• Tidak ada hasil yang ditemukan

WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KONSINYASI MINUMAN BERALKOHOL GOLONGAN C DI AJ SHOP SANUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KONSINYASI MINUMAN BERALKOHOL GOLONGAN C DI AJ SHOP SANUR."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN

PERJANJIAN KONSINYASI MINUMAN

BERARKOHOL GOLONGAN C DI AJ SHOP SANUR

I KOMANG RIANDIKA FEBI PRANATHA

NIM. 1116051050

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

SKRIPSI

WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN

PERJANJIAN KONSINYASI MINUMAN

BERARKOHOL GOLONGAN C DI AJ SHOP SANUR

I KOMANG RIANDIKA FEBI PRANATHA

NIM. 1116051050

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

iii

WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN

PERJANJIAN KONSINYASI MINUMAN

BERARKOHOL GOLONGAN C DI AJ SHOP SANUR

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

I KOMANG RIANDIKA FEBI PRANATHA

NIM. 1116051050

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(4)

iv

Lembar Persetujuan Pembimbing

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 6 APRIL 2016

PEMBIMBING I

IDA BAGUS PUTRA ATMADJA, SH., MH NIP. 19541231 198303 1 018

PEMBIMBING II

A.A. SAGUNG WIRATNI DARMADI, SH., MH

(5)

v

SKRIPSI TELAH DIUJI

PADA TANGGAL 27 APRIL 2016

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Nomor : 0660/UN14.4E/IV/PP/2016 Tanggal 18 APRIL 2016

Ketua : Ida Bagus Putra Atmadja, SH.,MH ( )

19541231 198303 1 018

Sekretaris : A.A.Sagung Wiratni Darmadi, SH.,MH ( )

19540720 198303 2 001

Anggota : Dr. I Made Sarjana, SH.,MH ( )

19611231 198601 1 001

I Nyoman Darmadha. SH., MH ( )

19541231 198103 1 033

I Made Dedy Priyanto, SH., M.Kn ( )

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan

skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban terakhir sebagai mahasiswa

guna melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan studi Program Sarjana (S1)

pada Fakultas Hukum Universias Udayana. Adapun judul skripsi ini adalah

“WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN

KONSINYASI MINUMAN BERARKOHOL GOLONGAN C DI AJ SHOP

SANUR”.

Penulis menyadari bahwa apa yang tersusun dalam skripsi ini jauh dari apa

yang diharapkan secara ilmiah. Hal ini disebabkan karena keterbatasan

kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Maka dari itu

kritik, saran, bimbingan serta petunjuk-petunjuk dari semua pihak sangat

diharapkan guna kelengkapan dan penyempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Oleh karena itu pada kesempatan yang sangat berbahagia ini dengan segala

hormat penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

(7)

vii

1. Bapak Prof. Dr. I. Gusti Ngurah Wairocana, S.H.,M.H, Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak I Ketut Sudiartha, S.H.,M.H, Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H.,M.H, Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Suardana, S.H.,M.H, Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

5. Bapak Anak Agung Gede Oka Parwata, S.H.,MSi, Ketua Program Non

Reguler Fakultas Hukum Universitas Udayana.

6. Bapak I Made Budi Arsika, SH,. LLM., Pembimbing Akademis yang

telah membimbing dari awal kuliah di Fakultas Hukum Universitas

Udayana

7. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, S.H.,M.H. Ketua bagian Hukum

Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana,

8. Bapak Ida Bagus Putra Atmadja, SH., MH. Sebagai pembimbing I

yang dengan penuh perhatian dan berkenan meluangkan waktu serta

tenaganya dalam memberikan bimbingan hingga terselesainya skripsi

ini

9. Ibu Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi, S.H.,M.H, Dosen

Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan berkenan

meluangkan waktu serta tenaganya dalam memberikan bimbingan

(8)

viii

10.Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah

membimbing dan mendidik penulis selama mengikuti perkuliahan di

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

11.Bapak Ida Bagus Wedha Kusumajaya, S.H., dan Bapak I Gusti Ngurah

Darmayuda Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas

Udayana yang telah membantu selama masa perkuliahan.

12.Bapak dan Ibu Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas

Udayana yang telah cukup banyak membantu dalam pengurusan

proses administrasi.

13.Bapak dan Ibu Pegawai Perpustakaan Universitas Udayana dan

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah

membantu penulis dalam memperoleh literature yang diperlukan dalam

penyusunan skripsi ini.

14.Kepada seluruh keluarga besar Fakultas Hukum Universitas Udayana

Program Non Reguler.

15.Untuk orang tua penulis yang tiada hentinya memberikan dukungan,

doa dan kasih sayang kepada penulis sehingga dapat terselesaikannya

skripsi ini.

16.Untuk seluruh sekuruh keluarga yang telah memberikan semangat

dalam menjalankan perkuliahan dari awal sampai dengan terselesainya

tugas skripsi ini.

17.Untuk sahabat tercinta Wisnu Wisesa, Gusten Keniten, Agung Atut,

(9)

ix

Draco, Mathias Hotma, Koming Anantha, Niko Cahyadi, Bennydiktus,

Adis Sutha, Gung wah Anyo, Gung Darma, Surya Radika, seluruh

sahabat DKB, wawewawe dan Leak Barak yang selalu memberikan

dorongan dan semangat dalam membuat skripsi ini.

18.Untuk teman – teman Fakultas Hukum angkatan 2011 pada khususnya

dan seluruh civitas akademis yang telah banyak memberikan dorongan

mental dan semangat dalam membuat skripsi.

Akhir kata penulis harapkan skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi

semua pihak pada umumnya dan bagi perkembangan ilmu hukum pada

khususnya.

Denpasar, 29 Maret 2016

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ... ii

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... iii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI………… .. v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 6

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 7

1.5 Tujuan Penelitian ... 8

1.5.1 Tujuan Umum ... 8

1.5.2 TujuanKhusus ... 8

1.6 Manfaat Penelitian ... 9

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 9

1.6.2 Manfaat Praktis ... 9

1.7 Landasan Teoritis ... 9

(11)

xi

1.8.1 Jenis Penelitian ... 15

1.8.2 Sifat Penelitian ... 15

1.8.3 Data dan Sumber Data ... 16

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data ... 17

1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 17

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI, DAN PERJANJIAN KONSINYASI 2.1 Wanprestasi ... 19

2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Wanprestasi ... 19

2.1.2 Bentuk – Bentuk Wanprestasi ... 23

2.1.3 Pengaturan Wanprestasi Dalam KUHPerdata ... 25

2.2 Perjanjian konsinyasi ... 27

2.2.1 Pengertian Perjanjian ... 27

2.2.2 Pengertian Perjanjian Konsinyasi ... 38

2.2.3 Konsinyasi Sebagai Perjanjian Campuran ... 41

2.2.4 Pihak – Pihak Dalam Perjanjian Konsinyasi ... 42

BAB III. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KONSINYASI DI AJ SHOP SANUR 3.1 Pelaksanaan Perjanjian Konsinyasi Dalam Penjualan Minuman Beralkohol Golongan C di Aj Shop Sanur ... 43

(12)

xii

BAB IV. UPAYA PENYELESAIAN HUKUM PARA PIHAK

AKIBAT WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN

PERJANJIAN KONSINYASI DI AJ SHOP SANUR

4.1 Akibat Hukum dari Wanprestasi karena Kesalahan

Debitur ... 49

4.2 Penyelesaian Hukum Para Pihak Akibat Wanprestasi

dalam Pelaksanaan Perjanjian Konsinyasi di AJ Shop

Sanur ... 53

BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RESPONDEN

RINGKASAN SKRIPSI

(13)

xiii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Penulisan

Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi

manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang

secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan

duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja

mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka

penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban

ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, 29 Maret 2016

Yang menyatakan

( I Komang Riandika Febi Pranatha.)

