• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan - Eva Feriyanti BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan - Eva Feriyanti BAB II"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan

a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang sangat panjang, dari mulai Civic Education, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan sampai dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Winataputra (Winarno, 2014:7) mengartikan:

“Pendidikan Kewarganegaraan sebagai suatu bidang kajian yang mempunyai objek telaah kebijakan dan budaya kewarganegaraan, menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan, yang secara koheren, diorganisasikan dalam bentuk program kurikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial-kultur kewarganegaraan, dan kajian ilmiah kewarganegaraan”.

(2)

Pendidikan Kewarganegaraan dinyatakan sebagai upaya menerapkan civics (ilmu kewarganegaraan) dalam proses pendidikan. Artinya, Pendidikan Kewarganegaraan di sini merupakan program pendidikan yang materi pokoknya adalah demokrasi politik yang ditujukan khususnya pada siswa ataupun masyarakat Indonesia pada umumnya.

Masyarakat sangat mendambakan generasi mudanya dipersiapkan untuk menjadi warga negara yang baik dan dapat berpartisipasi dalam kehidupan kemasyarakatan. Keinginan itu tumbuh secara terus menerus khususnya dalam masyarakat yang demokratis. Maka dari itu, civic education sangat penting untuk mempertahankan kelangsungan hidup berdemokrasi. Demokrasi bukanlah mesin yang akan berjalan dengan sendirinya, tetapi harus selalu diproduksi dari suatu generasi ke generasi selanjutnya secara berkesinambungan. Oleh karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya menjadi perhatian utama. Karena tidak ada tugas yang lebih penting dari pengembangan warga negara yang bertanggung jawab dan terdidik. Hal ini sesuai dengan pendapat Wuryan (2008:9) yang mengatakan bahwa:

(3)

Pendapat di atas menjelaskan bahwa PKn memiliki peran yang penting karena PKn menggiring peserta didik dan memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memiliki pengetahuan untuk menjadi warga negara yang cerdas dan terampil.

b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting untuk menumbuhkan sikap Kewarganegaraan generasi penerus bangsa. Tentunya dengan pendidikan ini sangat mendukung untuk membentuk mental dan kepribadian individu menjadi mental yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian Maftuh (2008:137) menjelaskan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (civic education atau citizenship education) secara teoritis adalah untuk mendidik para siswa menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab yang dapat berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat yang demokratis.

(4)

penjelasan tersebut dapat digambarkan bahwa tujuan PKn sangat luas, maka untuk mempermudah tujuan PKn dapat tercapai di sekolah-sekolah maka diperlukannya penanaman, pemupukan dan pengembangan rasa beragama, saling menghormati, dan mengembangkan sifat-sifat yang demokratis di setiap individu.

Upaya agar tujuan PKn tidak hanya sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 2001:280), yang meliputi:

1) Ilmu pengetahuan, meliputi hiraraki: fakta, konsep dan generalisasi teori

2) Ketrampilan intelektual

a) Dari ketrampilan yang sederhana sampai ketrampilan yang kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai;

b) Dari peneyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: ketrampilan bertanya dan mengetahui masalah, ketrampilan merumuskan hipotesis, ketrampilan mengumpulkan data, ketrampilan menafsirkan dan menganalisis data, ketrampilan menguji hipotesis, ketrampilan merumuskan hipotesis, ketrampilan merumuskan generalisasi dan ketrampilan mengkomunikasikan kesimpulan.

3) Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal efektif, karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dijabarkan.

4) Ketrampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam ketrampilan sosial yaitu ketrampilan yang dapat memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan hidup sehari-hari.

(5)

intelligence), membina tanggung jawab warganegara (civic

responsibility), dan mendorong partisipasi warganegara (civic

participation) (Maftuh, 2008:139). Intinya, fungsi dari pelajaran

PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

c. Visi, Misi dan Manfaat Pendidikan Kewarganegaraan

Civic education secara umum memiliki visi

(6)

Selain itu, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki misi sosio-pedagogis, sosio-kultural, dan substantif-akademis. Winarno (2014:12) menejelaskan bahwa:

“misi sosio-pedagosis adalah mengembangkan potensi individu sebagai insan Tuhan dan makhluk sosial menjadi warga negara yang cerdas, demokratis, taat hukum, beradab,dan religius. Misi sosio-kultural adalah memfasilitasi perwujudan cita-cita, sisitem/nilai, konsep, prinsip, dan praksis demokrasi dalam konteks pembangunan masyarakat madani Indonesia melalui pengembangan partisispasi warga negara secara cerdas dan bertanggung jawab melalui berbagai kegiatan sosio-kultural secara kreatif yang bermuara pada tumbuh kembangnya komitmen moral dan sosial kewarganegaraan. Sedangkan misi substantif-akademis adalah mengembangkan struktur atau pengetahuan Pendidikan Kewarganegaraan, termasuk didalamnya konsep, prinsip, dan generalisasi mengenai dan yang berkenaan dengan civic virtue atau kebijakan kewarganegaraan dan civic culture atau budaya kewarganegaraan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan dan memfasilitasi praksis sosio-pedagogis dan sosio-kultural dengan hasil penelitian dan pengembangannya itu”.

