• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETAHANAN PANGAN DAN STRATEGI KOPING PANGAN RUMAH TANGGA PETANI LAHAN KERING DI KECAMATAN SUMBERLAWANG KABUPATEN SRAGEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KETAHANAN PANGAN DAN STRATEGI KOPING PANGAN RUMAH TANGGA PETANI LAHAN KERING DI KECAMATAN SUMBERLAWANG KABUPATEN SRAGEN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETAHANAN PANGAN DAN STRATEGI KOPING PANGAN RUMAH TANGGA PETANI LAHAN KERING DI KECAMATAN

SUMBERLAWANG KABUPATEN SRAGEN Kurnia Rizal Efendi, Wiwit Rahayu, Widiyanto

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami No.36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp./Fax.(0271) 637457

Email: fenndyy@gmail.com Telp. 0856 4754 8878

Abstract : The concentration of food insecurity are mostly located in rural households who works as farmers and farm workers, especially in dry land worth examining further. This research aims to determine household food security dryland farmers in Sumberlawang District Sragen Regency and analyze the coping strategies by farm household struggle with food insecurity. The basic method used is descriptive method. Determining the location of the research conducted by purposive (intentional), which is in Sumberlawang District Sragen Regency. Determination of samples each village is done by proportional random sampling method and sampling was conducted by Systematic random sampling. The data used are primary data and secondary data. Data were analyzed using analysis of indicators of food security with the proportion of household expenditure with food consumption, and analysis food coping strategy. Results of the analysis showed the majority of respondent households in the Sumberlawang District classified as prone foods is 60% of respondents. While adequate food is only 10% and the rest classified as less foods by 20% and vulnerable foods by 10% of respondents households. Overall energy consumption in the District Sumberlawang at 1503.89 kcal/cap/day, or by 69.14% (or less) than the recommended energy sufficiency grade and protein consumption amounted to 41.06 grams/cap/day or a total of 70.77% (approximately) of protein sufficiency grade which recommended. The food coping strategies to ensure food security is still at the stage of mild to involve members of the household productive age migrate for employment to help meet the food needs of the family and his wife sell small livestock.

Keywords: food, coping strategies, food energy, dry land

Abstrak : Konsentrasi rawan pangan sebagian besar berada pada rumah tangga di pedesaan yang berprofesi sebagai petani dan buruh tani khususnya di lahan kering yang layak dikaji lebih dalam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan pangan rumah tangga petani lahan kering di Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen dan menganalisis strategi koping pangan yang dilakukan rumah tangga petani untuk mengatasi kesulitan pangan yang dihadapi. Metode dasar yang digunakan adalah metode deskriptif. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan purposive (sengaja), yaitu di Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen. Penentuan jumlah sampel tiap desa dilakukan secara proportional random sampling dan pengambilan sampel dilakukan dengan Systematic random sampling. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis ketahanan pangan dengan indikator proporsi pengeluaran rumah tangga dengan konsumsi pangan, dan analisis strategi koping pangan. Hasil analisis menunjukan mayoritas rumah tangga responden di Kecamatan Sumberlawang tergolong rawan pangan sebesar 60% rumah tangga. Sedangkan yang tahan pangan hanya sebesar 10% dan sisanya tergolong kurang pangan sebesar 20% dan rentan pangan sebesar 10% rumah tangga responden. Rata-rata konsumsi energi rumah tangga responden di Kecamatan Sumberlawang sebesar 1.503,89 kal/kapita/hari atau sebesar 69,14% (kurang) dari AKG yang dianjurkan dan konsumsi Protein sebesar 41,06 gram/hari atau sebesar 70,77% (kurang) dari AKG yang dianjurkan. Strategi koping pangan dalam menjaga ketahanan pangan masih berada pada tahap ringan dengan melibatkan anggota rumah tangga yang berusia produktif untuk bermigrasi mencari pekerjaan dan menjual ternak kecil ketika bahan makanan tinggal sedikit.

(2)

PENDAHULUAN

Pangan merupakan sumber energi dan protein yang berguna untuk meningkatkan kualitas manusia. Pangan juga merupakan kebutuhan pokok dan komoditi strategis dalam kehidupan manusia untuk menjaga kelangsungan hidupnya agar tetap sehat dan produktif. Namun dalam kenyataannya, tidak semua orang dapat terpenuhi kebutuhan pangannya karena beberapa alasan sehingga mengalami kelaparan dan menghadapi kondisi rawan pangan, tetapi beberapa orang berlebihan dalam konsumsi pangannya (Marwanti, 2000).

