• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kinerja Mengajar Guru

Menurut Hanif (2004), Kinerja mengajar guru adalah prestasi kerja guru yang ditunjukkan dalam tiga dimensi yaitu keterampilan mengajar, keteram-pilan manajemen, kedisiplinan dan ketertiban.

Keterampilan mengajar, mempunyai arti seorang guru harus memiliki keterampilan dalam aktivitas dan keterampilan dalam mengorganisasi atau mengatur manajemen kelas dan mengadakan komunikasi dengan anak sehingga terjadi proses belajar mengajar. Keterampilan mengajar meliputi (Hanif, 2004):

(a) guru sebelum mengajar membuat persiapan mengajar dari rumah, (b) mengajar dengan hasil belajar sebagian besar siswa mendapat nilai baik, (c) dalam mengajar seorang guru menggunakan berbagai gaya mengajar, (d) guru mengajar siswa menurut potensi siswa, (e) guru memiliki kemam-puan mengajar materi yang sulit dengan mudah, (f) guru dapat menjawab pertanyaan siswa dengan memuaskan.

Keterampilan manajemen artinya seorang guru harus memiliki keterampilan dalam mengelola kelas, siswa, tugas siswa, dan tugas guru. Keterampilan manajemen guru mencakup (Hanif, 2004):

(a) seorang guru harus berbuat adil terhadap semua siswa dalam memberi nilai, (b) dalam

(2)

proses belajar mengajar tidak terpengaruh oleh kegiatan ekstra kurikuler, (c) pada kegiatan belajar mengajar guru tidak terpengaruh oleh pekerjaan rumah, (d) guru dalam kegiatan belajar mengajar selalu berusaha mengembangkan diri.

Kedisiplinan dan ketertiban artinya seorang guru dalam proses belajar mengajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, misalnya (Hanif, 2004):

(a) guru harus hadir di kelas tepat waktu, (b) guru tidak mengerjakan pekerjaan tambahan di dalam kelas, (c) guru mengerjakan pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab selama proses belajar mengajar, (d) guru mengerjakan silabus tepat waktu di kelas, (e) selama proses belajar mengajar guru menerapkan berbagai metode mengajar.

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kinerja Mengajar Guru

Hanif (2004) mengadakan penelitian menemu-kan bahwa kinerja mengajar guru secara signifimenemu-kan dipengaruhi oleh 7 faktor yaitu faktor: (1) stres guru; (2) self-efficacy; (3) status; (4) jumlah siswa dalam kelas; (5) pendapatan; (6) pengalaman kerja; (7) sistem sekolah .

Hanif (2004) menemukan bahwa stres guru dapat berpengaruh negatif terhadap kinerja mengajar guru, yang berarti bahwa semakin tinggi stres guru maka semakin rendah kinerja mengajar guru. Stres guru dapat berdampak secara psikologis dan sosial, salah satu bentuk dari dampak tersebut adalah

(3)

rendahnya kinerja mengajar guru. Hanif juga mene-mukan bahwa faktor self-efficacy berpengaruh positif terhadap kinerja mengajar guru, artinya semakin tinggi self-efficacy guru dalam melaksanakan suatu tugas atau mencapai tujuan, akan meningkatkan kinerja mengajarnya.

Hanif (2004) juga mengemukakan bahwa kinerja mengajar guru secara signifikan dipengaruhi faktor status. Guru yang sudah menikah ditemukan memiliki kinerja lebih rendah dibandingkan dengan guru yang belum menikah. Kinerja mengajar guru di dalam kelas dengan jumlah siswa yang sangat banyak juga dite-mukan sangat rendah. Faktor pendapatan juga dapat mempengaruhi kinerja mengajar guru, karena terbukti semakin tinggi pendapatan guru maka akan semakin baik kinerja mengajarnya. Pengalaman kerja guru yang semakin banyak juga akan semakin mening-katkan kinerja mengajar guru menjadi semakin baik. Sistem suatu sekolah ternyata juga dapat mempenga-ruhi kinerja guru. Terbukti dari penelitian Hanif (2004) menerangkan kinerja guru di Sekolah Negeri dengan di Sekolah swasta ditemukan bahwa kinerja mengajar guru di Sekolah Negeri lebih buruk, dibandingkan dengan kinerja mengajar guru di Sekolah Swasta.

