KEAKTI
DA SISWA KELAS VII B SEMESTE
P JOANNES BOSCO YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2013/ 2014
SKRIPSI
KEAKTI
DA SISWA KELAS VII B SEMESTE
P JOANNES BOSCO YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2013/ 2014
SKRIPSI
iv
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.
Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan.”
(Lukas 11: 9-10)
“Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.”
(2 Kor 9: 6)
“Tuhan adalah kekuatan dan perisaiku. Kepada-Nya hatiku percaya.” (Mazmur 28:7)
Dengan penuh syukur skripsi ini kupersembahkan untuk:
Bapak dan Ibuku tercinta, Ignatius Joko Supraptono dan Caecilia Resmini,
Mbak dan Adekku tersayang,
Antonita Yuni Pramita dan Martinus Tegar Praditya,
vi
ABSTRAK
Patricia Risdya Pratiwi. 2013. Keaktifan dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Metematika Pokok Bahasan Pecahan dengan Menggunakan Alat Peraga Luasan pada Siswa Kelas VII B Semester Gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/ 2014. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan alat peraga Luasan, keaktifan dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan di kelas VII B. Penelitian ini digolongkan dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dibantu dengan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran 2013/ 2014 pokok bahasan Pecahan. Subyek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa-siswi kelas VII B SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang berjumlah 30 siswa.
Instrumen dalam penelitian ini meliputi instrumen pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta Lembar Kerja Siswa (LKS) dan instrumen pengumpulan data berupa non tes meliputi lembar pengamatan keterlaksanaan RPP, lembar pengamatan ketercapaian penggunaan alat peraga Luasan, lembar pengamatan keaktifan, wawancara, dan tes meliputi Tes Kemampuan Awal (TKA) dan Tes Evaluasi (TE). Sebelum digunakan, semua instrumen dilakukan pertimbangan pakar atau uji butir dan dinyatakan sudah memenuhi syarat yang ditetapkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penggunaan alat peraga Luasan dalam pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan berdampak pada meningkatnya keaktifan dan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari skor keaktifan siswa yang meningkat di setiap pertemuannya. Selain itu peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari hasil perbandingan rata-rata nilai Tes Kemampuan Awal (TKA) dengan rata-rata nilai Tes Evaluasi (TE) yang mengalami kenaikan sebesar 21,56. (2) Keaktifan siswa dalam pembelajaran menggunakan alat peraga Luasan tergolong cukup aktif dengan persentase keaktifan terbesar terdapat pada kriteria sedang (S) yaitu 43,44%. (3) Hasil belajar siswa dalam pembelajaran menggunakan alat peraga Luasan tergolong tinggi dengan persentase terbesar terdapat pada kriteria tinggi (T) yaitu 66,67%.
vii
ABSTRACT
Patricia Risdya Pratiwi. 2013. The Activeness and Learning Result in Learning Fractions Using The Width Figure Model of the VII B Students, Gasal Semester 2013/ 2014 Academic Year in SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Thesis. Mathematics Education Study Program, Departement of Mathematics Education and Science, Faculty of Teacher Training and Educational Science, Sanata Dharma University in Yogyakarta.
This research is aimed to know the use of width figure model, student’s activeness and learning result in learning Fractions of the VII B students. This research is classified of descriptive-qualitative research supported with quantative research. The research had been done in Gasal semester 2013/ 2014 academic year in the fractions main subject. The subjects in this research are teacher and 30 students of class VII B in SMP Joannes Bosco.
Instrument in this research includes of learning instruments such as the learning lesson plan (RPP) and the student worksheet (LKS), and data collection instrument such as non test instruments which include the realization of lesson plan observation sheets, realization of width figure model observation sheets, activeness observation sheets, interview sheets, and test instruments include the beginning competency (TKA) and evaluation test (TE). Prior to the use in the research, all instruments were validated by the experts andit considered by its requirement.
The results of this research show that (1) the using of width figure gives the effects of the increasing of the student’s activeness and learning result. It can be seen from the student’s activeness scor which has been increased in every meeting. Beside, the increasing of the learning result can be seen from the comparasion of the TKA average with the increasing of TE is 21,56. (2) Student’s activeness in using the width figure model is medium. It can be seen from the greatest activeness percentage that shown from medium criteria (S) is 43,44%, (3) The student’s learning result using the width figure model is high. It can be seen from the greatest evaluation test percentage in high criteria (T) reaches 66,67%.
Keywords: Width figure model, activeness, learning result, Fractions.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas cinta dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi dengan baik. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Matematika Universitas Sanata Dharma.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak pengalaman,
hambatan, dan rintangan akan tetapi berkat bantuan, dukungan, dan motivasi dari
berbagai pihak penulis dapat melalui dan menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang
membantu, diantaranya:
4. Bapak Dominikus Arif Budi Prasetyo, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing
akademik;
5. Bapak Drs. Sukardjono, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama penyusunan skripsi
ini;
6. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma yang telah
membimbing, membantu, serta memberikan ilmunya selama belajar di
Universitas Sanata Dharma;
7. Drs. Y. Sugiarto, selaku kepala SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran
2012/ 2013 dan Ag. Nuranisah. S, S.Ag., selaku kepala SMP Joannes Bosco
Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014 yang telah memberikan kesempatan
x
8. Ibnu Sundaru, S.Pd., selaku guru matematika SMP Joannes Bosco
Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan bantuan
selama proses penelitian;
9. Siswa-siswa kelas VII B semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta
tahun ajaran 2013/ 2014 yang telah membantu penulis selama melakukan
penelitian;
10. Bapak, Ibu, Mbak Yuni, Dek Ega, dan Mas Aji atas dukungan, doa,
semangat, dan cinta kasih yang telah diberikan kepada penulis sehinga dapat
menyelesaikan skripsi ini;
11. Teman-teman dari Program Studi Pendidikan Matematika angkatan 2009 dan
teman-teman kos “Anggrek” atas bantuan, motivasi, dukungan, dan doa
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
12. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.