Hasan (2006) menjelaskan bahwa pada umumnya peristiwa kerawanan pangan dialami oleh para penduduk yang bertempat tinggal pada daerah lahan kering atau daerah yang miskin sumber daya alam, daerah dengan iklim yang cenderung memberikan batasan bagi perkembangan sektor pertaniannya. Setiawan (2008) menjelaskan tentang petani lahan kering, keberadaan lahan kering yang sangat luas dan potensial tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal bagi pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan. Keberadaan lahan kering telah terpinggirkan dan terbiaskan oleh program pembangunan pertanian yang terlalu fokus pada padi, perkebunan, dan sayuran dataran tinggi. Sampai saat ini belum ada komoditas unggulan yang bernilai ekonomis tinggi yang dihasilkan dari zona agroekosistem lahan kering. Ubi kayu, jagung, ubi jalar, kacang -

kacangan merupakan komoditas

utamanya. Meskipun sebagai komoditas utama lahan kering, namun secara ekonomi semua komoditas tersebut belum mampu memberikan jaminan harga dan kehidupan yang layak (kesejahteraan) kepada sebagian besar pelaku utamanya, yaitu petani.

Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan dengan kemampuan rumah tangga tersebut untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota nya (Usfar 2002 dalam Mutiara et al 2008). Keluarga biasanya akan melakukan food coping strategy untuk mengatasi permasalahan ketersediaan pangan. Food coping strategy adalah bentuk perubahan dan upaya-upaya yang dilakukan

rumahtangga untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi pangan.

Konsumsi energi dan protein per kapita per hari di Provinsi Jawa Tengah menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), DEPKES (2009) hanya mengonsumsi energi 1703,3 kkal dan protein sebesar 51,3 gram. Dimana Kabupaten Sragen mengonsumsi energi dan protein di bawah rata-rata, yaitu mengonsumsi rata-rata energi per kapita sebesar 1.521,7 kkal dengan protein 48,4

gr. Namun hal ini belum

menggambarkan ketahanan pangan sesungguhnya, selain besaran konsumsi, perhitungan proporsi pengeluaran pangan akan menentukan ketahanan pangan suatu daerah.

Kabupaten Sragen memiliki daerah-daerah lahan kering yang luas. Daerah yang memiliki lahan kering terluas adalah kecamatan Sumberlawang yang memiliki lahan kering seluas 3.047 Ha, sedangkan luas sawah sebesar 2.131 Ha. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai ketahanan pangan rumah tangga petani lahan kering di Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen. Kabupaten Sragen memiliki lahan kering cukup luas yang berada di Kecamatan Sumberlawang (BPS, 2014).

METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, yakni penelitian yang

(3)

tertuju pada pemecahan masalah yang ada dengan cara menyusun data yang telah dikumpulkan, setelah itu dijelaskan dan kemudian dianalisis (Surakhmad, 1998).

Pengambilan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive),

yaitu di Desa Ngargotirto dan Desa Ngargosari, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen. Karena beberapa pertimbangan yaitu: a) Berada pada daerah lahan kering. b) Desa Ngargotirto dan Desa Ngargosari hanya memiliki komoditas unggulan jagung sedangkan untuk makan sehari-hari mengonsumsi beras.

Populasi pada penelitian ini adalah anggota adalah rumah tangga petani

lahan kering di Kecamatan

Sumberlawang. Tahap pertama Untuk penentuan rumah tangga yang menjadi

sampel secara acak dengan

menggunakan alokasi proposional. Pengambilan sampel pada penelitian ini

proportional random sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 rumah tangga yang bekerja sebagai petani di daerah lahan kering Desa Ngargotirto dan Ngargosari diambil sampel masing-masing sebanyak 13 sampel dan 17 sampel yang diambil secara Systematic random sampling. Dari total data populasi yang sudah sesuai dengan kelompok tani dengan jumlah sebesar 2.553 rumah tangga, pengambilan dimulai dari urutan ke 1, pada interval ke 85 diambil sampel ke dua dan seterusnya sampai terkumpul 30 sampel rumah tangga.

