BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lepas dari peranan
penting pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran
pengetahuan yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Sesuai
dengan tujuan UUD 1945 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa maka
pendidikan sangat diperlukan. Pendidikan juga merupakan suatu rangkaian
peristiwa yang cukup kompleks yang membutuhkan kegiatan komunikasi antar
manusia.
Pendidikan menurut Ihsan (1996: 7) adalah aktivitas dan usaha manusia
untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi
pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) dan jasmani
(panca indera serta keterampilan-keterampilan). Pendidikan memiliki berbagai
tujuan yang dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas hidup manusia.
Tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU No.20 Tahun 2003 adalah untuk
mencetak generasi bangsa yang beriman dan bertaqwa, berbudi luhur, cerdas, dan
kreatif. Untuk memenuhi tujuan pendidikan tersebut, maka tidak lepas dari peran
pemerintah dalam menentukan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan
jaman. Sesuai dengan Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014, kurikulum pada
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah yang telah dilaksanakan sejak
tahun 2013/2014 disebut Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madraasah
2
menunjang kegiatan pembelajaran dan bertujuan untuk mempersiapkan manusia
Indonesia memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang
beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia
(Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013).
Tujuan dari kurikulum 2013 tidak bisa tercapai jika tidak didukung oleh
kegiatan pembelajaran yang sesuai. Pembelajaran menurut Permendikbud Nomor
103 Tahun 2014 adalah proses interaksi antarpeserta didik dan antara peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum 2013 yang juga
tercantum dalam Permendikbud Nomor 103 Tahun 2013 adalah pembelajaran
yang interaktif, inspiratif, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
kontekstual dan kolaboratif, memberikan ruang bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian peserta didik, serta sesuai dengan bakat minat, kemampuan, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 membutuhkan
partisipasi aktif dari siswa atau student centered yaitu kegiatan berpusat pada
siswa dan guru sebagai fasilitator dan mediator. Fungsi utama guru adalah sebagai
fasilitator, sumber ajar, dan memonitor kegiatan siswa (Marsigit, 2009:9). Salah
satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 adalah
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari (Hosnan, 2014: 267).
Pembelajaran kontekstual juga dapat dipadukan dengan pembelajaran secara
kooperatif. Menurut Hosnan (2014: 235), pembelajaran kooperatif merupakan
suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama
dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua
orang atau lebih, dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan
setiap anggota kelompok itu sendiri. Di dalam pembelajaran kooperatif, siswa
dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam kelompok supaya tujuan yang hendak
dicapai oleh kelompok tersebut dapat terpenuhi.
Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah metode NHT (Number Head
Together) yaitu metode pembelajaran kooperatif yang mengutamakan adanya
kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Langkah yang
digunakan dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT bertujuan untuk membuat
siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu langkah dari
tipe pembelajaran ini adalah pengambilan nomor secara acak, sehingga
masing-masing siswa dari tiap kelompok dituntut harus mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Beberapa mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan yang menggunakan
kurikulum 2013, salah satunya adalah pelajaran matematika. Dalam kegiatan
pembelajaran, metode yang akan diterapkan dalam pembelajaran matematika yang
disesuaikan dengan kurikulum 2013 juga membutuhkan perangkat pembelajaran
4
digunakan adalah berupa RPP dan LKS yang juga disesuaikan dengan kurikulum
2013. Perangkat pembelajaran yang baik menjadikan salah satu faktor penunjang
untuk meningkatkan kemampuan siswa dan proses pembelajaran dengan suatu
metode dapat dilaksanakan dengan baik. Kegiatan pembelajaran dengan metode
dan media yang baik diharapkan mampu untuk meningkatkan kemampuan
kognitif, afektif, maupun psikomotorik siswa.
Suatu permasalahan yang berkaitan dengan matematika membutuhkan
kemampuan penalaran yang cukup baik untuk mencari solusi dan menyelesaikan
permasalahan tersebut. NCTM (National Council of Teacher of Mathematics)
dalam buku Principles and Standards for School Mathematics (2000: 3)
mengemukakan terdapat lima proses standar bagi peserta didik dalam
memperoleh dan menggunakan pengetahuan matematik yaitu : pemecahan
masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi.
Seperti yang termuat dalam proses standar NCTM, peserta didik
memperoleh pengetahuan matematik salah satunya adalah kemampuan penalaran
yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan bagi siswa untuk mengambil
kesimpulan dan menetapkan pernyataan berdasarkan pemikiran siswa sendiri
daripada hanya berdasarkan keterangan dari guru atau buku. Kemampuan berpikir
dan penalaran yang tinggi dapat menunjang keberhasilan peserta didik.
Banyak hasil studi mengenai kemampuan penalaran siswa. Salah satu studi
dilakukan oleh TIMSS. TIMSS adalah studi internasional yang mengukur
kemampuan siswa di bidang matematika dan sains dan bertujuan untuk melihat
dan capaian siswa khususnya pada bidang matematika dan sains. TIMSS
diselenggarakan setiap 4 tahun sekali dikoordinasikan oleh IEA (the International
Association for the Evaluation of Educational Achievement). Indonesia
berpartisipasi sejak tahun 1999 dan tahun terbaru adalah 2015. Pada tahun 2015
target populasinya adalah kelas 4 SD/MI, sedangkan di tahun sebelumnya yaitu
2011 target populasinya adalah kelas 8 SMP/MTs. Pencapaian siswa Indonesia
pada tahun 2015 menduduki peringkat 45 dari 50 dan dapat disimpulkan bahwa
pada pelajaran matematika siswa masih perlu penguatan dalam kemampuan
mengintegrasikan informasi, menarik simpulan, serta menggeneralisir
pengetahuan yang dimiliki ke hal-hal yang lain (Rahmawati, 2015: 5). Sedangkan
pencapaian pada tahun 2011 juga hampir serupa yaitu peringkat 38 dari 42 dan
menurut Rosnawati (2013: 5) siswa masih rendah dalam hal kemampuan
penalaran yang memuat kemampuan menganalisis, mengeneralisasi, sintesa,
menilai, dan penyelesaian masalah non rutin. Oleh karena itu, kemampuan
penalaran sangat perlu untuk ditingkatkan.
Sesuai dengan Permendikbud nomor 24 Tahun 2016 tentang kompetensi inti
dan kompetensi dasar pelajaran pada kurikulum 2013 pada pendidikan dasar dan
pendidikan menengah, salah satu materi yang dipelajari dalam matematika adalah
materi geometri mengenai segiempat dan segitiga. Berdasarkan kompetensi dasar
yang termuat dalam permendikbud tersebut, siswa harus mampu untuk
menganalisis, menurunkan rumus, dan menyelesaikan masalah kontekstual yang
berkaitan dengan bangun datar segiempat dan segitiga. Kemampuan penalaran
6
dari kompetensi dasar tersebut dan salah satu metode yang tepat yang sesuai
dengan materi segiempat dan segitiga adalah melalui pembelajaran kontekstual
dan pembelajaran kooperatif dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang
baik.
