• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA LUASAN PADA SISWA KELAS VII B SEMESTER GASAL SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2013 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN PECAHAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA LUASAN PADA SISWA KELAS VII B SEMESTER GASAL SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2013 2014"

Copied!
274
0
0

Teks penuh

(1)

KEAKTI

DA SISWA KELAS VII B SEMESTE

P JOANNES BOSCO YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2013/ 2014

SKRIPSI

(2)

KEAKTI

DA SISWA KELAS VII B SEMESTE

P JOANNES BOSCO YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2013/ 2014

SKRIPSI

(3)
(4)
(5)

iv

“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.

Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan.”

(Lukas 11: 9-10)

“Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.”

(2 Kor 9: 6)

“Tuhan adalah kekuatan dan perisaiku. Kepada-Nya hatiku percaya.” (Mazmur 28:7)

Dengan penuh syukur skripsi ini kupersembahkan untuk:

Bapak dan Ibuku tercinta, Ignatius Joko Supraptono dan Caecilia Resmini,

Mbak dan Adekku tersayang,

Antonita Yuni Pramita dan Martinus Tegar Praditya,

(6)
(7)

vi

ABSTRAK

Patricia Risdya Pratiwi. 2013. Keaktifan dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Metematika Pokok Bahasan Pecahan dengan Menggunakan Alat Peraga Luasan pada Siswa Kelas VII B Semester Gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/ 2014. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan alat peraga Luasan, keaktifan dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan di kelas VII B. Penelitian ini digolongkan dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dibantu dengan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran 2013/ 2014 pokok bahasan Pecahan. Subyek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa-siswi kelas VII B SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang berjumlah 30 siswa.

Instrumen dalam penelitian ini meliputi instrumen pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta Lembar Kerja Siswa (LKS) dan instrumen pengumpulan data berupa non tes meliputi lembar pengamatan keterlaksanaan RPP, lembar pengamatan ketercapaian penggunaan alat peraga Luasan, lembar pengamatan keaktifan, wawancara, dan tes meliputi Tes Kemampuan Awal (TKA) dan Tes Evaluasi (TE). Sebelum digunakan, semua instrumen dilakukan pertimbangan pakar atau uji butir dan dinyatakan sudah memenuhi syarat yang ditetapkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penggunaan alat peraga Luasan dalam pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan berdampak pada meningkatnya keaktifan dan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari skor keaktifan siswa yang meningkat di setiap pertemuannya. Selain itu peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari hasil perbandingan rata-rata nilai Tes Kemampuan Awal (TKA) dengan rata-rata nilai Tes Evaluasi (TE) yang mengalami kenaikan sebesar 21,56. (2) Keaktifan siswa dalam pembelajaran menggunakan alat peraga Luasan tergolong cukup aktif dengan persentase keaktifan terbesar terdapat pada kriteria sedang (S) yaitu 43,44%. (3) Hasil belajar siswa dalam pembelajaran menggunakan alat peraga Luasan tergolong tinggi dengan persentase terbesar terdapat pada kriteria tinggi (T) yaitu 66,67%.

(8)

vii

ABSTRACT

Patricia Risdya Pratiwi. 2013. The Activeness and Learning Result in Learning Fractions Using The Width Figure Model of the VII B Students, Gasal Semester 2013/ 2014 Academic Year in SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Thesis. Mathematics Education Study Program, Departement of Mathematics Education and Science, Faculty of Teacher Training and Educational Science, Sanata Dharma University in Yogyakarta.

This research is aimed to know the use of width figure model, student’s activeness and learning result in learning Fractions of the VII B students. This research is classified of descriptive-qualitative research supported with quantative research. The research had been done in Gasal semester 2013/ 2014 academic year in the fractions main subject. The subjects in this research are teacher and 30 students of class VII B in SMP Joannes Bosco.

Instrument in this research includes of learning instruments such as the learning lesson plan (RPP) and the student worksheet (LKS), and data collection instrument such as non test instruments which include the realization of lesson plan observation sheets, realization of width figure model observation sheets, activeness observation sheets, interview sheets, and test instruments include the beginning competency (TKA) and evaluation test (TE). Prior to the use in the research, all instruments were validated by the experts andit considered by its requirement.

The results of this research show that (1) the using of width figure gives the effects of the increasing of the student’s activeness and learning result. It can be seen from the student’s activeness scor which has been increased in every meeting. Beside, the increasing of the learning result can be seen from the comparasion of the TKA average with the increasing of TE is 21,56. (2) Student’s activeness in using the width figure model is medium. It can be seen from the greatest activeness percentage that shown from medium criteria (S) is 43,44%, (3) The student’s learning result using the width figure model is high. It can be seen from the greatest evaluation test percentage in high criteria (T) reaches 66,67%.

Keywords: Width figure model, activeness, learning result, Fractions.

(9)
(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas cinta dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi dengan baik. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Matematika Universitas Sanata Dharma.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak pengalaman,

hambatan, dan rintangan akan tetapi berkat bantuan, dukungan, dan motivasi dari

berbagai pihak penulis dapat melalui dan menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena

itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang

membantu, diantaranya:

4. Bapak Dominikus Arif Budi Prasetyo, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing

akademik;

5. Bapak Drs. Sukardjono, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama penyusunan skripsi

ini;

6. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma yang telah

membimbing, membantu, serta memberikan ilmunya selama belajar di

Universitas Sanata Dharma;

7. Drs. Y. Sugiarto, selaku kepala SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran

2012/ 2013 dan Ag. Nuranisah. S, S.Ag., selaku kepala SMP Joannes Bosco

Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014 yang telah memberikan kesempatan

(11)

x

8. Ibnu Sundaru, S.Pd., selaku guru matematika SMP Joannes Bosco

Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan bantuan

selama proses penelitian;

9. Siswa-siswa kelas VII B semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta

tahun ajaran 2013/ 2014 yang telah membantu penulis selama melakukan

penelitian;

10. Bapak, Ibu, Mbak Yuni, Dek Ega, dan Mas Aji atas dukungan, doa,

semangat, dan cinta kasih yang telah diberikan kepada penulis sehinga dapat

menyelesaikan skripsi ini;

11. Teman-teman dari Program Studi Pendidikan Matematika angkatan 2009 dan

teman-teman kos “Anggrek” atas bantuan, motivasi, dukungan, dan doa

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

12. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi

ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca

dan dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 27 September 3013

Penulis

(12)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR DIAGRAM ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