Sari (2011) menemukan bahwa kinerja mengajar guru dipengaruhi oleh faktor motivasi kerja dan profesionalisme. Semakin tinggi motivasi kerja dan profesionalisme guru maka kinerja mengajar guru akan semakin tinggi pula. Penelitian Alviah (2012)

(4)

menemukan bahwa motivasi dan supervisi berpenga-ruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja mengajar guru. Artinya semakin rendah motivasi dan intensitas supervisi maka semakin rendah pula kinerja guru. Sedangkan penelitian dari Prapta (2013), menemukan bahwa kinerja mengajar guru dipengaruhi oleh faktor supervisi akademik kepala sekolah dan iklim kerja, yaitu apabila semakin baik supervisi akademik kepala sekolah dan makin efektif iklim kerja maka semakin tinggi tingkat kinerja mengajar guru.

Dari hasil penelitian Hanif dan temuan beberapa penelitian menunjukkan bahwa kinerja mengajar dipengaruhi banyak faktor yang memberikan gambar-an bahwa dalam upaya meningkatkgambar-an kinerja guru merupakan hal yang kompleks dan perlu dilakukan identifikasi yang tepat agar dapat mengatasi masalah kinerja guru.

2.3 Pengukuran Kinerja Mengajar Guru

Dalam mengukur kinerja mengajar guru dapat diukur dengan menggunakan beberapa alat ukur, seperti: (1) kuesioner kinerja (Nisun, 2011) yang disusun berupa kuesioner kinerja guru mengajar yang

berjumlah 25 item yang diisi oleh guru sendiri; (2) Angket kinerja guru (Wardoyo, 2010) yang dibuat

untuk meneliti Kinerja guru di SMK 45 Wonosari dengan memberikan angket kinerja guru kepada siswa dan menilai dengan pengamatan berdasarkan

(5)

indika-tor yang terlihat ketika guru yang bersangkutan mengajar di kelas; (3) Teacher Performance Evaluation Forms (Cambrige, 2006) menyusun evaluasi guru oleh siswa berdasarkan kriteria kinerja pengajaran yang efektif; (4) Hultman dalam Chandra (2008), membuat alat ukur untuk mengukur kinerja guru yang disebut sebagai Peak Performance Inventory yang mengukur aspek komitmen, kepercayaan, kompetensi, kondisi dan komunikasi interpersonal guru; (5) Hanif (2004) menyusun skala kinerja guru yang dinamakan Teacher Job Performance Scale.

Penelitian ini mempergunakan alat ukur Teacher Job Performance Scale yang disusun oleh Hanif (2004) yang diadaptasi untuk mengukur kinerja mengajar guru. TJPS telah terbukti valid dan reliabel. Hanif melakukan uji validitas dan reliabilitas dengan 25 item pada skala kinerja mengajar guru dan hasilnya adalah r (corrected item-total correlation) sebesar 0,27 – 0,46 dan alpha sebesar 0,71 pada tingkat signifikansi sebesar 0,01. TJPS dibuat untuk mengukur kinerja guru di tempat kerja dan dapat membantu untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan kinerja guru pada tingkat individual dan organisasional serta membantu guru untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas dalam mengajar.

Skala Kinerja Mengajar Guru diambil dari 15 item yang mengukur 3 aspek yaitu: (1) Teaching Skill (TS) adalah guru memiliki keterampilan mengajar yang baik yaitu mengajar secara efektif di kelas dan

(6)

memuaskan dalam gaya dan kualitas mengajarnya; (2) Management skill (MS) adalah keterampilan guru untuk mengatur waktu mengajar dan tugas-tugasnya yang lain yang ditugaskan oleh kepala Sekolah; (3) Discipline and regularity (DR) terkait dengan

keter-aturan dan ketepatan waktu guru di sekolah. Skala Kinerja Mengajar Guru diambil dari TJPS yang disusun oleh Hanif (2004) sebanyak 25 item.

2.4

Pengertian Supervisi akademik

Lucio (1990) merumuskan supervisi akademik adalah upaya untuk membimbing guru dalam mengembangkan kemampuannya untuk mengelola proses pembelajaran demi mencapai tujuan pembela-jaran. Dalam memberikan bimbingan kepada guru untuk mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran mencakup: (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) umpan balik yang berkaitan dengan prestasi mengajar guru melalui evaluasi. Inti kegiatan supervisi akademik itu bukan mengevaluasi unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembela-jaran, melainkan membantu membimbing guru me-ngembangkan kemampuan profesionalnya. Bantuan kepada guru dapat berupa dukungan dan evaluasi.

