PERILAKU MASYARAKAT DALAM MELAKUKAN SWAMEDIKASI UNTUK PENYAKIT BATUK DI DUSUN KRODAN, MAGUWOHARJO,
SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memenuhi Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh : Dessy Jayanti NIM : 088114019
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARAMA YOGYAKARTA
ii
PERILAKU MASYARAKAT DALAM MELAKUKAN SWAMEDIKASI UNTUK PENYAKIT BATUK DI DUSUN KRODAN, MAGUWOHARJO,
SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memenuhi Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh : Dessy Jayanti NIM : 088114019
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARAMA YOGYAKARTA
v
viii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat, rahmat dan kuasanya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Perilaku Masyarakat Dalam Melakukan Swamedikasi Untuk Penyakit Batuk Di
Dusun Krodan, Maguwoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2012”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelas
Sarjana Farmasi (S. Farm) pada program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena dukungan dan bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, secara pribadi
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si, Apt selaku dosen pembimbing atas waktu, kritik, saran dan dukungan selama proses penyelesaian skripsi.
2. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M. Si, Apt dan Ibu Maria Wisnu Donowati, M. Si, Apt selaku dosen penguji skripsi atas waktu, kritik dan
sarannya.
3. Teman-teman satu kelompok yaitu Yosephine Dita dan Fransciska Williasari
atas kerjasama, bantuan dan dukungannya selama ini.
4. Bappeda Sleman, Kepala Dukuh Krodan dan warga di Dusun Krodan atas ijin dan partisipasinya.
x INTISARI
Banyaknya perguruan – perguruan tinggi di dekat dusun Krodan, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh pada karakteristik masyarakat di Dusun Krodan terutama tingkat pendidikan dan pendapatan. Di sisi lain, batuk menjadi masalah kesehatan terbesar ketiga di dusun Krodan berdasarkan hasil pre-riset. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui demografi karakteristik responden, mengukur hubungan tingkat pendidikan dan pendapatan terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk serta untuk mengetahui tindakan masyarakat di Dusun Krodan, Maguwoharjo, Sleman, DIY pada tahun 2012.
Rancangan dalam penelitian ini adalah non-eksperimental dengan jenis penelitian cross-sectional dengan metode kuesioner yang disebarkan pada 100 responden yang tinggal di RT 1, 2, 3, dan 4 dengan teknik proportionate stratisfied random sampling. Analisis data dengan menggunakan non-parametrik uji Kruskal-Wallis dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan dan pendapatan berbeda tak bermakna dengan perilaku masyarakat dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk. Hasil juga menunjukkan masyarakat di Dusun Krodan memiliki pengetahuan dan sikap yang tinggi dalam melakukan swamedikasi sedangkan tindakan swamedikasi dilakukan dengan mengkonsumsi obat batuk tanpa resep.
xi ABSTRACT
The number of colleges that near Krodan village, will indirectly affect the characteristics of the community in Krodan especially education and income levels. On the other hand, cough became the third largest health problem in Krodan village based on the results of pre-research. This study aims to determine the demographic characteristics of respondents, measures the relationship of education and income levels of knowledge and attitudes in doing self-medication for cough and to learn about the society action in Krodan Village, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta in 2012.
The design of study was non-experimental with the kind of cross-sectional study use a questionnaire distributed to 100 respondents who lived in RT 1, 2, 3, and 4 with proportionate stratisfied random sampling technique. Analysis of data by using non-parametric Kruskal-Wallis test with 95% confidence level.
The results showed levels of education and income did not different significantly with people's behavior in doing self-medication for cough. The results also show people in Krodan have high knowledge and attitude in doing self-medication while actions performed by taking cough medicines of nonprescription drugs.
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… iii
HALAMAN PENGESAHAN……… iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………. v
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN………... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……….. vii
PRAKATA……….. viii
INTISARI………... x
ABSTRACT……….. xi
DAFTAR ISI………... xii
DAFTAR TABEL………... xvii
DAFTAR GAMBAR……….. xviii
DAFTAR LAMPIRAN………... xx
BAB I PENGANTAR………. 1
A. Latar Belakang Penelitian……… 1
1. Rumusan Masalah……….. 4
2. Manfaat Penelitian……….. 4
a. Manfaat Teoritis……… 4
xiii
3. Keaslian Penelitian………. 5
B. Tujuan Penelitian……….. 6
1. Tujuan Umum……… 6
2. Tujuan Khusus………... 7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA……… 8
A. Perilaku Konsumen……….. 8
B. Perilaku Kesehatan………... 9
1. Pengetahuan (knowledge)………... 10
2. Sikap (attitude)……… 10
3. Praktik atau tindakan (practice)……….. 11
C. Swamedikasi………. 14
D. Obat………... 15
1. Definisi……… 15
2. Penggolongan obat……….. 16
E. Batuk………. 17
1. Definisi……… 17
2. Patofisiologi………. 18
3. Mekanisme batuk………. 20
4. Penyebab batuk……… 21
5. Jenis-jenis batuk………... 22
a. Batuk produktif………. 22
xiv
6. Obat-obat batuk……… 23
7. Penanganan batuk………. 29
F. Validitas dan Reliabilitas……… 30
G. Landasan teori………. 31
H. Hipotesis………. 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 33
A. Jenis dan rancangan penelitian……… 33
B. Variabel penelitian……….. 33
C. Definisi operasional………. 34
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi………... 34
E. Populasi dan besar sampel………... 34
F. Tempat dan waktu penelitian……….. 36
G. Instrumen penelitian.………... 37
H. Tata cara penelitian……….. 39
1. Pemilihan lokasi……… 39
2. Perizinan……… 39
3. Pembuatan kuesioner…….……… 39
4. Uji coba instrumen ……….………. 39
5. Metode pengumpulan data………... 40
6. Pengujian validasi dan reliabilitas……….……... 40
a. Validasi……….……..……… 40
xv
7. Pengambilan data……….. 41
a. Tabulasi data……… 41
b. Pengolahan data……….. 42
I. Analisis hasil……… 42
J. Kesulitan dan kelemahan penelitian……… 43
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN……… 44
A. Demografi karakteristik perilaku swamedikasi batuk……….. 44
1. Hubungan pendidikan dan pendapatan terhadap pengetahuan swamedikasi batuk……… 44
2. Hubungan pendidikan dan pendapatan terhadap sikap swamedikasi Batuk……… 46
3. Tindakan swamedikasi batuk masyarakat di Dusun Krodan…... 49
a. Terakhir kali mengalami batuk……… 49
b. Hal yang pertama kali dilakukan ketika mengalami batuk…. 51 c. Bahan aktif yang biasa digunakan……….. 53
d. Obat merek dagang yang biasa dibeli………. 54
e. Bentuk sediaan obat yang diminati………. 56
f. Informan……….. 57
g. Tempat membeli obat batuk tanpa resep………. 59
B. Demografi karakteristik penduduk dusun Krodan……….. 60
1. Alamat……… 61
xvi
3. Pekerjaan………. 63
4. Pendapatan………. 64
