• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG KEMAMPUAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENERAPKAN KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP GURU-GURU DI SEKOLAH DASAR NEGERI KOTAMADYA PEKANBARU.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI TENTANG KEMAMPUAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENERAPKAN KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP GURU-GURU DI SEKOLAH DASAR NEGERI KOTAMADYA PEKANBARU."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TENTANG KEMAMPUAN KEPALA SEKOLAH DALAM

MENERAPKAN KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP

GURU-GURU Dl SEKOLAH DASAR NEGERI

KOTAMADYA PEKANBARU

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari

syarat memperoleh Qelar Magister Pendidikan

Bidang Studi Administrasf Pendidikan

Oleh

AMRI SALAM

9132324

PROGRAM STUDI ADMINISTRASl PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BANDUNG

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

PROF. DR. ACHMAD SANUSI, SH. MPA. PembJmbing I

PROF. DR. ENGKOSWARA, M. Ed. Pembimbing II

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

B A N D U N G

(3)

ABSTRAKS

Penelitian ini diberi judul : "Studi Tentang Ke mampuan Kepala Sekolah Dalam Menerapkan Kepemimpinan

Situasional Terhadap Guru-Guru di Sekolah Dasar

Ne-geri Kotamadya Pekanbaru". Obyeknya adalah beberapa

kepala Sekolah Dasar Negeri yang telah mengikuti pen didikan/pelatihan jabatan calon kepala SD yang

dilak-sanakan oleh Dinas P dan K Propinsi Dati I Riau. Di antara materi yang disajikan dalam pendidikan/pelati han itu, sal ah satu materi pokoknya adalah kepemimpi

nan situasional (situational leadership). Penerapan kepemimpinan situasional inilah yang menjadi

fokus-nya.

Permasalahan yang ingin dicari jawabnya melalui studi ini adalah sejauhmana para kepala sekolah itu

mampu menerapkan kepemimpinan situasional terhadap guru-guru di sekolah. Rumusan permasalahan itu diu-raikan atas beberapa pertanyaan penelitianv yaitu mengenai pemahaman kepala sekolah terhadap kepemimpi nan situasional, kecenderungan perilaku kepemimpinan,

kemampuannya menggunakan gaya kepemimpinan sesuai

dengan tingkat kematangan guru, kemampuannya

menggu

nakan kuasa atau kekuatan (power) sebagai potensi

(4)

tuk memimpin, faktor-faktor yang mempengaruhinya da

lam menerapkan kepemimpinan situasional itu di seko

lah serta kepemimpinan yang dilahirkannya dari

pene-rapan kepemimpinan situasional.

Studi ini dilakukan dalam situasi yang wajar

(natural setting) dengan menggunakan metode

natura-listik. Data yang dikumpulkan bersifat kualitatif,

yaitu berupa kata-kata. tindakan atau perilaku dan

dokumen. Pengumpulan data dilakukan secara langsung

dari para responden atau informan tanpa memberikan

perlakuan (treatment). Sumber data utama (primer)

di-peroleh melalui sumber pertama, yaitu kepala sekolah.

Selain itu data juga dikumpulkan dari sumber kedua,

yaitu para guru, pengajar materi kepemimpinan situa

sional pada pelatihan jabatan dan penilik sekolah

un-tuk menunjang data dari sumber pertama. Teknik yang

digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara,

observasi dan studi dokumentasi.

Temuan yang diperoleh melalui penelitian ini

adalah : (1) sebagian kepala sekolah sangat concern

terhadap perilaku kepemimpinannya, (2) para kepala

sekolah itu nampaknya belum mampu menempatkan

masing-masing guru sesuai dengan tingkat kematangannya (Ml,

M2, M3, dan M4), sehingga penggunaan gaya kepemimpi

(5)

(3)

penggunaan kuasa atau kekuatan

(power)

sebagai

potensi untuk memimpin juga tidak sesuai dengan ting

kat kematangan guru. Gaya kepemimpinan kepala sekolah

yang lebih dominan adalah

memberitahukan/mengarahkan

(telling-Gl)

sebagai

gaya

favorit.

kemudian gaya

memasarkan/mengkonsultasikan

(selling-G2),

setelah

itu gaya

mengikutsertakan

(participating-G3).

Sedang-kan gaya mendelegasiSedang-kan (delegating-G4) paling jarang

digunakan.

bahkan di sekolah tertentu tidak pernah

digunakan. Ada beberapa faktor yang sangat

mempenga-ruhi

kepala

sekolah dalam menerapkan

kepemimpinan

situasional, yaitu kemauan (komitmen terhadap tugas),

tingkat pendidikan, stabilitas emosi dan keluarga.

Selain itu, dalam penelitian ini juga

ditemukan

bahwa

pola perilaku kepemimpinan kepala

sekolah

di

daerah ini akan masih dominan pada tingkat ing ngarso

suns tulodo (karena keteladanan masih memegang

pera-nan

penting dalam kepemimpinan untuk memperoleh

pe-ngakuan

atau kepatuhan para guru), dan pada

tingkat

ing madyo mangun karso (karena pemimpin masih

sangat

perlu

berperan sebagai motivator bagi pemenuhan

ke-butuhan guru) yang merupakan faktor yang sangat me

nunjang

upaya kepemimpinan. Dalam hal

ini

referent

power

dan

reward power

merupakan jenis

kuasa

yang

(6)

V 1 1

kuat

ada

kaitannya dengan

budaya yang

berkembang

dalam masyarakat melayu yang lebih suka menerima

(pe-rintah, ide, gagasan atau pendapat) dari pada memberi

atau mengeluarkan ide, gagasan atau pendapat.

Hasil

penelitian ini melahirkan beberapa

reko

mendasi

terhadap berbagai pihak, baik

yang

terkait

atau

berkepentingan

langsung dengan

Sekolah

Dasar

maupun yang tidak langsung. Rekomendasi itu adalah :

Bagi Dinas P dan K Propinsi dati I Riau/pelaksana

pe-latihan jabatan calon kepala SD, yaitu .- a) perlu

me-lakukan pembenahan terhadap materi terutama

penyesu-aian

terhadap konteks dan relevansi

materi

dengan

kondisi di SD. peningkatan penyajian materi (jam

pe-nyajian

dan fokusnya) agar lebih tertuju kepada

ke

pemimpinan situasional, peningkatan kualifikasi tena

ga pengajar/fasilitator lainnya, b) pelaksariaan

pen

didikan/pelatihan bagi calon kepala SD dimasa

menda-tang sebaiknya dilaksanakan dengan bekerjasama dengan

LPTK

(FKIP Universitas) yang ada di daerah

ini,

c)

perlu

disusun

kriteria seleksi bagi

perserta

yang

akan diikutsertakan dalam pendidikan/pelatihan.

Se-dangkan bagi kepala sekolah, secara

berangsur-angsur

perlu

mengurangi dominasi perilaku yang terlalu

di-rektif terhadap guru-guru agar mereka bisa lebih

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

i

ABSTRAKS

iv

UCAPAN TERIMA KASIH DAN APRESIASI

viii

DAFTAR ISI

xv

DAFTAR TABEL

xvi ii

DAFTAR GAMBAR

xix

DAFTAR LAMPIRAN

xx

BAB I

: PENDAHULUAN

1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Masalah 16

1. Ana 1is is Masa1ah 16

2. Perumusan Masalah 21

C. Tujuan Penelitian 24

1. Tujuan Umum 24

2. Tujuan Khusus 25

D. Kegunaan Penelitian 26

1. Kegunaan Dari Segi Teori 26 2. Kegunaan Dari Segi Praktek 27

E. Paradigma Penelitian 28

BAB II : KEPEMIMPINAN SITUASIONAL KEPALA SEKO

LAH TERHADAP GURU-GURU DALAM

PENYE-LENGGARAAN PENDIDIKAN 31

A. Kepemimpinan Dalam Konteks Adminis

trasi Pendidikan

dan Fungsinya

Da-Penyelenggaraan Pendidikan 31

(8)

V 1

B. Kepala

Sekolah

Sebagai

Pemimpin

Pendidikan 38

1. Tugas dan Tanggung Jawab Kepala

Sekolah 38

2. Profil Kemampuan Kepala Sekolah

Sebagai Pemimpin Pendidikan .... 39

C. Pemahanan Kepala Sekolah Terhadap

kepemimpinan Situasional 46

D. Kemampuan Kepala Sekolah Dalam Me

nerapkan Kepemimpinan Situasional .. 47

1. Kecenderungan Perilaku Kepemimpi

nan . . . 49

2. Penggunaan Gaya Kepemimpinan dan Identifikasi Tingkat Kematangan

Guru 51

3. Penggunaan Kuasa (Power) Sebagai

Potensi Untuk Memimpin 67

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Pe-nerapan Kepemimpinan Situasional 75

