• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA PENDERITA RINOSINUSITIS DI DESA YEH EMBANG NEGARA, DESA TAMBLANG SINGARAJA DAN DESA TIHINGAN KLUNGKUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA PENDERITA RINOSINUSITIS DI DESA YEH EMBANG NEGARA, DESA TAMBLANG SINGARAJA DAN DESA TIHINGAN KLUNGKUNG."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Penelitian

GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA PENDERITA RINOSINUSITIS DI DESA YEH EMBANG NEGARA, DESA

TAMBLANG SINGARAJA DAN DESA TIHINGAN KLUNGKUNG

Oleh:

Putu Dian Ariyanti Putri, Sari Wulan Dwi Sutanegara Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher

FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Rinosinusitis adalah peradangan yang mengenai mukosa hidung dan sinus paranasal. Penyakit ini hingga saat ini masih merupakan tantangan di bidang THT-KL, karena berdampak besar dalam berbagai aspek antara lain aspek kualitas hidup dan aspek sosioekonomi masyarakat. Penyebabnya bermacam – macam, antara lain alergi, infeksi bakteri, virus, dan jamur, perubahan cuaca, hormonal, obat - obatan.1

Rinosinusitis merupakan masalah kesehatan yang signifikan sebagai cermin dari peningkatan frekuensi rinitis alergi dan berakibat dalam masalah keuangan yang besar untuk masyarakat. Insiden dari rinosinusitis akut berdasarkan Multi-nasional Questionnaire survey yang dilakukan pada tahun 2011 mencapai 6-10% dari keseluruhan populasi. Prevalensi dari rinosinusitis kronis juga dilaporkan terjadi pada 16% orang dewasa di Amerika Serikat. Prevalensi meningkat seiring dengan peningkatan usia dimana pada kelompok usia 20-29 tahun dan 50 -59 tahun mencapai 2.7% dan 6.6%. Rinosinusitis kronis lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan dengan pria. Di Indonesia prevalensi rinosinusitis kronis pada tahun 2004 dilaporkan sebesar 12,6% dengan perkiraan sebanyak 30 juta penduduk menderita rinosinusitis kronis.1,2,3

(2)

sangat terkait dengan status kesehatan. Dewasa ini aspek kualitas hidup mulai dipertimbangkan sehubungan dengan pengambilan keputusan untuk penatalaksanaan pasien. Adanya penilaian kualitas hidup terkait status kesehatan berguna untuk mengetahui dampak suatu penyakit terhadap penderita dan untuk mengevaluasi efek terapi. Rinosinusitis masih merupakan tantangan dan masalah dalam praktik kedokteran. Rinosinusitis secara nyata menyebabkan gangguan fisik yang cukup serius sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan. 4

Sino-Nasal Outcome Test – 20 (SNOT-20) merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk menilai kualitas hidup dari penderita dengan rinosinusitis. SNOT 20 terdiri dari 20 poin yang dinilai secara personal oleh penderita rinosinusitis. Hingga saat ini belum ada data tentang karakteristik penderita rinosinusitis berdasarkan kuisioner SNOT-20, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang gambaran kualitas hidup penderita rinosinusitis berdasarkan SNOT-20.5

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah gambaran kualitas hidup penderita rinosinusitis berdasarkan SNOT-20?

I.3. Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup penderita rinosinusitis berdasarkan SNOT – 20.

I.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui karakterisktik penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang Negara, Desa Tamblang Singaraja dan Desa Tihingan Klungkung.

(3)

I.4. Manfaat

Dalam bidang akademik penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang gambaran kualitas hidup penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang Negara, Desa Tamblang Singaraja dan Desa Tihingan Klungkung. Disamping itu hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar strategi manajemen penyakit secara holistik, terapi dan edukasi, sehingga diharapkan dapat mencegah rekurensi dari penyakit ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal

Struktur hidung luar berbentuk piramida tersusun oleh sepasang tulang hidung pada bagian superior lateral dan kartilago pada bagian inferior lateral. Struktur tersebut membentuk piramid sehingga memungkinkan terjadinya aliran udara di dalam kavum nasi. Dinding lateral kavum nasi tersusun atas konka inferior, media, superior dan meatus. Meatus merupakan ruang diantara konka. Meatus media terletak diantara konka media dan inferior yang mempunyai peran penting dalam patofisiologi rinosinusitis karena melalui meatus ini kelompok sinus anterior berhubungan dengan hidung.6,7

(4)
[image:4.595.215.443.83.272.2]

Gambar 1. Penampang sagital dari hidung dan sinus paranasal.6

Perdarahan hidung berasal dari a. etmoid anterior, a. etmoid posterior cabang dari a. oftalmika dan a. sfenopalatina. Bagian anterior dan superior septum dan dinding lateral hidung mendapatkan aliran darah dari a. etmoid anterior, sedangkan cabang a. etmoid posterior yang lebih kecil hanya mensuplai area olfaktorius. Terdapat anastomosis diantara arteri-arteri hidung di lateral dan arteri etmoid di daerah antero-inferior septum yang disebut pleksus Kiesselbach. Sistem vena di hidung tidak memiliki katup dan hal ini menjadi predisposisi penyebaran infeksi menuju sinus kavernosus. Persarafan hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang maksina nervus trigeminus. 6,7