Bimbingan perlu diberikan kepada guru, karena guru pada umumnya masih menemui kesulitan dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, me-laksanakan kegiatan pembelajaran serta

(7)

melaksana-kan evaluasi (Lucio, 1990). Menyusun rencana pembelajaran memuat beberapa konsep yang mesti dituangkan oleh guru seperti tujuan, materi, metode, alat dan sumber serta evaluasi. Dalam melaksanakan pembelajaran guru berpedoman pada rencana pelak-sanaan pembelajaran yang telah disusun, dan untuk melaksanakan evaluasi sebelumnya guru membuat rencana evaluasi agar pelaksanaan evaluasi tidak menyimpang dari materi yang telah tertuang dalam rencana pembelajaran. Setelah bantuan diberikan selama proses berlangsung, maka pada akhirnya guru diberi bantuan evaluasi untuk memastikan semua bantuan yang diberikan bermanfaat sesuai dengan tujuan.

Fungsi kedua supervisi akademik adalah evaluasi. Proses evaluasi dalam supervisi merupakan proses yang sangat penting. Dapat dikatakan bahwa tidak ada bimbingan yang efektif tanpa proses evaluasi. Evaluasi adalah suatu tindakan pengujian terhadap manfaat (worth), kualitas, kebermaknaan, jumlah, kadar atau tingkat, tekanan atau kondisi dari beberapa perbandingan situasi (hasil evaluasi dari beberapa situasi yang sama yang digunakan sebagai standar perbandingan), yang kualitasnya telah dike-tahui dengan baik (Lucio, 1990).

Evaluasi memiliki karakteristik: (1) Mengiden-tifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi; (2) memfa-silitasi pertimbangan-pertimbangan; (3) Menyediakan informasi yang berguna (ilmiah, reliabel, valid dan

(8)

tepat waktu); (4) melaporkan penyimpangan/kelemah-an untuk memperoleh remediasi dari ypenyimpangan/kelemah-ang dapat diukur saat itu juga (Lucio, 1990).

Jadi secara umum kegiatan supervisi akademik ditujukan untuk perbaikan situasi belajar mengajar yang dilakukan melalui proses peningkatan kemam-puan profesi para guru dalam melaksanakan tugas-nya. Secara sederhana supervisi dapat dirumuskan sebagai suatu kegiatan yang direncanakan dari segi kualitatif sekolah dengan membantu guru melalui proses dukungan dan evaluasi pada proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.

Supervisi akademik memiliki beberapa tujuan. Tujuan supervisi akademik secara konkrit menurut Lucio (1990) adalah sebagai berikut:

a. Membantu guru mengelola pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan;

b. Membantu guru dalam membimbing penga-laman belajar siswa;

c. Membantu guru dalam menggunakan sarana-sarana belajar;

d. Membantu guru dalam menggunakan metode-metode dan alat-alat pelajaran modern;

e. Membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar;

f. Membantu guru dalam menilai kemajuan dan hasil pekerjaan guru itu sendiri;

g. Membantu guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka pertum-buhan pribadi dan jabatannya;

h. Membantu guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang diperolehnya;

(9)

i. Membantu guru agar lebih mudah mengada-kan penyesuaian terhadap masyarakat dan cara-cara menggunakan sumber-sumber ma-syarakat.

j. Membantu guru agar waktu dan tenaga guru tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan sekolah.

2.5 Meningkatkan Supervisi Akademik

Peran Kepala Sekolah sebagai Supervisor

Supervisi merupakan kegiatan yang harus dilak-sanakan secara terus menerus dan berkesinambung-an. Kegiatan supervisi harus sesuai dengan fungsi dan perannya, bertanggung jawab terhadap enam tugas yaitu menyangkut perencanaan, manajemen, pelak-sanaan supervisi itu sendiri, pengembangan kuri-kulum, demonstrasi pengajaran dan penelitian (Lucio dalam Barokah, 2005). Sebagai pemimpin di sekolah, Kepala Sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk selalu mensinkronkan semua aspek pendidikan, baik dari dimensi lembaga maupun dimensi individu agar perilaku seluruh warga sesuai dengan yang diharapkan demi tercapainya tujuan supervisi.

