• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status identitas odha [Orang dengan HIV/AIDS] setelah melaksanakan VCT yang didampingi oleh lay support di Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Status identitas odha [Orang dengan HIV/AIDS] setelah melaksanakan VCT yang didampingi oleh lay support di Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Psikologi Pada Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Oleh:

MEXSY SYAPUTRI NIM : 999114155 NIRM : 990051121705120152

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan

daftar pustaka, sebagaimana mestinya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Juni 2007

Penulis

( Mexsy Syaputri)

(5)

Allah pasti akan mengangkat derajat orang

yang beriman dan berpengetahuan diantaramu

beberapa tingkat lebih tinggi

(QS. Al Mujadilah : 11)

Janganlah bangga hanya karena dunia

mengenalmu, tetapi berbahagialah karena kau

mengenal dunia

Yang penting bukanlah yang sudah hilang

Yang penting adalah yang masih ada

Ketika kita pikir kita telah

kehilangan segalanya

Ingatlah, masih tertinggal masa depan

( Buku Kecil Spiritia)

Setiap orang mempunyai jalan hidup

masing-masing,

Tetaplah berusaha dan berdoa untuk

mendapatkan yang terbaik

(6)

Terima kasih ya Allah SWT atas semua anugrah yang telah Engkau berikan

kepadaku. Tanpa pertolongan dan izin-MU, aku yakin semua ini tidak akan

terwujud. Lindungilah dan cintailah aku selalu, Amien. I will love You forever.

Papa dan Mama tercinta ( Papa Amad & Mama Krisna)

Pa, Ma, akhirnya Mexsy bisa juga menyelesaikannya. Terima kasih atas doa yang

tidak putus-putusnya, kasih sayang, cinta yang besar, dukungannya serta

kesabarannya. Apapun yang terjadi Mexsy tetap menyayangi kalian

SELAMANYA.

Nenekku tercinta

Maaf.... kata itu yang hanya dapat Mexsy ucapkan, karena sampai hari terakhir

nenek pergi, belum juga dapat melihat Mexsy jadi sarjana. Sekarang harapan

nenek terkabul.... semoga nenek bahagia disana, Amien.

Adik-adikku yang tersayang (Eta & Agung)

Dek, hore akhirnya bisa selesai juga yah.... terimakasih atas dukungan, suntikan

semangatnya, kesabarannya, kasih sayangnya serta bantuannya selama skripsi ini

dikerjakan. Tuk Dedek : Tetap semangat yo .... kuliahnyo jangan lamo2 cak ambo yo dek, OK! ☺ ☺ kau pasti bisa! Tuk Tita : tetap semangat cari kerja....(Jadi Sarjana nyo belum lamo kan dek?) kalo rezeki dak bakal kemano, kau pasti dapat

yang terbaik.... jangan mudah putus asa OK!

Seseorang yang akan mendampingiku kelak dikemudian hari... Siapapun itu

(7)

Di Yogyakarta

Mexsy Syaputri Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Orang yang terinfeksi HIV di Indonesia disebut ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS). Status ODHA dapat diketahui setelah seseorang melakukan VCT (Voluntary Counseling and Testing). VCT pada umumnya dilakukan individu yang memiliki perilaku sangat beresiko terinfeksi HIV. Saat akan melaksanakan VCT dan mendapat vonis HIV positif individu akan didampingi oleh petugas Lay Support (LS). Hidup sebagai ODHA bukan hal mudah, karena dapat mempengaruhi identitas dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana status identitas ODHA setelah melaksanakan VCT yang didampingi oleh Lay Support. Pendekatan yang akan dilakukan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini adalah teori status identitas dari Marcia dengan tingkatan empat kategori sebagai berikut : identity foreclosure, identity diffusion, identity moratorium, dan identity achivement. Adapun area identitas dalam penelitian ini meliputi area kesehatan, area pekerjaan, area seksual, area pendidikan dan area hubungan interpersonal.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif-kualitatif. Subyek penelitiannya orang yang telah terinfeksi HIV, ODHA yang didampingi oleh Lay Support, dan ODHA yang telah melaksanakan VCT. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam semi terstruktur. Langkah-langkah analisis data yang digunakan adalah menulis transkrip wawancara, membaca transkrip, melakukan koding, dan melakukan analisa secara keseluruhan.

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa masing-masing responden mempunyai status identitas yang berbeda-beda pada area tertentu. Kondisi responden S memiliki status identitas yang lebih baik pada semua area secara keseluruhan, dibandingkan dengan responden W dan D. Sebagai contoh dapat digambarkan pada area kesehatan responden S memiliki status identitas

achivement sedangkan responden D dan W hanya memiliki status identitas

Moratorium. Pada area pekerjaan responden S memiliki status identitas

Moratorium sedangkan responden D dan W berada pada status identitas

Foreclosure. Akan tetapi ketiga responden memiliki status identitas yang sama pada area hubungan interpersonal yaitu identitas Diffusion. Status identitas dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor internal (reaksi psikologis, penyangkalan terhadap hasil tes, dan sikap responden) dan faktor eksternal (lingkungan keluarga, masyarakat umum dan adanya peran Lay Support).

(8)

in Yogyakarta

A person with HIV positif in Indonesia is named ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Status of ODHA can be known after someone has done VCT (Voluntary Counseling and Testing). Commonly, VCT has done by many people that have very dangerous behaviour and can infected HIV. At the moment will do VCT and get HIV positif status, a person will be accompanied by Lay Support (LS). Life as ODHA isn’t something easy, because it can influence to identity of him/his self. This research have goal to know “how identity status of ODHA after done VCT that is accompanied by Lay Support (LS)”. Based theories that are used to explain a problem of identity status of ODHA are identity status theories from James E. Marcia. They are identity foreclosure, identity diffusion, identity moratorium and identity achievement. Identity area’s of this research are healthy are, job area, sexual area, education area and interpersonal relation area.

The approach that used in this research is kualitatif-descriptif. Subjects who had been as respondent were person who had been infected HIV, ODHA who is accompanied by Lay Support, and ODHA who had done VCT. Interview methoed used here is semi-structural method. The analisis data stept are used comprise the writing of the interwiewed transcription, to read the transcription, to do analyse overall.

The result of this research to describe that every respondent have identity status area different every each other to specific classification. In averall area’s, respondent S has identity status better than respondent W and D. For example in healthy area, respondent S has identity achievement, while respondent W and D only has identity moratorium. In job area, respondent S has identity moratorium, while respondent W and D has identity foreclosure. Nevertheless, all respondent has a same identity status in interpersonal relation area, that is identity diffusion. Identity status is influenced by many factors. They area internal factors (psychology reaction, contradiction of result test and attitude of respondent), and external factors (enviroment in family and society, beside that role of Lay Support).

(9)

Skripsi Yang Berjudul ”Studi Deskriptif Status Identitas ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) Yang Didampingi Oleh Lay Support Di Yogyakarta” ini disusun dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Terselesainya skripsi ini, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh

karena itu dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang memberikan kesempatan

kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini dan atas izin-izin yang telah

diberikan kepada saya.

2. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si., selaku Ketua Program Studi

Psikologi Fakultas Psikologi, USD sekaligus Dosen penguji. Terima

kasih atas saran dan masukan yang telah diberikan sehingga skripsi ini

menjadi lebih baik dari sebelumnya.

3. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, MS., selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang dengan kesabarannya dan kebijaksanaan dalam membimbing dan

memotivasi saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak Y. Heri Widodo, M.Psi., selaku Dosen penguji. Terima kasih atas

kritik, saran dan masukan yang telah diberikan sehingga skripsi ini

(10)

M.Si., selaku Dosen pembimbing akademik, terima kasih atas bimbingan

yang telah diberikan selama saya menjadi mahasiswa di Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi USD, yang telah banyak memberikan

ilmu, membantu dan memberikan bimbingan terbaiknya pada penulis.

7. Seluruh civitas akademika Fakultas Psikologi USD (Mbak Nanik, Mas

Gandung, Mas Muji, Mas Doni, Pak Gik) yang telah banyak memberikan

bantuan, kemudahan dan memberikan bimbingan terbaiknya pada

penulis berhubungan dengan apapun selama penulis kuliah sampai

dengan selesai saat ini.

8. Guru sekaligus teman diskusi dan curhatku ” Mb. Susilaningsih ” terima

kasih banyak yah mb, sekali lagi terima kasih untuk semuanya dan

kesabarannya selama ini. Titip salam hormat Mexsy buat ibu ya... mbak.

9. Papa, Mama tercinta serta adik-adikku tersayang (Eta dan Agung),

terima kasih atas dukungan dan semangat yang diberikan walau dengan

bentuk yang berbeda-beda, serta doa dan kesabarannya selama ini.