(14)

xiv

Abstrak

Perjanjian adalah suatu tindakan di mana satu orang atau lebih

mengikatkan diri kepada satu orang atau lebih. Dengan demikian berarti

perjanjian juga akan melahirkan hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan

bagi mereka yang membuat perjanjian. Judul penelitian ini adalah Wanprestasi

Dalam Perjanjian Konsinyasi Minuman Beralkohol Golongan C di AJ Shop

Sanur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa yang

menyebabkan AJ Sop Sanur melakukan wanprestasi sehingga menyebabkan PT.

Pancaniaga Bali Perkasa Merugi dan bagaimana upaya penyelesaian sengketa

yang terjadi atas wanprestasi dalam perjanjian konsinyasi antara PT. Pancaniaga

Bali Perkasa dengan AJ Shop Sanur. Metode penelitian yang digunakan adalah

metode penelitian empiris dengan cara meneliti perjanjian konsinyasi yang

dilakukan oleh PT. Pancaniaga Bali Perkasa dengan AJ Shop Sanur. Sehingga

mendapat data yang menyatakan bahwa AJ shop Sanur melakukan wanprestasi

atas perjanjian konsinyasi yang telah disepakati.

(15)

xv Abstract

Agreement is an act in which one or more persons bind themselves to

one person or more . Thus meaning the agreement will also bring forth the rights

and obligations in the field of property law for those who make the appointment.

The title of this research is the Default In Consignment Agreement Alcoholic

Beverage AJ Shop Class C in Sanur . The purpose of this study was to determine

what caused AJ Sop Sanur in default , causing PT . Pancaniaga Bali Perkasa Loss

and how efforts to resolve the dispute over the breach in the consignment

agreement between PT . Pancaniaga Bali Perkasa with AJ Shop Sanur . The

method used is the method of empirical research by examining the consignment

agreement made by PT . Pancaniaga Bali Perkasa with AJ Shop Sanur . So it gets

the data to claim that AJ shop Sanur do defaults on consignment agreement that

has been agreed upon .

(16)
(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di eraglobalisasi saat ini, kebutuhan manusia dan pengusaha pada

umumnya semakin meningkat, hingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi

semakin berkembang. Hal ini menyebabkan para pengusaha untuk mendorong

timbulnya inovasi dalam suatu kerjasama diantara para pengusaha guna

mendukung adanya suatu peningkatan perekonomian diantara para pengusaha

tersebut. Akibat dari gejala tersebut menyebabkan munculnya banyak perjanjian

kerjasama diantara para pengusaha yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan

dan perputaran roda perekonomian para pengusaha yang semakin membaik dan

juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Ada beberapa perjanjian yang di dalam praktek sehari-hari mempunyai

sebutan nama tertentu, tetapi tidak diatur di dalam Peraturan

Perundang-undangan, setidak-tidaknya di Indonesia belum diberikan pengaturan secara

khusus,1 beberapa contoh perjanjian tak bernama adalah perjanjian sewa beli,

Franchise, Leasing, dan Konsinyasi. Masih banyak lagi perjanjian-perjanjian tak

bernama yang dikenal dalam praktek perekonomian dan bisnis di Indonesia.

Salah satu perjanjian tak bernama yang popular di dunia kerjasama dan

bisnis adalah perjanjian konsinyasi atau yang biasa disebut perjanjian bagi hasil

atau bisa juga disebut titip-jual. Perjanjian kerjasama konsinyasi ini pada

1

(18)

2

perkembangannya banyak diterapkan oleh para pelaku usaha baik skala kecil,

menengah, dan perusahaan besar sekalipun. Kerjasama dengan sistem konsinyasi

adalah kerjasama yang pelaksanaannya dengan cara salah satu pihak memiliki

barang / produk yang di tempatkan di lokasi pihak lainnya, pihak yang ditempati

berkewajiban mempromosikan dan menjual barang tersebut dengan berbagai

macam cara, retail maupun grosir, dan pembayaran baru dilakukan jika barang

sudah terjual oleh pemilik tempat dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan

dengan dikurangi komisi dari hasil penjualan.2 Hubungan antara Supplier dan

pemilik tempat didasarkan pada kesepakatan para pihak yang dapat dituangkan

dalam perjanjian tertulis atau kesepakatan lisan, dengan kata lain didasarkan pada

dua unsur yang terkait, yaitu hukum dan kepercayaan.

Pada dasarnya hubungan tersebut adalah hubungan hukum, tetapi yang

tampak dalam praktek sehari-hari adalah hubungan kepercayaan. Berdasarkan

kepercayaan pemilik toko bahwa barang supplier akan laku di pasaran dan

memberi keuntungan bagi pemilik toko dan juga sebaliknya bagi supplier yang

memperoleh keuntungan.

Pada prinsispnya perjanjian kerjasama dengan sistem konsinyasi ini tidak

diatur secara khusus dan mengenai bentuk dan isi perjanjian diserahkan kepada

kesepakatan pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Ini sesuai dengan

ketentuan mengenai perikatan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata), khususnya dalam Buku III KUHPerdata yang mempunyai sistem

2

(19)

3

terbuka dan adanya asas kebebasan berkontrak. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata

ditentukan bahwa Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan dalam pasal ini

dikenal dengan istilah Pacta Sunt Servanda.

Kebebasan berkontrak mengandung pengertian bahwa para pihak bebas

memperjanjikan apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang,

Ketertiban umum dan kesusilaan. Mengenai sebab dari suatu perjanjian haruslah

halal, hal ini diatur dalam Pasal 1337 ditentukan bahwa Suatu sebab adalah

terlarang, apabila dilarang oleh Undang-undang atau berlawanan dengan

kesusilaan baik atau ketertiban umum. Perjanjian konsinyasi ini mengikuti atau

diatur dalam Pasal 1319 menentukan semua perjanjian, baik yang mempunyai

nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk

pada peraturan-peraturan umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.