5. Tanggungan……… 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 67
A. Kesimpulan……… 67
B. Saran……….. 68
DAFTAR PUSTAKA……… 69
LAMPIRAN……….. 72
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Keuntungan dan kerugian swamedikasi bagi penderita……….. 15 Tabel II. Beberapa penyebab timbulnya batuk………. 22 Tabel III. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori pengetahuan
dan tingkat pendidikan………..………….. 45
Tabel IV. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori pengetahuan
dan tingkat pendapatan ..………. 46
Tabel V. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori sikap dan
tingkat pendidikan ……….. 48
Tabel VI. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori sikap dan
tingkat pendapatan……….. 48
Tabel VII. Hasil temuan distribusi jumlah responden berdasarkan kategori tindakan dan frekuensi batuk………..……….… 50 Tabel VIII. Bahan aktif dan indikasi……….……….. 53 Tabel IX. Hasil temuan harga obat batuk merek dagang yang di konsumsi 55 Tabel X. Rangkuman keseluruhan tindakan responden dalam melakukan
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Anatomi refleks batuk……….. 18
Gambar 2. Skema tiga fase terjadinya batuk……….…. 21 Gambar 3. Skema hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan dan sikap dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk…. 31 Gambar 4. Skema hubungan tingkat pendapatan dengan pengetahuan dan
sikap dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk.... 31 Gambar 5. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan
dan frekuensi mengalami batuk..………..…. 49
Gambar 6. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan pertama dalam menangani batuk ………...………. 52 Gambar 7. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan
dan bahan aktif yang digunakan ……… 54 Gambar 8. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan
dan obat merek dagang yang diminat….……….... 55 Gambar 9. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan
dan bentuk sediaan obat batuk yang disukai ………...….. 57 Gambar 10. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan
dan informan obat batuk ………...…. 58 Gambar 11. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan
xix
Gambar 12. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori demografi karakteristik tingkat pendidikan……….... 62 Gambar 13. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori demografi
karakteristik jenis pekerjaan ………..……… 64 Gambar 14. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan demografi karak-
teristik tingkat pendapatan ……….………..………..…... 65 Gambar 15. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori demografi
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner sebelum validasi……….. 72
Lampiran 2. Hasil uji validitas dan reliabilitas……….. 77
Lampiran 3. Hasil validasi……… 99
Lampiran 4. Kuesioner yang telah di adjustmentahli…….………. 102
Lampiran 5. Demografi karakteristik penduduk………..……… 106
Lampiran 6. Hasil pernyataan pengetahuan………..……… 111
Lampiran 7. Hasil pernyataan sikap………..……… 114
Lampiran 8. Hasil uji statistik pengetahuan………..……… 117
Lampiran 9. Hasil uji statistik sikap………..……… 124
Lampiran 10. Hasil kuesioner tindakan…………..……….. 131
Lampiran 11. Alasan memilih bentuk sediaan……….………….... 143
Lampiran 12. Alasan memperoleh informasi obat tanpa resep……….…... 146
Lampiran 13. Alasan pemilihan tempat membeli obat batuk tanpa resep.... 152
Lampiran 14. Perijinan………..……… 156
PERILAKU MASYARAKAT DALAM MELAKUKAN SWAMEDIKASI UNTUK PENYAKIT BATUK DI DUSUN KRODAN, MAGUWOHARJO,
SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memenuhi Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh : Dessy Jayanti NIM : 088114019
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARAMA YOGYAKARTA
ii
PERILAKU MASYARAKAT DALAM MELAKUKAN SWAMEDIKASI UNTUK PENYAKIT BATUK DI DUSUN KRODAN, MAGUWOHARJO,
SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memenuhi Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh : Dessy Jayanti NIM : 088114019
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARAMA YOGYAKARTA
v
viii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat, rahmat dan kuasanya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Perilaku Masyarakat Dalam Melakukan Swamedikasi Untuk Penyakit Batuk Di
Dusun Krodan, Maguwoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2012”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelas
Sarjana Farmasi (S. Farm) pada program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena dukungan dan bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, secara pribadi
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si, Apt selaku dosen pembimbing atas waktu, kritik, saran dan dukungan selama proses penyelesaian skripsi.
2. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M. Si, Apt dan Ibu Maria Wisnu Donowati, M. Si, Apt selaku dosen penguji skripsi atas waktu, kritik dan
sarannya.
3. Teman-teman satu kelompok yaitu Yosephine Dita dan Fransciska Williasari
atas kerjasama, bantuan dan dukungannya selama ini.
4. Bappeda Sleman, Kepala Dukuh Krodan dan warga di Dusun Krodan atas ijin dan partisipasinya.
x INTISARI
Banyaknya perguruan – perguruan tinggi di dekat dusun Krodan, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh pada karakteristik masyarakat di Dusun Krodan terutama tingkat pendidikan dan pendapatan. Di sisi lain, batuk menjadi masalah kesehatan terbesar ketiga di dusun Krodan berdasarkan hasil pre-riset. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui demografi karakteristik responden, mengukur hubungan tingkat pendidikan dan pendapatan terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk serta untuk mengetahui tindakan masyarakat di Dusun Krodan, Maguwoharjo, Sleman, DIY pada tahun 2012.
Rancangan dalam penelitian ini adalah non-eksperimental dengan jenis penelitian cross-sectional dengan metode kuesioner yang disebarkan pada 100 responden yang tinggal di RT 1, 2, 3, dan 4 dengan teknik proportionate stratisfied random sampling. Analisis data dengan menggunakan non-parametrik uji Kruskal-Wallis dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan dan pendapatan berbeda tak bermakna dengan perilaku masyarakat dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk. Hasil juga menunjukkan masyarakat di Dusun Krodan memiliki pengetahuan dan sikap yang tinggi dalam melakukan swamedikasi sedangkan tindakan swamedikasi dilakukan dengan mengkonsumsi obat batuk tanpa resep.
xi ABSTRACT
The number of colleges that near Krodan village, will indirectly affect the characteristics of the community in Krodan especially education and income levels. On the other hand, cough became the third largest health problem in Krodan village based on the results of pre-research. This study aims to determine the demographic characteristics of respondents, measures the relationship of education and income levels of knowledge and attitudes in doing self-medication for cough and to learn about the society action in Krodan Village, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta in 2012.