Fungsi fisiologi hidung adalah penghidu, filtrasi, proteksi, humidifikasi, penghangat udara dan resonansi suara. Saat inspirasi udara masuk ke vestibulum dengan arah vertikal oblik dan mengalami aliran laminar. Ketika udara mencapai nasal valve terjadi turbulen sehingga udara inspirasi langsung mengadakan kontak dengan permukaan mukosa hidung yang luas. Aliran turbulen tersebut tidak hanya meningkatkan fungsi penghangat dan humidifikasi tetapi juga fungsi proteksi. 6,7

(5)

dengan sekret dari hidung. Jumlah silia makin bertambah saat mendekati ostium. Ostium adalah celah alamiah tempat sinus mengalirkan drainasenya ke hidung.7

[image:5.595.262.400.298.450.2]

Secara klinis berdasarkan lokasi perlekatan konka media dengan dinding lateral hidung, sinus dibagi menjadi kelompok sinus anterior dan posterior. Kelompok sinus anterior terdiri dari sinus frontal, maksila dan etmoid anterior yang bermuara ke dalam atau dekat infundibulum. Kelompok sinus posterior terdiri dari etmoid posterior dan sinus sfenoid yang bermuara di atas konka media. Fungsi utama sinus paranasal adalah mengeliminasi benda asing dan sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi melalui tiga mekanisme yaitu terbukanya kompleks osteomeatal, transport mukosiliar dan produksi mukus yang normal.8

Gambar 2. Penampang Koronal 4 pasang sinus paranasal. 6

(6)
[image:6.595.235.426.85.258.2]

Gambar 3. Kompleks ostiomeatal (KOM), potongan koronal.6

Sinus maksila disebut juga antrum Highmore merupakan sinus paranasal terbesar. Dasar sinus dibentuk oleh prosesus alveolaris os maksila dan palatum durum. Dinding anteriornya berhadapan dengan fosa kanina. Gigi premolar kedua, gigi molar pertama dam kedua tumbuh dekat dengan dasar sinus dan hanya dipisahkan oleh membran mukosa, sehingga proses supuratif di sekitar gigi tersebut dapat menjalar ke mukosa sinus. Silia sinus maksila membawa mukus dan debris langsung ke ostium alamiah di meatus media. Perdarahan sinus maksila dilayani oleh cabang a.maksila interna yaitu a.infraorbita, a.sfenopalatina cabang nasal lateral, a.palatina descendens, a.alveolar superior anterior dan posterior. Inervasi mukosa sinus maksila dilayani oleh cabang nasal lateroposterior dan cabang alveolar superior n. infraorbital.6,7

Sinus frontal merupakan pneumatisasi superior os frontal oleh sel etmoid anterior. Sinus ini mengalirkan drainasenya melalui resesus frontal. Perdarahan dilayani oleh cabang supratroklear dan suborbital a. oftalmika, sedangkan vena dialirkan ke sinus kavernosus. Inervasi mukosa dilayani oleh cabang supratrokhlear dan supraorita n. V1. 6,7

(7)

Sinus sfenoid merupakan sinus terakhir yang mengalami perkembangan yaitu pada usia dewasa awal. Struktur penting yang terletak dekat dengan sinus ini yaitu n.optikus dan kelenjar hipofisis yang terletak di atas sinus, pons serebri di posterior, di lateral sinus sfenoid terdapat sinus kavernosus, fisura orbitalis superior, a.karotis dan beberapa serabut nervus kranialis. Perdarahan dilayani oleh cabang a.sfenopalatina dan a.etmoid posterior. Inervasinya dipersarafi oleh cabang etmoid posterior nervus V1 dan cabang sfenopalatina nervus V2. 6,7

Faktor yang berperan dalam memelihara fungsi sinus paranasalis adalah patensi KOM, fungsi transport mukosiliar dan produksi mukus yang normal. Patensi KOM memiliki peranan yang penting sebagai tempat drainase mukus dan debris serta memelihara tekanan oksigen dalam keadaan normal sehingga mencegah tumbuhnya bakteri. Faktor transport mukosiliar sangat tergantung pada karakteristik silia yaitu struktur, jumlah dan koordinasi gerakan silia. Produksi mukus juga bergantung kepada volume dan viskoelastisitas mukus yang dapat mempengaruhi transport mukosiliar.5,6

2.2. Definisi dan Epidemiologi Rinosinusitis

Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan sinus paranasal. Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan dari mukosa hidung, sehingga sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis dan gejala-gejala obstruksi nasi, rinore serta hiposmia dijumpai pada rinitis maupun sinusitis. 10,11

(8)