Ruang lingkup kajian hukum kontrak tak bernama atau innominaat adalah

berbagai kontrak yang muncul dan berkembang dalam masyarakat. Hukum

kontrak innominat bersifat khusus, sedangkan hukum kontrak atau hukum perdata

merupakan hukum yang bersifat umum, artinya bahwa kontrak-kontrak

innominaat berlaku terhadap peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

Apabila dalam Undang-undang khusus tidak diatur maka kita mengacu pada

peraturan yang bersifat umum, sebagaimana yang tercantum dalam buku III

KUHPerdata.3

3

(20)

4

PT. Pancaniaga Bali Perkasa adalah salah satu dari sekian banyak

perusahaan Distributor Minuman Berarkohol di Denpasar yang menggunakan

sistem perjanjian konsinyasi dengan para suppliernya berdasarkan prinsip

kepercayaan, dan perjanjian yang digunakan antara supplier dan PT. Pancaniaga

Bali Perkasa adalah kesepakatan lisan dan Nota serah terima barang atau check

list barang dari para pihak. Dalam prakteknya tidak jarang terjadi adanya suatu

permasalahan yang diakibatkan karena seiring perjalanan pelaksanaan perjanjian

kerjasama konsinyasi ada suatu keadaan atau situasi yang diluar dugaan para

pihak dalam perjanjian tersebut sehingga menyebabkan tidak terlaksananya atau

kurang terlaksana dengan penuh klausa-klausa dalam perjanjian kerjasama dengan

sistem konsinyasi tersebut, seperti karena kelalaian pihak supplier yang telat

mengirim barang atau dari distributor berkaitan dengan hilang atau rusaknya

barang. Hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah jika para pihak dapat mengerti

dan menerima serta melakukan perubahan-perubahan dalam klausa perjanjian

kerjasama konsinyasinya, tetapi yang menjadi permasalahan adalah karena sistem

perjanjian yang digunakan tidak atau belum diatur secara khusus dalam suatu

peraturan perundang-undangan dan bentuk perjanjiannya adalah perjanjian lisan

sehingga para pihak kesulitan untuk mencari suatu solusi yang mempunyai

kekuatan dan kepastian hukum bagi parapihak kaitannya dengan Pelaksanaannya.

Salah satu outlet yang menerapkan sistem perjanjian konsinyasi kepada

suppliernya di denpasar adalah A.J Shop yang beralamat di Jalan Merta Sari no

106 sanur, Denpasar. Dapat diketahui disini bahwa perjanjian konsinyasi yang

(21)

5

pihak yang menyediakan tempat untuk mendistribusikan dan tempat untuk

menjual barang–barang yang diperjanjikan dengan sistem konsinyasi.

Hubungan antara supplier dan outlet ini didasarkan pada kesepakatan para

pihak yang dituangkan dalam perjanjian tertulis. Dimana supplier mempercayakan

produknya dititipkan di A.J Shop, dan pihak A.J Shop mempercayakan produk

dari supplier akan laku terjual di pasaran yang akan memberikan keuntungan bagi

para pihak. Namun dalam prakteknya sering terjadi pelaksanaan kewajiban yang

tidak tepat pada waktunya, dengan demikian maka para pihak berada dalam

keadaan wanprestasi.

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban

sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan

debitur.4 Wanprestasi yang terjadi atas perjanjian tersebut misalnya seperti;

keterlambatan supplier mengirimkan barang yang akan dititipkan di Aj Shop, dan

keterlambatan pihak Aj Shop melakukan pembayaran kepada supplier atas barang

yang telah laku terjual. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membedakan

antara perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir dari

undang-undang serta akibat hukum dari perikatan tersebut. Akibat hukum suatu perikatan

yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki berdasarkan perjanjian yang telah

disepakati para pihak sebelumnya sedangkan, akibat hukum dari suatu perjanjian

yang lahir dari undang-undang merupakan hubungan hukum para pihak yang

ditentukan oleh undang-undang.

4

(22)

6

Namun dalam pelaksanaannya sering terjadi pelanggaran atau lalai

melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan. Menurut

Suharnoko, apabila atas perjanjian yang disepakati terjadi pelanggaran, maka

dapat diajukan gugatan wanprestasi, karena adanya hubungan kontraktual antara

pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang menderita kerugian. Apabila

tidak ada hubungan antara pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang

menderitakerugian, maka dapat diajukan gugatan perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan uraian diatas, sangat menarik untuk di teliti lebih mendalam dalam

suatu karya ilmiah yaitu pada pembuatan skripsi yang berjudul

WANPRESTASI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN KONSINYASI

MINUMAN BERARKOHOL GOLONGAN C DI AJ SHOP SANUR

1.2 Rumusan Masalah

1. Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam

pelaksanaan perjanjian konsinyasi di Aj Shop sanur?

2. Bagaimana Upaya Penyelesaian Hukum Para Pihak Akibat

Wanprestasi dalam Pelaksanaan Perjanjian Konsinyasi di AJ Shop

Sanur?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk memperoleh pembahasan yang terarah sehingga tidak menyimpang

dari pokok permasalahan yang di bahas, maka akan di batasi ruanglingkup

permasalahannya sehingga pembahasan akan dapat di uraikan secara sistematis

sebagai suatu karya ilmiah. Adapun ruang lingkup dari pembahasan prmasalahan

(23)

7

1. Terhadap masalah pertama akan dibahas tentang faktor penyebab

terjadinya wanprestasi yang dalam hal ini dilakukan oleh pihak AJ

Shop Sanur.

2. Terhadap masalah ke dua akan dibahas tentang upaya penyelesaian

wanprestasi dalam perjanjian konsinyasi minuman beralkohol di AJ

shop Sanur.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan terhadap judul – judul penelitan

yang serupa atau mempunyai kemiripan dengan topic yang ada dalam proposal

skripsi ini adalah :

No Judul Penulis Rumusan Masalah

1 Pelaksanaan

perjanjian konsinyasi di mirota

batik kaliurang yogyakarta?

2. Bagaimana pengaturan hak dan

kewajiban para pihak tentang

(24)

8

Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi tujuan penulisan adalah:

1.5.1 Tujuan Umum

1. Untuk melakukan Tri Dharma perguruan tinggi, khususnya

pada Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar.

2. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah

secara tertulis.

3. Untuk perkembangan ilmu hukum

4. Untuk pembulat studi diri dalam bidang hukum

1.5.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan Aj Shop

Sanur melakukan wanprestasi sehingga PT. Pancaniaga

Bali Perkasa merugi.

2. Untuk mengetahui upaya penyelesaian wanprestasi dalam

perjanjian konsinyasi minuman beralkohol di AJ Shop

(25)

9

1.6 Manfatat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi kepentingan

pengembangan ataupun penambahan wawasan kalangan akademisi

sekaligus melengkapi khasanah dunia ilmu pengetahuan,

shususnya ilmu pengetahuan hukum perikatan tentang konsinyasi

1.6.2 Manfaat Praktis

Dari hasil hasil penelitian ini akan bermanfaat sebagai sumbangan

informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang perjanjian

konsinyasi barang, selain itu penelitian ini dapat di jadikan sebagai

salah satu kelengkapan syarat untuk meraih gelar sarjana di bidang

hukum.

1.7 Landasan Teoritis

Lahirnya tanggung jawab hukum perdata berdasarkan wanprestasi diawali

dengan adanya perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban. Perjanjian diawali

dengan adanya janji. Apabila dalam hubungan hukum berdasarkan perjanjian

tersebut, pihak yang melanggar kewajiban tidak melaksanakan atau melanggar

kewajiban yang di bebankan kepadanya maka ia dapat dinyatakan lalai

(wanprestasi) dan atas dasar itu ia dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum

berdasarkan wanprestasi.