10. Dang Ambo Tersayang (Jamaluddin Alwi, S. Psi), akhirnya ganduik

selesai juga. Terima kasih atas semua cinta yang besar, kasih sayang, doa

dan semua kesabarannya dalam menemani Ganduik selama ini. Tanpa

semua itu, ganduik gak berarti apa2 ☺. Satu hal yang mau ganduik

(11)

meluangkan waktunya untuk berbagi cerita tentang hidup dan kehidupan.

Sekali lagi terima kasih atas bantuannya, tetap semangat yah.... dan tetap

optimis dalam menjalani kehidupan. Mexsy banyak belajar berbagai hal dari kalian.

12.Mami Vinolia, makasih banyak atas bantuannya yah mi.... dan sharing

ilmunya kepada penulis. Banyak hal yang penulis dapat dan tidak

diketahui selama ini. Sekali lagi terima kasih banyak.... I LOVE U Mi

dan tetap semangat, OK! ☺

13.Teman-teman PKBI Badran dan Tamsis (khususnya Divisi Konseling

dan Program PMP), yang tidak dapat Mexsy sebutkan satu persatu terima

kasih banyak atas dukungan, pengertian, doa dan bantuannnya selama

ini.

14.Pak Mukhotib, Pak Supri, dan Bu Rosna, terima kasih atas izin dan cuti

yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Sekali lagi

terima kasih banyak. Maaf kalo jam kantornya menjadi gak disiplin ☺ ☺

15.Bpk Ryzal sekeluarga, Pak Sugeng, Pak Priyo dan Pak Man, yang selalu

bertanya dan mengingatkan Mexsy, kapan mau selesai dan apa tujuan

utama Mexsy datang ke Yogya. Makasih ya pak.... atas dukungan dan

nasehatnya selama ini.

(12)

masih banyak kekurangan dan kelemahan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk

itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan

skripsi ini.

Besar harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan

bagi yang memerlukannya.

Yogyakarta, 31 Juli 2007

(Mexsy Syaputri)

(13)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...

BAB I PENDAHULUAN………..

A. Latar Belakang Masalah……….

B. Rumusan Masalah………...

C. Tujuan Penelitian………

D. Manfaat Penelitian………..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. A. Pengertian Identitas Diri………...

B. Pengertian Status Identitas………...

1. Identity Achievement (Pencapaian Identitas)………. 2. Identity Moratorium (Penundaan Identitas)………... 3. Identity Foreclosure (Pencabutan identitas)……….. 4. Identity Diffusion (Penyebaran Identitas)……….. C. Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA)………..

1. Pengertian ODHA………..

2. Pengertian HIV dan AIDS………..

3. Penularan HIV………

(14)

2. Fungsi Lay Support……… 3. Tugas Lay Support………. E. Voluntary Conseling and Testing (VCT)……….

1. Pengertian VCT………..

2. Tujuan Konseling HIV dan AIDS dalam VCT…………..

3. Proses Konseling………

4. Pendekatan VCT………

5. Konselor untuk VCT………..

6. Siapakah yang Memerlukan Konseling VCT……….

7. Tes HIV………..

8. Macam-macam Hasil Tes HIV………...

F. Status Identitas ODHA Setelah Melaksanakan VCT yang

didampingi oleh Lay Support………...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….

A. Jenis Penelitian……… B. Subyek Penelitian………

C. Metode Pengumpulan Data……….

D. Variabel Penelitian……….

E. Metode Analisis Data………..

BAB IV PERSIAPAN, PELAKSANAAN DAN DESKRIPSI

(15)

a. Deskripsi Penampilan Fisik Responden D……….

b. Deskripsi Responden D………..

2. Responden S………

a. Deskripsi Penampilan Fisik Responden S…………

b. Deskripsi Responden S……….

3. Responden W ……….

a. Deskripsi Penampilan Fisik Responden W

b. Deskripsi Responden W………

D. Rangkuman Deskripsi Responden Penelitian………...

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data Hasil Penelitian………..

1. Status Identitas Responden D……….

2. Status Identitas Responden S………..

3. Status Identitas Responden W………

4. Deskripsi Menyeluruh Kehidupan Responden sebagai

ODHA………

B. Pembahasan Hasil Penelitian………

1. Kondisi Internal Responden Setelah VCT……….

2. Kondisi Eksternal Responden Setelah VCT……..…….

a. Hubungan Interpersonal Responden di Lingkungan

Komunitas……….

b. Hubungan Interpersonal Responden di Lingkungan

Keluarga dan Masyarakat………

c. Hubungan Interpersonal Responden di Lingkungan

Pekerjaan……….

3. Deskripsi Keseluruhan Status Identitas

(16)

4. Pembahasan Teori dan Hasil Penelitian Status Identitas

Responden Penelitian……….

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……….

A. Kesimpulan ………

B. Saran ………..

DAFTAR PUSTAKA………..

LAMPIRAN………

89

94

94

95

97

99

(17)

Tabel IV.2.

Tabel IV.3.

Tabel V.1.

Tabel V.2.

Tabel V.3.

Tabel V.4.

Tabel V.5.

Tabel V.6.

Pelaksanaan Observasi….……….

Deskripsi Latar Belakang Responden………..

Hasil Tes CD-4 Responden………..

Deskripsi Umum Status Responden Sebagai

ODHA………...

Pembahasan: Kondisi Responden Setelah VCT …...

Status Identitas Responden D………..

Status Identitas Responden S………...

Status Identitas Responden W……….

49

61

73

75

81

84

86

88

(18)

Bagan 2.1. Proses Pelaksanaan VCT (Konseling Pra-Test dan

Pasca-Tes HIV)……… 35

(19)

A. Latar Belakang Masalah

Setiap orang dalam hidupnya mempunyai berbagai macam kebutuhan.

Salah satu kebutuhan yang sangat penting adalah kebutuhan akan identitas, yaitu

suatu kebutuhan untuk mengatakan pada orang lain bahwa “saya adalah saya”

bukan “saya seperti yang kamu inginkan”. Dengan identitas ini, setiap orang

mempunyai kesadaran diri dan pengetahuan tentang kemampuan yang

dimilikinya.

Identitas diri merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri

seseorang dari orang lain. Identitas diri merupakan hal yang sangat kompleks

mencakup banyak kualitas dan dimensi yang berbeda-beda. Identitas diri lebih

ditentukan oleh pengalaman subyektif daripada pengalaman obyektif individu,

dan dapat berkembang atas dasar eksplorasi sepanjang proses kehidupan. Dalam

ilmu psikologi, konsep identitas umumnya merujuk pada suatu kesadaran akan

kesatuan dan kesinambungan pribadi.

Pakar psikologi Marcia (dalam Santrock, 2003), menganalisis teori

perkembangan identitas Erikson dan menyimpulkan bahwa seseorang yang telah

mencapai identitas diri yang sukses dapat dilihat dari komitmen yang telah

dibuatnya, khususnya dalam pekerjaan dan hubungan antar pribadi. Lebih jauh

diungkapkan oleh Marcia, dalam teori Erikson tersebut terdapat 4 model status

identitas, pertama, Identity Diffusion adalah orang yang tidak mengalami krisis identitas dan tidak berusaha untuk memulainya. Ia bersifat apatis dan inilah yang

menyebabkan ia tidak memiliki tempat dan mengalami isolasi sosial. Ia juga

(20)

cenderung untuk tidak berjuang dalam hidup. Kedua, Foreclosure yaitu orang yang telah membuat komitmen tetapi tanpa pertimbangan yang mendalam

ataupun perjuangan melalui krisis identitas. Ia cenderung memilih apa yang

dijalaninya sekarang sesuai dengan tokoh otoritasnya (orang tua). Tiga,

Moratorium yaitu orang yang secara aktif berjuang untuk menyelesaikan krisis identitasnya tetapi mengalami hambatan dalam pencariannya. Ia dalam tahap

mencoba berbagai alternatif yang nantinya akan menjadi pilihannya untuk

menjalani dan diinternalisasi dalam hidupnya. Empat, Identity Achievement yaitu seseorang yang telah menyelesaikan krisisnya (periode eksplorasi) dan telah

membuat komitmen. Ia adalah seseorang yang mampu menggambarkan serta

menginternalisasikan pilihan yang telah ditentukannya dalam periode eksplorasi.

Pembentukan identitas tidak terjadi secara teratur ataupun besar-besaran.

Pada batasan paling minimum atau paling sederhana, pembentukan identitas

mencakup komitmen terhadap satu tujuan hidup yang akan dimiliki nantinya.

Atau dengan kata lain saat proses pencapaian identitas terjadi diharapkan individu

sudah memiliki suatu komitmen yang menandakan dimilikinya status identitas diri

tertentu. Tetapi seringkali diantara masa eksplorasi dan pembentukan komitmen,

terjadi peristiwa atau hal besar yang tidak diharapkan dan sangat mempengaruhi

proses pembentukan identitas seseorang, sehingga seseorang harus menyusun

kembali apa yang telah dibentuknya.