2.3. Etiologi Rinosinusitis

Umumnya penyebab sinusitis adalah rinogenik yang merupakan perluasan infeksi dari hidung dan dentogenik yang berasal dari infeksi pada gigi. Infeksi pada sinus paranasal dapat disebabkan oleh interaksi dari beberapa etiologi seperti faktor mikrobial, lingkungan, dan faktor host yang terdiri dari gangguan anatomi, genetik fisiologi dan imunitas.11

2. 4. Patogenesis Rinosinusitis

Patogenesis sinus dipengaruhi oleh patensi dari ostium-ostium sinus dan kelancaran pembersihan mukosiliar di dalam kompleks osteomeatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi mikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk ke saluran pernafasan. Bila terdapat gangguan didaerah KOM seperti peradangan, edema atau polip maka hal itu akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi sinusitis. Bila ada kelainan anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa atau hipertrofi konka media, maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit sehingga memperberat gangguan yang ditimbulkannya.10,11

Infundibulum etmoid dan resesus frontal yang termasuk bagian dari KOM, berperan penting pada patofisiologi sinusitis. Permukaan mukosa ditempat ini berdekatan satu sama lain dan transportasi lendir pada celah yang sempit ini dapat lebih efektif karena silia bekerja dari dua sisi atau lebih.Apabila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan, maka akan terjadi gangguan drainase dan ventilasi sinus maksila dan frontal. Gangguan ventilasi akan menyebabkan penurunan pH dalam sinus, silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi menjadi lebih kental sehingga merupakan media yang baik untuk tumbuh kuman patogen. Patogenesis dari rinosinusitis kronis berawal dari adanya suatu inflamasi dan infeksi yang menyebabkan dilepasnya mediator diantaranya vasoactive amine, proteases, arachidonic acid metabolit, imune complek, lipolisaccharide dan

(9)

dan menyebabkan bakteri semakin mudah untuk berkolonisasi dan infeksi inflamasi akan kembali terjadi.10,11

Bakteri dapat berkembang menjadi kuman patogen bila lingkungannya sesuai. Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga bakteri anaerob akan berkembang baik. Bakteri juga akan memproduksi toksin yang akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi perubahan jaringan menjadi hipertropi, polipoid atau terbentuk polip dan kista. Kuman didalam sinus dapat berasal dari rongga hidung sebelum ostium tertutup ataupun merupakan kuman komensal didalam rongga sinus. Virus dan bakteri yang masuk kedalam mukosa akan menembus kedalam submukosa, yang diikuti adanya infiltrasi sel polimorfonuklear, sel mast dan limfosit, kemudian akan diikuti lepasnya zat-zat kimia seperti histamin dan prostaglandin. Zat-zat kimia ini akan menyebabkan vasodilatasi kapiler, sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat dan terjadilah udema di submukosa. Selain virus dan bakteri sebagai penyebab infeksi pada peradangan rongga sinus juga dipengaruhi oleh faktor predisposisi lokal dan sistemik.10,11

Faktor predisposisi lokal antara lain: septum deviasi, edema atau hipertrofi konka, rinitis alergi, rinitis vasomotor, barotrauma, korpus alienum, rinolit dan sebagainya. Faktor predisposisi sistemik yang mempengaruhi antara lain infeksi saluran nafas atas oleh karena virus, keadaan umum yang lemah, malnutrisi, DM yang tidak terkontrol dan iritasi udara sekitar. 10,11

2. 5. Gejala dan Tanda Klinis

Berdasarkan anamnesis, penderita biasanya mengeluh adanya nyeri terutama pada daerah sinus yang terkena disertai dengan sakit kepala, hidung buntu, hidung berair atau gangguan penghidu. Keluhan lain yang antara lain adanya rasa dahak di tenggorok, nyeri gigi, nafas berbau, nyeri telinga atau telinga terasa penuh, nyeri pada gigi dan demam. 1,10,11

(10)

intraoral dilakukan untuk mengevaluasi keadaan gigi, dimana gigi yang terjadi ganggren atau karies dapat menjadi penyebab terjadinya sinusitis dentogen. 10,11

Rinoskopi anterior dilakukan utnuk mengevaluasi keadaan mukosa hidung, menilai adakah inflamasi, sekret pada mukosa hidung dan meatus media, deformitas atau deviasi pada septum. 10,11

2. 6. Pemeriksaan Penunjang

Transluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain Waters, PA dan Lateral. Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi jika ada infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema permukaan mukosa. Permukaan mukosa yang membengkak dan edema tampak seperti suatu densitas yang paralel dengan dinding sinus. Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada resesus alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi atau daerah periodontal. Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya air fluid level pada foto dengan posisi tegak. 10,11

Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah. CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan visualisasi yang baik tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis optikus. Obstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi akan terlihat jelas. 10,11

CT-Scan dapat menilai tingkat keparahan inflamasi dengan menggunakan sistem gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan.