The design of study was non-experimental with the kind of cross-sectional study use a questionnaire distributed to 100 respondents who lived in RT 1, 2, 3, and 4 with proportionate stratisfied random sampling technique. Analysis of data by using non-parametric Kruskal-Wallis test with 95% confidence level.
The results showed levels of education and income did not different significantly with people's behavior in doing self-medication for cough. The results also show people in Krodan have high knowledge and attitude in doing self-medication while actions performed by taking cough medicines of nonprescription drugs.
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… iii
HALAMAN PENGESAHAN……… iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………. v
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN………... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……….. vii
PRAKATA……….. viii
INTISARI………... x
ABSTRACT……….. xi
DAFTAR ISI………... xii
DAFTAR TABEL………... xvii
DAFTAR GAMBAR……….. xviii
DAFTAR LAMPIRAN………... xx
BAB I PENGANTAR………. 1
A. Latar Belakang Penelitian……… 1 1. Rumusan Masalah……….. 4 2. Manfaat Penelitian……….. 4
a. Manfaat Teoritis……… 4
xiii
3. Keaslian Penelitian………. 5 B. Tujuan Penelitian……….. 6
1. Tujuan Umum……… 6
2. Tujuan Khusus………... 7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA……… 8
A. Perilaku Konsumen……….. 8 B. Perilaku Kesehatan………... 9
1. Pengetahuan (knowledge)………... 10
2. Sikap (attitude)……… 10
3. Praktik atau tindakan (practice)……….. 11 C. Swamedikasi………. 14
D. Obat………... 15
1. Definisi……… 15 2. Penggolongan obat……….. 16
E. Batuk………. 17
1. Definisi……… 17 2. Patofisiologi………. 18 3. Mekanisme batuk………. 20 4. Penyebab batuk……… 21
5. Jenis-jenis batuk………... 22
a. Batuk produktif………. 22
xiv
6. Obat-obat batuk……… 23
7. Penanganan batuk………. 29
F. Validitas dan Reliabilitas……… 30 G. Landasan teori………. 31 H. Hipotesis………. 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 33
A. Jenis dan rancangan penelitian……… 33 B. Variabel penelitian……….. 33 C. Definisi operasional………. 34 D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi………... 34 E. Populasi dan besar sampel………... 34 F. Tempat dan waktu penelitian……….. 36 G. Instrumen penelitian.………... 37 H. Tata cara penelitian……….. 39 1. Pemilihan lokasi……… 39 2. Perizinan……… 39
3. Pembuatan kuesioner…….……… 39
xv
7. Pengambilan data……….. 41 a. Tabulasi data……… 41 b. Pengolahan data……….. 42 I. Analisis hasil……… 42 J. Kesulitan dan kelemahan penelitian……… 43
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN……… 44
A. Demografi karakteristik perilaku swamedikasi batuk……….. 44 1. Hubungan pendidikan dan pendapatan terhadap pengetahuan
swamedikasi batuk……… 44
2. Hubungan pendidikan dan pendapatan terhadap sikap swamedikasi
Batuk……… 46
3. Tindakan swamedikasi batuk masyarakat di Dusun Krodan…... 49 a. Terakhir kali mengalami batuk……… 49 b. Hal yang pertama kali dilakukan ketika mengalami batuk…. 51 c. Bahan aktif yang biasa digunakan……….. 53 d. Obat merek dagang yang biasa dibeli………. 54 e. Bentuk sediaan obat yang diminati………. 56 f. Informan……….. 57 g. Tempat membeli obat batuk tanpa resep………. 59 B. Demografi karakteristik penduduk dusun Krodan……….. 60
1. Alamat……… 61
xvi
3. Pekerjaan………. 63 4. Pendapatan………. 64 5. Tanggungan……… 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 67
A. Kesimpulan……… 67 B. Saran……….. 68
DAFTAR PUSTAKA……… 69
LAMPIRAN……….. 72
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Keuntungan dan kerugian swamedikasi bagi penderita……….. 15 Tabel II. Beberapa penyebab timbulnya batuk………. 22 Tabel III. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori pengetahuan
dan tingkat pendidikan………..………….. 45
Tabel IV. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori pengetahuan
dan tingkat pendapatan ..………. 46
Tabel V. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori sikap dan
tingkat pendidikan ……….. 48
Tabel VI. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori sikap dan
tingkat pendapatan……….. 48
Tabel VII. Hasil temuan distribusi jumlah responden berdasarkan kategori tindakan dan frekuensi batuk………..……….… 50 Tabel VIII. Bahan aktif dan indikasi……….……….. 53 Tabel IX. Hasil temuan harga obat batuk merek dagang yang di konsumsi 55 Tabel X. Rangkuman keseluruhan tindakan responden dalam melakukan
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Anatomi refleks batuk……….. 18
Gambar 2. Skema tiga fase terjadinya batuk……….…. 21 Gambar 3. Skema hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan dan sikap dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk…. 31 Gambar 4. Skema hubungan tingkat pendapatan dengan pengetahuan dan
sikap dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk.... 31 Gambar 5. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan
dan frekuensi mengalami batuk..………..…. 49
Gambar 6. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan pertama dalam menangani batuk ………...………. 52 Gambar 7. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan
dan bahan aktif yang digunakan ……… 54 Gambar 8. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan
dan obat merek dagang yang diminat….……….... 55 Gambar 9. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan
dan bentuk sediaan obat batuk yang disukai ………...….. 57 Gambar 10. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan
dan informan obat batuk ………...…. 58 Gambar 11. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori tindakan
xix
Gambar 12. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori demografi karakteristik tingkat pendidikan……….... 62 Gambar 13. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori demografi
karakteristik jenis pekerjaan ………..……… 64 Gambar 14. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan demografi karak-
teristik tingkat pendapatan ……….………..………..…... 65 Gambar 15. Distribusi jumlah responden (%) berdasarkan kategori demografi
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner sebelum validasi……….. 72 Lampiran 2. Hasil uji validitas dan reliabilitas……….. 77
Lampiran 3. Hasil validasi……… 99
Lampiran 4. Kuesioner yang telah di adjustmentahli…….………. 102 Lampiran 5. Demografi karakteristik penduduk………..……… 106 Lampiran 6. Hasil pernyataan pengetahuan………..……… 111 Lampiran 7. Hasil pernyataan sikap………..……… 114 Lampiran 8. Hasil uji statistik pengetahuan………..……… 117 Lampiran 9. Hasil uji statistik sikap………..……… 124 Lampiran 10. Hasil kuesioner tindakan…………..……….. 131 Lampiran 11. Alasan memilih bentuk sediaan……….………….... 143 Lampiran 12. Alasan memperoleh informasi obat tanpa resep……….…... 146 Lampiran 13. Alasan pemilihan tempat membeli obat batuk tanpa resep.... 152
Lampiran 14. Perijinan………..……… 156
1 BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Penelitian
Kesejahteraan badan, jiwa dan sosial memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis merupakan cermin kesehatan (Undang – Undang No. 23 tahun 1992). Salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan
guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai
tindakan pembangunan kesehatan (Anonim, 2006).