(13)

xii

F. Batasan Istilah ... 6

G. Manfaat Hasil Penelitian ... 8

H. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Kajian Pustaka ... 10

1. Belajar ... 10

2. Pembelajaran ... 26

3. Media ... 28

4. Alat Peraga ... 31

5. Alat Peraga Luasan ... 35

6. Keaktifan ... 36

7. Hasil Belajar ... 38

8. Pecahan ... 41

B. Kerangka Berpikir ... 56

C. Hipotesis Tindakan... 57

BAB III METODE PENELITIAN... 58

A. Jenis Penelitian ... 58

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 59

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 60

D. Subyek dan Obyek Penelitian ... 60

E. Variabel Penelitian ... 61

F. Instrumen Penelitian... 61

(14)

xiii

H. Validitas dan Reabilitas... 77

I. Teknik Analisis Data ... 79

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 83

A. Pelaksanaan Penelitian ... 83

B. Penyajian Data ... 96

C. Analisis Data dan Pembahasan ... 105

D. Kelemahan Penelitian... 138

BAB V PENUTUP ... 139

A. Kesimpulan ... 139

B. Saran ... 140

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Silabus Materi Pecahan Kelas VII SMP 41

Tabel 3.1 Rencana Pembelajaran 62

Tabel 3.2 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP Pertemuan I 63

Tabel 3.3 Lembar Pengamatan Penggunaan Alat Peraga Luasan 64

Tabel 3.4 Lembar Pengamatan Keaktifan Siswa 10 Menit Pertama 67

Tabel 3.5 Lembar Rekap Pengamatan Keaktifan Siswa

Pertemuan Pertama 68

Tabel 3.6 Lembar Rekap Pengamatan Keaktifan Siswa Keseluruhan 68

Tabel 3.7 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Awal 69

Tabel 3.8 Kisi-kisi Soal Tes Evaluasi 71

Tabel 3.9 Kriteria Keaktifan Siswa Kelas VII B 81

Tabel 3.10 Kriteria Hasil Belajar Kelas VII B 82

Tabel 4.1 Data Kelompok 86

Tabel 4.2 Data Keterlaksanaan RPP 97

Tabel 4.3 Data Ketercapaian Penggunaan Alat Peraga Luasan 97

Tabel 4.4 Data Keaktifan Siswa pada Pertemuan I 98

Tabel 4.5 Data Keaktifan Siswa pada Pertemuan II 99

Tabel 4.6 Data Keaktifan Siswa pada Pertemuan III 100

Tabel 4.7 Data Keaktifan Siswa pada Pertemuan IV 100

Tabel 4.8 Hasil Tes Kemampuan Awal (TKA) 102

(16)

xv

Tabel 4.10 Data Keaktifan Siswa Keseluruhan 118

Tabel 4.11 Rincian Kriteria Keaktifan Siswa Kelas VII B 120

Tabel 4.12 Data Kegiatan (Indikator Keaktifan) yang Dilakukan Siswa 123

Tabel 4.13 Nilai TKA dan TE 124

Tabel 4.14 Rincian Kriteria Hasil Belajar Siswa Kelas VII B 127

(17)

xvi

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Grafik Peningkatan Keaktifan Siswa 119

Diagram 4.2 Histogram Keaktifan Siswa 122

Diagram 4.3 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa 126

(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alat Peraga Luasan 35

Gambar 2.2 Garis Bilangan Pecahan 43

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A 143

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 144

2. Lembar Kerja Siswa (LKS) 166

3. Instrumen Pengamatan 173

LAMPIRAN B 183

1. Soal Tes Kemampuan Awal (TKA) dan Jawaban 184

2. Soal Tes Evaluasi (TE) dan Jawaban 189

LAMPIRAN C 194

1. Validitas dan Reabilitas Soal Tes Kemampuan Awal (TKA) 195

2. Validitas dan Reabilitas Soal Tes Evaluasi (TE) 200

3. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov 205

LAMPIRAN D 209

1. Daftar Nilai Tes Kemampuan Awal Kelas VII B 210

2. Daftar Nilai Tes Evaluasi Kelas VII B 211

LAMPIRAN E 212

1. Contoh Hasil Pengamatan Keterlaksanaan RPP 213

2. Contoh Hasil Pengamatan Ketercapaian Penggunaan Alat Peraga 215

3. Contoh Hasil Pengamatan Keaktifan 217

4. Transkrip Wawancara 223

LAMPIRAN F 226

(20)

xix

2. Contoh Hasil Kerja TKA 239

3. Contoh Hasil Kerja TE 245

4. Foto-foto Pelaksanaan Pembelajaran 250

LAMPIRAN G 252

1. Surat Ijin Penelitian 253

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap

orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi

antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi

kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah

belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang

mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan,

keterampilan, atau sikapnya (Azhar Arsyad, 2010: 1).

Pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses komunikasi

transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa,

maupun antara siswa dengan siswa, untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat

diterima, dipahami, dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses

pembelajaran, seperti: guru berpendapat kemudian siswa menanggapi ataupun

sebaliknya, dan lain sebagainya.

Guru memegang posisi kunci dan strategis dalam menciptakan suasana

belajar yang kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan siswa agar

(22)

menempatkan strategi pembelajaran yang tepat, sehingga dapat mendorong

terjadinya proses belajar siswa yang aktif, produktif, dan efisien. Oleh karena

itu, dalam kedudukannya sebagai pembelajar, guru berfungsi membelajarkan

anak didiknya agar mencapai tujuan pendidikan. Guru harus mengupayakan

agar anak didiknya berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk belajar.

Pembelajaran yang menyenangkan dan terpusat pada siswa akan

mengaktifkan dan memberikan hasil belajar yang maksimal. Banyak hal yang

dapat dilakukan guru untuk mengupayakan kondisi belajar yang

menyenangkan bagi siswa, salah satunya dengan penggunaan media dalam

proses belajar mengajar.

Menurut Hamidjojo (dalam Azhar Arsyad, 2010) media adalah segala

sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke

penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat

siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar. Sedangkan menurut

Hamalik (dalam Azhar Arsyad, 2010), media berperan sebagai perangsang

belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak

menjadi bosan dalam meraih tujuan-tujuan belajar. Ringkasnya, media adalah

alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pembelajaran demi

tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di

sekolah pada khususnya (Azhar Arsyad, 2010: 3). Dapat dikatakan bahwa

media pembelajaran berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam proses

pembelajaran. Salah satu media yang baik dalam proses pembelajaran adalah

(23)

tidak dapat diabaikan dalam pengembangan sistem pengajaran yang sukses.

Penggunaan alat peraga dalam suatu pengajaran terutama dalam penanaman

suatu konsep dapat membantu kelancaran, efektivitas, dan efisiensi

pencapaian tujuan. Bahan pembelajaran yang dimanipulasi dalam bentuk alat

peraga benda nyata menjadikan suasana belajar menjadi menyenangkan

karena siswa dapat bermain sambil belajar melalui alat peraga tersebut.