Artinya, Pendidikan Kewarganegaraan berguna untuk membantu individu memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten dan mampu mewujudkan nilai-nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cita tanah air. Selain visi dan misi tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki manfaat yang tidak kalah penting diantaranya:

(7)

informasi dan wawasan tentang berbagai hal yang menyangkut cara penyelesaian masalah.

2) Pendidikan Kewarganegaraan dirasakan sebagai kebutuhan yang mendesak karena merupakan sebuah proses yang mempersiapkan partisipasi rakyat untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara demokratis. d. Komponen Dasar Civic Education

Menurut Margaret Stiman Branson (Winarno, 2014:26) terdapat tiga komponen utama yang perlu dipelajari dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Dikatakan sebagai berikut:

“What are essential competens of a goodcivic education? There are three essential components: civic knowladge, civic skill, and civic disposition. The firs essental component of civic education is civic knowladge that concerned with the content or what citizen ought two know; the subject matter, if you will. The second essential component of civic education in a democratic society is civic skills, intelectual, and participatory skills. The third essential component of civic education, civic disposition, refers to the traits of private and public character essential to the maintenance and improvement of constitusional democracy.”

Intinya, ketiga komponen utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah pengetahuan kewarganegaraan (civic knowladge), ketrampilan kewarganegaraan (civic skills), dan sikap

(8)

1) Civic knowladge (pengetahuan Kewarganegaraan)

Winarno (2014:107) pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowladge) bisa disejajarkan dengan domain atau ranah

kognitif. Maka pengetahuan kewarganegaraan (civic knowladge) berkaitan dengan materi substansi yang seharusnya

diketahui oleh warga negara barkaitan dengan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Civic knowladge disini berarti berkaitan dengan ilmu apa yang seharusnya dimiliki atau diketahui oleh warga negara ataupun apa yang seharusnya dipahami oleh warga negara secara umum. Dalam pembelajarannya, civic knowladge yang terkait dengan materi inti Pendidikan Kewarganegaraan antara lain demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani.

2) Civic skills (ketrampilan Kewarganegaraan)

Civic skills meliputi keterampilan intelektual(intelectual skills) dan keterampilan berpartisipasi(participatory skills)

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara misalnya berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan.

3) Civic Disposition (sikap Kewarganegaraan)

(9)

Kecakapan dan kemampuan sikap Kewarganegaraan antara lain pengakuan kesetaraan, toleransi, kebersamaan, pengakuan keragaman, kepekaan terhadap masalah warga negara.

2. Hakikat Implementasi Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan

Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh seseorang dalam hal ini guru PKn, pejabat-pejabat, atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

a. Materi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Materi pembelajaran merupakan komponen penting dalam semua proses pembelajaran termasuk proses pembelajaran PKn. Untuk menyampaikan sebuah materi, guru memiliki tugas yang penting dalam mengembangkan dan memperkaya materi pembelajaran. Hal ini merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Dalam Standar Isi PKn 2006, materi pembelajaran PKn sekolah disebut sebagai ruang lingkup PKn. Winarno (2014:28) menjelaskan terdapat delapan ruang lingkup PKn:

1) Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah Pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pebelaan Negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminana keadilan.

(10)

masyarkat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum danperadilan internasional.

3) Hak Asasi Manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen penghormatan, dan perlindungan HAM.

4) Kebutuhan warga negara mliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara. 5) Konstitusi negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan

konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.

6) Kekuasaan dan politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

7) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengalaman nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.

8) Globalisasi meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

(11)

Tabel 2.1 Kurikulum PPKn Pend. Pancasila Pend. Kewarga-negaraan Pend. Politik Pend. Hukum Pend. Nilai Moral Pancasila Pengetahuan kewarganega raan, hubungan warga negara dengan negara, patriotisme bela negara, ketahanan nasional.

Pengetahu an yang berkenaan kehidupan politik dalam negara, sistem kekuasaan, mengatur kehidupan, demokrasi politik, dan demokrasi ekonomi. Pengetahu an yang berkenaan dengan filsafat hukum, rule of lawa, dengan tujuan untuk mengguna kan keadailan. Pengetah uan yang bermuata n nilai yang bermuara pada nilai sentral (central value).