Oleh Kepala Sekolah

1. Faktor Yang Menghambat 75

2. Faktor Yang Menunjang 77

F. Kesimpulan Hasil Studi Kepustakaan

dan Studi Terdahulu Yang Relevan

Dengan Masalah Penelitian 77

BAB III : PROSES PENELITIAN 85

A. Metode dan Teknik Penelitian 85

1. Metode Penelitian 85

2. Teknik dan Alat Pengumpul Data 86

3. Sumber Data 92

(9)

XVI 1

B. Tahap-Tahap Penelitian 96

1. Tahap Orientasi 96

2. Tahap Eksplorasi 97

3. Tahap Member Check 98

D. Prosedur Analisis Data 99

E. Pencapaian Tingkat Signifikansi Ha

sil Penelitian 100

1. Kredibilitas 101

2. Transferabilitas 103

3. Dependabilitas dan

Konfirmabi1i-tas 103

BAB IV : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 106

A. Deskripsi dan Analisis Data Hasil

Studi Telusuran Tentang Penyajian

Materi Kepemimpinan Situasional Pa

da Pelatihan Jabatan Calon Kepala

SD 107

B. Deskripsi dan Analisis Data Hasil

Penelitian : . . . . 113

1. Pemahaman Kepala Sekolah Terha

dap Kepemimpinan Situasional ... 113

2. Kemampuan Kepala Sekolah Dalam

Menerapkan Kepemimpinan Situa

sional 118

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Kepemimpinan Situasio

nal 137

4. Penilaian Terhadap Kepemimpinan

Kepala Sekolah Secara

Keseluruh-an 152

BAB V : KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 161

(10)

X V 1 1 1

B. Implikasi 170

C.Rekomendasi 176

DAFTAR PUSTAKA 182

LAMPIRAN-LAMP IRAN 186

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Ha laman

1.2. Dimensi Perilaku Tugas dan Perilaku

Hubungan dan Indikatornya 50

2.2.

Gaya Kepemimpinan Yang Sesuai Dengan

Berbagai Tingkat Kematangan Pengikut 57

3.2.

Hubungan Tingkat

Kematangan

Dengan

Gaya Kepemimpinan Yang Paling Sesuai 66 4.3. Kisi-Kisi Instrumen Sebagai Alat

Bantu Bagi Peneliti (Human Instru

men) 88

5.3. Keadaan Personil Yang Menjadi Res

ponden Penelitian 95

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.1.

Kerangka Berpikir Konseptual Penelitian

29

2.2.

Wilayah Kerja Administrasi Pendidikan

32

3.2.

Jural ah

dan Campuran

Keterampilan Yang

Dibutuhkan Oleh Pemimpin Pada

Berbagai

Level

"

45

4.2.

Kepemimpinan Situasional

53

5.2.

Dampak Sumber Kuasa Pada Berbagai Level

Kematangan 71

6.2.

Hubungan

Antara

Basis

Kuasa, Tingkat

Kematangan dan Gaya Kepemimpinan

73

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Haiaman

1.3. Pedoman Wawancara Dengan :

1.3.1. Kepaia SD 186

1.3.2. Guru SD 189

1.3.3. Pengajar Materi Kepemimpinan Situa

sional 191

2.3. Pedoman Observasi 192

3.4. Kuisioner Yang Digunakan Pada Pelatihan

Jabatan Calon Kepala SD 193

4.4. Modifikasi dan Adaptasi Terhadap Kuisioner

Yang Digunakan Pada Pelatihan Jabatan Ca

lon Kepaia SD (Deskripsi Adaptabi1itas dan

Efektivitas Pemimpin) 215

5.4. Keterangan Izin Penelitian 224

6. Riwayat Hidup 231

(14)
(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Dasar sebagai suatu bentuk satuan

pen

didikan dasar yang menyelenggarakan kegiatan pendidi

kan pada tingkat paling bawah dalam struktur

jenjang

pendidikan formal, merupakan suatu sektor fundamental dalam pembangunan bidang pendidikan. Dikatakan funda

mental karena apabila Sekolah Dasar telah memiliki

kualitas yang baik dalam

segala aspeknya, maka

akan

dapat melandasi kualitas satuan pendidikan pada ting

kat di atasnya. Di samping itu Sekolah Dasar merupa

kan pendidikan esensial yang harus ditempuh oleh

seo-rang anak dengan memberikan bekal kemampuan dasar un

tuk dapat hidup bermasyarakat atau melanjutkan

pen

didikan formalnya ke jenjang yang lebih tinggi.

Penyelenggaraan pendidikan dasar di negara

kita

mempunyai misi luhur, yaitu upaya mencerdaskan kehi

dupan bangsa

melalui pemberian

dasar-dasar pengeta

huan, keterampiIan, sikap dan nilai-nilai untuk

meng-hadapi kehidupannya di masa mendatang. Oleh sebab itu

penyelenggaraan

pendidikan di sekolah

bukan

hanya

berperan

sebagai

sosialisasi ilmu

pengetahuan

dan

(16)

proses belajar mengajar di sekolah lebih banyak

ter-fokus kepada upaya mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada peserta didik, melainkan juga mem

punyai peran pewarisan nilai-nilai luhur bangsa ke

pada peserta didik dan masyarakat. Hal ini

dimaksud-kan sebagai upaya menangkal (counter) terhadap nilai-nilai dari luar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai

yang dianut oleh masyarakat dan bangsa Indonesia se bagai dampak globalisasi yang tidak mengenal batasan ruang dan waktu. Dengan demikian, diharapkan akan

dapat menghindari setidak-tidaknya mengurangi

dampak

"ledakan budaya" yang kurang menguntungkan dari manca negara kepada peserta didik sejak dini dan tumbuhnya

kepatuhan terhadap nilai-nilai dan norma-norma serta

moralitas yang tinggi.

Eksistensi dan hakekat pendidikan dasar relevan

dengan tuntutan dan kebutuhan dasar manusia. Untuk

itu diharapkan pendidikan dasar dapat merefleksikan kebutuhan dasar manusia itu agar dapat hidup layak di 1ingkungannya. Justru itu sudah selayaknya prioritas pembangunan pendidikan diletakkan pada pendidikan dasar. Hal ini nampaknya telah mendapat tanggapan

yang serius dari pemerintah, karena sejak tahun-tahun

terakhir Pelita V yang lalu pemerintah telah

(17)

pri-oritas

pertama dalam pembangunan bidang

pendidikan,

bahkan pada Pelita VI ini masih merupakan

prioritas.

mengingat komitmen pemerintah dan bangsa Indonesia

akan menyukseskan penyelenggaraan program wajib be

lajar pendidikan dasar sembilan

tahun. Memang

upaya

meningkatkan

mutu pendidikan

dasar merupakan

kebu

tuhan yang mendesak dan tak dapat ditunda-tunda. Hal ini diungkapkan oleh Imat R. Amidjaja (1991:19)

bah-wa :

Meningkatkan mutu pendidikan dasar adalah kebu tuhan nasional yang urgen dan vital. Vital dalam

arti pendidikan dasar yang bermutu adalah syarat

mutlak untuk pendidikan selanjutnya dan untuk tenaga kerja yang produktif. Peningkatan mutu pendidikan dasar ini juga vital dalam arti jum-lah anak sekolah yang paling besar di seluruh

negara ini adalah murid SD dan SMTP.

Berkenaan dengan hal tersebut, Tilaar

(1992:174-175) menggambarkan pula sebagai berikut :

Sebagai jenjang pendidikan yang minimal wajib dipunyai oleh setiap warga negara, misi, isi dan harkat pendidikan dasar harus menempati priori tas tinggi dalam SISDIKNAS. Dalam masyarakat in

dustri modern pendidikan dasar adalah suatu

in-dustri-strategis dasar yang mengembangkan sumber

daya

manusia yang diperlukan dalam

pembangunan

masyarakat industri itu sendiri.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa kualitas pendidi

kan dasar akan meletakkan dasar bagi kualitas

masya

rakat industri modern. Oleh sebab itu pendidikan

(18)

dasar dari masyarakat teknologi itu sendiri.

Beberapa tahun belakangan ini sekolah dasar

menghadapi

berbagai permasalahan pada kedua

bidang

tugas, baik edukatif maupun administratif, di

antara-nya yang paling baantara-nyak disoroti oleh para pakar,

pe-merhati

dan

masyarakat pada berbagai

media

massa,

seminar-seminar dan pertemuan-pertemuan ilmiah

lain-nya adalah mengenai pengelolaan pendidikan, mutu pen

didikan, mutu guru dan mutu kepala sekolah. Hal

ter-akhir

ini

nampaknya perlu mendapat

perhatian

yang

serius

dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan

se-cara

keseluruhan dalam konteks pembangunan

pendidi

kan,

karena peningkatan pengelolaan

pendidikan

dan

peningkatan

mutu guru banyak bergantung kepada

mutu

kepala

sekolah sebagai penanggung jawab

semua

itu.