Salah satu penyakit yang dapat membawa pengaruh yang sangat besar

dalam kehidupan manusia adalah AIDS. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit

yang belum dapat disembuhkan karena sampai saat ini belum ditemukan cara

(21)

Syndrome, merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu. Virus tersebut

merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau

hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit dan infeksi yang

berujung pada kematian.

Saat ini kasusHIV dan AIDS di Indonesia jumlahnya semakin meningkat

dari tahun ke tahun. Data terakhir Oktober 2006 sudah mencapai 11.653 kasus.

Hal ini menjadi permasalahan sendiri yang tidak mudah diselesaikan. Kasus HIV

dan AIDS sama dengan fenomena gunung es, dimana ada 1 kasus yang ditemukan

mewakili 100 kasus lainnya yang belum terungkap (KPA Nasional, 2006).

Penderita HIV positif biasa disebut dengan ODHA (Orang Dengan HIV dan

AIDS). Status ODHA dapat diketahui setelah seseorang melakukan VCT

(Voluntary Conseling and Testing). Voluntary Conseling and Testing (VCT) pada umumnya dilakukan individu yang memiliki perilaku sangat beresiko terinfeksi

HIV.

Konsep VCT yang dilaksanakan saat ini mempunyai perbedaan mendasar

dengan konsep tes yang telah dilakukan sebelumnya. Salah satu perubahan yang

nyata adalah adanya petugas Lay Support (LS) yang bertugas untuk memberikan informasi serta mendampingi individu saat akan melakukan tes hingga pada saat

individu tersebut divonis positif terinfeksi HIV. Dahulu penderita HIV positif

dirawat oleh orang terdekat atau keluarganya, namun pola pendampingan yang

demikian cenderung tidak bisa maksimal, karena pihak keluarga yang merawat

(22)

mereka mendampingi dan merawat ODHA. Berdasarkan alasan tersebut, pada

saat ini perawatan ODHA mendapat perhatian lebih dengan adanya petugas Lay Support. Lay Support merupakan orang-orang yang sudah lama berkecimpung dalam penanganan HIV dan AIDS dan memiliki pengetahuan serta pengalaman

yang relatif banyak mengenai HIV dan AIDS. Keterampilan lain Lay Support

diperoleh dari pelatihan mengenai pengetahuan, perawatan dan pendampingan

ODHA. Pelatihan tersebut mencakup pengenalan secara fisik maupun psikis

Orang dengan HIV dan AIDS.

Penanganan kasus HIV dan AIDS yang belum memasyarakat, ditunjang

tingkat pemahaman yang belum optimal tentang penyakit HIV dan AIDS,

menyebabkan jumlah Lay Support yang ada di Indonesia, termasuk Yogyakarta, relatif masih sedikit dibandingkan dengan jumlah penderitanya. Oleh karena itu

tanggung jawab Lay Support lebih diarahkan pada komunitas yang dianggap memiliki resiko tinggi dalam penyebaran HIV dan AIDS. Komunitas yang

ditengarai beresiko tinggi terinfeksi virus HIV antara lain adalah pekerja seks,

waria, gay, dan IDU (Injecting Drug User). Bagi masyarakat umum pola pendampingan Lay Support untuk penderita HIV dan AIDS belum masuk dalam jangkauan yang maksimal. Sehingga kalau pun ada masyarakat yang didampingi

Lay Support jumlahnya sangat sedikit dan mereka cenderung sangat tertutup. Pembentukan petugas Lay Support sendiri merupakan program yang dibuat oleh

Global Fund (GF), sebuah lembaga dana dari Geneva yang peduli pada masalah pencegahan dan penanganan HIV dan AIDS. Lembaga ini bekerja sama dengan

(23)

Selama ini orang yang HIV positif datang sendiri untuk melaksanakan tes

dan mengurus dirinya sendiri setelah dia divonis HIV positif, maka dalam konsep

VCT yang ada sekarang, seseorang sebelum melaksanakan tes terlebih dahulu

diberikan informasi seputar HIV dan AIDS oleh Lay Support. Perawatan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) meliputi aspek medis dan psikologis. Pengobatan

medis tidak berfungsi untuk menyembuhkan, tetapi hanya untuk mempertahankan

kualitas hidup yang lebih baik. Sedangkan perawatan non medis seperti dukungan

psikologis dari anggota keluarga, teman, dan para relawan peduli HIV dan AIDS

sangat dibutuhkan, terutama pada masa dimana tidak ada gejala fisik yang muncul

selama masa HIV (periode tanpa gejala) atau sering disebut fase asimtomatik

(Depkes, 2003).

Reaksi yang muncul dalam diri seseorang ketika mengetahui status HIV

banyak dipengaruhi oleh kesadaran dirinya terhadap perubahan yang mungkin

terjadi dalam kehidupannya dan bukan hanya tentang kematian. Bagaimana

seseorang akan memandang dirinya sendiri, akan sangat mempengaruhi

bagaimana ia akan menjalani kehidupan selanjutnya dan bagaimana ia dapat

produktif selama rentang waktu kehidupannya. Adanya status identitas dapat

memberikan rasa aman secara psikologis. Status identitas ini sangat dibutuhkan

dalam kehidupan ODHA untuk menjalani kehidupannya. Rasa aman secara

psikologis dapat diartikan adanya perjuangan hidup seorang ODHA sebelum

munculnya gejala-gejala AIDS.

Dalam kondisi tersebut, penderita berjuang mempertahankan hidupnya

agar bisa bertahan lebih lama sebelum virus HIV berubah menjadi AIDS dan

(24)

semakin mempengaruhi kondisi psikologis mereka. Petugas Lay Support yang ada saat ini mempunyai tanggung jawab yang besar dalam perkembangan kondisi

psikologis bagi mereka yang positif HIV. Tugas mereka mengarah pada

pendampingan ODHA yang berkaitan dengan penanganan tindak lanjut CST

(case, support and treatment) antara lain mengenai kedisiplinan dalam meminum obat secara teratur apabila mereka sudah menjalani terapi ARV, pemberian

makanan dan pendampingan dalam melakukan kontrol pemeriksaan ke dokter

serta memfasilitasi ODHA dalam melakukan pertemuan dengan sesama

teman-teman ODHA yang lain. Banyaknya kasus penderita HIV yang meninggal

belakangan ini disebabkan karena mereka terlambat mengetahui status dirinya,

sehingga beberapa di antaranya telah masuk pada fase AIDS, fase dimana

pertolongan medis dan terapi ARV (Anti Retroviral) terlambat dilakukan

(Griya Lentera, 2005).

Berdasarkan pada hasil pemaparan di atas maka peneliti tertarik untuk

meneliti bagaimana status identitas ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS)

setelah melaksanakan VCT yang didampingi oleh Lay Support di Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan pokok yang hendak

dikaji adalah bagaimana status identitas ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS)

(25)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah memberikan deskripsi bagaimana status

identitas yang dimiliki ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) setelah

melaksanakan VCT yang didampingi oleh Lay Support.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini :

1. Manfaat Teoritis, diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini,

a. Dapat menambah wacana pemahaman teoritis dalam bidang Psikologi

Sosial dan Psikologi Kepribadian khususnya dan Ilmu Psikologi pada

umumnya.

b. Dapat digunakan sebagai literatur dalam pengembangan

penelitian-penelitian lanjutan yang relevan dimasa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis, diharapkan dapat memberikan, a. Pengetahuan seputar permasalahan HIV dan AIDS;

b. Bagi pemerintah dan lembaga-lembaga yang peduli dengan

permasalahan seputar HIV dan AIDS, penelitian ini bisa dijadikan

sebagai bahan referensi dan membantu mereka melakukan evaluasi

program dalam penanganan ODHA saat ini dan dimasa yang akan

datang.

c. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana

bagi mereka tentang permasalahan HIV dan AIDS serta masyarakat

diharapkan lebih memahami fenomena yang ada dilingkungan

sekitarnya dan lebih bijak dalam menghadapi ODHA serta tidak

(26)

A. Pengertian Identitas Diri

Dusek, (dalam Desmita, 2005) menyatakan, setiap orang memiliki ide

tentang identitas diri sendiri. Meski demikian, untuk merumuskan sebuah definisi

yang memadai tentang identitas ini tidaklah mudah. Karena identitas setiap orang

merupakan suatu hal kompleks, yang mencakup banyak kualitas dan dimensi yang

berbeda-beda yang lebih ditentukan oleh pengalaman subyektif daripada

pengalaman obyektif, serta berkembang atas dasar eksplorasi sepanjang proses

kehidupan.