Yogyakarta, 27 September 3013
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR DIAGRAM ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 5
xii
F. Batasan Istilah ... 6
G. Manfaat Hasil Penelitian ... 8
H. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A. Kajian Pustaka ... 10
1. Belajar ... 10
2. Pembelajaran ... 26
3. Media ... 28
4. Alat Peraga ... 31
5. Alat Peraga Luasan ... 35
6. Keaktifan ... 36
7. Hasil Belajar ... 38
8. Pecahan ... 41
B. Kerangka Berpikir ... 56
C. Hipotesis Tindakan... 57
BAB III METODE PENELITIAN... 58
A. Jenis Penelitian ... 58
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 59
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 60
D. Subyek dan Obyek Penelitian ... 60
E. Variabel Penelitian ... 61
F. Instrumen Penelitian... 61
xiii
H. Validitas dan Reabilitas... 77
I. Teknik Analisis Data ... 79
BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 83
A. Pelaksanaan Penelitian ... 83
B. Penyajian Data ... 96
C. Analisis Data dan Pembahasan ... 105
D. Kelemahan Penelitian... 138
BAB V PENUTUP ... 139
A. Kesimpulan ... 139
B. Saran ... 140
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Silabus Materi Pecahan Kelas VII SMP 41
Tabel 3.1 Rencana Pembelajaran 62
Tabel 3.2 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP Pertemuan I 63
Tabel 3.3 Lembar Pengamatan Penggunaan Alat Peraga Luasan 64
Tabel 3.4 Lembar Pengamatan Keaktifan Siswa 10 Menit Pertama 67
Tabel 3.5 Lembar Rekap Pengamatan Keaktifan Siswa
Pertemuan Pertama 68
Tabel 3.6 Lembar Rekap Pengamatan Keaktifan Siswa Keseluruhan 68
Tabel 3.7 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Awal 69
Tabel 3.8 Kisi-kisi Soal Tes Evaluasi 71
Tabel 3.9 Kriteria Keaktifan Siswa Kelas VII B 81
Tabel 3.10 Kriteria Hasil Belajar Kelas VII B 82
Tabel 4.1 Data Kelompok 86
Tabel 4.2 Data Keterlaksanaan RPP 97
Tabel 4.3 Data Ketercapaian Penggunaan Alat Peraga Luasan 97
Tabel 4.4 Data Keaktifan Siswa pada Pertemuan I 98
Tabel 4.5 Data Keaktifan Siswa pada Pertemuan II 99
Tabel 4.6 Data Keaktifan Siswa pada Pertemuan III 100
Tabel 4.7 Data Keaktifan Siswa pada Pertemuan IV 100
Tabel 4.8 Hasil Tes Kemampuan Awal (TKA) 102
xv
Tabel 4.10 Data Keaktifan Siswa Keseluruhan 118
Tabel 4.11 Rincian Kriteria Keaktifan Siswa Kelas VII B 120
Tabel 4.12 Data Kegiatan (Indikator Keaktifan) yang Dilakukan Siswa 123
Tabel 4.13 Nilai TKA dan TE 124
Tabel 4.14 Rincian Kriteria Hasil Belajar Siswa Kelas VII B 127
xvi
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Grafik Peningkatan Keaktifan Siswa 119
Diagram 4.2 Histogram Keaktifan Siswa 122
Diagram 4.3 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa 126
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alat Peraga Luasan 35
Gambar 2.2 Garis Bilangan Pecahan 43
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A 143
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 144
2. Lembar Kerja Siswa (LKS) 166
3. Instrumen Pengamatan 173
LAMPIRAN B 183
1. Soal Tes Kemampuan Awal (TKA) dan Jawaban 184
2. Soal Tes Evaluasi (TE) dan Jawaban 189
LAMPIRAN C 194
1. Validitas dan Reabilitas Soal Tes Kemampuan Awal (TKA) 195
2. Validitas dan Reabilitas Soal Tes Evaluasi (TE) 200
3. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov 205
LAMPIRAN D 209
1. Daftar Nilai Tes Kemampuan Awal Kelas VII B 210
2. Daftar Nilai Tes Evaluasi Kelas VII B 211
LAMPIRAN E 212
1. Contoh Hasil Pengamatan Keterlaksanaan RPP 213
2. Contoh Hasil Pengamatan Ketercapaian Penggunaan Alat Peraga 215
3. Contoh Hasil Pengamatan Keaktifan 217
4. Transkrip Wawancara 223
LAMPIRAN F 226
xix
2. Contoh Hasil Kerja TKA 239
3. Contoh Hasil Kerja TE 245
4. Foto-foto Pelaksanaan Pembelajaran 250
LAMPIRAN G 252
1. Surat Ijin Penelitian 253
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap
orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi
antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi
kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah
belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang
mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan,
keterampilan, atau sikapnya (Azhar Arsyad, 2010: 1).
Pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses komunikasi
transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa,
maupun antara siswa dengan siswa, untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat
diterima, dipahami, dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses
pembelajaran, seperti: guru berpendapat kemudian siswa menanggapi ataupun
sebaliknya, dan lain sebagainya.
Guru memegang posisi kunci dan strategis dalam menciptakan suasana
belajar yang kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan siswa agar
menempatkan strategi pembelajaran yang tepat, sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar siswa yang aktif, produktif, dan efisien. Oleh karena
itu, dalam kedudukannya sebagai pembelajar, guru berfungsi membelajarkan
anak didiknya agar mencapai tujuan pendidikan. Guru harus mengupayakan
agar anak didiknya berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk belajar.
Pembelajaran yang menyenangkan dan terpusat pada siswa akan
mengaktifkan dan memberikan hasil belajar yang maksimal. Banyak hal yang
dapat dilakukan guru untuk mengupayakan kondisi belajar yang
menyenangkan bagi siswa, salah satunya dengan penggunaan media dalam
proses belajar mengajar.
Menurut Hamidjojo (dalam Azhar Arsyad, 2010) media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat
siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar. Sedangkan menurut
Hamalik (dalam Azhar Arsyad, 2010), media berperan sebagai perangsang
belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak
menjadi bosan dalam meraih tujuan-tujuan belajar. Ringkasnya, media adalah
alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pembelajaran demi
tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di
sekolah pada khususnya (Azhar Arsyad, 2010: 3). Dapat dikatakan bahwa
media pembelajaran berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam proses
pembelajaran. Salah satu media yang baik dalam proses pembelajaran adalah
tidak dapat diabaikan dalam pengembangan sistem pengajaran yang sukses.
Penggunaan alat peraga dalam suatu pengajaran terutama dalam penanaman
suatu konsep dapat membantu kelancaran, efektivitas, dan efisiensi
pencapaian tujuan. Bahan pembelajaran yang dimanipulasi dalam bentuk alat
peraga benda nyata menjadikan suasana belajar menjadi menyenangkan
karena siswa dapat bermain sambil belajar melalui alat peraga tersebut.
