• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) Pengertian IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)

Ilmu pengetahuan alam adalah penyelidikan yang terorganisir untuk mencari pola atau keteraturan dalam alam. Mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan ketrampilan, wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran IPA di sekolah dasar mulai diajarkan di kelas rendah dengan lebih bersifat memberi pengetahuan melalui pengamatan terhadap berbagai jenis dan peran lingkungan alam serta lingkungan buatan.

Menurut Surjani Wonorahardjo (2010: 11) sains mempunyai makna merujuk ke pengetahuan yang berada dalam sistem berpikir dan konsep teoritis dalam sistem tersebut, yang mencakup segala macam pengetahuan, mengenai apa saja.

Sedangkan menurut Abdullah Aly dan Eni Rahma (2008: 18) IPA adalah suatu pendekatan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait mengait antara cara yang satu dengan yang lain.

Tujuan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)

Tujuan pembelajaran IPA menurut Asep Herry Hernawan, dkk (2008: 8.28) bahwa “mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan ketrampilan, wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari”. Prinsipnya pembelajaran sains di Sekolah Dasar membekali siswa kemampuan berbagai cara untuk mengetahui dan cara mengerjakan yang dapat membantu siswa dalam memahami alam sekitar.

(2)

Menurut Standar Isi tujuan IPA adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, tekologi dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.

Sedangkan menurut Maslichah Asy’ari, (2006: 23) yakni sebagai berikut: a. Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi,

masyarakat.

b. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

c. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. e. Menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai salah satu

(3)

Ruang lingkup IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)

Ruang lingkup mata pelajaran IPA untuk SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya, meliputi : cair, padat dan gas. c. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

d. Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit lainnya.

2.1.2 Model pembelajaran Quantum tipe VAK (Visualization, Auditory, Kinesthetic)

Pengertian model pembelajaran Quantum tipe VAK

Model pembelajaran Quantum tipe VAK adalah model pembelajaran yang memiliki tiga modalitas belajar yaitu, visual (belajar melalui apa yang dilihat), auditorial (melakukan melalui apa yang didengar) dan kinesthetic (belajar lewat gerak dan sentuhan). Hal ini sesuai dengan taraf berfikir anak usia SD yang berfikir secara konkrit (nyata) yang harus melihat secara langsung dan melakukan secara langsung. Hal ini dapat menanamkan pengalaman belajar pada siswa sehinggga siswa mendapat makna yang mendalam setelah pembelajaran berlangsung.

Visualization bermakna bahwa belajar harus menggunakan indera mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga. Auditory bermakna bahwa belajar haruslah mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, mengemukakan pendapat, gagasan, menanggapi dan beragumentasi. Kinestethic bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik), belajar itu haruslah mengalami dan melakukan.

Menurut DePorter (2013:112) VAK merupakan tiga modalitas yang dimiliki oleh setiap manusia. Ketiga modalitas tersebut kemudian dikenal sebagai gaya belajar. Gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana seseorang dapat

(4)

menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Setiap siswa memiliki kekuatan modalitas yang berbeda-beda, ada siswa yang kuat dalam modalitas visual, ada siswa yang kuat dalam modalitas auditory, dan ada siswa yang kuat dalam modalitas kinesthetic. Siswa visual belajar melalui apa yang mereka lihat, siswa auditory melakukan melalui apa yang mereka dengar, dan siswa kinesthetic belajar lewat gerak dan sentuhan.

Menurut DePorter (2013:112) pembelajaran dengan model ini

mementingkan pengalaman belajar secara langsung dan menyenangkan bagi siswa. Pengalaman belajar secara langsung dengan cara belajar dengan mengingat (visual), belajar dengan mendengar (auditory), dan belajar dengan gerak dan emosi (kinestethic). Sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar langsung dengan bebas menggunakan modalitas yang dimilikinya untuk mencapai pemahaman dan pembelajaran yang efektif.