Pada tabel tersebut dapat dilihat secara menyeluruh keterkaitan kurikulum PKn dengan pendidikan politk, pendidikan hukum dan pendidikan nilai yang digambarkan cakupan dan perbedaan dalam penekanannya. Semua materi tersebut, harus bersumber pada pendidikan pancasila yaitu moral pancasila. Maka dari itu terlihat jelas dalam pembelajarannya, materi tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk saling menguatkan. Namun Gross and Zelany (Somantri, 2001:285) menjelaskan:

(12)

(h) output dari sitem demokrasi politik, (i) kemakmuran umum dan pertahanan negara, dan (j) perubahan sosial”. Isi pelajaran yang terlalu luas tersebut seharusnya dapat disesuaikan dengan tingkat kebutuhan siswa disekolah. Karena apabila bahan pembelajaran PKn memperhatikan hal tersebut, maka dapat memungkinkan guru membuat kerangka acuan PKn yang lebih sederhana. Sehingga konsep-konsep yang disusun dalam pembelajaran dapat dipertanggung jawabkan.

b. Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan

Sebagai guru sudah sepantasnya menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk menciptakan kondisi pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas yang dapat mengantarkan siswa ke tujuannyaan. Disini tentunya guru berusaha menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dengan mempertimbangkan strategi dan metode pembelajaran yang akan digunakan. Strategi pembelajaran PKn disetiap jenjang sekolah (SD, SMP/MTS, SMA/MA) bahkan di perguruan tinggi sangatlah penting (Winarno, 2014:71). Karena dengan adanya strategi pembelajaran maka akan mempermudah proses serta tujuan pebelajaran.

(13)

pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien. Sedangkan Winarno (2014,72) menjelaskan bahwa pembelajaran bukan hanya terbatas pada kegiatan yang dilakukan guru, seperti halnya dengan konsep mengajar. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pembelajaran mencakup semua kegiatan yang mungkin mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar manusia. Oleh karena itu, diperlukan perubahan dari guru-guru dalam menyikapi hal tersebut. Seperti guru lebih bersifat terbuka, merubah pandangan terhadap strategi pembelajaran bahwa siswa tidak hanya belajar PKn melainkan bagaimana cara mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.

(14)

strategi pembelajaran terdiri atas metode dan teknik yang menjamin bahwa siswa akan mencapai tujuannya. Riyanto (Taniredja, 2014:1) menegaskan bahwa metode pembelajaran adalah seperangkat komponen yang telah dikombinasikan secara optimal untuk kualitas pembelajaran. Jadi pada dasarnya, strategi pembelajaran tidak dapat lepas dari metode pembelajaran. Berikut skema hubungan strategi dengan metode pembelajaran menurut Winarno (2014:75):

Bagan 2.1 Hubungan strategi dengan metode pembelajaran

Dalam strategi pembelajaran ekspositoris dikemukakan banyak sekali model pembelajaran yang dapat diterapkan. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode dan teknik pembelajaran. Berdasarkan bagan tersebut, berikut beberapa metode yang paling sering digunakan guru dalam proses pembelajaran:

Diskusi Studi Kasus Tanya Jawab

Ceramah Resitasi Penyelesaian Masalah Eksperimen

(15)

a. Tanya Jawab

Metode tanya jawab ini memiliki peran yang tinggi karena pertanyaan akan menggugah dan mengundang potensi diri siswa.

b. Diskusi

Diskusi adalah suatu proses penglihatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah ditentukann melalui cara tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat, atau pemecahan masalah (Taniredja, 2014:23). Ciri khas dari metode diskusi ini yaitu demokratis dimana setiap individu dibebaskan mengemukakan pendapatnya.Wuryan (2008:40) menegaskan, lewat diskusi ini akan mendorong atau memacu siswa untuk memahami, menganalisis, menyeleksi, membandingkan, mengaplikasikan faktor-faktor dan prinsip-prinsip dalam pemecahan masalah. Dalam kegiatan diskusi, siswa dibina untuk mengontrol emosinya, sehingga akan dapat mencapai tujuan dengan proses yang sistematis, logis dan demokratis.

Diskusi juga memiliki keunggulan lain seperti yang dijelaskan oleh Djamarah (2010:237) sebagai berikut:

(16)

2) menyadarkan anak didik bahwa berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.

3) membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya sendiri dan membiasakan bersikap toleran.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat digambarkan bahwa melalui metode diskusi siswa dapat lebih mudah mempraktekan dalam kelompok dan memberikan pemahaman kepada siswa lain bahwa masalah dapat diselesaikan bersama-sama sehingga siswa dapat saling mengemukakan pendapat dan mendengarkan pendapat orang lain.

c. Ceramah

Metode yang paling banyak digunakan dalam proses mengajar adalah metode ceramah. Biasanya metode ini dijadikan sebagai pengantar sebelum metode lain digunakan dalam pembelajaran. Ada beberapa keunggulan dalam metode ceramah menurut Taniredja (2014:45) yaitu: (1) cepat untuk menyampaikan informasi, (2) dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dengan waktu singkat kepada sejumlah besar pendengar.

c. Media Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

(17)

dibedakan dengan sumber pengajaran. Wuryan (2008:61) menjelaskan bahwa media pembelajaran tidak hanya bersifat material atau berhubungan dengan benda atau alat peraga tertentu saja, melainkan bisa yang bersifat inmaterial seperti cerita-cerita, kasus-kasus, legenda buatan, atau kisah nyata, ataupun yang bersifat personal seperti nama atau foto atau gambar atau tokoh masyarakat, pahlawan dan sebagainya, media yang bersifat tingkah laku (behavioral).