Metode Analisis Data

1. Analisis ketahanan Pangan dengan Indikator Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Petani dan Konsumsi Pangan

a. Analisis Pendapatan dan Proporsi

Pengeluaran Pangan Rumah

Tangga

Pendapatan rumah tangga petani dikelompokkan menjadi 2, yaitu pendapatan usahatani (on farm) dan luar usahatani (off farm)

yang diusahakan oleh rumah

tangga petani. Sedangkan

pengeluaran rumah tangga

dianalisis dengan analisis presentase dan angka rata-rata. Proporsi pengeluaran konsumsi pangan dihitung dengan rumus: ...(1)

Dimana Qp adalah proporsi pengeluaran konsumsi pangan (%),

Kp merupakan pengeluaran

konsumsi pangan rumah tangga (Rp/bulan), dan Pd adalah pengeluaran total rumah tangga (Rp/bulan)

b. Analisis Tingkat Konsumsi Energi Rumah Tangga

Untuk mengetahui besarnya konsumsi energi adalah:

...(2) Dimana : Gij adalah zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j, BPj adalah Berat makanan atau pangan j yang dikonsumsi (gram), Bddj adalah bagian yang dapat dimakan (%), dan KGej adalah kandungan Energi (kal) dari 100 gram pangan j

c. Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Kriteria ketahanan pangan

rumah tangga dapat

diklasifikasikan 4 kategori yaitu (1) Tahan pangan: Proporsi pengeluaran pangan (≤60%),

konsumsi cukup (TKG

>80%AKG); (2) Rentan Pangan: Proporsi pengeluaran pangan (>60%), konsumsi cukup (TKG >80%AKG); (3) Kurang Pangan: Proporsi pengeluaran pangan (≤60%), konsumsi kurang (TKG

(4)

≤80%AKG); dan Rawan Pangan: Proporsi pengeluaran pangan (>60%), konsumsi kurang (TKG ≤80%AKG).

2. Analisis Strategi Koping Pangan Penilaian skor strategi koping pangan dilakukan untuk mengetahui kategori tingkat koping keluarga. Berdasarkan Corbett (1988) dalam Widiyanto(2010) mengidentifikasikan tiga tahap yang merefleksikan langkah mulai dari mengurangi risiko hingga perilaku koping yaitu : (1)

mekanisme jaminan keamanan

(insurance mechanism); (2) penjualan aset-aset produktif (disposal of productive assets); dan (3) kondisi penuh kemlaratan (destitution).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Total Pengeluaran Rumah Tangga Responden

Proporsi pengeluaran konsumsi

pangan merupakan persentase

banyaknya pengeluaran pangan

dibanding besarnya pengeluaran total. Besarnya proporsi pengeluaran rumah tangga responden di Kecamatan Sumberlawang dapat dilihat pada Tabel 1.

Pengeluaran total merupakan pengeluaran untuk konsumsi pangan ditambah pengeluaran untuk non pangan. Besarnya rata-rata pengeluaran total tuah tangga responden pada penelitian ini adalah Rp 1.288.213,96. Data pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa pengeluaran untuk pangan sebesar Rp 736.656,83 atau sebesar 57,18% dari

total pengeluaran dan untuk pengeluaran non pangan sebesar Rp 551.557,13 atau 42,82%.

Berdasarkan Tabel 1, dapat disimpulkan bahwa pengeluaran pangan di Kecamatan Sumberlawang memiliki proporsi yang lebih besar daripada pengeluaran non pangan terhadap pengeluaran total. Menurut Hukum Engel semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan berarti tingkat kesejahteraan rumah tangga semakin rendah.

Konsumsi Rumah Tangga Responden

Konsumsi makanan sangat

berpengaruh terhadap status gizi. Konsumsi makanan menyangkut kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi seseorang, semakin baik kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi seseorang maka semakin baik pula status gizi orang tersebut (Briawan dan Hardinsyah 1994).