Ciri-ciri siswa dengan modalitas VAK

DePorter (2013: 116-120) mengungkapkan ciri-ciri orang yang memiliki modalitas VAK sebagai berikut:

Ciri orang atau siswa dengan modalitas visual, biasanya berpenampilan rapi dan teratur, teliti dan detail, berbicara dengan cepat, ketika menghafal gerakan mata cenderung ke atas, biasanya tidak terganggu oleh keributan ketika mengerjakan sesuatu, mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal

kecuali jika ditulis, dan sering meminta bantuan orang untuk

mengulangnya, pembaca cepat dan tekun, dan lebih suka membaca daripada dibacakan.

Ciri orang auditory, yaitu senang berbicara kepada diri sendiri, mudah terganggu oleh keributan, menggerakkan bibir atau bersuara saat membaca, dapat mengulang dan menirukan kembali nada-nada, irama, dan warna suara, sulit untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita, berbicara dalam irama yang terpola, belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan atau dilisankan daripada yang dilihat, suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu

(5)

dengan panjang lebar, bermasalah dengan hal-hal yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain, lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya, dan lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik.

Ciri orang kinestethic, yaitu berbicara dengan perlahan, menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian, berdiri dekat ketika berbicara dengan orang, selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak, mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar, belajar melalui memanipulasi dan praktik, menggunakan jari isyarat tubuh, tidak dapat duduk diam dalam waktu yang lama, tidak mengingat geografi atau letak, kecuali jika mereka memang telah berada ditempat itu, menggunakan kata-kata yang mengandung aksi, kemungkinan tulisannya jelek, ingin melakukan segala sesuatu, dan yang terakhir adalah menyukai permainan/kegiatan yang menyibukkan.

Manfaat model pembelajaran Quantum tipe VAK

Menurut DePorter (2013:13) model pembelajaran ini memiliki lima manfaat yaitu siswa dapat bersikap positif, siswa termotivasi karena pembelajaran yang menyenangkan, siswa mendapatkan keterampilan belajar yang akan diingat seumur hidup karena siswa melihat atau melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan pembelajaran, siswa menjadi percaya diri karena guru memberi kesempatan siswa untuk melakukan sendiri percobaan di kelas, serta siswa menjadi sukses setelah pembelajaran.

Pemanfaatan dan pengembangan potensi siswa dalam pembelajaran ini harus memperhatikan kebutuhan dan gaya belajar siswa. Bagi siswa visual, akan mudah belajar dengan bantuan media dua dimensi seperti menggunakan grafik, gambar, chart, model, dan semacamnya. Siswa auditory, akan lebih mudah belajar melalui pendengaran atau sesuatu yang diucapkan atau dengan media audio. Sedangkan siswa dengan tipe kinestethic, akan mudah belajar sambil melakukan kegiatan tertentu, misalnya eksperimen, bongkar pasang, membuat model, memanipulasi benda, dan sebagainya yang berhubungan dengan sistem gerak.

(6)

Kelebihan model pembelajaran Quantum tipe VAK

Pembelajaran Quantum tipe VAK menekankan perkembangan akademis dan keterampilan. Dari sebuah pengalaman yang diselenggarakan oleh Learning Forum di Supercamp yang mempraktekkan pembelajaran Quantum ternyata siswa-siswanya mendapat nilai yang lebih baik, lebih banyak berpartisipasi dan merasa lebih bangga pada diri mereka sendiri. Dalam pendekatan pembelajaran Quantum, pendidik mampu menyatu dan membaur pada dunia siswa sehingga pendidik bisa lebih memahami siswa dan ini menjadi modal utama yang luar biasa untuk mewujudkan metode yang lebih efektif yaitu metode belajar-mengajar yang lebih menyenangkan.