SMPN 2 Muntilan merupakan salah satu SMP di Kabupaten Magelang Jawa
Tengah yang sudah menerapkan kurikulum 2013. Berdasarkan hasil Observasi
dan bertanya kepada guru mata pelajaran Matematika yang dilakukan di kelas VII
SMPN 2 Muntilan, siswa lebih tertarik untuk mempelajari matematika terutama
dalam materi geometri secara berkelompok dan menggunakan perangkat
pembelajaran yang lebih menarik. Kebanyakan siswa masih sulit untuk
memahami materi sehingga kemampuan siswa dalam penalaran juga masih
kurang, siswa masih banyak yang kurang dapat menyimpulkan materi yang
dipelajari atau memberikan alasan atas jawaban dan menyampaikan hasil
penalaran yang didapat dari suatu permasalahan. Permasalahan yang muncul
adalah bagaimana guru dapat mengembangkan suatu perangkat pembelajaran
yang membimbing siswa dalam menemukan konsep matematika dan
meningkatkan kemampuan penalaran. Perangkat pembelajaran berupa RPP dan
LKS melalui pembelajaran kontekstual dengan seting pembelajaran kooperatif
tipe NHT diharapkan mampu untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengembangkan
perangkat pembelajaran geometri berupa RPP dan LKS melalui pembelajaran
kontekstual dengan seting pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam materi
dilaksanakan dengan penelitian berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Geometri Tipe NHT (Number Head Together) dengan Seting Pembelajaran
Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa SMP Kelas VII”.
Pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan model ADDIE yang terdiri
dari Analyze, Design, Develop, Implementatiton, dan Evaluation.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Belum tersedianya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) melalui
pembelajaran kontekstual dengan seting pembelajaran kooperatif tipe NHT
yang akan digunakan untuk kegiatan pembelajaran matematika.
2. Belum tersedianya Lembar Kegiatan Siswa (LKS) melalui pembelajaran
kontekstual dengan seting pembelajaran kooperatif tipe NHT yang digunakan
dalam kegiatan pembelajaran matematika.
3. Kurangnya rata-rata kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran
matematika kelas VII SMP N 2 Muntilan.
C. Batasan Masalah
Penelitian dibatasi pada pengembangan perangkat pembelajaran geometri
berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa
8
tipe NHT pada materi Segitiga Segiempat untuk meningkatkan kemampuan
penalaran siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Muntilan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, rumusan masalah yang
dapat dibuat sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil pengembangan perangkat pembelajaran geometri melalui
pembelajaran kontekstual dengan seting pembelajaran kooperatif tipe NHT?
2. Bagaimana hasil uji coba perangkat pembelajaran geometri (materi segitiga
segiempat) berupa RPP dan LKS melalui pembelajaran kontekstual dengan
seting pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk meningkatkan kemampuan
penalaran pada siswa SMP Kelas VII ditinjau dari aspek kevalidan,
kepraktisan, dan keefektifan?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Menyajikan hasil pengembangan perangkat pembelajaran geometri (materi
segitiga segiempat) melalui pembelajaran kontekstual dengan seting
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2. Mendeskripsikan hasil uji coba dari perangkat pembelajaran geometri (materi
segitiga segiempat) berupa RPP dan LKS melalui pembelajaran kontekstual
kemampuan penalaran siswa ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan
keefektifan.
F. Manfaat Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian, diharapkan penelitian ini memberikan
manfaat antara lain:
1. Bagi guru:
Memberikan bahan pertimbangan untuk membuat perangkat pembelajaran
melalui pembelajaran kontekstual dengan seting pembelajaran kooperatif tipe
NHT pada pembelajaran matematika untuk mengasah kemampuan siswa terutama
kemampuan penalaran siswa.
2. Bagi siswa:
Memberikan pengalaman bagi siswa untuk mengikuti pembelajaran
matematika dengan perangkat pembelajaran yang dihasilkan dan memanfaatkan
perangkat pembelajaran tersebut sebagai panduan belajar di kelas maupun di luar
kelas.
3. Bagi peneliti:
Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dalam kegiatan
pembelajaran matematika menggunakan perangkat pembelajaran yang telah
disusun dan dapat meningkatkan kreativitas maupun inovasi untuk membuat suatu
perangkat pembelajaran yang baru sesuai dengan perkembangan ilmu
10 BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
Beberapa teori yang relevan diperlukan untuk mendukung penelitian ini
yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Geometri melalui
Pembelajaran Kontekstual dengan Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
(Number Head Together)untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa SMP
Kelas VII”. Teori-teori tersebut antara lain mengenai pembelajaran dan
pembelajaran matematika, perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS,
pembelajaran kontekstual, pembelajaran kooperatif tipe NHT, kemampuan
penalaran, dan materi Segitiga Segiempat.
1. Pembelajaran dan Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan suatu hal yang sangat penting untuk meningkatkan
kualitas dan mutu pendidikan. Pembelajaran menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup
belajar. Pembelajaran menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 1
ayat 20 merupakan sebuah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan
lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan siswa dalam
belajar. Pembelajaran merupakan upaya untuk membantu siswa agar dapat
menerima pengetahuan yang diberikan dan membantu untuk memudahkan
Wenger (dalam Huda, 2013:2) mengemukakan bahwa pembelajaran
bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak
melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti
dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi di mana saja
dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial.
Pembelajaran menurut Siregar & Nara (2010:13) merupakan usaha sadar
yang dilakukan secara sengaja, terarah, dan terencana, yang bertujuan untuk
membuat siswa belajar dan tujuan tersebut sudah ditetapkan terlebih dahulu
sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaan pembelajaran harus terkendali,
baik isi, waktu, proses maupun hasilnya dengan maksud agar terjadi belajar pada
diri seseorang.
Pembelajaran diartikan sebagai suatu proses untuk menciptakan kondisi
yang kondusif agar terjadi interaksi komunikasi belajar mengajar secara langsung
maupun tidak langsung antara guru, peserta didik, dan komponen pembelajaran
lainnya yang saling berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan
pembelajaran itu sendiri. (Hosnan, 2014:18)
Pembelajaran merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
menyampaikan berbagai ilmu pengetahuan dengan melakukan kegiatan belajar
secara aktif, efektif sehingga tercapai tujuan dan hasil yang optimal. Proses
pembelajaran dapat dilakukan di manapun. Salah satu kegiatan pembelajaran
dilakukan di sekolah contohnya pembelajaran matematika. Pembelajaran
matematika adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mentransfer ilmu berupa
12
Proses pembelajaran matematika pada dasarnya bukanlah sekedar transfer
gagasan dari guru kepada siswa, namun merupakan suatu proses dimana guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk melihat dan memikirkan gagasan yang
diberikan (Herman, 2007).
Definisi pembelajaran matematika yang berkaitan dengan pembelajaran di
sekolah terutama di Sekolah Menengah Pertama lebih ditekankan dengan definisi
matematika sekolah. Ebbutt, S dan Straker A (dalam Marsigit, 2009: 7)
mendefinisikan matematika sekolah sebagai suatu kegiatan penelusuran pola dan
hubungan yang memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi dan penemuan yang
selanjutnya hasil kegiatan tersebut dikomunikasikan sehingga interaksi sosial
diperlukan dalam kegiatan tersebut. Menurut Marsigit (2009: 7), pembudayaan
matematika di sekolah menekankan hubungan antar manusia dan menghargai
adanya perbedaan individu baik dalam kemampuan maupun pengalamannya.
Matematika sekolah memiliki karakteristik yang dalam pelaksanaannya
harus memerhatikan ruang lingkup matematika sekolah. Perbedaan antara
matematika sebagai ilmu dan matematika sekolah yang dikutip dari Fathani
(2012: 72-73) antara lain:
a. Penyajian
Penyajian matematika tidak harus diawali dengan teorema
maupun definisi, tetapi haruslah disessuaikan dengan
perkembangan intelektual siswa.
b. Pola pikir
Pembelajaran matematika sekolah dapat menggunakan pola pikir deduktif maupun induktif. Hal ini harus disesuaikan dengan topik bahasaan dan tingkat intelektual siswa. Untuk tingkat SMP maupun SMA, pola pikir induktif harus ditekankan.
c. Semesta pembicaraan
d. Tingkat keabstrakan
Tingkat keabstrakan matematika juga harus menyesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa.