Menurut pengalaman peneliti saat melakukan observasi pada bulan
Mei-Juli 2013 di SMP Joannes Bosco, ditemukan bahwa kegiatan belajar mengajar
sering berjalan kurang tepat dan tidak lancar. Beberapa guru masih
menerapkan pembelajaran konvensional yang lebih menggunakan media
papan tulis sebagai sarananya. Media papan tulis ini memiliki keterbatasan
dalam proses pembelajaran. Melalui media papan tulis, siswa hanya dapat
menggunakan indera penglihatan saja. Hal itu mengakibatkan pembelajaran
kurang maksimal. Hanya sedikit siswa yang terlibat aktif dalam proses
pembelajaran. Banyak pula ditemukan siswa yang asik bermain dan bergurau
dengan teman sebangkunya bahkan terlihat beberapa siswa yang melamun
dan tidak fokus pada pembelajaran saat itu. Ketika ditanya terkait materi yang
baru saja dipelajari, beberapa siswa tidak bisa menjawab. Ketidaktahuan
siswa dalam menjawab pertanyaan guru, bisa jadi karena kurangnya
pemahaman siswa tentang konsep yang diajarkan.
Menurut peneliti penggunaan alat peraga Luasan sesuai pada subyek
penelitian karena pada umumnya penggunaan alat peraga tersebut dapat
pembelajaran khususnya pada materi Pecahan. Selain itu dengan penggunaan
alat peraga Luasan dapat menjadikan pembelajaran jauh lebih menarik dan
menyenangkan bagi siswa. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk
meneliti tentang keaktifan dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika
pokok bahasan Pecahan dengan menggunakan alat peraga Luasan pada siswa
kelas VII B semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran
2013/ 2014.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan kemungkinan masalah sebagai berikut:
1. Kurangnya konsentrasi siswa saat proses pembelajaran matematika di
kelas. Hal ini mengakibatkan siswa kurang memahami materi yang
diajarkan oleh guru.
2. Kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan pada saat proses
belajar mengajar matematika di kelas. Hal ini mengakibatkan siswa
kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.
3. Kurangnya penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika.
Gejala verbalisme cenderung terjadi pada siswa, yaitu siswa mengetahui
kata-kata yang disampaikan oleh guru tetapi tidak memahami arti dan
maknanya.
4. Kurangnya rasa percaya diri siswa untuk menyelesaikan suatu
5. Kurangnya kemauan siswa untuk bertanya kepada guru sehingga
membuat siswa kurang memahami apa yang telah mereka pelajari.
C. Pembatasan Masalah
Dari beberapa masalah yang telah diidentifikasi dan keterbatasan peneliti dalam waktu, tenaga, serta biaya, maka penelitian ini dibatasi tentang
keaktifan dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika pokok bahasan
Pecahan dengan menggunakan alat peraga Luasan pada siswa kelas VII B
semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, penelitian ini fokus merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak penggunaan alat peraga Luasan dalam pembelajaran
matematika pokok bahasan Pecahan?
2. Bagaimana keaktifan siswa dalam penggunaan alat peraga Luasan pada
pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan?
3. Bagaimana hasil belajar siswa dalam penggunaan alat peraga Luasan
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Dampak penggunaan alat peraga Luasan dalam pembelajaran matematika
pokok bahasan Pecahan.
2. Keaktifan siswa dalam penggunaan alat peraga Luasan pada
pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan.
3. Hasil belajar siswa dalam penggunaan alat peraga Luasan pada
pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan.
F. Batasan Istilah
1. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap
orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya
interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Salah satu pertanda
bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku
pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan
pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya (Azhar Arsyad,
2010: 1).
2. Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
3. Media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan
pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan
tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya(Azhar Arsyad, 2010: 3).
4. Alat peraga adalah saluran komunikasi atau perantara yang digunakan
untuk membawa atau menyampaikan suatu pesan guna mencapai tujuan
pengajaran. Alat peraga merupakan alat bantu atau penunjang yang
digunakan oleh guru untuk menunjang proses belajar mengajar (Pujiati,
2004).
5. Luasan merupakan alat peraga dengan bentuk bangun datar lingkaran dan
persegi yang didalamnya dapat memuat potongan-potongan/ puzzle
dengan ukuran dan bentuk yang sama.
6. Aktif adalah mampu beraksi dan bereaksi (Depdikbud, 1988).
7. Keaktifan adalah keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan
pembelajaran (Dimyati dan Mudjiono, 2009).
8. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yang luas mencakup
bidang kognitif, afektif, maupun psikomotorik (Nana Sudjana, 2010).
9. Pecahan adalah suatu materi yang dipelajari oleh siswa-siswi kelas VII
semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014.
G. Manfaat Hasil Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan pengalaman dalam meningkatkan
dapat mempersiapkan media pembelajaran berupa alat peraga yang dapat
mengaktifkan dan meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Bagi Sekolah
Penggunaan alat peraga Luasan ini dapat dijadikan salah satu variasi
dalam proses pembelajaran. Jika penggunaan alat peraga ini tepat guna,
maka media pembelajaran ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
merancang kegiatan pembelajaran selanjutnya.
3. Bagi Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan bagi para
pembaca khususnya dikalangan Universitas Sanata Dharma.
H. Sistematika Penulisan
Penelitian ini mengajak pembaca untuk mempelajari tentang keaktifan
dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan
dengan menggunakan alat peraga Luasan pada siswa kelas VII B semester
gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014. Apa yang
mendasari penelitian ini akan disajikan pada Bab I yang mencakup latar
belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, batasan istilah, manfaat hasil penelitian, dan
sistematika penulisan.
Landasan teori yang berisi uraian teori-teori yang mendukung penelitian
pembelajaran, media, alat peraga, alat peraga Luasan, keaktifan, hasil belajar,
dan materi Pecahan.
Bab III akan menyajikan tentang metodologi penelitian. Bagian ini
memuat jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel
penelitian, subyek dan obyek penelitian, variabel penelitian, instrumen
penelitian, teknik penyekoran data, validitas dan reabilitas, dan teknik analisis
data.
Analisis data dan pembahasan akan disajikan pada Bab IV. Bagian ini
memuat pelaksanaan penelitian, penyajian data, analisis data dan
pembahasan.
Kesimpulan dan saran dari penelitian ini akan disajikan pada Bab V.
Bagian ini akan memberikan ringkasan hasil penelitian yang merupakan
jawaban dari tujuan penelitian dan ide mengenai langkah-langkah lanjut
10 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka 1. Belajar
a. Definisi Belajar
Sebagian terbesar dari proses perkembangan berlangsung melalui
kegiatan belajar. Belajar selalu berkenaan dengan
perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, apakah itu mengarah kepada
yang lebih baik atau pun yang kurang baik, direncanakan atau tidak.