Model pembelajarannya lebih santai dan menyenangkan karena ketika belajar sambil diiringi musik. Hal ini untuk mendukung proses belajar karena musik akan bisa meningkatkan kinerja otak sehingga diasumsikan bahwa belajar dengan diiringi musik akan mewujudkan suasana yang lebih menenangkan dan materi yang disampaikan lebih mudah diterima.

Penyajian materi pelajarannya yang secara alami merupakan proses belajar yang paling baik yaitu terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari sehingga siswa berada pada zona nyaman untuk kemudian sedikit demi sedikit keluar dari zona nyaman untuk melakukan penjelajahan yang sesungguhnya yaitu kegiatan belajar itu sendiri.

Pada pembelajaran Quantum, objek yang menjadi tujuan utama adalah siswa. Maka dari itu guru mengupayakan berbagai interaksi dan menyingkirkan hambatan belajar dengan cara yang tepat agar siswa dapat belajar secara mudah dan alami. Semua itu adalah bertujuan untuk melejitkan prestasi siswa.

Quantum learning sebagai salah satu metode belajar dapat memadukan antara berbagai sugesti positif dan interaksinya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar seseorang. Lingkungan belajar yang menyenangkan dapat menimbulkan motivasi pada diri seseorang sehingga secara langsung dapat mempengaruhi proses belajar metode quantum dengan teknik peta pikiran (mind mapping) memiliki manfaat yang sangat baik untuk meningkatkan

(7)

potensi akademis (prestasi belajar) maupun potensi kreatif yang terdapat dalam diri siswa.

Kekurangan model pembelajaran Quantum tipe VAK

Memerlukan dan menuntut keahlian dan keterampilan guru lebih khusus. Memerlukan proses perancangan dan persiapan pembelajaran yang cukup matang dan terencana dengan cara yang lebih baik. Adanya keterbatasan sumber belajar, alat belajar, dan menuntut situasi dan kondisi serta waktu yang lebih banyak. Langkah-langkah model pembelajaran Quantum tipe VAK

Langkah-langkah dan sintak pembelajaran Quantum tipe VAK adalah sebagai berikut menurut Ica, Nisa (2013):

Langkah-langkah Sintak

1. Tahap persiapan (kegiatan

pendahuluan)

Pada kegiatan pendahuluan guru memberikan motivasi untuk

membangkitkan minat siswa

dalam belajar, memberikan

perasaan positif mengenai

pengalaman belajar yang akan

datang kepada siswa, dan

menempatkan mereka dalam

situasi optimal untuk menjadikan siswa lebih siap dalam menerima pelajaran.

1. Tahap Persiapan

Penyampaian indikator

pembe-lajaran, memberikan motivasi

pada siswa, dan menyiapkan kondisi kelas agar siswa siap menerima penyampaian materi tentang cahaya.

2. Tahap Penyampaian (kegiatan inti pada eksplorasi)

Pada kegiatan inti guru

mengarahkan siswa untuk

menemukan materi pelajaran yang

2. Tahap Penyampaian

Pada tahap ini siswa memahami peta konsep, guru mengarahkan siswa untuk menemukan materi baru dengan menampilkan video

(8)

baru secara mandiri,

menye-nangkan, relevan, melibatkan

pancaindera yang sesuai dengan gaya belajar VAK. Tahap ini biasa disebut eksplorasi.

atau gambar tentang cahaya

untuk merangsang tanggapan

siswa tentang materi cahaya.

3. Tahap Pelatihan (kegiatan

inti pada elaborasi)

Pada tahap pelatihan, guru

membantu siswa untuk

mengintegrasi dan menyerap

pengetahuan serta keterampilan baru dengan berbagai cara yang disesuaikan gaya belajar VAK.

3. Tahap Pelatihan

Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk membuktikan

sifat-sifat cahaya dengan

mempraktekkan langsung

menggunakan alat peraga yang sudah disediakan oleh guru.