Konsumsi pangan dihitung dari makanan/minuman yang dimakan setiap

anggota rumah tangga tanpa

mempertimbangkan asal makanan. Konsumsi energi merupakan sejumlah energi pangan yang dinyatakan dalam kkal yang dikonsumsi rata-rata per orang per hari. Konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan yang dinyatakan dalam gram yang dikonsumsi rata-rata per orang per hari. Data mengenai rata-rata konsumsi energi dan protein serta tingkat konsumsi gizi rumah tangga petani dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Proporsi Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Responden

Pengeluaran Nominal(Rp/bulan) Proporsi (%)

(5)

Pengeluaran Non Pangan 551.557,13 42,82

Total Pengeluaran 1.288.213,96 100,00

Sumber: Analisis Data Primer,2014

Tabel 2. Rata- Rata Konsumsi dan Tingkat kecukupan Gizi rumah tangga responden

Zat Gizi Konsumsi AKG yang dianjurkan TKG

Energi (kkal/RT/hari) 1.503,89 2.185,52 69,14%

Protein (gr/RT/hari) 41,06 58,55 70,77%

Sumber: Data Primer, 2014

Tabel 2, menjelaskan bahwa besarnya rata-rata konsumsi energi rumah tangga responden di Kecamatan

Sumberlawang adalah 1.503,89

kal/orang/hari dan konsumsi protein sebesar 41,06 gram/orang/hari. Rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga diperoleh dari besarnya energi dan protein yang terdapat dalam makanan/minuman yang dikonsumsi.

Besarnya tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kecamatan Sumberlawang adalah 69,14% untuk tingkat konsumsi energi dan 70,77% untuk tingkat konsumsi protein. Tingkat konsumsi energi rumah tangga responden tergolong dalam kategori defisit, sumber energi biasanya terpenuhi dari makanan yang berasal dari biji-bijian. Kebutuhan protein tercukupi dari lauk pauk yang bersumber protein hewani maupun nabati yang biasa mereka konsumsi yaitu ikan, tahu, tempe, dan ikan asin.

Indikator kuantitas pangan dapat dilihat melalui besarnya konsumsi energi dan protein. Energi dan protein merupakan komponen gizi yang sangat

penting bagi tubuh makhluk hidup. Energi berperan sebagai bahan bakar dalam aktivitas makhluk hidup, sedangkan protein berperan dalam pertumbuhan dan mempertahankan jaringan tubuh. Tingkat konsumsi energi dan protein diperoleh dari perbandingan antara konsumsi rumah tangga dan konsumsi yang dianjurkan berdasarkan angka kecukupan gizi.

Tingkat konsumsi energi dan protein terbagi dalam empat kategori, yaitu defisit, kurang, sedang, dan baik. Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dilihat

bahwa kategori rumah tangga

berdasarkan tingkat pemenuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG), kategori paling besar adalah kategori defisit dengan jumlah sebaran energi defisit mencapai 18 rumah tangga atau sebanyak 60% dari total rumah tangga responden. Tingkat konsumsi energi di Kecamatan Sumberlawang juga terdapat keluarga yang status energinya sedang dan baik, terdapat 5 rumah tangga atau 16,67% rumah tangga dengan status energinya sedang, 1 rumah tangga atau 3,33% termasuk dalam kategori baik.

Tabel 3. Distribusi Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Responden

Kategori Tingkat Konsumsi Gizi Energi Protein

n % n %

Defisit (TKG < 70% AKG) 18 60,00 20 66,67

(6)

Sedang (TKG 80-99 % AKG) 5 16,67 2 6,67

Baik (TKG>100 %AKG) 1 3,33 4 3,33

Jumlah 30 100,00 30 100,00

Sumber : Data Primer, 2014

Kategori tingkat konsumsi protein paling banyak dari sebaran keseluruhan rumah tangga berada pada kategori defisit dengan jumlah rumah tangga responden sebesar 20 rumah tangga atau sebanyak 66,67% dari total rumah tangga responden. Hal ini menggambarkan masih rendahnya tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di daerah lahan kering Kecamatan Sumberlawang. Adapun kategori kurang dan baik memiliki jumlah rumah tangga yang sama yaitu 4 rumah tangga atau sebanyak 13,33%. Sedangkan tingkat konsumsi protein dengan kategori sedang hanya terdapat 2 rumah tangga atau sebanyak 6,67% dari keseluruhan total rumah tangga. Perbedaan kategori tiap rumah tangga disebabkan perbedaan makanan/minuman yang dikonsumsi tiap rumah tangga.