Tanggung jawab hukum dengan dasar wanprestasi didasari adanya

hubungan kontraktual. Hubungan kontraktual timbul karena perjanjian atau karena

(26)

10

KUHPerdata buku ke tiga tentang perikatan. Van Dunne mengatakan perjanjian

adalah “suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata

sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”5

H.salim H.S et all, mengartikan

kontrak atau perjanjian adalah “Hubungan hukum antara subyek hukum yang satu

dengan subyek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subyek

hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subyek hukum yang lain

berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah

disepakatinya.”6

Berdasarkan pemahaman diatas maka hukum perjanjian dapat diartikan

sebagai hukum terhadap janji-janji (The law of promises). Parapihak melakukan

janji-janji adalah bebas dan apayang mereka lakukan tidak ada pihak lain yang

memaksa sebagaimana dijamin dalam asas kebebasan berkontrak (freedom of

contract). Janji-janji yang di buat itu kemudian mengikat mereka dan

menimbulkan hak dan kewajiban diantara mereka.

Pengertian perjanjian sebagaimana tercantum dalam pasal 1313

KUHPerdata adalah “Sesuatu perbuatan dengan nama satu atau dua orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Menurut KUHPerdata

perjanjian mempunyai kekuatan hokum mengikat apabila telah memenuhi empat

syarat untuk sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam pasal 1330 KUHPerdata,

yaitu:

1. Sepakat mereka untuk mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

5

Salim HS, H.Abdullah, dan Wiwiek Wahyuningsih, 2007, Perancangan Kontrak dan

Memorandum Of understanding, PT. Sinar Grafika, Jakarta, h. 8.

(27)

11

3. Sesuatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Pada saat perjanjian itu sah maka perikatan itu mengikat parapihak yang

membuatnya. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata : perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi parapihak yang membuatnya. Pasal 1338

ayat (2) KUHPerdata : Suatu perjanjian tidak dapat di tarik kembali kecuali

berdasarkan kesepakatan para pihak atau karena alasan yang dinyatakan oleh

undang-undang.

Apabila ada salah satu pihak yang tidak menghormati janji (kewajiban)

berarti ada pihak yang kepentingannya dilanggar maka hukum memberikan

perlindungan atas kepentingan para pihak yang dilanggar janjinya tersebut.

Kepentingan yang di lindungi dalam hukum perjanjian adalah kepentingan

ekonomi. Tanggung jawab ini lahir dari adanya pelanggaran terhadap sebuah

perjanjian. Janji-janji dalam konsep hukum perikatan adalah prestasi. Rumusan

prestasi dalam hukum perikatan Indonesia dapat dilihat dalam ketentuan pasal

1234 KUHPerdata, yaitu berupa:

a. Memberikan sesuatu

b. Berbuat sesuatu

c. Tidak berbuat sesuatu

Ada banyak cara untuk meningkatkan volume penjualan dan pemasaran

antara lain: dengan penjualan cicilan, konsinyasi, agen maupun cabang.

Konsinyasi biasanya digunakan oleh perusahaan yang bergerak dibidang pakaian

(28)

12

rangka memperkenalkan produk baru. Barang yang dititipkan disebut barang

konsinyasi (consignment out) oleh consignor dan disebut barang

komisi(consignment-in) oleh consignee.Perjanjian Konsinyasi ini merupakan jenis

kontrak innominaat, Hukum Kontrak Innominat adalah keseluruhan kaidah

hukum yang mengkaji berbagai kontrak yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam

masyarakat dan kontrak ini belum dikenal pada saat KUH Perdata diundangkan.7

Konsinyasi sendiri mengandung pengertian suatu perjanjian dimana salah

satu pihak yang memiliki barang menyerahkan sejumlah barang kepada pihak

tertentu untuk dijualkan dengan harga dan syarat yang diaturdalam perjanjian.

Pihak yang menyerahkan barang (pemilik) disebut Konsinyor / consignor/

pengamanat. Pihak yang menerima barang Konsinyasi disebut Konsinyi /

Consigner / Komisioner. Bagi konsinyor barang yang dititipkan kepada konsinyi

untuk dijualkan disebut barang konsinyasi (konsinyasi keluar /consigment out)

Terdapat 4 hal yang merupakan ciri dari transaksi Konsinyasi yaitu :

1) Barang Konsinyasi harus dilaporkansebagai persediaan oleh Konsinyor,

karena hak untuk barang masih berada pada Konsinyor.

2) Pengiriman barang Konsinyasi tidak menimbulkan pendapatan bagi

Konsinyor dan sebaliknya.

3) Pihak Konsinyor bertanggungjawab terhadap semua biaya yang

berhubungan dengan barang Konsinyasi kecuali ditentukan lain.

4) Komisioner dalam batas kemampuannya berkewajiban untuk menjaga

keamanan dan keselamatan barang- barang komisi yang diterimanya.

(29)

13

Sedangkan alasan Komisioner menerima perjanjian Konsinyasi, antara lain:

1) Komisioner terhindar dari resiko kegagalan memasarkan barang tersebut.

2) Komisioner terhindar dari resiko rusaknya barang atau adanya fluktuasi

harga.

3) Kebutuhan akan modal kerja dapat dikurangi.

Dan alasan-alasan Konsinyor untuk mengadakan perjanjian Konsinyasi :

1) Konsinyasi merupakan cara untuk lebih memperluas pemasaran.

2) Resiko-resiko tertentu dapat dihindar kan misalnya komisioner bangkrut

maka barang konsinyasi tidak ikut disita.

3) Harga eceran barang tersebut lebih dapat dikontrol.8

Menurut Sulaiman S Manggala karakteristik dari penjualan konsinyasi sebagai

berikut :

1) Konsinyasi merupakan satu-satunya produsen atau distributor memperoleh

daerah pemasaran yang lebih luas.

2) Konsinyor dapat memperoleh spesialis penjualan.

3) Harga jual eceran barang konsinyasi dapat dikendalikan oleh pihak

konsinyor yang masih menjadi pemilik barang ini. 9

Pihak konsinyor menetapkan perjanjian mengenai penyerahan hak atas

barang dan juga hasil penjualan barang-barang konsinyasi. Konsinyi bertanggung

jawab terhadap barang-barang yang diserahkan kepadanya sampai barang-barang

8

www.google.com, doc/34305325/cessie-konsinyasi subrogasi. 27 September 2010.

9

(30)

14

tersebut terjual kepada pihak ketiga. Hak Konsinyi berhak memperoleh

penggantian biaya dan imbalan penjualan dan berhak menawarkan garansi atas

barang tersebut. Kewajiban Konsinyi harus melindungi barang konsinyasi, harus

menjual barang konsinyasi, harus memisahkan secara fisik barang konsinyasi

dengan barang dagangan lainnya, dan Mengirimkan laporan berkala mengenai

kemajuan penjualan barang konsinyasi.