Pembelajaran matematika selalu berkembang seirama dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini selaras dengan pengertian matematika
sendiri yang berkenaan dengan ide-ide maupun konsep-konsep abstrak yang
tersusun secara hierarkis dan penalarannya secara induktif. Penalaran secara
induktif adalah penalaran yang bersifat umum ke khusus, maksudnya di dalam
kegiatan pembelajaran matematika, yang harus diberikan terlebih dahulu adalah
contoh-contoh kemudian merujuk ke definisi, atau dari yang konkret baru
kemudian abstrak.
2. Pembelajaran Kontekstual
Kontekstual menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti berhubungan
dengan konteks. Banyak teori yang mendasari pendekatan kontekstual. Pada
dasarnya, pendekatan kontekstual juga merupakan pendekatan dengan teori
kontruktivis yaitu melibatkan siswa untuk membangun pemikiran dan pemahaman
sendiri.
Teori konstruktivis yang melibatkan siswa bertujuan untuk membangun
pengetahuan sendiri sesuai dengan yang dikemukakan oleh Slavin (dalam Surya,
Sabandar, Kusumah, et al, 2013 : 117) bahwa belajar adalah siswa itu sendiri
menurut konstruktivism harus aktif mencari dan mentransfer atau membangun
pengetahuan yang akan menjadi miliknya.
Menurut Klassen (2006 : 35) pendekatan kontekstual berarti suatu
14
baik konsep atau keterampilan. Atau dengan kata lain, pendekatan kontekstual
dapat disimpulkan sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang mengandung
suatu konteks tertentu yang dapat dihubungkan dengan kehidupan nyata.
Pendekatan kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang bermakna, karena
disamping mengaitkan dengan konteks nyata, juga sebagai cara untuk
membangun sendiri pemahaman yang diperoleh (kontruktivisme).
Pendekatan kontekstual menurut Hosnan (2014: 267) dapat diartikan
sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu dalam
proses belajar mengajar di sekolah. Definisi mendasar tentang pembelajaran
kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke
dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Menurut Nurdin & Andriantoni (2016: 200) Pendekatan kontekstual adalah
suatu pendekatan yang menekankan proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan nyata.
Sedangkan menurut Suprihatiningrum (2014: 179) Pendekatan kontekstual
diartikan sebagai sebuah sistem pembelajaran untuk menyusun pola yang
bermakna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari
kehidupan sehari-hari siswa.
Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan
pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari, siswa
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam konteks yang terbatas sedikit
demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal dalam
memecahkan masalah kehidupannya sebagai anggota masyarakat. (Siregar &
Nara, 2010: 123)
Trianto (dalam Hosnan, 2014: 269) mengemukakan karakteristik
pendekatan kontekstual dengan pendekatan lainnya yang meliputi adanya
kerjasama, saling menunjang, menyenangkan dan mengasyikkan, tidak
membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, dan
menggunakan berbagai sumber siswa aktif.
Pendekatan kontekstual memiliki lima strategi dalam proses pembelajaran
meliputi : Relating, Experiencing, Cooperating, Applying, Transferring. (Hosnan,
2014: 269)
Hosnan (2014: 269) juga mengemukakan tujuh komponen utama
pembelajaran kontekstual yakni :
1) Konstruktivisme (constructivism)
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru
dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan
bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap dipraktikan tetapi
harus dikonstruksikan dan memberikan makna melalui pengalaman nyata.
2) Menemukan (inquiry)
Inquiry artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan
16
yang didasarkan pada pencarian dan penemuan diawali dari pengamatan
terhadap suatu fenomena, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan
bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa.
3) Bertanya (questioning)
Dalam pembelajaran dengan menerapkan pendekatan kontekstual, guru tidak
menyampaikan begitu saja, tetapi memancing agar siswa dapat menemukan
sendiri. Bertanya sangat penting dilakukan karena melalui
pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, guru dapat membimbing dan mengarahkan
siswa untuk menemukan materi yang dipelajarinya.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Hasil belajar bisa diperoleh dengan saling memberikan informasi kepada
teman, kelompok, atau dari yang tahu kepada yang tidak tahu baik yang ada
di dalam kelas maupun di luar kelas.
5) Refleksi (reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan
cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa
pembelajaran yang sudah dilalui.
6) Penilaian Nyata (Authentiic Assesment)
Penilaian nyata dapat berupa penilaian dalam sikap, pengetahuan dan
keterampilan yang berlangsung selama proses pembelajaran secara
terintegrasi. Penilaian nyata dilakukan melalui tes maupun nontes dalam
Prinsip pembelajaran kontekstual menurut Elaine B. Jhonson (dalam
Hosnan, 2014:276) ada tiga yang utama dan sering digunakan yaitu :
1) Prinsip saling ketergantungan (interdepence)
Pembelajaran kontekstual menekankan hubungan antara bahan pelajaran
dengan bahan lainnya, antara teori dengan praktik, antara bahan yang bersifat
konsep dengan penerapannya dalam kehidupan nyata sehingga adanya prinsip
saling ketergantungan ini menyatukan berbagai pengalaman dari
masing-masing peserta didik dan memotivasi dirinya untuk mencapai standar
akademik yang tinggi.
2) Prinsip Perbedaan (Differentiaton)
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berpusat pada
siswa. Prinsip perbedaan mendorong peserta didik menghasilkan
keberagaman, perbedaan, dan keunikan sehingga tercipta kemandirian dalam
belajar yang dapat mngonstruksi peserta didik untuk belajar mandiri dalam
sebuah kelompok dnegan menghubungkan antara bahan ajar dengan
kehidupan nyata untuk mencapai tujuan yang lebih bermakna.
3) Pengorganisasian diri (self organization)
Prinsip pengorganisasian diri menyatakan bahwa proses pembelajaran
disadari sendiri oleh peserta diri dalam merealisasikan seluruh potensi yang
dimilikinya. Pembelajaran kontekstual diarahkan untuk membantu para siswa
mengoptimalkan potensi untuk mencapai keunggulan akademik, penguasaan
keterampilan dan mengembangkan sikap serta moral dari peserta didik itu
18
Pendekatan kontekstual adalah sebuah proses yang bertujuan untuk
menolong peserta didik melihat makna didalam materi akademik yang mereka
pelajari dengan menghubungkan subjek akademik dengan konteks kehidupan
nyata yang meliputi konteks pribadi, sosial maupun budaya.Di dalam pendekatan
kontekstual, guru hanya sebagai mediator dan fasilitator yang membantu peserta
didik untuk menemukan sendiri konsep pengetahuan yang ada. Pendekatan
kontekstual adalah pendekatan dengan siswa sebagai pelaku aktif di dalam
kegiatan pembelajaran (student centered).
Kegiatan dalam pembelajaran kontekstual yang sesuai dengan beberapa
teori diatas dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Relating
Dalam kegiatan relating, guru mengaitkan materi pembelajaran dengan
materi yang sudah pernah dipelajari oleh siswa dan contohnya dalam kehidupan
nyata. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajarann kontekstual yaitu konstruktivis
dimana guru membimbing siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya
berdasarkan pengalaman yang telah mereka peroleh.