Seorang kepala sekolah selain harus mengetahui aspek atau bidang keterampilan yang akan dibina, juga harus mengetahui karakteristik sifat atau ke-pribadian guru, sehingga teknik supervisi yang digu-nakan sesuai dengan kebutuhan guru. Lucio (1990) menyarankan agar Kepala Sekolah mempertimbang-kan enam faktor kepribadian guru yaitu: kebutuhan

(10)

guru, minat guru, bakat guru, temperamen guru, sikap guru dan sifat-sifat somatik guru di dalam melaksanakan program pembinaan atau supervisi akademik dalam meningkatkan kinerja guru.

Kepala Sekolah memiliki peran dan tanggung jawab memantau, membina, dan memperbaiki proses belajar mengajar di sekolah. Peran dan tanggung jawab ini dilaksanakan melalui kegiatan supervisi. Sebagai supervisor, kepala sekolah hendaknya melak-sanakan kegiatan supervisi secara teratur, berkelan-jutan dan dengan perencanaan yang matang. Lucio (dalam Akbar, 2011) mendefinisikan tugas supervisi yang meliputi:

(a) Tugas perencanaan, yaitu untuk menetapkan kebijaksanaan dan program; (b) tugas adminis-trasi, yaitu pengambilan keputusan serta pengko-ordinasian melalui konferensi dan konsultasi yang dilakukan dalam usaha mencari perbaikan kua-litas pengajaran; (c) Partisipasi secara langsung dalam pengembangan kurikulum, yaitu dalam kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran, mem-buat penuntun mengajar bagi guru dan memilih isi pengalaman belajar (d) melaksanakan demons-trasi mengajar untuk guru-guru, serta (e) melaksa-nakan penelitian.

Memang salah satu tugas kepala sekolah/ madrasah adalah melaksanakan supervisi akademik. Untuk melaksanakan supervisi akademik secara efektif diperlukan keterampilan konseptual, interper-sonal dan teknikal (Glickman et.al, 2007). Oleh sebab itu, setiap kepala sekolah/madrasah harus memiliki dan menguasai konsep supervisi akademik yang

(11)

meliputi: pengertian, tujuan dan fungsi, prinsip-prinsip, dan dimensi-dimensi substansi supervisi akademik.

Menurut Mulyasa (2007) untuk melaksanakan supervisi, kepala sekolah sebagai supervisor harus memperhatikan prinsip-prinsip: (1) hubungan konsul-tatif, kolegial, dan bukan hierarkhis, (2) dilaksanakan secara demokratis, (3) berpusat pada tenaga kependi-dikan (guru), (4) dilakukan berdasarkan kebutuhan tenaga kependidikan (guru), (5) merupakan bantuan profesional.

2.6 Pengukuran Supervisi Akademik

Dalam mengukur supervisi akademik, terdapat beberapa alat ukur yang dapat dipergunakan, seperti (1) menurut Glicman (1981) mengukur supervisi akademik dengan skala, diukur melalui tiga tahap yaitu pertemuan awal, observasi kelas, dan pertemuan akhir (penilaian dan umpan balik) dengan jumlah item 32; (2) Sujana (2010) mengukur supervisi akademik dengan dengan skala. Dimensi yang diukur ada tiga dimensi yaitu memantau, menilai, serta pelatihan dan pembimbingan dengan jumlah 21 item; (3) Angket Supervisi kepala Sekolah yang dikembangkan oleh Suryadi (2009). Angket ini terdiri dari 34 item yang mengembangkan dari konsep membuat perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan evaluasi tindak lanjut supervisi akademik; (4) Skala Supervisi Akademik

(12)

menurut teori Lucio (1990) terdiri dari konsep yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan umpan balik supervisi dengan jumlah 82 item.

Supervisi akademik dalam penelitian ini bukan untuk menilai proses supervisi yang dilakukan kepala sekolah, namun lebih ditekankan kepada persepsi atau tanggapan guru terhadap kemanfaatan supervisi tersebut. Pengukuran supervisi akademik dilakukan berdasarkan tiga konsep menurut Lucio (1990), yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap umpan balik. Ketiga konsep dikembangkan dengan memperhatikan kondisi di tempat penelitian.

Skala yang digunakan untuk mengukur supervisi akademik terdiri dari 74 butir item yang telah digunakan oleh Jaenuri (2012), disusun dalam bentuk item favourable atau item yang mendukung teori. Setiap butir item diberikan empat alternatif jawaban dengan skala Likert. Masing-masing jawaban diberi skor sesuai dengan jenisnya, mulai dari 1 sampai dengan 4 (skala 4). Semakin tinggi skor yang diperoleh guru berarti semakin tinggi manfaat super-visi akademik yang dirasakan guru. Tetapi sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh guru berarti semakin rendah manfaat supervisi akademik yang dirasakan oleh guru.