Pada akhir dekade ini, beberapa penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kesehatan dan gaya hidup (life style), dimana kebiasaan – kebiasaan seseorang akan mempengaruhi keadaan fisiologis dan seringkali menyebabkan timbulnya masalah kesehatan. Kebiasaan merokok, pola
makan (diet) yang salah, dan kurangnya berolahraga berkaitan erat dengan aneka ragam gejala penyakit (Smet, 1994).
Menurut SUSENAS (2001), sebanyak 49,1 % bayi umur <1 dan 54,8 %
anak balita umur 1 sampai 4 tahun mengeluh sakit dalam sebulan terakhir. Di antara anak umur 0 sampai 1 tahun tersebut ditemukan adanya prevalensi panas
sebesar 33,4 %, batuk 28,7 %, batuk dan nafas cepat 17,0 % dan diare 11,4 %. Prevalensi gejala-gejala penyakit tersebut di perkotaan dan pedesaan tidak berbeda signifikan (Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan
Perilaku kesehatan merupakan respon seseorang terhadap munculnya stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan dan minuman yang dikonsumsi serta pengaruh lingkungan di sekitarnya (Maulana, 2007). Seiring dengan kemajuan teknologi
dan perubahan gaya hidup masyarakat yang cenderung kurang memperhatikan kesehatan menyebabkan berbagai penyakit sulit di hindari. Penyakit yang terus berkembang mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang
efektif baik dari segi pengobatan dan biaya (Anonim, 2006).
Swamedikasi merupakan salah satu upaya yang dilakukan masyarakat
untuk mengobati dirinya sendiri. Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk mengatasi berbagai keluhan – keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag,
kecacingan, diare, penyakit kulit dan lainnya demi keterjangkauan biaya pengobatan (Anonim, 2006).
Berdasarkan data SUSENAS BPS tahun 2009 diketahui sekitar 66 % orang sakit di Indonesia melakukan swamedikasi. Data yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2001 bahwa 77,3 % penduduk yang
sakit di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan swamedikasi sebagai tindakan awal dalam upaya penyembuhan terhadap sakit (Handayani, 2003). Pada
dan bebas terbatas adalah obat yang relatif aman digunakan untuk pengobatan sendiri (swamedikasi) (Anonim, 2006).
Kecenderungan swamedikasi banyak dilakukan oleh wanita daripada pria baik dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga ataupun kesehatan diri sendiri
(Holt & Halt, 1990). Melalui survei yang dilakukan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 1993 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu – ibu dalam pemilihan dan penggunaan obat berperan penting pada keamanan dan
keefektifan swamedikasi (Suryawati, 2003). Fakta di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 82 % wanita dan 71 % pria menggunakan obat tanpa resep
dalam upaya mengobati penyakit ringan yang diderita (Pal, 2002).
Batuk merupakan penyakit yang paling umum diderita masyarakat. Mayoritas penyakit batuk yang ada di dalam masyarakat berupa batuk akut dan
batuk yang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga pilihan obat batuk ditangani dengan menggunakan obat-obat over the counter (OTC) (Everett, Kastelik, Thompson, dan Morice, 2007). Pada tahun 2002, batuk menjadi penyakit umum kedua setelah pilek dengan presentase sebesar 45,32 % yang dikeluhkan oleh masyarakat di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Anonim, 2003).
Sedangkan berdasarkan riset awal yang dilakukan di Dusun Krodan sebelum penelitian untuk melihat frekuensi sakit oleh masyarakat, didapatkan hasil bahwa
Melihat fakta-fakta yang ditemukan diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat perilaku masyarakat di Dusun Krodan, Maguwoharjo,
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk tahun 2012.
1. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Seperti apa karakteristik demografi responden di Dusun Krodan?
b. Apakah tingkat pendidikan dan pendapatan mempengaruhi pengetahuan
masyarakat dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk?
c. Apakah tingkat pendidikan dan pendapatan mempengaruhi sikap masyarakat dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk?
d. Apakah yang dilakukan masyarakat dalam mengatasi penyakit batuk?
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Mengetahui cara pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan
tindakan yang akan berguna bagi peneliti yang akan meneliti selanjutnya. b. Manfaat praktis
2. Keaslian Penelitian
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah :
a. Pada tahun 2008 oleh Yoanna Lisa Mayasari Sugiyarto dengan judul “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pendapatan Dengan Perilaku
Swamedikasi Penyakit Batuk Oleh Ibu-ibu Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan bermakna secara statistik terhadap tingkat pendidikan dan pendapatan dengan perilaku
swamedikasi. Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini rancangan instrumen yang
digunakan menggunakan skala Guttman untuk bagian pengetahuan, skala Likert 4 tingkatan untuk bagian sikap dan pertanyaan terbuka untuk tindakan. Sedangkan pada penelitian sebelumnya hanya digunakan skala
Likert 5 tingkatan.
b. Pada tahun 2009 oleh Agnes Endah Perwitasari dengan judul “Pengaruh
Pemberian Informasi Obat Terhadap Peningkatan Perilaku Pengobatan Mandiri Pada Penyakit Batuk Di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” didapatkan hasil
bahwa pemberian informasi obat menggunakan Leaflet meningkatkan pengetahuan dan tindakan masyarakat dalam swamedikasi batuk. Pada
proportionate stratisfied random sampling sedangkan dalam penelitian sebelumnya yang digunakan adalah systematic random sampling.
c. Pada tahun 2010 oleh Nana Kartika dengan judul “Pengaruh Ceramah dan Pemberian Leaflet Terhadap Perilaku Dalam Memilih dan Menggunakan
Obat Batuk Anak oleh Ibu-ibu Di Desa Sukorejo Kecamatan Sukorejo Kabupatem Kendal Propinsi Jawa Tengah”. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan
kelompok kontrol. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada jenis dan rancangan penelitian. Dimana pada penelitian ini menggunakan jenis dan
rancangan penelitian non-eksperimental cross sectional sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan quasi-experiment dengan rancangan
non randomized pretest-posttest control grup design.