Menurut pengalaman peneliti saat melakukan observasi pada bulan

Mei-Juli 2013 di SMP Joannes Bosco, ditemukan bahwa kegiatan belajar mengajar

sering berjalan kurang tepat dan tidak lancar. Beberapa guru masih

menerapkan pembelajaran konvensional yang lebih menggunakan media

papan tulis sebagai sarananya. Media papan tulis ini memiliki keterbatasan

dalam proses pembelajaran. Melalui media papan tulis, siswa hanya dapat

menggunakan indera penglihatan saja. Hal itu mengakibatkan pembelajaran

kurang maksimal. Hanya sedikit siswa yang terlibat aktif dalam proses

pembelajaran. Banyak pula ditemukan siswa yang asik bermain dan bergurau

dengan teman sebangkunya bahkan terlihat beberapa siswa yang melamun

dan tidak fokus pada pembelajaran saat itu. Ketika ditanya terkait materi yang

baru saja dipelajari, beberapa siswa tidak bisa menjawab. Ketidaktahuan

siswa dalam menjawab pertanyaan guru, bisa jadi karena kurangnya

pemahaman siswa tentang konsep yang diajarkan.

Menurut peneliti penggunaan alat peraga Luasan sesuai pada subyek

penelitian karena pada umumnya penggunaan alat peraga tersebut dapat

(24)

pembelajaran khususnya pada materi Pecahan. Selain itu dengan penggunaan

alat peraga Luasan dapat menjadikan pembelajaran jauh lebih menarik dan

menyenangkan bagi siswa. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk

meneliti tentang keaktifan dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika

pokok bahasan Pecahan dengan menggunakan alat peraga Luasan pada siswa

kelas VII B semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran

2013/ 2014.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan kemungkinan masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya konsentrasi siswa saat proses pembelajaran matematika di

kelas. Hal ini mengakibatkan siswa kurang memahami materi yang

diajarkan oleh guru.

2. Kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan pada saat proses

belajar mengajar matematika di kelas. Hal ini mengakibatkan siswa

kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.

3. Kurangnya penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika.

Gejala verbalisme cenderung terjadi pada siswa, yaitu siswa mengetahui

kata-kata yang disampaikan oleh guru tetapi tidak memahami arti dan

maknanya.

4. Kurangnya rasa percaya diri siswa untuk menyelesaikan suatu

(25)

5. Kurangnya kemauan siswa untuk bertanya kepada guru sehingga

membuat siswa kurang memahami apa yang telah mereka pelajari.

C. Pembatasan Masalah

Dari beberapa masalah yang telah diidentifikasi dan keterbatasan peneliti dalam waktu, tenaga, serta biaya, maka penelitian ini dibatasi tentang

keaktifan dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika pokok bahasan

Pecahan dengan menggunakan alat peraga Luasan pada siswa kelas VII B

semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, penelitian ini fokus merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak penggunaan alat peraga Luasan dalam pembelajaran

matematika pokok bahasan Pecahan?

2. Bagaimana keaktifan siswa dalam penggunaan alat peraga Luasan pada

pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan?

3. Bagaimana hasil belajar siswa dalam penggunaan alat peraga Luasan

(26)

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Dampak penggunaan alat peraga Luasan dalam pembelajaran matematika

pokok bahasan Pecahan.

2. Keaktifan siswa dalam penggunaan alat peraga Luasan pada

pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan.

3. Hasil belajar siswa dalam penggunaan alat peraga Luasan pada

pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan.

F. Batasan Istilah

1. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap

orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya

interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Salah satu pertanda

bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku

pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan

pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya (Azhar Arsyad,

2010: 1).

2. Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan

(27)

3. Media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan

pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan

tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya(Azhar Arsyad, 2010: 3).

4. Alat peraga adalah saluran komunikasi atau perantara yang digunakan

untuk membawa atau menyampaikan suatu pesan guna mencapai tujuan

pengajaran. Alat peraga merupakan alat bantu atau penunjang yang

digunakan oleh guru untuk menunjang proses belajar mengajar (Pujiati,

2004).

5. Luasan merupakan alat peraga dengan bentuk bangun datar lingkaran dan

persegi yang didalamnya dapat memuat potongan-potongan/ puzzle

dengan ukuran dan bentuk yang sama.

6. Aktif adalah mampu beraksi dan bereaksi (Depdikbud, 1988).

7. Keaktifan adalah keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan

pembelajaran (Dimyati dan Mudjiono, 2009).

8. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yang luas mencakup

bidang kognitif, afektif, maupun psikomotorik (Nana Sudjana, 2010).

9. Pecahan adalah suatu materi yang dipelajari oleh siswa-siswi kelas VII

semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014.

G. Manfaat Hasil Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan pengalaman dalam meningkatkan

(28)

dapat mempersiapkan media pembelajaran berupa alat peraga yang dapat

mengaktifkan dan meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Bagi Sekolah

Penggunaan alat peraga Luasan ini dapat dijadikan salah satu variasi

dalam proses pembelajaran. Jika penggunaan alat peraga ini tepat guna,

maka media pembelajaran ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk

merancang kegiatan pembelajaran selanjutnya.

3. Bagi Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan bagi para

pembaca khususnya dikalangan Universitas Sanata Dharma.

H. Sistematika Penulisan

Penelitian ini mengajak pembaca untuk mempelajari tentang keaktifan

dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan

dengan menggunakan alat peraga Luasan pada siswa kelas VII B semester

gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014. Apa yang

mendasari penelitian ini akan disajikan pada Bab I yang mencakup latar

belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, batasan istilah, manfaat hasil penelitian, dan

sistematika penulisan.

Landasan teori yang berisi uraian teori-teori yang mendukung penelitian

(29)

pembelajaran, media, alat peraga, alat peraga Luasan, keaktifan, hasil belajar,

dan materi Pecahan.

Bab III akan menyajikan tentang metodologi penelitian. Bagian ini

memuat jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel

penelitian, subyek dan obyek penelitian, variabel penelitian, instrumen

penelitian, teknik penyekoran data, validitas dan reabilitas, dan teknik analisis

data.

Analisis data dan pembahasan akan disajikan pada Bab IV. Bagian ini

memuat pelaksanaan penelitian, penyajian data, analisis data dan

pembahasan.

Kesimpulan dan saran dari penelitian ini akan disajikan pada Bab V.

Bagian ini akan memberikan ringkasan hasil penelitian yang merupakan

jawaban dari tujuan penelitian dan ide mengenai langkah-langkah lanjut

(30)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka 1. Belajar

a. Definisi Belajar

Sebagian terbesar dari proses perkembangan berlangsung melalui

kegiatan belajar. Belajar selalu berkenaan dengan

perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, apakah itu mengarah kepada

yang lebih baik atau pun yang kurang baik, direncanakan atau tidak.

Hal lain yang juga selalu terkait dalam belajar adalah pengalaman.

Pengalaman ini berbentuk interaksi dengan orang lain atau

lingkungannya (Hamalik, 2007: 36).

Unsur perubahan dan pengalaman hampir selalu ditekankan

dalam rumusan atau definisi tentang belajar, yang dikemukakan oleh

para ahli. Misalnya saja menurut Witherington (dalam Hamalik,

2007) belajar merupakan perubahan kepribadian, yang

dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang

berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan

kecakapan.