Dalam psikologi, konsep identitas pada umumnya merujuk pada kesadaran

akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, serta keyakinan yang relatif stabil

dalam rentang kehidupan, sekalipun terjadi berbagai perubahan. Menurut Erikson

(dalam Desmita, 2005), seseorang yang sedang mencari identitas akan berusaha

“menjadi seseorang atau mengalami menjadi aku dengan memiliki sifat sentral,

mandiri, unik, yang memiliki suatu kesadaran akan kesatuan batinnya” yang

berarti berusaha menjadi seseorang yang dapat diakui oleh orang banyak. Dengan

kata lain, bahwa orang yang sedang mencari identitas adalah orang yang ingin

menentukan “siapakah” atau “apakah” yang diinginkannya pada masa yang akan

datang. Individu yang telah memperoleh identitas, akan menyadari ciri-ciri khas

kepribadiannya, seperti apa yang paling disukainya dan apa yang paling tidak

(27)

disukainya, aspirasi, tujuan masa depan yang antisipasi, perasaan ia mampu dan

harus dapat mengatur orientasi hidupnya.

Identitas diri merefleksikan bagaimana seseorang melihat dirinya dan

bagaimana ia bertingkah laku sesuai dengan identitasnya. Identitas diri seringkali

digunakan untuk menjawab pertanyaan Siapakah saya? Apa yang

sungguh-sungguh saya sukai? Ingin menjadi apa saya nantinya?. Dengan kata lain

pengertian identitas diri adalah kesadaran tentang apa (what) dan siapakah (who)

seseorang itu.

Psikologi perkembangan menjelaskan, pembentukan identitas merupakan

tugas utama dalam perkembangan kepribadian seseorang yang harus dicapai pada

akhir masa remaja. Tugas pembentukan identitas ini telah mempunyai

akar-akarnya pada masa anak-anak, namun dapat berubah pada masa remaja karena

adanya perubahan-perubahan secara fisik, kognitif dan relasi interpersonal.

Menurut Jones dan Hartmann (dalam Desmita, 2005), perkembangan identitas

pada masa remaja sangat penting karena memberikan suatu landasan bagi

perkembangan psikososial dan relasi interpersonal pada masa dewasa.

B. Pengertian Status Identitas

Pandangan-pandangan kontemporer tentang pembentukan identitas pada

prinsipnya merupakan elaborasi dari teori psikososial Erikson. Pandangan yang

paling terkenal adalah pandangan Marcia. Seperti halnya Erikson, Marcia juga

percaya bahwa pembentukan identitas merupakan tugas utama yang harus

(28)

of an ego identity is a major event in the development of personality. Occuring during late adolescence, the consolidation of identity marks the end of childhood and the beginning of adulthood” (Marcia dalam Desmita, 2005).

Proses pencapaian status identitas yang diawali dengan masa ekplorasi

dimulai pada masa remaja. Diharapkan pada tahap perkembangan selanjutnya

individu telah memiliki suatu komitmen yang menandakan dimilikinya suatu

identitas tertentu. Archer (dalam Santrock), mengungkapkan, banyak peneliti

status identitas yakin bahwa pola umum individu yang mengembangkan

identitas-identitas yang positif mengikuti siklus ”MAMA” moratorium-achiever-moratorium-achiever Siklus ini dapat diciptakan sepanjang hidup (Francis, Fraser, dan Marcia, 1989, dalam Santrock, 2002). Perubahan-perubahan pribadi,

keluarga, dan masyarakat tidak dapat dihindari, dan ketika perubahan-

perubahan itu terjadi, fleksibilitas dan keterampilan individu sangat berperan

penting dalam memfasilitasi perubahan-perubahan tersebut. Alan Waterman

(dalam Santrock, 2002) mengungkapkan, beberapa peneliti meyakini

perubahan-perubahan identitas yang paling penting terjadi di masa muda daripada di masa

remaja awal.

Marcia (dalam Santrock, 2003), mengembangkan metode interview untuk

mengukur ego identity. Marcia menggunakan dua kriteria, yaitu krisis (atau sering disebut juga eksplorasi) dan komitmen. Eksplorasi adalah tingkat dimana individu

mulai melihat dan mencoba-coba berbagai alternatif arah dan kepercayaan (peran

dan ide-ide) yang ditemui, sedangkan komitmen adalah pemilihan beberapa

(29)

mengidentifikasikan dirinya dengan alternatif-alternatif tersebut. Dalam penelitian

itu, Marcia melakukan proses wawancara tentang status identitas yang meliputi

pertanyaan-pertanyaan dalam tiga area (namun dapat dimodifikasi sesuai dengan

usia interviewee), yaitu pekerjaan, ideologi dan nilai hubungan antar pribadi.

Marcia mendefinisikan 4 model status identitas, yaitu (1) Identity Foreclosure, (2) Identity diffusion, (3) Identity Moratorium dan (4) Identity achievement, sebagai berikut :

1. Identity Achievement (Pencapaian Identitas)

Identity Achievement adalah status dari seseorang yang telah menyelesaikan periode eksplorasi (krisis) dan telah membuat komitmen dalam

berbagai area tertentu. Ciri-ciri orang yang memiliki status identitas ini adalah

mantap, mampu memberikan alasan untuk pilihan mereka dalam berbagai

area, mampu menggambarkan bagaimana komitmen tersebut dapat dipilih,

mampu menghadapi stress, tahan terhadap pengaruh lingkungan yang dapat

mengubah harga dirinya, telah menginternalisasi proses pengaturan diri

sendiri, peka terhadap harapan lingkungan. Atau dengan kata lain mereka

membuat komitmen tentang pilihan ini berdasarkan self constructed yaitu identitas yang ditemukan ini bukanlah identitas yang terakhir, tetapi mereka

akan berusaha memodifikasinya terus-menerus sesuai dengan pengalaman

mereka.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan Identity Achievement

(30)

a) Mampu membuat pilihan dengan mantap dan mampu memberikan

alasan untuk pilihan tersebut di berbagai area.

b) Mempunyai komitmen .

c) Mampu memberikan alasan untuk pilihannya.

d) Mampu menghadapi stress

e) Mampu bertahan terhadap dari pengaruh lingkungan yang dapat

mengubah harga diri

2. Identity Moratorium (Penundaan Identitas)

Seseorang yang memiliki status identitas moratorium adalah seseorang

yang sekarang ini tengah mengalami krisis. Mereka belum membuat

komitmen tetapi mereka sekarang sedang berjuang secara aktif untuk

mencapainya. Ciri-ciri orang dengan status identitas moratorium adalah

mereka memiliki kemampuan untuk berpikir secara jernih dalam kondisi stres

dan tahan terhadap pengaruh lingkungan yang dapat mengubah harga dirinya.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan Identity Moratorium

memiliki indikator sebagai berikut :

a) Belum mempunyai komitmen pada area tertentu tapi berjuang secara

aktif untuk mencapainya

b) Berada dalam masa krisis menentukan komitmen atau pilihan

c) Individu berusaha membentuk komitmen dengan cara kompromi

menyatukan pendapat lingkungan (orang tua, teman, dan lain-lain)

(31)

3. Identity Foreclosure (Pencabutan Identitas)

Status dari orang-orang yang telah membuat suatu komitmen tanpa

pemikiran atau pertimbangan yang matang disebut foreclosure. Komitmen ini dibuat tanpa melalui tahap krisis (exploration). Mereka telah memilih suatu pekerjaan, agama, atau pandangan ideologi, Tetapi pemilihan ini dibuat terlalu

awal (tanpa pertimbangan dan keputusan sendiri). Pilihan-pilihan tersebut

lebih ditentukan oleh orang tua daripada oleh mereka sendiri. Misalnya

memutuskan untuk menjadi seorang dokter bedah karena ayah dan kakeknya

adalah seorang dokter bedah. Mereka membuat suatu keputusan tanpa

mengetahui apa akibatnya di masa yang akan datang.

Berdasarkan wawancara selama penelitian yang dilakukan oleh Marcia,

orang-orang yang tergolong foreclosure memiliki hubungan yang lebih dekat dengan orang tuanya. Kedekatan dengan orang tua atau keluarganya ini, termasuk

dalam hal membuat suatu keputusan yang penting bagi hidupnya. Masa

kanak-kanaknya sampai remaja dilalui dengan lancar dan dengan sedikit

konflik. Hal inilah yang menyebabkan krisis identitas tidak muncul.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Identity Foreclosure memiliki indikator sebagai berikut :

a) Sudah memiliki komitmen pada area tertentu berdasarkan keputusan

yang ada tanpa pemikiran yang matang.

b) Belum pernah mengalami tahap krisis dalam menentukan pilihan

(32)

c) Orang tua otoriter, sehingga individu tidak mampu membuat pilihan

pada area tertentu.

d) Individu tidak mampu mengeksplorasi potensi atau kemampuan yang

dimilikinya.