Ini perlu ditekankan karena upaya peningkatakan

mutu

guru

telah banyak dilakukan, baik

melalui

berbagai

penataran yang dilaksanakan oleh P2SD.

diskusi-dis-kusi, seminar-seminar maupun program penyetaraan DII,

sedangkan upaya peningkatan mutu kepala sekolah belum banyak diperhatikan. Untuk itu perlu dilakukan suatu upaya yang sungguh-sungguh untuk meningkatkan kemam

puan

kepala sekolah agar dapat

melaksanakan

(19)

Tujuan

yang

ingin dicapai

melalui

penyelenggaraan

pendidikan dasar, khususnya sekolah dasar adalah :

1. Mendidik murid agar menjadi manusia Indonesia

seutuhnya berdasarkan Pancasila yang mampu mem-bangun dirinya sendiri dan ikut bertanggung

jawab terhadap pembangunan bangsa.

2. Memberikan bekal kemampuan yang diperlukan bagi murid untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat

yang lebih tinggi.

3. Memberikan bekal kemampuan dasar untuk hidup di masyarakat dan mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya

(Dep-dikbud.1991:1) .

Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu

alat atau media yang memungkinkan tujuan tersebut

dapat dicapai secara efektif dan efisien. Alat atau

media yang dimaksudkan itu adalah Administrasi Pen

didikan. Administrasi Pendidikan pada dasarnya adalah

suatu media belaka untuk mencapai tujuan pendidikan

secara produktif yaitu efektif dan efisien.

(Engkos-wara.1987:42). Dalam hal ini Administrasi Pendidikan

ditinjau dari sudut proses sistem perilaku yang

me-nyertakan banyak orang. Keterlibatan banyak orang

dalam pencapaian tujuan pendidikan itu mengakibatkan

terjadinya proses interaksi manusia yang akan

mela-hirkan proses kerja saraa. Agar proses kerja sama itu

efektif, efisien dan terarah kepada pencapaian tu

juan, diperlukan suatu teori tentang bagaimana

(20)

maupun kelompok. Teori tersebut adalah teori kepemim

pinan. Singkatnya, untuk efektif administrasi itu

ha-rus memiliki kepemimpinan (Oteng Sutisna,1985:253).

Kepemimpinan

di

sini merupakan suatu

topik

kajian

yang penting dalam Administrasi Pendidikan.

Penyelenggaraan pendidikan sebagai suatu

proses

kerja

sama

dalam upaya mencapai

tujuan

pendidikan

serta pencapaian kualitas sekolah seperti yang

diha

rapkan, diperlukan sejumlah sumber daya, baik

sumber

daya

manusia

maupun non manusia.

Tanpa mengurangi

arti dan peranan sumber daya non manusia, sumber daya

manusia mempunyai peranan penting dan menentukan ka

rena sumber daya non manusia hanya bermanfaat

dengan

baik jika dikelola oleh sumber daya manusia. Sumber

daya

manusia atau tenaga kependidikan yang

terlibat

dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar

terdiri

atas tenaga pendidik, pengelola satuan

pen

didikan (kepala sekolah) dan penilik sekolah (PP No.

38

tahun 1992). Di antara sumber daya

manusia

itu.

kepala sekolah memegang posisi utama sebagai pemimpin

formal dalam organisasi sekolah yang memiliki berba

gai peranan, wewenang dan tanggung jawab atas

penye

lenggaraan pendidikan di sekolahnya.

(21)

peranan pokok, yaitu sebagai administrator,

supervi

sor dan leader (pemimpin)

dengan berbagai tugas

dan

tanggung jawab. Sebagai administrator, kepala sekolah

bertugas merencanakan, mengorganisasikan,

melaksana-kan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan

pada

tiap

substansi administrasi sekolah untuk mencapai

tujuan

sekolah. Sebagai supervisor kepala sekolah mempunyai

tugas melaksanakan salah satu fungsi khusus

adminis

trasi

sekolah, yaitu supervisi

dalam bentuk

pembi-naan profesional terhadap guru-guru agar dapat melak

sanakan

proses

belajar

mengajar

secara

efektif.

Sedangkan sebagai pemimpin kepala

sekolah bertugas

mempengaruhi,

menggerakkan, mengarahkan dan

mengen-dalikan guru-guru agar tugas-tugas yang

dilaksanakan-nya

terarah

kepada

pencapaian

tujuan

pendidikan.

Antara

ketiga

peranan tersebut di

dalam

penerapan

tugas-tugasnya tidak dapat dipilah-pilah secara tegas

karena

tugas-tugas

kepemimpinan tercakup

ke

dalam

kedua peranan tersebut, dimana administrator dan

su

pervisor adalah juga pemimpin. Dalam hal ini ada yang

menganggap

bahwa kepemimpinan merupakan

salah

satu

fungsi administrasi. Sesuai dengan maksud studi

ini,

maka

fokusnya

tertuju kepada

peranan

kepemimpinan

(22)

peranan lainnya.

Fungsi kepemimpinan menurut Riberu (1992:43)

menangani segi antar pribadi, segi hubungan antar manusia di dalam satu ikatan kerja. Selajutnya dika-takan bahwa memimpin berarti berhadapan dengan ma

nusia,

dengan hasrat dan keinginannya, dengan

sikap

dan tindak-tanduknya, baik sebagai perorangan

maupun

di

dalam

kelompok. Oleh

karena

menyangkut

dengan

manusia, maka memimpin selalu berkaitan dengan

mo-tivasi.

penggunaan pendekatan-pendekatan

dan

gaya-gaya kepemimpinan.

Studi mengenai kepemimpinan telah dilakukan oleh

para ahli sejak dahulu hingga sekarang ini dan bahkan

akan masih terus berlanjut. Hal itu menandakan bahwa

kepemimpinan merupakan suatu hal yang penting

teruta-ma dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu

kepemimpi

nan akan tetap hangat untuk diperbincangkan dan masih tetap menarik untuk dikaji (apalagi dengan

mengguna-kan pendekatan kualitatif) karena menyangkut

keprila-kuan manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Apabila dalam dunia bisnis kepemimpinan dirasa-kan semakin penting peranannya setelah dunia bisnis

itu semakin kompetitif, baik dalam hal produk

maupun

teknologi yang digunakan, sehingga tidak jarang

(23)

diharapkan dapat mengatasi gejolak perubahan tersebut

(Eksekutif. Oktober 1990). sedangkan dalam dunia pen

didikan, kepemimpinan berperan sebagai penentu

arah,

penggerak

dan

pengendali

penyelenggaraan

kegiatan

pendidikan

agar efektif. efisien dan terarah

kepada

pencapaian

tujuan pendidikan. Kegiatan

menggerakkan

itu

tentunya

dilakukan

tanpa

pemaksaan,

seperti

diungkap oleh John P. Kotter (Naisbitt dan

Aburdene.

1990)

bahwa kepemimpinan adalah proses

menggerakkan

orang

ke

satu

arah

yang

sebagian

besar

melalui

"sarana non coersive".

Pentingnya

peranan

pemimpin

dan kepemimpinan

dalam

suatu organisasi dapat dilihat

dari

beberapa

pendapat yang

dikemukakan oleh para

ahli.

Menurut

Thomas

(1988). Day dan Lord (1988)

seperti .dikutip

oleh

Hoy dan Miskel (1992:251) melihat

kepemimpinan

sebagai konsep kunci di dalam memahami dan meningkat

kan organisasi seperti sekolah. Robert (1985)

menge-mukakan

bahwa kepemimpinan pendidikan mempunyai

pe-ngaruh substansial terhadap organisasi sekolah. Be

gitu pula dengan Lipham (1985:2), ia menarik suatu

kesimpulan

bahwa "kualitas kepemimpinan

kepala

se

kolah secara substansial berpengaruh terhadap

keber

(24)

organisasi

tidak akan dapat dicapai dan akan

menim-buikan kekacauan karena masing-masing orang

bekerja

untuk mencapai tujuan pribadinya. Dalam hal ini sa ngat menarik disimak apa yang diungkapkan oleh Keith

Davis (Oteng Sutisna.1985:255) sebagai berikut :

tanpa kepemimpinan, suatu organisasi

hanya

lah sejumlah orang yang kacau. Kepemimpinan

ia-lah

kemampuan untuk membujuk

orang-orang

lain

supaya mengejar tujuan yang telah ditetapkan

dengan bergairah. Ia adalah faktor manusiawi

yang mempersatukan kelompok dan menggerakkannya

ke arah tujuan-tujuan. Kegiatan-kegiatan

manage-men seperti merencanakan, mengorganisasi, dan

membuat putusan ialah kepompong tersembunyi

sam-pai saat pemimpin meledakkan kekuatan motivasi

dalam orang dan membimbing mereka ke arah tu juan-tujuan. Kepemimpinan mengubah potensi

menjadi kenyataan. Ia adalah tindakan akhir yang

membawa

kepada keberhasilan semua potensi

yang

ada pada organisasi dan orang-orangnya.