(13)

2.7 Pengertian Motivasi Kerja

Herzberg (1995) berpendapat bahwa motivasi kerja adalah dorongan untuk bergerak yang menga-rahkan perilaku seseorang dalam melakukan peker-jaan. Motivasi kerja sebagai suatu kekuatan energetik yang dimiliki seseorang untuk menunjukkan perilaku terkait pekerjaan dan menentukan bentuk, arah dan intensitas. Keterkaitan motivasi kerja dengan kinerja mengajar dapat dilihat dari peran guru dalam men-jalankan perannya secara optimal.

Herzberg (1995) mengemukakan teori motivasi terdiri dari dua faktor yaitu faktor hygiene dan motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (harga diri dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.

Menurut teori ini ada dua faktor yang mem-pengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan

satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.

Jadi guru yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu

(14)

diawasi dengan ketat. Kepuasan di sini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka, dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Sondang, 2002).

Menurut Herzberg (2004) motivasi kerja muncul ketika dirasakan adanya ketidakadilan setiap individu dalam organisasi. Setiap orang kadang melakukan perbandingan atas perlakuan yang diterimanya dengan perlakuan yang diterima orang lain. Dengan membandingkan perlakuan tersebut terutama outcome

yang diperoleh, maka seseorang dapat merasakan keadilan atau ketidakadilan.

Sementara rasa ketidakadilan dalam teori Herzberg disebut motivation-hygiene. Teori ini menun-jukkan bahwa motivasi kerja disebutkan sebagai penyebab timbulnya ketidakpuasan kerja akibat ketidakadilan karena tidak seimbangnya pertukaran antara input yang diberikan dengan output yang diterima. Menurut Herzberg ada dua komponen pokok yang mempengaruhi seseorang bekerja yaitu faktor

hygiene (lingkungan) dan faktor motivasional

(Herzberg, 1995).

Aspek yang perlu diperhatikan untuk mening-katkan motivasi kerja adalah mengurangi hambatan yang datang dari dalam instansi/organisasi. Hal ini

(15)

dijelaskan oleh Herzberg yang menyatakan bahwa menjadi faktor motivator apabila dapat memicu seseorang untuk bekerja lebih baik dan bergairah, seperti: pengakuan dari orang lain, peluang untuk berprestasi, tantangan dan tanggung jawab. Terpe-nuhinya faktor ini menyebabkan orang merasa puas tetapi bila tidak terpenuhi, tidak akan mengakibatkan rasa kecewa dan kecemasan yang berlebihan (Herzberg, 1995).

Salah satu cara untuk mengurangi hambatan yang datang dari dalam instansi atau sekolah agar motivasi kerja guru meningkat adalah dengan cara menambah atau melengkapi sarana-sarana untuk menunjang kelancaran dalam pelaksanaan tugas mengajar sesuai dengan tuntutan tugas pokok dan fungsi guru.

2.8 Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Kerja

Herzberg (dalam Siagian, 2004) menyatakan bahwa faktor yang mendorong aspek motivasi adalah faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain: mengetahui visi dan misi kerja, ingin mendapatkan penghargaan, ingin erprestasi, ingin mendapatkan gaji/upah, ingin meningkatkan karier, dan ingin bersosialisasi dengan mitra kerja. Sedang-kan faktor ekstrinsiknya yaitu: suasana di tempat kerja, upah yang layak, adanya penghargaan atas hasil

(16)

pekerjaan, adanya pengakuan atas hasil pekerjaan, dan adanya kode etik dalam bekerja.

Dalam penelitian ini, motivasi kerja guru ber-patokan pada rumusan yang dikemukakan oleh Herzberg dengan menyesuaikan pada keadaan di lapangan, yaitu kombinasi faktor intrinsik berupa: (1) komitmen terhadap pekerjaan, (2) tanggungjawab, (3) kemungkinan untuk tumbuh, (4) prestasi, dan (5) pengakuan. Dengan faktor motivasi ekstrinsik berupa: (a) kebijakan, (b) supervisi teknis, (c) hubung-an hubung-antar mhubung-anusia denghubung-an atashubung-an, (d) hubunghubung-an hubung-antar manusia dengan teman kerja, (e) besaran gaji.