Selain itu, Djamarah dan Zain (2010:122) menjelaskan bahwa media adalah alat bantu dalam proses belajar mengajar, dan gurulah yang mempergunakannya untuk membelajarkan anak didik demi tercapainya tujuan pengajaran. Media yang digunakan oleh guru dapat dikatakan sebagai jalan keluar ketika guru kurang memiliki kemampuan untuk menjelaskan suatu bahan dengan baik. Dengan bantuan media ini, diharapkan akan menghasilkan proses pembelajaran yang lebih baik.

Jenis dan bentuk media yang dikemukakan oleh Djamarah dan Zain (2010:124) antara lain:

1) Dilihat dari jenisnya, media dibagi kedalam: a) Media Auditif

b) Media Visual c) Media Audiovisual

2) Dilihat dari Daya Liputnya, Media dibagi dalam: a) Media dengan Daya Liput Luas dan Serentak

b) Media dengan Daya Liput yang Terbatas oleh Ruang dan Tempat

c) Media untuk Pengajaran Individual

(18)

a) Media sederhana b) Media kompleks

Penggunaan media harusnya dapat menjadi pertimbangan dari guru ketika akan menggunakan media pembelajaran yang tepat. Sebuah media pembelajaran tidak harus mahal, yang sederhana namun guru dapat memanfaatkan dan menggunakannya dapat menghasilkan proses pembelajaran yang lebih baik.

d. Sumber Belajar

Menurut Winataputra dan Ardiwinata (Djamarah dan Zain, 2010:48) sumber belajar adalah sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang. Dengan demikian, sumber belajar diartikan sebagai segala tempat atau lingkungan sekitar, benda, dan orang yang mengundang informasi dapat digunakan sebagai wahana peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.

Roestiyah (Djamarah dan Zain, 2010:49) mengatakan bahwa sumber belajar itu adalah:

1) Manusia (dalam keluarga, sekolah dan masyarakat). 2) Buku/perpustakaan.

3) Media massa (majalah, surat kabar, radio,televisi, dan lain-lain).

4) Dalam lingkungan.

5) Alat pengajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur, spidol, dan lain-lain).

(19)

Sumber belajar sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga sumber belajar dapat bermakna dan bermanfaat baik bagi guru maupun siswa.

e. Evaluasi Pembelajaran

Menurut Wand and Brown (Djamarah dan Zain, 2010:50), evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Evaluasi pembelajaran biasanya dilakukan pada akhir kegiatan dalam bentuk refleksi. Dalam mengevaluasi pembelajaran, guru sebaiknya mengadakan berbagai macam penilaian. Mulai dari ulangan harian, ulangan tengah semester maupun ulangan akhir semester.

Pasaribu dan Simanjuntak (Djamarah dan Zain, 2010:51), menegaskan bahwa tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi yaitu:

1) Tujuan umum dari evaluasi adalah:

a) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

b) Memungkinkan pendidik/guru menilai aktifitas/pengalaman yang didapat.

c) Memulai metode mengajar yang dipergunakan. 2) Tujuan khusus dari evaluasi adalah:

a) Merangsang kegiatan siswa.

(20)

c) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.

f. Profesionalisme Guru PKn

Avicenna memandang “education as a precise practice and planning for the purpose of child growth, goodness of family and

social affairs managements, and finally mans attainment of earthly

perfection and divine salvation” (Arani, dkk. 2014:115), yang berarti bahwa pendidikan memang sebagai suatu praktek yang tepat dan terencana serta terus mengalami perkembangan. Salah satu pembelajaran dalam dunia pendidikan yang semakin berkembang yaitu Pendidikan Kewarganegaraan dimana materi pembelajarannya semakin mudah untuk diakses akibat dari kemajuan teknologi. Pendidikan Kewarganegaraan memiliki ontologi dasar ilmu politik, khususnya terkait dengan konsep political democracy. Dari dasar ontologi inilah kemudian

berkembang menjadi civics yang kemudian diakui secara akademis sebagai embrio dari civic education dan di Indonesia di adaptasi menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

(21)

Pendidikan Kewarganegaraan yang memuat ruang lingkup kajian sangat luas, diperlukan guru PKn yang profesional. Menurut pasal 1 ayat (4) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yaitu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan dalam mengembangkan kompotensi kewarganegaraan.