(11)

Penilaian Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada kelainan, Gradasi 1 : Opasifikasi parsial Gradasi 2 : Opasifikasi komplit. 10,11

Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal penyebab sinusitis. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau tumor. 10,11

2. 7. Diagnosis

Berdasarkan Task Force on Rhinosinusitis yang dibentuk oleh American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS) diagnosis rinosinusitis ditegakkan apabila dijumpai adanya 2 gejala mayor atau satu gejala mayor disertai dengan 2 gejala minor. Kriteria mayor antara lain nyeri pada wajah, hidung tersumbat, hidung berair atau sekret purulen, hiposmia atau anosmia, dan demam pada kondisi akut. Kriteria minor antara lain nyeri kepala, demam, halitosis, kelelahan, nyeri gigi, batuk dan nyeri atau rasa penuh pada telinga. Rinosinusitis dikatakan akut bila gejala tersebut terjadi 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala terjadi 4-12 minggu dan kronik bila gejala terjadi lebih dari 12 minggu.10,11

2.8. Penatalaksanaan

Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti deviasi septum, kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi adenoid pada anak, polip, kista, jamur, karies atau ganggren gigi penyebab sinusitis, dianjurkan untuk melakukan penatalaksanaan yang sesui dengan kelainan yang ditemukan.1,10,11

(12)

alternatif seperti siprofloksasin, golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat diberi metronidazole. Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan pemeriksaan nasoendoskopi maupun CT-Scan. 1,10,11

Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor α-adrenergik dimukosa hidung dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilasi. Preparat yang umum adalah pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine. Karena efek peningkatan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung harus dilakukan dengan hati-hati.Dekongestan topikal mempunyai efek yang lebih cepat terhadap sumbatan hidung, namun efeknya ini sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama (lebih dari 7 hari) akan menyebabkan rinitis medika mentosa. 1,10,11

Alergi berperan sebagai penyebab rinosinusitis kronis pada lebih dari 50% kasus, karenanya penggunaan antihistamin justru dianjurkan, demikian juga kemungkinan imunoterapi. Karena antihistamin generasi pertama mempunyai efek antikolinergik yang tinggi, generasi kedua lebih disukai seperti azelastine, acrivastine, cetirizine, fexofenadine dan loratadine. 1,10,11

Kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap bersin, sekresi lendir, sumbatan hidung dan hipo/anosmia. Penemuannya merupakan perkembangan besar dalam pengobatan rinitis dan sinusitis. Penggunaannya kortikosteroid topikal meluas pada kelainan alergi dan non-alergi. Meskipun obat semprot ini tidak mencapai komplek osteomeatal, keluhan pasien berkurang karena udema di rongga hidung dan meatus medius hilang. Sedangkan kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga sinus. Terapi singkat selama dua minggu sudah efektif menghilangkan beberapa keluhan. Preparat oral dapat diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat membuka sumbatan hidung terlebih dahulu sehingga distribusi obat semprot merata.1,10,11

(13)

Caldwell-Luc, trepanasi sinus frontal, dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) dapat dilaksanakan. Bedah sinus konvensional tidak memperlihatkan usaha pemulihan drainase dan ventilasi sinus melalui ostium alami. Namun dengan berkembangnya pengetahuan patogenesis sinusitis, maka berkembang pula modifikasi bedah sinus konvensional misalnya operasi Caldwell-Luc yang hanya mengangkat jaringan patologik dan meninggalkan jaringan normal agar tetap berfungsi dan melakukan antrostomi meatus medius sehingga drainase dapat sembuh kembali. 1,10,11

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) merupakan kemajuan pesat dalam bedah sinus. Jenis operasi ini lebih dipilih karena merupakan tindakan konservatif yang lebih efektif dan fungsional. Keuntungan BSEF adalah dengan penggunaan endoskop yang memiliki pencahayaan yang terang, sehingga lapangan operasi lebih jelas dan rinci. Bila terdapat kelainan patologi dirongga-rongga sinus, jaringan patologik dapat diangkat tanpa melukai jaringan normal dan ostium sinus yang tersumbat diperlebar. Dengan ini ventilasi sinus lancar secara alami, jaringan normal tetap berfungsi dan kelainan didalam sinus maksila dan frontal dapat teratasi. 1,10,11

2.9. Komplikasi

(14)

2.10. Efek Rinosinusitis Terhadap Kualitas Hidup

Kualitas hidup merupakan pengalaman personal yang merefleksikan bukan hanya status kesehatan tetapi faktor lain yang mempengaruhi kehidupan penderita yang hanya bisa dideskripsikan oleh penderita tersebut sendiri. Salah satu bagian dari kualitas hidup adalah kualitas hidup yang berhubungan dengan status kesehatan, yang dapat didefinisikan sebagai pengalaman individu yang subjektif baik secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh tingkat kesehatan, penyakit, dan disabilitas. Hal tersebut diatas sangat tergantung pada usia penderita, kebiasaan, ekspektasi dan kemampuan fisik serta mental.4