4. Identity Diffusion (Penyebaran Identitas)

Seseorang dengan Identity Diffusion tidak mengalami tahap krisis dan tidak pula membuat suatu komitmen. Hal ini mungkin terjadi karena mereka

belum memasuki tahap krisis ataupun karena mereka seakan-akan menjauh

dari pencarian identitas. Ada 2 bentuk Identity Diffusion yaitu (1) apatis, hal ini menyebabkan mereka merasa tidak memiliki tempat dan mengalami isolasi

sosial, (2) cenderung kompulsif (Berzonsky, Nelmeyer, 1994, dan Donovan

1975, dalam Soekandar & Bernadetta, 2001).

Dari wawancara penelitian Marcia diketahui bahwa orang yang

memiliki status identitas ini memiliki jarak dengan orang tua mereka. Hal ini

menunjukkan adanya masalah dalam perkembangan psikososial yang pertama

yaitu Basic Trust. Ciri-ciri orang yang memiliki Identity diffusion adalah sulit berpikir di bawah tekanan dan mengikuti harapan-harapan lingkungan (dengan

kata lain mudah terpengaruh).

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan, Identity Diffusion

mempunyai indikator sebagai berikut :

a) Belum mampu membuat komitmen.

(33)

c) Cenderung kompulsif.

d) Memiliki jarak dengan orang tuanya (baik fisik dan psikis).

e) Mengalami isolasi sosial.

f) Tidak memiliki minat terhadap pekerjaan dan ideologi tertentu .

g) Sulit berpikir dibawah tekanan

h) Individu mudah terpengaruh lingkungan berhubungan dengan harga

dirinya.

Dengan demikian pengertian Status Identitas dalam penelitian ini

adalah suatu keadaan dimana seseorang mampu membuat pilihan dalam

berbagai area kehidupan (kesehatan, pekerjaan, seksual, pendidikan, hubungan

interpersonal), mempunyai komitmen dengan baik terhadap area kehidupan

tersebut, mampu menghadapi stress saat memiliki permasalahan dalam hidup,

selalu dapat berproses kearah yang lebih positif, serta mampu bertahan dari

pengaruh negatif lingkungan.

C. Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) 1. Pengertian ODHA

Berbicara tentang HIV dan AIDS kita pasti juga akan berbicara tentang

ODHA. Istilah ini tidak dapat dilepaskan dari HIV dan AIDS. ODHA adalah

singkatan dari Orang dengan HIV dan AIDS. Istilah ini merupakan sebutan

bagi mereka yang telah positif terinfeksi HIV. Akan tetapi ada pula yang

menyebutnya dengan ODIV, yang berarti orang dengan virus HIV saja.

(34)

AIDS. Seorang yang terinfeksi HIV belum berarti mengalami AIDS atau

masuk dalam fase AIDS, yaitu fase terakhir atau fase mematikan dalam

perjalanan kumpulan infeksi HIV dan AIDS. Dalam perjalanan seseorang

terinfeksi HIV ada masa dimana seseorang mengalami fase asimtomatik atau fase tanpa gejala sehingga seorang yang terinfeksi HIV tetap dapat

beraktivitas seperti biasa layaknya orang yang tidak terinfeksi HIV. Pada masa

inilah banyak sekali permasalahan psikologis yang muncul, sehingga ODHA

atau ODIV membutuhkan dukungan dari orang-orang disekitarnya, supaya dia

dapat menjalani hidupnya dengan kualitas yang baik.

2. Pengertian HIV dan AIDS

AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh

manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV.

AIDS tercermin dari singkatan lengkapnya yaitu Acquired Immuno Deficiency Syndrome. AIDS dalam bahasa Indonesia dapat dialihkatakan sebagai sindrom cacat kekebalan tubuh dengan penjabaran sebagai berikut :

Acquired : Didapat, bukan penyakit keturunan

Immune : Sistem kekebalan tubuh

Deficiency : Kekurangan

Syndrome : Sekumpulan gejala-gejala berbagai penyakit

AIDS adalah suatu sindrom yang fatal karena terjadi kerusakan

progresif pada sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan manusia amat

(35)

menderita penyakit-penyakit yang disebabkan oleh berbagai jenis protozoa,

cacing, jamur, bakteri, virus dan kanker. Oleh karena penyakit-penyakit yang

menyerang penderitanya amat bervariasi, AIDS kurang tepat jika disebut

penyakit melainkan suatu sindrom.

Sedangkan HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian dapat

menimbulkan AIDS. Sampai kini mekanisme kerja HIV di dalam tubuh

manusia masih terus diteliti. Namun secara umum telah diketahui bahwa HIV

menyerang sel-sel darah putih sistem kekebalan tubuh, yang bertugas

menangkal terjadinya infeksi. Sel darah putih tersebut bernama limfosit “sel

T-4”,”sel T-penolong”. (T-helper) atau “sel CD-4”. HIV tergolong dalam

kelompok retrovirus, yaitu kelompok virus yang mempunyai kemampuan

untuk mengkopi cetak biru materi genetik diri di dalam materi genetik sel-sel

manusia yang ditumpanginya. Dengan proses ini HIV dapat mematikan sel-sel

T-4 (Depkes, 2003).

Masa inkubasi, atau masa laten infeksi HIV adalah bertahun-tahun,

dengan rata-rata 5-7 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan

gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T-4 semakin

menurun. Semakin rendah jumlah sel T-4, semakin rusak fungsi sistem

kekebalan tubuh. Berarti penyakit-penyakit yang semula tidak menyebabkan

kelainan yang serius (karena sistem kekebalan tubuh masih sehat) akan

(36)

deficiency). Penyakit atau infeksi yang menyerang orang yang kekebalan tubuhnya rendah lazim disebut infeksi oportunistik (Depkes, 2003).

Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah,

seorang pengidap HIV akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS, dan

kondisinya akan terus memburuk hingga ajal menjemputnya.

3. Penularan HIV

HIV ditemukan dalam cairan tubuh seperti darah, air mani, cairan

vagina dan ASI. Bila salah satu dari cairan tersebut berasal dari seorang yang

sudah terinfeksi HIV masuk kedalam sistem darah, maka dia punya

kemungkinan besar untuk terinfeksi HIV. Cara penularan HIV antara lain :

a. Hubungan seksual tanpa pengaman

Hubungan seksual merupakan jalur pelularan yang paling umum

ditemukan pada kasus HIV positif. Virus dapat ditularkan dari seorang

yang sudah terkena HIV kepada pasangan seksualnya (laki-laki ke

perempuan, perempuan ke laki-laki, laki-laki ke laki-laki) melalui

hubungan seksual tanpa pengaman (kondom). Perempuan lebih rentan

terhadap penularan HIV dibanding laki-laki. Luka pada saat hubungan

seksual (luka pada dinding dalam vagina sering tidak disadari oleh

perempuan) dapat mempermudah masuknya HIV yang ada pada cairan

alat kelamin pasangan seksual kedalam tubuh kita.

(37)

Penularan HIV juga bisa terjadi lewat jarum suntik yang tidak

steril, misalnya melalui transfusi darah, jarum suntik, akupuntur, jarum

tattoo, tindik, dan memakai narkoba lewat jarum suntik.

c. Transfusi darah

Jika darah yang dimasukkan kedalam tubuh kita mengandung

virus HIV maka si pemakai transfusi darah juga akan terkena HIV. Oleh

karena itu kita harus berhati-hati jika mendapatkan darah yang berasal

dari donor. Darah harus di tes dulu apakah donor tersebut mengidap HIV

positif atau tidak.

d. Perinatal

Perinatal adalah penularan melalui ibu kepada anaknya. Hal ini

terjadi saat anak masih dalam kandungan, ketika dalam proses lahir, atau

sesudah lahir. Presentase penularan dari ibu HIV positif kepada anaknya

adalah 15-39%. Seorang ibu yang positif HIV juga dilarang memberikan

ASI pada bayinya, hal ini disebabkan karena didalam ASI terdapat

antibody (zat kekebalan tubuh) ibunya yang telah terinfeksi HIV.

HIV dan AIDS dapat dialami oleh siapa saja melalui jalur-jalur

yang sudah dijelaskan diatas (hubungan seksual, jarum suntik, transfusi darah,

dan perinatal). Namun, ada kelompok-kelompok yang mendapat ancaman

tertinggi untuk terkena HIV dan AIDS karena perilaku mereka yang tidak

aman. Mereka yang dimaksud adalah perempuan yang dilacurkan, waria/

banci, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (gay), pengguna

(38)

melalui suaminya yang memiliki perilaku seksual yang tidak aman, anak-anak

dan bayi (tertular melalui ibunya yang positif HIV).