Pemenuhan gizi seimbang pada rumah tangga harus mendapatkan perhatian yang lebih, terlebih pada rumah tangga yang memiliki bayi. Seperti yang dijelaskan Sutoto (1990) Gizi pada batita harus seimbang, mencakup karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Kekurangan gizi dalam bentuk kekurangan protein dan energi serta zat gizi mikro pada kelompok ini selain akan menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik juga non fisik seperti kerusakan awal perkembangan otak, kecerdasan, kemampuan sekolah dan produktivitas yang berlangsung permanen (Soekirman

1994).

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden

Ketahanan pangan mencakup 3 aspek, yaitu ketersediaan, konsumsi, dan distribusi. Sisi ketersediaan berarti tersedianya pangan yang cukup bagi seluruh penduduk dalam jumlah, mutu, keamanan dan keterjangkauannya. Sisi konsumsi berarti adanya kemampuan setiap rumah tangga mengakses pangan yang cukup bagi masing-masing anggotanya sehingga dapat hidup sehat. Sedangkan sisi distribusi menyangkut pada tersedianya pangan untuk setiap golongan masyarakat. Pada penelitian ini, ketahanan pangan dilihat dari sisi konsumsi dan hubungannya terhadap proporsi pengeluaran rumah tangga.

Ketahanan pangan rumah tangga dapat diukur dengan menggunakan klasifikasi silang dua indikator ketahanan, yaitu proporsi pengeluaran pangan dan Konsumsi konsumsi energi (kkal). Berdasarkan kedua indikator tersebut, terdapat 4 kriteria ketahanan pangan, yaitu tahan pangan, rentan pangan, kurang pangan dan rawan pangan. Data pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa status ketahanan pangan rumah tangga responden di Kecamatan Sumberlawang termasuk dalam status Rawan Pangan. Rumah tangga dengan status Rawan pangan memiliki sebaran terbesar yaitu dengan

Tabel 4. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden

Status Ketahanan Pangan Jumlah Responden Persentase (%)

Tahan (Proporsi pengeluaran pangan ≤ 60%, konsumsi energi > 80% AKG)

3 10,00%

Rentan (Proporsi pengeluaran pangan > 60%, konsumsi energi > 80% AKG)

3 10,00%

Kurang (Proporsi pengeluaran pangan ≤ 60%,

konsumsi energi ≤ 80% AKG) 6 20,00%

Rawan (Proporsi pengeluaran pangan > 60%,

konsumsi energi ≤ 80% AKG) 18 60,00%

Jumlah 30 100,00%

(7)

persentase 60% dari seluruh responden. Rumah tangga yang termasuk dalam kurang pangan memiliki sebaran urutan kedua yaitu dengan persentase 20% dari seluruh responden. Rumah tangga dengan status tahan pangan dan rentan pangan memiliki persentase yang sama yang menempati urutan ketiga dengan persentase 10% dari seluruh responden. Hal ini berarti, dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden di Kecamatan

Sumberlawang memiliki proporsi pengeluaran pangan ≥ 60% dari total pengeluaran, dan konsumsi energi kurang <80% AKG.

Dari hasil penelitian rumah tangga dengan status rawan pangan adalah yang terbanyak. Ini berarti rumah tangga memiliki proporsi pengeluaran pangan yang besar dan konsumsi energinya belum terpenuhi. Dilihat dari proporsi pengeluaran pangan yang rendah dapat diambil suatu kesimpulan bahwa rumah tangga responden di Kecamatan Sumberlawang adalah rumah tangga yang berpendapatan

rendah, sehingga tingkat

kesejahteraannya masih rendah. Oleh

karena itu, dalam memenuhi

kebutuhannya, rumah tangga petani mengeluarkan bagian yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga petani akan berpengaruh pada rendahnya akses ekonomi terhadap pangan. Dengan demikian, ketahanan pangan rumah tangga di Kecamatan Sumberlawang belum terpenuhi.

Strategi Koping Pangan

Strategi koping yang dilakukan individu ataupun rumah tangga dengan mencoba mengembangkan perencanaan

langkah yang konkret dan

menggunakannya sebagai kontrol. Sementara itu, Sen 1982 dalam Mangkoeto (2009) menjelaskan strategi

koping biasanya dilakukan sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan dalam mengakses pangan untuk menjamin kelangsungan hidup seseorang atau salah satu anggota rumah tangga. Tindakan yang dilakukan setiap orang berbeda tergantung dari

masalah yang hadapi dimana

keberhasilan ini tergantung dari sistem yang berkembang dalam masyarakat.