Rinosinusitis masih merupakan tantangan dan masalah dalam praktik kedokteran. Rinosinusitis secara nyata menyebabkan gangguan fisik yang cukup serius sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan. Hal tersebut disebabkan karena gejala yang ditimbulkan seperti hidung tersumbat yang diikuti oleh rinore, gangguan penciuman, nyeri pada wajah dan nyeri kepala yang dapat memberikan dampak terhadap aktivitas harian penderita. Gejala tersebut mengakibatkan penurunan prodiktifitas dan kehilangan hari kerja yang cukup signifikan yaitu sekitar 3% hari kerja penduduk produktif atau 73 juta hari kerja. Jika terjadi pada anak sekolah maka akan menurunkan kemampuan belajar anak tersebut. Masalah yang lebih kompleks seperti gangguan tidur, gangguan psikologis seperti perubahan suasana hari, depresi, cemas, lemas, dan disfungsi seksual merupakan hal yang bisa muncul karena gejala rinosinusitis yang timbul.4,12,13,14

Saat ini penilaian penatalaksanaan rinosinusitis menyangkut kualitas hidup terkait kesehatan menjadi sangat penting. Pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan terhadap rinosinusitis terus dikembangkan yang ditandai dengan banyaknya alat ukur yang telah di validasi antara lain nasal symptom questionnare, Rhinosinusitis Outcome Measure (RSOM-31), Sinonasal Outcome Test-16 (SNOT-16), SNOT-20, SNOT-22, Chronic Sinusitis Survey (CSS),

Rhinosinusitis Disability Index (RSDI), Rhinosinusitis Symptom Inventory (RSI),

(15)

2.11. Sino-Nasal Outcome Test 20 (SNOT-20)

SNOT-20 adalah salah satu instrument yang digunakan untuk menilai kualitas hidup penderita rinosinusitis. SNOT-20 terdiri dari 20 poin penilaian yang diisi secara personal dengan memberikan skor pada masing-masing poinnya. Instrumen ini menilai masalah kesehatan yang berkaitan dengan sinusitis dengan hubungannya ada masalah fisik, keterbatasan fungsional dan kondisi emosional. SNOT-20 merupakan modifikasi dari 31-item Rhinosinusitis Outcome Measure. Validitas SNOT-20 untuk menilai kualitas hidup penderita sudah dilakukan dengan konsistensi internal, reliabilitas dan hasil tes validitas yang dianalisis. SNOT-20 merupakan instrumen yang mudah dilengkapi oleh penderita dan dapat digunakan pada praktek klinik sehari-hari. SNOT-20 juga dapat membantu menilai derajat dan efek dari rinosinusitis terhadap status kesehatan, kualitas hidup dan mengukur respon terapi yang diberikan.5,16,17,18

Total skor SNOT-20 dihitung sebagai nilai rata-rata untuk semua 20 item. Kisaran skor SNOT-20 adalah 0-5, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan terkait rinosinusitis beban kesehatan yang lebih besar.4

(16)

III. KERANGKA KONSEP

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Yeh Embang Negara pada tanggal 25 Oktober 2014, Desa Tamblang Kubutambahan tanggal 23 November 2014 dan Desa Tihingan Klungkung tanggal 5 Desember 2014.

4.2. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan rancangan potong lintang. Kuisioner SNOT-20 digunakan untuk menilai kualitas hidup penderita rinosinusitis.

4.3. Penentuan Sumber Data 4.3.1. Populasi penelitian

Populasi terjangkau adalah penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang, Desa Tamblang dan Desa Tihingan Klungkung.

4.3.2. Sampel penelitian

Seluruh penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang, Desa Tihingan Klungkung dan Desa Tamblang Kubutambahan yang datang pada saat dilakukan

Infeksi (bakteri, virus, jamur)

Obstruksi KOM

Rinosinusitis

Kualitas hidup

(17)

pemeriksaan kesehatan di balai desa setempat. Sampel diambil dengan teknik

purposive sampling berdasarkan ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi.

Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah penderita yang memenuhi kriteria mayor dan minor berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Kriteria Eksklusi adalah penderita dengan keganasan pada kepala leher dan penderita tidak kooperatif.

4.4. Variabel Penelitian 4.4.1 Identifikasi Variabel

Variabel bebas : rinosinusitis Variabel tergantung : kualitas hidup

4.4.2Definisi Operasional Variabel

1. Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan sinus paranasal. Diagnosis rinosinusitis ditegakkan apabila dijumpai adanya 2 gejala mayor atau satu gejala mayor disertai dengan 2 gejala minor. Kriteria mayor antara lain nyeri pada wajah, hidung tersumbat, hidung berair atau sekret purulen, hiposmia atau anosmia, dan demam pada kondisi akut. Kriteria minor antara lain nyeri kepala, demam, halitosis, kelelahan, nyeri gigi, batuk dan nyeri atau rasa penuh pada telinga. Rinosinusitis dikatakan akut bila gejala tersebut terjadi 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala terjadi 4-12 minggu dan kronik bila gejala terjadi lebih dari 12 minggu. 2. Kualitas hidup adalah komponen penilaian terhadap kesehatan, dan kualitas

hidup yang dipengaruhi oleh kesehatan yang terdiri dari aspek problem fisik, keterbatasan fungsional dan emosional. Variabel ini diukur menggunakan kuisioner Sino Nasal Outcome Test-20 (SNOT-20).