Terdapat aliran psikologi serta konsep-konsep hasil pemikiran

(31)

1) Behaviorisme

Menurut Suyono dan Hariyanto (2011), behaviorisme

merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih

kepada sisi fenomena jasmaniah, mengabaikan aspek-aspek

mental seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu

dalam belajar. Aliran ini sangat menekankan kepada perlunya

perilaku (behavior) yang diamati. Beberapa ahli yang

menyatakan pengertian belajar sesuai dengan aliran

behaviorisme, antara lain:

a) Herman Hudojo (1988)

Belajar adalah kegiatan atau usaha untuk mencapai

perubahan tingkah laku.

b) Garry dan Kingsley (dalam Trianto 2011)

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang orisinal

melalui pengalaman-pengalaman dan latihan-latihan.

c) Suyono dan Hariyanto (2011)

Lebih dijelaskan lagi bahwa belajar adalah proses

perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar

siswa dengan sumber-sumber atau objek belajar, baik yang

sengaja dirancang maupun yang tidak sengaja dirancang

(32)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar

merupakan proses interaktif yang aktif antara siswa dengan

pendidik dan sumber belajar pada lingkungannya yang

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,

pemahaman, keterampilan, dan tingkah laku.

2) Konstruktivisme

Menurut Suyono dan Hariyanto (dalam W. S. Winkel,

1991), kontruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang

dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita

membangun, mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita

tentang dunia tempat kita hidup. Dengan demikian, belajar

semata-mata adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang

berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,

pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan

akan dibentuk sendiri oleh siswa dari pengalaman-pengalaman

pribadi melalui asimilasi. Dalam hal ini guru hanya berperan

(33)

b. Teori-teori Belajar

Beberapa teori belajar, antara lain:

1) Teori Perkembangan Kognitif Piaget (dalam Trianto, 2011)

Teori perkembangan kognitif Piaget memandang

perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara

aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui

pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.

Tahapan-tahapan perkembangan kognitif Piaget:

a) Sensorimotor (lahir sampai 2 tahun)

Mereka mengandalkan kemampuan sensorik dan

motoriknya untuk melihat, meraba, memegang, mencium,

mendengarkan, dan menggerakkan anggota tubuhnya.

b) Praoperasional (2 sampai 7 tahun)

Dalam tahap ini anak belum dapat konservasi. Bahasa dan

ingatan anak sudah berkembang. Dengan adanya

perkembangan bahasa dan ingatannya, anak pun mampu

mengingat banyak hal, tetapi pemikiran anak dibatasi oleh

egosentrisnya.

c) Operasi Konkret (7 sampai 11 tahun atau 12 tahun)

Merupakan awal kegiatan rasional. Mereka melihat sesuatu

berdasarkan persepsinya, dimulai sistem nyata dari obyek,

serta hubungannya. Anak telah mengembangkan sistem

(34)

persoalan-persoalan konkret yang dihadapi dengan bantuan

alat peraga. Namun, anak-anak masih kesulitan dalam

ide-ide abstrak.

d) Operasi Formal (12 tahun ke atas)

Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak dan

murni simbolis. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui

penggunaan eksperimentasi sistematis. Sehingga anak

sudah mampu bekerja secara efektif dan sistematis, secara

proposional, serta menarik generalisasi secara mendasar.

Dari teori belajar menurut Piaget dapat disimpulkan bahwa

pengalaman dan interaksi aktif anak sangat penting untuk

membangun sistem makna dan pemahaman realitas. Oleh karena

itu, guru dalam mendesain pembelajaran hendaknya

menyesuaikan dengan taraf perkembangan dan kemampuan

siswanya.

2) Teori Penemuan Jerome S. Bruner

Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan

pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan

sendirinya memberi hasil yang paling baik. Bruner menyarankan

agar siswa-siswi hendaknya belajar melalui partisipasi aktif

(35)

memperoleh pengalaman dan melakukan

eksperimen-eksperimen sehingga menemukan prinsip-prinsip itu sendiri

(Trianto, 2011). Tiga tahapan perkembangan intelektual

menurut Bruner (Udin S. Winataputra, dkk, 2008) meliputi:

a) Enaktif

Pembelajaran dilakukan melalui tindakan dan memiliki

karakter manipulasi yang tinggi. Ia akan dapat memahami

sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu.

b) Ikonik

Pembelajaran yang dilakukan melalui model-model,

serangkaian gambar-gambar atau grafik yang

menggambarkan suatu konsep tetapi tidak

mendefinisikannya dan visualisasi verbal.

c) Simbolik

Pembelajaran dimana anak sudah mampu menggambarkan

kapasitas berpikir dalam istilah-istilah yang abstrak. Dalam

memahami dunia sekitarnya anak-anak belajar melalui

simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.

Dari tiga tahap perkembangan intelektual menurut Bruner

dapat disimpulkan bahwa partisipasi aktif dengan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dibangun sendiri akan

(36)

3) Teori Belajar Dienes (Ruseffendi, 1980)

Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip

dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret

akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa

benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan

sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran

matematika (Ruseffendi, 1980).

Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1980) konsep-konsep

matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap

tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap,

yaitu:

a) Permainan Bebas (Free Play)

Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari

pengembangan konsep bermula dari permainan bebas.

Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang

aktivitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Selama

permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak

mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam

mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang

dipelajari.

b) Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)

Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah

(37)

dalam konsep tertentu. Melalui permainan siswa diajak

untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur

matematika itu.

c) Permainan Kesamaan Sifat

Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan

dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam

permainan yang sedang diikuti. Guru perlu mengarahkan

siswa untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat

tersebut, dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari

bentuk permainan lain.

d) Permainan Representasi (Representation)

Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari

beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan

representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah itu mereka

berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam

situasi-situasi yang dihadapinya.

e) Permainan dangan Simbolisasi (Symbolization)

Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang

membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari

setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol

(38)

f) Permainan dengan Formalisasi (Formalization)

Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang

terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk

mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan

sifat-sifat baru konsep tersebut.

Dari teori belajar menurut Dienes di atas dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran matematika dapat dikemas dengan menarik

melalui kegiatan-kegiatan konkret yang dapat meningkatkan

pemahaman siswa terhadap materi yang akan dipelajari.

c. Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Daryanto (2009: 51) belajar dipengaruhi oleh banyak

faktor, diantaranya adalah:

1) Faktor Interen

Faktor Interen digolongkan menjadi dua, yaitu faktor fisik dan

faktor psikis.

a) Faktor Fisik

Faktor fisik yang mempengaruhi belajar seperti:

(1) Kesehatan Umum

Dalam pembelajaran khususnya matematika, kesehatan

mata dan telinga merupakan hal yang terpenting.

(39)

mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran.

Apabila hal itu terjadi maka perlu digunakan alat bantu

berupa audiovisual.

(2) Kelelahan

Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan

jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan

timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh.

Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan

dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk

menghasilkan sesuatu hilang. Siswa yang lelah, maka

akan sulit berkonsentrasi dalam belajar.

b) Faktor Psikis

Faktor psikis yang mempengaruhi belajar seperti:

(1) Bakat

Bakat juga mempengaruhi belajar. Anak yang berbakat

akan lebih cepat belajar daripada anak yang kurang

berbakat.

(2) Intelegensi

Siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi

akan lebih berhasil daripada yang memiliki tingkat

intelegensi rendah. Walaupun begitu siswa yang

(40)

berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena

belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan

banyak faktor yang mempengaruhinya.

(3) Motif

Motif yang kuat sangatlah perlu dalam belajar. Di

dalam membentuk motif yang kuat itu dapat

dilaksanakan dengan adanya latihan-latihan/

kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh lingkungan yang memperkuat.

(4) Minat

Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila

bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan

minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan

sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya.

(5) Kematangan

Anak yang sudah siap (matang) belum dapat

melaksanakan kecakapannya sebelum belajar.

Balajarnya akan berhasil jika anak sudah siap (matang).

(6) Kesiapan

Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response

atau reaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri

seseorang dan juga berhubungan kematangan, karena

kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan

(41)

proses belajar, karena jika siswa belajar dan sudah ada

kesiapan maka hasil belajarnya akan lebih baik.

2) Faktor Eksteren

Faktor eksteren yang berpengaruh terhadap belajar dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a) Faktor Instrumen

Faktor instrumen yang mempengaruhi belajar seperti:

(1) Kurikulum

Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik

terhadap hasil belajar. Kurikulum yang tidak baik

misalnya kurikulum yang terlalu padat, di atas

kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat,

dan perhatian siswa akan membuat belajar siswa di

sekolah pun akan terganggu.

(2) Metode mengajar

Metode mengajar guru yang kurang baik akan

mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Guru

yang mengajar dengan metode ceramah saja membuat

siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan malas

untuk beajar. Guru yang berani mencoba

(42)

belajar mengajar dan meningkatkan motivasi siswa

untuk belajar.

(3) Alat pelajaran

Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap

adalah perlu agar guru dapat mengajar dengan baik,

sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan baik

serta dapat belajar dengan baik pula.

(4) Waktu sekolah

Waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah

juga mempengaruhi belajar siswa. Siswa yang belajar

di pagi hari, pikiran masih segar dan jasmani dalam

kondisi yang baik. Siswa yang menerima pelajaran di

siang atau sore hari akan mengalami kesulitan dalam

menerima pelajaran karena kondisi badannya sudah

lelah/ lemah.

(5) Keadaan gedung

Dengan jumlah siswa yang luar biasa besarnya,

keadaan gedung dewasa ini terpaksa kurang. Siswa

duduk berjejal-jejal di dalam setiap kelas. Hal ini

mengakibatkan suasana kelas menjadi tidak kondusif

(43)

(6) Metode belajar

Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil

belajar siswa. Siswa yang belajar tidak teratur atau

terus menerus hanya saat menjelang ujian akan

mengakibatkan siswa jatuh sakit karena kurang

beristirahat. Maka siswa perlu belajar secara teratur

setiap hari dengan pembagian waktu yang baik,

memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat

akan meningkatkan hasil belajar.

b) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dibagi menjadi dua, yaitu faktor sosial

dan nonsosial.

(1) Faktor Sosial

Faktor sosial yang mempengaruhi belajar seperti:

(a) Cara orang tua mendidik

Cara oarang tua mendidik anaknya besar

pengaruhnya terhadap belajar anaknya. Orang tua

yang kurang/ tidak memperhatikan pendidikan

anaknya dapat menyebabkan anak tidak/ kurang

berhasil dalam belajarnya.

(b) Relasi antara anggota keluarga

Relasi di dalam keluarga yang kurang baik

(44)

belajarnya terganggu dan bahkan dapat

menimbulkan masalah-masalah psikologis yang

lain.

(c) Hubungan guru dengan siswa

Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara

akrab menyebabkan proses belajar mengajar

kurang lancar, siswa juga merasa jauh dari guru,

sehingga segan berpartisipasi secara aktif dalam

belajar. Jika relasi guru dengan siswa baik, siswa

akan cenderung menyukai gurunya, juga akan

menyukai mata pelajaran yang diajarkannya

sehingga siswa berusaha mempelajari

sebaik-baiknya.

(d) Hubungan siswa dengan siswa

Siswa yang mempunyai sifat atau tingkah laku

yang kurang menyenangkan teman lain,

mempunyai rasa rendah diri atau sedang

mengalami tekanan batin, akan diasingkan dari

kelompoknya, akibatnya akan menggangu

belajarnya.

(e) Kegiatan siswa dalam masyarakat

Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat

(45)

pribadinya. Namun apabila siswa ambil bagian

dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak,

maka belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika

tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.

(2) Faktor Nonsosial

Faktor nonsosial yang mempengaruhi belajar seperti:

(a) Suasana rumah

Suasana rumah yang gaduh/ ramai dan semrawut

tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang

belajar. Suasana yang demikian dapat mengganggu

belajar anak, terutama untuk berkonsentrasi.

(b) Keadaan ekonomi keluarga

Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin,

kebutuhan pokok anak kurang, akibatnya kesehatan

anak terganggu, sehingga belajar anak juga

terganggu. Akibat yang lain anak selalu dirundung

kesedihan sehingga anak merasa minder dengan

teman lain. Hal ini pasti akan mengganggu belajar

anak. Sebaliknya jika anak hidup dalam keluarga

yang kaya raya, orang tua sering mempunyai

kecenderungan untuk memanjakan anak. Anak

hanya besenang-senang dan berfoya-foya,

(46)

kepada belajar. Hal tersebut juga dapat

mengganggu belajar anak.

2. Pembelajaran

a. Definisi Pembelajaran

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran

merupakan aktivitas yang paling utama. Pemahaman seorang guru

terhadap pengertian pembelajaran akan mempengaruhi cara guru itu

mengajar. Secara umum pembelajaran merupakan suatu proses

perubahan yaitu perubahan dalam perilaku sebagai hasil interaksi

antara dirinya dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Sedangkan secara lengkap, pembelajaaran diartikan

sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya (Mohamad Surya, 2004: 7).

b. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran (instructinal objective) adalah perilaku

hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki atau dikuasai oleh

peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Hal

ini didasarkan sebagai pendapat tentang makna tujuan pembelajaran

(47)

Magner (dalam Mohamad Surya, 2004) mendefinisikan tujuan

pembelajaran sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang

dapat dikerjakan oleh peserta didik sesuai kompetensi. Sedangkan

Dejnozka dan Kavel (Mohamad Surya, 2004) mendefinisikan tujuan

pembelajaran adalah suatu pernyataan spefisik yang dinyatakan

dalam bentuk perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tulisan yang

menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.

c. Pembelajaran Matematika

Pada hakekatnya pembelajaran matematika adalah proses yang

sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana

lingkungan yang memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan

belajar matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Nickson (dalam

Dyan, 2001: 16) yang mengungkapkan bahwa pembelajaran

matematika menurut pandangan kontruktivistik adalah untuk

membantu siswa dalam membangun konsep-konsep/ prinsip-prinsip

metematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses

internalisasi sehingga konsep/ prinsip terbangun kembali sehingga

informasi yang diperoleh menjadi konsep/ prinsip baru.