2) Experiencing
Dalam kegiatan experiencing, guru membimbing siswa untuk menemukan
pengetahuan baru dengan beberapa kegiatan seperti kegiatan bertanya dan
mengumpulkan informasi. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran kontekstual
3) Cooperating
Dalam kegiatan cooperating, guru membimbing siswa untuk belajar dalam
suatu kelompok sehingga mereka dapat berbagi pendapat untuk menyimpulkan
suatu materi tertentu. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran kontekstual
yaitu learning community atau masyarakat belajar.
4) Applying
Dalam kegiatan applying, guru membimbing siswa untuk menyelesaikan
permasalahan yang berkaitan dengan materi pelajaran, membuat pemodelan dan
menyimpulkan dengan bahasa mereka sendiri.
5) Transferring
Kegiatan transferring berisi kegiatan yang sama dengan kegiatan applying
yaitu guru membimbing siswa untuk dapat menyimpulkan materi yang telah
mereka pelajari dan dapat mentransfer ilmunya untuk menyelesaikan
permasalahan nyata yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Kegiatan
applying dan transferring sesuai dengan prinsip pembelajaran kontekstual yaitu
dalam pemodelan dan reflection.
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Head Together)
Suatu metode atau model sangat dibutuhkan dalam suatu pembelajaran.
Dengan adanya metode, pembelajaran yang terjadi akan terasa lebih mudah dan
menyenangkan. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang masih
kurang disukai oleh siswa karena terasa sulit dan terlalu banyak rumus. Oleh
karena itu diperlukan adanya suatu metode salah satunya dengan pembelajaran
20
Kooperatif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bersifat kerjasama.
Peembelajaran dengan metode kooperatif dapat dinyatakan sebagai suatu
pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok.
Pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau
perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur
kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih,
dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan setiap anggota
kelompok itu sendiri. (hosnan, 2014 : 235)
Menurut Karlina (2012) Hubungan kerjasama memungkinkan timbulnya
persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai
keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil
dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif menurut Siregar & Nara (2010: 123) menekankan
pada aktivitas kolaboratif siswa dalam belajar yang berbentuk kelompok, mencari
materi pelajaran dan memecahkan masalah secara kolektif kolaboratif.
Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran, yang mana
siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar.
Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif diperlukan adanya perencanaan yang
di dalamnya meliputi pemilihan pendekatan, pemilihan materi yang sesuai,
pembentukan kelompok siswa, mengenalkan siswa pada tugas dan peran, serta
merencanakan waktu dan tempat. (Suprihatiningrum, 2014: 191)
Pada dasarnya tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah melatih siswa
memecahkan suatu permasalahan dan selanjutnya bertanggung jawab untuk
melaporkan jawabannya kepada anggota kelompok yang lain (Pietersz & Saragih,
2010).
Pembelajaran kooperatif menurut (Nurdin & Andriantoni, 2016: 184) adalah
strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok
kecil untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan anggota lainnya dan bertujuan
untuk memiliki tanggung jawab sebagai pembelajar untuk dirinya sendiri dan
membantu sesama anggota kelompok untuk belajar.
Roger dan David Johnson (dalam Hosnan, 2014) mengemukakan enam
model pembelajaran gotong royong yang harus diterapkan dalam pembelajaran :
1) Saling ketergantungan positif
2) Interaksi tatap muka
3) Akuntabilitas individual
4) Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi
5) Komunikasi antaranggota
6) Evaluasi proses kelompok
Pembelajaran kooperatif disusun untuk meningkatkan partisipasi siswa,
memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dalam berinteraksi
dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya (Hosnan, 2014 :
238).
Hosnan (2014 : 241) mengemukakan beberapa karakteristik dari
22
a. Positive intersependece, adanya rasa saling ketergantungan antaranggota
kelompok.
b. Individual accountability, setiap individu memiliki rasa tanggung jawab
menyelesaikan pekerjaan.
c. Face to face promotive interaction, antaranggota saling membantu agar
tujuan dapat tercapai.
d. Appropiate use of collaborative skills, setiap individu harus bisa dipercaya,
mempunyai jiwa kepemimpinan, dapat mengambil keputusan, mampu
berkomunikasi, dan memiliki keterampilan.
e. Group processing, setiap anggota harus dapat mengatur keberhasilan
kelompok.
Tiga konsep yang melandasi metode kooperatif menurut Siregar & Nara
(2010: 114) :
1) Team rewards : tiap kelompok atau tim mendapat hadiah apabila mencapai
kriteria tertentu yang ditetapkan
2) Iindividual accountability : setiap anggota dalam kelompok bertanggung
jawab untuk membantu kegiatan belajar dan keberhasilan bagi kelompok.
3) Equal opportunities for success : setiap anggota dalam kelompok
memperbaiki hasil belajarnya sendiri sehingga dapat berkontribusi dalam
kelompok.
Sedangkan lima prinsip utama dalam pembelajaran kooperatif menurut
1) Saling ketergantungan positif : keberhasilan kelompok merupakan hasil
kerjasama dari semua anggota
2) Tanggungjawab perseorangan : setiap anggota kelompok mempunyai tugas
dan tanggungjawab yang sudah dibagi sendiri-sendiri demi keberhasilan
kelompok tersebut.
3) Interaksi tatap muka : hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan
kepada setiap anggota untuk berinteraksi satu sama lain.
4) Komunikasi antar anggota : keberhasilan kelompok bergantung pada
kesediaan setiap anggota untuk saling berkomunikasi satu sama lain dengan
cara memberikan berbagai pendapat yang nantinya dibahas untuk
menentukan yang terbaik.
5) Evaluasi proses secara kelompok : evaluasi diperlukan untuk mengoreksi
hasil dari kerjasama yang sudah dilakukan agar selanjutnya dapat
bekerjasama lebih baik lagi.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu
strategi yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran yang
dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil sehingga tercipta
kerjasama antar anggota kelompok dan memudahkan kelompok dalam
menyelesaikan persoalan yang ada pada pembelajaran tersebut. Tujuan adanya
pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan rasa kepedulian dan gotong
royong antaranggota dalam kelompok tersebut untuk mencapai suatu tujuan yang
24
Terdapat beberapa macam tipe pembelajaran kooperatif, salah satunya
adalah pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together). Pembelajaran
kooperatif tipe Number Head Together (NHT) merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang diranccang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk
meningkatkan penguasaan akademik (hosnan, 2014 : 252).
Model Number Head Together (NHT) adalah salah satu jenis pembelajaran
kooperatif yang menekankan struktur khusus yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan
penguasaan siswa (Lince, 2016).
Menurut Lestari & Yudhanegara (2015: 44) NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang mengondisikan siswa untuk berpikir bersama secara
berkelompok di mana masing-masing siswa diberi nomor dan memiliki
kesempatan yang sama dalam menjawab permasalahan yang diajukan oleh guru
melalui pemanggilan nomor secara acak.
Menurut Huda (2013 : 203) Tujuan dari NHT adalah memberi kesempatan
kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang
paling tepat. Selain untuk meningkatkan kerja sama siswa, NHT juga bisa
diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.
Kagan (1989) mengemukakan 4 cara menerapkan pembelajaran kooperatif
tipe NHT :
1) Guru membentuk siswa menjadi kelompok yang setiap kelompok terdiri dari
2) Guru memberikan pertanyaan
3) Guru menjelaskan kepada siswa untuk “put their heads together” atau dengan
kata lain mengakat kepala mereka masing-masing untuk memastikan bahwa
setiap individu dalam kelompok mengetahui jawabannya.
4) Guru memanggil nomor (1,2,3 atau 4) dan siswa dengan nomor yang sama
dapat mengangkat tangan mereka untuk menjawab pertanyaan.
Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe NHT seperti dikemukakan oleh
Agustin, Ariyanto, dan Sukmaantara (2013 : 203) antara lain :
1) Meningkatkan motivasi siswa
2) Meningkatkan ingatan siswa
3) Memajukan kompetisi yang positif
4) Memajukan diskusi setiap individu dan akuntabilitas kelompok
Selain memiliki kelebihan, pembelajaran kooperatif tipe NHT juga memiliki
beberapa kelemahan (Agustin, Ariyanto, & Sukmaantara, 2013) antara lain :
1) Dalam Teknik NHT, pembagian kelompok harus sama, yang berarti bahwa
setiap kelompok terdiri dari achiever lebih tinggi, rata-rata dan berprestasi
rendah. Oleh karena itu pembagian kelompok harus dilakukan oleh guru. Ada
kemungkinan bahwa siswa menolak kelompok yang dibagi oleh guru.
2) Ada kemungkinan bahwa siswa mendengar atau mencontek dari kelompok
lain. Untuk mengatasinya, guru akan mengatur jarak antara kelompok. Jika
siswa menyontek dari kelompok lain, guru akan menghukum kelompok
dengan tidak memberikan poin untuk kelompok meskipun jawaban kelompok
26
Dari penjelasan para ahli mengenai pembelajaran kooperatif tipe NHT,
dapat disimpulkan bahwa NHT (Number Head Together) adalah salah satu tipe
dari pembelajaran kooperatif yang membentuk siswa untuk bekerja sama dalam
sebuah kelompok belajar dengan anggota 3-4 orang, kemudian masing-masing
anggota dalam kelompok tersebut diberi nomor dan memiliki kesempatan yang
sama dalam memberikan jawaban atas persoalan yang diberikan oleh guru. Dalam
pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa dituntut untuk dapat mengetahui
jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru karena pengambilan nomor
untuk memberikan jawaban maupun presentasi dilakukan secara acak. Hal ini
dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dan tidak ada siswa yang tidak bekerja
dalam kelompok. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk menyampaikan
jawaban mereka masing-masing.
4. Kemampuan Penalaran
Matematika merupakan suatu objek pembelajaran yang membutuhkan
beberapa kemampuan untuk bisa menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan
matematika itu sendiri. Kemampuan penalaran merupakan salah satu kemampuan
yang harus dimiliki oleh peserta didik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah matematika yang cukup sulit. Kemampuan ini diperlukan karena seperti
yang dikemukakan oleh Sujono (dalam Fathani, 2009: 19) matematika merupakan
cabang ilmu pengetahuan yang eksak, terorganisasi secara sistematik, ilmu
pengetahuan tentang penalaran yang logik, berhubungan dengan bilangan dan
juga merupakan ilmu bantu dalam menginterpretasikan berbagai ide dan
Penalaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya proses mental
dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. Penalaran
mengacu pada kemampuan untuk mengenali dan memanipulasi sifat dari objek
dan hubungan antara objek-objek (Mulligan, 2015).
Menurut Hartono (2013: 83) Penalaran merupakan suatu kemampuan
bernalar yang prosesnya adalah dengan menyeleksi dan menganalisa informasi
yang diterima hingga sampai pada sebuah kesimpulan yang sah berdasarkan
data-data yang ada.
Gagne (dalam Lestari & Yudhanegara, 2015: 82) mengungkapkan bahwa
penalaran matematis adalah kemampuan menganalisis, menggeneralisasi,
mensintesis/mengintegrasikan, memberikan alasan yang tepat dan menyelesaikan
masalah tidak rutin.
Ciri-ciri penalaran antara lain :
1) Adanya suatu pola pikir yang disebut logika
2) Proses berpikir bersifat analitik
Kemampuan penalaran meliputi :
1) Penalaran umum yang berhubungan dengan kemampuan untuk menemukan
penyelesaian atau pemecahan masalah
2) Kemampuan yang berhubungan dengan kemampuan menilai implikasi dari
suatu argumentasi
3) Kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan
28
mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide
lain.
Kemampuan penalaran perlu dikuasai agar dapat bermanfaat dalam
kehidupan nyata untuk menyelesaikan suatu persoalan. Kemampuan penalaran
juga penting digunakan dan dikuasai pada pelajaran matematika untuk
menyelesaikan permasalahan terkait dengan matematika. Salah satu kemampuan
yang tercantum dalam Standar Isi Kurikulum 2013 (Permendikbud Nomor 64
Tahun 2013) dan harus dikuasai yaitu menalar baik dalam ranah konkret maupun
abstrak. Kemampuan penalaran dapat ditingkatkan melalui pembelajaran
kelompok yang menuntut kerjasama dengan cara exploratory talk(Webb &
Treagust, 2006).
Melalui kemampuan penalaran, siswa diharapkan mampu untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang sulit dan membutuhkan penalaran yang
tinggi dalam ranah konkret maupun abstrak, sehingga persoalan yang akan
diselesaikan dapat mempunyai nilai kebermaknaan yang tinggi.
Enam indikator penalaran matematika menurut Wardhani (dalam Hartono,
2013: 84) :
1) Kemampuan mengajukan dugaan
2) Kemampuan melakukan manipulasi matematika
3) Kemampuan menarik kesimpulan, menyusun bukti serta
memberikan alasan atau bukti dari suatu permasalahan matematika
4) Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan.
5) Kemampuan memeriksa kebenaran suatu argumen
6) Kemampuan menentukan suatu pola atau sifat dari gejala
Sedangkan menurut Sumarmo (dalam Lestari & Yudhanegara, 2015: 82)
indikator kemampuan penalaran matematis dibagi menjadi 9 indikator yaitu :
1) Menarik kesimpulan logis
2) Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat, dan
hubungan.
3) Memperkirakan jawaban dan proses solusi
4) Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi atau
membuat analogi dan generalisasi
5) Menyusun dan menguji konjektur
6) Membuat counter example
7) Mengikuti aturan inferensi dan memeriksa validitas argumen
8) Menyusun argumen yang valid
9) Menyusun pembuktian langsung, tidak langsung, dan
menggunakan induksi matematika.
Seseorang dikatakan memiliki kemampuan penalaran yang tinggi jika dapat
menyelesaikan suatu permasalahan secara logis dan juga dapat menyampaikan
atau memberi alasan maupun bukti terhadap solusi yang diberikan. Dapat
disimpulkan bahwa kemampuan penalaran adalah kemampuan siswa untuk
menyelesaikan masalah dan merumuskan kesimpulan berdasarkan
pernyataan-pernyataan yang ada. Indikator kemampuan penalaran matematis yang dapat
disimpulkan berdasarkan uraian di atas yang disesuaikan dengan materi segiempat
dan segitiga adalah sebagai berikut:
1) Mengolah informasi dan mengeksplorasi fakta dari suatu permasalahan
segiempat dengan menyajikan pernyataan matematika secara tertulis maupun
gambar.
2) Mengajukan dugaan dan kesimpulan dari suatu permasalahan segiempat.
3) Melakukan manipulasi dari sebuah pernyataan matematika mengenai
30
4) Menyusun bukti serta memberikan alasan terhadap solusi matematika
mengenai segiempat maupun segitiga yang diajukan.
5) Memeriksa dan membuktikan kebenaran suatu pernyataan matematika
mengenai segiempat maupun segitiga.
6) Menentukan dan membentuk suatu pola atau sifat dari suatu permasalahan
matematika mengenai segiempat maupun segitiga untuk membuat
generalisasi dan kesimpulan.
Indikator kemampuan penalaran yang telah disimpulkan tersebut digunakan
sebagai acuan untuk membuat instrumen penelitian berupa kisi-kisi soal pretest
dan posttest.
5. Perangkat Pembelajaran
a. RPP
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau biasa disingkat menjadi RPP
adalah salah satu perangkat pembelajaran yang dibuat sebelum kegiatan
pembelajaran berlangsung. Menurut Nurdin & Andriantoni (2016: 94) RPP
merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau
memproyeksikan apa yang akan di lakukan dalam pembelajaran dan upaya untuk
memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.
Pengertian RPP yang dikutip dari Daryanto (2014: 84) menyebutkan bahwa:
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus.
Terdapat beberapa prinsip penyusunan RPP menurut Akbar (2013: 42)
1) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
2) Mendorong partisipasi aktif peserta didik
3) Mengembangkan budaya membaca dan menulis
4) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
5) Keterkaitan dan keterpaduan
6) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
RPP juga mempunyai dua fungsi dasar seperti disebutkan dalam Nurdin &
Andriantoni (2016: 94) yaitu :
1) Fungsi perencanaan
Setiap akan melakukan pembelajaran, guru wajib memiliki persiapan baik
tertulis maupun tidak tertulis. Rencana pelaksanaan pembelajaran dapat
mendorong guru lebih siap membuat kegiatan pembelajaran dengan
perencanaan yang matang.
2) Fungsi pelaksanaan
Rencana pelaksanaan pembelajaran berfungsi untuk mengefektifkan proses
pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan. Kegiatan pembelajaran
harus terorganisasi melalui serangkaian kegiatan tertentu dengan strategi yang
tepat dan mumpuni.
Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013
tentang Standar Proses disebutkan bahwa setiap pendidik berkewajiban menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran secara lengkap dan sistematis agar
pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
32
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik dengan strategi yang benar
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.
Rencana pelaksanaan pembelajaran perlu dikembangkan guna menunjang
kegiatan pembelajaran yang lebih baik. Menurut Nurdin & Andriantoni (2016: 95)
pengembangan RPP harus memperhatikan perhatian dan karakteristik peserta
didik terhadap materi standar yang dijadikan bahan kajian, guru tidak hanya
sebagai transformator tetapi juga motivator yang memmbangkitkan keinginan
belajar dan mendorong peserta didik untuk belajar dengan menggunakan variasi
media, dan sumber belajar yang sesuai, serta menunjang pembentukan standar
kompetensi dan kompetensi dasar.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan RPP menurut Nurdin
& Andriantoni (2016: 96) yaitu :
a) Indikator kompetensi yang dirumuskan dalam RPP harus jelas.
b) Kegiatan pembelajaran yang disusun dan dikembangkan dalam RPP harus
menunjang dan sesuai dengan kompetensi daasar, indikator dan tujuan
pembelajaran yang akan diwujudkan.
c) Harus ada kesesuaian media dan sumber belajar yang dipilih dengan karakter
indikator dan materi pokok yang ada.
d) Harus ada kesesuaian antara penilaian dalam RPP dengan komponen Inti.
e) RPP harus sederhana dan fleksibel
f) RPP yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh
Beberapa hal yang harus diketahui dalam pengembangan RPP, yang dikutip
dari Daryanto (2014: 85) antara lain :
a) RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar
peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar.
b) Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP
secara lengkap dan sistematis.
c) RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu
kali pertemuan atau lebih.
d) Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang
disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Komponen RPP menurut Daryanto (2014: 86) yang sesuai dengan
kurikulum 2013 berisi tentang :
1) Identitas mata pelajaran
2) Kompetensi dasar
3) Indikator pencapaian kompetensi
4) Tujuan pembelajaran
5) Materi ajar
6) Alokasi waktu
7) Metode pembelajaran
8) Kegiatan pembelajaran
9) Penilaian hasil belajar
10) Sumber belajar
Menurut Sa’dun Akbar (2013: 143) langkah-langkah kegiatan pembelajaran
dalam penyusunan RPP adalah sebagai berikut :
34
Pendahuluan berisi penyiapan peserta didik untuk mengikuti pembelajaran,
apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menjelaskan cakupan
materi.
b) Kegiatan Inti
Kegiatan inti berisi proses pembelajaran atau pengalaman belajar untuk
mencapai kompetensi dasar.
c) Kegiatan Penutup
Hal yang dilakukan dalam kegiatan penutup antara lain :
Guru bersama peserta didik merangkum dan menyimpulkan.
Guru melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilakukan.
Guru memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.
Guru menyampaikan pesan moral, merencanakan kegiatan tindak lanjut,
dan menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya.
Kesimpulan yang bisa didapat dari pengertian RPP dan pengembangan RPP
bahwasanya RPP merupakan suatu perencanaan yang dibuat oleh guru untuk
memperkirakan apa yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. RPP juga
perlu dikembangkan guna membantu guru untuk lebih mempersiapkan diri dan
mempersiapkan materi yang akan digunakan ketika proses pembelajaran
berlangsung. Kualitas RPP yang dikembangkan harus sesuai dengan indikator
1) Kejelasan dan kelengkapan identitas RPP yang mencantumkan nama sekolah,
identitas mata pelajaran, kelas, semester, topik mata pelajaran, alokasi waktu,
dan tahun pelajaran.
2) Kelengkapan komponen RPP yang mencantumkan KI, KD, Indikator
Pencapaian Kompetensi, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode
pembelajaran, alat/media/sumber belajar, langkah kegiatan pembelajaran, dan
penilaian hasil belajar.
3) Ketepatan alokasi waktu.
4) Kesesuaian rumusan indikator dan tujuan pembelajaran dengan KI, KD,
indikator pencapaian kompetensi, dan penggunaan kata kerja operasional
yang dapat diamati/diukur.
5) Kecakupan rumusan indikator dan tujuan pembelajaran.
6) Kesesuaian materi pembelajaran dengan tujuan pembelajaran.
7) Kesesuaian materi pembelajaran dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.
8) Sistematika materi pembelajaran.
9) Kesesuaian metode pembelajaran dengan tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, dan karakteristik siswa.
10) Kesesuaian alat, media, dan sumber belajar dengan indikator, tujuan, materi,
metode, dan karakteristik siswa.
11) Kesesuaian kegiatan pembelajaran dengan metode maupun model
pembelajaran
36
Indikator yang telah diuraikan di atas dapat digunakan sebagai acuan atau
kisi-kisi dalam pembuatan instrumen penelitian yang berupa lembar penilaian dan
validasi RPP yang nantinya divalidasi dan dinilai oleh validator. Lembar penilaian
RPP digunakan untuk mengetahui kualitas dari RPP yang dikembangkan.
b. LKS
LKS atau Lembar Kegiatan Siswa merupakan salah satu perangkat
pembelajaran yang dapat berfungsi sebagai sumber belajar maupun media
pembelajaran yang membantu siswa maupun guru dalam proses pembelajaran
atau bisa juga diartikan lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh
peserta didik (Nurdin & Andriantoni, 2016: 111).
Menurut Abdul Majid (2007: 176), Lembar Kegiatan Siswa adalah
lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik, biasanya berupa
petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Lembar Kegiatan
Siswa yang dibuat harus sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai.
Menurut Trianto (2010: 222), LKS adalah panduan siswa yang digunakan
untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah, berupa panduan
untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk
pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen
atau demonstrasi.
Selanjutnya Trianto (2010: 223) mengemukakan bahwa LKS memuat
sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk
memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan dasar sesuai indikator
Tujuan LKS menurut Achmadi (dalam Nurdin & Andriantoni, 2016: 112)
antara lain :
a) Mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
b) Membantu siswa mengembangkan konsep.
c) Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan keterampilan proses.
d) Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses kegiatan
pembelajaran.
e) Membantu siswa dalam memperoleh catatan materi yang dipelajari melalui
kegiatan pembelajaran.
Prosedur penyusunan LKS yang dikutip dari Nurdin & Andriantoni (2016:
113) antara lain :
a) Menentukan kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran
untuk dimodifikasi ke bentuk pembelajaran dengan LKS.
b) Menentukan keterampilan proses terhadap kompetensi dasar dan
tujuan pembelajaran.
c) Menentukan kegiatan yang harus dilakukan siswa sesuai dengan
kompetensi dasar indikator dan tujuan pembelajaran.
d) Menentukan alat, bahan dan sumber belajar.
e) Menemukan perolehan hasil sesuai tujuan pembelajaran.
Terdapat beberapa hal penting dalam pembuatan LKS menurut Nurdin &
Andriantoni (2016: 116), antara lain:
a) Mempunyai tujuan yang ingin dicapai.
b) Tata letak harus dapat menunjukkan urutan kegiatan secara logis dan
sistematis.
38
d) Gambar ilustrasi dan skema sebaiknya membantu peserta didik menunjukkan
cara, menyusun, dan merangkai sehingga membantu anak didik berpikir
kritis.
Menurut BSNP dalam Depdiknas (2007: 53) penyusunan LKS harus
memenuhi beberapa aspek persyaratan antara lain:
1) Aspek kelayakan isi
Kelayakan isi dapat dilihat dari kesesuaian isi yang ada di dalam LKS dengan
tujuan, indikator, KI, KD, materi pembelajaran, dan metode pembelajaran
yang digunakan
2) Aspek penyajian materi/isi
Penyajian materi atau isi di dalam LKS harus sesuai dengan materi pelajaran
yang hendak diberikan.
3) Aspek kebahasaan
Bahasa yang digunakan dalam LKS juga harus disesuaikan dengan
karakteristik dan perkembangan kognitif siswa.
4) Aspek kegrafikaan
Aspek kegrafikaan dapat dilihat dari penampilan LKS yang dikembangkan
harus menarik, inovatif, dan sesuai dengan materi, metode, maupun
karakteristik siswa.
Dapat disimpulkan bahwa lembar kerja siswa merupakan bahan pembelajan
berupa lembaran tugas maupun kegiatan yang perlu dikerjakan oleh peserta didik
dan diharapkan mampu untuk digunakan peserta didik dalam meningkatkan
dikembangkan dan dibuat inovasi sesuai dengan kurikulum, metode yang
digunakan, dan juga karakteristik siswa. Adapun indikator untuk pengembangan
LKS yang dapat disimpulkan dari beberapa pengertian di atas yang sesuai dengan
aspek kelayakan isi, penyajian materi, kebahasaan, dan kegrafikaan antara lain:
1) Tujuan pembelajaran dalam LKS harus sesuai dengan Indikator, KI dan KD.
2) Isi maupun kegiatan yang disajikan dalam LKS harus sesuai dengan tujuan,
materi pembelajaran, metode yang digunakan, dan dapat memfasilitasi siswa
untuk menyelesaikan permasalahan.
3) Isi maupun kegiatan yang disajikan dalam LKS harus runtut, jelas, konsisten,
mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah, menganalisis, dan
menyimpulkan penyelesaian masalah sesuai dengan materi pelajaran dan
metode yang digunakan.
4) Bahasa yang digunakan dalam LKS harus jelas, mudah dimengerti, tidak
menimbulkan salah tafsir, dan konsisten.
5) LKS yang disajikan harus menarik dengan desain yang sesuai dengan materi
pelajaran, metode yang digunakan, dan karakteristik siswa.
Indikator pengembangan LKS yang disebutkan di atas dapat digunakan
untuk membuat instrumen penelitian yang berupa kisi-kisi untuk lembar penilaian
dan validasi LKS yang dinilai dan divalidasi oleh validator.
6. Topik Segiempat dan Segitiga
Penelitian ini akan dilakukan pada SMP Kelas VII Semester 2 dengan
materi Segitiga Segiempat. Terdapat empat kompetensi dasar yang harus dicapai
40
revisi 2016. Kompetensi dasar yang pertama dan kedua adalah mengenai
kompetensi pengetahuan, sedangkan yang ketiga dan keempat adalah kompetensi
keterampilan. Kompetensi dasar pada materi segitiga segiempat adalah sebagai
berikut:
3.14 Menganalisis berbagai bangun datar segiempat (persegi, persegipanjang,
belahketupat, jajargenjang, trapesium, dan layang-layang) dan segitiga
berdasarkan sisi, sudut, dan hubungan antar sisi dan antar sudut.
3.15 Menurunkan rumus untuk menentukan keliling dan luas segiempat
(persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang, trapesium, dan
layang-layang) dan segitiga.
4.14 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar segiempat
(persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang, trapesium, dan
layang-layang) dan segitiga.
4.15 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas dan
keliling segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang,
trapesium, dan layang-layang).
7. Perangkat Pembelajaran Geometri melalui Pembelajaran Kontekstual dengan
Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Head Together) untuk
Meningkatkan Kemampuan Penalaran
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan, maka yang dimaksud dengan
perangkat pembelajaran geometri melalui pembelajaran kontekstual dengan seting
pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk meningkatkan kemampuan penalaran
materi geometri yaitu segitiga dan segiempat pada kelas VII SMP yang terdiri dari
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
yang dikembangkan melalui pembelajaran kontekstual dengan setting
pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) untuk meningkatkan
kemampuan penalaran siswa. RPP yang dikembangkan disesuaikan dengan
komponen-komponen RPP dengan tahapan pembelajaran kontekstual dan NHT.
Sementara itu LKS yang dikembangkan disesuaikan dengan syarat-syarat
kelayakan isi, penyajian materi, kebahasaan dan kegrafikaan.
Langkah-langkah pembelajaran pada RPP meliputi kegiatan pendahuluan,
inti, dan penutup sesuai dengan tahapan pembelajaran kontekstual dengan seting
pembelajaran kooperatif tipe NHT dijabarkan sebagai berikut:
1) Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan disesuaikan dengan pembelajaran kontekstual dengan
seting pembelajaran kooperatif tipe NHT, terdiri dari:
a) Relating
Kegiatan relating adalah kegiatan untuk mengaitkan materi pembelajaran
dengan materi yang sudah dipelajari oleh siswa dan contohnya dalam kehidupan
nyata. Dibagi menjadi beberapa kegiatan sebagai berikut:
a. Pemberian Apersepsi
Guru memberikan apersepsi kepada siswa berupa pertanyaan-pertanyaan
untuk mengingat kembali materi prasyarat yang berkaitan dengan materi baru
yang akan dipelajari. Secara individu siswa dapat menganalisis materi-materi
42
b. Motivasi
Guru memberikan motivasi kepada siswa berupa pengalaman belajar yang
akan diperoleh siswa dengan mengaitkan materi pelajaran dan contohnya
dalam kehidupan sehari-hari.
c. Tujuan pembelajaran
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai berkaitan
dengan materi sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi dan
kompetensi dasar yang akan dicapai.
b) Cooperating
Guru membentuk siswa ke dalam beberapa kelompok dengan anggota 3-4
orang. Pembentukan kelompok dilakukan sesuai dengan langkah pembelajaran
kooperatif tipe NHT yaitu guru meminta setiap siswa dari setiap kelompok untuk
mengambil nomor dari 1-4.
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti dalam pembelajaran kontekstual dengan seting pembelajaran
kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut:
a. Experiencing
Guru memberikan beberapa permasalahan nyata yang berkaitan dengan
materi dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai
materi sebelum LKS diberikan.
b. Applying
Kegiatan Applying dilakukan dengan pemberian LKS kepada siswa.
dan bimbingan dari guru. Secara berkelompok siswa menganalisis,
menyelesaikan kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam LKS, dan membuat
kesimpulan mengenai apa yang telah dikerjakan. Setiap siswa harus
mengetahui jawaban dari kegiatan yang terdapat dalam LKS dan mampu
untuk memberikan kesimpulan dengan bahasa sendiri.
c. Transferring
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan hasil
diskusi. Sesuai dengan tahapan NHT, guru memastikan semua siswa
mengetahui penyelesaian masalah yang ada di LKS dengan meminta semua
siswa mengangkat kepala mereka (put their head together) dan mengambil
salah satu nomor yaitu antara 1-4, kemudian nomor sesuai dengan nomor
yang terambil, maka setiap siswa dari masing-masing kelompok yang
memiliki nomor tersebut yang harus menyampaikan hasil diskusi dan
kesimpulan yang didapat dari pengerjaan LKS ke depan kelas.
3) Kegiatan Penutup
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyimpulkan materi
yang telah dipelajari, kemudian bersama-sama menyamakan persepsi dan
memberikan pekerjaan rumah atau menyampaikan materi yang akan dibahas pada
pertemuan selanjutnya.
Sintaks atau langkah-langkah mengerjakan kegiatan di LKS, dijabarkan
44
1) Kegiatan Cooperating
Siswa berkelompok sesuai dengan pembagian kelompok yang dilakukan oleh
guru. Sebelum memulai pengerjaan LKS, siswa diminta untuk mengambil
nomor dari 1-4 yang nantinya digunakan untuk kegiatan presentasi atau
penyampaian hasil diskusi. Siswa menuliskan nama anggota kelompok pada
kolom yang tertera pada LKS.
2) Kegiatan relating
Secara berkelompok siswa menyelesaikan kegiatan “relating” yang terdapat
pada LKS berisi pertanyaan yang berkaitan dengan materi sebelumnya. Siswa
mengingat kembali materi yang pernah diajarkan, bertukar pendapat dengan
anggota kelompok, dan menuliskan jawaban yang telah didiskusikan ke
dalam LKS.
3) Kegitan experiencing
Siswa menyelesaikan kegiatan “experiencing” yang terdapat pada LKS
dengan kelompoknya masing-masing, mengumpulkan informasi dari kegiatan
tersebut, mengajukan dugaan, memberikan penjelasan dengan model maupun
sifat dan mendiskusikan hasil pemikiran individu dengan teman satu
kelompok, kemudian menuliskan hasil diskusi dalam LKS.
4) Kegiatan applying
Setiap siswa memahami, memberikan bukti maupun alasan, dan
menyelesaikan permasalahan yang terdapat dalam kegiatan “applying” yang
dalam LKS. Setiap siswa harus mengetahui jawaban maupun hasil diskusi
dari kegiatan yang ada di LKS.
5) Kegiatan transferring
Siswa menyelesaikan kegiatan yang terdapat dalam LKS, menyamakan
pendapat dari hasil pemikiran masing-masing kemudian berdiskusi untuk
mendapatkan kesimpulan dari penyelesaian kegiatan di LKS. Guru
memastikan semua siswa mengetahui penyelesaian masalah yang ada di LKS
dengan meminta semua siswa mengangkat kepala mereka (put their head
together)dan mengambil nomor secara acak antara 1-4, kemudian siswa yang
nomornya terambil menyampaikan hasil diskusi dan memberikan kesimpulan
dari kegiatan LKS yang telah mereka kerjakan di depan kelas.
Perangkat pembelajaran geometri yang dikembangkan melalui pembelajaran
kontekstual dengan setting pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head
Together) diharapkan mampu untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa
pada materi segitiga dan segiempat.
8. Kriteria Kualitas Produk
Kualitas produk atau hasil pengembangan merupakan hal yang perlu
diperhatikan dalam suatu penelitian dan pengembangan. Kriteria kualitas suatu
produk menurut Rochmad (2012: 68) ditinjau melalui tiga aspek, yaitu:
a. Kevalidan
Aspek kevalidan merupakan kesesuaian pengembangan perangkat
pembelajaran dengan teoritiknya dan konsistensi internal pada setiap
46
dilihat dari kesesuaian dan konsistensi komponen perangkat pembelajaran dengan
kurikulum atau model pembelajaran. Perangkat pembelajaran dikatakan valid jika
berdasarkan teori yang memadai dan semua komponen berhubungan secara
konsisten. Indikator yang digunakan untuk menyatakan bahwa model
pembelajaran valid sebagai berikut:
1) Validitas isi, yaitu menunjukkan bahwa perangkat yang dikembangkan
berdasarkan kurikulum, metode pembelajaran yang digunakan, dan
kemampuan yang ditingkatkan.
2) Validitas konstruk, yaitu mengukur komponen perangkat sesuai dan berkaitan
satu sama lain.
Pada penelitian ini, tingkat kevalidan ditentukan oleh penilaian ahli atau
validator yaitu dosen ahli dan guru matematika. Instrumen yang divalidasi adalah
lembar penilaian perangkat pembelajaran berupa lembar penilaian RPP dan
lembar penilaian LKS. Lembar penilaian tersebut divalidasi terlebih dahulu
kemudian perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan dinilai oleh
validator. Perangkat pembelajaran dikatakan valid apabila memenuhi kriteria
sekurang-kurangnya Baik/Valid.
b. Kepraktisan
Indikator untuk menyatakan keterlaksanaan perangkat pembelajaran
dikatakan baik adalah dengan melihat komponen-komponen dilaksanakan dengan
tepat oleh guru di kelas. Berkaitan dengan kepraktisan ditinjau dari apakah guru
dapat melaksanakan pembelajaran di kelas, pengamat atau observer bertugas
juga harus mengetahui respon siswa terkait dengan perangkat pembelajaran di
kelas. Kepraktisan perangkat pembelajaran diperoleh dari hasil angket respon
siswa dan lembar observasi keterlaksanaan kegiatan pembelajaran. Angket respon
siswa dibuat untuk mengetahui respon siswa terhadap LKS yang dikembangkan
apakah sesuai dengan aspek kelayakan isi, penyajian materi, kebahasaan dan
kegrafikaan. Sedangkan lembar observasi keterlaksanaan kegiatan pembelajaran
dibuat untuk mengetahui apakah kegiatan pembelajaran yang dilakukan sesuai
dengan RPP yang dikembangkan. Perangkat pembelajaran dikatakan praktis
apabila memenuhi kriteria sekurang-kurangnya baik/praktis ditinjau dari angket
respon siswa (lampiran B.11) dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran
(lampiran B.12).
c. Keefektifan
Indikator untuk menyatakan bahwa keterlaksanaan perangkat pembelajaran
dikatakan efektif apabila dilihat dari kom