Kepemimpinan

yang dimaksudkan untuk

dapat

me

ningkatkan keberhasilan sekolah tentunya kepemimpinan

yang efektif. Tinggi rendahnya kualitas suatu sekolah

atau efektif tidaknya suatu proses pendidikan

banyak

ditentukan

oleh kepemimpinan kepala sekolah.

dimana

efektivitas kepemimpinan kepala sekolah menentukan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang dipimpinnyanya. Sehubungan dengal hal tersebut.

Reilly (1980) dengan tegas menggambarkan hubungan an

tara kepemimpinan kepala sekolah yang efektif

dengan

(25)

Effective schools have effective leaders....

Such school leaders are usually described as

people who have high expectations for staff and students, are knowledgeable in their jobs,

and set the tone for their schools (Lipham. 1985 :1) .

Upaya kepemimpinan kepala sekolah yang efektif diper

lukan untuk mengarahkan. menggerakkan dan

mengendali-kan pelaksanaan tugas guru agar proses belajar menga

jar yang dilaksanakannya menjadi efektif dan terarah

kepada pencapaian tujuan sekolah.

Sebenarnya ada berbagai pendekatan teoritis da

lam studi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para

pa-kar. Hersey dan Blanchard (1977:88-89) mengemukakan dua pendekatan pokok studi kepemimpinan, yaitu pende

katan sifat-sifat dan pendekatan situasional. Pende

katan

sifat-sifat lebih memokuskan perhatiannya

ke

pada sifat-sifat yang dimiliki seseorang (pemimpin).

Seseorang

dapat menjadi pemimpin atau dipandang

se

bagai pemimpin apabila memiliki karakteristik terten

tu sebagai pemimpin. Karakteristik itu merupakan kua litas pribadi seseorang yang dibawanya semenjak

la-hir. seperti bakat. kepribadian dan kecerdasan atau

intelegensi. Pendekatan ini mendapat sorotan dari berbagai kalangan karena mengandung

(26)

12

telah gagal menghasilkan satu sifat kepribadian

atau

seperangkat

kualitas

sifat kepribadian yang

dapat

digunakan untuk membedakan antara pemimpin dan

bukan

pemimpin". Demikian pula dengan Hemphill (1949)

yang

menegaskan bahwa literatur-literatur dewasa ini

tam-paknya lebih mendukung pendekatan situasional atau

pendekatan perilaku pemimpin dalam mempelajari

kepe

mimpinan.

Sebaliknya kepemimpinan situasional lebih

memo-kuskan perhatiannya pada perilaku pemimpin yang dapat

diamati

dalam

situasi kepemimpinan dan

bukan

pada

sifat-sifat pribadi pemimpin. Di samping itu pendeka

tan ini meyakini bahwa peningkatan efektivitas

kepe

mimpinan dapat dilakukan melalui pendidikan,

pelati

han atau pengembangan. Selanjutnya mereka

mengemuka-kan

beberapa pendekatan kepemimpinan yang

merupakan

pencerminan dua basis pemikiran dalam teori organisa

si, yaitu scientific approach dan human relation

ap

proach. Kedua pendekatan itu mengilhami lahirnya

be

berapa studi kepemimpinan, seperti studi Tannembaum

dan Schmidt, studi Universitas Michigan, studi

dina-mika kelompok Cartwright dan Zander, studi Universi

tas Ohio, Managerial Grid, studi kontingensi

Fiedler

(27)

kepemimpi-i:

nan

situasional dari Hersey dan

Blanchard

sendiri.

Selanjutnya dari berbagai studi kepemimpinan yang

diterangkan terakhir. penulis bermaksud untuk

melaku-kan studi mengenai penerapan kepemimpinan situasional

dari Hersey dan Blanchard (1977). Teori ini merupakan

pengembangan

dari

teori kepemimpinan

tiga

dimensi

William J. Reddin. Hal ini bukan berarti bahwa

teori-teori

lainnya itu tidak penting, namun ada beberapa

alasan yang dapat dikemukakan.

Pertama,

penerapan kepemimpinan situasional

da

pat

melahirkan

kepemimpinan yang

efektif

bilamana

menggunakan gaya yang tepat dan sesuai dengan

berba

gai

kondisi.

Kedua,

pendekatan

kepemimpinan

situa

sional sangat populer di kalangan organisasi dan da

pat diandalkan, seperti diungkapkan oleh Gaffar (1987

:132)

bahwa

: "Teori yang

cukup

dapat

diandalkan

adalah seperti antara lain teori kepemimpinan

situa

sional ...".

Ketiga.

keberhasilan penerapannya telah

terbukti

melalui

berbagai studi,

misalnya

seperti

yang

disimpulkan oleh Gumpert dan Hambleton

(Hersey

dan

Blanchard,1982)

yang

diterjemahkan

oleh .Agus

(28)

14

Secara sederhana dapat dikemukakan, para manajer

yang sangat efektif mengetahui kepemimpinan si

tuasional lebih banyak dan lebih sering

menerap-kannya dibandingkan dengan para manajer yang

ku-rang efektif. Data yang mendukung kesimpulan ini

berasal dari para manajer itu sendiri. Di

sam-ping itu ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa apabila kepemimpinan situasional diterapkan se

cara tepat. prestasi kerja bawahan akan dinilai

lebih tinggi dan perolehan dalam prestasi ker ja adalah signifikan secara praktis dan statis-tik.

Walaupun

keberhasilan

penerapan

kepemimpinan

situasional

telah terbukti melalui berbagai

peneli

tian. bukan berarti bahwa kepemimpinan situasional itu merupakan yang terbaik dari semua pendekatan ke pemimpinan yang lainnya, akan tetapi kepemimpinan si

tuasional menyediakan pola perilaku pemimpin yang se

suai dengan berbagai situasi bawahan (pengikut).

Me-mang kepemimpinan situasional ditentukan oleh dua

unsur pokok. yaitu pemimpin dan para pengikutnya.

Pemimpin harus memperhatikan tingkat kematangan

para

pengikutnya

itu. kemudian barulah

menggunakan

gaya

kepemimpinan yang sesuai. Menurut Paul Hersey sen

diri. "adaptasi adalah kata kunci dalam kepemimpinan.

Sebuah

kepemimpinan

akan

dinilai

baik

-

artinya

dianggap efektif apabila di dalamnya terdapat

kemung-kinan

untuk beradaptasi yang sangat besar.

Kerangka

adaptasi inilah yang membuat kepeminpinan selalu

(29)

Lebih lanjut dikatakan bahwa kepemimpinan situasional

ditentukan oleh dua unsur

pokok, yaitu pemimpin

dan

para pengikut. Pemimpin memiliki gaya (G) dan

pengi-kut

mempunyai

kematangan

(M).

Adaptasi

yang

pas

antara G dan M itulah yang bakal menghasilkan

sebuah

kepemimpinan yang efektif.

Didasarkan

atas pendapat di atas, maka

penulis

berkeinginan untuk mengkaji kemampuan kepala

sekolah

dalam menerapkan kepemimpinan situasional. Pengkajian

tesebut

dilakukan karena para calon

kepala

sekolah

yang

akan

diangkat menjadi kepala

SD

di

Propinsi

Riau, terlebih dahulu mereka diharuskan mengikuti Pe

latihan Jabatan sebagai prasyarat untuk diangkat men

jadi kepala SD. Dalam pelatihan itu disajikan bebera

pa materi. Salah satu materi pokoknya adalah kepemim

pinan situasional. Materi ini disajikan karena kon

disi guru yang heterogen, terutama dalam hal pengala

man dan kematangannya dalam bekerja memerlukan

perla-kuan yang berbeda dari kepala sekolah sebagai

pemim

pin, sehingga diharapkan mampu menampilkan kepemimpi

nan yang efektif.

Memang, pada masa sekarang ini kepemimpinan yang

efektif itu sudah menjadi tuntutan atau kebutuhan

karena

kepemimpinan

yang efektif

merupakan

faktor

(30)

16

mutu

kepemimpinan merupakan bagian

terpenting dari

manajemen sekolah. Hal ini dapat pula disimak

pernya-taan tentang tuntutan bagi pengelola satuan

pendidi

kan,

yaitu, "... menampilkan sikap dan perilaku

ke

pemimpinan

yang efektif terhadap pelaksanaan

fungsi

dan tugasnya" (Depdikbud,1992:12).

Seperti telah diuraikan terdahulu bahwa kepemim

pinan

kepala sekolah yang efektif

diperlukan

untuk

menggerakkan, mengarahkan dan mengendalikan pelaksa naan tugas guru ke arah efektivitas proses belajar

mengajar dalam pencapaian tujuan sekolah. Di

samping

itu juga untuk menumbuhkan rasa kohesif dan rasa puas

bagi

guru di dalam melaksanakan tugasnya. Dalam

hal

ini Hemphill (1949) menemukan dua dimensi pokok dalam

situasi kepemimpinan

yang berkorelasi tinggi

terha

dap kepemimpinan. Kedua dimensi itu adalah "viscidi

ty" (perasaan kohesif dalam kelompok) berupa

kekompa-kan, keakraban dan partisipasi setiap anggota

kelom

pok

dan "hedonictone" (derajat kepuasan anggota

ke

lompok) , yaitu perasaan puas anggota kelompok dan me

reka mau bekerja sama dan menghormati pemimpin.