HIV dan AIDS tidak menular melalui :

a. Gigitan nyamuk

b. Bersalaman/bersentuhan

c. Bersin, batuk, dan keringat

d. Makan dan minum bersama ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS)

e. Menggunakan alat mandi bersama

f. Menggunakan kolam renang bersama

g. Hidup serumah dengan ODHA

4. Cara Pencegahan Penularan HIV dan AIDS

Ada Beberapa cara yang dilakukan untuk mencegah penularan HIV

dan AIDS adalah sebagai berikut :

a. Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah.

Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah adalah

cara terbaik agar individu tidak beresiko tertular Infeksi Menular Seksual

(IMS).

b. Bersikap saling setia dengan pasangan.

Hanya melakukan hubungan seks dengan satu pasangan saja.

Apabila sudah seksual aktif hendaknya setia pada satu pasangan saja

yang benar-benar kita tahu riwayat kesehatannya. Hal ini dapat

(39)

saat melakukan hubungan seks sangat beresiko terhadap penularan

penyakit terutama HIV DAN AIDS karena kita tidak mengetahui riwayat

kesehatan orang yang menjadi pasangan seksual kita.

c. Cegah dengan menggunakan kondom.

Pelajari cara aman melakukan hubungan seks dengan pasangan

agar individu dapat menghindar dari penularan HIV dan AIDS.

d. Hindari pemakaian narkoba suntik

Jangan memakai jarum suntik secara bergantian dengan orang

lain tanpa dibebaskan dari kuman dengan benar.

e. Pendidikan dan penyuluhan tentang HIV dan AIDS

Pendidikan dan pemberian informasi kemasyarakat luas tentang

HIV dan AIDS secara menyeluruh agar masyarakat dapat paham dan

mengerti bagaimana sebenarnya informasi HIV dan AIDS yang benar

sehingga masyarakat dapat mencegahnya lebih dini.

Selain itu, untuk menghindari penularan, yakinkan bahwa darah, cairan

sperma, atau cairan vagina orang lain tidak masuk kedalam tubuh. Perilaku

berciuman termasuk aman, namun menjadi tidak aman bila salah satu atau

keduanya mempunyai luka pada gusi/gusi berdarah, sariawan, dan lain-lain.

Bila ada luka pada bagian tubuh yang terkena salah satu atau ketiga cairan,

maka bila cairan tersebut mengandung HIV bisa saja menjadi media

(40)

5. Tahap-Tahap Perjalanan HIV

Tahap-tahap perjalanan HIV adalah :

a. Tahap pertama yaitu terinfeksi HIV

Pada tahap ini, pengidap HIV tidak menampakkan gejala apapun

juga. Mereka tampak dan merasa sehat, tetapi mereka dapat menyebarkan

atau menularkan HIV kepada orang lain.

b. Tahap kedua yaitu gejala-gejala mulai terlihat

Gejala umum yang tampak pada tahap ini adalah hilangnya selera

makan, gangguan pada rongga mulut dan tenggorokan, sakit diare yang

berkepanjangan.

c. Tahap ketiga yaitu penyakit AIDS

Pada tahap ini HIV benar-benar menimbulkan AIDS. Sistem

kekebalan tubuh semakin menurun sehingga tidak ada perlawanan tubuh

terhadap penyakit-penyakit yang menyerang, termasuk infeksi.

Penyakit-penyakit oppurtunistik yang umumnya menyerang adalah TBC, radang

paru, dan infeksi saluran pencernaan.

D. Fungsi dan Peran Lay Support (LS) 1. Pengertian Lay Support

Lay Support adalah seorang petugas/tenaga lapangan yang berasal dari LSM atau institusi lain yang menjadi jembatan di komunitas atau masyarakat

(41)

Dahulu ODHA dirawat oleh orang terdekat atau keluarganya namun

hal tersebut tidak bisa maksimal karena mereka sendiri tidak terlalu mengerti

tentang HIV sehingga terkadang masih ada ketakutan saat mereka

mendampingi dan merawat ODHA. Berdasarkan hal tersebut, maka pada saat

ini perawatan ODHA mendapat perhatian lebih dengan adanya petugas Lay Support dimana mereka merupakan orang-orang yang sudah lama berkecimpung dan memiliki pengetahuan dalam penanganan HIV dan AIDS.

Di samping itu Lay Support juga dibekali pelatihan yang dapat menambah pengetahuan dan keterampilan mereka agar perawatan ODHA dapat dilakukan

secara optimal.

Pembentukan petugas Lay Support sendiri merupakan program yang di buat oleh Global Fund ATM (GF ATM) sebuah lembaga dana yang peduli pada masalah pencegahan dan penanganan HIV dan AIDS bekerja sama

dengan Dinas Kesehatan Propinsi DIY. (wawancara informal dengan Dr

Riyanto, Penanggung Jawab Global Fund (GF ATM DIY, 2006).

2. Fungsi Lay Support

Lay Support berfungsi sebagai jembatan atau penghubung antara komunitas dan masyarakat dengan Rumah Sakit atau institusi terkait dalam

pelaksanaan VCT serta CST dalam hal pemberian informasi HIV dan AIDS

(42)

3. Tugas Lay Support

Beberapa tugas Lay Support antara lain :

a) Memberikan informasi HIV dan AIDS yang benar dan lengkap pada

komunitas atau kelompok dampingan dan masyarakat umum

b) Memberikan konseling di komunitas

c) Mengajak dan mendampingi komunitas untuk melakukan VCT

d) Menindaklanjuti jika dampingan yang di rujuk positif, bekerja sama

dengan case manager

e) Menjadi petugas minum obat bagi ODHA yang membutuhkan ARV

f) Mendampingi ODHA melakukan pemeriksaan kesehatan di Rumah

Sakit.

E.Voluntary Counseling and Testing(VCT) 1. Pengertian VCT

Konseling adalah proses pertolongan dimana seseorang dengan tulus

dan tujuan jelas memberikan waktu, perhatian dan keahliannya untuk

membantu klien mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan

pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan.

Voluntary Counseling and Testing (VCT), dalam bahasa Indonesia disebut konseling dan tes sukarela, artinya sama dengan VCCT : Voluntary and Confidential Counseling and Testing. VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah

untuk HIV di laboratorium. Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu

(43)

setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar tentang HIV dan

AIDS.

Peran VCT sangat penting karena :

a. Merupakan pintu masuk keseluruh layanan HIV dan AIDS

b. Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif maupun

negatif, dengan fokus pada pemberian dukungan atas kebutuhan klien

seperti perubahan perilaku, dukungan mental, dukungan terapi ARV,

pemahaman faktual dan terkini atas HIV dan AIDS

c. Mengurangi stigma masyarakat

d. Merupakan pendekatan menyeluruh : kesehatan fisik dan mental

e. Memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien baik

kesehatan maupun psikososial.

2. Tujuan Konseling HIV dan AIDS dalam VCT

Konseling HIV dan AIDS merupakan proses dengan tiga tujuan

umum, yaitu :

a. Menyediakan dukungan psikologis, misalnya dukungan yang berkaitan

dengan emosi, psikologis, sosial dan spiritual seseorang yang

mengidap virus HIV atau virus lainnya.

b. Pencegahan penularan HIV dengan menyediakan informasi tentang

perilaku beresiko (seperti seks aman atau penggunaan jarum bersama)

dan membantu orang dalam mengembangkan keterampilan pribadi

yang diperlukan untuk perubahan perilaku dan negosiasi praktek lebih

(44)

c. Memastikan efektivitas rujukan kesehatan, terapi, dan perawatan

melalui pemecahan masalah kepatuhan berobat dan minum obat.

3. Proses Konseling

Konseling merupakan proses interaksi antara konselor dan klien yang

membuahkan kematangan kepribadian pada konselor dan memberikan

dukungan mental emosional kepada klien. Proses konseling mencakup

upaya-upaya realistik dan terjangkau serta dapat dilaksanakan.

Selama proses berlangsung konselor bertindak sebagai pantulan

cermin bagi pikiran, perasaan dan perilaku klien. Konselor memandu klien

menemukan jalan keluar yang diyakininya. Konseling berlangsung tidak

cukup hanya satu sesi, beberapa kali pertemuan konseling sering kali

diperlukan, tergantung dari masalah dan kebutuhan klien.

Dalam pelaksanaan VCT untuk tes HIV terdapat dua proses konseling

yang dilakukan, yaitu :

a. Konseling Pra-tes HIV

Berdasarkan kebijakan Internasional, Tes HIV senantiasa didahului

konseling pra-tes. Kebijakan ini berbunyi bahwa setiap konseling sukarela

termasuk didalamnya pembuatan informed consent (pemahaman makna tes) sebelum pemeriksaan darah HIV, menjaga kerahasiaan dan konseling

pasca-tes. Konseling pra-tes HIV membantu klien menyiapkan diri untuk

pemeriksaan darah HIV, memberikan pengetahuan akan implikasi

(45)

menyesuaikan diri dengan status HIV. Dalam konseling didiskusikan juga

soal seksualitas, hubungan relasi, perilaku seksual dan suntikan beresiko,

dan membantu klien melindungi diri dari infeksi. Konseling dimaksud

juga untuk meluruskan pemahaman yang salah tentang AIDS dan

mitosnya.