3. Jenis kelamin adalah karakteristik baik secara biologi maupun fisiologi yang dikategorikan sebagai perempuan dan laki-laki.

(18)

4.5. Kerangka Penelitian

4.6. Analisis Data

Hasil penelitian disajikan secara desriptif dalam bentuk tabel dan narasi.

V. HASIL PENELITIAN

Penelitian telah dilakukan di Desa Yeh Embang Negara, Desa Tamblang Singaraja dan Desa Tihingan Klungkung. Pada penelitian ini didapatkan total sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 68 orang. Data karakteristik sampel berdasarkan masing-masing desa disajikan dalam tabel 1. Total sampel dari Desa Yeh Embang yaitu 35 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 19 orang (54,3%) dan 16 orang (45,7%) perempuan. Rentang usia terbanyak yaitu 25 - 45 tahun sebanyak 16 orang (45,7%). Sampel Desa Tamblang terdiri dari 10 orang (58,8%) laki-laki dan 7 orang (41,2%) perempuan. Rentang usia terbanyak yaitu 25-45 tahun sebanyak 6 orang (35,3%). Dari Desa Tihingan didapatkan sampel laki-laki sebanyak 9 orang (56,3%) dan 7 orang (43,7%) perempuan.

Populasi

Anamnesis Pemeriksaan THT

Sampel

SNOT-20

Hasil

Analisa Data Kriteria Inklusi

(19)
[image:19.595.112.515.103.705.2]

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin dan umur

Desa Karakteristik N %

Yeh Embang Jenis Kelamin Laki-laki 19 54,3

Perempuan 16 45,7

Umur ˂ 25 tahun 25 – 45 tahun 45 – 65 tahun ˃ 65 tahun

5 16 10 4 14,3 45,7 28,6 82,8

Tamblang Jenis Kelamin Laki-laki 10 58,8

Perempuan 7 41,2

Umur ˂ 25 tahun 25 – 45 tahun 45 – 65 tahun ˃ 65 tahun

2 6 5 4 11,8 35,3 29,4 23,5

Tihingan Jenis Kelamin Laki-laki 9 56,3

Perempuan 7 43,7

Umur ˂ 25 tahun 25 – 45 tahun 45 – 65 tahun ˃ 65 tahun

1 8 6 1 6,25 50,0 37,5 6,25

Total Jenis Kelamin

Umur

Laki-laki Perempuan ˂ 25 tahun 25 – 45 tahun 45 – 65 tahun ˃ 65 tahun

(20)

Berdasarkan total skor kuisioner SNOT-20 yang didapatkan di Desa Yeh Embang, 5 nilai rata-rata tertinggi yaitu hidung buntu (2.62), bersin (2.51), sekret pada hidung (2,49), lemas (2.43) dan penurunan konsentrasi (2.4). Nilai rata-rata total skor SNOT-20 yaitu 1.80. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.

[image:20.595.110.526.206.667.2]

Tabel 2. Skor SNOT-20 di Desa Yeh Embang

Nilai Rata-rata Hidung buntu Bersin Hidung berair Batuk Postnasal drip

Sekret kental pada hidung Telinga penuh

Pusing Nyeri telinga

Nyeri wajah/nyeri tekan Sulit tidur

Terbangun di malam hari Tidur kurang berkualitas Lelah saat bangun Lemas Produktivitas menurun Penurunan konsentrasi Frustasi/kurang istirahat/Iritabel Sedih Malu

Total skor SNOT-20

2.62 2.51 2.11 1.49 2.09 2.49 1.57 1.60 0.60 1.91 1.71 1.63 1.69 1.82 2.43 1.94 2.43 1.57 1.06 1.23 1.80

(21)
[image:21.595.110.525.166.624.2]

sekret pada hidung (2,29), post nasal drip (2.17) dan lemas (2.05). Nilai rata-rata total skor SNOT-20 yaitu 3.22. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Skor SNOT-20 di Desa Tamblang

Nilai Rata-rata Hidung buntu Bersin Hidung berair Batuk Postnasal drip

Sekret kental pada hidung Telinga penuh

Pusing Nyeri telinga

Nyeri wajah/nyeri tekan Sulit tidur

Terbangun di malam hari Tidur kurang berkualitas Lelah saat bangun Lemas Produktivitas menurun Penurunan konsentrasi Frustasi/kurang istirahat/Iritabel Sedih Malu

Total skor SNOT-20

2.24 2.41 1.82 1.64 2.17 2.29 1.41 1.41 0.76 1.82 1.58 1.41 1.52 1.52 2.05 1.29 1.52 1.29 1.00 1.00 3.22

(22)
[image:22.595.109.525.105.568.2]