Apa

bila kedua dimensi itu dapat diciptakan dan

diperta-hankan oleh pemimpin

(kepala sekolah) tentunya

(31)

17

tugas-tugas yang dilaksanakannya.

Untuk dapat menciptakan dan memelihara atau

mem-pertahankan kedua dimensi itu, kepala sekolah harus

dapat melaksanakan fungsinya sebagai pemimpin,

yaitu

mewujudkan hubungan manusiawi (human relationship) yang harmonis dalam rangka membina dan mengembangkan

kerja sama antar

personal, agar secara serempak

se-luruhnya bergerak ke arah pencapaian tujuan melalui

kesediaan

melaksanakan

tugas

masing-masing

secara

efisien dan efektif (Hadari Nawawi,1985:90). Dalam

hal ini tugas kepala sekolah khusus berkaitan

dengan

guru, seperti aspek kepegawaian, pengaturan dan

pem-bagian tugas, pemberian motivasi dan perhatian terha

dap kesejahteraan, penciptaan dan pemeliharaan

suasa-na kerja yang kondusif serta pembisuasa-naan "morale" ker

ja guru.

B. Permasalahan

1. A n a l i s i s Masalah

Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah dapat dikatakan cukup berat karena ia sebagai penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh kegiatan pendidi kan di sekolahnya, baik kepada pemerintah maupun ke

pada masyarakat. Posisi kepala sekolah berada pada

"bottle neck" dan sulit di antara berbagai

(32)

lain-18

nya saling bertentangan. Dari atas ia menerima

in-struksi, tanggung jawab dan peraturan-peraturan

lain-nya untuk dilaksanakan, ke atas ia harus

mempertang-gungjawabkan pelaksanaan tugas, tanggung jawab dan

peraturan-peraturan yang telah ditentukan. Pada sisi

lain, ke bawah ia juga adalah penanggung jawab terha

dap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan guru

dan siswa, terutama di dalam pembagian tugas guru,

pembinaan dan pemberian motivasi dan inspirasi kepada

mereka dalam konteks kepemimpinan. Untuk itu kepala

sekolah harus dapat menempatkan dirinya pada "posisi"

yang tepat di antara berbagai kepentingan tersebut

dengan tetap memperhatikan aturan main (birokrasi)

yang ada dengan tuntutan profesinya sebagai pemimpin.

Selain posisi kepala sekolah seperti •diuriakan

di atas, Oteng Sutisna (1985:331) menggambarkan posi

si kepala sekolah sebagai suatu kedudukan administra

tif yang tercakup ke dalam dua dimensi umum pokok,

yaitu : (1) dimensi eksekutif, dan (2) dimensi kepe

mimpinan. Pada dimensi eksekutif, kepala sekolah

harus dapat menggunakan dan memelihara

struktur-struktur dan prosedur-prosedur yang berlaku untuk

mencapai tujuan sekolah. Sebagai seorang eksekutif,

(33)

stabi-19

1isasi. Sedangkan pada dimensi kepemimpinan. kepala

sekolah dilihat sebagai orang yang melakukan

peru-bahan. Hal tersebut sejalan dengan apa yang

dikemuka-kan Hemphill (1958) dan Lipham (1964) seperti dikutip

oleh Sergiovanni dan kawan-kawan (1987:58), dimana

kepemimpinan menurut mereka penekanannya pada

pemba-haruan (newness) dan perubahan (change).

Khusus mengenai dimensi kepemimpinan, pada saat

sekarang ini semakin dituntut kepemimpinan yang

ber-kualitas atau efektif dari kepala sekolah. apalagi

setelah diberlakukannya keputusan Menpan No.26 tahun

1989 tentang Angka Kredit Bagi Jabatan Guru Dalam

Lingkungan Depdikbud, dimana untuk dapat naik pangkat

guru harus dapat mengumpulkan sejumlah angka kredit

yang ditetapkan. Pada satu pihak guru harus memiliki

dan melaksanakan empat unsur utama, yaitu pendidikan,

proses belajar mengajar atau bimbingan dan

penyulu-han, pengembangan profesi dan penunjang proses bela

jar mengajar atau bimbingan dan penyuluhan. Untuk itu

guru harus memenuhi beban tugas maksimal sebagai guru

kelas. Pada pihak lain guru sulit mendapatkan jumlah

jam sesuai dengan beban tugas maksimal tersebut ka

rena ada sekolah-sekolah yang jumlah gurunya

berle-bih, sehingga mereka tidak dapat memenuhi beban tu

(34)

'<>

Kondisi aktual yang terjadi di lapangan

memper-lihatkan gejala-gejala, seperti guru-guru saling

ber-lomba mencari dan mengumpulkan angka kredit seolah

pelaksanaan tugasnya adalah untuk mencari dan mengum

pulkan

angka kredit, adanya kecenderugan

dari

para

guru untuk lebih mementingkan penyiapan tugas-tugas

yang bersifat administratif dari pada pelaksanaan tugas mendidik/mengajar, adanya anggapan dari para

guru bahwa pelaksanaan tugas mengajar merupakan tugas

rutin yang tidak memerlukan berbagai kemampuan dan keterampiian padahal tugas tersebut penuh dengan dinamika kemanusiaan. Gejala-gejala tersebut dapat diasumsikan bahwa ada kaitannya dengan upaya kepemim pinan kepala sekolah. terutama yang berhubungan de

ngan upaya untuk memperingatkan kembali tentang tu juan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan tugas

guru, pemantauan terhadap pelaksanaan tugas. pemera-taan kesempatan untuk berkembang, mengarahkan pelak

sanaan tugas mereka, memberikan motivasi dan

inspira-si untuk mendorong mereka bekerja sesuai dengan arah

yang telah ditentukan. Untuk itulah kepemimpinan yang

efektif dari kepala sekolah sangat diperlukan agar tercipta dan terpelihara kekompakan dan kepuasan guru

(35)

21

kondisi guru yang cukup heterogen. Kondisi guru yang

heterogen itu memerlukan perlakuan yang berbeda

dari

kepala

sekolah. Di sinilah

pentingnya

kepemimpinan

situasional itu.

Penerapan kepemimpinan situasional oleh

kepala

sekolah dilihat melalui indikator-indikator

berikut,

yaitu kecenderungan perilaku kepemimpinannya, penggu

naan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan

berbagai

tingkat

kematangan guru serta penggunaan kuasa

(po

wer) sebagai potensi bagi kepala sekolah untuk memim

pin sebagai indikator utama. Selain indikator utama

itu, juga dilihat melalui indikator-indikator beri

kut, yaitu kesediaan guru bekerjasama dan guru

meng-hormati kepala sekolah serta adanya rasa senang/puas

antara guru dan kepala sekolah. Kedua indikator

terakhir

merupakan akibat dari adanya upaya

pencip-taan/pemeliharaan

suasana atau kondisi sekolah

yang

kondusif

secara

keseluruhan.

Aspek

ini

diteliti

dengan maksud agar kepemimpinan yang dihasilkan

oleh

kepala sekolah dari penerapan kepemimpinan

situasio

nal tidak terlepas dari konteksnya (kontekstual).

2. Perumusan Masalah

Oleh

karena

pendekatan

yang

digunakan

dalam

penelitian ini adalah kualitatif yang akan menghasil

(36)

masalahnya

juga

bersifat

deskriptif.

Permasalahan

deskriptif adalah "suatu permasalahan yang berkenaan

dengan

variabel mandiri ..." (Sugiyono, 1992 : 35).

Variabel

yang akan diteliti adalah kemampuan

kepala

sekolah menerapkan kepemimpinan situasional

terhadap

guru-guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Sebagaimana telah diuraikan pada latar

belakang

bahwa

kepemimpinan adalah bagian

dari

Administrasi

Pendidikan

dan merupakan komponen vital dalam

orga

nisasi pendidikan untuk mempengaruhi perilaku

orang-orang

ke arah pencapaian tujuan pendidikan.

Masalah

yang diteliti berada dalam konteks sistem nilai

budaya organisasi sekolah yang merupakan

pencerminan

dari sistem nilai budaya masyarakatnya. Sistem

nilai

budaya

organisasi menurut Charles Handy ( Andy

P.P.

Undap, 1988) adalah setiap nilai, sikap dan

perilaku

yang

ada dalam suatu organisasi dan yang

menentukan

bagaimana

organisasi dikelola. Setiap

nilai,

sikap

dan

perilaku

tersebut akan

terlihat

dalam

proses

interaksi antara pemimpin dan pengikut, yaitu

antara

kepala

sekolah dengan guru-guru. Aspek

permasalahan

difokuskan kepada kemampuan kepala sekolah menerapkan

kepemimpinan

situasional dalam

upaya

mempengaruhi,

(37)

pencapaian tujuan sekolah.