Keterbatasan waktu untuk setiap klien sering menjadi kendala bagi

konselor dalam melaksanakan konseling pra-tes. Dalam waktu yang

singkat, ia harus memfokuskan diri pada masalah tentang tes, pencegahan,

dan penularan HIV. Setiap individu yang datang pada konselor membawa

banyak isu yang perlu dibicarakan, disadari ataupun tidak, sehingga tak

cukup didiskusikan dalam konseling pra-tes. Bila demikian diperlukan

perjanjian ulang untuk datang konseling lagi dilain waktu atau di rujuk ke

fasilitas yang memadai bagi kebutuhan klien.

Konseling pra-tes menantang konselor untuk dapat membuat

keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian resiko, dan merespon

kebutuhan emosi klien. Banyak orang takut melakukan tes HIV karena

berbagai alasan termasuk perlakuan diskriminasi dan stigmatisasi

masyarakat dan keluarga. Karena itu layanan VCT senantiasa melindungi

klien dengan menjaga kerahasiaan. Peletakan kepercayaan klien pada

konselor merupakan dasar utama bagi terjaganya rahasia dengan demikian

hubungan baik, saling memahami dapat terbina, suatu hal yang menjadi

(46)

sangat penting untuk membina rapport dan menunjukkan adanya layanan berfokus pada klien.

b. Konseling pasca-tes HIV

Konseling pasca tes membantu klien memahami dan menyesuaikan

diri dengan hasil tes. Konselor mempersiapkan klien untuk menerima hasil

tes, memberikan hasil tesnya, dan menyediakan informasi selanjutnya, jika

perlu merujuk klien ke fasilitas layanan lainnya. Kemudian konselor

mengajak klien mendiskusikan tentang strategi untuk menurunkan

transmisi HIV. Bentuk dari konseling pasca tes tergantung dari hasil tes.

Jika hasil tes positif, konselor menyampaikan hasil tes dengan cara yang

dapat diterima klien, secara halus dan manusiawi, bersiap untuk

memberikan dukungan emosi dan bantuan strategi penyesuaian diri.

Konseling tetap diperlukan meski hasil tes negatif.

Agar klien turun ketegangannya, konselor juga harus menekankan

dan memperjelas isu penting. Seks aman tetap disarankan, konselor

senantiasa memberi kewaspadaan akan kemungkinan hal potensial muncul

pada masa jendela. Kepastian hasil tes didapatkan melaui serangkaian tes.

Klien harus diberi informasi kapan waktu tes ulang. Konselor dapat

membantu klien dalam memformulasikan strategi lain agar tetap berada

dalam hasil tes yang negatif.

Dasar keberhasilan konseling pasca tes ditentukan oleh baiknya

konseling pra-tes. Bila konselor pra-tes berjalan baik, maka dapat terbina

(47)

mudah untuk terjadinya perubahan perilaku dimasa mendatang, dan

memungkinkan pendalaman akan masalah klien. Mereka yang menunggu

hasil tes HIV berada dalam kondisi cemas, dan mereka yang menerima

hasil tes positif akan mengalami stress. Karena itu penyaranan agar

konselor yang melakukan pasca tes adalah konselor yang juga

menjalankan konseling pra-tes perlu menjadi perhatian.

4. Pendekatan VCT

Pendekatan VCT tidak dapat dilakukan secara massal seperti

penyuluhan atau edukasi massal melainkan harus :

a. Terfokus pada klien satu persatu

b. Melakukan penilaian resiko personal dan menurunkan resiko

c. Menggali kemampuan diri dan mengarahkan rencana kedepan

d. Meneguhkan keputusan tes

e. Menindaklanjuti dukungan atas kebutuhan

Beberapa hal yang menjadi perhatian pada penerapan konseling yang

terdapat dalam VCT adalah :

a. Tak ada satu formula yang tepat bagi semua klien, karena

kebutuhannya sangat bersifat individu

b. Perlu belajar saling menerapkan dan kemudian mengembangkannya

c. Perlu respon efektif dan inovatif akan kebutuhan psikososial klien

d. Pengembangan kemampuan konseling dari para petugas dapat terus

(48)

e. Penguatan kemampuan kerja dapat dihimpun melalui jejaring

pelayanan, kebijakan tempat kerja, kebijakan nasional serta dukungan

para stake holders

5. Konselor untuk VCT

Konseling dilakukan oleh konselor terlatih yang memiliki

keterampilan konseling dan pemahaman akan seluk beluk HIV dan AIDS.

Konseling dilakukan oleh konselor yang telah dilatih dengan modul VCT.

Mereka dapat berprofesi perawat, pekerja sosial, dokter, psikolog, psikiater

atau profesi lain.

Konselor mempunyai kemampuan berjenjang dari dasar sampai mahir.

Konselor dengan kemampuan dasar dapat dilakukan oleh mereka yang

menyediakan ruang dan waktunya bagi ODHA, mempunyai keterampilan

konseling dan mampu membantu ODHA. Sementara yang profesional

dilakukan oleh mereka yang secara formal mempunyai pendidikan konseling

dan/atau psikoterapi, serta mampu melakukannya seperti psikiater, psikolog

klinis, pekerja sosial. Disamping konselor untuk klien, diperlukan juga

konselor untuk konselor. Mereka akan memberikan terapi saat konselor

mengalami atau mendekati kejenuhan/burn out.

Keterampilan yang diperlukan dalam memberikan konseling adalah :

a. Mendengarkan aktif dan mengamati

b. Mengajukan pertanyaan dan menghayati

(49)

d. Membaca dan merefleksikan perasaan

e. Membangun relasi dan persetujuan pelayanan

f. Menggali dan memahami masalah, penyebab dan kebutuhan

g. Mengenali alternatif penyelesaian masalah, memberi pertimbangan

h. Penyelesaian masalah, dapat memberikan jalan keluar dan menguatkan

diri

i. Penyelesaian masalah, konsekuensi logis dan mengakhiri.

6. Siapakah yang Memerlukan Konseling VCT

Konseling HIV dianjurkan untuk :

a. Mereka yang sudah terinfeksi HIV atau sudah AIDS, dan keluarganya

b. Mereka yang akan di tes HIV

c. Mereka yang mencari pertolongan karena merasa telah melakukan

tindakan beresiko di masa lalu, dan merencanakan masa depannya

d. Mereka yang tidak mencari pertolongan, namun beresiko tinggi

Berbagai motivasi yang mendorong seseorang mengikuti konseling,

antara lain :

• Ingin tahu status infeksi HIV dirinya

• Hubungan seksual sebelum menikah atau beresiko

• Sangat cemas

• Resiko, maksudnya adalah apabila seseorang merasa telah melakukan

perilaku beresiko yang mengakibatkan dia memiliki kemungkinan

(50)

• Menduga diri terinfeksi dengan atau tanpa gejala sakit

• Pasangan atau anak meninggal dunia dengan status HIV positif

• Berencana menikah atau berencana untuk hamil

• Berganti pasangan

• Dipersyaratkan oleh tempat kerja

• Sebagai persyaratan untuk permohonan keimigrasian atau pendidikan

7. Tes HIV

Tes HIV adalah suatu tes yang dipakai untuk mengidentifikasi

seseorang telah terinfeksi atau tidak oleh HIV. Sampai sekarang tersedia

beberapa tehnik untuk mendeteksi HIV, yaitu:

a. Tes untuk menguji antibodi HIV. (antibody adalah zat kekebalan tubuh

yang dibentuk akibat adanya rangsangan dari adanya HIV dalam tubuh

seseorang) Tes HIV ini adalah sebagai berikut :

Enzyme-linked immunosobert assay (ELISA), Westerm blot assay (WB), Latex agglutination, Indirect Immunosorbent assay (IFA), Radioimmunoprecipitation assay (RIPA)

b. Tes untuk menguji antigen HIV. (Antigen HIV adalah virus HIV itu

sendiri).

Pembiakan virus, Antigen p24, Polymerase chain reaction (PCR).

Walaupun ada beberapa cara untuk tes HIV, secara rutin hanya dipakai

pemeriksaan serum atau darah dengan tehnik ELISA untuk mengetes antobodi

(51)

dengan ELISA harus dites dengan WB untuk konfirmasinya. Penggunaan tes

untuk menguji antigen HIV hanya untuk keperluan penelitian kasus-kasus

yang sulit dideteksi dengan tes antibodi, misalnya untuk tes pada bayi yang

lahir dari ibu HIV positif, dan untuk kasus-kasus yang diperkirakan masih

berada dalam “window period”, dimana keperluan hasil tes segera dan tidak dapat menunggu lewatnya fase “window period” tersebut. Yang popular dipakai adalah tes PCR.

