring dengan botol berisi air panas diperutnya (BKKBN, 2009). Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin, dan kafein. Obat-obat paten yang beredar di pasaran

(23)

ialah antara lain novalgin, ponstan, acet-aminophen dan sebagainya (Prawirohardjo, 2012).

3. Terapi hormonal

Tujuannya yaitu menekan ovulasi dan penggunaannya hanya atas saran dokter. Tindakan ini bersifat sementara dengan tujuan untuk membuktikan bahwa gangguan bener-benar dismenorea, atau untuk memungkinkan penderita melaksanakan pekerjaan penting pada waktu haid tanpa gangguan. Dan dapat dicapai dengan pemberian salah satu jenis pil kontrasepsi (Prawirohardjo, 2012).

4. Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin

Termasuk indometasin, ibuprofen, dan naproksen; kurang lebih 70% penderita dapat disembuhkan atau mengalami banyak perbaikan. Diberikan sebelum haid mulai; 1 sampai 3 hari sebelum haid, dan pada hari pertama haid (Prawirohardjo, 2012).

Obat-obat yang digunakan untuk meredakan nyeri menstruasi, diantaranya: pereda nyeri (analgesik) golongan Non Steroid Anti Inflamasi (NSAI), misalnya: parasetamol atau asetamonofen (sumagesik, panadol, dll), asam mefenamat (ponstelex, nichostan, dll), ibuprofen (ribunal, ostarin, dll), dan obat-obat pereda nyeri lainnya (Proverawati, 2009).

2.5.Dasar Penelitian

Dismenorea adalah nyeri haid yang sering dialami oleh remaja putri yang ditandai dengan nyeri perut bagian bawah dan gejala lainnya. Stres adalah respon atau reaksi tubuh yang muncul karena adanya situasi atau keadaan tertentu.

(24)

Manajemen stres dapat dilakukan dengan pengaturan diet dan nutrisi, istirahat dan tidur, olahraga atau latihan teratur, berhenti merokok, tidak mengkonsumsi minuman keras, pengaturan berat badan, pengaturan waktu, terapi psikofarmaka, terapi somatik, psikoterapi, terapi psikoreligius.

Sedangkan adaptasi yaitu proses perubahan yang menyertai individu dalam berespon terhadap perubahan dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan atau tuntutan baru yang ada di lingkungan dan dapat mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis yang akan menghasilkan perilaku adaptif.

Pada penelitian Haryani (2012) yang bertujuan untuk mengetahui stres dan koping dalam menghadapi dysmenorrhea di SMP Negeri 35 Medan. Desain penelitian deskriptif dengan teknik pengambilan sampel total sampling sebanyak 73 orang. Hasil penelitian gambaran stres responden sebagian besar berada pada tahapan kedua (42,5%), dan hasil untuk koping responden dalam menghadapi dismenorea terbanyak adalah koping positif (89%). Dari hasil penelitian diharapkan perawat dapat mengenal stres dan koping dalam mengahadapi dysmenorrhea yang dialami remaja awal, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan dapat terlaksana secara optimal. Dan pada penelitian Muntari (2010), yang bertujuan untuk menganalisis hubungan stres pada remaja dengan gangguan menstruasi (dismenorea). Desain yang digunakan dengan metode analitik dengan pendekatan cross sectional dan jumlah sampelnya sebanyak 93 responden. Hasil uji chi square x² hitung = 6,1911 berarti Ho ditolak artinya ada hubungan stres

(25)

stres sedang mengalami dismenorea diharapkan para remaja bisa mengahadapi masalahnya dengan beberapa cara seperti obat-obatan, rileksasi dan alternatif pengobatan lainnya.

Hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menghasilkan tingkatan stres ataupun tahapan stres terhadap dismenorea dan menghasilkan apakah ada hubungan stres terhadap dismenorea. Bedanya pada penelitian ini, bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana respon stres dan adaptasi remaja putri terhadap dismenorea di SMA Raksana Medan. Desain pada penelitian ini dengan menggunakan metode deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 73 responden dan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan Stratified Random Sampling.

Referensi

Dokumen terkait

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Populasi yang dilibatkan adalah pendidik Sekolah Dasar di Sumatera Barat. Sampel dipilih secara acak dan

pelaku yang telah melakukan tindakan main hakim sendiri terhadap korban yang diduga kuat telah melakukan tindak pidana kejahatan, dipersamakan dengan pelaku

Diharapkan hasil penelitian ini dapat mengembangkan ilmu hukum khususnya dalam bagian hukum perdata dan hukum acara perdata dan juga mempunyai manfaat bagi

Dengan ditentukan bila nilai-nilai absorptivitas molar (ε) harus diketahui dari pengukuran terhadap larutan murni komponen X dan Y pada kedua panjang gelombang

Ragam ikan teri didapati 4 jenis, dengan dugaan rata-rata volume hasil tangkap setiap bulan dari kawasan perairan Galang sebagai berikut; Ikan Teri Kecil

Dalam hal ini laba yang dihasilkan adalah labasebelum bunga dan pajak.Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemenperusahaan dalam memperoleh keuntungan (laba)

Sasaran Program PP dan PL dalam Rencana Aksi Kegiatan BTKLPP Kelas I Batam sebagai implementasi dari Indikator Kinerja Program, Indikator Kinerja Kegiatan