Berdasarkan

uraian

pada

latar

belakang

dan

gejala-gejala yang dikemukakan dalam analisis masalah

dan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah po

kok dalam penelitian ini, yaitu :

Sejauhmanakah

kepala

sekolah

mampu

menerapkan

kepemimpinan situasional terhadap guru-guru

dalam

pelaksanaan tugas-tugasnya di Sekolah Dasar Negeri

Kotamadya Pekanbaru?"

Dari rumusan masalah tersebut dapat dirinci

be

berapa

pertanyaan penelitian yang akan dicari

jawa-bannya melalui studi ini, yaitu :

1) Apakah kepala sekolah

memahami kepemimpinan

si-tuasiosional

yang diperolehnya setelah mengikuti

pelatihan

jabatan calon kepala sekolah

?

Apa

pendapat mereka tentang materi tersebut ?

2) Apakah kepala sekolah mampu menerapkan kepemimpi

nan

situasional terhadap guru dalam

pelaksanaan

tugasnya

sehari-hari?

Pertanyaan ini

meliputi

.-- kecenderungan perilaku kepemimpinannya.

- kemampuan menggunakan gaya kepemimpinan.

- kemampuan menggunakan kuasa (power)

sebagai po

tensi untuk memimpin.

3) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi

penerapan

(38)

dalam

hubungannya dengan

guru-guru ?

Pertanyaan

ini meliputi :

- faktor-faktor yang menghambat.

- faktor-faktor yang menunjang.

4) Apa hasil yang dicapai oleh kepala sekolah setelah

menerapkan kepemimpinan situasional ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari peneli

tian sebelumnya yang dilakukan oleh Yuzamri Yakub

(1992). Penelitian sebelumnya itu mengkaji efektivi

tas

pengelolaan pendidikan oleh kepala sekolah

yang

telah mengikuti pelatihan jabatan calon kepala SD di propinsi Riau. Aspek yang ditelitinya adalah seluruh substansi administrasi sekolah. meliputi administrasi

program pengajaran, administrasi kemuridan, adminis

trasi personal, administrasi keuangan. administrasi

perlengkapan, administrasi hubungan sekolah dan ma

syarakat, ketatausahaan serta pengelolaan supervisi

pengajaran oleh kepala sekolah.

Adapun penelitian ini lebih khusus mengkaji kemampuan kepala sekolah dalam menerapkan kepemimpi

(39)

untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai kemam

puan kepala sekolah di dalam menerapkan kepemimpinan

situasional yang akan melahirkan kepemimpinan yang

efektif melalui identifikasi, deskripsi dan

analisis

pola

perilaku yang ditampilkan oleh kepala sekolah

serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepala

se

kolah di dalam menerapkan kepemimpinan situasional

itu di beberapa SD dalam Kotamadya Pekanbaru.

2. Tujuan Khusus

Didasarkan

atas

tujuan

umum

tersebut,

maka

tujuan khusus yang

ingin dicapai

melalui studi

ini

adalah untuk

.-1. Mendeskripsikan pemahaman/pendapat

kepala sekolah

terhadap kepemimpinan situasional.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis kemampuan kepala

sekolah dalam menerapkan kepemimpinan

situasional

yang meliputi

.-- kecenderungan perilaku kepemimpinan.

- kemampuan menggunakan gaya kepemimpinan yang se

suai dengan tingkat kematangan guru.

- kemampuan menggunakan kuasa (power) yang

sesuai

dengan tingkat kematangan guru.

3. Mendeskripsikan

dan

menganalisis

faktor-faktor

(40)

kepemimpinan situasional yang meliputi :

- faktor-faktor yang menghambat.

- faktor-faktor yang menunjang.

4. Mendeskripsikan

hasil kepemimpinan yang

dilahir-kan oleh kepala sekolah setelah menerapdilahir-kan kepe

mimpinan situasional.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan dari segi teori

Penelitian ini mengkaji kemampuan kepala sekolah

dalam menerapkan kepemimpinan situasional

yang

di-sesuaikan

dengan konteks budaya

daerah

setempat.

Seperti diketahui bahwa kepemimpinan situasional

me

rupakan suatu pendekatan yang

re1atif baru, akan

te-tapi penerapannya telah diuji coba dan telah berhasil

melalui berbagai studi sehingga pendekatan ini menja

di sangat populer di kalangan organisasi. Untuk

itu

lah melalui

studi ini diharapkan dapat

mengetahui

feasibility keberhasilan kepemimpinan situasional

di

sekolah-sekolah

sesuai

dengan konteks

budaya yang

ada. Hal ini diakui sendiri oleh Dr. Paul Hersey bah

wa kendala utama yang dihadapi seorang pemimpin

ada

lah "tingkat kematangan budaya masyarakat dimana

ke

pemimpinan situasional itu ditumbuhkan" (Harian

Kom-pas, 14 Desember 1992). Di samping itu juga diharap

(41)

situa-27

sional sebagai suatu upaya pengembangan ilmu dan

di

harapkan memberikan kontribusi terhadap

Administrasi

Pendidikan yang dapat diterapkan dalam subsistem pen

didikan

serta dikaitkan pula dengan upaya untuk me

nunjang

tugas keprofesian penulis sendiri di

bidang

pendidikan dasar (Dinas P dan K).

2. Kegunaan dari segi praktek

Peneliti

berusaha menampilkan dua

aspek

dalam

penelitian ini, yaitu aspek teoritis atau

konseptual

dan aspek praktek atau aplikasi. Pada aspek

praktek

atau

aplikasi, penelitian ini diharapkan dapat

mem

berikan

berbagai kontribusi atau

manfaat.

Pertama.

memperbaiki

dan mengembangkan

praktek

kepemimpinan

sesuai

dengan berbagai situasi, seperti tingkat

ke

matangan guru, tingkat kematangan budaya dan tingkat

heterogenitas guru di sekolah. Kedua, untuk memberi

kan masukan kepada Dinas P dan K Propinsi Dati I Riau

tentang kemampuan kepemimpinan kepala sekolah setelah

mengikuti

pelatihan

jabatan calon

kepala

sekolah.

Ketiga,

untuk memberikan masukan bagi peningkatan dan

pengembangan materi kepemimpinan pada Pelatihan Ja

batan Bagi Calon Kepala SD di Propinsi Riau yang

di-laksanakan

oleh

Dinas P dan K

Propinsi

Dati

Riau

(42)

XI/ 1982 tanggal 9 Nopember 1982), sebagai prasyarat

utama pengangkatan kepala SD Negeri.

E.

Paradigma Penelitian

Administrasi

Pendidikan

apabila ditinjau dari

segi proses atau fungsi secara umum terdiri atas

pe-rencanaan,

pelaksanaan dan pengawasan. Di dalam pe

laksanaan proses atau fungsi ini tercakup kegiatan

kepemimpinan dari administrator. Tapi, seorang pemim

pin hanya memerlukan kemampuan untuk mempengaruhi

perilaku orang lain. Ia tidak harus menjalankan semua

fungsi

seorang administrator (Oteng Sutisna,

1985:

253). Proses administrasi tersebut tidak secara

eks-plisit menampilkan kegiatan kepemimpinan. Untuk

itu

penulis mengikuti Sergiovanni dan kawan-kawan

(1987:

16) yang secara eksplisit mengemukakan kepemimpinan

dalam proses administratif. dimana dikemukakan empat

proses kritikal

administratif,

yaitu

perencanaan,

pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan.

Berdasarkan

uraian

di atas

dapat

dikemukakan

suatu paradigma penelitian sebagai suatu dasar

pemi-kiran yang melandasi cara pandang peneliti dalam me

nyelesaikan masalah penelitian ini dalam bentuk pola

atau kerangka berpikir konseptual (conceptual

frame

(43)

.-29 Proses Administrasi Pendidikan Perencanaan Pengorganisasian Kepemimpinan Pengawasan Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah Upaya Kepemimpinan Perilaku Kepemimp. Penggunaan gaya Kep. Penggunaan Kuasa I—I Sasaran Guru (dalam pelak.tu gasnya)

Faktor-faktor yang mempe ngaruhi penerapan kepemim-situasional :

- faktor penghambat

- faktor pendukung

Gambar 1.1

KERANGKA BERPIKIR KONSEPTUAL PENELITIAN

Secara umum paradigma penelitian difokuskan pada

kepemimpinan

situasional

oleh kepala

sekolah yang

telah

mengikuti

pelatihan jabatan calon kepala

SD

dalam mempengaruhi perilaku guru ke arah

pencapaian

tujuan pendidikan di sekolah.