Transformasi tersebut mudah terjadi bila muncul pemahaman karena

terbentuknya skemata dalam benak siswa. Dengan demikian

pembelajaran matematika yaitu membangun pemahaman sehingga

(48)

3. Media

a. Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah

berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab,

media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada

penerima pesan. Gerlach dan Ely (dalam Azhar Arsyad, 2010)

mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah

manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang

membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan,

atau sikap.

Batasan lain telah pula dikemukakan oleh para ahli (dalam Azhar

Arsyad, 2010) yang sebagian diantaranya akan diberikan berikut ini:

1) Heinich, dan kawan-kawan (1982) mengemukakan istilah

medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara

sumber dan penerima. Apabila membawa pesan-pesan atau

informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung

maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media

pembelajaran.

2) Hamidjojo dan Latuheru (1993) memeberi batasan media

sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia

untu menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat

sehingga ide, gagasan, atau pendapat yang dikemukakan itu

(49)

3) Gagne’ dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan bahwa

media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan

untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari

buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film,

slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata

lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik

yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa

yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

b. Fungsi Media

Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu

mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan

belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.

Levie dan Lentz (dalam Azhar Arsyad, 2010) mengemukakan

empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu:

1) Fungsi atensi

Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan

mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi

pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan

atau menyertai teks materi pelajaran.

2) Fungsi afektif

Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat

(50)

bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah

emosi dan sikap siswa.

3) Fungsi kognitif

Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan

penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau

gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan

mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

4) Fungsi Kompensatoris

Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil

penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk

memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca

untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan

mengingatnya kembali.

c. Manfaat Media

Berbagai manfaat media pembelajaran telah dibahas oleh banyak

ahli. Salah satunya menurut Sudjana dan Rivai (dalam Azhar

Arsyad, 2010) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam

proses belajar siswa, yaitu:

1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga

(51)

2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat

lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai

dan mencapai tujuan pembelajaran.

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata

komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru,

sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,

apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab

tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain

seperti mengamati, malakukan, mendemonstrasikan,

memerankan, dan lain-lain.

4. Alat Peraga

a. Pengertian Alat Peraga

Alat peraga adalah saluran komunikasi atau perantara yang

digunakan untuk membawa atau menyampaikan suatu pesan guna

mencapai tujuan pengajaran . Alat peraga merupakan alat bantu atau

penunjang yang digunakan oleh guru untuk menunjang proses

belajar mengajar.

Menurut Pujiati (2004) alat peraga adalah alat pembantu dalam

mengajar agar efektif. Menurut Suhardi (dalam Pujiati, 2004)

pengertian alat peraga atau Audio-Visual Aids (AVA) adalah media

(52)

Sejalan dengan itu Sumadi (dalam Pujiati, 2004) mengemukakan

bahwa alat peraga atau AVA adalah alat untuk memberikan

pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca indera.

b. Tujuan dan Fungsi Alat Peraga

Pembelajaran menggunakan alat peraga berarti mengoptimalkan

fungsi seluruh panca indra siswa untuk meningkatkan efektivitas

siswa belajar dengan cara mendengar, melihat, meraba, dan

menggunakan pikirannya secara logis dan realistis.

Pelajaran tidak sekedar menerawang pada wilayah abstrak,

melainkan sebagai proses empirik yang konkret yang realistik serta

menjadi bagian dari hidup yang tidak mudah dilupakan. Tujuan alat

peraga adalah sebagai berikut :

1) Memberikan kemampuan berpikir matematika secara kreatif.

Bagi sebagian anak, matematika tampak seperti suatu sistem

yang kaku, yang hanya berisi simbol-simbol dan sekumpulan

dalil-dalil untuk dipecahkan. Padahal sesungguhnya matematika

memiliki banyak hubungan untuk mengembangkan kreativitas.

2) Mengembangkan sikap yang menguntungkan ke arah berpikir

matematika. Suasana pembelajaran matematika di kelas haruslah

sedemikian rupa, sehingga para peserta didik dapat menyukai

(53)

3) Menunjang matematika di luar kelas, yang menunjukkan

penerapan matematika dalam keadaan sebenarnya. Siswa dapat

menghubungkan pengalaman belajarnya dengan

pengalaman-pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.

4) Memberikan motivasi dan memudahkan abstraksi. Dengan alat

peraga diharapkan peserta didik lebih memperoleh

pengalaman-pengalaman yang baru dan menyenangkan, sehingga mereka

dapat menghubungkannya dengan matematika yang bersifat

abstrak.

Dengan kata lain, tujuan penggunaan alat peraga adalah untuk

mendemonstrasikan konsep yang abstrak ke dalam bentuk visual.

Dalam proses pembelajaran alat peraga berfungsi :

1) Memecahkan rangkaian pembelajaran ceramah yang monoton.

2) Membumbui pembelajaran dengan humor untuk memperkuat

minat siswa.

3) Menghibur siswa agar pembelajaran tidak membosankan.

4) Memfokuskan perhatian siswa pada materi pelajaran secara

konkret.

5) Melibatkan siswa dalam proses belajar sebagai rangkaian

(54)

c. Persyaratan Alat Peraga

Menurut Pujiati (2004) ada beberapa persyaratan yang harus

dimiliki alat peraga agar fungsi atau manfaat dari alat peraga tersebut

sesuai dengan yang diharapkan dalam pembelajaran, yaitu:

1) Sesuai dengan konsep matematika.

2) Dapat memperjelas konsep matematika, baik dalam bentuk real,

gambar, atau diagram dan bukan sebaliknya (mempersulit

pemahaman konsep matematika)

3) Tahan lama (dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat).

4) Bentuk dan warnanya menarik.

5) Dari bahan yang aman bagi kesehatan peserta didik.

6) Sederhana dan mudah dikelola.

7) Ukuran sesuai atau seimbang dengan ukuran fisik dari peserta

didik.

8) Peragan diharapkan menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep

berpikir abstrak bagi peserta didik, karena alat peraga tersebut

dapat dimanipulasi (dapat diraba, dipegang, dipindahkan,

dipasangkan, dan sebagainya) agar peserta didik dapat belajar

secara aktif baik secara individual maupun kelompok.