Sehingga sejauh pengetahuan peneliti, penelitian berjudul “Perilaku Masyarakat Dalam Melakukan Swamedikasi Untuk Penyakit Batuk di Dusun
Krodan, Maguwoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012” belum pernah dilakukan oleh peneliti lain.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik demografi responden.
b. Untuk mengukur hubungan tingkat pendidikan dan pendapatan terhadap pengetahuan masyarakat dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit
batuk.
c. Untuk mengukur hubungan tingkat pendidikan dan pendapatan terhadap sikap masyarakat dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk.
8 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen adalah proses yang terjadi pada konsumen ketika dia memutuskan untuk membeli, apa yang dibeli, dimana dia membeli, kapan dan bagaimana dia membelinya. Konsumen membeli sesuatu barang atau jasa
dikarenakan adanya keinginan (wants) dan kebutuhan (needs) atau campuran keduanya (Ma’ruf, 2005).
Setiap konsumen memiliki dua sifat motivasi membeli yaitu: 1. Emosional
Motivasi yang dipengaruhi emosi berkaitan dengan perasaan, baik itu
keindahan, gengsi ataupun hal lainnya termasuk iba dan rasa marah. Faktor indah atau bagus, serta faktor gengsi paling banyak mempengaruhi
dibandingkan faktor iba dan rasa marah (Ma’ruf, 2005). 2. Rasional
Sikap belanja rasional di pengaruhi pemikiran rasional dalam pikiran
B. Perilaku Kesehatan
Menurut Skinner, perilaku merupakan hasil hubungan antara rangsangan
(stimulus) dengan reaksi (response). Secara operasional, perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon atau reaksi seseorang terhadap rangsangan dari luar maupun
dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan) atau bersifat aktif (dengan tindakan). Bentuk pasif terjadi di dalam diri manusia dan tidak dapat dilihat secara langsung oleh orang lain, misalnya berpikir, berpendapat, bersikap.
Bentuk perilaku ini masih terselubung (covert behavior). Bentuk perilaku yang lain adalah bentuk perilaku aktif yang dapat diamati secara langsung, dan sudah
tampak dalam bentuk tindakan nyata (Notoatmodjo, 2007; Sarwono, 1997).
Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, dan minuman serta lingkungan di sekitarnya (Notoatmodjo, 2007). Perilaku kesehatan dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi
individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap terhadap kesehatan, serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Termasuk di dalam perilaku kesehatan yang dapat diobservasi adalah perilaku
hidup sehat (Sarwono, 2007). Perilaku masyarakat terbagi dalam 3 domain, ranah atau kawasan yakni :
a. Kognitif (cognitive) b. Afektif (affective)
Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk mengukur hasil pendidikan kesehatan, yakni :
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, pembau, perasa dan peraba. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Effendi dan Makhfudli, 2009).
Pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut penelitian Roger, apabila penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan
bertahan lama (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (cit., Effendi dan Makhfudli, 2009).
2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku
yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek (Effendi dan
Makhfudli, 2009).
Sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide, atau obyek yang berisi komponen-komponen kognitif,
afektif dan behavior. Para ahli menyimpulkan sikap sebagai predisposisi yang dipelajari yang mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam hal intensitasnya,
biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama, dan komposisinya hampir selalu kompleks. Sikap adalah kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten
(Ahmadi dkk, 1991).
3. Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan seperti fasilitas.
Selain itu, adanya faktor pendukung (support) dari pihak lain juga berpengaruh (Effendi dan Makhfudli, 2009).
Menurut Notoatmodjo, Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa, biasanya dimulai dari ranah kognitif, dimana subyek tahu terlebih dahulu akan adanya stimulus, yang menimbulkan pengetahuan baru. Pengetahuan
atau obyek yang sudah diketahui dan disadari tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi berupa tindakan. Namun, tindakan seseorang tidak harus didasari
oleh pengetahuan atau sikap, karena juga dapat timbul dari persepsi, yaitu suatu pengalaman yang dihasilkan melalui pancaindera yang membentuk motivasi, yaitu
dorongan bertindak untuk mencapai suatu tujuan (Anies, 2006). Perilaku kesehatan diuraikan sebagai berikut :
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, adalah bagaimana manusia
berespon, baik secara pasif maupun aktif yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakitnya. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini sesuai dengan
tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni
a. Perilaku peningkatan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior). b. Perilaku pencegahan penyakit (health preventive behavior).
c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior). d. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior).
e. Perilaku seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan, yakni bagaimana seseorang berespon terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik yang modern maupun tradisional.
2. Perilaku seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital kehidupan manusia.
3. Perilaku seseorang terhadap lingkungan, sebagai salah satu determinan kesehatan manusia.
Becker (1974) mengklasifikasikan perilaku yang berhubungan dengan
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
2. Perilaku sakit (illness behavior), yaitu tindakan atau kegiatan seseorang yang merasa sakit untuk merasakan dan mengidentifikasikan penyakitnya, penyebab
penyakit dan usaha-usaha untuk mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yaitu tindakan atau kegiatan seseorang yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
(cit., Anies, 2006) Green et al (1980) menyatakan bahwa kesehatan manusia di pengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor non-perilaku. Faktor perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, kepercayaan, nilai, sikap dan persepsi yang berhubungan dengan motivasi individu maupun kelompok dalam masyarakat.
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, sekolah kesehatan, dan lain sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas lain yang termasuk dalam kelompok
referensi dari perilaku masyarakat (cit., Anies, 2006).
fasilitas, sikap dan perilaku petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Anies, 2006).
C. Swamedikasi
Menurut Donatus (1997), pengobatan sendiri (self medication) adalah tindakan mengobati diri sendiri dengan obat tanpa resep (golongan obat bebas dan obat bebas terbatas) yang dilakukan secara tepat guna dan bertanggungjawab. Hal
ini mengandung makna bahwa walaupun oleh dan untuk diri sendiri, pengobatan sendiri harus dilakukan secara rasional. Ini berarti bahwa tindakan pemilihan dan
penggunaan produk merupakan tanggungjawab yang rasional bagi para penggunanya. Dengan kata lain, seorang pengguna dituntut untuk mampu menegakkan diagnosis penyakit yang dideritanya dan kemudian memilih produk
obat yang paling sesuai dengan kondisinya (Anonim, 2006).
Menurut Hott dan Hall (1990) pengobatan mandiri dengan obat tanpa
resep hendaknya dilakukan secara tepat dan bertanggungjawab, biasanya pada kasus :
1. Perawatan simptomatil minor
2. Penyakit self-limiting atau paliatif
3. Pencegahan dan penyembuhan penyakit ringan
4. Penyakit kronis yang sebelumnya sudah pernah di diagnosis dokter atau tenaga medis professional lainnya.
Perilaku swamedikasi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya
mengatasi masalah kesehatan, demografi dan epidemiologi, ketersediaan pelayanan kesehatan, ketersediaan produk obat tanpa resep, dan faktor sosial
ekonomi (Holt dan Hall, 1990).