Kepemimpinan

yang efektif yang dihasilkan

dari

Hasil

Kepemim

pinan

(44)

3<>

penerapan kepemimpinan situasional ini dapat

dilihat

dari indikator-indikator berikut

.-a. kecenderungan perilaku kepemimpinan

(perilaku tu

gas dan perilaku hubungan).

b. penggunaan gaya kepemimpinan yang tepat, sesuai

dengan tingkat kematangan guru.

c. penggunaan sumber kuasa yang sesuai dengan tingkat

kematangan guru.

d. guru mau bekerja sama dan menghormati kepala

seko

lah.

e. adanya rasa senang/puas antara guru dan kepala se

(45)
(46)

BAB III

PROSES PENELITIAN

A. Metode dan Teknik Penelitian

1. Metode P e n e l i t i a n

Penelitian ini berusaha menampilkan gambaran ke

hidupan

sosial kepala sekolah yang sukbyektif

dalam

interaksinya dengan guru-guru di sekolah serta menge

nai pandangannya dan dunianya. Fokusnya adalah

upaya

kepemimpinan situasional kepala sekolah terhadap

gu

ru-guru dalam penyelenggaraan pendidikan, meliputi

kecenderungan

perilaku

kepemimpinannya,

penggunaan

gaya

kepemimpinan, penggunaan kuasa (power)

sebagai

potensi untuk memimpin serta faktor-faktor yang mem pengaruhi kepala sekolah dalam menerapkan kepemimpi

nan situasional. Pengungkapan terhadap gambaran ke

hidupan

sosialnya itu dilakukan

melalui

deskripsi,

pemaparan dan analisis untuk memperoleh pemahaman dan

pengertian.

Untuk maksud penelitian seperti itu, diperlukan suatu metode deskriptif dan holistik, yaitu metode penelitian kualitatif (Taylor dan Bogdan,1984:V).

Menurut mereka metode kualitatif tidak sekedar teknik

pengumpulan data, tetapi merupakan cara pendekatan terhadap dunia empiris. Ungkapan metode kualitatif

(47)

terhadap

penelitian yang menghasilkan data

deskrip

tif, yaitu berupa kata-kata dan perilaku

orang-orang

yang dapat diobservasi baik lisan maupun tulisan. Di samping itu Nasution (1988:5) menggambarkan bahwa

"penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah

menga-mati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi

dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran

mereka

tentang dunia sekitarnya". Memang

penelitian

yang

berusaha mengamati perilaku orang (seperti

pe

rilaku kepemimpinan) dan memahami kehidupannya

serta

penafsirannya

terhadap kehidupannya itu lebih

tepat

menggunakan metode kualitatif, dimana peneliti

dapat

berinterkasi dengan mereka.

Penelitian

naturalistik seperti dimaksud

hanya

cocok dilakukan dengan menggunakan instrumen peneliti

sendiri

sebagai "human

instrument"

(Nasution,1988;

Moleong,1988). Alasannya adalah karena manusia se bagai instrumen mempunyai ciri-ciri tersendiri dan

kelebihan

darj

instrumen lain,

serta

dimungkinkan

terjadinya penyesuaian terhadap perubahan dan perkem

bangan yang terjadi selama proses penelitian

berlang-sung. Selain itu data yang dikumpulkan dapat menggam

barkan realitas yang diinginkan secara relatif tepat.

2. Teknik dan Alat Pengumpul Data

(48)

dengan menggunakan berbagai teknik, yaitu wawancara,

observasi dan studi dokumentasi. Ketiga teknik terse

but digunakan untuk memperoleh data dan informasi

yang saling menunjang dan melengkapi tentang upaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap guru-guru dalam

penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan feasi

bility penerapan kepemimpinan situasional oleh kepala

sekolah, bukan menentukan efektivitas dan

adabtabili-tas kepemimpinan. Oleh karenanya tidak menggunakan instrumen dengan dua belas situasi yang sudah ada. Lagi pula instrumen itu telah diujicobakan terhadap

kepala sekolah pada pelatihan jabatan.

Khusus teknik wawancara dan observasi, pelaksa-naannya dilakukan dengan menggunakan pedoman yang me

muat garis besar aspek yang diteliti. Untuk

melahir-kan item-item dalam pedoman wawancara itu, terlebih

dahulu dibuat kisi-kisinya sebagai alat bantu bagi

peneliti di dalam upaya mengumpulkan data. Dalam

kisi-kisi tersebut dimuat komponen atau aspek yang diteliti. dimensi aspek atau komponen data yang diperlukan, responden penelitian dan teknik yang di

gunakan. Kisi-kisi tersebut dapat dilihat pada tabel

(49)

Tabel 4.3

KISI-KISI INTRUMEN SEBAGAI ALAT BANTU

BAGI PENELITI (HUMAN INSTRUMENT)

No. Aspek/komponen

yang diteliti Dimensi data yangdiperlukan

Resp Teknik

Pemahaman/tang-gapan kepala

sekolah terha

dap materi ke pemimpinan si tuasional . Kemampuan mene rapkan kepemim pinan situasio nal .

1. Pendapat kepala sekolah terhadap pelaksanaan

pelatihan.

2. Manfaat/kontribusi ma

teri bagi praktek kepe

mimpinan.

3. Penguasaan materi oleh

pengajar/tutor.

4. Ketertarikan terhadap materi.

5. Prestasi yang dicapai

setelah mengikuti pela

tihan.

6. Pemahaman terhadap ke

pemimpinan situasional/

kecocokannya diterapkan

di sekolah.

7. Upaya penerapannya di

sekolah.

1. Kecenderungan perilaku kepemimpinan.

2. Kemampuan menggunakan

gaya kepemimpinan

- kemampuan mengidenti-fikasi tingkat kema

tangan guru.

- kemampuan memilih ga

ya kepemimpinan sesu

ai dengan tingkat ke

matangan guru.

- frekuensi penggunaan

gaya kepemimpinan.

3. Kemampuan menggunakan kuasa sebagai potensi

KS

x

x

X

W 0 SD 8

X

(50)

1 2 3 4 5 6 7 8

untuk memimpin

- kecenderungan penggu

naan sumber kuasa X X X X

- kemampuan memilih je

nis kuasa sesuai de

ngan tingkat kemata

ngan X X X X

3. Faktor-faktor yang mempengaru

hi penerapan ke

pemimpinan situ asional . 1. 2. Faktor-faktor yang menghambat

- faktor internal - faktor eksternal

Faktor-faktor yang me

nunjang

-

penciptaan/pemeliha-raan suasana/iklim

kerja yang kondusif

-

penciptaan/pemeliha-raan suasana

pergau-lan sesama guru dan

X X X X X X X

kepala sekolah X X X X

- penciptaan/pemeliha-raan lingkungan seko

lah secara keseluru

han X

- suasana lingkungan

4.

manusiawi X X X X X

Penilaian ter Tingkat efektivitas kepe ,

hadap kepemim mimpinan kepala sekolah Aspek 2, dan

pinan kepala 3.

kolah secara keseluruhan

Keterangan :

KS = Kepala Sekolah

G = Guru

W = Wawancara 0 = Observasi

SD = Studi Dokumentasi

Item dari setiap aspek/komponen yang akan diteliti

untuk wawancara dan observasi dibuat tersendiri

(51)

Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman

wawancara (lihat lampiran) yang dibuat berdasarkan

kisi-kisi di atas. Pedoman wawancara tersebut memuat

item-item pertanyaan yang bersifat terbuka.

.Aspek-aspek yang ditanyakan meliputi pemahaman/tanggapan perserta/calon kepala SD terhadap materi kepemimpinan situasional yang disajikan pada pelatihan jabatan itu, kemampuan menerapkan kepemimpinan situasional

dan suasana (atmosphere) sekolah secara keseluruhan

(respondennya guru-guru dan kepala se-kolah).

Setiap

aspek dipilah-pilah menjadi beberapa unsur yang

pada

akhirnya

melahirkan

item-item

pertanyaan,

seperti

tertuang dalam pedoman wawancara. Pedoman wawancara

ini dimaksudkan untuk menjaga agar proses wawancara

tetap berlangsung pada konteks masalah penelitian. Pelaksanaan teknik ini dilakukan dalam dua 'bentuk,

yaitu wawancara berstruktur dan wawancara tak

ber-struktur.

Observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi (lihat lampiran) juga dibuat berdasarkan kisi-kisi di atas. Aspek-aspek yang diobservasi

meliputi kemampuan kepala sekolah menerapkan kepemim

pinan

situasional (terutama

mengenai

kecenderungan

perilaku

kepemimpinan,

kemampuan

menggunakan

gaya

(52)

potensi untuk memimpin dan serta faktor-faktor yang

mempengaruhi penerapan kepemimpinan situasional),

baik faktor yang menghambat maupun yang menunjang.

Faktor-faktor yang menghambat meliputi faktor inter

nal maupun faktor eksternal dari kepala sekolah.