4. Tahap Penampilan Hasil

(kegiatan inti pada konfirmasi)

Tahap penampilan hasil

merupakan tahap seorang guru

membantu siswa dalam

menerapkan dan memperluas

pengetahuan maupun keteram-pilan baru yang mereka dapatkan pada kegiatan belajar sehingga

hasil belajar mengalami

peningkatan.

4. Tahap Penampilan Hasil Pada tahap ini guru memberi kesempatan pada siswa untuk

menampilkan atau

mempre-sentasikan hasil pengamatan

praktek di depan kelas yang sudah dilakukan selama pembelajaran.

2.1.3 Hasil Belajar Pengertian hasil belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010:22).

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah, diantaranya adalah sebagai berikut :

(9)

1. Ranah Kognitif, merupakan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. 2. Ranah Afektif, merupakan sikap dan nilai yang terdiri dari 5 jenjang

kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

3. Ranah Psikomotor, merupakan keaktifan siswa dalam melakukan kegiatan yang melibatkan anggota badan/gerak fisik selama pembelajaran berlangsung. Berdasarkan teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah melalui proses pembelajaran, baik kemampuan secara kognitif, kemampuan secara afektif maupun kemampuan secara psikomotor.

Siswa dapat dikatakan memenuhi atau mencapai hasil belajar apabila telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh suatu lembaga tertentu. Hal ini dapat diambil dari nilai tes maupun nontes yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung.

Faktor-faktor hasil belajar

Hasil yang dicapai siswa memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah :

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa dan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.

Faktor fisiologis adalah adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Seperti keadaan fisik siswa saat sakit atau kurang fit akan mempengaruhi daya berfikir yang akan mempengaruhi hasil belajar pada siswa tersebut. Atau kegunaan panca indera pada siswa tersebut.

Faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi, minat, sikap dan bakat.

(10)

b. Faktor eksternal

Menurut Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

Faktor lingkungan sosial adalah lingkungan yang memepengaruhi seperti lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Lingkungan sekolah seperti guru, administrasi sekolah dan teman sekelas. Lingkungan keluarga adalah keadaan ekonomi keluarga, kondisi keharmonisan keluarga, pola asuh orang tua dan letak rumah. Sedangkan lingkungan masyarakat adalah kondisi sosial masyarakat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat sekitar. Cara mengukur hasil belajar

Menurut Allen dan Yen (Wardani Naniek Sulistya, dkk, 2012: 48) pengukuran adalah penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan ada dua jenis instrumen yaitu, tes dan non tes.

Menurut Suyanto Adi, dkk (Wardani Naniek Sulistya, dkk, 2012: 48) tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.

Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012: 71-72) tes dilihat dari tujuannya dalam bidang pendidikan dapat dibagi menjadi tujuh, diantaranya adalah:

a. Tes kecepatan (Speed Test)

Tes ini bertujuan untuk menilai peserta tes (testi) dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaran yanag telah dipelajari. Waktu yang disediakan untuk menjawab atau menyelesaikan seluruh materi tes ini relatif singkat dibandingkan dengan tes lainnya, sebab yang lebih diutamakan adalah waktu yang minimal dan dapat mengerjakan tes itu sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, cepat dan tepat penyelesaiannya. Tes yang termasuk kategori tes

(11)

kecepatan misalnya tes intelegensi dan tes keterampilan bongkar pasang suatu alat.

b. Tes kemampuan (Power Test)

Tes ini bertujuan untuk menilai peserta tes dalam mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan. Kemampuan yang dinilai berupa kognitif atau psikomotorik. Soal-soal tes biasanya relatif sukar karena menyangkut berbagai konsep dan pemecahan masalah serta menuntut peserta tes untuk berpikir pada level yang tinggi yakni menerapkan (apply), menganalisis (analyse), mengevaluasi (evaluate), dan membuat (create).

c. Tes hasil belajar (Achievement Test)