2.9 Pengukuran Motivasi Kerja

Dalam mengukur motivasi kerja, terdapat beberapa alat ukur yang dapat dipergunakan, seperti: (1) Angket motivasi kerja yang disusun oleh McCormick dengan berdasarkan dua aspek motivasi kerja yaitu motivasi dari dalam (internal) dan motivasi dari luar (eksternal). Instrumen kemudian dijabarkan dalam 22 item (Mangkunegara, 2002); (2) Angket motivasi kerja (Yono, 2006) yang disusun berupa angket dengan jumlah 14 item. Angket ini diperguna-kan untuk mengukur motivasi kerja guru sebanyak 36 guru pada kelompok bermain. Dimensi yang diukur adalah motivasi kerja intrinsik dan motivasi kerja ekstrinsik, (3) Kuesioner motivasi kerja (Guterres, 2012) yang disusun berupa kuesioner motivasi kerja

(17)

untuk mengukur motivasi kerja guru SMA dengan jumlah 18 item. Dimensi yang diukur ada 2, yaitu motivasi internal dan motivasi eksternal, (4) Skala motivasi kerja yang disusun menurut teori Herzberg (1995) yang terdiri dari faktor ekstrinsik dan faktor instrinsik dengan jumlah 18 item.

Pengukuran motivasi kerja peneliti mengguna-kan skala yang bertujuan untuk memperoleh infor-masi secara tertulis kepada responden tentang motivasi kerja. Skala adalah seperangkat pengetahuan yang disusun untuk diajukan kepada responden untuk memperoleh informasi secara tertulis dari responden sebagai objek penelitian, berkaitan dengan tujuan pengujian instrumen penilaian motivasi kerja guru. Herzberg (dalam Robbins, 2007) mengatakan bahwa hal yang perlu diukur dalam motivasi kerja guru meliputi: prestasi (achievement), pengakuan (recoqnition), tanggungjawab (responbility), kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri (the work it self), dan kemungkinan berkembang (the possibility of growth), status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang dengan rekan-rekannya, teknik supervisi, kebijakan organisasi, sistem administrasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.

2.10 Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian terkait dengan penelitian yang relevan adalah:

(18)

1. Sudarmadi (2012) meneliti tentang Hubungan Kepuasan Kerja Guru dan pendapat Guru Mengenai Supervisi Akademik Kepala sekolah dengan Kinerja Mengajar Guru Yayasan Pangudi Luhur Ranting Ambarawa. Populasi dalam peneli-tian adalah semua guru Yayasan Pangudi Luhur Ranting Ambarawa yang berjumlah 60 orang guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja guru dan supervisi akademik kepala sekolah bersama-sama memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kinerja mengajar guru Yayasan Pangudi Luhur Ranting Ambarawa. Penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi ganda RX1.2.y = 0,642 dan p= 0,000< 0,05. Koefisien korelasi ganda Rx1.2.y lebih besar dari koefisien korelasi bivariat rx1.y = 0,593 dan rx2.y = 0,384. Semakin baik kemampuan supervisi akademik kepala sekolah dan kepuasan kerja guru maka semakin baik kinerja mengajar guru;

2. Muhtiar (2010) mengadakan penelitian tentang Hubungan Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru di SMP Negeri se Kota Banjarmasin. Populasi penelitian adalah guru-guru dari 34 SMP se kota Banjarmasin dengan sampel sebanyak 100 orang guru. Hasil penelitian terdapat hubungan positif dan signifikan antara supervisi Kepala Sekolah, motivasi kerja dengan kinerja guru. Supervisi Kepala Sekolah dan motivasi kerja memberikan sumbangan secara

(19)

bersama-sama sebesar 39% terhadap kinerja guru. Sementara 61% kontribusi diberikan oleh unsur lain di luar supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja;

3. Hubungan Supervisi dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Guru di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Pabelan, penulis Hastuti (2011). Dalam penelitian ini peneliti mengambil populasi guru-guru pada sekolah dasar (SD) di Gugus Ki Hajar Dewantara yang berjumlah 50 guru. Peneliti menyimpulkan bahwa hubungan antara supervisi dengan kinerja guru memiliki koefisien korelasi sebesar rx.1y = 0,490 dengan p =0,000<0,05. Ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara supervisi akademik dengan kinerja guru. Semakin tinggi skor supervisi akademik, maka skor kinerja guru akan semakin naik;