Sementara itu, Usfar (2002)

menyatakan bahwa tindakan strategi koping pangan dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu: melakukan aktivitas yang mendatangkan pendapatan, melakukan perubahan diet (pola

makan), berbagai cara untuk

mendapatkan (mengakses) makanan, berbagai cara untuk mendapatkan (mengakses) uang (tunai), hingga cara yang paling drastis dengan melakukan migrasi atau mengurangi jumlah anggota rumah tangga. Berdasarkan Corbett (1988) dalam Widiyanto (2010) mengidentifikasikan tiga tahap yang merefleksikan langkah mulai dari mengurangi risiko hingga perilaku koping yaitu: (1) mekanisme jaminan keamanan (insurance mechanism); (2) penjualan aset-aset produktif (disposal of productive assets); dan (3) kondisi penuh kemlaratan (destitution).

sebaran tindakan yang paling banyak dilakukan adalah tahap “insurance mecanism (teknik siap sedia)”, tahap ini merupakan tahap paling ringan dan paling sering dilakukan oleh petani. Tindakan ini meliputi mengubah metode pola tanam, penjualan ternak kecil, pengurangan tingkat konsumsi, dan mengumpulkan bahan makanan lain. Pada tahap pertama strategi koping yang sering dilakukan adalah tindakan “ migrasi untuk mencari pekerjaan (peluang) bagi anak” yang dilakukan oleh 27 rumah tangga dari keseluruhan rumah tangga atau 15,88% persen dari seluruh rumah

(8)

tangga yang melakukan strategi tersebut. Petani sering kali melibatkan anggota rumah tangga usia produktif untuk migrasi ke daerah yang lebih layak untuk menunjang kebutuhan pangan keluarga, selain itu juga mengurangi konsumsi rumah tangga. Namun karena sulitnya lapangan pekerjaan diluar pertanian membuat anggota rumah tangga merasa kesulitan untuk mencari pekerjaan diluar pertanian. Sering kali mereka mencoba untuk bekerja diluar bidangnya namun akhirnya kembali ke pekerjaannya sebagai petani. Selain dari sisi kemauan, mereka sadar akan pendidikan yang mereka dapat tidak cukup untuk berkompetisi di luar bidangnya.

Adapun persentase terkecil yang melakukan strategi koping yang dilakukan pada tahap pertama yaitu tindakan “diversifikasi produk” yang hanya dilakukan 2 rumah tangga atau sebesar sebesar 1,18%. Hal ini bisa menjadi gambaran akan ketakutan

petani dalam mencoba untuk

mengembangkan produk dihantui rasa kegagalan. Sehingga mereka hanya menanam, menjual dan seterusnya tanpa ada usaha untuk mengembangkan produk mereka sendiri, hal ini perlu adanya kesadaran dari petani itu sendiri. Kesadaran rumah tangga mengenai pentingnya daerah untuk mencari pekerjaan yang terbentuk terbentuk dari pola pikir mereka.

Pada tahap sedang atau tahap

disposal of productive asset

(penyelesaian dengan aset produktif) yang sering dilakukan adalah “tindakan pengurangan tingkat konsumsi saat ini (kualitas dan kuantitas)”. Tindakan ini

dilakukan sebanyak 17 rumah tangga atau sebesar 10% dari total rumah tangga yang melakuka strategi koping. Tindakan ini menujukan tingkat kesadaran rumah tangga mengenai makanan sumber gizi masih rendah. Pengurangan pangan baik secara kualitas maupun kuantitas dilakukan pada saat musim kemarau. Pada musim kemarau hasil usaha tani terutama jagung hanya menghasilkan produksi yang rendah namun harga beras merangkak naik. Sedangkan yang jarang dilakukan pada tahap ini adalah “menggadaikan lahan pertanian” yang hanya dilakukan oleh dua rumah tangga atau sebesar 1,18%. Hal ini menunjukan bahwa petani memilih meminjam uang secara langsung kepada tetangga atau tengkulak yang bersedia meminjamkan dari pada menggadaikan sertifikat tanah.