Hal lain yang juga selalu terkait dalam belajar adalah pengalaman.
Pengalaman ini berbentuk interaksi dengan orang lain atau
lingkungannya (Hamalik, 2007: 36).
Unsur perubahan dan pengalaman hampir selalu ditekankan
dalam rumusan atau definisi tentang belajar, yang dikemukakan oleh
para ahli. Misalnya saja menurut Witherington (dalam Hamalik,
2007) belajar merupakan perubahan kepribadian, yang
dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang
berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan
kecakapan.
Terdapat aliran psikologi serta konsep-konsep hasil pemikiran
1) Behaviorisme
Menurut Suyono dan Hariyanto (2011), behaviorisme
merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih
kepada sisi fenomena jasmaniah, mengabaikan aspek-aspek
mental seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu
dalam belajar. Aliran ini sangat menekankan kepada perlunya
perilaku (behavior) yang diamati. Beberapa ahli yang
menyatakan pengertian belajar sesuai dengan aliran
behaviorisme, antara lain:
a) Herman Hudojo (1988)
Belajar adalah kegiatan atau usaha untuk mencapai
perubahan tingkah laku.
b) Garry dan Kingsley (dalam Trianto 2011)
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang orisinal
melalui pengalaman-pengalaman dan latihan-latihan.
c) Suyono dan Hariyanto (2011)
Lebih dijelaskan lagi bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar
siswa dengan sumber-sumber atau objek belajar, baik yang
sengaja dirancang maupun yang tidak sengaja dirancang
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan proses interaktif yang aktif antara siswa dengan
pendidik dan sumber belajar pada lingkungannya yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, dan tingkah laku.
2) Konstruktivisme
Menurut Suyono dan Hariyanto (dalam W. S. Winkel,
1991), kontruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang
dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita
membangun, mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita
tentang dunia tempat kita hidup. Dengan demikian, belajar
semata-mata adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
akan dibentuk sendiri oleh siswa dari pengalaman-pengalaman
pribadi melalui asimilasi. Dalam hal ini guru hanya berperan
b. Teori-teori Belajar
Beberapa teori belajar, antara lain:
1) Teori Perkembangan Kognitif Piaget (dalam Trianto, 2011)
Teori perkembangan kognitif Piaget memandang
perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara
aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui
pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.
Tahapan-tahapan perkembangan kognitif Piaget:
a) Sensorimotor (lahir sampai 2 tahun)
Mereka mengandalkan kemampuan sensorik dan
motoriknya untuk melihat, meraba, memegang, mencium,
mendengarkan, dan menggerakkan anggota tubuhnya.
b) Praoperasional (2 sampai 7 tahun)
Dalam tahap ini anak belum dapat konservasi. Bahasa dan
ingatan anak sudah berkembang. Dengan adanya
perkembangan bahasa dan ingatannya, anak pun mampu
mengingat banyak hal, tetapi pemikiran anak dibatasi oleh
egosentrisnya.
c) Operasi Konkret (7 sampai 11 tahun atau 12 tahun)
Merupakan awal kegiatan rasional. Mereka melihat sesuatu
berdasarkan persepsinya, dimulai sistem nyata dari obyek,
serta hubungannya. Anak telah mengembangkan sistem
persoalan-persoalan konkret yang dihadapi dengan bantuan
alat peraga. Namun, anak-anak masih kesulitan dalam
ide-ide abstrak.
d) Operasi Formal (12 tahun ke atas)
Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak dan
murni simbolis. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui
penggunaan eksperimentasi sistematis. Sehingga anak
sudah mampu bekerja secara efektif dan sistematis, secara
proposional, serta menarik generalisasi secara mendasar.
Dari teori belajar menurut Piaget dapat disimpulkan bahwa
pengalaman dan interaksi aktif anak sangat penting untuk
membangun sistem makna dan pemahaman realitas. Oleh karena
itu, guru dalam mendesain pembelajaran hendaknya
menyesuaikan dengan taraf perkembangan dan kemampuan
siswanya.
2) Teori Penemuan Jerome S. Bruner
Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan
sendirinya memberi hasil yang paling baik. Bruner menyarankan
agar siswa-siswi hendaknya belajar melalui partisipasi aktif
memperoleh pengalaman dan melakukan
eksperimen-eksperimen sehingga menemukan prinsip-prinsip itu sendiri
(Trianto, 2011). Tiga tahapan perkembangan intelektual
menurut Bruner (Udin S. Winataputra, dkk, 2008) meliputi:
a) Enaktif
Pembelajaran dilakukan melalui tindakan dan memiliki
karakter manipulasi yang tinggi. Ia akan dapat memahami
sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu.
b) Ikonik
Pembelajaran yang dilakukan melalui model-model,
serangkaian gambar-gambar atau grafik yang
menggambarkan suatu konsep tetapi tidak
mendefinisikannya dan visualisasi verbal.
c) Simbolik
Pembelajaran dimana anak sudah mampu menggambarkan
kapasitas berpikir dalam istilah-istilah yang abstrak. Dalam
memahami dunia sekitarnya anak-anak belajar melalui
simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Dari tiga tahap perkembangan intelektual menurut Bruner
dapat disimpulkan bahwa partisipasi aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dibangun sendiri akan
3) Teori Belajar Dienes (Ruseffendi, 1980)
Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip
dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret
akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa
benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan
sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran
matematika (Ruseffendi, 1980).
Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1980) konsep-konsep
matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap
tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap,
yaitu:
a) Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari
pengembangan konsep bermula dari permainan bebas.
Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang
aktivitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Selama
permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak
mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam
mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang
dipelajari.
b) Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah
dalam konsep tertentu. Melalui permainan siswa diajak
untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur
matematika itu.
c) Permainan Kesamaan Sifat
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan
dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam
permainan yang sedang diikuti. Guru perlu mengarahkan
siswa untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat
tersebut, dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari
bentuk permainan lain.
d) Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari
beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan
representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah itu mereka
berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam
situasi-situasi yang dihadapinya.
e) Permainan dangan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang
membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari
setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol
f) Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang
terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk
mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan
sifat-sifat baru konsep tersebut.
Dari teori belajar menurut Dienes di atas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran matematika dapat dikemas dengan menarik
melalui kegiatan-kegiatan konkret yang dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi yang akan dipelajari.
c. Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Daryanto (2009: 51) belajar dipengaruhi oleh banyak
faktor, diantaranya adalah:
1) Faktor Interen
Faktor Interen digolongkan menjadi dua, yaitu faktor fisik dan
faktor psikis.
a) Faktor Fisik
Faktor fisik yang mempengaruhi belajar seperti:
(1) Kesehatan Umum
Dalam pembelajaran khususnya matematika, kesehatan
mata dan telinga merupakan hal yang terpenting.
mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran.