Prakay dan Standford (Murdiono, 2016:24) mengemukakan bahwa banyak asosiasi yang mengembangkan standar bagi suatu profesi (guru), seperti standar yang dikeluarkan oleh The National Bard for Teaching Standars (NBPTS). Setidaknya ada lima standar yang harus dipenuhi oleh guru di abad ke 21, meliputi: (1) memiliki komitmen terhadap siswa dan pembelajaran, (2) memiliki pengetahuan tentang mata pelajaran yang diajarkan dan bagaimana mengajarkan mata pelajaran itu kepada siswa, (3) bertanggung jawab untuk mengatur dan memonitoring belajar siswa, (4) mampu berpikir sistematis mengenai tugas mengajar dan bisa belajar dari pengalaman, (5) menjadi anggota dari asosiasi atau komunitas bidang keilmuan.

(22)

dan teori pendidikan. Sementara ketrampilan dasar dalam pengajaran meliputi ketrampilan teknik mengajar dan ketrampilan interpersonal. Hal ini sejalan dengan pemikiran Arani, dkk (2014:116) sebagai berikut:

“there are several common aspects in these educators about the role and position of teachers. They consider the followings as the characteristics of a good teachers: discovering students talents and capabilities, focusing on students individual differences, and getting interested in teaching profession.”

(23)

3. Hakikat Toleransi

a. Pengertian Toleransi

Sikap toleransi perlu ditanamkan sejak dini, dikarenakan individu hidup di dalam suatu negara yang diwarnai dengan berbagai ragam suku, agama, ras, dan antar golongan. Keberagaman ini harus selalu dijaga agar masing-masing individu dengan berbagai perbedaan itu bisa tetap bersatu, berdampingan, dan saling melindungi. Di Indonesia, dasar dari toleransi yaitu sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 29 ayat 2 yaitu “Negara menjamin kemerdekaan

tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”.

(24)

itu akan memunculkan konflik, permasalahan dan pertentangan yang sangat merugikan.

Rusydiyah (2015:291) menjelaskan bahwa toleransi merupakan sebuah sikap yang memiliki kesetaraan dan tujuan bagi mereka yang memiliki pemikiran, ras, dan keyakinan berbeda-beda. Toleransi adalah sesuatu yang membuat dunia setara dari berbagai bentuk perbedaan. Jadi toleransi disini berarti adanya sebuah sikap yang menunjukan rasa saling menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada dilingkungan sekitar. Toleransi ditunjukan dengan kehidupan yang rukun dan tenang ditengah sebuah perbedaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahman (2013:82):

“Tolerance is not only the recognition and respect towards beliefs, but also demands respect for the individuals who belong in the society. In contrary, tolerance as planned by the West is tolerance without borders that gives absolute freedom to human rights. For instance, an individual who wants to practice free sex, then his wish should be given based on tolerance.”

(25)

toleransi sebagai pemberian kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan nasibnya masing-masing di dalam menjalankan sikap itu tidak melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat. Di dalam toleransi pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu, masyarakat harus saling menghormati satu sama lain, misalnya dalam hal beribadah, kepercayaan agama, mengemukakan pendapat dan menerima perbedaan yang ada.

Hal ini sesuai dengan syariat islam yang mengartikan toleransi (tasamuh) adalah mengambil kemudahan (kelonggaran) dalam pengalaman agama sesuai dengan nash-nash syariat, sehingga pengalaman tersebut tidak sampai pada tasyadud (ketat), tanfir (menyebabkan orang menjauhi islam) dan tasabul

(26)

hidup bermasyarakat akan lebih tentram, terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, dan pembangunan negara akan lebih mudah. Berikut keuntungan yang diperoleh dari sikap toleransi menurut Aly (Nashir, 2013:94) sebagai berikut:

1) Membuat orang terbuka untuk mengenal orang lain

2) Mengembangkan kemampuan untuk menerima kehadiran orang lain yang berbeda-beda dengan tujuan dapat hidup secara damai

3) Mengakui individualitas keberagaman

4) Mudah menghilangkan topeng-topeng kepalsuan yang memecah belah dan mengatasi ketegangan akibat kemasabodohan

5) Memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengenyahkan prasangka negatif dan stigma mengenai orang-orang yang berbeda bangsa, agama, budaya maupun warisan etniknya.