8. Macam-macam Hasil Tes HIV

Beberapa macam hasil tes HIV menurut buku Pedoman Nasional

Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Bagi ODHA (Depkes, 2003) adalah

sebagai berikut :

a. HIV Positif

Artinya, seseorang sudah ditemukan positif terkena HIV, baik

didasarkan atas hasil tes darahnya ataupun didasarkan atas diagnosa sindrimik (berdasarkan kumpulan gejala-gejala yang tampak) bila gejala-gejala itu tampak.

b. Positif Palsu

Artinya, seseorang didiagnosa (dinyatakan) HIV positif secara salah. Orang tersebut tidak positif HIV, namun tes menyatakan orang

tersebut positif. Bisa terjadi karena adanya pencemaran pada darah

sebelum atau saat diperiksa, karena alat-alat yang dipakai untuk

(52)

c. Negatif Palsu

Artinya, tes darah seseorang mengatakan tidak terkena HIV meski

sebenarnya orang tersebut sudah terkena HIV. Dapat terjadi karena

tubuh belum mengeluarkan cukup banyak antibody (zat kekebalan tubuh) sehingga tidak tampak waktu di tes.

Hasil tes positif palsu dan negatif palsu dapat terjadi bila seseorang

berada dalam masa jendela (window period) sehingga perlu dilakukan

treatment atau perlakuan khusus, dimana seseorang yang melakukan VCT (tes darah) pertamakali dengan kedua hasil tes tesebut, harus melakukan

tes darah ulang selama 3 sampai 6 bulan kemudian. Tes darah dilakukan

maksimal sebanyak tiga kali, untuk mendapatkan hasil tes yang

(53)

Proses Pelaksanaan VCT

(Konseling Pra-Test dan Pasca-Tes HIV)

Gejala atau kecemasan yang membawa seseorang memutuskan untuk tes status HIV

Konseling pra tes mencakup penilaian kondisi perilaku beresiko dan kondisi psikososial, dan penyediaan informasi faktual tertulis ataupun lisan

Beri waktu untuk berpikir

Penundaan pengambilan darah Pengambilan darah

HIV positif

Sampaikan berita dengan hati-hati, menilai kemampuan mengelola berita hasil, sediakan waktu untuk diskusi, Bantu agar adaptasi dengan situasi dan buat rencana tepat dan rasional

Berikan konseling berkelanjutan yang melibatkan keluarga dan teman; gerakkan dukungan keluarga dan masyarakat; cari dukungan lainnya; tumbuhkan perilaku bertanggung jawab

Melakukan periksa ulang selama 12 bulan setelah tes atau sesudah tes. Sarankan tes ulang dan lakukan tes ulang.

Bagan 2.1:

Kerangka model ini merupakan prosedur kunci penyediaan layanan VCT. Meski demikian model memerlukan adaptasi sesuai kebutuhan layanan. Pada beberapa layanan, klien dapat datang bersama. Jika kunjungan tinggi, maka pemberian informasi dapat dilakukan secara berkelompok, baru kemudian konseling pra-tes satu per satu.

Berikan konseling berkelanjutan, termasuk dorongan untuk mengurangi penularan; motivasi untuk menurunkan resiko penularan; jika dibutuhkan kenali sumber dukungan lain, termasuk layanan medik RS, hospice (pendampingan menuju kematian) HIV negatif

Mendorong mengubah perilaku kearah positif, hilangkan yang negatif

Katakan mesti situasinya masih beresiko rendah, tetap harus merawat diri untuk hindari infeksi dan kemungkinan penularan

(54)

F. Status Identitas ODHA Setelah Melaksanakan VCT yang Didampingi oleh Lay Support

Perawatan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) meliputi dua hal yaitu

medis dan psikologis. Pengobatan medis tidak berfungsi untuk menyembuhkan,

tetapi hanya untuk mempertahankan kualitas hidup yang lebih baik. Sedangkan

perawatan non medis seperti dukungan psikologis dari anggota keluarga, teman,

dan para relawan peduli HIV DAN AIDS sangat dibutuhkan, terutama pada masa

dimana tidak ada gejala fisik yang menonjol selama periode tanpa gejala.

Reaksi yang muncul dalam diri seseorang ketika mengetahui status

HIVnya banyak dipengaruhi oleh kesadaran dirinya terhadap perubahan yang

mungkin terjadi dalam kehidupannya dan bukan hanya tentang kematian.

Bagaimana seseorang akan memandang dirinya sendiri, akan sangat

mempengaruhi bagaimana ia akan menjalani kehidupan selanjutnya dan

bagaimana ia dapat produktif dalam hidupnya. Adanya status identitas dapat

memberikan rasa aman secara psikologis yang sangat dibutuhkan dalam

kehidupan ODHA untuk menjalani kehidupannya. Rasa aman secara psikologis

dapat diartikan adanya perjuangan hidup seorang ODHA sebelum munculnya

gejala-gejala AIDS.

Seorang ODHA pada umumnya tidak dengan mudah mengungkapkan

status identitasnya pada orang baru. Hal ini disebabkan masih banyaknya stigma

dimasyarakat yang tentunya berpandangan negatif terhadap mereka. Apa yang

mereka alami belum dapat dianggap sebagai penyakit biasa layaknya TBC atau

(55)

berbahaya dan bahkan penyakit kutukan karena perbuatan mereka yang

menyimpang, sehingga banyak sekali teman-teman ODHA yang mengalami

diskriminasi terhadap apapun yang menjadi hak mereka. Kondisi seperti inilah

yang menyebabkan mereka semakin terpuruk dan sangat membutuhkan dukungan

secara psikologis agar hidup yang mereka jalani tetap berjalan secara normal dan

berkualitas layaknya orang biasa. Salah satu yang berperan besar dalam

mendampingi mereka agar dapat mejalani kehidupannya dengan kualitas yang

baik, mampu menjalani pencarian status identitas dengan arah yang positif adalah

peran petugas Lay Support.

Dari penjelasan diatas penelitian ini ingin melihat bagaimana status

identitas ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) setelah melaksanakan VCT yang

(56)

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif

deskriptif, yaitu penelitian yang bertumpu atau menitikberatkan pada narasi

(deskripsi) untuk mengungkap kompleksitas permasalahan yang diteliti

(Poerwandari, 2001). Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan atau

menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di masa sekarang. Dalam penelitian

ini, masalah yang akan diungkap adalah status identitas ODHA (Orang Dengan

HIV dan AIDS) setelah melaksanakan VCT yang didampingi oleh Lay Support.

B. Subyek Penelitian

Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif mempunyai

karakteristik : (1) tidak diarahkan pada jumlah sampel yang besar, melainkan

fokus pada kasus dengan tipikal yang sesuai kekhususan masalah penelitian, (2)

tidak ditentukan secara kaku sejak awal tetapi dapat berubah baik dalam hal

jumlah maupun karakteristik sampelnya sesuai dengan pemahaman konseptual

yang berkembang dalam penelitian, dan (3) tidak diarahkan pada keterwakilan

(dalam arti jumlah/peristiwa acak) melainkan pada kecocokan konteks

(Sarantakos dalam Poerwandari, 1998).

Pengambilan subjek penelitian disesuaikan dengan jenis penelitian, yaitu

studi deskriptif yang mengungkapkan penjabaran secara mendalam. Subyek yang

Gambar

Tabel IV.1.
Tabel IV. I
Tabel IV. II
Tabel IV. III
+5

Referensi

Dokumen terkait

The analysis showed that male farmers are more likely to adopt than women. Adoption is higher for farmers with contacts with extension agencies working on agroforestry

Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Tahun 2015-2019 ini disusun dengan maksud agar tersedianya dokumen panduan dan

Menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik dari pada perempuan, hal ini

Demikian diterangkan untuk digunakan melengkapi syarat pendaftaran Ujian Meja Hijau Tugas Akhir Mahasiswa bersangkutan di Departemen Matematika FMIPA

Hibah ini dapat berupa tanpa pembatasan ( non restricted ) atau dengan pembatasan ( restricted ). Pemberian saham tanpa pembatasan adalah suatu pemberian penghargaan

APBN Pemerintah..  ruas Batas Kota Brebes - Batas Kota Tegal melewati Kawasan Perkotaan Inti I.1 dan Kawasan Perkotaan Inti I.2;..  ruas Batas Kota Tegal – Batas Kota

The connection details described in this section are not specific to MySQL and MyODBC; as long as you have the correct data source name and the same tables, this will work with an

[r]