(55)

5. Alat Peraga Luasan

Luasan merupakan alat peraga dengan bentuk bangun datar lingkaran dan persegi yang di dalamnya dapat memuat potongan-potongan/ puzzle

dengan ukuran dan bentuk yang sama. Tujuan dari permainan Luasan

adalah untuk menyusun potongan/ puzzle itu (tanpa tumpang tindih)

menjadi suatu bentuk bangun datar lingkaran atau persegi yang utuh.

Dengan memindah-mindahkan potongan/ puzzle yang ada, kita dapat menciptakan berbagai bentuk yang sangat banyak. Ini adalah awal mula/

dasar untuk mengerti akan luas (area) dan garis keliling. Tidak hanya itu

saja, Luasan kerap pula digunakan untuk mempelajari bilangan pecahan.

Melalui permainan Luasan, konsep materi bilangan pecahan dapat

dengan mudah tertanam di benak siswa. Siswa dapat menyebutkan

besarnya pecahan dari setiap potongan Luasan tersebut. Siswa juga dapat

melakukan operasi hitung pecahan menggunakan Luasan tersebut.

(56)

6. Keaktifan

a. Hakekat Keaktifan

Aktif adalah mampu beraksi dan bereaksi (Depdikbud, 1988). Keaktifan adalah keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam

kegiatan pembelajaran (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Pada waktu

guru mengajar ia harus mengusahakan agar siswanya aktif jasmani

maupun rohani. Keaktifan jasmani maupun rohani itu (Syaiful

Sagala, 2006) meliputi:

1) Keaktifan indera: pendengaran, penglihatan, peraba, dan

lain-lain. Pesera didik harus dirangsang agar dapat menggunakan alat

inderanya sebaik mungkin.

2) Keaktifan akal: akal anak-anak harus aktif atau diaktifkan untuk

memecahkan masalah, menimbang-nimbang, menyusun

pendapat, dan mengambil keputusan.

3) Keaktifan ingatan: pada waktu mengajar, anak harus aktif

menerima bahan pengajaran yang disampaikan guru dan

menyimpannya dalam otak, kemudian pada suatu saat ia siap

mengutarakan kembali.

4) Keaktifan emosi: dalam hal ini siswa hendaknya senantiasa

(57)

b. Indikator Keaktifan Siswa

Indikator keaktifan siswa berdasarkan jenis aktivitasnya dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut (Paul D. Deirich dalam

Ahmad Rohani, 1991):

1) Aktivitas visual (visual activities), antara lain: membaca,

mengamati, demontrasi, dan mengamati eksperimen.

2) Aktivitas lisan (oral activities), antara lain: mengemukakan

fakta/ prinsip, menghubungkan suatu kejadian, diskusi,

mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, dan

mengemukakan pendapat.

3) Aktivitas audio (listening activities), antara lain: menyimak

penyajian materi/ informasi dan mendengarkan percakapan/

diskusi kelompok.

4) Aktivitas menulis (writing activities), antara lain: mengerjakan

soal tes atau problem solving, mencatat hasil percobaan/

pengukuran, dan mencatat hasil diskusi.

5) Aktivitas menggambar (drawing activities), antara lain:

membuat grafik atau sketsa.

6) Aktivitas motorik (motor activities), antara lain: memilih alat,

merangkai alat, dan melakukan pengukuran.

7) Aktivitas mental, antara lain: merenungkan, memecahkan

(58)

8) Aktivitas emosional, antara lain: keberanian dan ketenangan

siswa dalam merespon pertanyaan atau mengajukan pertanyaan

serta mengemukakan pendapat.

c. Keaktifan Siswa dalam Proses Pembelajaran

Nana Sudjana (2010) mengemukakan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dapat dilihat dalam:

1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.

2) Terlibat dalam pemecahan masalah.

3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami

persoalan yang dihadapinya.

4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk

memecahkan masalah.

5) Melatih diri dalam memecahkan masalah atau soal.

6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh.

7. Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana (2010) hasil belajar adalah perubahan tingkah

laku siswa yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual

yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan/ ingatan, pemahaman,

aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut

(59)

tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari

lima aspek, yakni penerimaan, jawaban/ reaksi, penilaian, organisasi, dan

internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar

ketrampilan dan kemauan bertindak. Ada enam aspek ranah

psikomotoris, yakni gerakan reflek, kemampuan perseptual,

keharmonisan/ ketepatan, ketrampilan kompleks, dan gerakan ekspresif

dan interpretatif.

Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor.

Faktor-faktor tersebut dapat bersumber pada dirinya atau di luar dirinya

atau lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

antara lain:

a. Faktor-faktor dalam diri individu

Faktor-faktor dalam diri individu menyangkut aspek jasmaniah

maupun rohaniah. Aspek jasmaniah mencangkup kondisi dan

kesehatan jasmani dari individu. Kondisi fisik menyangkut pula

kelengkapan dan kesehatan indra penglihatan, pendengaran,

perabaan, penciuman, dan pencecapan.

Aspek psikis atau rohaniah tidak kalah pentingnya dalam belajar

dengan aspek jasmaniah. Aspek psikis menyangkut kondisi

kesehatan psikis, kemampuan-kemampuan intelektual, sosial,

psikomotor, serta kondisi afektif dan kognitif dari individu.

Kondisi intelektual juga berpengaruh terhadap keberhasilan

(60)

bakat-bakat, baik bakat sekolah maupun bakat pekerjaan. Juga

termasuk kondisi intelektual adalah penguasaan siswa akan

pengetahuan atau pelajaran-pelajaran yang lalu.

Kondisi sosial menyangkut hubungan siswa dengan orang lain,

baik guru, teman, orang tua, maupun orang-orang yang lainnya.

Seorang yang memiliki kondisi hubungan yang wajar dengan

orang-orang sekitarnya akan mengalami ketentraman hidup dan

berpengaruh pada kosentrasi dan kegiatan belajarnya.

Hal lain yang ada pada diri individu juga berpengaruh terhadap

kondisi belajar adalah situasi afektif, selain ketenangan dan

ketentraman psikis juga motivasi untuk belajar. Keberhasilan belajar

seseorang juga dipengaruhi oleh keterampilan-keterampilan yang

dimilikinya, seperti keterampilan membaca, berdiskusi, memecahkan

masalah, mengerjakan tugas-tugas, dan lain-lain.

b. Faktor-faktor lingkungan

Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi faktor-faktor di luar

diri siswa, baik faktor fisik maupun sosial-psikologis yang berada

pada lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga

merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pendidikan,

memberikan landasan dasar bagi proses belajar pada lingkungan

sekolah dan masyarakat. Faktor fisik dalam lingkungan keluarga

(61)

lingkungan rumah sekitar dan yang tak kalah pentingnya adalah

kondisi dan suasana sosial psikologis dalam keluarga.

Lingkungan fisik sekolah yang meliputi lingkungan kampus,

sarana dan prasarana belajar yang ada, sumber-sumber belajar,

media belajar, dan sebagainya. Lingkungan masyarakat di mana

siswa atau individu berada juga berpengaruh terhadap semangat dan

aktivitas belajarnya.