Berdasarkan konsep-konsep mengenai toleransi yang telah dipaparkan di atas, maka toleransi dapat mencangkup dua kategori yaitu toleransi pasif dan toleransi aktif. Apriliani (2016:6) menjelaskan kategori toleransi sebagai berikut:

Tabel 2.2 Kategori Toleransi

No Toleransi aktif Toleransi pasif

1 Menerima dan

menghormati perbedaan

Menerima dan menghormati perbedaan

2 Berdasarkan kesadaran sendiri.

Berdasarkan kesadaran sendiri

3 Memberikan dukungan kepada pemeluk agama lain untuk beribadah dengan suatu tindakan nyata.

Memberikan kesempatan pemeluk agama lain untuk beribadah namun tidak melakukan suatu tindakan nyata

(27)

perbedaan pendapat, pandangan, perilaku, dan kebiasaan serta memberikan kesempatan tanpa melakukan suatu tindakan nyata yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan praktik peribadatan agama lain, namun tetap berusaha untuk menciptakan hubungan sosial yang baik dan hidup bersama dengan damai dengan kesadaran pribadi. Sedangkan toleransi aktif adalah kemampuan untuk menerima dan menghormati perbedaan pendapat, pandangan, perilaku, kebiasaan dan memberikan kesempatan serta mendukung kelompok agama yang berbeda untuk menjalani praktik keagamaan dengan suatu tindakan nyata yang berbeda yang bertujuan menciptakan hubungan sosial yang baik dan hidup bersama dengan damai dengan kesadaran sendiri.

Di lingkungan sosial seperti sekolah juga diperlukan adanya toleransi. Seperti penjelasan Endang (2009:101) yang mengatakan bahwa agar sikap toleransi dan kebersamaan dapat dikembangakan dikalangan siswa, maka guru hendaknya dapat merancang kegiatan belajar yang mengarah pada pengembangan sikap tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kegiatan pembelajaran di sekolah hendaknya harus diarahkan sesuai dengan sikap toleransi yang ingin dikembangkan dikalangan siswa.

b. Tujuan Toleransi

(28)

1) Meningkatkan keimanan dan ketakwaan masing-masing agama. Masing-masing agama dengan adanya kenyataan agama lain, akan semakin mendorong untuk menghayati dan sekaligus memperdalam ajaran-ajaran agamanya serta semakin berusaha untuk mengamalkan ajaran-ajaran agamanya.

2) Mewujudkan stabilitas nasional yang mantap. Dengan adanya toleransi umat beragama secara praktis ketegangan-ketegangan yang ditimbulkan akibat perbedaan paham yang berpangkal pada keyakinan kegamaan dapat dihindari. Apabila kehidupan beragama rukun dan saling menghormati maka stabilitas nasional akan strategis.

3) Menjungjung dan menyukseskan pembangunan. Usaha pembangunan akan suskses apabila didukung oleh segenap lapisan masyarakat.

4) Memelihara dan mempercepat rasa persaudaraan.

Selain itu, tujuan dari toleransi yaitu agar manusia tidak bersikap menyamakan keyakinan agama lain dengan keyakinan sendiri. Dengan adanya toleransi diharapkan manusia dapat saling menghargai pendapat orang lain serta memiliki pendirian yang tidak bertentangan dengan yang lainnya.

c. Kesadaran Toleransi Siswa SMP

(29)

untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dapat lebih mudah dipahami melalui indikator-indikator toleransi sebagai berikut:

Tabel 2.3 Indikator Toleransi

Nilai Deskripsi Indikator

Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya

Tidak menggangu teman yang berbeda pendapat. Menghormati teman yang

berbeda adat-istiadatnya Bersahabat dengan teman

dari kelas lain

(Kemendiknas, 2010:40)

Indikator toleransi di lingkup Sekolah Menengah Pertama tersebut mengandung unsur-unsur yang dapat dijadikan sebagai pedoman. Dengan adanya indikator tersebut pihak sekolah dan siswa dapat mengatur waktu, energi dan pemusatan perhatiannya terhadap sikap toleransi mereka dengan baik. Dengan adanya toleransi maka individu diharapkan dapat menghargai dan memberikan perlakuan yang sama kepada siapa saja tanpa melihat agama, suku, ras ataupun yang lainnya.

Hal ini sejalan dengan kriteria toleransi menurut Hasyim (1978:23) sebagai berikut:

1) Mengakui hak setiap orang

(30)

2) Menghormati keyakinan orang lain

Landasan keyakinan di atas adalah berdasarkan kepercayaan, bahwa tidak benar ada orang atau golongan yang berkeras memaksakan kehendaknya sendiri kepada orang lain. 3) Agree in Disagreement (setuju didalam perbedaan)

Perbedaan tidak harus ada permusuhan, karena perbedaan selalu ada di dunia ini dan perbedaan tidak harus menimbulkan pertentangan.

4) Saling mengerti

Tidak akan terjadi saling menghormati antara sesama orang bila mereka tidak ada saling mengerti. Saling anti dan saling membenci, saling berebut pengaruh adalah salah satu akibat dari tidak adanya saling mengerti dan saling menghargai antara satu dengan yang lainnya.

5) Kesadaran dan kejujuran

Toleransi menyangkut sikap jiwa dan kesadaran batin seseorang. Kesadaran jika menimbulkan kejujuran dan kepolosan sikap-laku.