Tabel 4. Skor SNOT-20 di Desa Tihingan Nilai Rata-rata Hidung buntu Bersin Hidung berair Batuk Postnasal drip

Sekret kental pada hidung Telinga penuh

Pusing Nyeri telinga

Nyeri wajah/nyeri tekan Sulit tidur

Terbangun di malam hari Tidur kurang berkualitas Lelah saat bangun Lemas Produktivitas menurun Penurunan konsentrasi Frustasi/kurang istirahat/Iritabel Sedih Malu

Total skor SNOT-20

2.93 2.56 2.50 1.19 1.93 2.43 1.44 1.75 0.63 1.81 1.50 1.31 1.31 1.13 2.31 1.31 1.69 1.5 1.06 1.5 1.69 VI. PEMBAHASAN

(23)

SNOT-20 adalah salah satu instrument yang digunakan untuk menilai kualitas hidup penderita rinosinusitis. SNOT-20 terdiri dari 4 konstruksi mayor yaitu poin pertanyaan berkaitan dengan gejala rinologi, gejala hidung dan wajah, fungsi dan gangguan tidur dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah psikologis. SNOT-20 merupakan modifikasi dari RSOM-31 yang sudah divalidasi untuk menilai kualitas hidup penderita sudah dilakukan dengan konsistensi internal, reliabilitas dan hasil tes validitas yang dianalisis. Schalek4 mengemukakan bahwa diperlukan tiga kriteria dalam merumuskan pengukuran dari kualitas hidup yaitu penggunaan nilai secara global, menilai keparahan dan gejala yang paling berpengaruh dan kemungkinan untuk penderita menambahkan gejala lain yang mengganggu. Hal ini menunjukkan bahwa SNOT-20 merupakan pengukuran yang terbaik terutama untuk menilai hasil operasi. Penelitian yang dilakukan van Oene12 juga menyebutkan bahwa poin tertinggi untuk pemilihan kuisioner kualitas hidup untuk rinosinusitis adalah RSOM-31 dan SNOT-20.

Pada penelitian ini didapatkan total 68 orang dari 3 desa yaitu Desa Yeh Embang, Desa Tamblang dan Desa Tihingan. Dari ketiga desa, sampel yang terbanyak merupakan sampel dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 38 orang (55,9%) dan 30 orang (44,1%) berjenis kelamin perempuan. Usia terbanyak merupakan rentang usia 25-45 tahun yaitu sebanyak 30 orang (44,1%). Penelitian yang dilakukan oleh Zbislawski13 juga menunjukkan bahwa penderita rinosinusitis lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu 52,7% dan 47,3%. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Wang2 yang menunjukkan bahwa rinosinusitis lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki.

(24)

(2,29), post nasal drip (2.17) dan aspek psikologis yaitu lemas (2.05). Hasil yang didapatkan pada sampel di Desa Tihingan dimana 5 nilai rata-rata tertinggi yaitu hidung buntu (2.93), bersin (2.56), hidung berair (2.50), sekret pada hidung (2,43) dan lemas (2.31).

Hal tersebut diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pynnonen5, poin tertinggi dari pertanyaan SNOT-20 yaitu hidung buntu, hidung berair, terbangun saat malam dan penurunan konsentrasi. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Piccirillo16 dimana 5 poin dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu

post nasal drip, nyeri wajah atau nyeri tekan, hidung buntu, terbangun dengan lelah dan lemas. Bezerra dkk18 juga menemukan bahwa item pertanyaan yang dirasakan paling buruk meliputi hidung buntu, bersin, post nasal drip, sekret kental, dan susah tidur. Seluruh penelitian ini menunjukkan adanya hubungan gejala yang dirasakan, dalam hal ini merupakan gejala pada hidung yang akan menyebabkan gangguan pada psikologis dan gangguan tidur pada penderita. Kualitas hidup penderita rinosinusitis dipengaruhi oleh berat ringannya gejala yang muncul, umur, kebiasaan, ekspektasi serta ketidakmampuan secara fisik dan psikologis.

VII.SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan rancangan potong lintang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui adakah gangguan pada hidung dan sinus paranasal dan kemudian dilanjutkan dengan pengisian SNOT-20 digunakan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup penderita rinosinusitis. Pada penelitian ini didapatkan total 68 orang dari 3 desa yaitu Desa Yeh Embang, Desa Tamblang dan Desa Tihingan. Distribusi jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 38 orang (55,9%) dan perempuan 30 orang (44,1%). Usia terbanyak merupakan rentang usia 25-45 tahun yaitu sebanyak 30 orang (44,1%).

(25)

kental, dan post nasal drip. Nilai rata-rata pertanyaan lainnya didapatkan dari poin yang berkaitan dengan masalah psikologis yaitu lemas dan penurunan konsentrasi.

7.2. Saran

(26)

DAFTAR PUSTAKA

1. Fokkens w, Lund Vm Bachert C, Clement P, Hellings P, Holmstrom M, Jones N, et al. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Rhinology. 2012;50(23): 45:1-305.