8. Pecahan

Tabel 2.1 Silabus Materi Pecahan Kelas VII SMP Standar

rasional. Bilangan rasional adalah bilangan yang dapat dibentuk

(62)

satu bagian utuh yang dibagi menjadi beberapa bagian yang sama

besar.

Sebuah jeruk mula-mula dibagi menjadi dua bagian yang sama.

Satu bagian jeruk dari bagian yang sama itu disebut “satu per dua”

atau “seperdua” atau “setengah” dan ditulis . Kedua bagian tersebut

masing-masing dibagi dua lagi sehingga menjadi dua bagian yang

sama. Satu bagian dari empat bagian yang sama itu disebut “satu per

empat” atau “seperempat” dan ditulis . Bilangan dan pada

contoh diatas disebut pecahan. Pada pecahan , 1 disebut pembilang

dan 2 disebut penyebut, sedangkan pada pecahan , 1 disebut

pembilang dan 4 disebut penyebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa

bilangan yang dibagi disebut pembilang dan bilangan yang membagi

disebut penyebut. Jika pembilang = dan penyebut = maka pecahan itu adalah , ≠ 0. Apabila = 0 maka pecahan itu tidak ada nilainya atau tidak terdefinisi. Hal ini mengisyaratkan bahwa

penyebut pecahan tidak boleh nol.

Bilangan pecahan dapat digambarkan dengan garis bilangan,

yaitu dengan cara membagi garis itu menjadi beberapa bagian yang

(63)

Gambar 2.2 Garis Bilangan Pecahan

b. Sifat Pecahan

Pecahan mempunyai sifat yaitu:

1) Nilai pecahan sama dengan nol (0) jika penyebutnya sama

dengan nol (0).

2) Pembilang dan penyebut dapat dikali dengan bilangan yang

sama, asalkan bukan nol (0).

c. Jenis Pecahan

1) Pecahan Senama

Dalam pecahan sering dikenal pecahan senama, yaitu

pecahan-pecahan yang penyebutnya sama. Pecahan dan adalah

pecahan senama karena penyebutnya sama yaitu 8. Demikian

pula , , dan adalah pecahan yang senama karena penyebutnya sama yaitu . Untuk menjadikan dua atau lebih

pecahan menjadi pecahan yang senama, caranya adalah dengan

mencari kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut

(64)

2) Pecahan Senilai

Selain pecahan senama, dikenal pula pecahan senilai. Pecahan

senilai yaitu pecahan-pecahan yang nilainya sama. Pecahan

yang senilai dengan pecahan dengan ≠ 0 dapat dicari dengan aturan berikut ini:

= ×× atau = ∶

: dengan sembarang bilangan asli.

d. Menyederhanakan Pecahan

Sebuah pecahan dapat disederhanakan asalkan penyebut dan

pembilang dari pecahan itu memiliki faktor persekutuan.

Menyederhanakan sebuah pecahan berarti mencari pecahan yang

lebih sederhana dari pecahan tersebut. Sebuah pecahan dapat

disederhanakan dengan cara membagi terus-menerus pembilang dan

penyebut suatu pecahan dengan faktor pembagi dari pembilang dan

penyebut. Sebuah pecahan dikatakan dalam bentuk paling sederhana

apabila ia hanya mempunyai faktor pembagi 1.

e. Membandingkan Dua Pecahan

Jika mempunyai dua pecahan yang tidak senilai maka keduanya

dapat dibandingkan dengan menggunakan notasi lebih dari > atau

kurang dari <). Untuk membandingkan pecahan-pecahan itu, perlu memperhatikan besar pembilang dan penyebut dari pecahan tersebut.

(65)

pecahan-pecahan itu sebagai pecahan yang senama kemudian

membandingkan pembilang-pembilangnya. Dalam proses ini dapat

digunakan kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut-penyebut

pecahan.

f. Pecahan diantara Dua Pecahan

Diantara dua pecahan selalu dapat ditentukan sebuah pecahan

diantara keduanya. Hal ini dilakukan dengan cara mengurutkan

pecahan itu secara naik (dari kecil ke besar) atau secara turun (dari

besar ke kecil). Langkah awal yang harus dilakukan adalah

mengubah kedua pecahan itu menjadi pecahan senama, setelah itu

melihat urutan pembilang dari pecahan senama tersebut, kemudian

menentukan letaknya pada garis bilangan.

g. Operasi hitung pada Pecahan

Dalam bilangan real, dikenal operasi hitung penjumlahan dan

perkalian beserta invers-inversnya. Pengurangan merupakan invers

dari penjumlahan. Sedangkan pembagian merupakan invers dari

perkalian. Seperti yang dituliskan berikut ini:

• + = ⇔ − = atau − =

(66)

Pada bilangan pecahan juga berlaku operasi hitung seperti pada

bilangan real, sebab bilangan pecahan merupakan himpunan bagian

dari bilangan real. Operasi hitung tersebut meliputi:

1) Penjumlahan

a) Penjumlahan pecahan senama

Operasi penjumlahan pada pecahan senama dapat dilakukan

dengan menjumlahkan pembilang-pembilangnya dengan

penyebut yang tetap.

Contoh:

+! =

b) Penjumlahan pecahan tak senama

Operasi penjumlahan hanya dapat dilakukan asalkan

penyebut dari pecahan yang akan dijumlahkan bernilai sama

atau merupakan pecahan senama. Untuk menyamakan

penyebut, pertama-tama ubah pecahan tersebut menjadi

pecahan senama dengan menggunakan kelipatan

persekutuan terkecil penyebutnya. Kemudian jumlahkan

pembilangnya dan tulis dalam bentuk yang paling

sederhana.

Contoh:

Gambar

Tabel 4.10
Gambar 2.1 Alat Peraga Luasan
gambar-gambar
gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu komunitas anak muda yang eksis di Salatiga adalah komunitas club motor RAC, club motor RAC berdiri pada Juli 1989 dan masih bertahan hingga

Propaganda Amerika Serikat Terhadap Korea Utara Melalui Film The Interview.. 1.2

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengungkap apakah teknik skimming dapat meningkatkan pemahaman membaca siswa dalam menentukan gagasan utama; (2) menjelaskan

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) untuk mutu dan rendemen gambir yang diolah lebih lanjut dari limbah pengolahan rakyat di Pesisir Selatan ; (2 ) Untuk melihat apakah ada

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui karakteristik apa yang merupakan faktor predisosisi pada pasien Bakterial Vaginosis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Dikarenakan semakin berkembangnya pengendalian biologis terutama menggunakan predator dalam mengendalikan Brontispa longissima Gestro maka penulis tertarik untuk

Tabel 6.. Tabel 6 memperlihatkan rata-rata responden menjawab setuju bahwa pengetahuan menjadi indikator kompetensi. Responden memiliki latar belakang pendidikan yang beragam,

Hubungan antara Gaya Hidup Experiencers dengan Prestasi Belajar pada Siswa SMA Negeri 1 Bandung