6) Jiwa falsafah Pancasila

Dari semua segi-segi yang telah disebutkan di atas, falsafah Pancasila telah menjamin adanya ketertiban dan kerukunan hidup bermasyarakat.

Dengan adanya karakteristik toleransi diatas, diharapkan dapat memilki kedudukan yang sama sehingga dapat berjalan dan dihayati setiap siswa agar terciptanya toleransi dikalangan sekolah. Karena negara Indonesia adalah negara yang unik yaitu negara pancasila dimana konsep negara yang tetap berlandaskan agama berpadu dengan norma. Maka sebagai mayoritas, umat muslim memiliki tanggung jawab memadu toleransi di negeri ini. Disinilah pentingnya pengetahuan toleransi secara benar yaitu toleransi yang tidak melanggar konstitusi negara dan tidak pula melanggar syariat agama.

(31)

karakteristik toleransi diatas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik toleransi siswa di SMP adalah mengakui hak dan kewajiban orang lain, menghormati keyakinan orang lain tanpa paksaan, dapat menerima sebuah perbedaan, saling mengerti satu sama lain, dan adanya kesadaran dan kejujuran dari dalam diri siswa.

d. Konflik Sosial terkait Toleransi

(32)

Menurut Sumartias (2013:18) ada sejumlah prasyarat yang memungkinkan konflik sosial dapat berlangsung, antara lain: 1. Ada isu-kritikal yang menjadi perhatian bersama (commonly

problematized) dari para pihak berbeda kepentingan;

2. Ada inkompatibilitas harapan/kepentingan yang bersangkut paut dengan sebuah objek perhatian para pihak bertikai;

3. Gunjingan, gosip atau hasutan serta fitnah merupakan tahap inisiasi konflik sosial yang sangat menentukan arahperkembangan konflik sosial menuju wujud real di dunia nyata;

4. Ada kompetisi dan ketegangan psikososial yang terus dipelihara oleh kelompok-kelompok berbeda kepentingan sehingga memicu konflik sosial lebih lanjut;

5. Masa kematangan untuk perpecahan;

6. Clash yang bisa disertai dengan violence (kerusakan dan kekacauan).

Berdasarkan prasyarat yang dapat memicu adanya konflik sosial, maka ada beberapa macam konflik sosial berdasarkan sumber konflik:

(33)

2. Konflik peranan yaitu konflik yang terjadi karena terdapat peran yang lebih dari satu.

3. Konflik nilai yaitu konflik yang terjadi karena adanya perbedaan nilai yang dianut oleh seseoorang yang berbeda dengan nilai yang dianut oleh organisasi atau kelompok.

4. Konflik kebijakan yaitu konflik yang terjadi karena individu atau kelompok tidak sependapat dengan kebijakan yang diambil organisasi.

Konflik sosial terkait perbedaan merupakan sesuatu yang wajar dalam masyarakat maupun lingkungan sekolah. Bahkan tidak ada satu masyarakat atau satu siswa pun yang tidak pernah mengalami konflik, baik konflik yang terkecil atau bahkan konflik yang bersekala besar.Mengingat begitu banyak masalah konflik sosial pada remaja atau siswa, maka pemerintah menggalakkan adanya pendidikan karakter terkait toleransi di sekolah-sekolah, antara lain bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan mental yang kuat untuk menghindari atau menghilangkan bibit-bibit persemaian konflik sosial yang merusak.

B. Penelitian Yang Relevan

1. Pembelajaran PKn

(34)

Berpikir Kritis Pada Siswa SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto”

mengungkapkan bahwa penilaian ketercapaian siswa terhadap kompetensi pembelajaran PKn tercapai pada seluruh aspek kompetensi, penilaian dilakukan melalui tugas-tugas LKS, ulangan harian, Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS), serta penilaian pada perilaku dan keterampilan siswa pada saat proses pembelajaran di kelas.

Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tersebut menganalisis tentang kontribusi hasil pembelajaran pendidikan kewarganegaraan terhadapketerampilan berpikir kritis siswa di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto. Selain itu, berdasarkan penelitian dan pembahasan hasil dapat diambil kesimpulan yaitu dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan berpikir kritis siswa, perlu membangun sarana dan prasarana di sekolah, pengetahuan yang harus dimiliki guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan kemauan yang harus lebih ditingkatkan oleh guru PKn.

2. Bentuk Toleransi

(35)

pengembangan sikap toleran di kelas VII-C SMP Negeri 44 Bandung, maka diperlukan cara serta langkah yang harus peneliti tempuh. Maka dalam hal ini peneliti menggunakan pembelajaran DiscoveryLearningdalam pembelajaran IPS untuk mengembangkan

sikap toleransi siswa. Dengan menggunakan pembelajaran Discovery Learning maka pesertadidik dituntut untuk menganalisis masalah yang

ada disekitarnya terkait dengan mutlikultural yang ada di lingkungannya.Dengan begitu peserta didik diajak untuk menggali dan memecahkan permasalahan yang ada sehingga pembelajaran lebih meaningful dan bermakna bagi peserta didik.