Pada bab II buku III KUH Perdata berjudul Perikatan yang lahir dari

kontrak atau perjanjian. Penggunaan kata “atau” menunjukkan bahwa pengertian

antara perjanjian dan kontrak menurut buku III KUH Perdata adalah sama. Dalam

kehidupan sehari-hari kita menafsirkan pengertian Hukum Kontrak adalah

keseluruhan dari kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak

atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.10

Kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik, sesuai dengan asas

kepatutan, tidak melanggar prinsip kepentingan umum, dan juga harus sesuai

dengan kebiasaan.11Dalam hukum kontrak ada prinsip yang sangat mendasar yaitu

prinsip perlindungan kepada pihak yang dirugikan akibat adanya wanprestasi dari

pihak lainnya dalam kontrak yang bersangkutan dan juga ada prinsip

keseimbangan berupa perlindungan pihak yang melakukan wanprestasi.12

Dalam perikatan perjanjian konsinyasi antara supplier dan distributor

seringkali menimbulkan berbagai macam permasalahan di dalam pelaksanaannya,

seperti misalnya berkaitan dengan resiko. Resiko adalah kewajiban untuk

10

Salim H.S. 2003, Perkembangan Hukum Innominat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta., ( Selanjutnya di tulis Salim HS 3 ), h.4.

11

Munir Fuady, 1999, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT. Citra AdityaBakti,Bandung. h. 80.

(31)

15

memikul kerugian jika ada suatu kejadiandiluar kesalahan salah satu pihak yang

menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian.13 Kelalaian para pihak juga

sering muncul seiring berjalannya kerjasama para pihak dalam perjanjian

konsinyasi. Yang dimaksud lalai adalah apabila seseorang tidak memenuhi

kewajibannya atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya tetapi tidak seperti

yang telah diperjanjikan.14

Sistem Penjualan konsinyasi adalah pengiriman atau penitipan barang dari

pemilik kepada pihak lain yang bertindak sebagai agen penjualan. Hak milik dari

pada barang, tetap masih berada pada pemilik barang sampai barang tersebut

terjual. Sistem penjualan konsinyasi ini dapat dipakai untuk penjualan semua jenis

produk.15

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah, maka penelitian yang dilakukan adalah

metode penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang berfokus pada

perilaku masyarakat hukum (law in action), dan penelitian ini memerlukan

data primer sebagai data utama di samping data sekunder ( bahan hukum ).

1.8.2 Sifat Penelitian

Penelitian hukum empiris yang di pergunakan dalam penyusunan skripsi

tentang Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Konsinyasi di AJ

13

Subekti, 200, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT Intermasa,Jakarta. h. 144. 14

Ibid. h. 147.

15

(32)

16

SHOP Sanur” ini bersifat deskriptif. Penelitian hukum empiris yang

bersifat deskriptif ini menggambarkan gambaran secara sistematis, faktual

dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serat hubungan antarfenomena

yang diselidiki. Ini bersifat yuridis yaitu pemecahan masalah dengan

menganalisa peraturan-peraturan dan teori teori yang ada, kemudian

dikaitkan dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi di masyarakat.

1.8.3 Data dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah diatas

adalah:

1. Data Kepustakaan dan Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan

yaitu data yang di peroleh secara tidak langsung dari sumber

pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah

terokumen dalam bentuk bahan-bahan hukum, terdiri dari :

a. Bahan HukumPrimer

Bahan hukum primer, yaitu suatu cara untuk memperoleh data

sekunder yang di dapat dengan menelaah bahan bacaan yang akan

di bahas.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum skunder yaitu bahan-bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum yang terdiri dari buku ketiga

KUHPerdata dan buku lainnya yang terkait yang membahas

(33)

17

2. Data Lapangan atau Data Primer

a. Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan

yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di

lapangan yaitu baik dari responden maupun informan.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian Penyelesain Wanprestasi dalam Perjanjian Konsinyasi di

Aj Shop Sanur menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu:

1) Teknik Studi Dokumen

Teknik studi dokumen merupakan teknik atau cara pengumpulan

data yang dilakukan atas bahan-bahan hokum baik primer maupun

sekunder

2) Teknik Wawancara (interview)

Teknik wawancara adalah proses percakapan dengan maksud

mengkontraksi mengenai orang, kejadian, organisasi, motivasi,

perasaan, dan sebagainya yang dilakukan dua pihak yaitu

pewawancara yang mengajukan pertanyaan dengan orang yang

diwawancarai.

1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Dalam penelitian ini data di olah dan dianalisa secara kualitatif yaitu suatu

pengumpulan data tanpa menggunakan angka-angka,grafik dan table. Dalam

penelitian dengan teknik deskriptif kualitatif maka keseluruhan data yang

(34)

18

dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis,digolongkan dalam

pola dan tema, dikatagorisasikan dan di klasifikasikan, dihubungkan antara

satu data dengan data lainnya, dilakukan interprestasi untuk memahami makna

data dalam situasi social, dan dilakukan penafsiran dari perspektif penelitian

setelah memahami keseluruhan kualitas data,16 proses analisis tersebut

dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut

terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif

kemudian data akan disajikan secara deskritif kualitatif dan sistematis.

16

(35)
(36)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DAN

PERJANJIAN KONSINYASI

2.1 Wanprestasi

2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Wanprestasi

Perkataan wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang artinya prestasi buruk.

Wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai melaksanakan

kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan

debitur.1

Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih terdapat

bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak terdapat kata sepakat

untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan. Istilah mengenai wanprestasi ini

terdapat di berbagai istilah yaitu ingkar janji, cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya.

Dengan adanya bermacam-macaam istilah mengenai wanprestsi ini, telah menimbulkan

kesimpang siuran dengan maksud aslinya yaitu “wanprestasi”. Ada beberapa sarjana yang tetap

menggunakan istilah “wanprestasi” dan memberi pendapat tentang pengertian mengenai

wanprestasi tersebut.

Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi

didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu

1

(37)

perjanjian. Barangkali dalam Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah “pelaksanaan janji untuk

prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk wanprestasi.”2

R. Subekti mengemukakan bahwa “wanprestasi” itu adalah kelalaian atau kealpaan yang

dapat berupa 4 macam yaitu:3

1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.

2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana

yangdiperjanjikan.

3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat.

4. Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan.

Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa apabila debitur “karena kesalahannya”

tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka debitur itu wanprestasi atau cidera janji. Kata

karena salahnya sangat penting, oleh karena debitur tidak melaksanakan prestasi yang

diperjanjikan sama sekali bukan karena salahnya.4

Menurut J Satrio, wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi

janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan

kepadanya.5

Yahya Harahap mendefinisikan wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak

tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurutselayaknya. Sehingga menimbulkan keharusan

bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau

2

Wirjono Prodjodikoro, 1999, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, h.17. 3

R.Subekti, 1970, Hukum Perjanjian, Cetakan Kedua,Pembimbing Masa, Jakarta, ( selanjutnya di tulis R. Subekti 1 ), h. 50.

4

R. Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, Cetakan Keempat, Pembimbing Masa, Jakarta, ( selanjutnya di tulis R. Subekti 2 ), h. 59.

5

(38)

dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan

perjanjian.6

Hal ini mengakibatkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi atau tidak melaksanakan

isi perjanjian yang telah mereka sepakati atau yang telah mereka buat maka yang telah

melanggar isi perjanjian tersebut telah melakukan perbuatan wanprestasi. Dari uraian tersebut di

atas dapat mengetahui maksud dari wanprestasi itu, yaitu pengertian yang mengatakan bahwa

seorang dikatakan melakukan wanprestasi bilamana “tidak memberikan prestasi sama sekali,

terlambat memberikan prestasi, melakukan prestasi tidak menurut ketentuan yang telah

ditetapkan dalam pejanjian”. Faktor waktu dalam suatu perjanjian adalah sangat penting, karena

dapat dikatakan bahwa pada umumnya dalam suatu perjanjian kedua belah pihak menginginkan

agar ketentuan perjanjian itu dapat terlaksana secepat mungkin, karena penentuan waktu

pelaksanaan perjanjian itu sangat penting untuk mengetahui tibanya waktu yang berkewajiban

untuk menepati janjinya atau melaksanakan suatu perjanjian yang telah disepakati.

Dengan demikian bahwa dalam setiap perjanjian prestasi merupakan suatu yang wajib

dipenuhi oleh debitur dalam setiap perjanjian. Prestasi merupakan isi dari suatu perjanjian,

apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian

maka dikatakan wanprestasi.

Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya dan

membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang

melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar

tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

Dasar hukum wanprestasi yaitu:

(39)

Pasal 1238 KUHPerdata: “Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta

sejenis itu,atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini

mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Pasal 1243 KUHPerdata: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu

perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk

memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat

diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

2.1.2 Bentuk – Bentuk Wanprestasi

Adapun bentuk – bentuk dari wanprestasi yaitu :7

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.

Sehubungan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur

tidak memenuhi prestasi sama sekali.

b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.

Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap

memenuhi prestasi tetap tidak tepat waktunya.

c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.

Debitur yang memenuhi prestasi Tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak

dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.

Menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu:8

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.

7

J. Satrio,1999, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, ( Selanjutnya di tulis J. Satrio 2 ), h.84.

(40)

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya.

3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, kadang

- kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak

diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.

Menurut Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu

telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang

harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila

sudah ada somasi (ingebrekestelling). Adapun bentuk – bentuk somasi menurut Pasal 1238

KUHPerdata adalah:

1. Surat perintah.

Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan

surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat

–lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploitjuru Sita”.

2. Akta.

Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta Notaris.

3. Tersimpul dalam perikatan itu sendiri.

Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya

(41)

Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan

kewajibannya dapat dilakukan Secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian

dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut kepengadilan maka sebaiknya diberikan

peringatan secara tertulis.

Dalam keadaan tertentu somasi tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa seorang debitur

melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam perjanjian (fataltermijn),

prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu, debitur mengakui dirinya wanprestasi.

2.1.3 Pengaturan Wanprestasi Dalam KUHPerdata

Pasal 1235 KUHPerdata:

“dalam tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termasuk kewajiban si berhutang

untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak

keluarga yang baik, sampai pada saat penyerahan.”

Penyerahan menurut Pasal 1235 KUHPerdata dapat berupa penyerahan nyata maupun

penyerahan yuridis.

Dalam hal ini debitur tidak memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya dan ada unsur

kelalaian dan salah, maka ada akibat hukum yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa

debitur, sebagaimana diatur dalam Pasal 1236 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata, juga

diatur pada Pasal1237 KUHPerdata.

Pasal 1236 KUHPerdata:

“si berhutang adalah wajib untuk memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada si berhutang,

apabila ia telah membawa didinya dalam keadaan tidak mampu menyerahkan bendanya, atau

telah tidak merawat sepatutnya guna menyelamatkannya”.

(42)

“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai

diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap

melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau

dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.

Pasal 1236 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata berupa ganti rugi dalam arti:

1. Sebagai pengganti dari kewajiban prestasi perikatannya.

2. Sebagian dari kewajiban perikatan pokoknya atau disertai ganti rugi atas dasar cacat

tersembunyi.

3. Sebagai pengganti atas kerugian yang diderita kreditur.

4. Tuntutan keduanya sekaligus baik kewajiban prestasi pokok maupun ganti rugi

keterlambatannya.

Pasal 1237 KUHPerdata:

“dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu

semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang. maka sejak debitur lalai,

maka resiko atas obyek perikatan menjadi tanggungan debitur.”

Pada umumnya ganti rugi diperhitungkan dalam sejumlah uang tertentu. Dalam hal

menentukan total, maka kreditur dapat meminta agar pemeriksaan perhitungan ganti rugi

dilakukan dengan suatu prosedur tersendiri yang diusulkan.Kalau debitur tidak memenuhi

kewajiban sebagaimana mestinya, maka debitur dapat dipersalahkan, maka kreditur berhak untuk

menuntut ganti rugi.

2.2Perjanjian Konsinyasi

(43)

Dalam ilmu hukum yang kita pelajari menjelaskan bahwa suatu perjanjian dan perikatan

itu merujuk pada dua hal yang berbeda, perikatan ialah suatu hal yang lebih bersifat abstrak,

yang mana lebih menunjuk dalam hubungan hukum pada suatu harta kekayaan antara dua orang

ataupun dua pihak atau lebih. Perikatan lebih luas dari perjanjian, yang mana tiap-tiap perjanjian

adalah perikatan, tetapi perikatan belum tentu seuatu perjanjian. Dengan demikian berarti suatu

perjanjian ini juga akan melahirkan suatu hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta

kekayaan bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut.9

Pada umumnya didalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, suatu perikatan itu

lahir dari suatu bentuk perjanjian yang di buat antara mereka yang saling mengikatkan diri dalam

perjanjian tersebut, dan tak dapat dipungkiri pula bahwa suatu perjanjian memiliki peran penting

dalam berkegiatan didalammasyarakat baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik sekalipun.

Eksistensi sebuah perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat ditemukan landasannya

pada Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat dengan KUH

Perdata) yang menjelaskan bahwa: “ Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena

undang-undang”. Selain ketentuan diatas, juga terdapat Pasal lain yang menjelaskan terkait hal

diatas seperti pada Pasal 1313 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa: “Suatu persetujuan adalah

suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau

lebih”. Kemudian terdapat pula pengertian perjanjian menurut para sarjana, menurut Subekti,

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua

orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.10 Selain dari pengertian dari Subekti tadi,

terdapat pengertian dari seorang R.Setiawan yang menyatakan bahwa Persetujuan adalah suatu

9

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2004, Perikatan yang lahir Dari Perjanjian, Ed. I, Cet.II, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta, h.2.

10

(44)

perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya

menyebutkan persetujuan sepihak saja, dan sangat luas karena dengan dipergunakan perkataan

perbuatan tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum.11

Melalui beberapa pengertian terkait perjanjian tadi maka jelaslah bahwa memang suatu

perikatan lahir dari sebuah perjanjian atau persetujuan. Namun daripengertian perjanjian dalam

Pasal 1313 KUH Perdata diatas masih terdapat ketidakjelasan didalamnya, hal ini disebabkan

dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum

pun disebut dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka harus dicari dalam

doktrin. Menurut doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah perbuatan hukum

berdasarkan kata sepakat untu menimbulkan akibat hukum. Definisi ini, telah tampak adanya

asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tumbuh/lenyapnya hak dan kewajiban).

Menurut Teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan

perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat

untuk menimbulkan akibat hukum. Dalam teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian

semata-mata, tetapi juga harus melihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. 12 Ada

tiga tahap dalam membuat perjanjian, menurut teori baru, yaitu :

a. Tahap Pra-Contractual, yaitu tahap terjadinya penawaran dan penerimaan.

b. Tahap Contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak,

c. Tahap Post-Contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.

11

R.Setiawan, 1977, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, h.49. 12

(45)

Kemudian muncul kembali pendapat dari para sarjana terkait pengertian perjanjian yaitu menurut

Charless L.Knapp dan Nathan M. Crystal mengatakan yaitu,

contract is an agreement between two or more persons- not merely a shared belief, but common understanding as to something that is to be done in the future by one or both of them” (Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal, 1993: 2).

Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan

kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa

mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka.13

Sesungguhnya banyak sekali pendapat dan sumber yang memberi pengertian tentang

perjanjian itu sendiri, seperti dalam Black’s Law Dictionary, yang diartikan dengan “contract is

an agreement between two or more person which creates an obligation to do or not to do

particular thing.” Artinya kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang

mana kontrak itu menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan

sesuatu secara sebagian (Black’s Law Dictionary, 1979: 291).

Melalui beberapa penjelasan diatas menjelaskan beberapa pengertian tentang perjanjian

serta terkait perjanjian yang merupakan salah satu sumber dari perikatan menegaskan kembali

bahwa perjanjian melahirkan sebuah perikatan, sehingga menciptakan kewajiban pada salah satu

atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut. Kewajiban yang dibebankan pada debitor dalam

perjanjian, memberikan hak pada pihak kreditor dalam perjanjian untuk menuntut pelaksanaan

prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut.14

Jika ditelaah secara baik-baik pada Pasal 1313 KUH Perdata menjelaskan bahwa suatu

perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya pada orang lain, hal ini berarti dari

13

Ibid.

14

(46)

sebuah perjanjian dapat menimbulkan suatu kewajiban atas suatu prestasi dari satu atau lebih

pihak kepada salah satu atau lebih pihak lainnya yang memiliki hak atas prestasi tersebut.

Dengan demikian dimungkinkan suatu perjanjian melahirkan lebih dari satu perikatan,

dengan kewajiban berprestasi yang saling bertimbal balik. Debitor disatu sisi menjadi kreditor

pada sisi yang lain juga pada saat yang bersamaan, dan ini merupakan suatu karakteristik khusus

dari perikatan yang lahir dari suatu perjanjian.

Dalam membuat ataupun melaksanakan suatu perjanjian tidak dapat dilakukan dengan

sembarangan, namun dalam membuat dan melaksanakan suatu perjanjian patutnya kita

mengetahui asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian, adapun asas-asas umum hukum

dalam perjanjian tersebut antara lain:

a. Asas Kebebasan Berkontrak, asas ini memiliki landasan hukumnya pada Pasal 1338 ayat

1 KUH Perdata yang menyatakan “semua persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” yang juga menjelaskan bahwa

setiap orang bebas membuat perjanjian yang isisnya apa saja yang ia kehendaki.

b. Asas Konsensualitas, asas ini memiliki landasan hukumnya pada Pasal 1320 angka 1

yang dalam bunyi Pasalnya menyatakan salah satu sahnya suatu perjanjian jika adanya

kesepakatan antara mereka yang mengikatkan diri, hal ini dapat di artikan bahwa kata

sepakat berarti telah terjadi konsensus secara tulus tidak ada kekilapan, paksaan atau

penipuan (Pasal 1321 KUH Perdata).

c. Asas Kepercayaan, ketika seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain,

menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan

memenuhi prestasinya dikemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan, maka perjanjian

(47)

mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat

sebagai undang-undang.15

d. Asas Kedudukan yang Sama atau Seimbang, asas ini dapat dikatakan memiliki dasar

hukumnya pada Pasal 1320 ayat 2 KUH Perdata yaitu “Kecakapan untuk membuat

perjanjian”. Hal ini dijabarkan kembali dalam Pasal 1330 KUH Perdata yaitu tentang

cakap dalam membuatsuatu perjanjian oleh orang yang sudah dewasa menurut Pasal

1330 KUH Perdata dan tidak berada dibawah pengampuan seperti pada Pasal 1433 KUH

Perdata. Karena apabila seseorang yang normal membuat perjanjian dengan orang yang

tidak normal dalam hal fisik maupun psikologis, berarti terjadi akan ketidakseimbangan

dimana kondisi orang yang secara fisik dan psikologis kuat berhadapan dengan orang

yang secara fisik dan psikologis lemah, jadi suatu perjanjian dapat dibuat apabila terdapat

suatu kedudukan yang seimbang diantara mereka yang akan mengikatkan diri dalam

perjnjian tersebut.

e. Asas Itikad Baik, asas ini dapat dilihat dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang

berbunyi : “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas itikad baik ini

menyatakan bahwa sesungguhnya para pihak antara pihak kreditur dan pihak debitur

haruslah melaksanakan suatu perjanjian dengan dilandasi itikad baik didalamnya.

f. Asas Kepastian Hukum, bahwa pada Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan dalam suatu

perjanjian sebagai produk hukum haruslah memiliki suatu kepastian hukum, yang mana

kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya bahwa suatu perjanjian yaitu memiliki

kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

15

(48)

g. Asas perjanjian mengikat para pihak, asas ini memiliki landasan hukum pada Pasal 1338

KUH Perdata yang menjelaskan bahwa perjanjian berlaku (mengikat) sebagai

undang-undang, dan pada Pasal 1339 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa perjanjian mengikat

juga untuk segala sesuatu karena sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan dan

kebiasaan. Secara umumnya suatu perjanjian akan bersifat mengikat para pihak yang ikut

dalam perjanjian tersebut untuk saling melaksanakan kewajibannya masing-masing

sesuai yang disepakati dalam perjanjian tersebut.16

Pada dasarnya asas-asas umum dalam hukum perjanjian tersebut udah sepatutnya digunakan

dalam membuat dan melaksanakan suatu perjanjian.

Selain dalam membuat dan melaksanakan suatu perjanjian dengan melihat beberapa

asas-asas umum dalam hukum perjanjian, juga suatu hal yang wajib di penuhi dalam melaksanakan

suatu perjanjian yaitu memperhatikan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian.

Dalam ilmu hukum kontrak (Law Of Contract) di Amerika ditentukan adanya empat

syarat sahnya perjanjian, yaitu : (a).Adanya penawaran (offer) serta penerimaan (acceptance),

(b). Adanya penyesuaian kehendak (meeting of minds), (c). Adanya prestasi (konsiderasi), dan

(d). Adanya kewenangan hukum para pihak (competent legal parties) dan pokok persoalan yang

sah (legal subjectmatter). 17Sedangkan dalam hukum eropa kontinental seperti kita, syarat

sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menjelaskan terkait empat

syarat sahnya suatu perjanjian antara lain :

16

I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuan-Ketentuan Hukum

Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, h.49.

17

(49)

a. Adanya kesepakatan antara mereka yang mengikatkan dirinya, maksud dari kesepakatan

itu adalah terjadinya suatu persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih

dengan pihak lainnya.

b. Adanya kecakapan untuk membuat perikatan, maksud dari kecakapan disini adalah

kecakapan dalam bertindak yaitu kecakapan atau kemampuan untuk melakukan suatu

perbuatan hukum, perbuatan hukum itu sendiri adalah suatu perbuatan yang akan

menimbulkan akibat hukum. Jadi orang yang akan mengadakan suatu perjanjian adalah

harus orang yang sudah cakap dan wenang untuk melakukan perbuatan hukum

sebagaimana ditegaskan dan ditentukan pada KUH Perdata, disana dijelaskan bahwa

orang cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Untuk

ukuran kedewasaan seseorang itu sendiri juga dijelaskan yaitu berusia 21 tahun dan atau

sudah kawin (dijelaskan dalam Pasal 1330 KUH Perdata). Sedangkan orang yang tidak

berwenang melakukan perbuatan hukum yaitu : (1). Anak dibawah umur, (2). Orang yang

masih dibawah pengampuan, (3). Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang

ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang - undang

dilarang untuk membuat persetujuan tertentu (dijelaskan dalam Pasal 1330ca KUH

Perdata).

c. Adanya suatu persoalan atau obyek tertentu, maksudnya adalah dalam membuat dan

melaksanakan suatu perjanjian haruslah ditentukan suatu obyek atau persoalan yang jelas

yang akan diperjanjiakan di dalam perjanjian itu nantinya, obyek ataupun persoalan

tersebut biasanya berupa prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur

dan apa yang menjadi hak kreditur.18

18

(50)

d. Adanya suatu sebab yang tidak terlarang atau sebab yang halal, memang tidaklah terdapat

penjelasan terkait suatu sebab yang halal dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Namun Hoge

Raad pada tahun 1927 memberi pengertian suatu sebab yang halal (orzaak) sebagai suatu

yang menjadi tujuan para pihak. Kemudian pengertian lebih lanjut terkait suatu sebab

yang halal dijelaskan pada Pasal 1335 hingga 1337 KUH Perdata, yang mana Pasal 1335

menjelaskan bahwa : “Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu

sebab yang palsu atau terlarang tidaklah mempunyai kekuatan hukum.”19

Untuk sahnya suatu perjanjian, harus dipenuhi keempat syarat tersebut. Jika salah satu

syarat atau beberapa syarat bahkan semua syarat tidak dipenuhi, maka perjanjian itu tidak sah.

Jadi, syarat sahnya suatu perjanjian berlaku secara komulatif, dan bukan limitatif.20 Sedangkan

dalam Pasal 1337 KUH Perdata pun disebutkan hal yang dilarang, Maksudnya suatu sebab yang

terlarang apabila bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Suatu perjanjian didalamnya terdiri atas subyek dan obyek perjanjian. Dalam hal ini akan

lebih membahas terkait subyek dari perjanjian itu sendiri, pada dasarnya subyek dari perjanjian

itu ialah seseorang atau pihak yang melaksanakan perjanjian tersebut. Yang mana didalam suatu

perjanjian pasti terjadi suatu hubungan hukum diantara para pihak dalam perjanjian tersebut

yaitu ada yang sebagai kreditur dan ada yang sebagai debitur. Seorang kreditur ialah seseorang

atau pihak yang berhak atas sesuatu (prestasi), sedangkan debitur ialah seseorang atau pihak

yang berkewajiban untuk memenuhi sesuatu (prestasi) yang diperjanjikan dalam perjanjian

tersebut. Suatu perjanjian tidak dapat dilakukandengan hanya satu subyek, melainkan perjanjian

19

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op.cit, h.161

20

(51)

dapat dilakukan dengan adanya dua subyek atau lebih, karena jika hanya suatu pernyataan

sepihak saja tidak akan bisa menimbulkan suatu perjanjian.

Sesuai dengan yang telah dibahas sebelumnya bahwa dalam perjanjian terdapat subyek

dan obyek perjanjian, kini akan dibahas lebih dalam terkait obyek perjanjian itu sendiri, bahwa

sesungguhnya jika subyek dalam perjanjian itu ialah orang atau pihak yang melaksnakan

perjanjian, maka obyek dari perjanjian itu sendiri ialah hal yang diperjanjikan didalam suatu

perjanjian atau yang biasa dikenal dengan istilah prestasi. Yang mana dalam hal ini seorang

debiturberkewajiban memenuhi suatu prestasi dan seorang kreditur berhak atas prestasi tersebut.

Suatu prestasi dalam suatu perjanjian adalah dapat berupa barang dan jasa, maksud dari

jasa sebagai obyek perjanjian adalah dengan orang dapat menjual jasa mereka sebagai sesuatu

yang di perdagangkan, bukan hanya itu namun suatu sikap atau tindakan juga dapat dijadikan

sebagai obyek perjanjian. Namun dalam KUH Perdata hanya menyebutkan bahwa sikap pasif

dapat menjadi obyek perjanjian, yang prestasinya dapat berbentuk untuk tidak berbuat sesuatu,

begitu juga kebalikan dari sikap pasif yaitu aktif sama halnya dapat menjadi obyek perjanjian.21

Menurut salah seorang sarjana, Patrik Purwahid, untuk suatu sahnya perjanjian

diperlukannya syarat-syarat tertentu terkait obyek perjanjian itu antara lain:

a. Obyeknya haruslah tertentu atau ditentukan, adalah dalam Pasal 1320 sub 3 dijelaskan

bahwa obyeknya tertentu sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian.

b. Obyeknya haruslah memungkinkan untuk dilaksanakan atau dipenuhi, suatu obyek yang

diperjanjikan haruslah suatu hal yang memungkinkan untuk dilaksanakan atau dipenuhi,

karena jika suatu obyek perjanjian itu ialah suatu hal yang tidak mungkin atau mustahil

21

Referensi

Dokumen terkait

• Potensi produk lain yang dihasilkan dari pirolisis plastik gedung Geostech adalah 5,45 kg per minggu gas dan 0,30 kg per minggu produk abu. • Minyak pirolisis

• Hapus : digunakan untuk menghapus data ijin tidak bisa hadir sesuai dengan data karyawan yang ditunjuk atau disorot. • Akses : digunakan untuk memberikan hak akses di transaksi

siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran dengan strategi kooperatif tipe STAD lebih tinggi, dari pada kemampuan pemahaman konsep siswa tanpa belajar

Oleh karena itu peneliti mengambil judul pengaruh penggunaan model pembelajaran problem based learning terhadap motivasi belajar siswa pada kelas IV di SD Muhammadiyah

Disinyalir, bahwa kekurang- berhasilan ini disebabkan oleh belum adanya perubahan cara berpikir guru, yang lebih lanjut mampu mengubah perilaku pembelajaran dari pola lama

Liken simplek kronik adalah peradangan kulit kronis, disertai rasa gatal, sirkumskrip, yang khas ditandai dengan kulit yang tebal dan likenifikasi. Likenifikasi pada liken

semen dan sedikit air membentuk pasta semen yang berfungsi sebagai perekat kemudian pasta semen agregat halus (pasir) membentuk mortar untuk mengikat agregat

Sementara dalam hal disclosure, cost and benefit, misstate, dan ketepatan waktu penyusunan laporan keuangan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara PPK SKPD