Swamedikasi untuk gejala atau penyakit ringan dirasakan oleh penderita
memberi keuntungan antara lain kepraktisan dan kemudahan melakukan tindakan pengobatan dan biaya yang dikeluarkan lebih murah (Rantucci, 1997). Beberapa keuntungan dan kerugian sehubungan dengan peningkatan perilaku swamedikasi
terhadap penderita atau pasien (Sihvo, 2000).
Tabel I. Keuntungan dan kerugian swamedikasi bagi penderita (Sihvo, 2000)
Obyek Keuntungan Kerugian
Pasien Kenyamanan dan
kemudahan akses
Diagnosis tidak sesuai atau tertunda
Tanpa biaya periksa atau konsultasi
Pengobatan berlebihan atau tidak sesuai
Hemat waktu Kebiasaan menggunakan OTR
Empowerment Adverse drug reaction
Ada indikasi yang tak terobati Kenaikan biaya berobat
D. Obat
1. Definisi
Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992, Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
2. Penggolongan obat
Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat
dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Parasetamol (Anonim, 2006).
b. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat
keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : CTM (Anonim, 2006). c. Obat Keras dan Psikotropika
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam
Mefenamat (Anonim, 2006).
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis
d. Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin (Anonim, 2006).
Sebelum menggunakan obat, termasuk obat bebas dan bebas terbatas
harus diketahui sifat dan cara pemakaiannya agar penggunaannya tepat dan aman. Informasi tersebut dapat diperbolehkan dari etiket atau brosur pada
kemasan obat bebas dan bebas terbatas (Anonim, 2006).
E. Batuk
1. Definisi
Batuk adalah suatu refleks fisiologi protektif yang bermanfaat untuk
membersihkan saluran pernapasan dari dahak, debu, zat-zat perangsang asing yang dihirup, partikel-partikel asing dan unsur-unsur infeksi (Rahardja dan Tjay, 2008).
Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk juga merupakan mekanisme
pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan napas tetap bersih dan terbuka, dengan jalan :
b. Mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran napas.
(Priyanti, 1993) 2. Patofisiologi
Batuk menjadi tidak fisiologik bila dirasakan sebagai gangguan; batuk semacam ini sering kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau di luar paru dan kadang-kadang merupakan gejala dini suatu penyakit (Priyanti, 1993).
Batuk pada orang sehat adalah reaksi fisiologis terhadap iritan yang dihirup, pada orang sakit merupakan gejala pertama yang paling umum dan sering dari
sakit paru-paru. Batuk dapat menunjukkan gangguan mukosiliar, yang memerlukan sekresi utuh epitel pernapasan dan bronkial. Infeksi virus pada saluran udara yang lebih bawah adalah penyebab paling umum terganggunya
pembersihan mukosiliar, sedangkan merokok adalah penyebab paling umum untuk rusaknya mekanisme pembersihan secara permanen (Siegenthaler,
2007).
Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama, yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor. Batuk
bermula dari suatu rangsang pada reseptor batuk (Tjay dan Rahardja, 2010). Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam
maupun di luar rongga toraks. Reseptor yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah
besar reseptor terdapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus
paranasalis, perikardial dan diafragma (Yoga, 1993).
Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus Vagus, yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga
rangsang dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus
menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma (Yoga, 1993).
Oleh serabut aferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak
di medula, di dekat pusat pemapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen nervus Vagus, nervus Frenikus, nervus Interkostal
dan lumbar, nervus Trigeminus, nervus Fasialis, nervus Hipoglosus dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini terdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma, otot-otot interkostal dan lain-lain. Di daerah efektor inilah
3. Mekanisme batuk
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu
fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam
paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu (Yoga, 1993).
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari
sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang di inspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai
3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50 % dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume
ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua,
volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah (Braunwald, 1995; Yoga, 1993).
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis
akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 – 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri
khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang
secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga
menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 30–50 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian
diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80% (Braunwald, 1995; Yoga,
1993).
Gambar 2. Skema tiga fase terjadinya batuk (Yoga, 1993)
4. Penyebab batuk
Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit atau proses yang merangsang reseptor batuk. Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada
anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan mungkin juga pemeriksaan lain seperti laboratorium darah dan sputum, rontgen toraks, tes fungsi paru dan
lain-lain (Chung dan Pavord, 2008).
Tabel II. Beberapa penyebab timbulnya batuk (Yoga, 1993)
No Penyebab batuk Contoh
1. Iritan Rokok, asap, SO2, gas di tempat kerja. 2. Mekanik Retensi sekret bronkopulmoner, benda asing
dalam saluran napas, postnasal drip, aspirasi. 2. Penyakit paru
obtruktif
Bronkitis kronis, asma, emfisema, fibrosis kistik, bronkiektasis.
3. Penyakit paru restriktif
Pneumoconiosis, penyakit kolagen, penyakit granulomatosa.
4. Infeksi Laringitis akut, bronchitis akut, pneumonia, pleuritis, perikarditis
5. Tumor Tumor laring dan tumor paru
6. Psikogenik (dll)
5. Jenis - jenis batuk
Batuk dapat dibedakan menjadi 2, yakni batuk produktif (dengan
dahak) dan batuk non produktif (kering). a. Batuk produktif
Merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi
mengeluarkan zat-zat asing (kuman, debu, dsb) dan dahak dari batang tenggorok. Batuk ini pada hakekatnya tidak boleh ditekan oleh obat pereda.
simtomatis dengan obat-obat batuk (antitussiva), yakni zat pelunak, ekspektoransia, mukolitika dan pereda batuk (Rahardja dan Tjay, 2008).
b. Batuk non – produkif
Bersifat “kering” tanpa adanya dahak, misalnya pada batuk rejan
(pertussis, kinhoest), atau juga karena pengeluarannya memang tidak mungkin, seperti pada tumor. Batuk menggelitik ini tidak ada manfaatnya dan seringkali mengganggu tidur. Bila tidak diobati, batuk demikian akan
berulang terus karena pengeluaran udara yang cepat pada waktu batuk akan kembali merangsang tenggorok dan faring (Rahardja dan Tjay, 2008).