2. Wang DY, Wardani RS, SinghK, Thanaviratananich S, Vicente G, Xu G, et al. A survey on the management of acute rhinosinusitis among Asian physicians. Rhinology. 2011 Sep;49(3):264-71.

3. Soetjipto D, Wardhani RS. Guidline Penyakit THT di Indonesia. PP PERHATI-KL.2007.

4. Schalek P. Rhinosinusitis-Its Impact on Quality of Life. Dalam : Marseglia GL, editor. Peculiar Aspects of Rhinosinusitis. Edisi ke-1. China: InTech, 2011;h.3-26.

5. Pynnonen MA, KimHM, Terrell JE. Validation of the Sino-Nasal Outcome Test 20 (SNOT-20) Domains in Nonsurgical Patients. Am J Rhinol Allergy. 2009;23:40-45.

6. Krouse JH and Stachler RJ. Anatomy and Physiology of the Paranasal Sinuses. Dalam : Brook I, penyunting. Sinusitis From Microbiology To Managemen. New York: Taylor & Francis Group. 2006; hal: 95-108.

7. Ballenger JJ. Anatomy and Physiology of The Nose and Paranasal Sinuses. Dalam: Snow JB and Ballenger JJ, penyunting. Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-16. Spanyol: BC Decker Inc. 2003; hal: 547-60. 8. Walsh WE and Kern RC. Sinonasal Anatomy and Physiology. Dalam: Bailey

BJ and Johnson JT, penyunting. Head & Neck Surgery Otolaryngology. Edisi ke-5. Volume ke-1. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins. 2014; hal: 359-370.

9. Welch KC and Goldberg AN. Sinusitis. Dalam: Mahmoudi M, penyunting. Allergy & Asthma, Practical Diagnosis and Management. New York: McGrawHill. 2008; hal: 62-7.

(27)

11.Johnson JT, Rosen CA, editor. Bailey’s Head and Neck Surgery Otolaryngology. Edisi ke-5. Volume ke-1. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2014:h. 535-549.

12.Van Oene CM, van Reij EJF, Sprangers MAG, Fokkens WJ. Quality Assessment of Disease-Spesific Quality of Life Questionnaires for Rhinitis and Rhinosinusitis: A systematic review. Allergy. 2007;62:1359-1371.

13.Teul I, Zbislawski W, Baran S, Czerwinski F, Lorkowski J. Quality of Life of Patients With Diseases of Sinuses. Journal of Physiology and Pharmacology. 2007;58(5):691-697.

14.Kalpaklioglu AF, Baccioglu A. Evaluation of Quality of Life: Impact of Allergic Rhinitis on Asthma. J Investig Allergol Clin Immunol. 2008;18(3):168-173.

15.Browne JP, Hopkins C, Slack R, Cano SJ. The Sinonasal Outcome Test (SNOT): Can we make it more clinically meaningful?. Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2007;136:736-741.

16.Piccirillo JF, Merritt MG, Richards ML. Psycometric and Clinimetric Validity of The 20-item Sino-Nasal Outcome Test (SNOT-20). Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2002;126:41-47.

17.Lupoi D, Sarafoleanu C. SNOT-20 and VAS Questionnaires in Establishing The Success of Different Surgical Approaches in Chronic Rhinosinusitis. Romanian Journal of Rhinology. 2012;2(8):203-208.

Gambar

Gambar 1. Penampang sagital dari hidung dan sinus paranasal.6
Gambar 2. Penampang Koronal 4 pasang sinus paranasal. 6
Gambar 3. Kompleks ostiomeatal (KOM), potongan koronal.6
Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin dan umur
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penggambaran yang ada mengacu pada visual kupu-kupu secara kebentukan, sementara permasalahan yang diangkat dalam karya berbicara lebih tentang sesuatu yang berdasarkan

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Oleh karena itu, dengan latar belakang penulis dalam bidang pengetahuan Manajemen Konstruksi, maka penulis akan mengangkat permasalahan tentang aplikasi Lean

Pengurangan pemasokan dilakukan dari sisi hukum dan peraturan, dengan memberikan sanksi hukum yang berat bagi pengedar narkoba, sedangkan pengurangan permintaan dilakukan dengan

Orang yang memiliki Kepribadian Ekstrovert adalah orang yang perhatiannya diarahkan ke luar dari dirinya. Ciri ciri atau sifat yang dimiliki oleh orang

1. Bila masalah penelitian belum jelas, masih remang-remang atau bahkan gelap. Metode ini cocok untuk diterapkan karena kami sebagai peneliti, secara langsung

Pullorum adalah penyakit menular pd ayam yang menimbulkan kerugian ekonomi besar, disebabkan oleh bakteri Salmonella , menyerang semua umur, angka kematian dapat mencapai 85%.

Adapun upaya yang dilakukan untuk mengatasi faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan pemberdayaan usaha mikro oleh Pemerintah Kota Pekanbaru di Kecamatan