Mengacu pada hasil penelitian yang dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa perlunya pembelajaran Discovery Learning diajarkan kepada siswa guna agar terwujudnya sikap toleransi siswa.Selain itu juga tergambar pada peningkatan hasil belajar siswa yang terdiri dari penilaian LKS, penilaian presentasi maupun kegiatan observasi, serta penilaian pencapaian indikator pengembangan sikap toleran terhadap perbedaan pendapat siswa.

(36)

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan suatu kerangka untuk menunjukan antara variabel-variabel yang diteliti.

1. Kerangka Teoritis

Dalam kerangka pemikiran ini, peneliti berusaha membahas permasalahan yang diangkat oleh peneliti. Pembahasan tersebut dijelaskan dengan menggunakan konsep dan teori yang ada hubungannya untuk membantu menjawab masalah penelitian. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai implementasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan kesadaran toleransi siswa di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto.

2. Kerangka Konseptual

Bagan 2.2 Kerangka Berfikir Observasi

Wawancara Dokumentasi Studi Literatur

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, dan evaluasi pembelajaran.

Indikator Toleransi:

1. Mengakui hak setiap orang

2. Menghormati keyakinan orang lain 3. Setuju didalam perbedaan

4. Saling mengerti

5. Kesadaran dan kejujuran

6. Tidak menggangu temanyang berbeda pendapat 7. Menghormati teman yangberbeda

adat-istiadatnya

8. Bersahabat dengan temandari kelas lain Kepala Sekolah

Guru PPKn Siswa

(37)

Untuk mengkonstruksi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan salah satunya dengan menggunakan indikator-indikator toleransi yaitu tidak mengganggu teman yang berbeda pendapat, menghormati teman yang berbeda adat-istiadatnya, dan bersahabat dengan teman dari kelas lain. Peneliti melakukan wawancara terhadap para narasumber sebagai informan yang banyak menaruh perhatian yang tinggi terhadap Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu peneliti melakukan wawancara kepada siswa dengan harapan sesuai tidaknya informasi-informasi yang diberikan narasumber sebelumnya sehingga dalam penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kesadaran toleransi siswa.

D. Pertanyaan Penelitian

Dari faktor masalah yang diuraikan, dapat dirinci beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran Pendidikan Kewarganegaraan yang terjadi di lingkungan sekolah khususnya di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto? 2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat Pendidikan

Kewarganegaraan di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto?

3. Bagaimana implementasi Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto?

4. Bagaimana cara guru mengajarkan siswa agar mengakui hak setiap orang di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto?

(38)

6. Bagaimana cara guru mengajarkan siswa agar dapat setuju didalam perbedaan di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto?

7. Bagaimana cara guru mengajarkan siswa agar dapat saling mengerti di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto?

8. Bagaimana cara guru mengajarkan siswa agar dapat memiliki kesadaran sehingga memunculkan kejujuran siswa di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto?

9. Bagaimana cara guru mengajarkan siswa agar tidak menggangu teman yang berbeda pendapat di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto?

10. Bagaimana cara guru mengajarkan siswa agar dapat menghormati teman yangberbeda adat-istiadatnya dalam lingkup sekolah?

Gambar

Tabel 2.1 Kurikulum PPKn
Tabel 2.2 Kategori Toleransi
Tabel 2.3 Indikator Toleransi

Referensi

Dokumen terkait

This study is entitled Anne Frank’s Motivation in Giving Responses to the Conflicts Appearing during Her Hiding as Seen in Anne Frank’s The Diary of a Young Girl.. It deals with

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung kecambah kacang hijau pada formulasi flakes terhadap sifat fisik, kimia dan sensori dalam

Masalah yang kedua adalah “Topik -topik bimbingan kelompok apakah yang tepat untuk meningkatkan atau mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa kelas XI..

[r]

Ketika bus diberikan aksi bergerak menuju halte, maka RFID 1 akan menerima sinyal dari tag yang ada pada bus yang kemudian diteruskan ke palang dan led untuk melakukan

Rizky Wikatama sudah terdapat prosedur sistem akuntansi pengawasan produksi yang sederhana dan belum terdapat pengembangan, (2) Terdapat kelemahan dalam pelaksanaan sistem

Seorang guru atau ulama adalah orang yang menempatkan cita-cita teragung dan termulia tersebut di depan muridnya (Ali, 2005: 62). Al-Ghazali sangat mengagungkan posisi

Ketiga, pemaknaan para informan dari SMA Stece Bantul dan Stece 2 Yogyakarta kelas XII terhadap Peristiwa G30S yang sudah menjadi learned memory bagi mereka di masa kini