Apabila hal itu terjadi maka perlu digunakan alat bantu
berupa audiovisual.
(2) Kelelahan
Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan
jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan
timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh.
Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan
dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk
menghasilkan sesuatu hilang. Siswa yang lelah, maka
akan sulit berkonsentrasi dalam belajar.
b) Faktor Psikis
Faktor psikis yang mempengaruhi belajar seperti:
(1) Bakat
Bakat juga mempengaruhi belajar. Anak yang berbakat
akan lebih cepat belajar daripada anak yang kurang
berbakat.
(2) Intelegensi
Siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi
akan lebih berhasil daripada yang memiliki tingkat
intelegensi rendah. Walaupun begitu siswa yang
berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena
belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan
banyak faktor yang mempengaruhinya.
(3) Motif
Motif yang kuat sangatlah perlu dalam belajar. Di
dalam membentuk motif yang kuat itu dapat
dilaksanakan dengan adanya latihan-latihan/
kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh lingkungan yang memperkuat.
(4) Minat
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila
bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan
minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan
sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya.
(5) Kematangan
Anak yang sudah siap (matang) belum dapat
melaksanakan kecakapannya sebelum belajar.
Balajarnya akan berhasil jika anak sudah siap (matang).
(6) Kesiapan
Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response
atau reaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri
seseorang dan juga berhubungan kematangan, karena
kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan
proses belajar, karena jika siswa belajar dan sudah ada
kesiapan maka hasil belajarnya akan lebih baik.
2) Faktor Eksteren
Faktor eksteren yang berpengaruh terhadap belajar dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a) Faktor Instrumen
Faktor instrumen yang mempengaruhi belajar seperti:
(1) Kurikulum
Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik
terhadap hasil belajar. Kurikulum yang tidak baik
misalnya kurikulum yang terlalu padat, di atas
kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat,
dan perhatian siswa akan membuat belajar siswa di
sekolah pun akan terganggu.
(2) Metode mengajar
Metode mengajar guru yang kurang baik akan
mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Guru
yang mengajar dengan metode ceramah saja membuat
siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan malas
untuk beajar. Guru yang berani mencoba
belajar mengajar dan meningkatkan motivasi siswa
untuk belajar.
(3) Alat pelajaran
Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap
adalah perlu agar guru dapat mengajar dengan baik,
sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan baik
serta dapat belajar dengan baik pula.
(4) Waktu sekolah
Waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah
juga mempengaruhi belajar siswa. Siswa yang belajar
di pagi hari, pikiran masih segar dan jasmani dalam
kondisi yang baik. Siswa yang menerima pelajaran di
siang atau sore hari akan mengalami kesulitan dalam
menerima pelajaran karena kondisi badannya sudah
lelah/ lemah.
(5) Keadaan gedung
Dengan jumlah siswa yang luar biasa besarnya,
keadaan gedung dewasa ini terpaksa kurang. Siswa
duduk berjejal-jejal di dalam setiap kelas. Hal ini
mengakibatkan suasana kelas menjadi tidak kondusif
(6) Metode belajar
Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil
belajar siswa. Siswa yang belajar tidak teratur atau
terus menerus hanya saat menjelang ujian akan
mengakibatkan siswa jatuh sakit karena kurang
beristirahat. Maka siswa perlu belajar secara teratur
setiap hari dengan pembagian waktu yang baik,
memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat
akan meningkatkan hasil belajar.
b) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dibagi menjadi dua, yaitu faktor sosial
dan nonsosial.
(1) Faktor Sosial
Faktor sosial yang mempengaruhi belajar seperti:
(a) Cara orang tua mendidik
Cara oarang tua mendidik anaknya besar
pengaruhnya terhadap belajar anaknya. Orang tua
yang kurang/ tidak memperhatikan pendidikan
anaknya dapat menyebabkan anak tidak/ kurang
berhasil dalam belajarnya.
(b) Relasi antara anggota keluarga
Relasi di dalam keluarga yang kurang baik
belajarnya terganggu dan bahkan dapat
menimbulkan masalah-masalah psikologis yang
lain.
(c) Hubungan guru dengan siswa
Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara
akrab menyebabkan proses belajar mengajar
kurang lancar, siswa juga merasa jauh dari guru,
sehingga segan berpartisipasi secara aktif dalam
belajar. Jika relasi guru dengan siswa baik, siswa
akan cenderung menyukai gurunya, juga akan
menyukai mata pelajaran yang diajarkannya
sehingga siswa berusaha mempelajari
sebaik-baiknya.
(d) Hubungan siswa dengan siswa
Siswa yang mempunyai sifat atau tingkah laku
yang kurang menyenangkan teman lain,
mempunyai rasa rendah diri atau sedang
mengalami tekanan batin, akan diasingkan dari
kelompoknya, akibatnya akan menggangu
belajarnya.
(e) Kegiatan siswa dalam masyarakat
Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat
pribadinya. Namun apabila siswa ambil bagian
dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak,
maka belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika
tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.
(2) Faktor Nonsosial
Faktor nonsosial yang mempengaruhi belajar seperti:
(a) Suasana rumah
Suasana rumah yang gaduh/ ramai dan semrawut
tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang
belajar. Suasana yang demikian dapat mengganggu
belajar anak, terutama untuk berkonsentrasi.
(b) Keadaan ekonomi keluarga
Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin,
kebutuhan pokok anak kurang, akibatnya kesehatan
anak terganggu, sehingga belajar anak juga
terganggu. Akibat yang lain anak selalu dirundung
kesedihan sehingga anak merasa minder dengan
teman lain. Hal ini pasti akan mengganggu belajar
anak. Sebaliknya jika anak hidup dalam keluarga
yang kaya raya, orang tua sering mempunyai
kecenderungan untuk memanjakan anak. Anak
hanya besenang-senang dan berfoya-foya,
kepada belajar. Hal tersebut juga dapat
mengganggu belajar anak.