Tes ini dimaksud untuk menilai hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan seperti tes hasil belajar, tes harian dan tes akhir semester. Tes ini bertujuan untuk menilai hasil belajar setelah mengikuti kegiaatan pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu.

d. Tes kemajuan belajar (Gains/ Achievement Test)

Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal testi sebelum pembelajaran dan kondisi akhir testi setelah pembelajaran. Untuk mengetahui kondisi awal testi digunakan pre-tes dan kondisi akhir testi digunakan post-tes.

e. Tes diagnostik (Diagnostic Test)

Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk mendiagnosis atau mengidentifikasi kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesukaran belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesukaran atau kesulitan belajar tersebut, seperti tes diagnostik matematika, tes diagnostik IPA.

f. Tes formatif

Tes formatif adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pembelajaran tertentu seperti tes harian, ulangan harian.

(12)

g. Tes sumatif

Istilah sumatif berasal dari kata “sum” yang berarti jumlah. Dengan demikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap sekumpulan materi pelajaran (pokok bahasan) yang telah dipelajari, seperti UAN (Ujian Akhir Nasional).

Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:73) teknik non-tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Teknik non-tes sangat penting dalam menilai siswa pada ranah afektif dan psikomotor. Ada beberapa macam teknik nontes, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Unjuk kerja

Unjuk kerja adalah suatu penilaian/pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas siswa dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi, dan berdiskusi; kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dalam kelompok; partisipasi siswa dalam diskusi; ketrampilan menari; ketrampilan memainkan alat musik; kemampuan berolahraga; ketrampilan menggunakan peralatan laboratorium; praktek sholat, bermain peran, bernyanyi, dan ketrampilan mengoperasikan suatu alat.

b. Penugasan

Penugasan adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu. Penyelidikan tersebut dilaksanakan secara bertahap yakni perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian data.

c. Tugas individu

Tugas individu adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada siswa yang dilakukan secara individu. Tugas ini dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk seperti pembuatan kliping, pembuatan makalah dan yang sejenisnya.

(13)

d. Tugas kelompok

Tugas kelompok sama dengan tugas individu, namun dikerjakan secara kelompok. Tugas ini diberikan untuk menilai kompetensi kerja kelompok. Bentuk instrumen yang digunakan salah satunya adalah tertulis dengan menjawab uraian secara bebas dengan tingkat berpikir tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi.

e. Laporan

Laporan adalah penilaian berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi atau laporan praktik.

f. Responsi atau ujian praktek

Responsi atau ujian praktek adalah suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya seperti mata pelajaran IPA atau Penjasorkes. Ujian responsi dapat dilakukan pada awal praktik atau setelah melakukan praktik.

g. Portofolio

Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan siswa dalam satu periode tertentu.

2.1.4 Hubungan antara Model Pembelajaran Quantum tipe VAK dengan Hasil Belajar.

Model pembelajaran Quantum tipe VAK adalah model pembelajaran yang memiliki tiga modalitas belajar yaitu, visual (belajar melalui apa yang dilihat), auditorial (melakukan melalui apa yang didengar) dan kinesthetic (belajar lewat gerak dan sentuhan). Hal ini sesuai dengan taraf berfikir anak usia SD yang berfikir secara konkrit (nyata) yang harus melihat secara langsung dan melakukan secara langsung. Hal ini dapat menanamkan pengalaman belajar pada siswa sehinggga siswa mendapat makna yang mendalam setelah pembelajaran berlangsung.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010:22).

(14)

Berdasarkan teori model pembelajaran Quantum tipe VAK memiliki hubungan dengan hasil belajar siswa. Pembelajaran yang aktif menuntut keaktifan dalam segi Visual, Auditory dan Kinesthetic. Hal ini dapat menimbulkan minat belajar pada siswa sehingga siswa lebih tertarik belajar dan tentunya setelah siswa melakukan sendiri kegiatan maka hasil belajar siswa akan meningkat.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian pertama yang relevan dengan proposal yang penulis susun adalah penelitian dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Quantum Learning dengan Gaya Belajar VAK Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Berbantuan Media Film”. Penelitian tersebut diunggah pada tahun 2012 dengan jumlah 10 halaman.