Sementara pada tahap terakhir atau tahap destitution (kemiskinan/ keterpaksaan) hanya sedikit yang melakukan, hanya 4,71% atau sebanyak 8 rumah tangga yang melakukan. Tahap ini adalah tahap paling kritis yang dihadapi petani, dengan melakukan “migrasi karena keterpaksaan bagi kepala rumah tangga” atau dengan “ menjual aset kepemilikan”. Namun pada tahap ini rumah tangga petani hanya melakukan migrasi bagi kepala rumah tangga, mencari pekerjaan diluar pertanian. Kepala rumah tangga melakukan tindakan ini karena keterpaksaan untuk kebutuhan pangan dan mencari kehidupan yang lebih layak. Sering kali usaha ini dilakukan, namun mereka tidak bertahan lama dan kembali untuk melanjutkan usaha tani.

Tabel 5. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden

Skor Strategi Koping Pangan Rumah Tangga

n %

Rendah (skor ≤ 7) 13 43,33

Sedang (skor 8-14) 15 50,00

Tinggi (skor ≥ 15) 2 6,67

Jumlah 30 100,00

(9)

Ada beberapa faktor petani melakukan tindakan ini yaitu apabila gagal panen, kebutuhan hidup jauh lebih besar dari pada pendapatan. Sedangkan faktor tidak lamanya petani bekerja diluar bidangnya adalah kurang nyamannya dengan pekerjaan baru karena harus bersaing dengan yang lain, rendahnya tingkat pendidikan, dan sudah

tercukupinya modal untuk

mengembangkan usahataninya. Adapun tindakan menjual kepemilikan lahan tidak pernah dilakukan petani karena lahan pertanian merupakan aset produktif bagi petani, selain itu disiapkan untuk generasi berikutnya.

Secara keseluruhan dari tiga tahap tersebut, tahap pertama yang paling banyak dilakukan rumah tangga yaitu sebanyak 104 rumah tangga atau sebesar 61,18%. Hal ini menujukan bahwa strategi koping yang dilakukan masih tergolong tahap ringan.

Sementara rumah tangga yang

melakukan pada tahap berat sebanyak 8 rumah tangga atau sebanyak 8 rumah tangga atau 4,71%. Jika dilihat dari sebaran rumah tangga yang melakukan tindakan strategi koping tidak banyak yang menjawab iya pada strategi yang dilakukan, hal ini menujukan kedalaman strategi koping pangan yang dilakukan rumah tangga tergolong rendah.

Pengelompokan strategi koping pangan yang dilakukan pada suatu rumah tangga selain dapat dijadikan

sebagai gambaran pola koping yang dilakukan, pengelompokan juga dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keparahan koping yang dilakukan oleh rumah tangga tersebut. Rumah tangga akan dikategorikan memiliki skor koping pangan rendah jika skor yang diperolah berada pada skor kurang dari 8 dan dikategorikan memiliki skor koping pangan yang sedang jika skor koping pangan berada pada rentang skor

8 sampai dengan 14 selebihnya dikategorikan tinggi (>15). Tingkat keparahan koping ini bisa dilihat dari skor koping yang dimiliki oleh rumah tangga tersebut. Tabel 5 di bawah menujukan bahwa sebaran skor koping yang dimiliki rumah tangga adalah sedang. Sebagian besar (50%) rumah tangga responden tergolong memiliki skor koping sedang, kemudian sebanyak 43,33% rumah tangga responden memiliki skor koping sedang dan hanya sebagian kecil (6,67%) yang memiliki skor koping yang tinggi. Hal ini memberikan gambaran bahwa tingkatan strategi koping pangan yang terjadi di rumah tangga relatif hampir sama antara rumah tangga yang satu dengan yang lainnya.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Mayoritas rumah tangga petani

lahan kering di Kecamatan

Sumberlawang tergolong rawan pangan yaitu sebesar 60% rumah tangga responden. Sedangkan yang tahan pangan hanya sebesar 10% dan sisanya tergolong kurang pangan sebesar 20% dan rentan pangan sebesar 10%. Secara keseluruhan konsumsi energi di Kecamatan Sumberlawang sebesar 1.503,89 kkal/orang/hari atau sebesar 69,14% dari angka kecukupan energi yang dianjurkan dan konsumsi protein sebesar 41,06 gram/orang/hari atau sebesar 70,77% dari angka kecukupan protein yang dianjurkan.