2. Pembelajaran
a. Definisi Pembelajaran
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran
merupakan aktivitas yang paling utama. Pemahaman seorang guru
terhadap pengertian pembelajaran akan mempengaruhi cara guru itu
mengajar. Secara umum pembelajaran merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan dalam perilaku sebagai hasil interaksi
antara dirinya dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sedangkan secara lengkap, pembelajaaran diartikan
sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya (Mohamad Surya, 2004: 7).
b. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran (instructinal objective) adalah perilaku
hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki atau dikuasai oleh
peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Hal
ini didasarkan sebagai pendapat tentang makna tujuan pembelajaran
Magner (dalam Mohamad Surya, 2004) mendefinisikan tujuan
pembelajaran sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang
dapat dikerjakan oleh peserta didik sesuai kompetensi. Sedangkan
Dejnozka dan Kavel (Mohamad Surya, 2004) mendefinisikan tujuan
pembelajaran adalah suatu pernyataan spefisik yang dinyatakan
dalam bentuk perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tulisan yang
menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
c. Pembelajaran Matematika
Pada hakekatnya pembelajaran matematika adalah proses yang
sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana
lingkungan yang memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan
belajar matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Nickson (dalam
Dyan, 2001: 16) yang mengungkapkan bahwa pembelajaran
matematika menurut pandangan kontruktivistik adalah untuk
membantu siswa dalam membangun konsep-konsep/ prinsip-prinsip
metematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses
internalisasi sehingga konsep/ prinsip terbangun kembali sehingga
informasi yang diperoleh menjadi konsep/ prinsip baru.
Transformasi tersebut mudah terjadi bila muncul pemahaman karena
terbentuknya skemata dalam benak siswa. Dengan demikian
pembelajaran matematika yaitu membangun pemahaman sehingga
3. Media
a. Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah
berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab,
media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada
penerima pesan. Gerlach dan Ely (dalam Azhar Arsyad, 2010)
mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang
membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan,
atau sikap.
Batasan lain telah pula dikemukakan oleh para ahli (dalam Azhar
Arsyad, 2010) yang sebagian diantaranya akan diberikan berikut ini:
1) Heinich, dan kawan-kawan (1982) mengemukakan istilah
medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara
sumber dan penerima. Apabila membawa pesan-pesan atau
informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung
maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media
pembelajaran.
2) Hamidjojo dan Latuheru (1993) memeberi batasan media
sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia
untu menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat
sehingga ide, gagasan, atau pendapat yang dikemukakan itu
3) Gagne’ dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan bahwa
media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan
untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari
buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film,
slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata
lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik
yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa
yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
b. Fungsi Media
Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu
mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan
belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.
Levie dan Lentz (dalam Azhar Arsyad, 2010) mengemukakan
empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu:
1) Fungsi atensi
Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan
mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi
pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan
atau menyertai teks materi pelajaran.
2) Fungsi afektif
Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat
bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah
emosi dan sikap siswa.
3) Fungsi kognitif
Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan
penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau
gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan
mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
4) Fungsi Kompensatoris
Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil
penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk
memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca
untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan
mengingatnya kembali.
c. Manfaat Media
Berbagai manfaat media pembelajaran telah dibahas oleh banyak
ahli. Salah satunya menurut Sudjana dan Rivai (dalam Azhar
Arsyad, 2010) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam
proses belajar siswa, yaitu:
1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga
2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat
lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai
dan mencapai tujuan pembelajaran.
3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru,
sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,
apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.
4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab
tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain
seperti mengamati, malakukan, mendemonstrasikan,
memerankan, dan lain-lain.
4. Alat Peraga
a. Pengertian Alat Peraga
Alat peraga adalah saluran komunikasi atau perantara yang
digunakan untuk membawa atau menyampaikan suatu pesan guna
mencapai tujuan pengajaran . Alat peraga merupakan alat bantu atau
penunjang yang digunakan oleh guru untuk menunjang proses
belajar mengajar.
Menurut Pujiati (2004) alat peraga adalah alat pembantu dalam
mengajar agar efektif. Menurut Suhardi (dalam Pujiati, 2004)
pengertian alat peraga atau Audio-Visual Aids (AVA) adalah media
Sejalan dengan itu Sumadi (dalam Pujiati, 2004) mengemukakan
bahwa alat peraga atau AVA adalah alat untuk memberikan
pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca indera.
b. Tujuan dan Fungsi Alat Peraga
Pembelajaran menggunakan alat peraga berarti mengoptimalkan
fungsi seluruh panca indra siswa untuk meningkatkan efektivitas
siswa belajar dengan cara mendengar, melihat, meraba, dan
menggunakan pikirannya secara logis dan realistis.
Pelajaran tidak sekedar menerawang pada wilayah abstrak,
melainkan sebagai proses empirik yang konkret yang realistik serta
menjadi bagian dari hidup yang tidak mudah dilupakan. Tujuan alat
peraga adalah sebagai berikut :
1) Memberikan kemampuan berpikir matematika secara kreatif.
Bagi sebagian anak, matematika tampak seperti suatu sistem
yang kaku, yang hanya berisi simbol-simbol dan sekumpulan
dalil-dalil untuk dipecahkan. Padahal sesungguhnya matematika
memiliki banyak hubungan untuk mengembangkan kreativitas.
2) Mengembangkan sikap yang menguntungkan ke arah berpikir
matematika. Suasana pembelajaran matematika di kelas haruslah
sedemikian rupa, sehingga para peserta didik dapat menyukai
3) Menunjang matematika di luar kelas, yang menunjukkan
penerapan matematika dalam keadaan sebenarnya. Siswa dapat
menghubungkan pengalaman belajarnya dengan
pengalaman-pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
4) Memberikan motivasi dan memudahkan abstraksi. Dengan alat
peraga diharapkan peserta didik lebih memperoleh
pengalaman-pengalaman yang baru dan menyenangkan, sehingga mereka
dapat menghubungkannya dengan matematika yang bersifat
abstrak.
Dengan kata lain, tujuan penggunaan alat peraga adalah untuk
mendemonstrasikan konsep yang abstrak ke dalam bentuk visual.
Dalam proses pembelajaran alat peraga berfungsi :
1) Memecahkan rangkaian pembelajaran ceramah yang monoton.
2) Membumbui pembelajaran dengan humor untuk memperkuat
minat siswa.
3) Menghibur siswa agar pembelajaran tidak membosankan.
4) Memfokuskan perhatian siswa pada materi pelajaran secara
konkret.
5) Melibatkan siswa dalam proses belajar sebagai rangkaian
c. Persyaratan Alat Peraga
Menurut Pujiati (2004) ada beberapa persyaratan yang harus
dimiliki alat peraga agar fungsi atau manfaat dari alat peraga tersebut
sesuai dengan yang diharapkan dalam pembelajaran, yaitu:
1) Sesuai dengan konsep matematika.
2) Dapat memperjelas konsep matematika, baik dalam bentuk real,
gambar, atau diagram dan bukan sebaliknya (mempersulit
pemahaman konsep matematika)
3) Tahan lama (dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat).