4. Penelitian Indrawati (2012) berjudul Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru terhadap Kinerja guru TK/RA di UPTD Pendidikan Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Populasi penelitian adalah seluruh guru TK/RA di UPTD Pendidikan Kecamatan Bandungan Kabu-paten Semarang yang berjumlah 78 orang. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh posi-tif dan signifikan antara motivasi kerja terhadap kinerja guru TK/RA di Kecamatan Bandungan. Dari hasil analisis regresi linier berganda dapat

(20)

diketahui bahwa koefisien regresi variabel motivasi sebesar -0,19 dengan nilai thitung sebesar 1,992 dan pvalue sebesar 0,787. Karena hasil thitung dalam uji regresi motivasi lebih kecil dari ttabel dan memiliki pvalue 0,787 yang lebih besar dari 0,05, maka pengaruhnya dinyatakan tidak signifikan;

5. Penelitian Ngasripan (2011) berjudul Hubungan Kepuasan kerja dan motivasi kerja dengan kinerja mengajar Guru SD Negeri Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru Sekolah Dasar Negeri di wilayah Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang yang berjumlah 210 orang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ditemukan ada hubung-an positif signifikhubung-an hubung-antara motivasi kerja denghubung-an kinerja mengajar guru, dengan koefisien korelasi 0,379 dengan probabilitas 0,001 < 0,05;

6. Penelitian Sumiata, Nyoman Gede (2010) berjudul Hubungan antara kemampuan manajerial Kepala sekolah, Supervisi Pembelajaran, dan iklim Organi-sasi dengan Kinerja Guru pada Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng. Populasi adalah guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng yang berjumlah 181 orang. Kesimpulan penelitian ini adalah ditemukan ada hubungan positif antara supervisi pembelajaran dengan kinerja guru pada SD Negeri di Kecamatan Busungbiu dengan kontribusi sebesar 24%.

(21)

2.11 Perumusan Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan se-bagai berikut:

1. Ada hubungan yang signifikan antara

super-visi akademik kepala sekolah dengan kinerja mengajar guru di Gugus Durian kecamatan Bejen;

2. Ada hubungan yang signifikan antara motivasi

kerja dengan kinerja mengajar guru di Gugus Durian kecamatan Bejen.

Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik dalam penelitian ini dirumus-kan sebagai berikut:

1. H0 : rx1y < 0. Tidak ada hubungan positif yang signi-fikan antara supervisi akademik kepala sekolah dengan kinerja mengajar guru di gugus durian kecamatan Bejen;

Ha : rx1y > 0. Ada hubungan positif yang signifikan antara supervisi akademik kepala sekolah dengan kinerja mengajar guru di gugus durian kecamatan Bejen.

2. H0 : rx2y < 0. Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara motivasi kerja kerja dengan kinerja mengajar guru di Gugus Durian kecamatan Bejen;

(22)

Ha : rx2y > 0. Ada hubungan positif yang signifikan antara motivasi kerja kerja dengan kinerja mengajar guru di Gugus Durian kecamatan Bejen.

Referensi

Dokumen terkait

Antrian yang terlalu panjang mengakibatkan nasabah meninggalkan antrian, dalam teori antrian hal ini disebut dengan istilah balking Dengan menggunakan data jumlah kedatangan

In this paper, the writer tries to translate a text; entitled News and Entertainment Media. This is a story about news and entertainment media which is growing fast

Zinnurain, “Pengembangan Multim edia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Agama Islam Materi Tata Cara Sholat untuk Sekolah Dasar”.. Sekolah sebagai sarana

Pengujian bakteriologis dilakukan terhadap 13 sampel air minum isi ulang yang diambil dari depo air minum isi ulang yang tersebar di sekitar Lenteng A gung dan Srengseng

5 PT TERASIS EROJAYA 6 PT CINIPTA TRIUTAMA JAYA 7 KOMLA CONSULTING ENGINEERS 8 PT PROSPERA CONSULTING ENGINEERS 9 PT INTIMULYA MULTIKENCANA 10 PT RASICIPTA CONSULTAMA 11 PT KANTA

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh market timing ability , stock selection skill, expense ratio dan tingkat risiko terhadap kinerja reksa dana saham di

bahwa dengan adanya pengalihan dana Bantuan Operasional Sekolah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,

Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa baik pada saham-saham yang masuk dalam perhitungan perusahaan manufaktur, terdapat pengaruh