Kemudian faktor-faktor yang menunjang meliputi pen

ciptaan/pemeliharaan suasana/iklim kerja yang

kondu-sif, suasana pergaulan sesama guru dan kepala seko

lah, penciptaan/pemeliharaan lingkungan sekolah dan

lingkungan manusiawi. Dari keseluruhan aspek tersebut dapat diketahui bagaimana penerapan kepemimpinan si

tuasional oleh kepala sekolah secara keseluruhan.

Pelaksanaan observasi ini dimaksudkan untuk melengka

pi data yang dikumpulkan melalui wawancara serta

se-kaligus sebagai upaya kontrol atas data hasil wawan

cara melalui triangulasi.

Untuk melengkapi data dan informasi yang dikum

pulkan melalui wawancara dan observasi, dilakukan pu

la pengumpulan data dengan studi dokumentasi melalui

catatan-catatan atau peristiwa-peristwa yang

"tere-kam" dan ada hubungannya dengan kegiatan kepemimpinan

kepala sekolah.

Dalam pelaksanaan kegiatan pengumpulan data me

(53)

peneliti berusaha pula melengkapi diri dengan buku

catatan dan alat-alat tulis lain, tape recorder (alat

perekam) dan kamera. Alat-alat tersebut digunakan

agar dapat "merekam" informasi verbal maupun nonver

bal selengkap mungkin, mengingat keterbatasan daya

pantau dan daya memori. Hal ini dilakukan dengan di

dasarkan pada pendapat Bogdan dan Biklen (1982,73:

74) bahwa "keberhasilan suatu penelitian naturalistik

atau kualitatif sangat tergantung kepada ketelitian

dan kelengkapan catatan lapangan (field notes) yang

disusun peneliti". Penggunaan alat-alat tersebut

ter-lebih dahulu dibicarakan dengan responden agar tidak

mengganggu proses pengumpulan data. Pelaksanaan pe

ngumpulan data dari para responden atau informan di

lakukan secara langsung dan tanpa memberikan perla

kuan (treatment).

3. Sumbei- Data

Sumber data utama (primer) dalam penelitian ini

diperoleh melalui sumber pertama, yaitu kepala seko

lah yang telah mengikuti pelatihan jabatan calon

kepala SD yang dilaksanakan oleh Dinas P dan K Dati I

Riau periode tahun 1986/1987 dan teiah diangkat men

jadi kepala sekolah di Kotamadya Pekanbaru. Pengumpu

lan data dilakukan melalui observasi dan wawancara

(54)

ke-pemimpinannya terhadap guru-guru di sekolah. Kemudian

data juga dikumpulkan melalui sumber kedua, yaitu

guru-guru yang berkaitan dengan pandangan, pendapat

dan pengalamannya tentang perilaku kepemimpinan ke

pala sekolah terhadap mereka. Selain itu juga dilaku

kan pengumpulan data dari penyaji materi kepemimpinan

pada pelatihan jabatan calon kepala SD dan penilik

sekolah berkaitan dengan bagaimana materi itu disaji

kan dan bagaimana pendapat dan penilaiannya terhadap

kepemimpinan kepala sekolah. Pengumpulan data dari

pengajar materi kepemimpinan situasional itu dimak

sudkan sebagai studi telusuran agar diperoleh rujukan

atas pemahaman kepala sekolah terhadap kepemimpinan

situasional. Sedangkan pengumpulan data dari penilik

sekolah untuk melengkapi terhadap penilaian secara

keseluruhan terhadap upaya kepemimpinan kepala seko

lah. Pengumpulan data dari sumber kedua ini dimaksud

kan sebagai upaya kontrol terhadap data dari sumber

pertama.

Di samping data primer, juga dikumpulkan data

sekunder melalui berbagai catatan atau dokumen dan

peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan kepemim

pinan kepala sekolah, seperti pembagian tugas guru,

(55)

kegiatan-kegia-tan yang berhubungan dengan pengembangan profesi dan

pemberian motivasi yang bersifat material atau

insen-tif. Data dan informasi tersebut berupa kata-kata dan

tindakan atau perilaku, di samping data tambahan se

perti dokumen dan Iain-lain.

4. Sampe1 Penelitian

Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan

teknik purposive sampling, yaitu responden atau in

forman disesuaikan dengan tujuan penelitian dan di

lakukan dengan cermat. Untuk itu informan dipilih

dari subyek yang benar-benar memahami permasalahan.

Oleh sebab itu informan utama adalah para kepala se

kolah yang telah mengikuti Pelatihan Jabatan Calon

Kepala SD pada periode 1987/1988 dan telah diangkat

sebagai kepala SD di Kotamadya Pekanbaru. Kepala SD

yang dimaksud adalah kepala SD 005 Tengkerang.- Bukit

Raya, kepala SD 010 Jadirejo - Sukajadi, dan kepala

SD 031 Kampung Baru - Senapelan.

Sampel yang dipilih sesuai dengan masalah pene

litian ini adalah tiga orang kepala sekolah dan dua

orang guru pada tiap-tiap sekolah. Penentuan jumlah

sampel ini didasarkan atas pendapat : "... metode

naturalistik tidak menggunakan sampling random atau

acakan dan tidak menggunakan populasi dan sampel yang

(56)

tujuan (purpose) penelitian" (Nasution,1988:11). Sam

pel awal ini dijadikan pegangan, sementara bila

ter-jadi kemungkinan perubahan maka sampel dapat pula

berubah.

Penentuan dan pemilihan sampel tidak ditentukan

oleh berapa banyak jumlahnya, melainkan ditentukan

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu

subyek diplih berdasarkan pengalaman atau masa

kerja-nya dengan kepala sekolah dan tingkat pendidikannya.

Di samping itu, pengumpulan data dari mereka dilaku

kan sampai kepada titik jenuh (redundancy), yaitu

bila hal yang diamati dan jawaban mereka atas perta

nyaan yang diajukan berkisar pada persoalan yang

sama.

Adapun personil sekolah yang dijadikan sebagai

sampel penelitian ini dapat dilihat melalui tabel be

(57)

Tabel 5.3

KEADAAN PERSONIL SEKOLAH DASAR NEGERI

YANG MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Asal Sekolah/ Jenis Tingkat Masa Kerja/ Kete-Personi1 Kelamin Pendidikan Tahun rangan

SD 005

Tengke-rang

.-1. Kepala SD W SPG 20 * DII

2. Guru I P SGO 9 * SI

3. Guru II P Sarjana 10

SD 010

Jadire-JO :

1. Kepala SD W SPG 20 * DII

2. Guru I P Sarmud 18

3. Guru II w SPG 14 * SI

SD 031 Kampung

Baru

.-1. Kepala SD p Sarmud 18

2. Guru I w KPG 10

3. Guru II w PGA 10

Sumber : Laporan Bulanan Ketiga SD.

Keadaan : Juli 1993.

Keterangan

* sedang kuliah

Tabel di atas menunjukkan bahwa seluruh respon

den telah memiliki pengalaman kerja 9 tahun ke atas

dan rata-rata mereka memiliki ijazah SPG dan

sedera-jat 67 %, ijazah sarjana/sarjana muda 33 %. Selain

itu juga mereka yang sedang kuliah program DII 22 %

(58)

B. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap dalam penelitian kualitatif secara

garis besarnya dibedakan atas tiga tahap, yaitu tahap orientasi, tahap eksplorasi dan tahap member check (Nasution,1988:33-34). Jadi penelitian ini juga meng

ikuti ketiga tahap tersebut.

1. Tahap Orientasi

Tahap ini merupakan tahap persiapan pengumpulan data dengan menempuh langkah-iangkah sebagai beri

kut

.-a. Melakukan pendekatan terhadap lembaga dan instansi

terkait yang menjadi lokasi penelitian untuk

memperoleh informasi dan gambaran yang jeias me

ngenai lokasi penelitian.

b. menyiapkan pedoman wawancara dan observasi untuk

responden yang tentu saja telah dikonsultasikan

dengan pembimbing terlebih dahulu.

c. Menghubungi setiap kepaia SD dan guru-guru yang menjadi obyek penelitian untuk mengadakan nego-siasi dan

Referensi

Dokumen terkait

Conservation Scout (CS) adalah model pembelajaran berbasis lingkungan yang dapat diterapkan melalui empat tahap sistematis yaitu: (1) minitrip ke lokasi konservasi lingkungan

Pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan, dan

Bagi Anda yang ingin berwisata tanpa mengeluarkan biaya yang mahal sepertinya Gelaran adalah salah satu pilihan yang tepat untuk anda kunjungi// Gelaran terletak di

Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat dipengaruhi perlakuan sejak awal panen.Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah kematangan

Strength (S), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan program pada saat itu Weakness (W), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan program pada saat

[r]

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedian Barang dan Jasa Nomor: 19/PPBJ/02.12/DPKP/VI/2014, Tanggal 23 Juni 2014, Dengan ini Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pertanian

Dalam tulisan ini, penulis bereksperimen dengan mencoba menganalisis percakapan wacana publik melalui media massa antara dua tokoh politik, yakni Amien Rais dan