4) Bentuk dan warnanya menarik.
5) Dari bahan yang aman bagi kesehatan peserta didik.
6) Sederhana dan mudah dikelola.
7) Ukuran sesuai atau seimbang dengan ukuran fisik dari peserta
didik.
8) Peragan diharapkan menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep
berpikir abstrak bagi peserta didik, karena alat peraga tersebut
dapat dimanipulasi (dapat diraba, dipegang, dipindahkan,
dipasangkan, dan sebagainya) agar peserta didik dapat belajar
secara aktif baik secara individual maupun kelompok.
5. Alat Peraga Luasan
Luasan merupakan alat peraga dengan bentuk bangun datar lingkaran dan persegi yang di dalamnya dapat memuat potongan-potongan/ puzzle
dengan ukuran dan bentuk yang sama. Tujuan dari permainan Luasan
adalah untuk menyusun potongan/ puzzle itu (tanpa tumpang tindih)
menjadi suatu bentuk bangun datar lingkaran atau persegi yang utuh.
Dengan memindah-mindahkan potongan/ puzzle yang ada, kita dapat menciptakan berbagai bentuk yang sangat banyak. Ini adalah awal mula/
dasar untuk mengerti akan luas (area) dan garis keliling. Tidak hanya itu
saja, Luasan kerap pula digunakan untuk mempelajari bilangan pecahan.
Melalui permainan Luasan, konsep materi bilangan pecahan dapat
dengan mudah tertanam di benak siswa. Siswa dapat menyebutkan
besarnya pecahan dari setiap potongan Luasan tersebut. Siswa juga dapat
melakukan operasi hitung pecahan menggunakan Luasan tersebut.
6. Keaktifan
a. Hakekat Keaktifan
Aktif adalah mampu beraksi dan bereaksi (Depdikbud, 1988). Keaktifan adalah keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam
kegiatan pembelajaran (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Pada waktu
guru mengajar ia harus mengusahakan agar siswanya aktif jasmani
maupun rohani. Keaktifan jasmani maupun rohani itu (Syaiful
Sagala, 2006) meliputi:
1) Keaktifan indera: pendengaran, penglihatan, peraba, dan
lain-lain. Pesera didik harus dirangsang agar dapat menggunakan alat
inderanya sebaik mungkin.
2) Keaktifan akal: akal anak-anak harus aktif atau diaktifkan untuk
memecahkan masalah, menimbang-nimbang, menyusun
pendapat, dan mengambil keputusan.
3) Keaktifan ingatan: pada waktu mengajar, anak harus aktif
menerima bahan pengajaran yang disampaikan guru dan
menyimpannya dalam otak, kemudian pada suatu saat ia siap
mengutarakan kembali.
4) Keaktifan emosi: dalam hal ini siswa hendaknya senantiasa
b. Indikator Keaktifan Siswa
Indikator keaktifan siswa berdasarkan jenis aktivitasnya dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut (Paul D. Deirich dalam
Ahmad Rohani, 1991):
1) Aktivitas visual (visual activities), antara lain: membaca,
mengamati, demontrasi, dan mengamati eksperimen.
2) Aktivitas lisan (oral activities), antara lain: mengemukakan
fakta/ prinsip, menghubungkan suatu kejadian, diskusi,
mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, dan
mengemukakan pendapat.
3) Aktivitas audio (listening activities), antara lain: menyimak
penyajian materi/ informasi dan mendengarkan percakapan/
diskusi kelompok.
4) Aktivitas menulis (writing activities), antara lain: mengerjakan
soal tes atau problem solving, mencatat hasil percobaan/
pengukuran, dan mencatat hasil diskusi.
5) Aktivitas menggambar (drawing activities), antara lain:
membuat grafik atau sketsa.
6) Aktivitas motorik (motor activities), antara lain: memilih alat,
merangkai alat, dan melakukan pengukuran.
7) Aktivitas mental, antara lain: merenungkan, memecahkan
8) Aktivitas emosional, antara lain: keberanian dan ketenangan
siswa dalam merespon pertanyaan atau mengajukan pertanyaan
serta mengemukakan pendapat.
c. Keaktifan Siswa dalam Proses Pembelajaran
Nana Sudjana (2010) mengemukakan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dapat dilihat dalam:
1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.
2) Terlibat dalam pemecahan masalah.
3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami
persoalan yang dihadapinya.
4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk
memecahkan masalah.
5) Melatih diri dalam memecahkan masalah atau soal.
6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh.
7. Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana (2010) hasil belajar adalah perubahan tingkah
laku siswa yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual
yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan/ ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut
tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari
lima aspek, yakni penerimaan, jawaban/ reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar
ketrampilan dan kemauan bertindak. Ada enam aspek ranah
psikomotoris, yakni gerakan reflek, kemampuan perseptual,
keharmonisan/ ketepatan, ketrampilan kompleks, dan gerakan ekspresif
dan interpretatif.
Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor-faktor tersebut dapat bersumber pada dirinya atau di luar dirinya
atau lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
antara lain:
a. Faktor-faktor dalam diri individu
Faktor-faktor dalam diri individu menyangkut aspek jasmaniah
maupun rohaniah. Aspek jasmaniah mencangkup kondisi dan
kesehatan jasmani dari individu. Kondisi fisik menyangkut pula
kelengkapan dan kesehatan indra penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman, dan pencecapan.
Aspek psikis atau rohaniah tidak kalah pentingnya dalam belajar
dengan aspek jasmaniah. Aspek psikis menyangkut kondisi
kesehatan psikis, kemampuan-kemampuan intelektual, sosial,
psikomotor, serta kondisi afektif dan kognitif dari individu.
Kondisi intelektual juga berpengaruh terhadap keberhasilan
bakat-bakat, baik bakat sekolah maupun bakat pekerjaan. Juga
termasuk kondisi intelektual adalah penguasaan siswa akan
pengetahuan atau pelajaran-pelajaran yang lalu.
Kondisi sosial menyangkut hubungan siswa dengan orang lain,
baik guru, teman, orang tua, maupun orang-orang yang lainnya.
Seorang yang memiliki kondisi hubungan yang wajar dengan
orang-orang sekitarnya akan mengalami ketentraman hidup dan
berpengaruh pada kosentrasi dan kegiatan belajarnya.