Strategi koping pangan dalam menjaga ketahanan pangan masih berada pada tahap ringan dengan melibatkan anggota rumah tangga yang berusia produktif untuk bermigrasi mencari pekerjaan dan menjual ternak kecil ketika bahan makanan tinggal sedikit.

(10)

Saran

Rumah tangga petani lahan kering berusaha untuk membiasakan mengonsumsi komoditas utama lahan kering (jagung) sebagai bahan pangan pokok, sehingga tidak bergantung dengan kebutuhan beras. Selain itu rumah tangga petani sebaiknya mengolah hasil pertanian komoditas lahan kering (jagung) agar dapat

memberi nilai tambah dan

meningkatkan pendapatan

DAFTAR PUSTAKA

Amaliyah H dan Handayani, SM 2011. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi di Kabupaten Klaten. J SEPA 7(2): 110-18.

BPS . 2014. Statistik Indonesia. Jakarta: BPS.

____. 2014. Kabupaten Sragen dalam Angka 2013. Sragen: BPS. ____. 2014. Kecamatan Sumberlawang

dalam Angka 2013. Sragen: BPS.

DEPKES 2009. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan DEPKES RI: Jakarta.

Hardinsyah dan Martianto D 1992.

Menaksir Kecukupan Energi dan Protein Serta Penilaian Mutu Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari.

Hasan I 2006. Sambutan Penutupan Menteri Negara Urusan Pangan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta: LIPI.

Iqbal H 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan

Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia,.

Marwanti 2000. Pengetahuan Makanan Indonesia (edisi 1). Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Mutiara E, Syarief H, Tanzieh I, Sukandar D 2008. Analisis Strategi Food Coping Keluarga

dan Penentu Indikator

Kelaparan. J Media Gizi dan Keluarga 32 (1): 21-31.

Papalia DE. and Olds SW 1986. Human Development. Third Edition. New York: Mc Graw Hill Book Company.

Sanjur D 1992. Social and Cultural Perspective in Nutrition. New York: Prentice-Hall, Inc., EnglewoodCliffs.

Setiawan I 2008. Alternatif

Pemberdayaan Bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Lahan Kering [skripsi].

Jurusan Sosial Ekonomi

Pertanian Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung.

Singarimbun, Masridan, dan Efendi S.1989. MetodePenelitian Survey. Jakarta: LP3S.

Sediaoetama AD. 2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat.

Soekirman 1994. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Rumah Tangga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Soetrisno L 2002. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian Sebuah Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta: Kanisius.

Surakhmad A 1998. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remadja Rosdakarya.

Widiyanto 2010. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan.

(11)

Surakarta: LPP UNS dan UNS Press.

Gambar

Tabel 1.  Proporsi Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Responden
Tabel 2. Rata- Rata Konsumsi dan Tingkat kecukupan Gizi rumah tangga responden
Tabel 4. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden
Tabel 5. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden

Referensi

Dokumen terkait

Dinas kesehatan kabupaten/kota merekap hasil laporan puskesmas dan mengirimkan laporan LROA dan diare ke dinas kesehatan provinsi setiap triwulan menggunakan Form 13C

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepala sekolah sebagai motivator di SMK Muhammadiyah 3 Makassar, untuk mengetahui kinerja guru dan pegawai di SMK Muhammadiyah

Pengertian atau defenisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya berwujud

Dalam lingkup Aceh, beberapa tindakan yang dapat dilakukan pada saat ini adalah (a) perlu ada sebuah kanun tentang kebijakan (policy) bahasa dan sastra daerah agar semua

bahasa Aceh dialek Peusangan. Hal ini didasari oleh alasan bahwa kebanyakan buku bahasa Aceh terdahulu juga berisikan contoh-contoh yang demikian. Di samping itu,

Sebelum penelitian ini dilakukan maka diselenggarakannya desiminasi dalam bentuk pelatihan kepada guru kimia SMA/MA di wilayah Propinsi Sumatera Utara, tepatnya di

nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit (tidak nyaman terhadap luka dekubitus). Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama

Sebagian besar responden adalah ibu-ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan sedang tentang imunisasi dasar anak dan mempunyai pengalaman menjadi kader lebih dari 5 sampai dengan