6. Obat - obat batuk
Antitusiva digunakan untuk pengobatan batuk sebagai gejala dan
dapat dibagi dalam sejumlah kelompok dengan mekanisme kerja yang sangat beraneka-ragam yaitu :
a. Emolliensa
Berfungsi memperlunak rangsangan batuk, melumas tenggorok agar tidak kering dan melunakkan mukosa yang teriritasi. Untuk tujuan ini
b. Ekspektoransia
Contohnya minyak atsiri, guaiakol, radix ipeca dan
amonium-klorida (dalam obat batuk hitam). Zat-zat ini memperbanyak produksi dahak (yang encer) dan dengan demikian mengurangi kekentalannya, sehingga
mempermudah pengeluaran batuk. Mekanisme kerjanya adalah dengan merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung yang kemudian meningkatkan kegiatan kelenjar sekresi dari saluran lambung sampai usus
dan sebagai refleks memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada di saluran napas (Rahardja dan Tjay, 2008).
Gliseril Guaiakolat sendiri berguna untuk mengencerkan lendir saluran napas. Hal yang harus diperhatikan adalah untuk penggunaan bagi anak dibawah 2 tahun dan ibu hamil perlu hati-hati atau minta saran dokter.
Aturan pemakaian :
(1)Dewasa : 1-2 tablet (100 -200 mg), setiap 6 jam atau 8 jam sekali
(2)Anak : 2-6 tahun : ½ tablet (50 mg) setiap 8 jam
(3)Anak : 6-12 tahun : ½ - 1 tablet (50-100 mg) setiap 8 jam
(Anonim, 2006)
Obat Batuk Hitam (OBH) dengan dosis untuk dewasa adalah 1 sendok makan (15 ml) 4 x sehari (setiap 6 jam) dan untuk anak adalah 1
sendok teh (5 ml) 4 x sehari (setiap 6 jam) (Anonim, 2006).
Salah satu bentuk kombinasi untuk obat batuk berdahak (Ekspektoran) adalah kombinasi bromheksin dengan gliseril guaiakolat,
ditimbulkan adalah rasa mual, diare, kembung ringan. Hal yang harus diperhatikan :
(1)Konsultasikan ke dokter atau apoteker bagi anak di bawah 2 tahun. (2)Konsultasikan ke dokter atau apoteker bagi penderita tukak lambung.
(3)Konsultasikan ke dokter atau apoteker bagi ibu hamil.
(Anonim, 2006) c. Mukolitika
Contoh mukolitika adalah asetilsistein, mesna, bromheksin, dan ambroxol. Zat-zat ini berdaya merombak dan melarutkan dahak sehingga
viskositasnya berkurang dan pengeluarannya dipermudah. Lendir memiliki gugus sulfidril (-SH) yang saling mengikat makromolekulnya. Senyawa sistein dan mesna berdaya membuka jalan disulfida ini. Bromheksin dan ambroxol bekerja dengan jalan memutuskan “serat-serat” (rantai panjang)
dari mukopolisakarida. Mukolitika digunakan secara efektif pada batuk
dengan dahak yang kental sekali, seperti bronchitis, emfisema dan mucoviscidosis. Tetapi pada umumnya zat-zat ini tidak berguna bila gerakan bulu getar terganggu seperti pada perokok atau infeksi (Rahardja dan Tjay,
2008).
Bromheksin digunakan untuk mengencerkan lendir saluran napas.
Hal yang harus diperhatikan adalah pada penderita tukak lambung dan wanita hamil 3 bulan pertama, perlu dikonsultasikan ke dokter atau apoteker untuk penggunaannya. Efek samping yang ditimbulkan adalah rasa mual,
Aturan pemakaian :
1) Dewasa : 1 tablet (8 mg) diminum 3 x sehari (setiap 8 jam)
2) Anak : Di atas 10 tahun: 1 tablet (8 mg) diminum 3 kali sehari (setiap 8 jam)
3) Anak : 5-10 tahun : 1/2 tablet (4 mg) diminum 2 kali sehari (setiap 8 jam) (Anonim, 2006) d. Zat pereda
Contoh zat pereda batuk yaitu kodein, noskapin, dekstrometorfan dan pentoksiverin. Obat-obat dengan kerja sentral ini cocok digunakan pada
batuk kering yang menggelitik. Dekstrometorfan Hidrobromida (DMP HBr) digunakan untuk menekan batuk yang cukup kuat kecuali untuk batuk akut yang berat. Efek samping jarang terjadi, yang sering dialami bersifat ringan
seperti mual dan pusing. Namun, Dosis yang terlalu besar dapat menimbulkan depresi pernapasan. Aturan pemakaian :
1) Dewasa : 10-20 mg setiap 8 jam 2) Anak : 5-10 mg setiap 8 jam 3) Bayi : 2,5-5 mg setiap 8 jam
Hal yang harus diperhatikan :
1) Hati-hati atau minta saran dokter untuk penderita hepatitis
2) Jangan minum obat ini bersamaan obat penekan susunan syaraf pusat 3) Tidak digunakan untuk menghambat keluarnya dahak
e. Antihistaminika
Obat-obat golongan ini seringkali efektif jika digunakan
berdasarkan efek sedatifnya dan menekan perasaan menggelitik di tenggorok. Antihistaminika banyak digunakan terkombinasi dengan obat
batuk lain dalam bentuk sirup OTC. Contohnya prometazin, oksomemazin, difenhidramin dan d-klorfeniramin. Difenhidramin HCl digunakan sebagai penekan batuk dan mempunyai efek antihistamin (antialergi). Dalam
penggunaannya, hal yang harus diperhatikan yaitu:
1) Karena menyebabkan kantuk, jangan mengoperasikan mesin selama
meminum obat ini
2) Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita asma, ibu hamil, ibu menyusui dan bayi/anak.
Efek Samping yang ditimbulkan adalah pengaruh pada kardiovaskular dan SSP seperti sedasi, sakit kepala, gangguan psikomotor, gangguan darah,
gangguan saluran cerna, reaksi alergi, efek antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering, pandangan kabur dan gangguan saluran cerna, palpitasi dan aritmia, hipotensi, reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, reaksi
fotosensitivitas, efek ekstrapiramidal, bingung, depresi, gangguan tidur, tremor, konvulsi, berkeringat dingin, mialgia, paraestesia, kelainan darah,
f. Anestesi lokal
Obat ini menghambat penerusan rangsang batuk ke pusat batuk.
Contohnya adalah pentoksiverin (Rahardja dan Tjay, 2008).
Penggolongan lain antitusiva dapat dilakukannya menurut titik
kerjanya yaitu sentral dan perifer.
a. Zat-zat sentral
Kebanyakan antitusiva bekerja sentral dengan menekan pusat batuk di sumsum lanjutan dan mungkin juga bekerja pada pusat saraf lebih tinggi
(otak) dengan efek menenangkan. Dengan demikian zat-zatini menaikkan ambang dari impuls batuk. Senyawa golongan ini dapat dibedakan menjadi : 1) Zat adiktif
Zat ini termasuk dalam golongan zat opioid yakni obat-obat yang memiliki sifat farmakologi ketagihan contohnya candu dan kodein.
Namun candu sudah tidak digunakan lagi karena efek ketagihan yang tinggi. Sedangkan kodein dalam dosis tinggi dan penggunaan jangka panjang dapat bersifat adiktif.
2) Zat non-adiktif
Antihistaminika dianggap termasuk dalam golongan ini
b. Zat-zat perifer
Obat-obat ini bekerja diluar dari SSP dan dapat dibagi dalam zat
pelunak batuk, ekspektoransia, mukolitika, anestesi lokal dan zat-zat pereda (Rahardja dan Tjay, 2008).
7. Penanganan batuk
Farmakoterapi batuk pertama-tama ditujukan untuk mencari dan
mengobati penyebab (terapi kausal). Penggunaan terapi simtomatis guna meniadakan atau meringankan gejala berdasarkan jenis batuknya yaitu batuk
produktif dan non – produktif. Dalam mengobati batuk produktif dapat diberikan emolliensa, ekspektoransia, mukolitika atau antihistaminika. Sedangkan untuk batuk non-produktif zat pereda rangsangan dengan
emolliensa akan lebih efektif (Rahardja dan Tan Hoan Tjay, 2008). Hal yang dapat dilakukan untuk menangani batuk yaitu:
a. Minum banyak cairan (air atau sari buah) akan menolong membersihkan tenggorokan, jangan minum soda atau kopi.
b. Hentikan kebiasaan merokok, guna menghindari perangsangan lebih lanjut
dari saluran napas.
c. Hindari makanan yang merangsang tenggorokan (makanan dingin atau
berminyak) dan udara malam.
d. Madu dan tablet hisap pelega tenggorokan dapat menolong meringankan iritasi tenggorokan dan dapat membantu mencegah batuk kalau tenggorokan
e. Hirup uap air panas (dari semangkuk air panas) untuk mencairkan sekresi hidung yang kental supaya mudah dikeluarkan. Dapat juga ditambahkan
sesendok teh balsam/minyak atsiri untuk membuka sumbatan saluran pernapasan.
f. Guna meningkatkan efek inhalasi penggunaan minyak atsiri atau menthol dapat dibubukan pada air mendidih untuk menimbulkan efek vasodilatasi serta perasaan lega di pernapasan dari uap yang dihirup
g. Minum obat batuk yang sesuai
h. Bila batuk lebih dari 3 hari belum sembuh segera ke dokter
i. Pada bayi dan balita bila batuk disertai napas cepat atau sesak harus segera dibawa ke dokter atau pelayanan kesehatan.
(Anonim, 2006; Rahardja dan Tan Hoan Tjay, 2008)
F. Validitas dan reliabilitas
a. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2006). Validitas
instrumen didefinisikan sejauh mana instrumen itu merekam atau mengukur apa yang dimaksudkan untuk direkam dan diukur (Suryabrata, 2008). Sebuah
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat keajegan atau kemantapan hasil dari hasil
dua pengukuran terhadap hal yang sama (Mario, 2006). Reliabilitas instrumen merujuk kepada konsistensi hasil perekaman data (pengukuran) jika instrumen
yang digunakan oleh suatu individu atau kelompok yang sama atau beda dalam kurun waktu yang sama atau beda. Hasil yang konsisten maka mencerminkan instrumen yang digunakan dapat dipercaya (reliable) atau dapat diandalkan (dependable) (Suryabrata, 2008).
G. LANDASAN TEORI
Menurut Schwartz dan Hoopes (1990), tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pengetahuan, sikap dan tindakan dalam pengambilan
keputusan swamedikasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin luas akses informasi yang didapatkan. Sehingga akan mempengaruhi pengetahuan,
sikap dan tindakan dalam melakukan swamedikasi. Sedangkan menurut Hendarwan (2003), pendapatan suatu keluarga berhubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan. Biaya yang diperlukan untuk penggunaan pelayanan
kesehatan akan menjadi pertimbangan penting dalam melakukan swamedikasi. Sehingga hal ini akan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam melakukan
Gambar 3. Skema hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan dan sikap dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk
Gambar 4. Skema hubungan tingkat pendapatan dengan pengetahuan dan sikap dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk
H. HIPOTESIS
Tingkat pendidikan dan pendapatan akan berpengaruh terhadap
pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk.
Pendidikan Pengetahuan
Pendidikan Sikap
Pendapatan Pengetahuan
33 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental cross-sectional. Di dalam penelitian ini dirancang suatu penelitian non-eksperimental dengan tujuan mencari hubungan antara tingkat pendidikan dan pendapatan
dengan perilaku swamedikasi untuk penyakit batuk. Desain penelitian cross-sectional dilakukan satu kali kontak tanpa adanya pre- dan post- test yaitu pada saat pengisian kuesioner (pengambilan data) bertujuan untuk menemukan gambaran perilaku masyarakat dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk.
B. Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek penelitian atau gejala yang diteliti. Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi : 1. Variabel bebas dari penelitian ini adalah tingkat pendidikan dan pendapatan
masyarakat Krodan.
2. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah nilai pengetahuan, sikap dan
tindakan dalam melakukan swamedikasi untuk penyakit batuk.
C. Definisi Operasional
1. Perilaku swamedikasi mencakup pengetahuan, sikap dan tindakan mengobati
diri sendiri dengan obat batuk tanpa resep. 2. Pendapatan adalah upah yang diterima per bulan
3. Pendidikan adalah tingkat pendidikan terakhir yang dinyatakan lulus seperti Tidak bersekolah, SD, SLTP, SLTA, Perguruan tinggi.
4. Batuk adalah batuk produktif dan non-produktif.
5. Obat batuk tanpa resep adalah golongan obat batuk bebas dan obat batuk bebas terbatas yang digunakan untuk pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan untuk penyakit batuk.
6. Masyarakat yang dimaksud adalah bapak atau ibu, penduduk asli di Dusun Krodan RT 1-4.
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria inklusi adalah masyarakat yang bersedia menjadi responden dengan rentang usia 17-65 tahun, pernah mengalami dan mengkonsumsi obat batuk, serta dapat membaca.
2. Kriteria eksklusi adalah masyarakat yang tidak mengisi lengkap kuesioner.
E. Populasi dan Besar Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah penduduk RT 1 sampai RT 4 yang tinggal di Dusun Krodan, Maguwoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta