• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE. Gambar 7 Kerangka pemilihan lokasi penelitian. Sekolah Dasar di Kota Bogor. SAB SDIT Insantama SDN Polisi 4 SDN Sukadamai 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE. Gambar 7 Kerangka pemilihan lokasi penelitian. Sekolah Dasar di Kota Bogor. SAB SDIT Insantama SDN Polisi 4 SDN Sukadamai 3"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

METODE

Disain, Lokasi dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain case study yang dilaksanakan di sekolah dasar negeri dan swasta di Kota Bogor. Pemilihan sekolah yang menjadi lokasi penelitian dilakukan secara purposif dengan pertimbangan (1) keberadaan penyelenggaraan makanan, (2) bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian dan (3) kemudahan untuk diakses dari segi lokasi maupun perizinan. Berdasarkan pertimbangan tersebut sekolah dasar yang terpilih terdiri dari dua jenis sekolah dasar yaitu sekolah dasar dengan penyelenggaraan makan (SPM) dan sekolah dasar tanpa penyelenggaraan makan (STPM). Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan Agustus 2010 yang mencakup kegiatan penyelesaian proposal, penyusunan instrumen, pengambilan data, entry data, pengolahan dan analisis data serta penulisan tesis.

Cara Penetapan Sampel

Pemilihan sekolah dasar sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposif berdasarkan data sekolah dasar di Kota Bogor dari Dinas Pendidikan Kota Bogor. Populasi penelitian ini adalah seluruh sekolah dasar di Kota Bogor yang berjumlah 307 sekolah (MI tidak termasuk). Berdasarkan data tersebut di kelompokan menjadi dua kelompok yaitu SPM dan STPM. Selanjutnya berdasarkan data tersebut dan pertimbangan yang telah ditentukan sebelumnya, penelitian dilakukan di 4 SD yang terdiri atas Sekolah Dasar Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama (SDIT IT) yang merupakan kelompok SPM serta SDN Sukadamai 3 dan SDN Polisi 4 yang merupakan kelompok STPM. Kerangka pemilihan lokasi disajikan pada gambar berikut :

Gambar 7 Kerangka pemilihan lokasi penelitian Sekolah Dasar di Kota Bogor

SPM STPM

SDIT Insantama

(2)

Sampel pada SPM terdiri atas (1) siswa/siswi kelas 4 dan 5 yang merupakan peserta katering sekolah (katering yang disediakan oleh sekolah), (2) Kepsek atau bagian gizi, dan (3) katering sekolah. Sedangkan sampel pada STPM terdiri atas (1) siswa/siswi kelas 4 dan 5, dan (2) Kepsek atau bagian gizi. Kelas pararel terpilih ditentukan dengan cara berkoordinasi dengan pihak sekolah. Pada SPM, kelas pararel terpilih ditentukan berdasarkan jumlah siswa peserta katering sekolah terbanyak. Siswa yang menjadi sampel adalah siswa kelas 5 dan 4 dengan pertimbangan kemampuan menjawab dan keakuratan jawaban yang diberikan. Pihak sekolah yang menjadi responden adalah kepala sekolah atau bagian gizi. Pihak katering yang menjadi responden adalah manager atau pemilik katering.

Jumlah contoh/responden minimum di setiap kelompok sekolah dasar dihitung berdasarkan rumus perhitungan jumlah contoh minimum untuk penelitian survei. Rumus perhitungan jumlah responden adalah sebagai berikut:

n ≥ zα2 x p (1 – p)/d2

n = jumlah contoh/responden minimum zα2 = 1.96

p = 0.9 atau 90%

d = perkiraan ketepatan penelitian (0.1)

Berdasarkan perhitungan dengan rumus tersebut, jumlah sampel siswa minimum untuk tiap kelompok sekolah dasar adalah 18. Pada kelompok SPM diperoleh 58 sampel siswa yang memenuhi persyaratan sedangkan pada kelompok STPM diperoleh 56 sampel siswa yang memenuhi persyaratan. Jumlah total sampel siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah 114 siswa. Berikut ini disajikan secara rinci tabel sebaran sampel berdasarkan kelompok sekolah.

Tabel 6 Sebaran sampel berdasarkan kelompok sekolah

No Sampel SPM STPM Total

1 Siswa 58 56 114

2 Pihak sekolah/Bagian Gizi 2 2 4

3 Pemilik/Manajer Katering 2 - 2

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara menggunakan

(3)

kuesioner dan pengamatan langsung dengan siswa, Kepsek/bagian gizi dan katering sekolah. Data sekunder yang dikumpulkan dari pihak sekolah antara lain struktur organisasi sekolah, profil/gambaran umum sekolah, dan data-data umum siswa (data orang tua, nilai dan kehadiran), sedangkan data sekunder yang dikumpulkan dari katering sekolah adalah struktur organisasi katering, profil/gambaran umum katering, denah dapur/ruang pengolahan, serta daftar menu dan siklus menu.

Data primer meliputi karakteristik sampel (umur, jenis kelamin, dan riwayat kesehatan), konsumsi pangan, penyelenggaraan makanan, daya terima, berat badan dan tinggi badan. Berikut ini disajikan variabel, sasaran, dan metode pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini :

Tabel 7 Variabel, data, metode pengukuran dan responden penelitian

No Variabel Sasaran Metode pengukuran

1 Karakteristik siswa • Usia • Jenis kelamin • Berat badan • Tinggi Badan • Uang jajan • Riwayat kesehatan

• Pendidikan orang tua

• Pekerjaan orang tua

• Pendapatan orang tua

• Kebiasaan makan di rumah

• Jenis jajanan

Siswa Wawancara

BB : penimbangan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg

TB : pengukuran menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm

2. Organisasi Penyelenggaraan Makan di Sekolah

Kepsek/ Bagian gizi

Wawancara 2 Input penyelengaan makanan

• Sumberdaya manusia • Peralatan • Bahan baku • Pasar/Konsumen • Biaya • Metode Katering

Sekolah Wawancara dan pengamatan langsung

3 Proses : perencanaan menu

• Menu, porsi dan siklus menu

• Perencanaan bahan makanan

Katering Sekolah 

Wawancara dan penimbangan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,1 kg 4 Proses : pelaksanaan

• Pembelanjaan bahan makanan

• Penerimaan dan penyimpanan bahan makanan

• Persiapan dan pengolahan bahan makanan

• Penyajian dan distribusi

• Pelaporan

• Sanitasi dan hygiene

Katering Sekolah 

Wawancara dan pengamatan langsung

5 Output penyelengaan makanan

• Konsumsi siswa

• Daya terima siswa

• Kepatuhan siswa

Bagian Gizi/ Katering, Siswa

Recall dan atau record selama 3 hari, uji organoleptik, dan pengamatan langsung

(4)

Data berat badan dan tinggi badan dilakukan pada hari pertama pengambilan data di setiap kelas pada masing-masing kelompok sekolah. Data konsumsi pangan yang diperoleh berupa data berat dan jenis bahan pangan yang dikonsumsi yang terdiri atas konsumsi 2 hari sekolah (weekday) dan 1 hari libur (weekend). Data porsi menu diperoleh dengan menimbang menu yang disediakan oleh katering sekolah selama 5 hari dalam 1 siklus menu (22 hari) yang terdiri atas nasi, protein hewani/nabati, sayur, dan buah. Data daya terima siswa diperoleh dari uji organoleptik yang berupa uji hedonik/kesukaan penerimaan keseluruhan terhadap menu makan siang katering sekolah yang meliputi nasi, protein hewan, protein nabati, sayur dan buah.

Pengolahan dan Analisis Data

Tahap pengolahan data pertama adalah entry, cleaning dan pengeditan data yang sudah ada. Data diolah secara statistik dengan mempertimbangkan data ekstrim untuk memvalidasi hasil entri data. Data yang sudah divalidasi akan dianalisis menggunakan statistik. Hasil analisis data akan disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan kurva/gambar untuk menjawab tujuan penelitian.

Karakteristik siswa meliputi jenis kelamin, umur, kelas, uang jajan, dan riwayat kesehatan satu bulan terakhir (lama sakit, jenis/gejala sakit, lama hari tidak masuk sekolah). Uang jajan sampel dikelompokan berdasarkan sebaran besaran uang jajan yaitu kurang dari Rp. 5000, Rp. 5000–10.000, Rp. 10.000-15.000 dan lebih dari Rp. 10.000-15.000. Lama sakit dikelompokan berdasarkan sebarannya menjadi 2, 6, 10, 14 dan lebih dari 14 hari; jenis/gejala sakit dikelompokan berdasarkan jenisnya batuk, demam, flu, diare, sakit perut, radang tenggorokan, sariawan, batuk dan flu, demam dan batuk, maag serta lainnya. Lama hari tidak masuk sekolah juga dikelompokan berdasarkan sebarannya yaitu 2, 5, 8, 11 dan lebih dari 11 hari.

Karakteristik orang tua siswa meliputi pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua dan pendapatan orang tua. Pekerjaan ayah dikategorikan menjadi dikategorikan IRT, PNS/BUMN, pegawai swasta dan lainnya. Pendidikan orang tua dikategorikan menjadi, tamat SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan

Diploma/S1/S2/S3. Pendapatan orang tua dikategorikan menjadi kurang dari Rp. 1.000.000, Rp. 1.000.000-2.000.000, Rp. 2.000.000-4.000.000

dan lebih dari Rp. 4.000.000.

Penyelenggaraan makan sekolah terdiri input, proses dan output. Setiap komponen dalam penyelenggaraan makanan diolah dan dianalisis dengan

(5)

menggunakan KEPMENKES Nomor 715/MENKES/SK/V/2003. Ketentuan-ketentuan dalam KEPMENKES Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tersebut diuraikan dan dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item untuk menilai penyelenggaraan makan sekolah (lampiran 14). Perencanaan menu terutama kandungan energi dan protein menu diolah berdasarkan jumlah menu yang disediakan selama 5 hari sekolah dalam 1 minggu, kemudian dirata-ratakan per siswa per hari dan dibandingkan dengan angka kecukupan gizi menurut WNPG 2004.

Data daya terima siswa yang diperoleh dari uji organoleptik yang berupa uji hedonik/kesukaan dikategorikan 1 jika sangat tidak suka, 2 jika tidak suka, 3 jika biasa, 4 jika suka dan 5 jika sangat suka. Daya terima siswa terhadap menu makan siang merupaka persentase jumlah siswa yang memilih kategori 3, 4 dan 5 terhadap total jumlah siswa untuk setiap menu. Kepatuhan konsumsi siswa diperoleh dengan membandingkan konsumsi makan siang siswa di sekolah dengan menu makan siang yang disediakan oleh katering sekolah.

Data konsumsi pangan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan tabulasi silang. Data konsumsi pangan yang diperoleh berupa data berat dan jenis bahan pangan yang dikonsumsi per kapita per hari dan tingkat kecukupan energi dan protein per kapita per hari. Data konsumsi setiap kelompok siswa (SPM dan STPM) diolah menjadi konsumsi hari sekolah (weekday) dan hari libur (weekend) serta rata-rata konsumsi. Data konsumsi pangan dikonversikan dalam bentuk energi, protein, zat besi, kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan. Untuk menghitung jumlah zat gizi dari setiap bahan pangan yang dikonsumsi digunakan rumus seperti berikut ini (Hardinsyah & Briawan, 1994) :

Kgij = (Bj/100) X Gij X (BDD/100) Keterangan

Kgij = Kandungan zat gizi bahan pangan yang dikonsumsi Bj = Berat bahan pangan yang dikonsumsi

Gij = Kandungan zat gizi yang dikonsumsi dalam 100 gram BDD BDD = Bagian bahan pangan yang dapat dimakan (% BDD)

(6)

Untuk menghitung kecukupan energi dan protein yang dikoreksi dengan berat badan aktual sehat (dari setiap kelompok usia) digunakan rumus sebagai berikut :

AKG = (Ba/Bs) X AKGI Keterangan

AKG = Angka kecukupan energi atau protein Ba = Berat badan aktual sehat (kg)

Bs = Berat badan rata-rata yang tercantum dalam AKG

AKGI = Angka kecukupan energi atau protein yang tercantum dalam AKG Sedangkan untuk mengukur kecukupan vitamin mineral tidak dilakukan koreksi terhadap berat badan aktual sehat. Angka kecukupan vitamin dan mineral dapat dilihat langsung seperti yang terdapat dalam AKG.

Tingkat kecukupan zat gizi dihitung dari konsumsi per hari yang dibandingkan dengan angka kecukupan zat gizi yang telah ditetapkan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004. Pengukuran tingkat konsumsi energi dan zat gizi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus seperti berikut

Jumlah konsumsi energi/zat gizi AK Energi atau Gizi yang Dianjurkan

Departemen Kesehatan (1996) mengklasifikasikan tingkat kecukupan energi dan protein menjadi 5 kelompok yaitu : 1) defisit tingkat berat (< 70% AKG), 2) defisit tingkat sedang ( 70 – 79% AKG), 3) defisit tingkat ringan (80 – 89% AKG), 4) normal (90 – 119% AKG), dan 5) kelebihan > 120% AKG. Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi 2 yaitu kurang (tingkat kecukupan < 77%) dan cukup (tingkat kecukupan > 77%) (Gibson 2005).

Kualitas konsumsi pangan diolah dan dianalisis dengan menggunakan PUGS yang diadaptasikan ke dalam Healthy Eating Index (HEI). HEI Indonesia disusun berdasarkan HEI yang disusun oleh USDA dan diadopsi oleh negara Thailand dengan pendekatan yang serupa yaitu memasukan piramida makanan ke dalam komponen-komponen yang ada ke dalam HEI. Piramida makanan Indonesia yang diuraikan dalam PUGS memiliki kesamaan dengan piramida makanan yang dimiliki oleh negara Thailand. Persamaan tersebut antara lain

(7)

beberapa nama kelompok pangan yaitu sumber karbohidrat, sayuran, buah-buahan, protein hewani/daging serta gula dan garam sedangkan perbedaannya antara lain pedoman gizi seimbang negara Thailand memasukan susu dan minyak sedangkan pedoman gizi seimbang Indonesia tidak ada. Selain itu jumlah dan satuan porsi masing-masing kelompok pangan juga berbeda. Berikut ini disajikan perbandingan piramida makanan Indonesia dan Thailand. Tabel 8 Perbandingan piramida makanan Indonesia dan Thailand

Indonesia Thailand

Kelompok Pangan Jumlah Kelompok Pangan Jumlah

Sumber karbohidrat 3-8 porsi Rice and starchy food 8-12 rice serving spoon

Sayuran 2-3 porsi Vegetable 4-6 rice serving spoon

Buah-buahan 3-5 porsi Fruit 3-5 portion

Protein Hewani 2-3 porsi Milk 1-2 glasses

Protein Nabati 2-3 porsi Meat 6-12 spoons

Gula dan Garam Secukupnya Oil, Sugar and salt Eat in limited amount

Sumber : PUGS dan THEI

HEI terdiri dari 10 komponen yaitu 5 komponen pertama berdasar 5 kelompok pangan utama pada piramida makanan yaitu sumber karbohidrat, sayuran, buah-buahan, protein hewani, dan protein nabati. Komponen ke 6 sampai dengan 10 berdasarkan aspek yang tercantum dalam PUSG. Pesan yang terkait dengan HEI antara lain :

1. Makanlah aneka ragam makanan, yaitu makanan sumber zat tenaga (karbohidrat), zat pembangun (protein), serta zat pengatur (vitamin dan mineral).

2. Konsumsi gula sebaiknya dibatasi 5% dari jumlah kecukupan energi atau sekitar 3-4 sendok per hari.

3. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi.

4. Dianjurkan untuk mengkonsumsi garam tidak lebih dari 6 gram (1 sendok teh) per hari.

5. Makanlah makanan sumber zat besi untuk mencegah anemia. Sumber yang baik adalah sayuran berwarna hijau, kacang-kacangan, hati, telur dan daging.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka disusunlah HEI Indonesia sebagai berikut :

(8)

Tabel 9 Komponen Indonesian Healthy Eating Index (I-HEI) dan sistem skoring

Komponen Skor Kriteria maksimum Kriteria minimum

Sumber karbohidrat 0 – 10 3-8 porsi 0 dan > 9 porsi

Sayuran 0 – 10 2-3 porsi 0

Buah-buahan 0 – 10 3-5 porsi 0

Protein Hewani 0 – 10 2-3 porsi 0 dan > 3 porsi

Protein Nabati 0 – 10 2-3 porsi 0 dan > 3 porsi

Total lemak 0 – 10 15-25 % dari total energi > 35% dari total energi

Total Garam 0 – 10 6 gram/hari > 10 gram/hari

Total Gula 0 – 10 5% dari total energi > 5% dari total energi Fe/Zat Besi 0 – 10 13 g (L) dan 26 g (P) > AKG (WNPG 2004) Keragaman* 0 – 10 > 8 jenis bahan pangan < 3 jenis bahan pangan

Tabel 10 Komponen Indonesian Healthy Eating Index (I-HEI) untuk anak-anak usia 10 – 12 Tahun

Komponen Skor Kriteria maksimum Kriteria minimum

Sumber karbohidrat 0 – 10 2 – 4 porsi 0 dan > 5 porsi

Sayuran 0 – 10 1 - 1½ porsi 0

Buah-buahan 0 – 10 2 – 3 porsi 0

Protein Hewani 0 – 10 2 – 4 porsi 0 dan > 4 porsi

Protein Nabati 0 – 10 2 – 3 porsi 0 dan > 4 porsi

Total lemak 0 – 10 15-25 % dari total energi > 35% dari total energi

Total Garam 0 – 10 6 gram/hari > 10 gram/hari

Total Gula 0 – 10 5% dari total energi > 5% dari total energi Fe/Zat Besi 0 – 10 13 g (laki-laki)

20 g (perempuan)

> AKG (WNPG 2004)

Keragaman* 0 – 10 > 8 jenis bahan pangan < 3 jenis bahan pangan

Secara umum perhitungan skor HEI dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : 1. Pengelompokan pangan ke dalam golongan pangan sesuai dengan

komponen dalam HEI (karbohidrat, sayuran, buah-buahan, protein hewani, dan protein nabati).

2. Perhitungan kandungan energi dan zat gizi (lemak, dan zat besi/Fe) rata-rata indivudu per hari berdasarkan kelompok pangan.

3. Perhitungan jumlah porsi makan per hari untuk setiap golongan pangan (perbandingan jumlah rata-rata konsumsi energi/individu/hari dengan kandungan energi per porsi untuk setiap golongan pangan).

4. Perhitungan jumlah jenis pangan per hari dan rata-rata jumlah pangan per individu per hari. Keragaman dihitung berdasarkan jumlah jenis makanan yang dikonsumsi dalam satu hari (jenis makanan yang sama dihitung 1 kali). 5. Perhitungan skor HEI dengan ketentuan setiap komponen HEI memiliki nilai minimal 0 dan maksimal 10. Asumsi yang digunakan adalah skor 0 jika konsumsi sama dengan 0 atau lebih dari batas maksimal, skor 5 jika

(9)

konsumsi berada diantara nilai anjuran dan batas maksimal, dan skor 10 jika konsumsi sesuai anjuran.

6. Penentuan kategori Skor HEI yaitu buruk (poor) apabila skor kurang dari 50,

dikategorikan membutuhkan perbaikan (need improvement) apabila skor 51 – 80 dan dikategorikan baik (good) apabila skor lebih dari 80.

Kualitas menu dinilai berdasarkan prinsip gizi seimbang yang merupakan aplikasi dari PUGS. Prinsip menu seimbang yang dijadikan dasar penilaian yaitu kandungan energi dan protein menu berdasarkan AKG, keragaman pangan/variasi menu dan standar porsi (Soekirman et al 2008). Kebiasaan makan meliputi kebiasaan makan makanan lengkap, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang dan makan malam, kebiasaan mengemil, makan sayuran, buah-buahan, susu, tempe/tahu/oncom dan fast food, kebiasaan membawa makanan bekal ke sekolah, jenis makanan bekal, kebiasaan jajan, jenis jajanan dan tempat jajan. Kebiasaan makan sampel dikategorikan menjadi selalu, kadang-kadang, jarang dan tidak pernah. Jenis makanan bekal, jenis jajanan dikelompokan berdasarkan kelompok pangan sedangkan tempat jajan dikategorikan berdasarkan kantin sekolah dan kantin di luar sekolah.

Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks IMT/U. IMT/U digunakan untuk anak yang berumur 9-24 tahun, dengan menggunakan cut off persentil. Sampel dikategorikan kurus apabila IMT/U < persentil ke-5, dikategorikan normal apabila IMT/U berada diantara persentil ke-5 dan persentil ke-85 (persentil ke-5 < x < persentil ke-85) dan dikategorikan gemuk apabila IMT/U ≥ persentil ke-85. Tahapan penentuan status gizi sampel berdasarkan IMT/U adalah penentuan umur sampel dan perhitungan IMT (WHO 2009). Hasil perhitungan tersebut kemudian dibandingkan dengan referensi pada umur yang sama dengan anak yang dinilai status gizinya. Perhitungan IMT adalah berdasarkan rumus di bawah ini :

IMT = Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (m)2

Data prestasi akademik siswa adalah nilai ujian murni tengah semester yang disiapkan oleh Dinas Pendidikan Kota Bogor (tidak termasuk remedial) yang terdiri dari mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesa dan Matematika. Data tersebut kemudian diolah secara statistik untuk memperoleh maksimal, minimal, rata-rata dan standar deviasi.

(10)

Tingkat kehadiran siswa ditentukan dengan menjumlahkan hari tidak masuk sekolah karena alasan sakit (tidak termasuk izin dan alpa) dibagi dengan hari efektif sekolah per bulan. Tingkat kehadiran siswa perbulan dirata-ratakan selama 1 semester. Data tersebut kemudian diolah secara statistik untuk memperoleh maksimal, minimal, rata-rata dan standar deviasi.

Analisis statistik yang digunakan adalah 1) tabulasi frekuensi dan tabulasi silang untuk melihat keragaan karakteristik responden, kebiasaan makan, status gizi, prestasi akademik dan tingkat kehadiran 2) Uji Chi-square untuk menganalisis ketidak-tergantungan/hubungan karakteristik responden dan kebiasaan makan dengan penyelenggaraan makan di sekolah, 3) Uji beda Mann Whitney untuk menganalisis perbedaan status gizi dan tingkat kecukupan gizi SPM dan STPM serta uji beda t untuk menganalisis perbedaan konsumsi, prestasi akademik/nilai, dan tingkat kehadiran SPM dan STPM.

Definisi Operasional

Anak sekolah dasar adalah anak usia sekolah yang berumur 9 – 13 tahun yang duduk di kelas 4 dan 5 dan menjadi sampel penelitian

Rata-rata jumlah hari absen adalah jumlah hari anak tidak masuk sekolah karena sakit selama satu satu periode pengajaran (1 semester) dibagi jumlah total hari sekolah.

Uang jajan adalah uang harian/mingguan/bulanan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya yang terutama diperuntukan untuk membeli makanan jajanan di sekolah atau di sekitar sekolah.

Penyelenggaraan makanan di sekolah dasar adalah pelaksanaan penyediaan makanan bagi siswa/siswi di sekolah dasar yang meliputi input (SDM, peralatan, bahan baku, konsumen, metode dan dana), proses (perencanaan menu, pengolahan, dan penyajian) dan output (konsumsi dan tingkat konsumsi, daya terima dan kepatuhan konsumsi).

Katering adalah pihak luar yang bekerjasama dengan sekolah dalam penyelenggaraan makanan bagi siswa dan siswi di sekolah dasar. Daya terima siswa adalah uji organoleptik yang meliputi uji hedonik/kesukaan

terhadap penerimaan keseluruhan menu yang meliputi nasi, protein

hewan, protein nabati, sayur dan buah. Kesukaan siswa dikategorikan 1 jika sangat tidak suka, 2 jika tidak suka, 3 jika biasa,

(11)

Konsumsi siswa adalah rata-rata jumlah dan jenis zat gizi dari makanan yang dikonsumsi oleh siswa yang terdiri atas konsumsi hari sekolah (weekday) dan hari libur (weekend), diukur melalui metode recall dan record dalam satuan URT, ditransformasi dalam bentuk gram. Tingkat konsumsi siswa adalah perbandingan antara jumlah zat gizi yang

dikonsumsi siswa terhadap angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan untuk anak usia sekolah (7- 12 tahun)

Kepatuhan konsumsi siswa adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh siswa yang disediakan penyelenggaraan makanan disekolah. Diukur dari jumlah makanan yang diberikan dikurangi jumlah makanan yang tersisa di piring (URT/gram).

Status gizi adalah keadaan status gizi unit penelitian yang diukur berdasarkan perbandingan berat badan dan tinggi badan kuadrat terhadap umur (IMT/U). Sampel dikategorikan kurus apabila IMT/U < persentil ke-5, dikategorikan normal apabila IMT/U berada diantara persentil ke-5 dan persentil ke-85 (persentil ke-5 < x < persentil ke-85) dan dikategorikan gemuk apabila IMT/U ≥ persentil ke-85.

Prestasi belajar siswa adalah nilai ujian murni tengah semester siswa yang menjadi responden yang diperoleh dari ujian yang disiapkan oleh Dinas Pendidikan Kota Bogor dan tidak termasuk nilai remedial. Nilai tersebut untuk mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Matematika.

Tingkat kehadiran siswa adalah jumlah hari sekolah efektif dikurangi jumlah hari tidak masuk sekolah dikarenakan sakit selama 1 semester. Hal ini dilandasi bahwa anak yang mendapatkan asupan energi dan zat gizi yang cukup cenderung mempunyai kesehatan yang lebih baik sehingga diharapkan ketidakhadiran di sekolah akibat sakit dapat diminimalisir.

Healty eating indeks adalah alat untuk menilai kualitas konsumsi pangan secara menyeluruh dengan skor antara 0 - 100. Penentuan kategori Skor HEI yaitu buruk (poor) apabila skor kurang dari 50, dikategorikan membutuhkan perbaikan (need improvement) apabila skor 51 – 80 dan dikategorikan baik (good) apabila skor lebih dari 80.

(12)

Kualitas menu adalah mutu menu makan siang siswa yang disediakan oleh sekolah yang dinilai berdasarkan prinsip gizi seimbang yang meliputi kandungan gizi menu berdasarkan AKG, keragaman pangan/variasi menu dan standar porsi.

Gambar

Gambar 7  Kerangka pemilihan lokasi penelitian Sekolah Dasar di Kota Bogor
Tabel  6  Sebaran sampel berdasarkan kelompok sekolah
Tabel 7  Variabel, data, metode pengukuran dan responden penelitian
Tabel 9 Komponen Indonesian Healthy  Eating Index (I-HEI) dan sistem skoring  Komponen Skor  Kriteria  maksimum  Kriteria  minimum  Sumber karbohidrat  0 – 10  3-8 porsi 0 dan &gt; 9 porsi

Referensi

Dokumen terkait

54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta menindaklanjuti proses seleksi untuk Paket Pekerjaan Pengadaan Alat Laboratorium , bersama ini kami

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sehari-hari (otentik) yang bersifat terbuka ( open- ended ) untuk

Sehubungan dengan telah dilaksanakannya evaluasi terhadap dokumen penawaran yang masuk pada paket pekerjaan Pembangunan Kantor Camat Sape, Pokja Bagian Administrasi

pada kebijakan dividen di perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa.

a) Berat baling-baling atau sudu yang digunakan dalam penelitian ini terlalu besar karena bahan kincir diambil dari bekas kipas radiator truk dimana pada kipas

Umumnya warna lemak berwarna kuning yang berasal dari klorofil yang kandungan karotennya tinggi begitu pula susu tone milk yang ditambahkan susu skim meskipun tiga starter

Negalima nepaste­ bėti tam tikros įtampos tarp vyresnės kartos ku­ nigų, sudarančių didžiumą ir besilaikančių griežtos tradicijos, ir jaunesnės kartos dvasinin­

Tata Umum Perpajakan yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang. Nomor 16