Kesimpulan dari penelitian yang berjudul “Implementasi Model Pembelajaran Quantum Learning Dengan Gaya Belajar VAK Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Berbantuan Media Film” adalah sebagai berikut:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas VB semester I SD No 2 Banyuasri melalui implementasi model pembelajaran Quantum Learning dengan Gaya Belajar VAK (visual, auditorial, dan kinestetik) berbantuan media Film Pendek. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi dan refleksi dengan pengumpulan data menggunakan metode non tes (tes performan) melalui pengamatan/penilaian secara langsung pada siswa menggunakan lembar rubrik penilaian keterampilan berbicara dengan Indikator dalam keterampilan berbicara yang menjadi amatan antara lain, tekanan kata, pilihan kata, kelancaran dan ketepatan isi dan pemberian skor pada tiap indikator keterampilan berbicara disesuaikan dengan kemampuan siswa dalam keterampilannya berbicara. Hasil penelitian menunjukan bahwa keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa dengan implementasi model pembelajaran Quantum Learning dengan gaya belajar VAK (visual, auditorial, dan kinestetik)

(15)

berbantuan media film pendek dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Terjadi peningkatan persentase pada siklus I sebesar 65 % mengalami peningkatan sebesar 90 % pada siklus II.

Penelitian kedua yang relevan dengan proposal yang penulis susun adalah penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kuantum Tipe Vak (Visual Audiotory Kinesthetic) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri 2 Sesetan.”

Kesimpulan dari penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kuantum Tipe Vak (Visual Audiotory Kinesthetic) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri 2 Sesetan.” adalah sebagai berikut:

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya tuntutan peningkatan kualitas satuan pendidikan pasca kebijakan desentralisasi pendidikan yang dikembangkan di Indonesia. Model Quantum Teaching merupakan model pembelajaran modern baru yang memiliki berbagai kelebihan yang menguntungkan proses pembelajaran. Penelitian bertujuan untuk: 1) Mengetahui proses pelaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching untuk siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri 01 Kwarasan pada bidang studi IPA, 2) Mengetahui prestasi belajar siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri 01 Kwarasan selama proses pelaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang menggunakan prosedur dua siklus. Metode penelitian adalah kuantitatif yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah signifikansi peningkatan prestasi siswa dalam pelaksanaan model QuantumTeacing. Metode kuantitatif yang digunakan adalah dengan statistik uji t (t-test). Pengambilan data dilakukan dengan populatif sampling yaitu menjadikan semua anggota populasi sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, dokumentasi,dan test pengukuran prestasi belajar siswa.

Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mendapatkan pembelajaran model pembelajaran Kuantum tipe VAK (Visual Audiotory Kinesthetic) dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Negeri 2 Sesetan . Jenis penelitian ini Quasi

(16)

eksperimen menggunakan desain Nonequivalent Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 2 Sesetan yang berjumlah 124 orang terdiri dari 3 kelas, yaitu kelas VA, kelas VB, dan kelas VC. Sampel penelitian ini adalah kelas VC sebagai kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran kuantum tipe VAK (Visual Audiotory Kinesthetic) dan kelas VA sebagai kelompok kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes objektif pilihan ganda. Analisis data yang menggunakan rumus ? ? ???? ? ? ??? ? ? (t-test). Perolehan nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol yaitu sebesar 77,72 ≥ 69,75. Dibuktikan dengan hasil thitung ≥ ttabel yaitu sebesar 3,0419 ≥ 1,980 Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Kuantum tipe VAK (Visual Audiotory Kinesthetic) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 2 Sesetan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Kuantum tipe VAK (Visual Audiotory Kinesthetic) memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 2 Sesetan, Keacamatan Denpasar Selatan tahun ajaran 2012/2013.