Hal lain yang ada pada diri individu juga berpengaruh terhadap
kondisi belajar adalah situasi afektif, selain ketenangan dan
ketentraman psikis juga motivasi untuk belajar. Keberhasilan belajar
seseorang juga dipengaruhi oleh keterampilan-keterampilan yang
dimilikinya, seperti keterampilan membaca, berdiskusi, memecahkan
masalah, mengerjakan tugas-tugas, dan lain-lain.
b. Faktor-faktor lingkungan
Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi faktor-faktor di luar
diri siswa, baik faktor fisik maupun sosial-psikologis yang berada
pada lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga
merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pendidikan,
memberikan landasan dasar bagi proses belajar pada lingkungan
sekolah dan masyarakat. Faktor fisik dalam lingkungan keluarga
lingkungan rumah sekitar dan yang tak kalah pentingnya adalah
kondisi dan suasana sosial psikologis dalam keluarga.
Lingkungan fisik sekolah yang meliputi lingkungan kampus,
sarana dan prasarana belajar yang ada, sumber-sumber belajar,
media belajar, dan sebagainya. Lingkungan masyarakat di mana
siswa atau individu berada juga berpengaruh terhadap semangat dan
aktivitas belajarnya.
8. Pecahan
Tabel 2.1 Silabus Materi Pecahan Kelas VII SMP Standar
rasional. Bilangan rasional adalah bilangan yang dapat dibentuk
satu bagian utuh yang dibagi menjadi beberapa bagian yang sama
besar.
Sebuah jeruk mula-mula dibagi menjadi dua bagian yang sama.
Satu bagian jeruk dari bagian yang sama itu disebut “satu per dua”
atau “seperdua” atau “setengah” dan ditulis . Kedua bagian tersebut
masing-masing dibagi dua lagi sehingga menjadi dua bagian yang
sama. Satu bagian dari empat bagian yang sama itu disebut “satu per
empat” atau “seperempat” dan ditulis . Bilangan dan pada
contoh diatas disebut pecahan. Pada pecahan , 1 disebut pembilang
dan 2 disebut penyebut, sedangkan pada pecahan , 1 disebut
pembilang dan 4 disebut penyebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa
bilangan yang dibagi disebut pembilang dan bilangan yang membagi
disebut penyebut. Jika pembilang = dan penyebut = maka pecahan itu adalah , ≠ 0. Apabila = 0 maka pecahan itu tidak ada nilainya atau tidak terdefinisi. Hal ini mengisyaratkan bahwa
penyebut pecahan tidak boleh nol.
Bilangan pecahan dapat digambarkan dengan garis bilangan,
yaitu dengan cara membagi garis itu menjadi beberapa bagian yang
Gambar 2.2 Garis Bilangan Pecahan
b. Sifat Pecahan
Pecahan mempunyai sifat yaitu:
1) Nilai pecahan sama dengan nol (0) jika penyebutnya sama
dengan nol (0).
2) Pembilang dan penyebut dapat dikali dengan bilangan yang
sama, asalkan bukan nol (0).
c. Jenis Pecahan
1) Pecahan Senama
Dalam pecahan sering dikenal pecahan senama, yaitu
pecahan-pecahan yang penyebutnya sama. Pecahan dan adalah
pecahan senama karena penyebutnya sama yaitu 8. Demikian
pula , , dan adalah pecahan yang senama karena penyebutnya sama yaitu . Untuk menjadikan dua atau lebih
pecahan menjadi pecahan yang senama, caranya adalah dengan
mencari kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut
2) Pecahan Senilai
Selain pecahan senama, dikenal pula pecahan senilai. Pecahan
senilai yaitu pecahan-pecahan yang nilainya sama. Pecahan
yang senilai dengan pecahan dengan ≠ 0 dapat dicari dengan aturan berikut ini:
= ×× atau = ∶
: dengan sembarang bilangan asli.
d. Menyederhanakan Pecahan
Sebuah pecahan dapat disederhanakan asalkan penyebut dan
pembilang dari pecahan itu memiliki faktor persekutuan.
Menyederhanakan sebuah pecahan berarti mencari pecahan yang
lebih sederhana dari pecahan tersebut. Sebuah pecahan dapat
disederhanakan dengan cara membagi terus-menerus pembilang dan
penyebut suatu pecahan dengan faktor pembagi dari pembilang dan
penyebut. Sebuah pecahan dikatakan dalam bentuk paling sederhana
apabila ia hanya mempunyai faktor pembagi 1.
e. Membandingkan Dua Pecahan
Jika mempunyai dua pecahan yang tidak senilai maka keduanya
dapat dibandingkan dengan menggunakan notasi lebih dari > atau
kurang dari <). Untuk membandingkan pecahan-pecahan itu, perlu memperhatikan besar pembilang dan penyebut dari pecahan tersebut.
pecahan-pecahan itu sebagai pecahan yang senama kemudian
membandingkan pembilang-pembilangnya. Dalam proses ini dapat
digunakan kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut-penyebut
pecahan.
f. Pecahan diantara Dua Pecahan
Diantara dua pecahan selalu dapat ditentukan sebuah pecahan
diantara keduanya. Hal ini dilakukan dengan cara mengurutkan
pecahan itu secara naik (dari kecil ke besar) atau secara turun (dari
besar ke kecil). Langkah awal yang harus dilakukan adalah
mengubah kedua pecahan itu menjadi pecahan senama, setelah itu
melihat urutan pembilang dari pecahan senama tersebut, kemudian
menentukan letaknya pada garis bilangan.
g. Operasi hitung pada Pecahan
Dalam bilangan real, dikenal operasi hitung penjumlahan dan
perkalian beserta invers-inversnya. Pengurangan merupakan invers
dari penjumlahan. Sedangkan pembagian merupakan invers dari
perkalian. Seperti yang dituliskan berikut ini:
• + = ⇔ − = atau − =
Pada bilangan pecahan juga berlaku operasi hitung seperti pada
bilangan real, sebab bilangan pecahan merupakan himpunan bagian
dari bilangan real. Operasi hitung tersebut meliputi:
1) Penjumlahan
a) Penjumlahan pecahan senama
Operasi penjumlahan pada pecahan senama dapat dilakukan
dengan menjumlahkan pembilang-pembilangnya dengan
penyebut yang tetap.
Contoh:
+! =
b) Penjumlahan pecahan tak senama
Operasi penjumlahan hanya dapat dilakukan asalkan
penyebut dari pecahan yang akan dijumlahkan bernilai sama
atau merupakan pecahan senama. Untuk menyamakan
penyebut, pertama-tama ubah pecahan tersebut menjadi
pecahan senama dengan menggunakan kelipatan
persekutuan terkecil penyebutnya. Kemudian jumlahkan
pembilangnya dan tulis dalam bentuk yang paling
sederhana.
Contoh: