• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN GEOMETRI MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN SETING PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBER HEAD TOGETHER) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA SMP KELAS VII.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN GEOMETRI MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN SETING PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBER HEAD TOGETHER) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA SMP KELAS VII."

Copied!
402
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lepas dari peranan

penting pendidikan. Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran

pengetahuan yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Sesuai

dengan tujuan UUD 1945 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa maka

pendidikan sangat diperlukan. Pendidikan juga merupakan suatu rangkaian

peristiwa yang cukup kompleks yang membutuhkan kegiatan komunikasi antar

manusia.

Pendidikan menurut Ihsan (1996: 7) adalah aktivitas dan usaha manusia

untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi

pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) dan jasmani

(panca indera serta keterampilan-keterampilan). Pendidikan memiliki berbagai

tujuan yang dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas hidup manusia.

Tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU No.20 Tahun 2003 adalah untuk

mencetak generasi bangsa yang beriman dan bertaqwa, berbudi luhur, cerdas, dan

kreatif. Untuk memenuhi tujuan pendidikan tersebut, maka tidak lepas dari peran

pemerintah dalam menentukan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan

jaman. Sesuai dengan Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014, kurikulum pada

Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah yang telah dilaksanakan sejak

tahun 2013/2014 disebut Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madraasah

(2)

2

menunjang kegiatan pembelajaran dan bertujuan untuk mempersiapkan manusia

Indonesia memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang

beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia

(Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013).

Tujuan dari kurikulum 2013 tidak bisa tercapai jika tidak didukung oleh

kegiatan pembelajaran yang sesuai. Pembelajaran menurut Permendikbud Nomor

103 Tahun 2014 adalah proses interaksi antarpeserta didik dan antara peserta

didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum 2013 yang juga

tercantum dalam Permendikbud Nomor 103 Tahun 2013 adalah pembelajaran

yang interaktif, inspiratif, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,

kontekstual dan kolaboratif, memberikan ruang bagi prakarsa, kreativitas, dan

kemandirian peserta didik, serta sesuai dengan bakat minat, kemampuan, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 membutuhkan

partisipasi aktif dari siswa atau student centered yaitu kegiatan berpusat pada

siswa dan guru sebagai fasilitator dan mediator. Fungsi utama guru adalah sebagai

fasilitator, sumber ajar, dan memonitor kegiatan siswa (Marsigit, 2009:9). Salah

satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 adalah

pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar

(3)

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya

dalam kehidupan mereka sehari-hari (Hosnan, 2014: 267).

Pembelajaran kontekstual juga dapat dipadukan dengan pembelajaran secara

kooperatif. Menurut Hosnan (2014: 235), pembelajaran kooperatif merupakan

suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama

dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua

orang atau lebih, dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan

setiap anggota kelompok itu sendiri. Di dalam pembelajaran kooperatif, siswa

dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam kelompok supaya tujuan yang hendak

dicapai oleh kelompok tersebut dapat terpenuhi.

Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah metode NHT (Number Head

Together) yaitu metode pembelajaran kooperatif yang mengutamakan adanya

kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Langkah yang

digunakan dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT bertujuan untuk membuat

siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu langkah dari

tipe pembelajaran ini adalah pengambilan nomor secara acak, sehingga

masing-masing siswa dari tiap kelompok dituntut harus mengetahui jawaban dari

pertanyaan yang diberikan oleh guru.

Beberapa mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan yang menggunakan

kurikulum 2013, salah satunya adalah pelajaran matematika. Dalam kegiatan

pembelajaran, metode yang akan diterapkan dalam pembelajaran matematika yang

disesuaikan dengan kurikulum 2013 juga membutuhkan perangkat pembelajaran

(4)

4

digunakan adalah berupa RPP dan LKS yang juga disesuaikan dengan kurikulum

2013. Perangkat pembelajaran yang baik menjadikan salah satu faktor penunjang

untuk meningkatkan kemampuan siswa dan proses pembelajaran dengan suatu

metode dapat dilaksanakan dengan baik. Kegiatan pembelajaran dengan metode

dan media yang baik diharapkan mampu untuk meningkatkan kemampuan

kognitif, afektif, maupun psikomotorik siswa.

Suatu permasalahan yang berkaitan dengan matematika membutuhkan

kemampuan penalaran yang cukup baik untuk mencari solusi dan menyelesaikan

permasalahan tersebut. NCTM (National Council of Teacher of Mathematics)

dalam buku Principles and Standards for School Mathematics (2000: 3)

mengemukakan terdapat lima proses standar bagi peserta didik dalam

memperoleh dan menggunakan pengetahuan matematik yaitu : pemecahan

masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi.

Seperti yang termuat dalam proses standar NCTM, peserta didik

memperoleh pengetahuan matematik salah satunya adalah kemampuan penalaran

yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan bagi siswa untuk mengambil

kesimpulan dan menetapkan pernyataan berdasarkan pemikiran siswa sendiri

daripada hanya berdasarkan keterangan dari guru atau buku. Kemampuan berpikir

dan penalaran yang tinggi dapat menunjang keberhasilan peserta didik.

Banyak hasil studi mengenai kemampuan penalaran siswa. Salah satu studi

dilakukan oleh TIMSS. TIMSS adalah studi internasional yang mengukur

kemampuan siswa di bidang matematika dan sains dan bertujuan untuk melihat

(5)

dan capaian siswa khususnya pada bidang matematika dan sains. TIMSS

diselenggarakan setiap 4 tahun sekali dikoordinasikan oleh IEA (the International

Association for the Evaluation of Educational Achievement). Indonesia

berpartisipasi sejak tahun 1999 dan tahun terbaru adalah 2015. Pada tahun 2015

target populasinya adalah kelas 4 SD/MI, sedangkan di tahun sebelumnya yaitu

2011 target populasinya adalah kelas 8 SMP/MTs. Pencapaian siswa Indonesia

pada tahun 2015 menduduki peringkat 45 dari 50 dan dapat disimpulkan bahwa

pada pelajaran matematika siswa masih perlu penguatan dalam kemampuan

mengintegrasikan informasi, menarik simpulan, serta menggeneralisir

pengetahuan yang dimiliki ke hal-hal yang lain (Rahmawati, 2015: 5). Sedangkan

pencapaian pada tahun 2011 juga hampir serupa yaitu peringkat 38 dari 42 dan

menurut Rosnawati (2013: 5) siswa masih rendah dalam hal kemampuan

penalaran yang memuat kemampuan menganalisis, mengeneralisasi, sintesa,

menilai, dan penyelesaian masalah non rutin. Oleh karena itu, kemampuan

penalaran sangat perlu untuk ditingkatkan.

Sesuai dengan Permendikbud nomor 24 Tahun 2016 tentang kompetensi inti

dan kompetensi dasar pelajaran pada kurikulum 2013 pada pendidikan dasar dan

pendidikan menengah, salah satu materi yang dipelajari dalam matematika adalah

materi geometri mengenai segiempat dan segitiga. Berdasarkan kompetensi dasar

yang termuat dalam permendikbud tersebut, siswa harus mampu untuk

menganalisis, menurunkan rumus, dan menyelesaikan masalah kontekstual yang

berkaitan dengan bangun datar segiempat dan segitiga. Kemampuan penalaran

(6)

6

dari kompetensi dasar tersebut dan salah satu metode yang tepat yang sesuai

dengan materi segiempat dan segitiga adalah melalui pembelajaran kontekstual

dan pembelajaran kooperatif dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang

baik.

SMPN 2 Muntilan merupakan salah satu SMP di Kabupaten Magelang Jawa

Tengah yang sudah menerapkan kurikulum 2013. Berdasarkan hasil Observasi

dan bertanya kepada guru mata pelajaran Matematika yang dilakukan di kelas VII

SMPN 2 Muntilan, siswa lebih tertarik untuk mempelajari matematika terutama

dalam materi geometri secara berkelompok dan menggunakan perangkat

pembelajaran yang lebih menarik. Kebanyakan siswa masih sulit untuk

memahami materi sehingga kemampuan siswa dalam penalaran juga masih

kurang, siswa masih banyak yang kurang dapat menyimpulkan materi yang

dipelajari atau memberikan alasan atas jawaban dan menyampaikan hasil

penalaran yang didapat dari suatu permasalahan. Permasalahan yang muncul

adalah bagaimana guru dapat mengembangkan suatu perangkat pembelajaran

yang membimbing siswa dalam menemukan konsep matematika dan

meningkatkan kemampuan penalaran. Perangkat pembelajaran berupa RPP dan

LKS melalui pembelajaran kontekstual dengan seting pembelajaran kooperatif

tipe NHT diharapkan mampu untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengembangkan

perangkat pembelajaran geometri berupa RPP dan LKS melalui pembelajaran

kontekstual dengan seting pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam materi

(7)

dilaksanakan dengan penelitian berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Geometri Tipe NHT (Number Head Together) dengan Seting Pembelajaran

Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa SMP Kelas VII”.

Pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan model ADDIE yang terdiri

dari Analyze, Design, Develop, Implementatiton, dan Evaluation.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi

masalah sebagai berikut:

1. Belum tersedianya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) melalui

pembelajaran kontekstual dengan seting pembelajaran kooperatif tipe NHT

yang akan digunakan untuk kegiatan pembelajaran matematika.

2. Belum tersedianya Lembar Kegiatan Siswa (LKS) melalui pembelajaran

kontekstual dengan seting pembelajaran kooperatif tipe NHT yang digunakan

dalam kegiatan pembelajaran matematika.

3. Kurangnya rata-rata kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran

matematika kelas VII SMP N 2 Muntilan.

C. Batasan Masalah

Penelitian dibatasi pada pengembangan perangkat pembelajaran geometri

berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa

(8)

8

tipe NHT pada materi Segitiga Segiempat untuk meningkatkan kemampuan

penalaran siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Muntilan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, rumusan masalah yang

dapat dibuat sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil pengembangan perangkat pembelajaran geometri melalui

pembelajaran kontekstual dengan seting pembelajaran kooperatif tipe NHT?

2. Bagaimana hasil uji coba perangkat pembelajaran geometri (materi segitiga

segiempat) berupa RPP dan LKS melalui pembelajaran kontekstual dengan

seting pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk meningkatkan kemampuan

penalaran pada siswa SMP Kelas VII ditinjau dari aspek kevalidan,

kepraktisan, dan keefektifan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Menyajikan hasil pengembangan perangkat pembelajaran geometri (materi

segitiga segiempat) melalui pembelajaran kontekstual dengan seting

pembelajaran kooperatif tipe NHT.

2. Mendeskripsikan hasil uji coba dari perangkat pembelajaran geometri (materi

segitiga segiempat) berupa RPP dan LKS melalui pembelajaran kontekstual

(9)

kemampuan penalaran siswa ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan

keefektifan.

F. Manfaat Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian, diharapkan penelitian ini memberikan

manfaat antara lain:

1. Bagi guru:

Memberikan bahan pertimbangan untuk membuat perangkat pembelajaran

melalui pembelajaran kontekstual dengan seting pembelajaran kooperatif tipe

NHT pada pembelajaran matematika untuk mengasah kemampuan siswa terutama

kemampuan penalaran siswa.

2. Bagi siswa:

Memberikan pengalaman bagi siswa untuk mengikuti pembelajaran

matematika dengan perangkat pembelajaran yang dihasilkan dan memanfaatkan

perangkat pembelajaran tersebut sebagai panduan belajar di kelas maupun di luar

kelas.

3. Bagi peneliti:

Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dalam kegiatan

pembelajaran matematika menggunakan perangkat pembelajaran yang telah

disusun dan dapat meningkatkan kreativitas maupun inovasi untuk membuat suatu

perangkat pembelajaran yang baru sesuai dengan perkembangan ilmu

(10)

10 BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

Beberapa teori yang relevan diperlukan untuk mendukung penelitian ini

yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Geometri melalui

Pembelajaran Kontekstual dengan Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

(Number Head Together)untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa SMP

Kelas VII”. Teori-teori tersebut antara lain mengenai pembelajaran dan

pembelajaran matematika, perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS,

pembelajaran kontekstual, pembelajaran kooperatif tipe NHT, kemampuan

penalaran, dan materi Segitiga Segiempat.

1. Pembelajaran dan Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan suatu hal yang sangat penting untuk meningkatkan

kualitas dan mutu pendidikan. Pembelajaran menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup

belajar. Pembelajaran menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 1

ayat 20 merupakan sebuah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik

dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan

lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan siswa dalam

belajar. Pembelajaran merupakan upaya untuk membantu siswa agar dapat

menerima pengetahuan yang diberikan dan membantu untuk memudahkan

(11)

Wenger (dalam Huda, 2013:2) mengemukakan bahwa pembelajaran

bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak

melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti

dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi di mana saja

dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial.

Pembelajaran menurut Siregar & Nara (2010:13) merupakan usaha sadar

yang dilakukan secara sengaja, terarah, dan terencana, yang bertujuan untuk

membuat siswa belajar dan tujuan tersebut sudah ditetapkan terlebih dahulu

sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaan pembelajaran harus terkendali,

baik isi, waktu, proses maupun hasilnya dengan maksud agar terjadi belajar pada

diri seseorang.

Pembelajaran diartikan sebagai suatu proses untuk menciptakan kondisi

yang kondusif agar terjadi interaksi komunikasi belajar mengajar secara langsung

maupun tidak langsung antara guru, peserta didik, dan komponen pembelajaran

lainnya yang saling berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan

pembelajaran itu sendiri. (Hosnan, 2014:18)

Pembelajaran merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

menyampaikan berbagai ilmu pengetahuan dengan melakukan kegiatan belajar

secara aktif, efektif sehingga tercapai tujuan dan hasil yang optimal. Proses

pembelajaran dapat dilakukan di manapun. Salah satu kegiatan pembelajaran

dilakukan di sekolah contohnya pembelajaran matematika. Pembelajaran

matematika adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mentransfer ilmu berupa

(12)

12

Proses pembelajaran matematika pada dasarnya bukanlah sekedar transfer

gagasan dari guru kepada siswa, namun merupakan suatu proses dimana guru

memberi kesempatan kepada siswa untuk melihat dan memikirkan gagasan yang

diberikan (Herman, 2007).

Definisi pembelajaran matematika yang berkaitan dengan pembelajaran di

sekolah terutama di Sekolah Menengah Pertama lebih ditekankan dengan definisi

matematika sekolah. Ebbutt, S dan Straker A (dalam Marsigit, 2009: 7)

mendefinisikan matematika sekolah sebagai suatu kegiatan penelusuran pola dan

hubungan yang memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi dan penemuan yang

selanjutnya hasil kegiatan tersebut dikomunikasikan sehingga interaksi sosial

diperlukan dalam kegiatan tersebut. Menurut Marsigit (2009: 7), pembudayaan

matematika di sekolah menekankan hubungan antar manusia dan menghargai

adanya perbedaan individu baik dalam kemampuan maupun pengalamannya.

Matematika sekolah memiliki karakteristik yang dalam pelaksanaannya

harus memerhatikan ruang lingkup matematika sekolah. Perbedaan antara

matematika sebagai ilmu dan matematika sekolah yang dikutip dari Fathani

(2012: 72-73) antara lain:

a. Penyajian

Penyajian matematika tidak harus diawali dengan teorema

maupun definisi, tetapi haruslah disessuaikan dengan

perkembangan intelektual siswa.

b. Pola pikir

Pembelajaran matematika sekolah dapat menggunakan pola pikir deduktif maupun induktif. Hal ini harus disesuaikan dengan topik bahasaan dan tingkat intelektual siswa. Untuk tingkat SMP maupun SMA, pola pikir induktif harus ditekankan.

c. Semesta pembicaraan

(13)

d. Tingkat keabstrakan

Tingkat keabstrakan matematika juga harus menyesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa.

Pembelajaran matematika selalu berkembang seirama dengan kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini selaras dengan pengertian matematika

sendiri yang berkenaan dengan ide-ide maupun konsep-konsep abstrak yang

tersusun secara hierarkis dan penalarannya secara induktif. Penalaran secara

induktif adalah penalaran yang bersifat umum ke khusus, maksudnya di dalam

kegiatan pembelajaran matematika, yang harus diberikan terlebih dahulu adalah

contoh-contoh kemudian merujuk ke definisi, atau dari yang konkret baru

kemudian abstrak.

2. Pembelajaran Kontekstual

Kontekstual menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti berhubungan

dengan konteks. Banyak teori yang mendasari pendekatan kontekstual. Pada

dasarnya, pendekatan kontekstual juga merupakan pendekatan dengan teori

kontruktivis yaitu melibatkan siswa untuk membangun pemikiran dan pemahaman

sendiri.

Teori konstruktivis yang melibatkan siswa bertujuan untuk membangun

pengetahuan sendiri sesuai dengan yang dikemukakan oleh Slavin (dalam Surya,

Sabandar, Kusumah, et al, 2013 : 117) bahwa belajar adalah siswa itu sendiri

menurut konstruktivism harus aktif mencari dan mentransfer atau membangun

pengetahuan yang akan menjadi miliknya.

Menurut Klassen (2006 : 35) pendekatan kontekstual berarti suatu

(14)

14

baik konsep atau keterampilan. Atau dengan kata lain, pendekatan kontekstual

dapat disimpulkan sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang mengandung

suatu konteks tertentu yang dapat dihubungkan dengan kehidupan nyata.

Pendekatan kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang bermakna, karena

disamping mengaitkan dengan konteks nyata, juga sebagai cara untuk

membangun sendiri pemahaman yang diperoleh (kontruktivisme).

Pendekatan kontekstual menurut Hosnan (2014: 267) dapat diartikan

sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu dalam

proses belajar mengajar di sekolah. Definisi mendasar tentang pembelajaran

kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke

dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Menurut Nurdin & Andriantoni (2016: 200) Pendekatan kontekstual adalah

suatu pendekatan yang menekankan proses keterlibatan siswa secara penuh untuk

dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

kehidupan nyata.

Sedangkan menurut Suprihatiningrum (2014: 179) Pendekatan kontekstual

diartikan sebagai sebuah sistem pembelajaran untuk menyusun pola yang

bermakna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari

kehidupan sehari-hari siswa.

Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan

(15)

pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari, siswa

memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam konteks yang terbatas sedikit

demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal dalam

memecahkan masalah kehidupannya sebagai anggota masyarakat. (Siregar &

Nara, 2010: 123)

Trianto (dalam Hosnan, 2014: 269) mengemukakan karakteristik

pendekatan kontekstual dengan pendekatan lainnya yang meliputi adanya

kerjasama, saling menunjang, menyenangkan dan mengasyikkan, tidak

membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, dan

menggunakan berbagai sumber siswa aktif.

Pendekatan kontekstual memiliki lima strategi dalam proses pembelajaran

meliputi : Relating, Experiencing, Cooperating, Applying, Transferring. (Hosnan,

2014: 269)

Hosnan (2014: 269) juga mengemukakan tujuh komponen utama

pembelajaran kontekstual yakni :

1) Konstruktivisme (constructivism)

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru

dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan

bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap dipraktikan tetapi

harus dikonstruksikan dan memberikan makna melalui pengalaman nyata.

2) Menemukan (inquiry)

Inquiry artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan

(16)

16

yang didasarkan pada pencarian dan penemuan diawali dari pengamatan

terhadap suatu fenomena, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan

bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa.

3) Bertanya (questioning)

Dalam pembelajaran dengan menerapkan pendekatan kontekstual, guru tidak

menyampaikan begitu saja, tetapi memancing agar siswa dapat menemukan

sendiri. Bertanya sangat penting dilakukan karena melalui

pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, guru dapat membimbing dan mengarahkan

siswa untuk menemukan materi yang dipelajarinya.

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Hasil belajar bisa diperoleh dengan saling memberikan informasi kepada

teman, kelompok, atau dari yang tahu kepada yang tidak tahu baik yang ada

di dalam kelas maupun di luar kelas.

5) Refleksi (reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan

cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa

pembelajaran yang sudah dilalui.

6) Penilaian Nyata (Authentiic Assesment)

Penilaian nyata dapat berupa penilaian dalam sikap, pengetahuan dan

keterampilan yang berlangsung selama proses pembelajaran secara

terintegrasi. Penilaian nyata dilakukan melalui tes maupun nontes dalam

(17)

Prinsip pembelajaran kontekstual menurut Elaine B. Jhonson (dalam

Hosnan, 2014:276) ada tiga yang utama dan sering digunakan yaitu :

1) Prinsip saling ketergantungan (interdepence)

Pembelajaran kontekstual menekankan hubungan antara bahan pelajaran

dengan bahan lainnya, antara teori dengan praktik, antara bahan yang bersifat

konsep dengan penerapannya dalam kehidupan nyata sehingga adanya prinsip

saling ketergantungan ini menyatukan berbagai pengalaman dari

masing-masing peserta didik dan memotivasi dirinya untuk mencapai standar

akademik yang tinggi.

2) Prinsip Perbedaan (Differentiaton)

Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berpusat pada

siswa. Prinsip perbedaan mendorong peserta didik menghasilkan

keberagaman, perbedaan, dan keunikan sehingga tercipta kemandirian dalam

belajar yang dapat mngonstruksi peserta didik untuk belajar mandiri dalam

sebuah kelompok dnegan menghubungkan antara bahan ajar dengan

kehidupan nyata untuk mencapai tujuan yang lebih bermakna.

3) Pengorganisasian diri (self organization)

Prinsip pengorganisasian diri menyatakan bahwa proses pembelajaran

disadari sendiri oleh peserta diri dalam merealisasikan seluruh potensi yang

dimilikinya. Pembelajaran kontekstual diarahkan untuk membantu para siswa

mengoptimalkan potensi untuk mencapai keunggulan akademik, penguasaan

keterampilan dan mengembangkan sikap serta moral dari peserta didik itu

(18)

18

Pendekatan kontekstual adalah sebuah proses yang bertujuan untuk

menolong peserta didik melihat makna didalam materi akademik yang mereka

pelajari dengan menghubungkan subjek akademik dengan konteks kehidupan

nyata yang meliputi konteks pribadi, sosial maupun budaya.Di dalam pendekatan

kontekstual, guru hanya sebagai mediator dan fasilitator yang membantu peserta

didik untuk menemukan sendiri konsep pengetahuan yang ada. Pendekatan

kontekstual adalah pendekatan dengan siswa sebagai pelaku aktif di dalam

kegiatan pembelajaran (student centered).

Kegiatan dalam pembelajaran kontekstual yang sesuai dengan beberapa

teori diatas dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Relating

Dalam kegiatan relating, guru mengaitkan materi pembelajaran dengan

materi yang sudah pernah dipelajari oleh siswa dan contohnya dalam kehidupan

nyata. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajarann kontekstual yaitu konstruktivis

dimana guru membimbing siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya

berdasarkan pengalaman yang telah mereka peroleh.

2) Experiencing

Dalam kegiatan experiencing, guru membimbing siswa untuk menemukan

pengetahuan baru dengan beberapa kegiatan seperti kegiatan bertanya dan

mengumpulkan informasi. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran kontekstual

(19)

3) Cooperating

Dalam kegiatan cooperating, guru membimbing siswa untuk belajar dalam

suatu kelompok sehingga mereka dapat berbagi pendapat untuk menyimpulkan

suatu materi tertentu. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran kontekstual

yaitu learning community atau masyarakat belajar.

4) Applying

Dalam kegiatan applying, guru membimbing siswa untuk menyelesaikan

permasalahan yang berkaitan dengan materi pelajaran, membuat pemodelan dan

menyimpulkan dengan bahasa mereka sendiri.

5) Transferring

Kegiatan transferring berisi kegiatan yang sama dengan kegiatan applying

yaitu guru membimbing siswa untuk dapat menyimpulkan materi yang telah

mereka pelajari dan dapat mentransfer ilmunya untuk menyelesaikan

permasalahan nyata yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Kegiatan

applying dan transferring sesuai dengan prinsip pembelajaran kontekstual yaitu

dalam pemodelan dan reflection.

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Head Together)

Suatu metode atau model sangat dibutuhkan dalam suatu pembelajaran.

Dengan adanya metode, pembelajaran yang terjadi akan terasa lebih mudah dan

menyenangkan. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang masih

kurang disukai oleh siswa karena terasa sulit dan terlalu banyak rumus. Oleh

karena itu diperlukan adanya suatu metode salah satunya dengan pembelajaran

(20)

20

Kooperatif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bersifat kerjasama.

Peembelajaran dengan metode kooperatif dapat dinyatakan sebagai suatu

pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok.

Pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau

perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur

kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih,

dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan setiap anggota

kelompok itu sendiri. (hosnan, 2014 : 235)

Menurut Karlina (2012) Hubungan kerjasama memungkinkan timbulnya

persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai

keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil

dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok.

Pembelajaran kooperatif menurut Siregar & Nara (2010: 123) menekankan

pada aktivitas kolaboratif siswa dalam belajar yang berbentuk kelompok, mencari

materi pelajaran dan memecahkan masalah secara kolektif kolaboratif.

Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran, yang mana

siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar.

Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif diperlukan adanya perencanaan yang

di dalamnya meliputi pemilihan pendekatan, pemilihan materi yang sesuai,

pembentukan kelompok siswa, mengenalkan siswa pada tugas dan peran, serta

merencanakan waktu dan tempat. (Suprihatiningrum, 2014: 191)

Pada dasarnya tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah melatih siswa

(21)

memecahkan suatu permasalahan dan selanjutnya bertanggung jawab untuk

melaporkan jawabannya kepada anggota kelompok yang lain (Pietersz & Saragih,

2010).

Pembelajaran kooperatif menurut (Nurdin & Andriantoni, 2016: 184) adalah

strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok

kecil untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan anggota lainnya dan bertujuan

untuk memiliki tanggung jawab sebagai pembelajar untuk dirinya sendiri dan

membantu sesama anggota kelompok untuk belajar.

Roger dan David Johnson (dalam Hosnan, 2014) mengemukakan enam

model pembelajaran gotong royong yang harus diterapkan dalam pembelajaran :

1) Saling ketergantungan positif

2) Interaksi tatap muka

3) Akuntabilitas individual

4) Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi

5) Komunikasi antaranggota

6) Evaluasi proses kelompok

Pembelajaran kooperatif disusun untuk meningkatkan partisipasi siswa,

memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dalam berinteraksi

dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya (Hosnan, 2014 :

238).

Hosnan (2014 : 241) mengemukakan beberapa karakteristik dari

(22)

22

a. Positive intersependece, adanya rasa saling ketergantungan antaranggota

kelompok.

b. Individual accountability, setiap individu memiliki rasa tanggung jawab

menyelesaikan pekerjaan.

c. Face to face promotive interaction, antaranggota saling membantu agar

tujuan dapat tercapai.

d. Appropiate use of collaborative skills, setiap individu harus bisa dipercaya,

mempunyai jiwa kepemimpinan, dapat mengambil keputusan, mampu

berkomunikasi, dan memiliki keterampilan.

e. Group processing, setiap anggota harus dapat mengatur keberhasilan

kelompok.

Tiga konsep yang melandasi metode kooperatif menurut Siregar & Nara

(2010: 114) :

1) Team rewards : tiap kelompok atau tim mendapat hadiah apabila mencapai

kriteria tertentu yang ditetapkan

2) Iindividual accountability : setiap anggota dalam kelompok bertanggung

jawab untuk membantu kegiatan belajar dan keberhasilan bagi kelompok.

3) Equal opportunities for success : setiap anggota dalam kelompok

memperbaiki hasil belajarnya sendiri sehingga dapat berkontribusi dalam

kelompok.

Sedangkan lima prinsip utama dalam pembelajaran kooperatif menurut

(23)

1) Saling ketergantungan positif : keberhasilan kelompok merupakan hasil

kerjasama dari semua anggota

2) Tanggungjawab perseorangan : setiap anggota kelompok mempunyai tugas

dan tanggungjawab yang sudah dibagi sendiri-sendiri demi keberhasilan

kelompok tersebut.

3) Interaksi tatap muka : hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan

kepada setiap anggota untuk berinteraksi satu sama lain.

4) Komunikasi antar anggota : keberhasilan kelompok bergantung pada

kesediaan setiap anggota untuk saling berkomunikasi satu sama lain dengan

cara memberikan berbagai pendapat yang nantinya dibahas untuk

menentukan yang terbaik.

5) Evaluasi proses secara kelompok : evaluasi diperlukan untuk mengoreksi

hasil dari kerjasama yang sudah dilakukan agar selanjutnya dapat

bekerjasama lebih baik lagi.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu

strategi yang dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran yang

dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil sehingga tercipta

kerjasama antar anggota kelompok dan memudahkan kelompok dalam

menyelesaikan persoalan yang ada pada pembelajaran tersebut. Tujuan adanya

pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan rasa kepedulian dan gotong

royong antaranggota dalam kelompok tersebut untuk mencapai suatu tujuan yang

(24)

24

Terdapat beberapa macam tipe pembelajaran kooperatif, salah satunya

adalah pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together). Pembelajaran

kooperatif tipe Number Head Together (NHT) merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang diranccang

untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk

meningkatkan penguasaan akademik (hosnan, 2014 : 252).

Model Number Head Together (NHT) adalah salah satu jenis pembelajaran

kooperatif yang menekankan struktur khusus yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan

penguasaan siswa (Lince, 2016).

Menurut Lestari & Yudhanegara (2015: 44) NHT merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang mengondisikan siswa untuk berpikir bersama secara

berkelompok di mana masing-masing siswa diberi nomor dan memiliki

kesempatan yang sama dalam menjawab permasalahan yang diajukan oleh guru

melalui pemanggilan nomor secara acak.

Menurut Huda (2013 : 203) Tujuan dari NHT adalah memberi kesempatan

kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang

paling tepat. Selain untuk meningkatkan kerja sama siswa, NHT juga bisa

diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.

Kagan (1989) mengemukakan 4 cara menerapkan pembelajaran kooperatif

tipe NHT :

1) Guru membentuk siswa menjadi kelompok yang setiap kelompok terdiri dari

(25)

2) Guru memberikan pertanyaan

3) Guru menjelaskan kepada siswa untuk “put their heads together” atau dengan

kata lain mengakat kepala mereka masing-masing untuk memastikan bahwa

setiap individu dalam kelompok mengetahui jawabannya.

4) Guru memanggil nomor (1,2,3 atau 4) dan siswa dengan nomor yang sama

dapat mengangkat tangan mereka untuk menjawab pertanyaan.

Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe NHT seperti dikemukakan oleh

Agustin, Ariyanto, dan Sukmaantara (2013 : 203) antara lain :

1) Meningkatkan motivasi siswa

2) Meningkatkan ingatan siswa

3) Memajukan kompetisi yang positif

4) Memajukan diskusi setiap individu dan akuntabilitas kelompok

Selain memiliki kelebihan, pembelajaran kooperatif tipe NHT juga memiliki

beberapa kelemahan (Agustin, Ariyanto, & Sukmaantara, 2013) antara lain :

1) Dalam Teknik NHT, pembagian kelompok harus sama, yang berarti bahwa

setiap kelompok terdiri dari achiever lebih tinggi, rata-rata dan berprestasi

rendah. Oleh karena itu pembagian kelompok harus dilakukan oleh guru. Ada

kemungkinan bahwa siswa menolak kelompok yang dibagi oleh guru.

2) Ada kemungkinan bahwa siswa mendengar atau mencontek dari kelompok

lain. Untuk mengatasinya, guru akan mengatur jarak antara kelompok. Jika

siswa menyontek dari kelompok lain, guru akan menghukum kelompok

dengan tidak memberikan poin untuk kelompok meskipun jawaban kelompok

(26)

26

Dari penjelasan para ahli mengenai pembelajaran kooperatif tipe NHT,

dapat disimpulkan bahwa NHT (Number Head Together) adalah salah satu tipe

dari pembelajaran kooperatif yang membentuk siswa untuk bekerja sama dalam

sebuah kelompok belajar dengan anggota 3-4 orang, kemudian masing-masing

anggota dalam kelompok tersebut diberi nomor dan memiliki kesempatan yang

sama dalam memberikan jawaban atas persoalan yang diberikan oleh guru. Dalam

pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa dituntut untuk dapat mengetahui

jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru karena pengambilan nomor

untuk memberikan jawaban maupun presentasi dilakukan secara acak. Hal ini

dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dan tidak ada siswa yang tidak bekerja

dalam kelompok. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk menyampaikan

jawaban mereka masing-masing.

4. Kemampuan Penalaran

Matematika merupakan suatu objek pembelajaran yang membutuhkan

beberapa kemampuan untuk bisa menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan

matematika itu sendiri. Kemampuan penalaran merupakan salah satu kemampuan

yang harus dimiliki oleh peserta didik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan

masalah matematika yang cukup sulit. Kemampuan ini diperlukan karena seperti

yang dikemukakan oleh Sujono (dalam Fathani, 2009: 19) matematika merupakan

cabang ilmu pengetahuan yang eksak, terorganisasi secara sistematik, ilmu

pengetahuan tentang penalaran yang logik, berhubungan dengan bilangan dan

juga merupakan ilmu bantu dalam menginterpretasikan berbagai ide dan

(27)

Penalaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya proses mental

dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. Penalaran

mengacu pada kemampuan untuk mengenali dan memanipulasi sifat dari objek

dan hubungan antara objek-objek (Mulligan, 2015).

Menurut Hartono (2013: 83) Penalaran merupakan suatu kemampuan

bernalar yang prosesnya adalah dengan menyeleksi dan menganalisa informasi

yang diterima hingga sampai pada sebuah kesimpulan yang sah berdasarkan

data-data yang ada.

Gagne (dalam Lestari & Yudhanegara, 2015: 82) mengungkapkan bahwa

penalaran matematis adalah kemampuan menganalisis, menggeneralisasi,

mensintesis/mengintegrasikan, memberikan alasan yang tepat dan menyelesaikan

masalah tidak rutin.

Ciri-ciri penalaran antara lain :

1) Adanya suatu pola pikir yang disebut logika

2) Proses berpikir bersifat analitik

Kemampuan penalaran meliputi :

1) Penalaran umum yang berhubungan dengan kemampuan untuk menemukan

penyelesaian atau pemecahan masalah

2) Kemampuan yang berhubungan dengan kemampuan menilai implikasi dari

suatu argumentasi

3) Kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan

(28)

28

mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide

lain.

Kemampuan penalaran perlu dikuasai agar dapat bermanfaat dalam

kehidupan nyata untuk menyelesaikan suatu persoalan. Kemampuan penalaran

juga penting digunakan dan dikuasai pada pelajaran matematika untuk

menyelesaikan permasalahan terkait dengan matematika. Salah satu kemampuan

yang tercantum dalam Standar Isi Kurikulum 2013 (Permendikbud Nomor 64

Tahun 2013) dan harus dikuasai yaitu menalar baik dalam ranah konkret maupun

abstrak. Kemampuan penalaran dapat ditingkatkan melalui pembelajaran

kelompok yang menuntut kerjasama dengan cara exploratory talk(Webb &

Treagust, 2006).

Melalui kemampuan penalaran, siswa diharapkan mampu untuk

menyelesaikan persoalan-persoalan yang sulit dan membutuhkan penalaran yang

tinggi dalam ranah konkret maupun abstrak, sehingga persoalan yang akan

diselesaikan dapat mempunyai nilai kebermaknaan yang tinggi.

Enam indikator penalaran matematika menurut Wardhani (dalam Hartono,

2013: 84) :

1) Kemampuan mengajukan dugaan

2) Kemampuan melakukan manipulasi matematika

3) Kemampuan menarik kesimpulan, menyusun bukti serta

memberikan alasan atau bukti dari suatu permasalahan matematika

4) Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan.

5) Kemampuan memeriksa kebenaran suatu argumen

6) Kemampuan menentukan suatu pola atau sifat dari gejala

(29)

Sedangkan menurut Sumarmo (dalam Lestari & Yudhanegara, 2015: 82)

indikator kemampuan penalaran matematis dibagi menjadi 9 indikator yaitu :

1) Menarik kesimpulan logis

2) Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat, dan

hubungan.

3) Memperkirakan jawaban dan proses solusi

4) Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi atau

membuat analogi dan generalisasi

5) Menyusun dan menguji konjektur

6) Membuat counter example

7) Mengikuti aturan inferensi dan memeriksa validitas argumen

8) Menyusun argumen yang valid

9) Menyusun pembuktian langsung, tidak langsung, dan

menggunakan induksi matematika.

Seseorang dikatakan memiliki kemampuan penalaran yang tinggi jika dapat

menyelesaikan suatu permasalahan secara logis dan juga dapat menyampaikan

atau memberi alasan maupun bukti terhadap solusi yang diberikan. Dapat

disimpulkan bahwa kemampuan penalaran adalah kemampuan siswa untuk

menyelesaikan masalah dan merumuskan kesimpulan berdasarkan

pernyataan-pernyataan yang ada. Indikator kemampuan penalaran matematis yang dapat

disimpulkan berdasarkan uraian di atas yang disesuaikan dengan materi segiempat

dan segitiga adalah sebagai berikut:

1) Mengolah informasi dan mengeksplorasi fakta dari suatu permasalahan

segiempat dengan menyajikan pernyataan matematika secara tertulis maupun

gambar.

2) Mengajukan dugaan dan kesimpulan dari suatu permasalahan segiempat.

3) Melakukan manipulasi dari sebuah pernyataan matematika mengenai

(30)

30

4) Menyusun bukti serta memberikan alasan terhadap solusi matematika

mengenai segiempat maupun segitiga yang diajukan.

5) Memeriksa dan membuktikan kebenaran suatu pernyataan matematika

mengenai segiempat maupun segitiga.

6) Menentukan dan membentuk suatu pola atau sifat dari suatu permasalahan

matematika mengenai segiempat maupun segitiga untuk membuat

generalisasi dan kesimpulan.

Indikator kemampuan penalaran yang telah disimpulkan tersebut digunakan

sebagai acuan untuk membuat instrumen penelitian berupa kisi-kisi soal pretest

dan posttest.

5. Perangkat Pembelajaran

a. RPP

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau biasa disingkat menjadi RPP

adalah salah satu perangkat pembelajaran yang dibuat sebelum kegiatan

pembelajaran berlangsung. Menurut Nurdin & Andriantoni (2016: 94) RPP

merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau

memproyeksikan apa yang akan di lakukan dalam pembelajaran dan upaya untuk

memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.

Pengertian RPP yang dikutip dari Daryanto (2014: 84) menyebutkan bahwa:

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus.

Terdapat beberapa prinsip penyusunan RPP menurut Akbar (2013: 42)

(31)

1) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik

2) Mendorong partisipasi aktif peserta didik

3) Mengembangkan budaya membaca dan menulis

4) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut

5) Keterkaitan dan keterpaduan

6) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

RPP juga mempunyai dua fungsi dasar seperti disebutkan dalam Nurdin &

Andriantoni (2016: 94) yaitu :

1) Fungsi perencanaan

Setiap akan melakukan pembelajaran, guru wajib memiliki persiapan baik

tertulis maupun tidak tertulis. Rencana pelaksanaan pembelajaran dapat

mendorong guru lebih siap membuat kegiatan pembelajaran dengan

perencanaan yang matang.

2) Fungsi pelaksanaan

Rencana pelaksanaan pembelajaran berfungsi untuk mengefektifkan proses

pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan. Kegiatan pembelajaran

harus terorganisasi melalui serangkaian kegiatan tertentu dengan strategi yang

tepat dan mumpuni.

Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013

tentang Standar Proses disebutkan bahwa setiap pendidik berkewajiban menyusun

rencana pelaksanaan pembelajaran secara lengkap dan sistematis agar

pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

(32)

32

cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik dengan strategi yang benar

untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.

Rencana pelaksanaan pembelajaran perlu dikembangkan guna menunjang

kegiatan pembelajaran yang lebih baik. Menurut Nurdin & Andriantoni (2016: 95)

pengembangan RPP harus memperhatikan perhatian dan karakteristik peserta

didik terhadap materi standar yang dijadikan bahan kajian, guru tidak hanya

sebagai transformator tetapi juga motivator yang memmbangkitkan keinginan

belajar dan mendorong peserta didik untuk belajar dengan menggunakan variasi

media, dan sumber belajar yang sesuai, serta menunjang pembentukan standar

kompetensi dan kompetensi dasar.

Prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan RPP menurut Nurdin

& Andriantoni (2016: 96) yaitu :

a) Indikator kompetensi yang dirumuskan dalam RPP harus jelas.

b) Kegiatan pembelajaran yang disusun dan dikembangkan dalam RPP harus

menunjang dan sesuai dengan kompetensi daasar, indikator dan tujuan

pembelajaran yang akan diwujudkan.

c) Harus ada kesesuaian media dan sumber belajar yang dipilih dengan karakter

indikator dan materi pokok yang ada.

d) Harus ada kesesuaian antara penilaian dalam RPP dengan komponen Inti.

e) RPP harus sederhana dan fleksibel

f) RPP yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh

(33)

Beberapa hal yang harus diketahui dalam pengembangan RPP, yang dikutip

dari Daryanto (2014: 85) antara lain :

a) RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar

peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar.

b) Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP

secara lengkap dan sistematis.

c) RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu

kali pertemuan atau lebih.

d) Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang

disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.

Komponen RPP menurut Daryanto (2014: 86) yang sesuai dengan

kurikulum 2013 berisi tentang :

1) Identitas mata pelajaran

2) Kompetensi dasar

3) Indikator pencapaian kompetensi

4) Tujuan pembelajaran

5) Materi ajar

6) Alokasi waktu

7) Metode pembelajaran

8) Kegiatan pembelajaran

9) Penilaian hasil belajar

10) Sumber belajar

Menurut Sa’dun Akbar (2013: 143) langkah-langkah kegiatan pembelajaran

dalam penyusunan RPP adalah sebagai berikut :

(34)

34

Pendahuluan berisi penyiapan peserta didik untuk mengikuti pembelajaran,

apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menjelaskan cakupan

materi.

b) Kegiatan Inti

Kegiatan inti berisi proses pembelajaran atau pengalaman belajar untuk

mencapai kompetensi dasar.

c) Kegiatan Penutup

Hal yang dilakukan dalam kegiatan penutup antara lain :

 Guru bersama peserta didik merangkum dan menyimpulkan.

 Guru melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah

dilakukan.

 Guru memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.

 Guru menyampaikan pesan moral, merencanakan kegiatan tindak lanjut,

dan menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya.

Kesimpulan yang bisa didapat dari pengertian RPP dan pengembangan RPP

bahwasanya RPP merupakan suatu perencanaan yang dibuat oleh guru untuk

memperkirakan apa yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. RPP juga

perlu dikembangkan guna membantu guru untuk lebih mempersiapkan diri dan

mempersiapkan materi yang akan digunakan ketika proses pembelajaran

berlangsung. Kualitas RPP yang dikembangkan harus sesuai dengan indikator

(35)

1) Kejelasan dan kelengkapan identitas RPP yang mencantumkan nama sekolah,

identitas mata pelajaran, kelas, semester, topik mata pelajaran, alokasi waktu,

dan tahun pelajaran.

2) Kelengkapan komponen RPP yang mencantumkan KI, KD, Indikator

Pencapaian Kompetensi, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode

pembelajaran, alat/media/sumber belajar, langkah kegiatan pembelajaran, dan

penilaian hasil belajar.

3) Ketepatan alokasi waktu.

4) Kesesuaian rumusan indikator dan tujuan pembelajaran dengan KI, KD,

indikator pencapaian kompetensi, dan penggunaan kata kerja operasional

yang dapat diamati/diukur.

5) Kecakupan rumusan indikator dan tujuan pembelajaran.

6) Kesesuaian materi pembelajaran dengan tujuan pembelajaran.

7) Kesesuaian materi pembelajaran dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.

8) Sistematika materi pembelajaran.

9) Kesesuaian metode pembelajaran dengan tujuan pembelajaran, materi

pembelajaran, dan karakteristik siswa.

10) Kesesuaian alat, media, dan sumber belajar dengan indikator, tujuan, materi,

metode, dan karakteristik siswa.

11) Kesesuaian kegiatan pembelajaran dengan metode maupun model

pembelajaran

(36)

36

Indikator yang telah diuraikan di atas dapat digunakan sebagai acuan atau

kisi-kisi dalam pembuatan instrumen penelitian yang berupa lembar penilaian dan

validasi RPP yang nantinya divalidasi dan dinilai oleh validator. Lembar penilaian

RPP digunakan untuk mengetahui kualitas dari RPP yang dikembangkan.

b. LKS

LKS atau Lembar Kegiatan Siswa merupakan salah satu perangkat

pembelajaran yang dapat berfungsi sebagai sumber belajar maupun media

pembelajaran yang membantu siswa maupun guru dalam proses pembelajaran

atau bisa juga diartikan lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh

peserta didik (Nurdin & Andriantoni, 2016: 111).

Menurut Abdul Majid (2007: 176), Lembar Kegiatan Siswa adalah

lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik, biasanya berupa

petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Lembar Kegiatan

Siswa yang dibuat harus sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai.

Menurut Trianto (2010: 222), LKS adalah panduan siswa yang digunakan

untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah, berupa panduan

untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk

pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen

atau demonstrasi.

Selanjutnya Trianto (2010: 223) mengemukakan bahwa LKS memuat

sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk

memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan dasar sesuai indikator

(37)

Tujuan LKS menurut Achmadi (dalam Nurdin & Andriantoni, 2016: 112)

antara lain :

a) Mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

b) Membantu siswa mengembangkan konsep.

c) Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan keterampilan proses.

d) Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses kegiatan

pembelajaran.

e) Membantu siswa dalam memperoleh catatan materi yang dipelajari melalui

kegiatan pembelajaran.

Prosedur penyusunan LKS yang dikutip dari Nurdin & Andriantoni (2016:

113) antara lain :

a) Menentukan kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran

untuk dimodifikasi ke bentuk pembelajaran dengan LKS.

b) Menentukan keterampilan proses terhadap kompetensi dasar dan

tujuan pembelajaran.

c) Menentukan kegiatan yang harus dilakukan siswa sesuai dengan

kompetensi dasar indikator dan tujuan pembelajaran.

d) Menentukan alat, bahan dan sumber belajar.

e) Menemukan perolehan hasil sesuai tujuan pembelajaran.

Terdapat beberapa hal penting dalam pembuatan LKS menurut Nurdin &

Andriantoni (2016: 116), antara lain:

a) Mempunyai tujuan yang ingin dicapai.

b) Tata letak harus dapat menunjukkan urutan kegiatan secara logis dan

sistematis.

(38)

38

d) Gambar ilustrasi dan skema sebaiknya membantu peserta didik menunjukkan

cara, menyusun, dan merangkai sehingga membantu anak didik berpikir

kritis.

Menurut BSNP dalam Depdiknas (2007: 53) penyusunan LKS harus

memenuhi beberapa aspek persyaratan antara lain:

1) Aspek kelayakan isi

Kelayakan isi dapat dilihat dari kesesuaian isi yang ada di dalam LKS dengan

tujuan, indikator, KI, KD, materi pembelajaran, dan metode pembelajaran

yang digunakan

2) Aspek penyajian materi/isi

Penyajian materi atau isi di dalam LKS harus sesuai dengan materi pelajaran

yang hendak diberikan.

3) Aspek kebahasaan

Bahasa yang digunakan dalam LKS juga harus disesuaikan dengan

karakteristik dan perkembangan kognitif siswa.

4) Aspek kegrafikaan

Aspek kegrafikaan dapat dilihat dari penampilan LKS yang dikembangkan

harus menarik, inovatif, dan sesuai dengan materi, metode, maupun

karakteristik siswa.

Dapat disimpulkan bahwa lembar kerja siswa merupakan bahan pembelajan

berupa lembaran tugas maupun kegiatan yang perlu dikerjakan oleh peserta didik

dan diharapkan mampu untuk digunakan peserta didik dalam meningkatkan

(39)

dikembangkan dan dibuat inovasi sesuai dengan kurikulum, metode yang

digunakan, dan juga karakteristik siswa. Adapun indikator untuk pengembangan

LKS yang dapat disimpulkan dari beberapa pengertian di atas yang sesuai dengan

aspek kelayakan isi, penyajian materi, kebahasaan, dan kegrafikaan antara lain:

1) Tujuan pembelajaran dalam LKS harus sesuai dengan Indikator, KI dan KD.

2) Isi maupun kegiatan yang disajikan dalam LKS harus sesuai dengan tujuan,

materi pembelajaran, metode yang digunakan, dan dapat memfasilitasi siswa

untuk menyelesaikan permasalahan.

3) Isi maupun kegiatan yang disajikan dalam LKS harus runtut, jelas, konsisten,

mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah, menganalisis, dan

menyimpulkan penyelesaian masalah sesuai dengan materi pelajaran dan

metode yang digunakan.

4) Bahasa yang digunakan dalam LKS harus jelas, mudah dimengerti, tidak

menimbulkan salah tafsir, dan konsisten.

5) LKS yang disajikan harus menarik dengan desain yang sesuai dengan materi

pelajaran, metode yang digunakan, dan karakteristik siswa.

Indikator pengembangan LKS yang disebutkan di atas dapat digunakan

untuk membuat instrumen penelitian yang berupa kisi-kisi untuk lembar penilaian

dan validasi LKS yang dinilai dan divalidasi oleh validator.

6. Topik Segiempat dan Segitiga

Penelitian ini akan dilakukan pada SMP Kelas VII Semester 2 dengan

materi Segitiga Segiempat. Terdapat empat kompetensi dasar yang harus dicapai

(40)

40

revisi 2016. Kompetensi dasar yang pertama dan kedua adalah mengenai

kompetensi pengetahuan, sedangkan yang ketiga dan keempat adalah kompetensi

keterampilan. Kompetensi dasar pada materi segitiga segiempat adalah sebagai

berikut:

3.14 Menganalisis berbagai bangun datar segiempat (persegi, persegipanjang,

belahketupat, jajargenjang, trapesium, dan layang-layang) dan segitiga

berdasarkan sisi, sudut, dan hubungan antar sisi dan antar sudut.

3.15 Menurunkan rumus untuk menentukan keliling dan luas segiempat

(persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang, trapesium, dan

layang-layang) dan segitiga.

4.14 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar segiempat

(persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang, trapesium, dan

layang-layang) dan segitiga.

4.15 Menyelesaikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan luas dan

keliling segiempat (persegi, persegipanjang, belahketupat, jajargenjang,

trapesium, dan layang-layang).

7. Perangkat Pembelajaran Geometri melalui Pembelajaran Kontekstual dengan

Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Head Together) untuk

Meningkatkan Kemampuan Penalaran

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan, maka yang dimaksud dengan

perangkat pembelajaran geometri melalui pembelajaran kontekstual dengan seting

pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk meningkatkan kemampuan penalaran

(41)

materi geometri yaitu segitiga dan segiempat pada kelas VII SMP yang terdiri dari

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

yang dikembangkan melalui pembelajaran kontekstual dengan setting

pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) untuk meningkatkan

kemampuan penalaran siswa. RPP yang dikembangkan disesuaikan dengan

komponen-komponen RPP dengan tahapan pembelajaran kontekstual dan NHT.

Sementara itu LKS yang dikembangkan disesuaikan dengan syarat-syarat

kelayakan isi, penyajian materi, kebahasaan dan kegrafikaan.

Langkah-langkah pembelajaran pada RPP meliputi kegiatan pendahuluan,

inti, dan penutup sesuai dengan tahapan pembelajaran kontekstual dengan seting

pembelajaran kooperatif tipe NHT dijabarkan sebagai berikut:

1) Kegiatan Pendahuluan

Kegiatan pendahuluan disesuaikan dengan pembelajaran kontekstual dengan

seting pembelajaran kooperatif tipe NHT, terdiri dari:

a) Relating

Kegiatan relating adalah kegiatan untuk mengaitkan materi pembelajaran

dengan materi yang sudah dipelajari oleh siswa dan contohnya dalam kehidupan

nyata. Dibagi menjadi beberapa kegiatan sebagai berikut:

a. Pemberian Apersepsi

Guru memberikan apersepsi kepada siswa berupa pertanyaan-pertanyaan

untuk mengingat kembali materi prasyarat yang berkaitan dengan materi baru

yang akan dipelajari. Secara individu siswa dapat menganalisis materi-materi

(42)

42

b. Motivasi

Guru memberikan motivasi kepada siswa berupa pengalaman belajar yang

akan diperoleh siswa dengan mengaitkan materi pelajaran dan contohnya

dalam kehidupan sehari-hari.

c. Tujuan pembelajaran

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai berkaitan

dengan materi sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi dan

kompetensi dasar yang akan dicapai.

b) Cooperating

Guru membentuk siswa ke dalam beberapa kelompok dengan anggota 3-4

orang. Pembentukan kelompok dilakukan sesuai dengan langkah pembelajaran

kooperatif tipe NHT yaitu guru meminta setiap siswa dari setiap kelompok untuk

mengambil nomor dari 1-4.

2) Kegiatan Inti

Kegiatan inti dalam pembelajaran kontekstual dengan seting pembelajaran

kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut:

a. Experiencing

Guru memberikan beberapa permasalahan nyata yang berkaitan dengan

materi dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai

materi sebelum LKS diberikan.

b. Applying

Kegiatan Applying dilakukan dengan pemberian LKS kepada siswa.

(43)

dan bimbingan dari guru. Secara berkelompok siswa menganalisis,

menyelesaikan kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam LKS, dan membuat

kesimpulan mengenai apa yang telah dikerjakan. Setiap siswa harus

mengetahui jawaban dari kegiatan yang terdapat dalam LKS dan mampu

untuk memberikan kesimpulan dengan bahasa sendiri.

c. Transferring

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan hasil

diskusi. Sesuai dengan tahapan NHT, guru memastikan semua siswa

mengetahui penyelesaian masalah yang ada di LKS dengan meminta semua

siswa mengangkat kepala mereka (put their head together) dan mengambil

salah satu nomor yaitu antara 1-4, kemudian nomor sesuai dengan nomor

yang terambil, maka setiap siswa dari masing-masing kelompok yang

memiliki nomor tersebut yang harus menyampaikan hasil diskusi dan

kesimpulan yang didapat dari pengerjaan LKS ke depan kelas.

3) Kegiatan Penutup

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyimpulkan materi

yang telah dipelajari, kemudian bersama-sama menyamakan persepsi dan

memberikan pekerjaan rumah atau menyampaikan materi yang akan dibahas pada

pertemuan selanjutnya.

Sintaks atau langkah-langkah mengerjakan kegiatan di LKS, dijabarkan

(44)

44

1) Kegiatan Cooperating

Siswa berkelompok sesuai dengan pembagian kelompok yang dilakukan oleh

guru. Sebelum memulai pengerjaan LKS, siswa diminta untuk mengambil

nomor dari 1-4 yang nantinya digunakan untuk kegiatan presentasi atau

penyampaian hasil diskusi. Siswa menuliskan nama anggota kelompok pada

kolom yang tertera pada LKS.

2) Kegiatan relating

Secara berkelompok siswa menyelesaikan kegiatan “relating” yang terdapat

pada LKS berisi pertanyaan yang berkaitan dengan materi sebelumnya. Siswa

mengingat kembali materi yang pernah diajarkan, bertukar pendapat dengan

anggota kelompok, dan menuliskan jawaban yang telah didiskusikan ke

dalam LKS.

3) Kegitan experiencing

Siswa menyelesaikan kegiatan “experiencing” yang terdapat pada LKS

dengan kelompoknya masing-masing, mengumpulkan informasi dari kegiatan

tersebut, mengajukan dugaan, memberikan penjelasan dengan model maupun

sifat dan mendiskusikan hasil pemikiran individu dengan teman satu

kelompok, kemudian menuliskan hasil diskusi dalam LKS.

4) Kegiatan applying

Setiap siswa memahami, memberikan bukti maupun alasan, dan

menyelesaikan permasalahan yang terdapat dalam kegiatan “applying” yang

(45)

dalam LKS. Setiap siswa harus mengetahui jawaban maupun hasil diskusi

dari kegiatan yang ada di LKS.

5) Kegiatan transferring

Siswa menyelesaikan kegiatan yang terdapat dalam LKS, menyamakan

pendapat dari hasil pemikiran masing-masing kemudian berdiskusi untuk

mendapatkan kesimpulan dari penyelesaian kegiatan di LKS. Guru

memastikan semua siswa mengetahui penyelesaian masalah yang ada di LKS

dengan meminta semua siswa mengangkat kepala mereka (put their head

together)dan mengambil nomor secara acak antara 1-4, kemudian siswa yang

nomornya terambil menyampaikan hasil diskusi dan memberikan kesimpulan

dari kegiatan LKS yang telah mereka kerjakan di depan kelas.

Perangkat pembelajaran geometri yang dikembangkan melalui pembelajaran

kontekstual dengan setting pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head

Together) diharapkan mampu untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa

pada materi segitiga dan segiempat.

8. Kriteria Kualitas Produk

Kualitas produk atau hasil pengembangan merupakan hal yang perlu

diperhatikan dalam suatu penelitian dan pengembangan. Kriteria kualitas suatu

produk menurut Rochmad (2012: 68) ditinjau melalui tiga aspek, yaitu:

a. Kevalidan

Aspek kevalidan merupakan kesesuaian pengembangan perangkat

pembelajaran dengan teoritiknya dan konsistensi internal pada setiap

(46)

46

dilihat dari kesesuaian dan konsistensi komponen perangkat pembelajaran dengan

kurikulum atau model pembelajaran. Perangkat pembelajaran dikatakan valid jika

berdasarkan teori yang memadai dan semua komponen berhubungan secara

konsisten. Indikator yang digunakan untuk menyatakan bahwa model

pembelajaran valid sebagai berikut:

1) Validitas isi, yaitu menunjukkan bahwa perangkat yang dikembangkan

berdasarkan kurikulum, metode pembelajaran yang digunakan, dan

kemampuan yang ditingkatkan.

2) Validitas konstruk, yaitu mengukur komponen perangkat sesuai dan berkaitan

satu sama lain.

Pada penelitian ini, tingkat kevalidan ditentukan oleh penilaian ahli atau

validator yaitu dosen ahli dan guru matematika. Instrumen yang divalidasi adalah

lembar penilaian perangkat pembelajaran berupa lembar penilaian RPP dan

lembar penilaian LKS. Lembar penilaian tersebut divalidasi terlebih dahulu

kemudian perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan dinilai oleh

validator. Perangkat pembelajaran dikatakan valid apabila memenuhi kriteria

sekurang-kurangnya Baik/Valid.

b. Kepraktisan

Indikator untuk menyatakan keterlaksanaan perangkat pembelajaran

dikatakan baik adalah dengan melihat komponen-komponen dilaksanakan dengan

tepat oleh guru di kelas. Berkaitan dengan kepraktisan ditinjau dari apakah guru

dapat melaksanakan pembelajaran di kelas, pengamat atau observer bertugas

(47)

juga harus mengetahui respon siswa terkait dengan perangkat pembelajaran di

kelas. Kepraktisan perangkat pembelajaran diperoleh dari hasil angket respon

siswa dan lembar observasi keterlaksanaan kegiatan pembelajaran. Angket respon

siswa dibuat untuk mengetahui respon siswa terhadap LKS yang dikembangkan

apakah sesuai dengan aspek kelayakan isi, penyajian materi, kebahasaan dan

kegrafikaan. Sedangkan lembar observasi keterlaksanaan kegiatan pembelajaran

dibuat untuk mengetahui apakah kegiatan pembelajaran yang dilakukan sesuai

dengan RPP yang dikembangkan. Perangkat pembelajaran dikatakan praktis

apabila memenuhi kriteria sekurang-kurangnya baik/praktis ditinjau dari angket

respon siswa (lampiran B.11) dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran

(lampiran B.12).

c. Keefektifan

Indikator untuk menyatakan bahwa keterlaksanaan perangkat pembelajaran

dikatakan efektif apabila dilihat dari kom

Gambar

Gambar 1. Bagan Alur Kerangka Berpikir
Tabel 3. Pedoman kriteria kevalidan
Tabel 5. Pedoman penskoran angket respon siswa
Tabel 6. Kualifikasi keterlaksanaan pembelajaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Medan magnet berbentuk Solenoid ialah medan magnet yang dihasilkan oleh arus dalam kumparan kawat berbentuk heliks yang panjang, tergulung rapat, seperti gambar

Schaefer, “Non Supersingular Elliptic Curves for Public Key Cryptosystems,” Advances in Cryptology—EUROCRYPT ’91 Proceedings, Springer–Verlag, 1991, pp. Beutelspacher, “How to

Pada penulisan ilmiah ini yang berjudul â Sistem penerimaan calon siswa pada SMUN 4 Depok dengan menggunakan Microsoft Access 2000 â menjelaskan bagaimana bagian pendaftaran

Model fungsi transfer pada TR 450VA dan 1300VA setelah dilakukan analisis deteksi outlier memiliki hasil parameter yang signifikan, uji asumsi residual white noise

Penyusunan atau perancangan basis data secara relasional mengacu pada aliran data untuk membentuk hubungan diantara entitas yang ada, sedangkan untuk penyimpanan

Anda diminta untuk mengisi kode java untuk setiap konstruktor dan method yang diimplementasikan (kurung yang kosong). Langkah 3: Simpan implementasi queue yang anda

Pada pelaksanaan tindakan I dilaksanakan selama 3 kali pertemuan, seperti yang telah direncanakan. Materi pada pelaksanaan tindakan I ini adalah komunikasi melalui

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviana (2012) pada siswa SD di Desa Mudal yang menunjukkan ada hubungan antara kejadian anemia gizi besi