Berdasarkan kedua hasil penelitian yang relevan tersebut dapat disimpulkan adanya beberapa perbedaan dengan proposal yang penulis susun. Penelitian yang penulis lakukan adalah di kelas 5, pada hasil penelitian yang relevan kedua juga pada kelas 5. Selain itu mata pelajaan yang diteliti oleh penulis juga berbeda dengan penelitian yang pertama, penulis meneliti mata pelajaran IPA sedangkan penelitian pertama meneliti mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pada penelitian yang kedua merupakan penelitian eksperimen sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian tindakan kelas. Namun dari perbedaan tersebut penelitian memiliki persamaan yaitu pada hasil akhir pembelajaran, yaitu sama-sama memiliki peningkatan pada setiap siklus.

2.3 Kerangka Pikir

Dari hasil kajian teori dan kajian hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional hanya berpusat pada guru dan menimbulkan rasa bosan pada siswa yang mengakibatkan hasil belajar siswa kurang dari KKM.

(17)

Dengan menggunakan pembelajaran model Quantum tipe VAK di dalam kelas, pembelajaran akan semakin bervariasi. Siswa aktif mempelajari materi dan tidak bosan selama pembelajaran, sehingga setelah pembelajaran selesai materi dan konsep-konsep pembelajaran dapat tertanam dalam diri siswa yang akan memudahkan siswa dalam mengingat konsep-konsep pembelajaran tersebut dan pada akhir pembelajaran siswa mendapatkan hasil yang memuaskan dan diatas KKM.

(18)

Berdasarkan simpulan tersebut, dapat disajikan skema sebagai berikut: Gambar 1 Kerangka Pikir KONDISI AWAL Hasil belajar siswa lebih meningkat Pembelajaran konvensional - Ceramah - Teacher center - Membosankan - Siswa pasif Pemantapan penerapan model pembelajaran Quantum tipe VAK - Siswa aktif. - Pembelajaran menyenangkan. - Siswa mudah mengerti isi materi. - Bervariasi. Hasil belajar siswa rendah Penerapan model pembelajaran Quantum tipe VAK - Siswa aktif. - Pembelajaran bervariasi. - Menyenangkan. Hasil belajar siswa meningkat.

(19)

2.4 Hipotesis Tindakan

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan hipotesisnya adalah:

Penggunaan model pembelajaran Quantum tipe VAK sesuai sintak diduga dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA siswa kelas 5 SDN Kutowinangun 08 Salatiga Semester II tahun pelajaran 2013/2014.

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen Penerbitan Memastikan Proses Submission Naskah sampai Publish secara elektronik Editor @ Section Editor Reviewer Copy Editor Layout Proofreader 1.. Editor

yang dinyatakan dalam Y.. Variabel bebas yaitu variabel yang mendahului atau mempengaruhi.. variabel terikat. Variabel bebas

Pada Bab II ini akan dikaji pustaka yang relevan dengan penelitian yang berjudul: “Penerapan Pendekatan Konstruktivistik Melalui Dialog untuk Meningkatkan Kemampuan

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match adalah teknik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep

Tujuan dan Manfaat dari penelitian ini adalah menerapkan sistem penilaian ujian essay secara otomatis berbasis web secara online menggunakan metode GLSA, menghasilkan

Prinsip tersebut juga dilakukan oleh Musa saat memilih pemimpin-pemimpin untuk kelompok-kelompok yang lebih kecil dengan tugas mengadili perkara.. Perkara- perkara

Melangsungkan pernikahan dibawah umur di Jorong Galagah Nagari Alahan Panjang dilakukan dengan motif untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,

Pada penelitian ini digunakan metode kuantitatif, dengan penggunaan data sekunder berupa data Citra MODIS surface reflectance bulan April tahun 2008, 8-harian